bab ii landasan teori 2.1. kajian pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/814/3/t1... ·...
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Pustaka
Pada bab II kajian pustaka ini terkait dengan variabel penelitian, variabel hasil
belajar matematika sebagai variabel terikat, pembelajaran matematika realistik
menggunakan alat peraga bangun datar sebagai variabel bebas. Kajian teori akan
dimulai dari hasil belajar matematika dengan uraian pengertian belajar, hasil belajar
dan dilanjutkan dengan hasil belajar matematika. Kajian teori kedua yaitu alat peraga
bangun datar dengan uraian pengertian alat peraga, bangun datar dan dilanjutkan
dengan alat peraga bangun datar. Kajian teori ketiga yaitu pembelajaran matematika
realistik dengan uraian pengertian pembelajaran, matematika dan dilanjutkan dengan
pembelajaran matematika realistik. Kajian teori ketiga juga terdapat sintaks
implementasi model pembelajaran matematika realistik.
2.1.1. Hasil Belajar Matematika
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2).”
Hasil belajar gabungan kata hasil dan kata belajar. Menurut Sahertian
(2004:20), “Hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap
sasaran belajar pada topik bahasan yang dipelajari, yang diukur dengan berdasarkan
jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar.”
Sudjana (2010:39-40) menyatakan,” hasil belajar yang di capai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar
diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama
kemampuan yang dimilikinya. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa,
juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan
kebiasaan belajar, ketekunan, social ekonomi, faktor fisik dan psikis.
7
Dimyati & Mudjiono (2009:3) “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar.” Sedangkan menurut Hamalik
(2004:28) “Hasil belajar yang utama adalah perubahan tingkah laku yang bulat.”
Berdasarkan kajian teori tentang hasil belajar yang telah diuraikan, maka yang
dimaksud hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah gambaran suatu
interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar yang dipengaruhi oleh faktor dari
dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa berupa kemampuan akademis siswa
dalam mencapai standar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan
harus dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika.
2.1.2. Alat Peraga Bangun Datar
Alat peraga merupakan bagian dari media, oleh karena itu istilah media perlu
dipahami lebih dahulu sebelum membahas mengenai pengertian alat peraga lebih
lanjut. Menurut Harjono & Piremulyo (2010: 119) ”Media pengajaran adalah sarana
komunikasi dalam proses belajar-mengajar yang berupa perangkat keras maupun
perangkat lunak yang digunakan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.”
“Media pembelajaran adalah media pendidikan yang secara khusus digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang sudah dirumuskan (Depdiknas: 2003).”
Sudjana dan Rivai (2002:2) mengemukakan bahwa manfaat media
pembelajaran dalam proses belajar adalah:
1) Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar, 2) bahan belajar akan lebih jelas maknanya, sehingga akan mudah
dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai materi dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, 3) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak
merasa bosan, dan 4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi melakukan aktivitas lain, misalnya
demonstrasi, bermain peran, mengamati dan sebagainya.
8
“Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan
tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien
(Sudjana, 2010; 99).” “Alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkrit
yang dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk
membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
dalam matematika” (Djoko Iswandi, 2003; 1). Dengan benda-benda konkrit disekitar
seperti buah-buahan, pensil, buku siswa dapat membilang banyaknya anggota dari
kumpulan suatu benda sampai menemukan bilangan yang sesuai pada akhir
membilang, contoh lainnya, model-model bangun datar, bangun ruang dan
sebagainya.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia menyebutkan peraga merupakan alat
untuk memperlihatkan pelajaran (Poerwadarminta, 1987: 374).
“Bangun datar adalah bentuk benda yang rata tidak mempunyai tebal (tebalnya
dapat diabaikan terhadap bendanya). Dalam kehidupan sehari-hari bangun datar
adalah gambaran (bayangan) benda pada bidang datar” (Azman, dkk, 2002; 99).
“Bangun datar adalah bangun yang dibuat (dilukis) pada permukaan datar, contohnya
bangun bersisi 4 disebut bangun datar karena seluruh bangun terletak dalam bidang
yang datar” (Negoro & Harahap, 2003; 18).
Berdasarkan kajian tentang alat peraga bangun datar yang telah diuraikan,
maka penulis berpendapat bahwa alat peraga bangun datar adalah seperangkat benda
konkrit berupa benda yang rata yang dirancang dengan tujuan membantu guru agar
proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Dalam pencapain tersebut, peranan
alat peraga memegang peranan yang penting sebab dapat mempermudah pemahaman
siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru.
2.1.3. Pembelajaran Matematika Realistik
”Pembelajaran adalah proses penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan
melalui belajar, mengajar, dan pengalaman (Slameto,2007;4).” Sedangkan
Poerwadarminta (2005:7) menyebutkan ”Pembelajaran merupakan terjemahan dari
9
kata “Instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau “instruere”
yang berarti menyampaikan pikiran.” Dengan demikian arti intruksional adalah
penyampaian pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui
pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.
Dimyati & Mudjiono (2009:159) berpendapat bahwa ”pembelajaran berarti
meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan ketrampilan siswa.”
Menurut Sugihartono, dkk (2007:81) “pembelajaran merupakan suatu upaya
yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien
serta dengan hasil optimal.”
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi
dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai
teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Menurut Soejadi (2000) (dalam heruman,2008:1) “Hakikat matematika yaitu
memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada ksepakatan, dan pola piker yang
deduktif.
Matematika sekolah adalah pelajaran matematika yang diberikan di jenjang
pendidikan menengah ke bawah, bukan diberikan di jenjang pendidikan tinggi.
Matematika sekolah terdiri dari atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna
menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta
berpadu pada perkembangan IPTEK. Menurut Suherman, dkk (2001:55), “fungsi
mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir dan ilmu atau pengetahuan.”
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) atau dalam bahasa inggris
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan sebuah pendekatan matematika
yang dikembangkan pada tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari
10
Freudenthal Institute, Utreachet University di Belanda. Pendekatan ini didasarkan
pada anggapan Hans Freudenthal (1905-1990) (dalam Aisyah, dkk, 2007: 7-3)
“bahwa matematika adalah aktivitas manusia.” Menurut pendekatan ini, kelas
matematika bukan tempat memindahkan matematika dari gutu kepada siswa,
melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui
eksplorasi masalah-masalah nyata.
Treffers (dalam Aisyah, dkk, 2007: 7-3) secara eksplisit merumuskan ide
tersebut dalam dua tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi
horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi perkakas
matematika yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari seperti pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi
masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke
masalah matematik. Matematisasi vertikal dipihak lain merupakan proses reorganisasi
dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan langsung dari keterkaitan
antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian menerapkan temuan tersebut.
Freudenthal, 1991 (dalam Aisyah, dkk, 2007: 7-4) matematisasi horisontal bertolak
dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak
dalam ranah simbol. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model
matematika dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal,
sedangkan menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika
termasuk matematisasi vertikal. Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang
berasal dari bahasa Belanda “realiseren” yang artinya “membayangkan”. Kegiatan
“membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari
dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui cara itu.
“Dalam pendekatan matematika realistik, siswa dipandang sebagai individu
(subjek) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil interaksinya
dengan lingkungan. Selanjutnya, dalam pendekatan ini diyakini pula bahwa siswa
memiliki potensi untuk mengembangkan sendiri pengetahuannya, dan bila diberi
kesempatan mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka
11
tentang matematika” (Aisyah, dkk, 2007; 7-5). Permendiknas RI Nomor 41 Tahun
2007 tentang standar Proses mengamanatkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya
dilakukan melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Jika ditinjau dari
sudut pandang Pendidikan Matematika Realistik, ke tiga macam proses tersebut
merupakan karakteristik dari Pendidikan Matematika Realistik. Oleh kaena itu, bisa
dikatakan bahwa penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk
pembelajaran matematika sejalan dengan kurikulum. Kegiatan eksplorasi yaitu
penggunaan konteks, penerjemahan konteks dielaborasi menjadi penemuan
matematika formal dari konteks situasi melalui metematisasi vertical. Proses trakhir
adalah konfirmasi untuk membangun argument menguatkan hasil proses eksplorasi
dan elaborasi.
a. Karakteristik PMR
Beberapa karakteristik PMR menurut Suryanto (2007) adalah sebagai berikut :
1) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contectual problems)
digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada
siswa.
2) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip atau model
matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik
dengan bantuan guru atau temannya.
3) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah
yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara
menemukannya maupun hasilnya).
4) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan
dan apa yang telah dihasilkan ; baik hasil kerja mandiri maupun hasil
diskusi.
5) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang
memang ada hubunganya.
12
6) Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasil-
hasil pekerjaannya agar menemukan konsep atau prnsip matematika yang
lebih rumit.
7) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau
hasil yang siap pakai. Mempelajai matematika sebagai kegiatan paling
cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan
mengerjakan).
b. Prinsip PMR yang diturunkan dari 6 kaidah yang dikemukakan Treffers (1987)
yaitu:
1) Prinsip kegiatan
Pembelajar harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam proses
pengembangan seluruh perangkat perkakas dan wawasan matematis
sendiri. Dalam hal ini pembelajar dihadapkan pada situasi masalah yang
memungkinkan ia membentuk bagian-bagian masalah tersebut dan
mengembangkan secara bertahap algoritma, misalnya cara mengalikan
dan membagi berdasarkan cara kerja nonformal.
2) Prinsip Pemanfaatan lingkungan nyata
Matematika realistik harus memungkinkan pembelajar dapat menerapkan
pemahaman matematika dan perkakas matematikanya untuk
memecahkan masalah. Pembelajar harus mempelajari matematika
sedemikian hingga bermanfaat dan dapat diterapkan untuk memecahkan
masalah sesungguhnya dalam kehidupan. Hanya dalam konteks
pemecahan masalah pembelajar dapat mengembangkan perkakas
matematis dan pemahaman matematis.
3) Prinsip pembelajaran bertahap
Belajar matematika artinya pembelajar harus melalui berbagai tahap
pemahaman, yaitu dari kemampuan menemukan pemecahan informal
yang berhubungan dengan konteks, menuju penciptaan berbagai tahap
hubungan langsung dan pembuatan bagan; yang selanjutnya pada
13
perolehan wawasan tentang prinsip-prinsip yang mendasari dan kearifan
untuk memperluas hubungan tersebut. Kondisi untuk sampai tahap
berikutnya tercermin pada kemampuan yang ditunjukkan pada kegiatan
yang dilakukan. Refleksi ini dapat ditunjukkan melalui interaksi.
Kekuatan prinsip tahap ini yaitu dapat membimbing pertumbuhan
pemahaman matematika pebelajar dan mengarahkan hubungan
longitudinal dalam kurikulum matematika.
4) Prinsip saling menjalin
Prinsip saling menjalin ini ditemukan pada setiap jalur matematika,
misalnya antar topik-topik seperti kesadaran akan bilangan, mental
aritmatika, perkiraan (estimasi), dan algoritma.
5) Prinsip interaksi
Dalam matematika realistik belajar matematik dipandang sebagai
kegiatan sosial. Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan bagi
para pebelajar untuk saling berbagi strategi dan penemuan mereka.
Dengan mendengarkan apa yang ditemukan orang lain dan
mendiskusikan temuan ini, pembelajar mendapatkan ide untuk
memperbaiki strateginya. Lagi pula interaksi dapat menghasilkan refleksi
yang memungkinkan pembelajar meraih tahap pemahaman yang lebih
tinggi
6) Prinsip bimbingan
Pengajar maupun program pendidikan mempunyai peranan terpenting
dalam mengarahkan pebelajar untuk memperoleh pengetahuan. Mereka
mengendalikan proses pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa
yang harus dipelajari untuk menghindarkan pemahaman semu melalui
proses hafalan. Pebelajar memerlukan kesempatan untuk membentuk
wawasan dan perkakas matematisnya sendiri, karena itu pengajar harus
memberikan lingkungan pembelajaran yang mendukung berlangsungnya
proses tersebut. Artinya mereka harus dapat meramalkan bila dan
14
bagaimana mereka dapat mengantisipasi pemahaman dan keterampilan
pebelajar untuk mengarahkannya mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
hal ini perbedaan kemampuan pebelajar harus diperhatikan, sehingga
setiap pebelajar mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
pengetahuannya dengan cara yang paling cocok untuk mereka masing-
masing.
Berdasarkan kajian tentang Pembalajaran Matematika Realistik (PMR) yang
telah diuraikan, maka menurut pendapat penulis PMR merupakan matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa
sebagai titik awal pembelajaran. Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan
masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi
horisontal-vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-
konsep matematika atau pengetahuan matematikanya. Selanjutnya, siswa diberi
kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah
sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain, PMR berorientasi pada
pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan, sehingga
pembelajaran mudah diingat dan diaplikasikan siswa ke kehidupan sehari-hari.
Adapun sintaks implementasi model pembelajaran Matematika realistik
adalah:
Tabel 2.1
Sintaks Implementasi Pembelajaran
Matematika Realistik (PMRI)
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Memberikan masalah mengidentifikasi
sifat-sifat bangun datar kepada peserta
didik untuk dipecahkan.
Peserta didik secara berkelompok
berdiskusi mengidentifikasi sifat-sifat
bangun datar menggunakan alat peraga
bangun datar.
15
Memfasilitasi peserta didik
menggunakan alat peraga bangun datar
Peserta didik berdiskusi menggunakan
alat peraga bangun datar untuk
memecahkan masalah.
Mengarahkan peserta didik untuk
menemukan pemecahan, menciptakan
dan memperoleh pengetahuan yang lebih
dari pembelajaran.
Peserta didik secara berkelompok dapat
menemukan pemecahan, menciptakan
dan memperoleh pengetahuan yang
lebih dari pembelajaran.
Memantau peserta didik sambil
memberikan bantuan seperlunya
terhadap peserta didik yang mengalami
hambatan belajar
Peserta didik dapat menggunakan
pengetahuan sebelumnya untuk
memecahkan masalah, misalnya
peserta didik sudah mengetahuai
bentuk bangun-bangun datar,
mengidentifikasi sifat-sifat bangun
datar, serta menentukan luas dan
keliling bangun datar.
Guru mengarahkan dan memantau
peserta didik untuk bertukar pikiran.
Setiap kelompok saling bertukar
pikiran dengan yang mereka temukan.
Guru melakukan bimbingan untuk
mengarahkan memperoleh pengetahuan.
Peserta didik memperoleh kesempatan
untuk memperoleh wawasan dan
mengembangkan pengetahuanya.
2.2. Kerangka Berpikir
Setelah menerima pelajaran diharapkan siswa dapat menguasai topik bahasan
yang dipelajari, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada
soal yang disusun sesuai dengan sasaran. Hasil belajar matematika yang berupa
kemampuan akademis siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya dan harus dimiliki siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran matematika.
16
Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran sengaja digunakan untuk
membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
dalam matematika sehingga pembelajaran akan lebih bermakana. Dalam alat peraga
bangun datar hal-hal yang abstrak dapat disajikan adalam bentuk model-model yang
berupa benda konkrit yang dapat dilihat, dipegang, diputarbalikan sehingga dapat
lebih mudah dipahami. Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan
konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep yang sedang diajarkan.
Sebagai suatu teori pembelajaran “Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)”
tentu saja efektif digunakan dalam pembelajaran matematika dikarenakan PMR
berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari siswa. Pembelajaran
Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai
pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan demikian, pembelajaran
Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan
pemahaman konsep siswa.
Pembelajaran Matematia Realistik menggunakan masalah realistik sebagai
pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontal-vertikal siswa
diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau
pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan
konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah
dalam bidang lain. Dengan kata lain, Pembelajaran Mematika Realistik berorientasi
pada matematisasi pengalaman sehari-hari.
Penulis dalam penelitian ini akan melakukan penelitian untuk meningkatkan
hasil belajar matematika berdasarkan prinsip Pembelajaran Matematika Relistik
menggunakan alat peraga bangun datar. Peneliti memilih pokok bahasan sifat-sifat
bangun datar pada kelas V SD. Di dalam penelitian ini penulis akan melihat
penggunaan PMR dalam pengajaran matematika untuk mengetahui sifat-sifat bangun
datar. Permasalahan kontekstual yang akan dipakai dalam pembelajaran tersebut
tentunya akan diambil dari dunia nyata, sesuai dengan prinsip PMR.
17
2.3. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang pembelajaran matematika realistik yang relevan dengan judul
penelitian yang penulis angkat ini sesungguhnya telah banyak dilakukan, misalnya
penelitian yang dilakukan oleh:
a. Wagimin (2010) melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul
“Upaya Peningkatan Hasil Belajar Tentang Luas Bangun Datar Sederhana Pada
Siswa Kelas VI SD N 1 Jogomertan Kecamatan Petanahan Kabupaten
Kebumen Tahun Pelajaran 2009/2010 Dengan Penggunaan Alat Peraga
Tangram”. Hasil penelitian ini adalah: Penggunaan alat peraga tangram dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan pokok bahasan luas
bangun datar sederhana. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan rata-rata
nilai siswa meningkat dari 53.6, pada pra siklus 170.,33 pada siklus 1 dan
87.27 pada siklus 2 dari skala 100. Pembelajaran menggunakan alat peraga
tangram dalam pembelajaran matematika kelas VI juga dapat meningkatkan
minat siswa pada mata pelajaran matematika.
b. Noni Dyah Ardiani (2011) melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan
judul “Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Menggunakan Alat
Peraga Terhadap Hasil Belajar pada Pokok Bahasan Sifat-Sifat Bangun Ruang
(Balok dan Kubus) Bagi Siswa Kelas V SD” . Hasil penelitian ini adalah:
Pembelajaran Matematika Relistik menggunakan alat peraga efektif digunakan
dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun runang (balok dan
kubus) dibandingkan pembelajaran tanpa PMR menggunakan alat peraga.
Hasil perhitungan analisis Leneve’s Test dapat dilihat nilai signifikansinya
sebesar 0,244 dan dibandingkan dengan pedoman pengambilan keputusan 0,05
yang berarti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil belajar siswa yang diajar dengan menerapkan/
menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan alat peraga
dengan siswa yang diajar tanpa menerapkan/ menggunakan Pembelajaran
Matematika menggunakan alat peraga.
18
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan kajian pustaka, maka yang
menjadi hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
penggunaan alat peraga bangun datar berdasarkan prinsip pembelajaran
matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan
sifat-sifat bangun datar siswa kelas V semester II SDN Mangunsari 06 Salatiga.