bab ii landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Porter’s Five Forces Model
Dalam mencapai tujuan perusahaan untuk memenangkan persaingan di
bidangnya, perusahaan harus memiliki strategi kompetitif yang tepat. Strategi
kompetitif merupakan suatu kerangka kerja yang dapat membantu suatu perusahaan
untuk menganalisa industrinya secara keseluruhan dan menganalisa pesaing dan
posisinya serta seberapa besar kekuatan persaingan mempengaruhi perusahaan
tersebut.
Michael E. Porter menerjemahkan analisa tersebut menjadi strategi kompetitif
berdasarkan lima kekuatan persaingan yaitu intensitas persaingan dalam industri,
tekanan penawaran dari pelanggan, tekanan penawaran dari pemasok, ancaman dari
produk pengganti, dan ancaman dari pendatang baru.
Dari strategi kompetitif ini, para pemain di suatu industri yang sama harus
memiliki sasaran, peluang, dan sumber daya yang dapat menunjang posisi perusahaan
dalam persaingan. Perusahaan harus mampu menentukan posisinya sehingga dapat
mempertahankan dirinya dan mampu menggunakan kekuatan-kekuatan tersebut
untuk meraih keuntungan.
6
Gambar 2.1 Porter’s Five Forces Model
2.1.1 Intensitas Persaingan Dalam Industri
Persaingan di antara para perusahaan yang bersaing biasanya paling
berpengaruh di antara lima kekuatan. Strategi yang dijalankan oleh salah satu
perusahaan dapat berhasil hanya jika strategi tersebut menyediakan keunggulan
bersaing atas strategi yang dijalankan oleh perusahaan pesaing. Perubahan strategi
yang dilakukan perusahaan pesaing dapat diimbangin dengan beberapa tindakan,
seperti menurunkan harga, meningkatkan mutu, menambah sifat (keunggulan
7
produk), menyediakan pelayanan, memperpanjang garansi produk, dan meningkatkan
iklan.
Intensitas persaingan di antara para perusahaan yang bersaing cenderung
meningkat apabila jumlah pesaing bertambah, karena perusahaan yang bersaing
menjadi setara dalam ukuran dan kemampuan, permintaan produk industri menurun,
atau karena potongan harga menjadi suatu hal yang biasa di mata pelanggan.
Persaingan juga dapat meningkat apabila pelanggan dengan mudah beralih ke pesaing
lain, hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, biaya tetap tinggi, produk mudah
rusak, perusahaan pesaing berbeda strategi, asal dan budaya, serta apabila merger dan
akuisisi biasa terjadi dalam industri tersebut. Apabila persaingan di antara para
perusahaan yang bersaing meningkat, laba industri akan menurun, sehingga dapat
mengakibatkan industri tersebut menjadi tidak menarik lagi.
2.1.2 Tekanan Penawaran Dari Pelanggan
Apabila pelanggan terkonsentrasi, jumlahnya besar, atau membeli dalam
jumlah banyak, kekuatan penawarannya merupakan kekuatan utama yang
mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing
mungkin menawarkan garansi yang lebih panjang atau pelayanan khusus untuk
memperoleh loyalitas pelanggan apabila kekuatan menawar dari pelanggan untuk
produk tersebut luar biasa. Kekuatan penawaran dari pelanggan juga akan lebih besar
jika produk yang dibeli merupakan komoditi dan tidak memiliki keunggulan dari
8
produk pesaingnya. Apabila demikian, pelanggan sering kali akan melakukan
negosiasi harga jual, garansi, dan aksesori kemasan sampai pada tingkat tertentu.
2.1.3 Tekanan Penawaran Dari Pemasok
Tekanan penawaran dari pemasok dapat mempengaruhi intensitas persaingan
dalam suatu industri, terutama apabila jumlah pemasok sedikit, hanya sedikit bahan
baku pengganti yang baik, dan apabila biaya mengganti bahan baku amat tinggi. Pada
dasarnya, dengan adanya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemasok dan
produsen dengan harga wajar, perbaikan mutu, pengembangan pelayanan baru,
penyerahan barang yang tepat waktu, dan pengurangan biaya penyediaan menjadi
kekuatan untuk meningkatkan kemampuan meraih laba jangka panjang bagi semua
pihak terkait.
2.1.4 Ancaman Dari Produk Pengganti
Dalam berbagai industri, perusahaan bersaing ketat dengan produsen produk
pengganti. Adanya produk pengganti menempatkan batas atas dari harga sebelum
pelanggan berpindah ke produk pengganti. Ancaman dari produk pengganti
meningkat apabila harga yang relatif dari suatu produk turun dan apabila biaya
konsumen untuk beralih produk juga menurun. Ancaman dari produk pengganti
9
paling baik jika diukur dengan pangsa pasar yang direbut oleh produk tersebut, di
samping rencana perusahaan itu yang meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar.
2.1.5 Ancaman Dari Pendatang Baru
Walaupun banyak hambatan untuk masuk, pendatang baru di sebuah industri
terkadang memasuki industri dengan kualifikasi produk yang lebih tinggi, harga lebih
rendah, dan strategi pemasaran yang luar biasa. Oleh karena itu, tugas dari ahli
strategi pemasaran adalah mengenali pendatang baru yang berpotensial memasuki
pasar, memonitor strategi pemasaran dari perusahaan tersebut, melakukan serangan
balasan sesuai kebutuhan, dan memanfaatkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
2.2 SWOT
Pengertian analisis SWOT (Rangkuti, 2002) adalah identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-
10
faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam
kondisi yang ada saat ini.
Proses pengambilan keputusan strategis selaku berkaitan dengan
pengembaangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Metode analisis
SWOT bisa dianggap sebagai metode analisis yang paling dasar, yang berguna untuk
melihat suatu topik atau permasalahan dari empat sisi yg berbeda. Hasil analisis
biasanya merupakan arahan atau rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan
menambah keuntungan dari peluang yang ada, sekaligus mengurangi kekurangan dan
menghindari ancaman.
Teknik ini diciptakan oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset
pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan
menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing komponen SWOT:
Kekuatan (Strengths) adalah kegiatan-kegiatan organisasi yang berjalan
dengan baik atau sumber daya yang dapat dikendalikan.
Kelemahan (Weakness) adalah kegiatan-kegiatan organisasi yang tidak
berjalan dengan baik atau sumber daya yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi
tidak dimiliki oleh organisasi.
Kesempatan (Opportunities) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang positif.
Ancaman (Threats) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang negatif.
Matriks SWOT adalah alat bantu untuk menyusun faktor-faktor strategis
organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
11
eksternal yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
yang dimilikinya. Kombinasi dari Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats
adalah sebagai beikut:
Strategi SO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran
organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
Strategi WO adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
Strategi ST adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang
dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.
Strategi WT adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
2.3 Rantai Nilai dan Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing tidak dapat dipahami jika kita tidak melihat suatu
perusahaan sebagai keseluruhan. Keunggulan bersaing berawal dari banyak hal yang
dilakukan perusahaan mulai dari merancang, membuat, memasarkan,
mendistribusikan, dan mendukung produknya. Masing-masing kegiatan ini dapat
mempengaruhi posisi relatifitas biaya perusahaan dan menciptakan landasan
diferensiasi. Diferensiasi dapat bersumber dari beragam faktor pula, termasuk
12
perolehan bahan baku bermutu tinggi, sistem pelayanan pesanan yang cepat-tanggap,
atau desain produk yang istimewa.
2.3.1 Rantai Nilai
Setiap perusahaan merupakan sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk
menrancang, memproduksi, memasarkan, menyampaikan, dan mendukung
produknya. Semua kegiatan ini dapat digambarkan dengan menggunakan rantai nilai,
seperti diperlihatkan pada gambar 2.2. Rantai nilai suatu perusahaan serta cara
perusahaan menyelenggarakan setiap kegiatannya merupakan cerminan dari riwayat,
strategi, dan acangan peruhsaaan dalam mengimplementasikan strateginya, serta
keadaan ekonomi yang melandasi kegiatan itu sendiri.
Gambar 2.2 Rantai Nilai Porter
13
Rantai nilai menggambarkan nilai total, dan terdiri atas aktivitas nilai (value
activities) dan marjin. Aktivitas nilai adalah kegiatan fisik dan teknologis yang
diselenggarakan perusahaan. Ini merupakan batu-batu pembangunan (building
blocks) pembelinya. Marjin adalah selisih antara nilai total dengan biaya kolektif
untuk menyelenggarakan aktivitas nilai. Marjin dapat diukur dnegan berbagai cara.
Rantai nilai pemasok dan penyalur juga mengandung suatu marjin yang penting
untuk dikenali guna memahami sumber posisi biaya perusahaan, karena marjin
pemasok dan penyalur merupakan bagian dari biaya total yang dipikul pembeli.
Setiap aktivitas nilai menggunakan masukan yang dibeli, sumber daya
manusia (tenaga kerja dan manajemen), dan bentuk teknologi tertentu untuk
menyelenggarakan fungsinya. Setiap aktivitas nilai juga menggunakan dan
menciptakan informasi, seperti data pembeli (pesanan yang masuk), parameter kinerja
(pengujian), dan statistik kegagalan produk. Aktivitas nilai mungkin juga
menghasilkan kekayaan (asset) seperti persediaan dan piutang, atau kewajiban,
misalnya utang lancar.
Aktivitas nilai dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, aktivitas primer dan
aktivitas pendukung. Aktivitas primer, tercantum dibagian bawah gambar 2.2,
merupakan aktivitas yang dilakukan dalam membuat produk secara fisik serta
menjual dan menyampaikannya kepada pembeli selain juga aktivitas dalam bentuk
layanan purna jual, pada setiap perusahaan, aktivitas primer dapat dibagi menjadi
lima kelompok generik seperti tampak pada gambar 2.2. Aktivitas pendukung
menunjang aktivitas primer dan aktivitas pendukung lainnya dengan menyediakan
14
masukan yang dibeli, teknologi, sumber daya manusia, serta sejumlah fungsi dalam
perusahaan lainnya. Pembelian, pengembangan teknologi, dan manajemen sumber
daya manusia dapat dikaitkan dengan aktivitas primer tertentu selain juga menunjang
keseluruhan rantai. Infrastruktur perusahaan tidak terkait dengan aktivitas primer
tertentu tetapi menunjang keseluruhan rantai.
Oleh karena itu, aktivitas nilai merupakan batu-batu pembangun keunggulan
bersaing. Cara melakukan masing-masing aktivitas dan seberapa efisien
melakukannya akan menentukan apakah suatu perusahaan berbiaya tinggi atau rendah
dibandingkan dengan pesaingnya. Bagaimana masing-masing aktivitas nilai
dilakukan juga akan menentukan konstribusinya terhadap kebutuhan pembeli dan
karenanya juga diferensiasi. Memperbandingkan rantai nilai pesaing akan
mengungkapkan perbedaan yang menentukan keunggulan bersaing.
Analisis terhadap rantai nilai dan bukan terhadap nilai tambahlah yang
merupakan cara yang tepat untuk menelaah keunggulan bersaing. Nilai tambah (harga
jual dikurangi dengan biaya bahan baku yang dibeli) terkadang digunakan sebagai
titik fokus analisis biaya karena dipandang sebagai bidang tempat perusahaan dapat
mengendalikan biaya. Tetapi, nilai tambah bukanlah dasar yang layak untuk analisis
biaya karena secara keliru membedakan bahan baku.
15
2.3.2 Aktivitas Primer
Ada lima kelompok generik aktivitas primer yang dilakukan dalam bersaing
di industri apapun, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2, setiap kelompok
dapat dipilah lagi ke dalam sejumlah aktivitas yang berlainan yang bergantung pada
jenis industri dan strategi perusahaan:
Inbound logistic (logistik ke dalam)
Aktivitas yang berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan, dan
penyebaran masukan ke produk, seperti penanganan material, pergudangan,
pengendalian persediaan, penjadualan kendaraan pengangkut, dan
pengembalian barang kepada pemasok.
Opeations (operasional)
Aktivitas yang menyangkut perubahan masukan menjadi produk akhir, seperti
masinasi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan alat-alat, pengujian,
pencetakan, dan pengoperasian fasilitas.
Outbound logistic (logistik keluar)
Aktivitas yang behubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan
pendistribusian fisik produk kepada pembeli, seperti pergudangan barang jadi,
penangan material, operasi kendaraan pengirim, pengolahan pesanan, dan
penjadualan.
Marketing and sales (pemasaran dan penjualan)
16
Aktivitas yang menyangkut penyediaan sarana agar pembeli dapat membeli
produk dan aktivitas yang mempengaruhi pembeli agar mereka mau
membelinya, seperti periklanan, promosi, wiraniaga, penentuan kuota,
pemilihan penyalur, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga.
Service (pelayanan)
Aktivitas yang menyangkut penyediaan layanan untuk memperkuat atau
menjaga nilai produk, seperti pemasangan, perbaikan, pelatihan, pasokan suku
cadang, dan penyesuaikan produk.
2.3.3 Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung yang diselenggarakan dalam bersaing di dalam industri
apa pun dapat dibagi mejadi empat kelompok generik, yang juga disajikan dalam
gambar 2.2 seperti halnya aktivitas primer, masing-masing kelompok aktivitas
pendukung dapat dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa aktivitas nilai yang khas untuk
industri tertentu. Dalam kelompok aktivitas pengembangan teknologi, misalnya,
aktivitas yang ada dapat meliputi desain komponen, desain keseluruhan, pengujian
lapangan, perekayasaan proses, dan pemelihan teknologi. Demikian juga, aktivitas
pembelian dapat dibagi-bagi menjadi aktivitas seperti menyaring pemasok baru,
pembelian berbagai jenis masukan, serta pemantauan secara kontinu kinerja pemasok.
Pembelian, mengacu pada fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam
rantai nilai perusahaan, bukan pada masukan yang dibeli itu sendiri. Masukan yang
17
dibeli meliputi bahan baku, bahan pendukung, serta bahan-bahan lain selain juga
barang modal seperti mesin, peralatan laboratorium, peralatan kantor, dan bangunan.
Setiap aktivitas nilai mengandung teknologi, apakah itu berupa pengetahuan,
prosedur, atau teknologi yang terlekat dalam peralatan proses. Ragam teknologi yang
digunakan pada banyak perusahaan sangat luas, mulai dari teknologi yang digunakan
dalam menyiapkan dokumen dan mengangkut barang sampai ke teknologi yang
terlekat dalam produk yang dihasilkan itu sendiri. Lebih jauh lagi, kebanyakan
aktivitas nilai menggunakan teknologi yang menggabungkan sejumlah subteknologi
berbeda yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa aktivitas yang meliputi
perekrutan, penerimaan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua
jenis tenaga kerja. Manajemen sumber daya manusia mendukung aktivitas nilai
primer dan pendukung secara individual maupun keseluruhan rantai nilai. Manajemen
sumber daya manusia mempengaruhi keunggulan besaing pada setiap perusahaan,
melalui perannya dalam menentukan ketrampilan dan motivasi karyawan serta biaya
penerimaan dan pelatihan karyawan.
Infrastruktur perusahaan terdiri atas sejumlah aktivitas yang meliputi
manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntasi, hukum, hubungan dengan
pemerintah, dan manajemen mutu. Infrastruktur, tidak seperti aktivitas pendukung
lainnya, biasanya menunjang keseluruhan rantai dan bukan aktivitas tertentu.
18
2.4 Konsep Dasar Disiplin Para Pemimpin Pasar
Michael Treacy dan Fred Wiersema (1995, p5) menyatakan suatu konsep
bahwa setiap perusahaan memiliki suatu nilai disiplin tersendiri yang mampu
membuat mereka menjadi pemimpin pasar di industrinya. Michael Treacy dan Fred
Wiersema mengelompokkan nilai disiplin tersebut menjadi tiga nilai disiplin yang
berbeda di mana disiplin ini tidak didasarkan pada jenis industri, tetapi juga pada
jenis proposisi nilai yang dikejar oleh perusahaan (total biaya operasional terendah,
produk terbaik, solusi total terbaik). Ketiga nilai disiplin ini, masing-masing hanya
cocok untuk jenis pelanggan tertentu pula. Masing-masing nilai tersebut memiliki
nama yang berbeda, yaitu Operational Excellence, Product Leadership, dan
Customer Intimacy.
Operational Excellence adalah suatu nilai kedisiplinan yang selalu berusaha
untuk memberikan pelanggan produk atau pelayanan andalan dengan harga yang
kompetitif, yang disampaikan dengan atau tanpa kesulitan sekecil apapun atau
memberikan kombinasi kualitas, harga, dan kemudahan membeli yang tidak bisa
ditandingi oleh para pesaing dalam industrinya.
Product Leadership adalah suatu nilai kedisiplinan yang selalu berusaha
untuk memberikan produk-produk yang secara berkesinambungan memiliki inovasi
yang tiada henti dan mendorong produk-produk tersebut memasuki dunia yang belum
teruji atau bahkan dunia yang belum dikenal atau diketahui.
19
Customer Intimacy adalah suatu nilai kedisiplinan yang selalu berusaha untuk
memberikan solusi total kepada para pelanggan, tidak hanya terfokus pada produk
dan jasa tetapi juga membangun ikatan yang kuat dengan para pelanggan.
2.4.1 Karakterisitik Nilai Disiplin Para Pemimpin Pasar
Nilai disiplin Operational Excellence memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut:
1. Mengoptimalkan dan merampingkan proses produksi dari hulu ke hilir dan
pelayanan kepada para pelanggan untuk menekan biaya operasional dan
mengurangi proses yang tidak memberikan nilai tambah.
2. Membakukan, menyederhanakan, dan mengendalikan secara ketat serta
merencanakan kegiatan operasional secara terpusat sehingga para karyawan
operasional tidak perlu membuat kebijaksanaan tersendiri.
3. Memfokuskan diri pada sistem manajemen yang memiliki kegiatan
operasional yang terpadu, handal, dan berkecepatan tinggi, serta kepatuhan
pada norma-norma.
4. Memiliki budaya kerja yang menghindari pemborosan dan menjunjung tinggi
efisiensi kegiatan operasional.
5. Mengelola dan membina sumber daya manusia sehingga setiap individu dapat
bekerja sama dengan baik secara berkesinambungan dan memahami dengan
baik apa yang dikerjakannya.
20
Nilai disiplin Product Leadership memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut:
1. Mengoptimalkan proses inovasi dan pengembangan produk serta eksploitasi
pasar.
2. Memiliki struktur perusahaan yang fleksibel dan bersifat sementara untuk
menyesuaikan diri dengan inovasi yang terjadi.
3. Memfokuskan diri pada sistem manajemen yang didorong oleh hasil,
mengukur dan memberi penghargaan untuk keberhasilan produk baru
4. Memiliki budaya kerja yang terus-menerus mendorong kreatifitas individu
dan memberikan motivasi untuk terus-menerus membuat masa depan yang
lebih baik melalui produk-produk yang diciptakan.
Nilai disiplin Customer Intimacy memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut:
1. Mengoptimalkan proses pengembangan solusi pelayanan kepada para
pelanggan (berusaha untuk terus-menerus memenuhi kebutuhan para
pelanggan), manajemen hasil (memastikan agar solusi pelayanan tersebut
dilaksanakan dengan benar), dan manajemen hubungan.
2. Memiliki struktur perusahaan yang mendelegasikan perumusan keputusan
kepada para karyawan operasional yang memiliki hubungan yang paling dekat
dengan para pelanggan.
3. Memfokuskan diri pada sistem manajemen yang diarahkan pada usaha
menciptakan dan membina hubungan yang dekat dengan para pelanggan.
21
4. Memiliki budaya kerja yang mengutamakan solusi-solusi pelayanan yang
lebih spesifik dan mengusahakan untuk menjalin hubungan yang mendalam
dan berkesinambungan dengan para pelanggan.
2.5 Six Sigma
Berberapa perusahaan percaya bahwa kesalahan adalah bagian dari biaya
proses bisnus. Tetapi dengan six sigma, dapat menghilangkan banyak kesalahan,
mengurangi biaya dan memuaskan pelanggan dengan lebih baik.
Six Sigma merupakan salah satu konsep atau metode untuk membangun
keunggulan bersaing melalui peningkatan proses bisnis dengan mengurangi atau
menghilangkan penyimpangan terhadap proses bisnis yang ada. Konsep Six Sigma
diperkenalkan oleh Mikel Harry dan Richard Shroeder dalam bukunya yang berjudul
Six Sigma The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing The World’s Top
Corporation.
Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu proses bisnis yang
memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya dengan merancang dan
memantau aktifitas harian dalam mencapai kepuasan pelanggan (Mikel Harry, p7).
Six Sigma juga didefinisikan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel
untuk mencapai, memberi dukungan, dan memaksimalkan proses usaha, yang
berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta,
data serta terus-menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan, dan mengkaji ulang
22
proses usaha. Six Sigma dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi kesalahan
atau penyimpangan dalam proses bisnis sehingga hanya terdapat sekitar 3.4
ketidaksesuaian atau penyimpangan di dalam 1,000,000 unit atau peluang (defect per
million opportunities). Tujuan dari Six Sigma ini tidak hanya mencapai level sigma
tertentu saja tetapi lebih pada peningkatan laba perusahaan. Six Sigma akan berupaya
untuk memperhatikan kesesuaian antar kinerja produk atau jasa yang dihasilkan
dengan kebutuhan pelanggan.
Menurut Pearce dan Robinson (Pearce, p330), Six Sigma merupakan suatu
pendekatan dengan ketepatan dan kemampuan analisis yang tinggi terhadap kualitas
dan peningkatan yang terus-menerus dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan
melalui pengurangan kerusakan (defect), peningkatan hasil, peningkatan kepuasan
pelanggan, dan kinerja terbaik (best in calss).
2.5.1 Metodologi Six Sigma
Untuk melakukan peningkatan terus-menerus menuju target Six Sigma
dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
fakta (systematic, scientific, and fact based) dengan menggunakan peralatan,
pelatihan, dan pengukuran sehingga ekspektasi dan kebutuhan pelanggan dapat
terpenuhi (Simon, 2003). Salah satu pendekatan yang biasa digunakan dalam Six
Sigma adalah DMAIC.
23
Pendekatan DMAIC digunakan pada saat sudah terdapat produk atau proses di
perusahaan namun belum dapat mencapai spesifikasi yang ditentukan oleh pelanggan.
DMAIC merupakan sebuah proses untuk peningkatan yang dilakukan secara terus-
menerus, bersifat sistematis, ilmiah, dan berdasarkan pada kenyataan yang ada.
DMAIC meliputi langkah-langkah yang perlu dilakukan secara berurutan, yang
masing-masing langkah/tahapan amat penting guna mencapai hasil yang diinginkan.
Dan juga DMAIC biasa disebut sebagai metodologi Six Sigma yang dijadikan sebagai
metode penyelesaian masalah atau kunci pemecahan masalah. DMAIC secara umum
dapat diuraikan sebagai berikut:
Define: menentukan tujuan proyek dan ekspetasi pelanggan.
Measure: mengukur proses untuk dapat menentukan kinerja sekarang atau
sebelum mengalami perbaikan.
Analyze: menganalisa dan menentukan akar permasalahan dari suatu cacat
atau kegagalan (defect).
Improve: memperbaiki proses, menghilangkan, atau mengurangi jumlah
cacat/kegagalan (defect).
Control: mengawasi kinerja proses yang akan datang setelah mengalami
perbaikan.
Pada dasarnya ada tiga strategi dalam penerapan Six Sigma (Pande, 2000,
p31), yaitu:
1. Peningkatan Proses (Process Improvement)
24
Strategi untuk mencari dan memperbaiki akar penyebab timbulnya masalah.
Sinonim dari strategi tersebut adalah perbaikan secara terus-menerus
(continuous improvement).
2. Perancangan Ulang Proses Bisnis (Process Design/Redesign)
Membuat rancangan baru dari suatu proses yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggan dengan validasi data dan percobaan.
3. Proses Manajemen (Management Process)
Perubahan fokus dari pandangan dan pengarahan dari fungsi menjadi
pengertian dan fasilitasi dari proses yang memberikan nilai bagi pelanggan.
2.6 Bank
Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian
perbankan adalah sebagai berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang
lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) dan Surat
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990. Pengertian bank menurut
PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999:31.1) adalah:
25
Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana,
serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990
pengertian bank adalah suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan
penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai
investasi perusahaan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank
adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari
dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Menurut Kasmir (2003, p9), bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit serta jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang.
Dari beberapa definisi di atas dan dilihat dari kegiatan lembaga keuangan
maka sifat usaha bank dibedakan sebagai berikut:
Sisi pasiva, merupakan kegiatan penerimaan dana dari masyarakat dan pihak
ketiga lainnya dengan berbagai instrumen.
Sisi aktiva, merupakan kegiatan usaha yang berhubungan dengan penggunaan
atau pengalokasian dana terutama ditujukan untuk memperoleh keuntungan.
Sisi jasa-jasa, merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pemberian jasa-
jasa dalam mekanisme pembayaran.
26
2.6.1 Fungsi Bank
Menurut Mudrajad Kuncoro, ada empat fungsi bank (2002, p 67-69), yaitu:
1. Bank sebagai penghimpun dana
Peran bank dalam pengertian ini adalah sebagai lembaga kepercayaan (agent
of trust), khususnya bagi masyarakat yang menyimpan dananya di bank dalam
bentuk simpanan. Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang
dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, tabungan,
deposito, sertifikat deposito, dan atau bentuk lainnya yang dapat disamakan
dengan itu.
2. Bank sebagai pemberi kredit
Peran bank dalam pengertian ini adalah menyalurkan dana baik yang
dihimpun dari masyarakat (simpanan) maupun bukan (modal sendiri dan
pinjaman antar bank) untuk kebutuhan masyarakat yang sebagian besar
disalurkan dalam bentuk kredit. Pengertian kredit berdasarkan UU No.
10/1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah uang
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
3. Bank sebagai lembaga perantara/kepercayaan
27
Peran bank sebagai lembaga perantara adalah dalam hal ini mempertemukan
pihak yang mempunyai dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Transaksi pertukaran ini mungkin tidak dapat lancar, apabila tidak melalui
perantara bank. Hal ini dapat disebabkan karena pihak pemilik dana belum
tentu mengetahui karakter dan mempercayai pihak yang membutuhkan dana.
Dalam hal ini bank lebih dipercaya untuk memperoleh dana oleh pemilik dana
dibandingkan pihak yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, penting bagi
bank untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh para nasabah.
4. Bank sebagai agent of development
Dalam pengertian ini bank dituntut untuk dapat menyalurkan dana kepada
pihak yang tepat, sehingga dengan usahanya tersebut dapat menunjang usaha-
usaha pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2.6.2 Sumber Dana Bank
Menurut Kasmir (2003, p 45-50), sumber dana bank adalah usaha bank dalam
menghimpun dana dari masyarakat. Perolehan dana ini tergantung dari bank itu
sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Secara garis
besar sumber dana bank dapat diperoleh dari:
1. Dari bank itu sendiri
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) merupakan dana
yang diperoleh dari dalam bank. Perolehan dana ini biasanya digunakan
28
apabila bank mengalami kesulitan untuk memperoleh dana dari luar. Dana
yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari:
a. Setoran modal dari pemegang saham yaitu modal dari para pemegang
saham lama atau pemegang saham baru.
b. Cadangan laba yaitu laba yang setiap tahun dicadangkan oleh bank
dan sementara waktu belum digunakan.
c. Laba bank yang belum dibagi yaitu laba tahun berjalan tetapi belum
dibagikan kepada para pemegang saham.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan dana yang terpenting bagi kegiatan operasional
bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai
operasionalnya dari sumber dana ini. Untuk memperoleh dana dari
masyarakat luas, bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan
(rekening), yaitu:
a. Simpanan giro
Pengertian giro menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun
1998 tanggal 10 November adalah simpanan yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana
perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.
b. Simpanan tabungan
Pengertian tabungan menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10
tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
29
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu.
c. Simpanan deposito
Pengertian deposito menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10
tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan bank.
3. Dana yang bersumber dari lembaga lain
Dalam praktiknya sumber dana yang ketiga ini merupakan tambahan jika
bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua
di atas. Perolehan dana dari sumber lain dapat diperoleh dari:
a. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merupakan kredit
yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami
kesulitan likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada
pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu.
b. Pinjaman antar bank (call money) merupakan pinjaman yang diberikan
kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga
kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya. Pinjaman ini
bersifat jangka pendek dengan bunga relatif pendek jika dibandingkan
dengan pinjaman lainnya yang memiliki bunga relatif tinggi.
30
c. Pinjaman dari bank-bank luar negeri merupakan pinjaman yang
diperoleh dari pihak luar negeri.
d. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) merupakan surat berharga yang
diterbitkan oleh bank kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang
berminat. SBPU diterbitkan dan ditawarkan dengan tingkat suku
bunga tinggi sehingga masyarakat tertarik untuk membelinya.
2.6.3 Jenis dan Usaha Pokok Bank
Menurut Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dan
ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 maka
jenis perbankan terdiri dari dua jenis bank, yaitu:
1. Bank Umum
Perngertian bank umum sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Usaha bank umum ini antara lain:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. Memberikan kredit
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang
31
d. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah para nasabahnya
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah
f. Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel tunjuk, cek, atau sarana lainnya
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
k. Melakukan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali
amanat
l. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip syariah
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pengertian bank perkreditan rakyat menurut Undang-undang Nomor 10 tahun
1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
32
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan usaha-usaha dari bank
perkreditan rakyat adalah sebagai berikut:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu
b. Memberikan kredit
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank
lain (Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan)
2.7 Risiko Operasional Perbankan
Kamus mendefinisikan risiko sebagai peluang terjadinya bencana atau
kerugian. Dua istilah penting lain yang terkait dengan risiko adalah:
Kejadian risiko (risk event). Kejadian risiko didefinisikan sebagai terjadinya
sebuah peristiwa yang menyebabkan potensial kerugian (yaitu terjadinya
sebuah outcome buruk)
Risiko kerugian. Risiko kerugian adalah kerugian yang terjadi sebagai
konsenkuensi langsung ataupun tidak langsung dari kejadian risiko. Kerugian
tersebut dapat bersifat finansial atau non-finansial.
33
Risiko operasional (operational risk) adalah risiko kerugian yang diakibatkan
oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem,
atau sebagai akibat dari kejadian eksternal.
2.7.1 Konsep Frekuensi Versus Dampak
Konsep frekuensi versus dampak (frequency versus impact) terdiri dari dua
faktor yang digunakan dalam penggelompokan kejadian risiko operasional:
Frekuensi – seberapa sering suatu kejadian dapat terjadi
Dampak – jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian risiko operasional
Kejadian risiko operasioanl dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis
kejadian berdasarkan frekuensi dan dampak risiko operasional tersebut, yaitu:
Frekuensi rendah/dampak rendah (low frequency/low impact)
Frekuensi rendah/dampak tinggi (low frequency/high impact)
Frekuensi tinggi/dampak rendah (high frequency/low impact)
Frekuensi tinggi/dampak tinggi (high frequency/high impact)
Pada umumnya pengelolaan risiko operasional akan terfokus pada dua jenis
kejadian berikut:
Frekuensi rendah/dampak tinggi (low frequency/high impact)
Frekuensi tinggi/dampak rendah (high frequency/low impact)
Bank pada umumnya kurang memperhatikan kejadian yang sifatnya frekuensi
rendah/dampak rendah karena biaya pengelolaan dan pemantauannya lebih tinggi
34
daripada kerugian yang ditimbulkannya. Sementara itu kejadian yang bersifat
frekuensi tinggi/dampak tinggi dianggap kurang relevan karena jika jenis kejadian ini
timbul pada bank maka bank tersebut akan jatuh dalam waktu singkat. Dalam hal ini
kerugian yang ada tidak akan dapat diperbaiki, atau Bank Indonesia selaku pengawas
akan segera melakukan langkah-langkah penyehatan bank.
Kejadian yang bersifat frekuensi tinggi/dampak rendah dikelola untuk
meningkatkan efisiensi kegiatan usaha. Kejadian-kejadian ini cenderung sudah
diantisipasi dan dianggap sebagai biaya pelaksanaan kegiatan usaha. Sejumlah
produk keuangan, khususnya yang terkait dengan perbankan ritel, akan
memperhitungkan kejadian risiko operasional ini dalam struktur pricing. Sebagai
contoh, bank-bank yang menawarkan produk kartu kredit akan menyesuaikan struktur
pricing-nya untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi uang (fraud).
Kejadian yang oleh bank dianggap perlu diperhatikan dengan seksama adalah
kejadian yang bersifat frekuensi rendah/dampak tinggi. Sesuai dengan sifatnya,
kejadian ini sulit dipahami dan paling sulit untuk diantisipasi. Selain itu, kejadian
frekuensi rendah/dampak tinggi berpotensi menimbulkan kerugian sangat besar
bahkan dapat menyebabkan kejatuhan suatu bank.
2.7.2 Kerugian Risiko Operasional
Sebagaimana halnya aspek lain dalam manajemen risiko, terdapat beragam
definisi mengenai kerugian yang diperkirakan (expected loss) dan kerugian tidak
35
diperkirakan (unexpected loss). Di bawah ini didefinisikan kedua jenis kerugian
tersebut dalam konteks risiko operasional.
Kerugian yang diperkirakan (expected loss) adalah kerugian yang timbul
karena dilaksanakannya kegiatan usaha bank secara normal. Secara sederhana
kerugian yang diperkirakan (expected loss) juga dapat didefinisikan sebagai
biaya pelaksanaan kegiatan usaha. Selama pelaksanaan kegiatan sehari-hari,
dapat diasumsikan bahwa kerugian yang diperkirakan kemungkinan besar
akan terjadi. Contohnya, kesalahan yang dibuat oleh seorang operator,
kejahatan (fraud) kartu kredit, atau perampokan bank.
Kerugian yang tidak diperkirakan (unexpected loss) adalah kerugian yang
besarnya secara signifikan jauh berada di atas batas yang dapat dikategorikan
sebagai kerugian yang diperkirakan. Kerugian tersebut berasal dari kejadian
yang tidak diperkirakan sebelumnya atau kejadian luar biasa yang menurut
bank, kecil kemungkinannya akan terjadi dan merupakan kerugian yang
dialami sebagai bagian kegiatan usaha sehari-hari. Kerugian yang tidak
diperkirakan umumnya disebabkan oleh kejadian yang sifatnya frekuensi
rendah/dampak tinggi.
2.7.3 Kategori Kejadian Risiko Operasional
Berdasarkan Basel II Accord, yang termasuk dalam risiko operasional adalah
sebagai berikut:
36
1. Risiko proses internal
Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan
kegagalan proses atau prosedur yang terdapat pada suatu bank. Dalam
pelaksanaan kegiatan usaha sehari-hari, seorang staff akan melaksanakan
kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya. Prosedur dan kebijakan ini akan
mencakup semua proses pengecekan dan pengendalian yang diperlukan untuk
memastikan bahwa nasabah telah terlayani dengan baik dan bank tidak
melanggar ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Kejadian risiko proses internal meliputi:
Dokumentasi
Pengendalian yang lemah
Kelalaian pemasaran
Kesalahan penjualan produk
Pencucian uang.
Laporan yang tidak benar dan tidak lengkap (terakait dengan aspek
pemenuhan ketentuan)
Kesalahan transaksi
Kelalaian pemasaran
Kesalahan penjualan produk
Pencucian uang
Laporan yang tidak benar atau tidak lengkap
Kesalahan transaksi
37
Pelaksanaan evaluasi dan peningkatan proses internal bank sebagai bagian
dari manajemen operasional dapat meningkatkan efisiensi pada bank.
Kesalahan-kesalahan dapat terjadi jika suatu proses terlalu rumit, tidak
terstruktur, atau tidak dilaksanakan dengan semestinya, yang kesemuanya
merupakan praktik kegiatan usaha yang tidak efisien.
2. Risiko manusia
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan karyawan
bank. Bank seringkali menyatakan bahwa asetnya yang paling berharga
adalah para karyawannya. Namun demikian, justru karyawan bank-lah yang
umumnya menjadi penyebab risiko operasional. Kejadian-kejadian tersebut
dapat terjadi kapan saja, baik disengaja maupun tidak, dan tidak terbatas
hanya pada satu unit organisasi tertentu saja. Kejadian risiko manusia juga
dapat terjadi pada fungsi manajemen risiko, di mana kualifikasi dan keahlian
karyawan pada fungsi tersebut merupakan hal yang diutamakan. Area-area
yang umumnya terkait dengan risiko manusia adalah:
Permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja (health and safety
issues)
Perputaran karyawan yang tinggi
Fraud internal
Sengketa pekerja
Praktik manajemen yang buruk
Pelatihan karyawan yang tidak memadai
38
Terlalubergantung pada karyawan tertentu
Aktivitas yang dilakukan rogue trader
3. Risiko sistem
Risiko sistem adalah risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi dan
sistem. Saat ini semua bank sangat bergantung pada sistem dan teknologi
untuk mendukung kegiatan usahannya sehari-hari. Dengan kata lain, bank
tidak dapat beroperasi tanpa sistem komputer. Namun demikian, penggunaan
teknologi tersebut menimbulkan risiko operasional. Kejadian risiko sistem
dapat disebabkan oleh:
Data yang tidak lengkap (data corruption)
Kesalahan input data (data entry errors)
Pengendalian perubahan data yang tidak memadai (inadequate change
control)
Pengendalian proyek yang tidak memadai (inadequate project control)
Kesalahan pemrograman (programming errors)
Ketergantungan pada teknologi ‘black box’ –keyakinan bahwa model
matematis yang terdapat pada sistem internal pasti benar
Gangguan pelayanan (service interruption) – baik gangguan sebagian
atau seluruhnya
Masalah yang terkait dengan keamanan sistem, misalnya virus dan
hacking
Kecocokan sistem (system suitability)
39
Penggunaan teknologi yang belum di uji coba (use of new untried
technology)
Secara teoritis, kegagalan menyuluruh pada teknologi yang digunakan suatu
bank adalah kejadian yang sangat mungkin menyebabkan kejatuhan bank
tersebut. Saat ini ketergantungan pada teknologi sudah sedemikian rupa
sehingga tidak bekerjannya komputer dapat menyebabkan bank tidak
beroperasi dalam periode waktu tertentu. Namun demikian, sejauh ini
kegagalan komputer belum sampai menyebabkan kejatuhan suatu bank.
4. Risiko eksternal
Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan kejadian yang berada di
luar kendali bank secara langsung. Kejadian risiko eksternal umumnya adalah
kejadian low frequency/high impact dan sebagai konsekuensinya dapat
menyebabkan kerugian yang tidak diperkirakan. Kejadian-kejadian tersebut
dapat disebabkan oleh:
Kejadian pada bank lain yang memiliki dampak pada keseluruhan
industri perbankan.
Pencurian dan external fraud
Kebakaran
Bencana alam.
Kegagalan perjanjian outsourcing
Penerapan ketentuan baru
Kerusuhan dan unjuk rasa
40
Terorisme
Tidak beroperasinya sistem transportasi yang menyebabkan karyawan
tidak dapat hadir di tempat kerjanya
Kegagalan utility service, seperti listrik padam
Beberapa kejadian eksternal memiliki dampak yang cukup besar sehingga
dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melaksanan kegiatan usahanya.
Sebagai konsekuensinya, upaya-upaya yang cukup besar telah dilakukan bank
untuk meyakinkan bahwa bank tetap beroperasi setelah timbulnya kejadin
risiko eksternal. Hal ini dikenal dengan business continuity planning atau
business resumption planning. Sebelum adanya Basel II, fokus utama manajer
risiko operational di bank adalah pada business continuity planning.
5. Risiko hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari adanya ketidakpastian karena
dilakukannya suatu tindakan hukum atau ketidakpastian dalam penerapan atau
interpretasi suatu perjanjian, peraturan, atau ketentuan. Risiko hukum berbeda
antara satu negara dengan negara lain dan semakin meningkat akibat:
Penerapan ketentuan know-your-customer (KYC) yang terutama
disebabkan oleh tindakan terorisme, dan
Penerapan ketentuan perlindungan data yang terutama disebabkan oleh
reaksi terhadap semakin menigkatnya penggunaan informasi nsabah
untuk tujuan pemasaran produk.
41
Pada beberapa negara, risiko hukum timbul sebagai akibat ketidakjelasan
posisi hukum, contohnya permasalahan hak cipta atau kepailitan. Pada negara-
negara lainnya, ketentuan Uni Eropa atau Amerika Serikat yang diberlakukan
sampai melebihi batas negara-negara tersebut dapat menjadi hambatan bagi
bank-bank yang berasal dari negara-negara tersebut untuk berpartisipasi di
pasar internasional.