bab ii landasan teori 2.1 jembatan underpass

54
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass Underpass adalah suatu jalan tembusan melintang yang berada dibawah jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki sebagai jalur alternatif guna mengurangi kemacetan. Menurut beberapa ahli teknik sipil, underpass didefinisikan sebagai sebuah jalan tembusan yang berada di bawah permukaan jalan yang mempunyai panjang kurang dari 0.1 mil atau 1.60934 km. Pada umumnya underpass ini digunakan untuk lalu litas kendaraan berupa mobil, motor dan kereta api namun terkadang juga dikhususkan buat pejalan kaki maupun pengguna sepeda. Fungsi dari underpass yang lain diantaranya adalah sebagai sarana untuk memperbaiki geometrik jalan sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi pengguna kendaraan maupun bagi pejalan kaki. Gambar 2.1 Layout lokasi pembangunan Underpass Karanglo

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Jembatan Underpass

Underpass adalah suatu jalan tembusan melintang yang berada dibawah

jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki sebagai jalur alternatif guna

mengurangi kemacetan.

Menurut beberapa ahli teknik sipil, underpass didefinisikan sebagai

sebuah jalan tembusan yang berada di bawah permukaan jalan yang mempunyai

panjang kurang dari 0.1 mil atau 1.60934 km. Pada umumnya underpass ini

digunakan untuk lalu litas kendaraan berupa mobil, motor dan kereta api namun

terkadang juga dikhususkan buat pejalan kaki maupun pengguna sepeda. Fungsi

dari underpass yang lain diantaranya adalah sebagai sarana untuk memperbaiki

geometrik jalan sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi

pengguna kendaraan maupun bagi pejalan kaki.

Gambar 2.1 Layout lokasi pembangunan Underpass Karanglo

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

5

Gambar 2.2 Struktur jembatan Underpass Karanglo

Menurut Kusnadi (2010) bagian bagian jembatan jembatan secara umum

dibagi menjadi 6 bagian utama :

1. Bangunan atas

Merupakan bangunan yang mempunyai fungsi sebagai penampang

melintang yang menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh lalu

lintas kendaraan maupun orang diatasnya kemudian akan disalurkan

kepada bangunan bawah.

2. Landasan

Merupakan ujung bawah dari bangunan atas yang fungsinya untuk

menyalurkan gaya-gaya yang berasal dari bangunan diatasnya menuju

bangunan dibawahnya. Landasan ini mempunyai 2 jenis yaitu landasan

sendi dan landasan roll.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

6

3. Bangunan bawah

Merupakan bangunan yang berfungsi untuk menerima dan memopang

beban yang diberikan oleh bangunan atas dan kemudian disalurkan ke

pondasi yang berada di tanah.

4. Pondasi

Adalah bagian pada jembatan yang memiliki fungsi menerima beban-

beban yang disalurkan dari atas kemudian diteruskan menuju tanah.

5. Oprit

Adalah suatu timbunan yang berada dibelakang abutment. Sedangkan

abutment sendiri adalah tiang yang berada di ujung jembatan, dan jika

berada di tengah bentang dan diapit oleh dua abutment maka disebut

dengan pilar. Timbunan ini haruslah sepadat mungkin untuk

menghindari terjadinya penurunan (settlement).

6. Bangunan pengaman jembatan

Merupakan bangunan yang berfungsi sebagai pengaman terhadap

pengaruh sungai atau jalan yang bersangkutan baik secara langsung

ataupun tidak lang sung.

2.1.1 Slab Underpass

Slab merupakan suatu plat yang memliki fungsi untuk menyalurkan beban

mati maupun beban hidup ke rangka pendukung. Pada banyak pekerjaan

konstruksi, penggunaan slab wajib dipakai untuk memperkuat struktur

jembatan yang ada. Dalam penerapannya, baik untuk konstruksi jembatan

maupun konstruksi lainya, perhitungan slab harus dilakukan untuk

memastikan bahwa pengerjaan sesuai dengan rencana dan hasil konstruksi

tersebut bisa maksimal.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

7

Gambar 2.3 Struktur slab Underpass

Slab atau plat ini merupaksan salah satu unsur penting dalam

pembangunan jembatan baik jembatan antara sungai dan laut, jembatan

underpass maupun overpass. Yang memiliki fungsi untuk memisahkan antara

ruang bawah dan juga ruang atas pada konstruksi jembatan yang sedang

dibangun. Salah satu fungsinya ialah untuk menambah kekakuan dari

bangunan tersebut dan juga dapat meredam kebisingan pada ruang atas

maupun bawah.

Dalam perhitungan slab yang akan digunakan untuk struktur jembatan,

maka ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan karena plat ini

akan berfungsi untuk menahan beban dan juga untuk menyalurkan pada

elemen jembatan lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi perhitungan

slab atau plat ini adalah :

1. Berat plat itu sendiri

2. Berat mati tambahan, yaitu berat dari total keseluruhan bahan konstruksi

yang dipakai dalam pembangunan jembatan.

3. Berat lalu lintas, yaitu berat kendaraan yang akan melintasi atas jembatan

tersebut. Berat kendaraan ini akan sangat mempengaruhi perhitungan

elemen penahan jembatan underpass yang dibangun.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

8

Perhitungan Penulangan Slab Underpas

Untuk fc’ ≤ 30 MPa = β1 = 0.85

Untuk fc’ > 30 MPa = β1 = 0,85 – 0,05 x (fc’ – 30)/7 ………….…...(2.1)

Rasio tulangan pada kondisi balance,

ρb = β1 x 0,85 x

x (

) ……………………………………….…...(2.2)

Faktor tahanan momen maksimum,

Rmax = 0,75 x ρb x fy x (

) ………………………………...(2.3)

Jarak tulangan terhadap sisi luar beton,

ds = ts +

………………………………………..……………………….(2.4)

Tebal efektif plat lantai,

D = h – ds …………………………………………...……..……………...(2.5)

Momen nominal rencana,

Mn =

…………………………………………..……………………….(2.6)

Factor tahanan momen,

Rn = Mn x 10-6

/ (b x d2) …………………………………………..………(2.7)

Rn < Rmax (OK)

Rasio tulangan yang diperlukan,

ρ = 0,85 x

x ( √(

) ) ………………………………...…...(2.8)

Luas tulangan yang diperlukan,

As = ρ x b x d ……………………………………...………...……………(2.9)

Jarak tulangan yang diperlukan,

S =

x 2

x

……………………………………………………..……..(2.10)

Jarak tulangan maksimum,

Smax = 2 x h ……………………………………...…………………...…..(2.11)

Luas tulangan terpakai,

As =

x 2

x

……………………………………...……………………(2.12)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

9

Kontrol Lendutan Slab

Modulus elastis beton,

Ec = 4700 x √ …………………………………...………………...….(2.13)

Modulus elastisitas baja tulangan Es = 200000 Mpa

Beban merata (tak terfaktor) pada slab,

Q = QD + QL ………………………………………..……………………(2.14)

Batas maksimum lendutan yang diijinkan,

Lx/240 ………………………………………………………………...….(2.15)

Momen inersia brutto penampang slab,

Ig =

x b x h

3 ………………………………………...……………..…..(2.16)

Modulus keruntuhan lentur beton,

fr = 0,7 x √ ……………………………………………………………(2.17)

Nilai perbandingan modulus elastisitas,,

N = Ea / Ec ………………………………………...………………….....(2.18)

Jarak garis netral terhadap sisi atas beton,

c = n x As/b ……………………………………………………………....(2.19)

Momen inersia penampang retak yang ditranformasikan ke beton,

Icr =

x b x c

3 + n x As x (d-c)

2 ……………………………………….…(2.20)

yt =

………………………………………...………………………...…(2.21)

Momen retak,

Mcr = fr x

………………………………………………...………...….(2.22)

Momen maksimum akibat beban (tanpa factor beban),

Ma =

x Q x Lx

2 ……………………………………………..…………..(2.23)

Inersia efektif untuk perhitungan lendutan,

Ie = (

)2

x Ig + * (

) + x Icr …………………………..….….….(2.24)

Lendutan elastis seketika aibat beban mati dan beban hidup,

ɠe =

x Q x Lx

4 / (Ec x Ie) ………………………………….……………(2.25)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

10

Rasio tulangan slab lantai,

ρ = (

) ……………………………………..………………………….(2.26)

Factor ketergantungan waktu untuk beban mati (jangka waktu >5 tahun),

C = 2.0

λ = (

) …………………………………………....……..…………(2.27)

Lendutan jangka panjang akibat rangkak dan susut,

ɠg = λ x

x Q x Lx

4 / (Ec x Ie) …………………………………………….(2.28)

Lendutan total,

ɠtot = ɠe + ɠg …………………………………………………………..…..(2.29)

Kontrol,

ɠtot ≤

……………………………………………………………….....(2.30)

2.1.2 Bangunan Bawah Jembatan

Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas yang

mempunyai fungsi untuk menerima/memikul beban-beban yang diberikan

bangunan atas dan kemudian menyalurkannya ke pondasi. Bagian-bagian yang

termasuk dalam bangunan bawah jembatan yaitu seperti :

a. Kepala Jembatan (Abutment)

Yaitu bagian jembatan pada ujung-ujung jembatan, selain sebagai

pendukung bagi bangunan atas juga berfungsi sebagai penahan tanah.

Bentuk umum abutment yang sering dijumpai baik pada jembatan lama

maupun jembatan baru pada prinsipnya semua sama yaitu sebagai

pendukung bangunan atas, tetapi yang paling dominan ditinjau dari

kondisi lapangan seperti daya dukung tanah dasar dan penurunan

(settlement) yang terjadi. Adapun jenis abutment ini dapat dibuat dari

bahan seperti batu atau beton bertulang dengan kondisi konstruksi seperti

dinding atau tembok.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

11

b. Plat injak

Plat injak adalah bagian dan bangunan jembatan bawah yang berfungsi

untuk menyalurkan beban yang diterima diatasnya secara merata ke tanah

dibawahnya dan juga untuk mencegah terjadinya defleksi yang terjadi

pada permukaan jalan.

c. Pondasi

Pondasi adalah bagian jembatan yang tertanam didalam tanah. Fungsi dari

pondasi adalah untuk menahan beban bangunan yang berada diatasnya dan

meneruskannya ke tanah dasr, baik kea rah vertikal maupun horizontal.

Dalam perencanaan suatu konstruksi atau banguan yang kuat, stabil dan

ekonomis, perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut :

Daya dukung tanah serta sifat-sifat tanah

Jenis serta besar kecilnya bangunan yang dibuat

Keadaan lingkungan lokasi pelaksanaan

Peralatan yang tersedia

Waktu pelaksanaan yang tersedia

Pondasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Pondasi Dangkal (Pondasi Langsung)

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bagian bawah

secara langsung pada tanah. Pondasi ini terbagi menjadi :

Pondasi Menerus (Continous Footing)

Pondasi Telapak (Footing)

Pondasi Setempat (Individual Footing)

2. Pondasi Dalam (Pondasi Tak Langsung)

Pondasi dalam adalah beban pondasi yang dipikul akan diteruskan ke

lapisan tanah yang mampu memikulnya. Untuk menyalurkan beban

bangunan tersebut ke lapisan tanah keras maka dibuat suatu

konstruksi penerus yang disebut pondasi tiang atau pondasi sumuran.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

12

Pondasi dalam terdiri :

Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang digunakan bila tanah pendukung berada

pada kedalaman >8 meter, yang berdasarkan tes penyelidikan di

lapangan.

Pondasi Sumuran

Pondasi sumuran digunakan bila tanah pendukung berada pada

kedalaman 2-8 meter. Bentuk penampang pondasi ini adalah

bundar, segi empat dan oval.

d. Dinding Sayap (Wing Wall)

Dinding sayap adalah bagian dan bangunan bawah jembatan yang

berfungsi untuk menahan tegangan tanah dan memberikan kestabilan pada

posisi tanah terhadap jembatan.

e. Landasan/Perletakan

Merupakan bagian ujung bawah dari suatu bangunan ats yang berfungsi

menyalurkan gaya-gaya reaksi dari bangunan atas kepada banguanan

bawah. Menurut fungsinya dibedakan landasan sendi (fixed bearing) dan

landasan gerak (movable bearing).

2.2 Pembebanan Jembatan Underpass

2.2.1 Kelompok pembebanan dan simbol untuk beban

Menurut SNI 1725-2016, beban permanen dan transien harus

diperhitungkan dalam perencanaan jembatan adalah sebagai berikut :

Beban Permanen

MS = beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan

MA = beban mati perkerasan dan utilitas

TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah

PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan

oleh proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat

perubahan statika yang terjadi pada konstruksi segmental

PR = prategang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

13

Beban Transien

SH = gaya akibat susut/rangkak

TB = gaya akibat rem

TR = gaya sentrifugal

TC = gaya akibat tumbukan kendaraan

TV = gaya akibat tumbukan kapal

EQ = gaya gempa

BF = gaya friksi

TD = beban lajur “D”

TT = beban truk “T”

TP = beban pejalan kaki

SE = beban akibat penurunan

ET = gaya akibat temperature gradien

EUn = gaya akibat temperature seragam

EF = gaya apung

EWs = beban angin pada struktur

EWl = beban angina pada kendaraan

EU = beban arus dan hanyutan

Faktor untuk setiap beban kombinasi pembebanan harus diambil seperti

yang ditentukan pada Tabel 2.1. Kombinasi pembebanan harus dikalikan

dengan faktorbeban yang sesuai. (SNI 1725:2016)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

14

Tabel 2.1. Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit

Keadaan

Batas

MS

MA

TA

PR

PL

SH

TT

TD

TB

TR

TP

EU EWS EWL BF EUn TG ES Gunakan salah satu

EQ TC TV

Kuat I Γp 1,8 1,00 - - 1,00 0,50/120 γTQ γES

Kuat II Γp 1,4 1,00 - - 1,00 0,50/120 γTQ γES

Kuat III γp - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/120 γTQ γES

Kuat IV γp - 1,00 - - 1,00 0,50/120 - -

Kuat V Γp - 1,00 0,4 1,00 1,00 0,50/120 γTQ γES

Ekstrem

I

γp γEQ 1,00 - - 1,00 - - - 1,00

Ekstrem

II

Γp 0,50 1,00 - - 1,00 - - - 1,00 1,00

Daya

layan I

1,00 1,00 1,00 0,3 1,00 1,00 1,00/1,20 γTQ γES

Daya

layan II

1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - -

Daya

layan III

1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 γTQ γES

Daya

layan IV

1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,20 - 1,00

Fatik

(TD dan

TR)

- 0,75 - - - - - - -

Catatan: γp dapat berupa γMS, γMA, γTA, γPR, γPL, γSH tergantung beban yang ditinjau γEQ adalah

factor beban hidup kondisi gempa

(SNI 1725:2016)

2.2.2 Beban Permanen

Massa setiap bagian bangunan harus diitung berdasarkan dimensi yang

tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-

bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g).

Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,81 m/detik2.

Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan yang

diberikan pada Tabel 2.2.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

15

Tabel 2.2. Berat isi untuk beban mati

No. Bahan Berat isi

(kN/m3)

Kerapatan

massa

(kg/m3)

1 Lapisan permukaan beraspal (bituminous

wearing surfaces)

22,0 2245

2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240

3 Timbunan tanah dipadatkan (compacted

sand, silt or clay)

17,2 1755

4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel,

macadam or ballast)

18,8-22,7 1920-2315

5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000

7 Beton f’c < 35 MPa 22,0-25,0 2320

35 < f’c < 105 MPa 22 + 0,022

f’c

2240 + 2,29

f’c

8 Baja (steel) 78,5 7850

9 Kayu (ringan) 7,8 800

10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125

Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas

akan tetapi tidak untuk keadaan lainya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat

digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi, apabila kerapatan massa diambil

dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan

tepat, perencana harus memilih diantar nilai tersebut yang memberikan keadaan

yang paling kritis.

Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat untuk setiap komponen

struktural maupun nonstruktural. Setiap komponen ini haruslah dianggap sebagai

suatu kesatuan aksi yang tidak terpisahkan pada saat menerapkan faktor beban

noral dan factor beban terkurangi. (SNI 1725:2016)

2.2.2.1 Berat sendiri (MS)

Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan

elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.

Adapun faktor beban-beban yang digunakan untuk berat sendiri dapat pada Tabel

2.3.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

16

Tabel 2.3. Faktor beban untuk berat sendiri

Tipe bahan Faktor beban (γMS)

Keadaan Batas Layan (γsMS) Keadaan Batan Ultimit (γ

uMS)

Bahan Biasa Terkurangi

Tetap Baja 1,00 1,10 0,90

Alumunium 1,00 1,10 0,90

Beton pracetak 1,00 1,20 0,85

Beton di cor ditempat 1,00 1,30 0,75

Kayu 1,00 1,40 0,70

(SNI 1725:2016)

Beberapa beban yang termasuk dalam beban Berat Sendiri (MS) dalam

perencanaan ulang struktur bawah Underpass ini ialah diantaranya,

- Berat slab beton,

P = pslab x lslab x tslab x berat jenis beton ………………..……………….(2.31)

- Berat trotoar taman,

P = pslab x lslab x tslab x berat jenis beton …………………………….…...(2.32)

- Berat barrier tepi,

P = pslab x lslab x tslab x berat jenis beton ………………………………....(2.33)

a. Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan

Semua jembatan nharus direncanakan untuk bias memikul beban

tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelaisan kembali

di kemudian hari kecuali ditentukan lain oleh instansi yang berwenang.

Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum

dalam gambar rencana.

b. Sarana lain di jembatan

Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada

jembatan harus dihitung seakurat mungkin. Berat pipa utuk saluran air

bersih, saluran air kotor dan lain-lainnya harus ditinjau pada keadaan

kosong dan penuh sehingga keadaan yang paling membahayakan dapat

diperhitungkan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

17

2.2.2.2 Beban mati tambahan/utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu

beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat

berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai faktor beban mati

tambahan yang berada dengan ketentuan pada Tabel 2.4 boleh digunakan dengan

persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bias dilakukan apabila instansi

tersebut melakukan pengawasan terhadap beban mati tambahan pada jembatan,

sehingga tidak dilalui selama umur jembatan. (SNI 1725:2016)

Tabel 2.4. Faktor beban mati tambahan/utilitas (MA)

Tipe Bahan Faktor Beban (γMA)

Keadaan Batas Layan (γS

MA) Keadaan Batas Ultimit (γuMA)

Keadaan Biasa Terkurangi

Tetap Umum 1,00(1)

2,00 0,70

Khusus

(terawasi)

1,00 1,40 0,80

Catatan(1)

: faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas

(SNI 1725:2016)

2.2.2.3 Beban akibat tekanan tanah (TA)

Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat

tanah. Yaitu, kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain

sebagainya harus diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah

baik di lapangan maupun laboratorium. Bila tidak diperoleh data yang cukup,

maka karakteristik tanah dapat ditentukan sesuai dengan ketentuan pada pasal ini.

Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya layan dihitung berdasarkan nilai

nominal dari γs , c dan 1.

Tekanan tanah lateral pada keadaan batas kekuatan dihitung dengan

menggunakan nilai nominal dari γs dan nilai rencana dari c serta 1. Nilai-nilai

rencana dari c serta 1 diperoleh dari nominal dengan menggunakan factor reduksi

kekuatan. Kemudian tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa nilai

nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan factor beban yang sesuai seperti

tercantum pada Tabel 2.5. (SNI 1725:2016)

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

18

Tabel 2.5. Faktor beban akibat tekanan tanah

Tipe Bahan Faktor Beban (γTA)

Keadaan Batas Layan (γS

TA) Keadaan Batas Ultimit (γuTA)

Tekanan tanah Biasa Terkurangi

Tetap Tekanan tanah vertical 1,00 1,25 0,80

Tekanan tanah lateral

Aktif 1,00 1,25 0,80

Pasif 1,00 1,40 0,70

Diam 1,00 (1)

Catatan(1)

: tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada

keadaan batas ultimit

(SNI 1725:2016)

Tanah yang berada dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan

beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah

keruntuhan aktif teoritis. Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah

setebal 0,7 m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh

beban lalu lintas tersebut. Faktor pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini

tidak perlu diperhitungkan dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti

yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah areh lateral.

Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam umumnya tidak

diperhitungkan pada keadaan batas kekuatan. Apabila keadaan demikian timbul,

maka faktor beban untuk keadaan bats kekuatan yang digunakan untuk

menghitung nilai rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam harus sama

seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor beban dalam keadaan

batas daya layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi harus

hati-hati dalam pemilihan nilai nominal yang memadai pada waktu menghitung

tekanan tanah. (SNI 1725:2016)

Pemadatan

Jika digunakan peralatan pemadatan mekanik pada jarak setengah

tinggi dinding penahan tanah, diambil sebagai perbedaan elevasi diantara

titik level perkerasan yang berpotongan dengan bagian belakang dinding

dan dasar dinding, maka pengaruh tekanan tanah tambahan akibat

pemadatan harus diperhitungkan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

19

Keberadaan air

Jika air tidak diperbolehkan keluar dari dinding penahan tanah, maka

pengaruh tekanan air hidrostatik harus ditambahkan terhadap tekanan

tanah. Jika air dapat tergenang dibelakang dinding penahan tanah, maka

dinding harus direncanakan untuk memikul gaya hidrostatik akibat

tekanan air ditambah dengan tekanan tanah.

Berat jenis terendam tanah harus digunakan untuk perhitungan tekanan

tanah yang berada dibawah muka air. Jika level muka air berbeda antara

muka dinding, maka pengaruh rembesan terhadap kestabilan dinding dan

potensi piping harus diperhitungkan. Tekanan air pori harus ditambahkan

terhadap tekanan tanah efektif dalam penentuan tekanan tanah lateral total.

Pengaruh gempa

Pengaruh inersia dinding dan kemungkinan amplifikasi tekanan tanah

aktif dan atau mobilisasi massa tanah pasif akibat gaya gempa harus

diperhitungkan.

2.2.2.4 Pengaruh tetap pelaksanaan

Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode

dan urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai

kaitan dengan aksi-aksi lainya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam

hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut

dengan faktor beban yang sesuai. (SNI 1725:2016)

Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana

lainnya, maka pengaruh tersebut harus dimasukkan dalam bats daya layan dan

batas ultimit mengguanakan faktor beban sesuai dengan Tabel dibawah ini.

Tabel 2.6. Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan

Tipe Bahan Faktor Beban (γPL)

Keadaan Batas Layan (γS

PL) Keadaan Batas Ultimit (γuPL)

Biasa Terkurangi

Tetap 1,00 1,00 1,00

(SNI 1725:2016)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

20

2.2.3 Beban lalu lintas

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D”

dan beban truk “T. beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan

menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan

kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung

pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.

Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar yang

ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar

terdiri atas dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi

pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per jalur lalu

lintas rencana.

Secara umum, beban “D” akakn menjadi beban penentu dalam

perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang,

sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.

Dalam keadaan tertentu beban “D” yang nilainya telah diturunkan atau dinaikan

dapat digunakan. (SNI 1725:2016)

Lajur lalu lintas rencana

Secara umum, jumlah ;lajur lalu lintas rencana ditentukan dengan

mengambil bagian integer dari hasil pembagian lebar bersih jembatan (w)

dalam mm dengan lebar jalur rencana sebesar 2750 mm. perencana harus

memperhitungkan kemungkinan berubahnya lebar bersih jembatan di masa

depan sehubungan dengan perubahan fungsi dari bagian jembatan. Jumlah

maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bias

dilihat dalam tabel dibawah. Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar

dengan sumbu memanjang jembatan.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

21

Tabel 2.7. Jumlah lajur lalu lintas rencana

Tipe jembatan (1) Lebar Bersih Jembatan (2)

(mm)

Jumlah Lajur Lalu Lintas

Rencana (n)

Satu Lajur 3000 ≤ w < 5250 1

Dua Arah, tanpa Median 5250 ≤ w < 7500 2

7500 ≤ w < 10,000 3

10,000 ≤ w < 12,500 4

12,500 ≤ w < 15,250 5

15,250 ≤ w 6

Dua Arah, dengan Median 5500 ≤ w ≤ 8000 2

8250 ≤ w ≤ 10,750 3

11,000 ≤ w ≤ 13,500 4

13,750 ≤ w ≤ 16,250 5

16,500 ≤ w 6

Catatan (1) : Untuk jembatan type lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan

oleh instansi yang berwenang.

Catatan (2) : Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk

satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dan median untuk banyak arah.

Berdasarkan tabel diatas, bila lebar bersih jembatan berkisar antara 3000

mm sampai 5000 mm, maka jumlah lajur rencana harus diambil satu lajur lalu

lintas rencana dan lebar jalur rencana harus diambil sebagai lebar jalur lalu

lintas. Jika jembatan mempunyai lebar bersih antara 5250 mm dan 7500 mm,

maka jembatan harus direncanakan memiliki dua jalur rencana, masing

masing selebar lebar bersih jembatan dibagi dua. Jika jembatan mempunyai

lebar bersih antara 7750 mm dan 10000 mm, maka jembatan harus

direncanakan memiliki tiga lajur rencana, masing-masing seebar lebar bersih

jembatan dibagi tiga.

2.2.3.1 Beban Lajur D

Beban lajur D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan

beban garis terpusat (BGT) seperti terlihat pada gambar 2.1. adapun faktor beban

yang digunakan untuk lajur D seperti pada Tabel 2.8.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

22

Tabel 2.8. Faktor beban untuk beban lajur “D”

Tipe Beban Jembatan Faktor beban (γTD)

Keadaan Batas Layan

(γS

TD)

Keadaan Batas

Ultimit (γuTD)

Transien Beton 1,00 1,80

Bokd Girder baja 1,00 2,00

(SNI 1725:2016)

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dengan q

tergantung pada panjang bentang yang dibebani total (L) sebagai berikut :

L<30 m; q = 9.0 kPa

L>30 m; q = 9.0 (0.5 +

) kPa …………………………...…..……..(2.34)

Gambar 2.4 Beban lajur D

(SNI 1725:2016)

Beban lajur D ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas seperti

ditunjukan pada gambar 2.4. Selain beban terbagi rata BTR, beban lajur D juga

termasuk beban garis terpusat (BGT) sebesar p kN/m. besarnya intensitas p adalah

49 kN/m. Beban garis terpusat (BGT) pada garis menerus akan ditempatkan

dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang

agar momen lentur negative menjadi maksimum. (SNI 1725:2016)

Distribusi beban D

Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga

menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR

dan BGT dari beban “D” secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Kemudian untuk alternatif penempatan dalam arah memanjang dapat dilihat

pada ganbar 2.5.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

23

Gambar 2.5 Alternatif penempatan beban “D” dalam arah memanjang

(SNI 1725:2016)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

24

Respons terhadap beban lajur D

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk

memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan.

Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan beban jalur “D” tersebar pada

seluruh lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb dan trotoar) dengan

intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.

2.2.3.2 Beban Truk “T”

Beban truk T tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban D. besarnya

beban truk T ditunjukan pada Gambar 2.6. Umumnya hanya ada satu truk yang

diperbolehkan untuk ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk

panjang penuh jembatan, namun untuk jembatan sangat panjang dapat

ditempatkan lebih dari satu truk pada satu lajur lalu lintas rencana. Beban truk T

harus ditempatkan di tengah lajur lalu lintas jalan jembatan. (SNI 1725:2016)

Gambar 2.6 Beban truk T

(SNI 1725:2016)

Tabel 2.9. Faktor beban untuk beban T

Tipe Beban Jembatan Faktor beban (γTA)

Keadaan Batas Layan

(γS

TT)

Keadaan Batas

Ultimit (γuTT)

Transien Beton 1,00 1,80

Box Girder Baja 1,00 2,00

(SNI 1725:2016)

Pembebanan truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang

mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat pada gambar diatas. Berat

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

25

dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang

merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2

gandar tersebut bias diubah ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk

mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Posisi dan penyebaran pembebanan truk “T” dalam arah melintang

Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, umumnya hanya

ada satu kendaraan truk “T” yang bias ditempatkan pada satu lajur lalu lintas

rencana. Untuk jembatan sangat panjang dan dapat ditempatkan lebih dari satu

truk pada satu lajur lalu lintas rencana.

Kendaraan truk “T” ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas

rencana seperti terlihat pada Gambar 2.6. Jumlah maksimum lajur lalu lintas

rencana dapat dilihat dalam tabel, tetapi jumlah yang lebih kecil bisa

digunakan dalam perencanaan apabila menghasilkan pengaruh yang lebih

besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus

digunakan. Lajur lalu lintas rencana bias ditempatkan dimana saja pada lajur

jembatan.

Kondisi factor kepadatan lajur

Ketentuan pasal ini tidak boleh digunakan untuk perencanaan keadaan

batas fatik dan fraktur, dimana hanya satu jalan rencana yang diperhitungkan

dan tidak bergantung dari jumlah total lajur rencana. Jika perencana

menggunakan factor distribusi beban kendaraan untuk satu lajur, maka

pengaruh beban truk harus direduksi dengan factor 1,20. Tetapi perencana

menggunakan lever rule atau metode statika lainnya untuk mendapatkan factor

distribusi beban kendaraan, maka pengaruh beban truk tidak perlu direduksi.

Kecuali ditentukan lain pad pasal ini, pengaruh beban hidup harus

ditentukan dengan mempertimbangkan setiap kemungkinan kombinasi jumlah

jalur yang terisi dikaliakn dengan factor kepadatan lajur yang sesuai untuk

memperhitungkan kemungkinan terisinya jalur rencana oleh beban hidup. Jika

perencana tidak mempunyai data yang diperlukan maka nilai-nilai pada tabel

dibawah ini.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

26

- Dapat digunakan saat meniliti jika hanya satu jalur terisi

- Boleh digunakan saat meniliti pengaruh beban hidup jika ada tiga atau

lebih lajur terisi

Jumlah lajur yang dibebani Faktor kepadatan lajur

1 1,2

2 ≤ 1

Untuk tujuan menentukan jumlah lajur ketika kombinasi pembebanan

mencakup beban pejalan kaki seperti yang ditentukan dalam pasal 8.9

dengan satu atau lebih lajur kendaraan, maka perencana harus menentukan

bahwa beban pejalan kakiakan mengisi salah satu lajur kendaraan.

Factor-faktor yang ditentukan dalam tabel diatas tidak boleh digunakan

untuk menentukan factor distribusi beban kendaraan. Dalam hal ini

perencana harus menggunakan lever rule untuk menentukan beban yang

bekerja pada balok eksterior.

2.2.3.3 Gaya Rem (TB)

Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan akibat rem dan traksi

harus ditinjau dan berlaku untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini

diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebsar 5% dari beban lajur D yang

dianggap ada pada semua jalur lalu lintas, tanpa dikalikan dengan factor beban

dinamis ada dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horizontal

dalam satu arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m diatas

permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini tidak boleh direduksi jika

panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus q = 9 kPa. (SNI 1725:2016)

2.2.3.4 Pembebanan untuk pejalan kaki (TP)

Semua komponen trotoar yang mempunyai lebar lebih dari 600 mm harus

direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan

dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan pada masing lajur

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

27

kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka, beban pejalan kaki tidak perlu

dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada

kemungkinan trotoar berubah fungsi dimasa depan menjadi lajur kendaraan, maka

beban hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi parapet

untuk perencanaan komponen jembatan lainya. Dalam hal ini faktor beban

dinamis tidak perlu dipertimbangkan. (SNI 1725:2016)

2.2.3.5 Faktor Beban Dinamis

Faktor beban dinamis (FBD) merupaakan hasil interaksi antara kendaraan

yang bergerak dengan jembatan. Besaran BGT berasal dari pembebanan lajur D

dan beban roda dari pembebanan truk T harus cukup untuk memberikan terjadinya

interaksi antara kendaraan yang bergerak diatas jembatan. Besarnya nilai tambah

dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada kendaraan bats

daya layan dan beban ultimit.

Kecuali jika diperbolehkan dalam pasal 8.1 pada SNI 1725:2016, beban

statis truk rencana harus diperbesar sesuai FBD berdasarkan gambar 2.7. gaya

sentrifugal dan gaya rem tidak perlu diperbesar. Factor beban dinamis tidak perlu

diterapkan pada beban pejalan kaki atau beban terbagi rata BTR. Komponen

jembatan yang da di dalam tanah yang tercangkup dalam pasal 12, maka dapat

digunakan factor beban dinamis.

Factor beban dinamis tidak perlu diterapkan untuk :

- Dinding penahan tanah yang tidak memikul reaksi vertical dari struktur

atas jembatan, dan

- Komponen fondasi yang seluruhnya berada dibawah permukaan tanah.

Factor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan

yang bergerak dan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada frekuensi dasar dari

suspense kendaraan, biasanya antara 2Hz sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan

frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan

sebagai beban statis ekuivalen.

Besarnya BGT dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari

pembebanan Truk “T” harus cukup untuk memberikan terjadinya interkasi antar

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

28

kendaraan yang bergerak dengan jembatan denghan dikali FBD. Besarnya nilai

tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada

keadaan batas daya layan dan batas ultimit. BTR dari pembebanan lajur “D” tidak

dikali dengan FBD. Untuk pembebanan “D”, FBD merupakan fungsi panjang

bentang ekuivalen seperti tercantum pada Gambar 2.7. Untuk bentang tunggal

panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang bentang sbenarnya.

Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus :

LE = √ ……………………………………………..……………..(2.35)

Keterangan:

LAV : panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan

secara menerus

LMAX : panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang

disambungkan secara menerus

Untuk pembebanan truk “T”, FBD diambil 30%. Nilai FBD yang dihitung

digunakan pada seluruh bagian bangunanyang berada diatas permukaan tanah.

Untuk bangunan bagian bawah dan fondasi yang berada dibawah garis

permukaan, nilai FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari nilai pada garis

permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. untuk bangunan yang

terkubur,seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah, nilai FBD jangan

diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kuirang dari 10%

untuk kedalaman 2 m. untuk kedalaman antara bias diinterpolasi linier. Nilai FBD

yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan

seutuhnya.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

29

Gambar 2.7 Faktor beban dinamis untuk beban T untuk pembebanan lajur “D”

(SNI 1725:2016)

2.2.3.6 Beban Fatik

Beban fatik merupakan satu beban truk dengan tiga gandar, dimana jarak

gandar tengah dan gandar belakang merupakan jarak yang konstan sebesar 5000

mm. Frekuensi beban fatik harus diambil sebesar Lalu lintas Harian (LHR) untuk

satu lajur lalu lintas rencana. Frekuensi ini harus digunakan untuk semua

komponen jembatan, juga untuk komponen jembatan yang memikul jumlah truk

yang lebih sedikit. Jika tidak ada informasi yang lebih lengkap dan akurat, maka

perencana dapat menentukan jumlah truk harian rata-rata untuk satu jalur sebesar:

LHRSL = pt x LHR ……………………………………………………..……..(2.36)

Dimana,

LHR = jumlah truk rata-rata per hari dalam satu arah selama umur rencana

LHRSL = jumlah truk rata-rata per hari dalam satu lajur selama umur rencana

pt = fraksi truk dalam satu lajur sesuai Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Fraksi lalu lintas truk dalam satu lajur (p)

Jumlah lajur truk pt

1 1,00

2 0,85

3 atau lebih 0,80

Bila tidak terdapat informasi yang akurat mengenai lalu lintas harian rata-

rata, maka dapat digunakan LHR berdasarkan klasifikasi jalan sesuai Table 2.11.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

30

Tabel 2.11. LHR berdasarkan klasifikasi jalan

Kelas fungsional Kelas rencana

Tipe I : kelas Tipe II

LHR Kelas

Primer Arteri I Semua lalu

lintas

I

Kolektor II ≥10.000 I

<10.000 II

Sekunder Arteri II ≥20.000 I

<20.000 II

Kolektor NA ≥6.000 II

<6.000 III

Arteri NA ≥500 III

<500 IV

(SNI 1725:2016)

2.2.4 Beban lingkungan

2.2.4.1 Beban angin

Tekanan angin horizontal diasumsikan karena adanya angin rencana

dengan kecepatan rencana dasar (VB) sebear 90 hingga 126 km/jam. Beban angin

harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang terekspos

oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen,

termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin.

Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm

dihitung dengan persamaan sebagai berikut. (SNI 1725:2016) Z0

VDZ = 2,5 x V0 x

…………..……..………………………(2.37)

Dengan tidak adanya data yang lebih tepat, tekanan angina rencana dalam

Mpa ditetapkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

PD = PB x (

………………………………..………………………..(2.38)

Dimana:

VDZ = kecepatan angina rencana pada elevasi rencana (km/jam)

V10 = kecepatan angin pada elevasi 10000 mm diatass permukaan tanah atau

permukaan air rencana (km/jam)

VB = kecepatan angina rencana yaitu 90 sampai 126 km/jam pada elevasi

1000 mm

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

31

Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau permukaan air dimana

beban angin dihitung (Z > 10000 mm)

Vo = kecepatan gesekan angina, yang merupakan karakteristik meteorologi

sebagaimana ditentukan pada tabel 2.12 (km/jam)

Zo = panjang gesekan hulu jembatan yang merupakan karakteristik

meteorologi ditentukan pada Tabel 2.12 (mm)

PB = Tekanan angin dasar, ditentukan pada Tabel 2.13 (Mpa)

PD = Tekanan angin rencana (Mpa)

Tabel 2.12. LHR berdasarkan klasifikasi jalan

Kondisi Lahan terbuka Sub Urban Kota Vo (km/jam) 13,2 17,6 19,3

Zo (mm) 70 1000 2500

(SNI 1725:2016)

Tabel 2.13. LHR berdasarkan klasifikasi jalan

Komponen Bangunan Atas Angin tekan (Mpa) Angin Hisap (Mpa)

Rangka, Kolom, dan Pelengkung 0,0024 0,0012

Balok 0,0024 N/A

Permukaan datar 0,0019 N/A

(SNI 1725:2016)

2.2.4.2 Pengaruh gempa

Menurut SNI 1725:2016 jembatan harus direncanakan agar memiliki

kemungkinan kecil untuk mengalami keruntuhan, namun dapat mengalami

kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa. Beban

gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian

antara koefisien respons elastic (Csm) dengan berat struktur ekuivalen yang

kemudian dimodifikasi respons (Rd) dengan persamaan berikut :

EQ =

x Wt …………………..………………………...…………….(2.39)

Dimana :

EQ = gaya gempa horizontal statis (kN)

Csm = koefisien respon gempa elastis

Rd = faktor modifikasi respons (Tabel 2.14 dan Tabel 2.15 )

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

32

Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai

(kN)

Koefisien respon gempa elastis :

f. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, koefisien respon gempa elastic (Csm)

didapat dari persamaan :

Csm = (SDS – As)

+ As ………………..……………………………..(2.40)

g. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T, dan lebih kecil atau sama

dengan Ts, respon spectra percepatan, Csm sama dengan SDS.

h. Untuk periode lebih besar dari Ts, koefisien respon gempa elastic Csm

didapatkan dari persamaan :

Csm =

…………………………………………………..…………...(2.41)

Tabel 2.14. Faktor Modifikasi Respon (R) untuk bangunan bawah

Bangunan bawah Kategori kepentingan

Sangat penting Penting Lainnya

Pilar tipe dinding 1,5 1,5 2,0

Tiang/kolom beton bertulang

Tiang vertical 1,5 2,0 3,0

Tiang miring 1,5 1,5 2,0

Kolom tunggal 1,5 2,0 3,0

Tiang baja dan komposit

Tiang vertical 1,5 3,5 5,0

Tiang miring 1,5 2,0 3,0

Kolom majemuk 1,5 3,5 5,0

(SNI 1725:2016)

Tabel 2.15. Faktor Modifikasi Respon (R) untuk hubungan antar Elemen Struktur

Hubungan elemen struktur Semua kategori kepentingan

Bangunan atas dengan kepala jembatan 0,8

Sambungan muai (dilatasi) pada banguan atas 0,8

Kolom, pilar, atau tiang dengan bangunan atas 1,0

Kolom atau pilar dengan fondasi 1,0

(SNI 1725:2016)

2.3 Abutment Jembatan

Abutment adalah bangunan bawah jembatan yang terletak pada kedua

ujung pilar – pilar jembatan, yang mempunyai fungsi sebagai pemikul seluruh

beban hidup (Angin, kendaraan, dll) dan mati (beban gelagar, plat, dll) pada

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

33

jembatan. Ada beberapa jenis abutment atau biasa disebut kepala jembatan ini,

tetapi pemilihannya perlu mempertimbangkan tinggi, macam bangunan atas,

kondisi tanah, demikian pula dengan kondisi bangunannya. Bentuk struktur

dari kepala jembatan yang umum diperlihatkan seperti pada Gambar 2.8 dan

hubungan antara macam serta tinggi kepala jembatan sebaiknya disesuaikan

dengan gambar 2.9.

Gambar 2.8 Bentuk Umum Kepala Jembatan

(Sosrodarsono dan Nakazawa, 1994)

Jika abutment atau kepala jembatan semakin tinggi, maka berat tanah

timbunan dan tekanan tanah aktif makin tinggi pula, sehingga sering kali

dibuat bermacam macam bentuk mereduksi pengaruh-pengaruh tersebut.

Gambar 2.9 Tinggi Pemakaian Kepala Jembatan untuk Berbagai Bentuk

(Sosrodarsono dan Nakazawa, 1994)

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

34

Gaya keluar yang bekerja pada kepala jembatan umumnya tidak akan

menimbulkan persoalan bila hanya gaya gaya seperti Gambar 2.10 saja yang

diperhitungkan. Namun jka jembatan berada didaerah gempa maka perlu

diperhitungkan gaya akibat gempa. Pada jembatan jalan kereta api, gaya

sentrifugal atau beban kejut juga perlu diperhitungkan.

Gambar 2.10 Gaya Luar yang bekerja pada Kepala Jembatan

(Sosrodarsono dan Nakazawa, 1994)

2.3.1 Kontrol Stabilitas Abutment

Syarat aman terhadap geser

SF =

…………...……...……………………...………(2.42)

Syarat aman terhadap guling

SF =

………………………..……………………...…………(2.43)

Syarat aman terhadap daya dukung tanah

SF =

……………………………………...………..………….(2.44)

Syarat aman terhadap eksentrisitas

e =

………………………..………………...(2.45)

Kontrol terhadap tegangan

σ =

……………………..…..……………………..(2.46)

σmaks = Qijin (OK)

σmin ≤ Qijin (OK)

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

35

FK (Faktor Keamanan) : FK > 1,5 (kondisi normal)

FK > 1,2 (kondisi gempa)

Daya dukung tanah dasar pondasi berdasarkan rumus Terzhagi untuk

pondasi lingkaran dinyatakan oleh persamaan :

Qult = 1,3 x c x Nc + Po x Nq + 0,3 x γ x B x Nγ ……………..…(2.47)

Qijin =

………………..………………………………………(2.48)

Dimana,

C = Kohesi tanah (kN/m2)

Po = Df x γ = tekanan overburden dasar pondasi (kN/m2)

Df = Kedalaman pondasi (m)

γ = Berat volume tanah (kN/m2)

B = Diameter pondasi (m)

Nc, Nq, N γ = koefisien kapasitas daya dukung Terzhagi (Tabel 2.16)

Qult = Daya dukung ultimate tanah pondasi

SF = Faktor keamanan, dan harga SF = 3

(Sosrodarsono dan Nakazawa, 1994)

Tabel 2.16. Nilai-nilai faktor daya dukung Terzhagi

Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser local

Nc Nq Nγ Nc’ Nq’ Nγ’

0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,00

5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2

10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5

15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9

20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7

25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2

30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7

34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0

35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1

40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8

45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7

48 287,9 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4

50 347,6 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1

(Hardiyanto, 2003)

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

36

Nilai-nilai porositas (n), angka pori (e), dan berat volume (W) pada

keadaan asli di alam dan berbagai jenis tanah yang disarankan oleh Terzhagi

(1947) dapa dilihat pada Tabel 2.17.

Tabel 2.17. Nilai-nilai tipikal n, e, w, γd, dan γb untuk tanah asli

Macam Tanah N

(%)

E W

(%)

γd

(kN/m2)

γb

(kN/m2)

Pasir seragam, tidak padat 46 0,85 32 14,3 18,9

Pasir seragam, padat 34 0,51 19 17,5 20,9

Pasir berbutir campuran,

tidak padat

40 0,67 25 15,9 19,9

Pasir berbutir campuran,

padat

30 0,43 16 18,6 21,6

Lempung lunak sedikit

organic

66 1,90 70 - 15,8

Lempung lunak sangat

organic

75 3,00 110 - 14,3

(Hardiyanto, 2003)

2.3.2 PenulanganAbutment

Penulangan pada abutment dianggap sama dengan penulangan balok dan

pelat. Batas-batas penulangan pada abutment menggunakan rumus yang sama

seperti penulangan dibawah ini :

1. Rencana dengan diameter (b) dan kedalaman (d).

Kperlu =

……………………..……………………………….(2.49)

2. Rasio penulangan dapat diperoleh dengan persamaan :

ω = 0,85 - √

…………………..………………..(2.50)

ρ = ω x

……………………..………………………………(2.51)

ρb = 0,85 x β1 x

x (

) …………………..……………..(2.52)

Menurut SNI 287-2013 untuk fc’ antara 17 s/d 28 MPa, β1 harus

diambil sebesar 0,85. Untuk fc’ diatas β1 harus direduksi sebesar 0,05

untuk setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa diatas 28 MPa, tetapi β1

tidak boleh kurang dari 0,65.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

37

ρmax = 0,75 x ρb ……………………………………………………(2.53)

ρmin =

…………………………...……………………………...(2.54)

pemeriksaan terhadap rasio tulangan : ρmin < ρ < ρmax

3. Perhitungan luas tulangan yang digunakan

Asperlu = ρ x b x drencana …………………..…………………………(2.55)

4. Kontrol momen kapasitas terhadap momen ultimate

a =

…………………………………………...……..(2.56)

Mn =As x fy x (d -

…………………………………..…………(2.57)

Syarat, Mn ≥ Mu (OK)

5. Kontrol tulangan geser

Gaya geser yang mampu dipikul oleh beton

Vc =

x √ x b x d ………………………………..………….(2.58)

Kekuatan geser nominal yang dihitung

Vu ≤ Vn ………………………………..…………………………...(2.59)

Vu ≤ (Vc + Vs ) …………………… ………………………….…..(2.60)

Jika beton mampu memikul gaya geser sendiri, maka direncanakan

tulangan geser dengan menghitung kekuatan geser nominal yang

diperlukan untuk tulangan geser.

Vsperlu =

…………………...………………………………...(2.61)

Luas tulangan geser :

Asv =

x π x d

2 ……………………..…………...………………….(2.62)

Jarak Sengkang maksimum tulangan geser :

Smax =

……………………………………...……………………(2.63)

Kekuatan geser nominal yang disediakan oleh tulangan geser :

Vsada =

……………………..…………………………...(2.64)

Syarat, Vsada > Vsperlu (OK)

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

38

2.4 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah suatu konstruksi yang digunakan atau

dimanfaatkan untuk menstabilkan tanah atau bahan-bahan lain yang kondisi

masa bahannya tidak memiliki kemiringan alami (natural slope), dan juga

digunakan untuk menahan atau menopang timbunan tanah (soil bank).

Bangunan dindin penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah

lateral yang digunakan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Kestabilan

dinding penahan tanah ini didapatkan dari berat struktur yang ditahan dan juga

berat tanah diatas maupun di sampingnya. Gerakan tanah lateral tanah relative

terhadap dinding sangat berpengaruh pada besar dan distribusi tekanan tanah

pada dinding penahan tanah.

Berbagai macam dan jenis dinding penahan tanah konvensional anatara

lain adalah tembok dinding pasangan batu bata, dinding gravitasi, dinding

semi gravitasi, dinding tipe menyandar, dinding kantilever,dinding penahan

yang diperkuat dengan penopang, reinforced retaining wall, diniding

counterfort, dan dinding krib. Namun, seiring dengan perkembangan

teknologidan metode pelaksanaannya, pada saat ini sudah ada yang disebut

dengan dinding penahan tanah modern (modern retaining wall). Macam-

macam dari dinding penahan tanah modern ini ialah antar lain bored pile wall,

secant pile wall, berliner dan soldier pile (Asiyanto,2012).

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

39

Gambar 2.11 jenis-jenis dinding penahan tanah

Dinding Gravitasi (Gravitasi Wall)

Dinding gravitasi wall ini biasanya dibuat dari beton murni (tanpa tulangan)

atau dari passangan batu kali. Stabilitas untuk konstruksi hanya diperoleh

dengan mengandalkan berat sendir dari konstruksi tersebut. Biasanya tinggi

dari jenis dinding penahan tanah ini tidak lebih dari 4 meter.

Dinding Penahan Kantilever (Cantilever Retaining Wall)

Dinding penahan tanah type kantilever ini terbuat dari beton bertulang yang

tersusun dari suatu dinding vertikal dan tampak lantai. Yang masing-masing

berperan sebagai balok atau plat kantilever. Sedangkan untuk stabilitas

konstruksi ini diperoleh dari berat sendiri dinding penahan tanah dan berat

tanah diatas tumit tapak (hell). Terdapat 3 bagian struktur yang berfungsi

sebagi kantilever, yaitu bagian dinding penahan vertikal (steem), tumit tapak

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

40

dan ujung kaki tapak (toe). Biasanya ketinggian dari jenis dinding penahan

tanah ini tidak lebih dari 6-7 meter.

Dinding Kontrafort (Counterfort Wall)

Apabila terjadi tekanan aktif pada dinding vertikal cukup besar, maka bagian

dinding vertikal dan tumit perlu disatukan (kontrafort). Kontrafort berfungsi

sebgai pengikat tarik dinding vertikal dan ditempatkan pada bagian timbunan

dengan interval jarak tertentu. Dinding kontrafort akan lebih ekonomis

digunakan jika ketinggian dari dinding lebih dari 7 meter.

Dinding Butters (Butters Wall)

Dinding penahan tanah ini hampir sama dengan jenis dinding kontrafort,

hanya berbeda pada bagian kontrafort yang diletakkan di depan dinding.

Dalam hal ini, struktur kontrafort berfungsi memikul tegangan tekan dan pada

dinding ini, untuk bagian tumit lebih pendek daripada bagian kaki. Untuk

stabilitas konstruksinya diperoleh dari berat sendiri dinding penahan tanah dan

berat tanah diatas tumit tapak. Dinding ini juga lebih ekonomis untuk

ketinggian dinding yang lebih dari 7 meter.

Abutment Jembatan (bridge Abutment)

Struktur ini berfungsi seperti dinding penahan tanah yang memberikan

tahanan horizontal dari tanah timbunan dibelakangnya. Dalam

perencanaannya, struktur ini lebih dianggap sebagai balok yang dijepit pada

dasar dan ditumpu bebas pada bagian atasnya.

Boks Culvert

Boks ini dapat dibuat dengan satu atau dua lubang, dan berfungsi sebagai

portal kaku tertutup yang dapat menahan tekanan tanah lateral dan beban

vertical dari atas struktur tersebut.

2.5 Analisa Parameter Tanah

Analisa Analisa parameter tanah dilakukan untuk membuat stratigrafi

parameter tanah di daerah yang akan direncanakan. Dasar yang digunakan

untuk membuat stratigrafi tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan

statistik sederhana.

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

41

Pendekatan statistik yang digunakan dalam mengambil keputusan adalah

berdasarkan besar koefisien variasi (CV) dari suatu distribusi nilai parameter

tanah. Dimana distribusi sebaran suatu nilai dapat diterima jika harga

koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 – 20 %. Jika nilai sebran

tersebut >20%, maka harus dilakukan pembagian layer kembali. Pembagian

lapisan tanah didasarkan atas korelasi SPT pada Tabel 2.18 dan Tabel 2.19

dibawah ini.

Tabel 2.18. Konsistensi Tanah untuk tanah Dominan Lanau dan Lempung

Konsistensi tanah Taksiran harga kekuatan

geser undrained Cu

Taksiran

harga SPT,

harga N

Taksiran harga tahanan

conus ,qc (dari Sondir)

kPa Ton/m2 Kg/cm

2 kPa

Sangat lunak (very

soft)

0 – 12,5 1 -1,25 0 -2,5 0 – 10 0 – 1000

Lunak (soft) 12,5 – 25 1,25 -5 2,5 – 5 10 -20 1000 – 2000

Menengah

(medium)

25 – 50 2,5 - 5 5 -10 20 -40 2000 – 4000

Kaku (stiff) 50 – 100 5 - 10 10 -20 40 -75 4000 – 7500

Sangat kaku (very

stiff)

100 – 200 10 – 20 20 – 40 75 – 150 7500 – 15000

Keras (hard) >200 >20 >40 >150 >15000

(Mochtar, 2012)

Tabel 2.19. Pedoman Memperkirakan harga dari harga N-SPT untuk Tanah Dominan Pasir

Kondisi kepadatan Realitive

Density

(kepadatan

relative) Rd

Perkiraan harga

NSPT

Perkiraan

Harga ( ) Perkiraan

berat volume

jenuh, γsat

(ton/m3)

Very loose (sangat

renggang)

0% – 15% 0 – 4 0 – 28 < 1,60

Loose (renggang) 15% - 35% 4 – 10 28 – 30 1,50 – 2,00

Medium

(menengah)

35% - 65% 10 -30 30 – 36 1,75 – 2,10

Dense (rapat) 65% - 85% 30 – 50 36 – 41 1,75 – 2,25

Very dense (sangat

rapat)

85% - 100% >50 41

(Teng, 1962)

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

42

Tabel 2.20. Hubungan antara Parameter Tanah untuk Tanah Lempung

Cohesive Soil

N (blows) <4 4 – 6 6 -15 16 -25 >25

γ (kN/m3) 14 – 18 16 – 18 16 -18 16 – 20 .20

qu (kPa) <25 20 -50 30 - 60 40 -200 >100

Consistency Very Soft Soft Medium Stiff Hard

(J.E Bowles, 1984)

Poisson’s Ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan lateral

dan longitudinal. Tabel dibawah ini merupakan Poisson’s ratio untuk beberapa

material tanah.

Tabel 2.21. Tabel untuk Poisson’s Ratio

Type of Soil µ

Clay, saturated 0,4 – 0,5

Clay, unsaturated 0,1 – 0,3

Sandy clay 0,2 – 0,3

Silt 0,3 0,35

Sand, gravelly sand 0,1 – 1,00

Commonly used 0,3 – 0,4

Rock 0,1 – 0,4 (depends somewhat on type of

rock)

Loess 0,1 – 0,3

Ice 0,36

Concrete 0,15

Penentuan Modulus Young untuk beberapa jenis tanah ditentukan

berdasarkan data tekan, water content, kepadatan, dsb seperti pada tabel

dibawah ini.

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

43

Tabel 2.22. Tabel Penentuan Modulus Young pada Beberapa jenis Tanah

Soil Es

Ksf Mpa

Clay

Very soft 50 – 250 2 – 15

Soft 100 – 500 5 – 25

Medium 300 – 1000 15 – 50

Hard 1000 – 2000 50 – 100

Sandy 500 – 5000 25 – 250

Glacial till

Loose 200 – 3200 10 – 150

Dense 3000 – 15000 150 – 720

Very dense 10000 – 30000 500 – 1440

Loess 300 – 12000 15 – 60

Sand

Silty 150 – 450 5 – 20

Loose 200 – 500 10 – 25

Dense 1000 – 1700 50 – 81

Sand and gravel

Loose 1000 – 3000 50 – 150

Dense 2000 – 4000 100 – 200

Shale 3000 – 300000 150 – 5000

Silt 40 – 400 2 – 20

2.6 Tekanan Tanah lateral

Rankine (1857) mengembangkan teori tekanan lateral tanah dari kondisi

keruntuhan tanah di depan dan di belakang dinding penahan tanah yang

berdasar pada konsep kesetimbangan plastis. Tekanan tanah saat dinding

diijinkan bergerak yang menyebabkan tekanan horisontal berkurang terus

menerus hingga keadaan setimbang dinamakan tekanan aktif, sedangkan

tekanan horisontal yang bertambah karena dinding terdorong ke dalam

dinamakan tekanan pasif.

Caquot-Kerisel (1948) mengasumsikan permukaan runtuh di belakang

dinding sebagai persamaan melengkung yang dituangkan dalam koefisien

tekanan tanah aktif dan pasif.

Padfield dan Mair (1984) mengembangkan kembali teori-teori Rankine

dan Caquot-Kerisel untuk menghitung tekanan tanah pada penggalian tanah

yang dalam dengan membaginya pada tanah kohesif dan tanah non-kohesif.

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

44

2.6.1 Tanah kohesif

Perhitungan tekanan tanah pada tekanan tanah kohesif harus

mempertimbangkan adhesi antara dinding penahan tanah dan tanahnya yang

dapat dijabarkan dalam rumusan berikut.

σa = σvKa – 2cKac …………………………………………..……(2.65)

Ka = tan2(45-

) ……………………………...…………………...(2.67)

Kac = √

……………………………………...…...….(2.68)

σp = σvKp – 2cKpc …………………………………………...…...(2.69)

Kp = tan2(45-

) ……………………………………...…………...(2.70)

Kpc = √

…………………………………...……...….(2.71)

dimana,

σa = tekanan tanah aktif total (horizontal) pada dinding

σp = tekanan tanah pasif total (horizontal) pada dinding

c = kohesi tanah (su disaat kondisi tanah 100% jenuh)

= sudut keruntuhan tanah

cw = adhesi antara tanah dan dinding = su

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

Kp = koefisien tekanan tanah pasif

Adhesi antara tanah dan dinding untuk kasus penggalian dalam belum

dipelajari lebih lanjut, akan tetapi masih bisa menggunakan studi kasus pada

pondasi tiang dan nilai faktor reduksi α dapat dicari melalui tabel berikut.

Tabel 2.23. Nilai untuk memperkirakan tahanan Kulit Tiang Bor Ditanah Lempung

Metode Konstruksi Α

Metode kering menggunakan light weight slurry 0.5

Dibor dengan menggunakan lumpur bentonite 0.3

Tiang bell yang ujungnya terletak pada tanah yang kekerasanya hampir sama

dengan tanah sekitar kulit tiang

0.3

kekerasannya hampir sama dengan tanah disekitar 0.15

(Reese, 1978)

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

45

Perlu diketahui pada tanah kohesif, terdapat zona tegangan retak pada

belakang dinding dan dapat dihitung kedalamanya sebagai berikut.

σp =

√ ………………………………………………...……………(2.72)

Saat tegangan retak terjadi, tanah sudah tidak bisa lagi menahan tarik yang

terjadi. Agar lebih konservatif, disarankan untuk menghitung tekanan akibat

lingkungan dan hujan pada zona tersebut.

2.6.2 Tanah non kohesif

Kelebihan tekanan air tanah pada tanah non-kohesif akan menghilang

sesaat geser terjadi. Sebagai hasilnya, perhitungan tekanan tanahnya harus

pada tekanan efektif. Seandainya terdapat gesekan antara dinding dan tanah,

tekanan tanah pada tanah non-kohesif dapat dihitung sebgai berikut.

σ'a = Ka (σv – u) – 2c’Kac …………………………………..……..(2.73)

Kac = √

………………………………...…...………(2.74)

σa = σa + u …………………………………...……………….....(2.75)

σ’p = Kp (σv – u) – 2c’Kpc ………………………………………....(2.76)

Kpc = √

…………………………………………..…(2.77)

dimana,

σ’a = tekanan tanah aktif efektif (horizontal) pada dinding

σ’p = tekanan tanah pasif efektif (horizontal) pada dinding

σa = tekanan tanah aktif total

σp = tekanan tanah pasif total

c’ = kohesi tanah efektif

c’w = adhesi efektif antara tanah dan dinding

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

Kp = koefisien tekanan tanah pasif

u = tekanan air tanah

untuk kebanyakan tanah non-kohesif, c’ = 0, c’w = 0, maka Kac = Ka , Kpc

= Kp dan zona tegangan retak tidak terjadi.

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

46

2.7 Secant Pile

Secant pile atau bisa juga dikenal dengan istilah retaining wall pile

beruntun adalah jenis dinding penahan tanah yang jarak antar pilenya

berdempetan dan saling bersinggungan satu sama lain yang bergua untuk

mendapatkan daya tanah terhadap tekanan tanah (tekanan lateral).

Dua jenis pile yang digunakan memiliki karakteristik masing-masing yang

berbeda. Hal ini dikarenakan kedua jenis pile ini memiliki fungsi yang tidak sama.

Salah satu pilenya menggunakan tulangan (Secondary pile) dan yang satunya

tanpa menggunakan tulangan (Primary pile). Secondary pile ini berfungsi sebagai

elemen struktural yang memberikan kapasitas lentur sistem secant pile.

Sedangkan primary pile berfungsi sebagai penutup galian dan pengendap.

Gambar 2.12 Primary pile dan Secondary pile saling menempel satu sama lain untuk

membentuk dinding

Dalam lapangan secant pile digunakan untuk menghindari agar tanah dan

material lainya tidak mengalami penurunan atau longsor, juga agar untuk menjaga

kestabilan dan daya dukung dari tanah di sekitar pondasi ini. Untuk mengetahui

kestabilan dari tanah di sekitar secant pile dapat dilakukan dengan cara

pengukuran. Adapun alat ukur yang digunakan untuk mengukur atau mengikat

pondasi secant pile dengan tanah adalah angkuar yang dipasang dengan sudut

kemiringan tertentu kedalam tanah..

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

47

Gambar 2.13 Plan Koordinat Secant Pile dan Bore Pile pada Underpass Karanglo

Gambar 2.14 Koordinat Titik Primary Pile (kiri)

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

48

Gambar 2.15 Koordinat Titik Primary Pile (kanan)

Gambar 2.16 Koordinat Titik Secondary Pile (kiri)

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

49

Gambar 2.17 Koordinat Titik Secondary Pile (kanan)

Gambar 2.18 Koordinat Titik Bore Pile (tengah)

Perhitungan daya dukung tiang didasarkan pada dua hal, yaitu tahanan

ujung tiang (end bearing capacity) dan tahanan gesekan tiang (Friction bearing

capacity).

Qu = Qp + Qs ......................................................................................(2.78)

dengan :

Qu = kapasitas tiang ultimate (maksimal),

Qp = kapasitas ujung tiang,

Qs = kapasitas gesekan tiang.

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

50

a. Kontrol Kedalaman Dinding Berdasarkan Hydrodynamic

Kedalaman yang aman terhadap Hydrodynamic adalah konstruksi dinding

yang aman pada saat proses penggalian, sehingga nanti arah aliran air tanagh tidak

akan menjadi masalah yang serius dan penggalian akan dapat dilakukan.

i (gradien hidrolis) x SF < icr (gradien hidrolis kritis)

iexit x 1.2 < icritical

x 1.2 <

…………………………………………………………(2.79)

dengan,

= Perbedaan tinggi muka air tanah dengan dredge line

Dc = Kedalaman aman berdasarkan hydrodynamic

= Berat jenis efektif tanah

w = Berat jenis air

b. Kontrol terhadap Uplift

Adanya beban uplift dan air tanah mengakibatkan konstruksi terkena

bahaya beban angkat keatas. Untuk itu dilakukan anallisa antara kesetimbangan

beban dengan uplift, sebagai berikut ini :

Fu = w.hw.A……………………………………......……………...….(2.80)

SF =

> 1,2………………………………………...…...…...(2.81)

dengan,

Fu = gaya uplift

w = berat jenis air

hw = tinggi air

A = luas plat

c. Metode Pengerjaan Secant Pile

1. Penentuan titik pengeboran

Penentuan titik pengrboran ini dilakukan dengan cara menggunakan alat

theodolite / water pass dengan mengacu gambar kerja yang telah disetujui.

Pengukran ini dilakukan dari dua sisi yang saling tegak lurus agar

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

51

diperoleh hasil yang maksimal. Setelah titik-titik galian pondasi didapat,

maka proses penggalian dapat dimulai.

2. Pengeboran dengan Auger

Pengeboran pertama di gunakan auger sebagai mata bor dan soilmec

sebagai mesinnya. Urutan pengeboran dilakukan mulai dari titik 1, 3, 5,

dan seterus nya (spasi 1 primary pile). Hal ini dilakukan untuk

menghindari terjadi nya kelongsoran. Kemudian setelah primary pile 1, 3,

5 telah dicor, kemudian pengeboran dilanjutkan ke primary pile 2, 4, 6 dan

seterusnya.

3. Pemasangan casing

Setelah proses pengeboran selesai barulah akan dilakukan pengecoran,

tetapi sebelum dilakukan nya pengecoran terlebih dahulu dipasang casing

dan dilanjutkan dengan pemasangan pipa tremi kedalam lobang bor.

4. Pengeboran dan pengambilan tanah dengan Bucket Bor

Setelah pengeboran telah mencapai kedalaman yang ditentukan kemudian

mata bor yang di gunakan pun di ganti dengan mata bor Bucket, Bucket

yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di dasar lubang.

5. Pemindahan tanah hasil ke permukaan

Tanah hasil pengeboran di letakan di sekitar lobang bor sebelum nanti di

angkut menggunakan truck untuk di keluarkan dari area proyek.

6. Memasukan keranjang besi yang sudah dirakit hanya untuk secondary pile

Pengangkatan tulangan baja serta untuk memasukkan nya kedalam lobang

bor di gunakan bantuan alat berat berupa excavator dan crane, di

gantungkan saling penyanggah di tiap ujung tulangan besi, lalu di

dekatkan ke lobang lobang bor lalu di masukan secara vertikal.Setelah

ujung tulangan di masukan kedalam lobang bor lalu bagian atas nya di

gantungkan pada casing supaya dapat di lakukan penyambungan untuk

tulangan selanjutnya. Tulangan selanjutnya kembali di angkat seperti

tulangan pertama lalu di lakukanlah penyambungan, penyambungan di

lakukan menggunakan mesin las listrik. Jarak antara tiap sambungan

tulangan pertama dan tulangan selanjutnya adalah kurang lebih 1 meter.

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

52

7. Pengecoran primary pile

Setelah proses pengeboran selesai barulah akan dilakukan pengecoran

primary pile, tetapi sebelum dilakukan nya pengecoran terlebih dahulu

dipasang casing dan dilanjutkan dengan pemasangan pipa tremi kedalam

lobang bor.

8. Pengecoran Secondary pile

Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah

pengecoran beton dengan mutu beton K-350. Proses ini pun sama seperti

pengecoran pada primary pile mulai dari pemasangan casing, pemasangan

pipa tremi dan pengambilan sample beton baru kemudian dilakukan

pengecoran beton kedalam lobang bor.

9. Pencabutan casing dan pipa tremi

Pada saat lobang bor sudah terisi penuh oleh beton maka pipa tremi dan

casing harus di angkat keluar. Setelah peroses pengecoran secondary pile

selesai maka terbentuklah pondasi secant pile

d. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

1. Penggunaan secant pile tidak membutuhkan area yang luas untuk

membuat konstruksi dan menahan rembesan air.

2. Dapat diterapkan pada tanah dengan kondisi sulit atau level muka

air yang tinggi.

Kekurangan :

1. Waktu pengerjaaan lebih lama karena pengecoran dinding banyak.

2. Pelaksanaan pemasangan yang tidak presisi akan membuat bentuk

secant pile tidak rata.

2.8 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

Tekanan tanah aktif

Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.3, akibat dinding penahan yang

berotasi kearah kiri terhadap titik A, maka tekanan tanah yang bekerja pada

dinding penahan tanah akan berkurang perlahan-lahan sampai akhirnya

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

53

mencapai harga yang seimbang. Tekanan tanah yang mempunyai harga tetap

atau seimbang dalam kondisi ini disebut tekanan tanah aktif.

Gambar 2.19 Dinding yang berotasi akibat tekanan tanah aktif

Menurut teori Rankine, untuk tanah berpasir tidak kohesif, besarnya gaya

lateral pada satuan lebar dinding akibat tekanan tanah aktif pada dinding

setinggi H dapat dinyatakan pada persamaan berikut.

Pa = ½ γs H2 Ka ……………………………………..…………………...(2.82)

dengan

γs = berat isi tanah

Ka = koefisien tekanan tanah aktif

Ka = cos x √ –

√ –

……………………………….……...….(2.83)

= sudut geser dalam

i = sudut tanah timbunan

Untuk tanah timbunan datar (i = 00), besarnya koefisien tekanan tanah aktif

menjadi :

Ka =

= tg

2 (45

0 -

) ………………………………...…..………...(2.84)

Tekanan tanah pasif

Seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.4, dinding penahan berotasi ke

kanan terhadap titik A, atau dengan kata lain dinding mendekati tanah isian,

maka tekanan tanah yang bekerja pada dinding penahan akan bertambah

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

54

secara perlahan-lahan sampai mencapai suatu harga tetap. Tekanan tanah yang

mempunyai harga tetap pada kondisi ini disebut tekanan tanah pasif.

Menurut teori Rankine, untuk tanah pasif tidak kohesif, besarnya gaya

lateral pada dinding akibat tekanan tanah pasif setinggi H dapat dinyatakan

dalam persamaan berikut :

Pp = ½ γs H2 Kp ………………………………..………………………..(2.85)

Gambar 2.20 Dinding mendekati tanah isian (tekanan pasif)

Dengan Kp adalah koefisien tekanan tanah pasif yang besarnya dinyatakan

oleh persamaan.

Kp = cos x √ –

√ –

………………………………...………….(2.86)

Untuk tanah timbunan datar (i = 00), besarnya koefisien tekanan tanah pasif

menjadi :

Ka =

= tg

2 (45

0 +

) ……………………………………….……..(2.87)

Tekanan tanah seimbang

Yaitu tekanan tanah yang bekerja pada dinding, yang mempunyai nilai tengah

antara kedua tekanan diats disebut dengan tekanan tanah seimbang (statis).

Penetapan besarnya nilai tekanan tanah seimbang ckup sulit, sehingga untuk

praktisnya dalam perhitungan lebih sering dipakai tekanan tanah aktif dan

pasif.

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

55

2.9 Perhitungan Stabilitas pada Secant pile

Syarat aman terhadap geser

SF =

………………………………..……………………….(2.88)

Syarat aman terhadap guling

SF =

………………………………...………………………………(2.89)

Syarat aman terhadap daya dukung tanah

SF =

………………………………………………………………….(2.90)

Syarat aman terhadap eksentrisitas

e =

………………………..………………………..(2.91)

Kontrol terhadap tegangan

σ =

………………………………………………………..(2.92)

σmaks = Qijin (OK)

σmin ≤ Qijin (OK)

FK (Faktor Keamanan) : FK > 1,5 (kondisi normal)

FK > 1,2 (kondisi gempa)

Daya dukung tanah dasar pondasi berdasarkan rumus Terzhagi untuk pondasi

lingkaran dinyatakan oleh persamaan :

Qult = 1,3 x c x Nc + Po x Nq + 0,3 x γ x B x Nγ …………………...…(2.93)

Qijin =

…………………………...………………………………….(2.94)

Dimana,

C = Kohesi tanah (kN/m2) B = Diameter pondasi (m)

Po = Df x γ = tekanan overburden dasar pondasi (kN/m2)

Df = Kedalaman pondasi (m)

γ = Berat volume tanah (kN/m2)

Nc, Nq, N γ = koefisien kapasitas daya dukung Terzhagi (Tabel 2.21)

Qult = Daya dukung ultimate tanah pondasi

SF = Faktor keamanan, dan harga SF = 3

(Sosrodarsono dan Nakazawa, 1994)

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

56

2.10 Penulangan Secant Pile

Mentukan Luas:

Ag =

x π x d

2 ……………………………………………………………...(2.95)

Menghitung momen dan gaya aksial

e =

………………………………………………………………..…..(2.96)

Pemeriksaan Pnb

d = D – selimut – sengkang -

Dtulangan ………………………………….(2.97)

d’ = selimut + sengkang + Dtulangan ……………………………………….(2.98)

As1 = As1’ =

x Ast …………………………………………………………(2.99)

As2 = As2’ =

x Ast ……………………………………………………...…(2.100)

cb =

………………………………………………………….…...(2.101)

ab = β x cb …………………………………………..………………….….(2.102)

fs1’ =

………………………………………………….….(2.103)

fs2’ =

………………………………………………….(2.104)

Pnb = (β x fc’ x D x ab + As1’ x fs1’ - As2’ x fs2’- As1 x fy) ………………(2.105)

ϕ Pnb = 0,65 x Pnb …………………………………………………………(2.106)

Kontrol,

Pu < ϕ Pnb

Memeriksa kekuatan penampang kolom bulat

Ds = D – 2(jarak selimut ke pusat tulangan) ……………………………..(2.107)

ρs =

…………………………………………………………..(2.108)

m =

………………………………………………………..………(2.109)

Persamaan untuk penampang kolom bulat dengan keruntuhan hancur tarik

ditentukan :

Pn = β fc’ D2 {√(

)

(

)} ………………(2.110)

Kontrol,

Page 54: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan Underpass

57

Pn > Pn perlu

ϕ Pn= 0,7 x Pn ………………………………………………………….…..(2.111)

Merencanakan tulangan spiral,

Menurut SNI 2847-2013 Pasal 7.10.4. Untuk konstruksi cor ditempat,

ukuran spiral tidak boleh melebihi diameter 10 mm, ukuran spasi bersih antar

spiral memiliki batasan yaitu tidak boleh melebihi 75 mm atau tidak kurang dari

25 mm.

Dc = h – 2d ………………………………………………………………(2.112)

Ac =

π Dc

2 ……………………………………………………………..(2.113)

ρs = 0,45 (

)

…………………………………………………..(2.114)

Sedangkan untuk spasi spoiral adalah,

s =

…………………………………………………………..(2.115)