bab ii landasan teori 2.1. perbankan syariah 2.1.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2060/3/bab...
TRANSCRIPT
-
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Perbankan Syariah
2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan
yang mengurus uang, menerima simpanan dan memberi pinjaman dengan
memungut bunga. Syariah menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah
ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bisa
diakal-akali oleh manusia sekalipun. Jadi Bank Syariah ialah bank yang berfungsi
sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan
sesuai Islam. Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara
bermuamalah secara Islam.
Perbankan syariah atau Perbankan Islam (Arab: ةيمالسإلا ةيفرصملا al
Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya
berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya
larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman
dengan mengenakan pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada
usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak
dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam
usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha
media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bankhttps://id.wikipedia.org/wiki/Syariahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Islamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Investasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Haramhttps://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan
-
15
tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun
baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya
bagi lembaga – lembaga komersial swasta atau semi – swasta dalam komunitas
muslim di dunia.
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Perbankan Syariah
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah
adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank
Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
Secara umum, istilah yang digunakan dalam penyebutan bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah di kalangan ahli ekonomi Islam di
Indonesia berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai Bank Islam, dan adapula
yang menyebutnya sebagai Bank Syariah. Istilah “Islam” dan “Syariah” memiliki
pengertian yang berbeda. Namun, secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank
-
16
Syariah memiliki pengertian yang sama, yakni bank yang menjalankan usahanya
berdasarkan prinsip syariah.
(Sudarsono, 2004) Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran
serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.
Muhammad (2002) dalam Donna (2006) : adalah lembaga keuangan
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.
Mangani (2009) Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan
prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain dalam penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha.
Secara konsep, bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip – prinsip syariah Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan,
keterbukaan dan universalitas bagi seluruh kalangan (Yusak Laksmana, 2009:10).
2.1.2. Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia
Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum
ada Bank yang tercermin pada bank-bank Timur Tengah. Bank di Indonesia
mayoritas merupakan bank cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih
dikenal bank konvensional, dan sebenarnya kajian tentang perbankan syariah
sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh
Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim
-
17
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya memiliki
landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank
syariah, namun setelah terjadi revisi muncul Undang-Undang No.10 Tahun 1998
dan dengan revisi Undang-Undang tersebut maka status bank syariah semakin
kuat. Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada
akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada Bank Muamalat Indonesia dan
pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini
keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU
No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1997 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu
Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank
di antaranya merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan
Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank
Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan
industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang
memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan
progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan
asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
-
18
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin
signifikan.
2.1.3. Tujuan Bank Syariah
Tujuan bank Syariah yang diuraikan berikut ini merujuk pada buku Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah yang ditulis oleh Hari Sudarsono. Tujuan Bank
dapat dijabarkan dalam 6 point tujuan utama yakni:
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermuamalat secara Islam,
khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar
dari praktek- praktek riba atau jenis- jenis usaha/ perdagangan lain yang
mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain di
larang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap
kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak
membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang
berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang di arahkan
kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian
usaha.
4. Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan
program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank
syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah
-
19
yang lebih menonjol kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti
program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara,
program pembinaan konsumen, program pengembangan moda kerja, dan
program pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank
syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanya
inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat antara lembaga
keuangan.
6. Menyelamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank non-syariah.
2.1.4. Prinsip – Prinsip Operasional Perbankan Syariah
Prinsip operasional bank Islam dalam menjalankan usahanya mencakup 5
aspek yaitu (Yuliadi, 2001:128) :
1. Sistem Simpanan
Prinsip ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk
memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih dalam
menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas ini diberikan
dengan tujuan untuk keamanan dan untuk kepentingan pemindahbukuan,
bukan untuk tujuan investasi guna memperoleh keuntungan seperti halnya
pada tabungan dan deposito. Dalam perbankan konvensional fasilitas al-
wadi’ah hampir sama dengan giro.
2. Bagi Hasil (profit sharing)
Sistem ini melakukan tata cara / mekanisme pembagian hasil usaha antara
penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib).
-
20
Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana
maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh,
prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produksi
pendanaan yaitu tabungan dan deposito maupun pembiayaan. Karakteristik
dari prinsip operasional bank syariah adalah menggunakan sistem bagi hasil
berbeda esensial dengan sistem bungan (Yuliadi, 2001:128).
3. Prinsip Jual-beli dan margin keuntungan
Prinsip ini merupakan penerapan tata cara jual beli (al-buyu’) dalam hal ini
bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebagai agen bank atau sebagai kuasa bank untuk
memberi barang tersebut. Dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen
atau kuasa melakukan pembelian barang atas nama bank kemudian bank
menjual barang tersebut kepadanya dengan harga sejumlah harga beli
ditambah (merk up).
4. Prinsip Sewa
Prinsip ini secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu ijarah (sewa murni)
seperti misalnya penyewaan alat-alat produksi sering disebut operating
lease dan bai’at-Takjiri (sewa beli) dalam hal ini penyewa mempunyai hak
untuk memiliki barang pada akhir masa sewa atau sering disebut financial
lease.
-
21
5. Fee
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang didasarkan atas prinsip fee antara lain bak garansi,
kliring, inkaso, jasa tranfer dan sebagainya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kegiatan usaha Bank
Umum Syariah (BUS) meliputi :
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad
mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,
Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
5. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk
-
22
ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah;
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8. Melakukan usaha kartu debit atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah;
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syariah, antara lain seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah,
murabahah, kafalah atau hawalah;
10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip
Syariah;
12. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad
yang berdasarkan Prinsip Syariah;
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan Prinsip Syariah;
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
-
23
16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua kegiatan
BUS boleh dilakukan oleh UUS, kecuali kegiatan Penitipan untuk
kepentingan pihak lain dan fungsi sebagai Wali Amanat.
2.1.5. Produk Perbankan Syariah
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat
dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu produk penghimpunan dana, produk
penyaluran dana dan produk jasa (Karim, 2010:97).
Produk bank syariah secara garis besar adalah sebagai berikut (Yuliadi,
2001:131):
1. Produk Pengerahan Dana
a. Giro Wadi’ah
Dana nasabah yang disetorkan di bank syariah setiap saat nasabah
berhak mengambilnya dan berhak memperoleh bonus dari peruntungan
pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan di
muka tetapi merupakan kebijakan dari pihak bank.
b. Tabungan Mudharabah
Dana yang disimpan nasabah akan dikelola oleh bank untuk investasi
agar memperolah keuntungan. Besarnya bagian keuntungan bagi
-
24
nasabah berdasarkan kesepakatan. Jenis tabungan ini dapat
dikembangkan menurut kebutuhan yang diperlukan.
c. Deposito Investasi Mudharabah
Produk mensyaratkan bahwa dana yang disimpan hanya bisa ditarik
bedasarkan jangka waktu yang telah ditentukan dengan bagi
keuntungan berdasarkan keuntungan.
d. Tabungan Haji Mudharabah
Dana yang disimpan pihak ketiga yang penarikan pada saat nasabah
akan menunaikan ibadah haji, atau kondisi tertentu sesuai dengan
perjanjian. Besarnya imbalan ditentukan berdasarkan bagi hasil
(mudharabah).
e. Tabungan Qurban
Simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban yang
penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah
qurban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.
Pembagian keuntungan bedasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
2. Produk Penyaluran Dana
a. Mudharabah
Produk memberikan fasilitas penyediaan pembiayaan modal investasi
atau modal kerja hingga 100% sedangkan nasabah berperan sebagai
pihak yang mengelola dana. Besarnya bagi keuntungan melalui
perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.
-
25
b. Murobahah
Dalam produk ini untuk menyediakan dana bagi pembiayan pembelian
barang lokal maupun internasional. Pembiayaan ini hampir sama
dengan kredit modal kerja bank konvensional oleh sebab itu jangka
waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank memperoleh
keuntungan dari barang yang dinaikan (mark up).
c. Ba’i Bithaman ‘Ajil
Pembiayaan pembelian barang dengan cicilan. Pembiayaan ini cicilan
mirip dengan kredit investasi dari bank konvensional, karena itu jangka
waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapat
keuntungan dari harga barang yang dinaikan (merk up).
d. Al-Qordhul Hasan
Produk ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-
benar yang membutuhkan modal kerja. Nasabah tidak perlu membagi
keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasinya
saja.
e. Musyarakah
Pembiayaan yang sebagian modal usaha merupakan penyertaan dari
pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses menejemen usaha.
Pembagian keuntungan bedasarkan perjanjian sesuai dengan besarnya
proporsi penyertaan modal.
-
26
f. Produk-produk lainnya
Selain dari produk penyaluran dana seperti diungkap di atas bank Islam
juga memberikan jasa-jasa lainnya, seperti :
1) Jasa penerbitan L/C
L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang
diterbitkan oleh bank atas permintaan importer dengan pemenuhan
persyaratan tertentu.
2) Bank Garansi
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima
jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku
pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud.
3) Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli
atau mejual kepada nasabah.
2.1.6. Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan
konvensional, karena sistem keuangan dan sistem perbankan syariah yang
cakupannya lebih luas. Karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk
menghasilkan profit secara komersial, namun juga dituntut secara sungguh-
sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.
-
27
Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
No Aspek Bank Syariah Bank Konvensional
1. Falsafah Tidak berdasarkan bunga,
spekulasi, dan
ketidakjelasan
Berdasarkan bunga
2. Operasional Dana masyarakat berupa
titipan dan investasi yang
baru akan mendapatkan
hasil jika diusahakan
terlebih dahulu.
Penyaluran pada usaha
yang halal dan
menguntungkan
Dana masyarakat berupa
simpanan yang harus
dibayar bunganya pada
saat jatuh tempo.
Penyaluran pada sektor
yang menguntungkan
aspek halal tidak menjadi
pertimbangan utama
3. Produk Multi produk (jual bebagi
hasil, dan jasa)
Produk tunggal (kredit)
4. Organisasi Harus memiliki dewan
pengawas syariah
Tidak memiliki dewan
pengawas syariah
5. Dasar Hukum Al-qur’an, Sunnah, Fatwa
Ulama, Bank Indonesia
dan Pemerintah
Pemerintah dan Bank
Indonesia
6. Uang Uang bukanlah komoditi
tetapi hanyalah alat
pembayaran
Uang adalah komoditi
selain itu juga sebagai alat
pembayaran
Sumber : Sudarsono, 2007
-
28
2.2. Produk Domestik Bruto (PDB)
2.2.1. Pengertian PDB (gross domestic product,GDP)
(Sukirno, 2006 : 9 - 10), menyebutkan pertumbuhan ekonomi sebagai
suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian
dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mana perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase
perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan nasional adalah nilai barang dan jasa
yang diproduksikan dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu dan secara
konseptual nilai tersebut dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB).
(Mankiw, 2000:35) Produk Domestik Bruto mengukur pendapatan setiap
orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa
perekonomian.
(Djohanputro, 2006: 61) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai
(dalam satuan mata uang) dari semua produk akhir, baik berupa barang maupun
jasa, disuatu negara.
(Mankiw, 2000:24) Setelah mengetahui apa yang dapat dan tidak diukur
dengan PDB, selanjutnya kita harus mengetahui komponen – komponen dari
PDB. PDB (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi
(C), investasi (I), belanja negara (G), dan ekspor neto (NX):
(Mankiw, 2000:25) Produk Domestik Bruto (gross domestic
product,GDP) adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah dan
Y = C + I + G + NX
-
29
ekspor bersih. Persamaan ini adalah persamaan identitas – sebuah persamaan yang
harus digunakan agar variabel - variabel bisa didefinisikan. Komponen tersebut
ialah :
1. Konsumsi (consumtion) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah
tangga.
2. Investasi (investment) terdiri dari barang – barang yang dibeli untuk
penggunanaan masa depan.
3. Pembelian Pemerintah (government purchases) adalah barang dan jasa yang
dibeli oleh pemerintah pusat, negara bagian dan daerah.
4. Ekspor Bersih (net exports) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke
negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.
2.2.2. Perhitungan Produk Domestik Bruto
Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) secara konseptual
menggunakan tiga macam pendekatan (www.bi.go.id), yaitu :
1. Pendekatan Produksi
Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam
penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha atau sektor, yaitu: (1)
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan
penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)
Konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan
http://www.bi.go.id/
-
30
komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa
(termasuk jasa pemerintah).
2. Pendekatan Pendapatan
Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara
dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang
dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan;
semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung
lainnya.Dalam definisi ini, PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak
langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3. Pendekatan Pengeluaran
Produk Domestik Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang
terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik
bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor
dikurangi impor).
(Sudarso, 1999:80) Indonesia dalam menghitung pendapatan nasionalnya
tidak menggunakan tiga cara tersebut, tetapi hanya menggunakan dua macam cara
saja yaitu cara produksi dan cara pengeluaran.
2.3. Inflasi
2.3.1. Pengertian Inflasi
(Boediono, 2016: 155) Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting
dan yang dijumpai di hampir semua negara didunia adalah inflasi. Definisi singkat
-
31
dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum
dan terus menerus.Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut
inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan
kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Menurut Nopirin (2000), tingkat kenaikan harga tersebut tidak selalu
dalam persentase yang sama.
Dalam penelitian Agnes Sediana Milasari (2010) definisi lain
menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat kondisi ketidakseimbangan
(disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih besarnya
permintaan agregat daripada penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga
umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila
arus barang lebih besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila
arus uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi
inflasi. Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang
menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa,
besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang
dan jasa. Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum
diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan
mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan lain
sebagainya.
Menurut Bank Indonesia (www.bi.go.id), indikator yang sering
digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen
(IHK).Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
http://www.bi.go.id/
-
32
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Indikator lainnya berdasarkan
International Best Practice yaitu :
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga perdagangan besar dari
suatu komoditas adalah harga transaksi yang terjadi antara pedagang besar
pertama dengan pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar
pertama atas suatu komoditas.
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level
harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
ekonomi (negeri). Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) 30 dihasilkan
dengan membagi Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga nominal
dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan.
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat
perubahan dari tingkat harga secara umum.Persamaannya adalah sebagai berikut
(Karim, 2008:136).
2.3.2. Jenis – Jenis Inflasi
(Boediono, 2016: 156) Inflasi dapat digolongkan dengan beberapa cara.
Pertama adalah berdasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Atau berdasarkan
tingkat inflasinya. Inflasi digolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)
2. Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
3. Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun)
-
33
4. Hiperinflasi (diatas 100% setahun).
(Rozalinda, 2014:304) Inflasi dapat digolongkan menurut besarnya,
yaitu :
1. Inflasi ringan (low inflation), yang disebut juga dengan inflasi satu dijit
(single digit inflation), yaitu inflasi dibawah 10 persen per tahun. Tingkat
inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persendikatakan tingkat inflasi yang
rendah. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi
berkisar antara 2 sampai 4 persen pertahun. Menurut (Djohanputro, 2006 :
150-153) Inflasi ini masih dianggap normal. Dalam rentang inflasi ini orang
masih percaya pada uang dan masih mau memegang uang.
2. Inflasi sedang (galloping inflation), atau double digit bahkan triple digit
inflation yaknni inflasi antara 20% sampai 200% pertahun. Inflasi seperti ini
terjadi karena pemerintah lemah, perang, revolusi dan kejadian lain yang
menyebabkan barang tidak tersedia sementara uang berlimpah sehingga
orang tidak percaya pada uang. Pada saat seperti ini orang hanya mau
memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam
bentuk aset-aset riil. Orang menumpuk barang-barang, membeli rumah dan
tanah. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan perndanaan akan
dialokasikan melalui cara-cara selain dari tingkat bunga serta orang tidak
akan mau memberikan pinjaman kecuali dengan tingkat bunga yang tinggi.
3. Hyperinflation, yaitu inflasi di atas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti
ini, orang tidak percaya pada uang. Lebih baik membelanjakan uang dan
menyimpan dalam bentuk barang, seperti emas, tanah dan bangunan karena
-
34
barang-barang jenis ini kenaikan harganya setara dengan inflasi. Inflasi yang
sangat berbahaya ini muncul sebagai akibat dari :
a. Munculnya kehancuaran sosial dan runtuhnya aktivitas perekonomian
b. Ketidakmampuan pemerintah untuk mengamankan situasi serta
kehilangan kekuasaan terhadap rakyat
c. Terjadinya perang yang menghancurkan, seperti yang terjadi terhadap
mata uang Irak sejak tahun 1999 setelah perekonomian negara tersebut
diboikot dan diserang Amerika dan sekutunya. Indonesia pada tahun
1966 juga pernah mengalami hiperinflasi dengan tingkat inflasi 650%.
Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang
terlalu panas (over heated), artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas
produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya yang mengakibatkan harga
cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ekonomi yang over heated tersebut juga
akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi
tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya
(Tandelilin:2001).
(Boediono, 2016:156) atas dasar sebab musabab awal dari inflasi, inflasi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang
terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini disebut
cost inflation.
-
35
Sumber : Boediono, 2016
Gambar 2.1. Perbedaan Inflasi
Gambar 2.1. menerangkan bahwa perbedaan macam kedua inflasi
tersebut dimana gambar A merupakan suatu demand inflasion. Karena permintaan
masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena
bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan percetakan uang,
atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau
bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka
kurva aggregate demand bergeser dari Z1 ke Z2. Akibatnya tingkat harga umum
naik dari P1 ke P2.
Gambar B, bila ongkos produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga
sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan
bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser
dari S1 ke S2.
(Rozalinda, 2014 :307) orang harus melepaskan diri dari uang dan dari
aset keuangan sebagai akibat dari beban inflasi (Karim : 139). Yang akhirnya juga
Harga Harga
-
36
menyebabkan terjadinya inflasi kembali (self feeding inflation). Hal itu merusak
efisiensi sistem moneter. Inflasi melemahkan semangat menabung masyarakat
(menurunnya marginal propensity to save) dan meningkatkan kecenderungan
berbelanja terutama untuk kebutuhan nonprimer dan barang barang mewah
(naiknya marginal propensity to consume).
2.3.3. Jenis Sasaran Inflasi
Inflasi Berdasarkan IHK Berdasarkan Laporan Tahunan BI (2000),
secara umum inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga yang terjadi secara terus
menerus pada seluruh kelompok barang dan jasa. Ada dua indikator yang
mencerminkan perubahan harga-harga yaitu :
1. Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) (Inflasi Aktual)
Sebagai indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga, inflasi
berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator inflasi
yang paling umum digunakan baik di Indonesia maupun di sejumlah negara
lainnya.Hal ini berkaitan dengan kontinuitas penyediaan data yang dapat
disediakan dengan segera dan perannya yang lebih dapat mencerminkan
kenaikan biaya hidup masyarakat. Namun demikian, dengan tingginya
variabilitas pergerakkan harga relatif di antara komponen barang yang
tercakup dalam perhitungan IHK serta tingginya pengaruh nonfundamental
seperti pengaruh musiman dan dampak penerapan kebijakan pemerintah di
bidang harga dan pendapatan dalam perkembangan inflasi di indonesia,
seringkali pergerakkan inflasi IHK (inflasi aktual) tidak mencerminkan
perkembangan laju inflasi seperti yang dimaksudkan dalam definisi inflasi
-
37
diatas. Hal ini dapat berimplikasi terhadap kurang tepatnya arah kebijakan
moneter yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam upaya
pengendalian laju inflasi, yang mengacu pada perkembangan harga-harga.
Menghadapi hal ini, Bank Indonesia telah melakukan berbagai penelitian
dalam rangka mendapatkan indikator perubahan harga yang lebih tepat
mencerminkan perubahan harga-harga fundamental (perubahan harga-harga
yang disebabkan oleh kondisi perekonomian secara agregat). Indikator
tersebut akan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai penunjuk arah bagi
penetapan kebijakan Analisis dampak, sekaligus dapat dijadikan alternatif
sasaran inflasi yang akan dicapai. Penelitian ini menghasilkan beberapa jenis
inflasi inti (core inflation) yang diperoleh dari berbagai metode, dimana
masing-masing metode dibedakan oleh cara mengeluarkan gangguan-
gangguan yang ada dalam inflasi IHK (Bank Indonesia, 2000)
2. Core Inflation (Inflasi Inti)
Inflasi inti adalah laju inflasi yang diturunkan dari inflasi IHK dengan
mengeluarkan unsur noise dalam keranjang IHK. Beberapa unsur noise
dalam IHK adalah faktor-faktor seperti kenaikan biaya input produksi
(misalnya melalui efek terhadap harga akibat depresiasi nilai tukar dan
kenaikan harga komoditi input untuk industri), kenaikan biaya energi dan
transportasi, kebijakan fiskal, dan lain-lain. Semua faktor-faktor ini tidak
memiliki relevansi dengan kebijakan moneter.
-
38
2.4. Tingkat Suku Bunga
2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Suku bunga adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
perekonomian suatu negara selain inflasi. Suku bunga dapat mempengaruhi
keseimbangan antara simpanan masyarakat dan investasi pada sektor riil,
selanjutnya mempengaruhi jumlah lapangan kerja dan tingkat pengangguran.
Lebih jauh lagi implikasinya dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat. Hal
tersebut biasa disebut multiplier effect. Karena itu penetapan tingkat suku bunga
banyak mempertimbangkan berbagai faktor yang akan menjadi akibat yang akan
terjadi dari penetapan tingkat suku bunga tersebut. Kenaikan atau penurunan suku
bunga dalam bursa efek juga sangat terasa imbasnya terutama terhadap saham-
saham perbankan yang dalam hal ini berfungsi sebagai lembaga intermediasi,
yaitu lembaga penyalur kredit kepada masyarakat. Tingginya suku bunga dan
biaya operasional berdampak negatif terhadap kemampuan perusahaan perbankan
dalam memenuhi kewajibannya sehingga menurunkan kualitas kredit perbankan.
Tingkat bunga adalah jumlah tertentu yang harus dibayarkan peminjam kepada
pemberi pinjaman atas sejumlah uang tertentu untuk membiayai konsumsi dan
investasi.
Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar
Yulianto (2010:164) menyatakan pengertian suku bunga adalah harga yang
dibayarkan untuk meminjam modal utang. Kemudian yang dimaksud suku bunga
di sini adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia (BI) selaku bank
sentral.
-
39
Menurut (Dahlan Siamat, 2005:139), menyatakan pengertian BI rate
adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia
secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance)
kebijakan moneter. Dalam ekonomi konvensional, bunga merupakan penghasilan
bagi pemilik uang, disebabkan pengorbanannya selama waktu tertentu untuk
melepaskan kesempatan menggunakan uang tersebut karena digunakan oleh pihak
lain. Jadi, menurut monetarist bunga tidak ubahnya seperti orang yang
menyewakan rumahnya kepada pihak lain.
Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan
tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan
investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun
tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun
dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan
menderita capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal
Adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang
dapat dibaca secara umum.Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah
untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
2. Suku bunga riil
Adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan
didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.
-
40
Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga,
kepentingan, hak) merupakan: (1) beban atas penggunaan uang dalam suatu
periode, dan (2) suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu
perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.
(Mankiw, 2000:54) Jenis tingkat bunga dapat berbeda karena tiga hal,
yaitu :
1. Jangka waktu pinjaman (terms)
Beberapa jenis pinjaman memiliki jangka waktu pendek, bahkan ada yang
berjangka semalam (over night). Pinjaman lain memiliki jangka waktu tiga
puluh tahun atau bahkan lebih panjang dari itu. Tingkat bunga pinjaman
tergantungan pada jangka waktu pinjaman ini. Tingkat bunga pinjaman
jangka panjang biasanya, namun tidak selala lebiih tinggi daripada tingkat
bunga pinjaman jangka pendek.
2. Risiko Kredit (credit risk)
Dalam memutuskan pemeberian pinjaman, seorang pemberi pinjaman harus
memperhitungkan probabilitas peminjam untuk membayar kembali
pinjamanannya. Undang-undang memungkinkan peminjam untuk tidak
membayar pinjamannya jika ia dinyatakan bangkrut menurut undang-
undang. Semakin tinggi probabilitas kemampuan membayar kembali
pinjaman, maka semakin tinggi tingkat bunganya. Risiko kredit paling aman
adalah pemerintah, sehingga obligasi yang dikeluarkan pemerintah
cenderung memberikan tingkat bunga yang rendah. Di sisi lain, perusahaan-
perusahaan yang memiliki keuangan kurang kuat dapat mengumpulkan dana
-
41
hanya melalui penerbitan obligasi-obligasi kelas bawah (junk bonds). Junk
bond ini memberikan tingkat bunga yang sangat tingggi untuk
mengompensasi tingginya risiko kegagalan pembayaran kembali.
3. Pajak
Pajak yang dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbeda-
beda;. Pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang
dinamakan municipal bonds, para pemegang obligasi tidak membayar pajak
penghasilan federal untuk tingkat bunga yang diperolehanya. Oleh karena
itu, municipal bonds hanya memberikan tingkat bunga yang rendah.
2.4.2. Macam – Macam Bunga
Menurut Kasmir (2012: 114), bunga juga dapat diartikan sebagai yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus
dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).
Terdapat dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah dalam kegiatan
perbankan sehari-hari yaitu:
1. Bunga simpanan, bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa
bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan
merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai
contoh jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito;
2. Bunga pinjaman, bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga
yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh
bunga kredit (Kasmir, 2012: 114).
-
42
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan
pendapatan bagi bank. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-
masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pengukuran besarnya bunga
bank disebut dengan istilah tingkat suku bunga (Sentot, 2009: 117).
(Kasmir, 2010: 38) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar
kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan dana, faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan,
yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank
kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, yang
dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan
meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan suku bunga
simpanan akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya,
apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak sementara
permohonan pinjaman sedikit, maka bunga simpanan akan turun karena hal
ini merupakan beban.
2. Target laba yang diinginkan, faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman.
Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam
menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman. Jika laba yang diinginkan
besar, bunga pinjaman ikut besar dan demikian pula sebaliknya. Namun,
untuk menghadapi pesaing target laba dapat diturunkan seminimal mungkin.
3. Kualitas jaminan, kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga
pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan,
semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.
-
43
4. Kebijaksanaan pemerintah, dalam menentukan baik untuk bunga simpanan
maupun bungan pinjaman bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, ada batasan maksimal dan batasan
minimal untuk suku bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank
dapat bersaing secara sehat.
5. Jangka waktu, Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman faktor jangka
waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan
semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko
di masa mendatang, demikian pula sebaliknya.
6. Reputasi perusahaan, reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku
bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang
akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan
dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid
kemungkinan risiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan
demikian sebaliknya.
7. Produk yang kompetitif, produk yang kompetitif sangat menentukan besar
kecilnya bunga pinjaman. Kompetitif maksudnya adalah produk yang
dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga
kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang
kurang kompetitif.
8. Hubungan baik, biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan faktor
kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam praktiknya, biasanya
bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan
-
44
nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan
serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama
biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga
dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
9. Persaingan, dalam memperebutkan dana simpanan, maka di samping faktor
promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak
membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan di atas
bunga pesaing misalnya 16%. Namun, sebaliknya untuk bunga pinjaman
kita harus berada di bawah bunga pesaing.
2.4.3. Pandangan Islam Tentang Suku Bunga
Ekonomi Islam tidak menggunakan bunga sebagai salah satu instrumen
moneter, karena bunga menurut pandangan Islam equivalen dengan riba yang
telah diharamkan oleh Allah SWT. Riba secara bahasa adalah bertambah.
Sedangkan secara istilah riba adalah akad tukar menukar yang disertai syarat
untuk melebihi kadar barang pengganti dari salah satu pihak yang berakad.
(Kalsum, 2014) Pelarangan riba dalam Islam secara tegas dinyatakan
baik dalam Al-quran maupun hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur
seperti halnya pengharaman khamar. Pada awalnya, para ekonom yang tertarik
dengan sistem perbankan Islam meragukan dan kerap kali bertanya bagaimana
mekanisme operasional suatu sistem keuangan atau perbankan bekerja tanpa
adanya variabel terpentingnya yakni bunga. Jika dilihat sekilas nampaknya bunga
-
45
amat menguntungkan dan tidak berefek apa-apa. Padahal dampak yang
ditimbulkan sangat beragam sebagaimana dianalisis para ahli.
1. Akar Penyebab Krisis Keuangan
Disamping itu, bunga bersifat fluktuaktif sehingga menyebabkan kondisi
perekonomian tidak stabi. Fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi
perilaku penabung maupun investor. Ketika tingkat bunga tinggi maka
jumlah tabungan secara agregat meningkat dalam jumlah yang sangat besar.
Di lain pihak, tingkat bunga yang tinggi bukanlah kondisi yang baik bagi
para investor untuk melakukan investasi. Akibatnya pada waktu tingkat
bunga tinggi permintaan investasi sangat rendah. Keadaan seperti ini akan
dengan sendirinya mendorong tingkat bunga turun ke tingkat yang lebih
rendah. Demikian juga ketika tingkat bunga rendah yang diuntungkan
adalah para investor namun sebaliknya para penabung enggan memberikan
dananya dalam pasar investasi, akibatnya penawaran dana tersebut sangat
berkurang. Kondisi ini akan menyebabkan kurangnya dana yang dibutuhkan
oleh para investor, sehingga keadaan tersebut dengan sendirinya akan
mendorong tingkat bunga ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Demikian
seterusnya, fluktuasi suku bunga akan mempengaruhi tabungan dan
investasi dan akhirnya berefek pada kondisi perekonomian secara makro.
2. Terjadinya Decoupling Sektor Riil dan Sektor Moneter
Suku bunga juga merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkan
ketidakstabilan perekonomian karena bunga merupakan instrumen yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter.
-
46
Dalam Islam tidak dikenal adanya dikotomi antara sektor moneter dengan
sektor riil. Dalam Islam, sistem bagi hasillah yang menjadi jantung sektor
moneter perekonomian bukan bunga, sebab dengan sistem bagi hasil yang
dibutuhkan kecepatan peredaran atau perputaran uang tersebut.
3. Terjadinya konglomerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.
Bunga sebenarnya merusak raison d’etre keadilan sosial, dan Umer Chapra
menyatakan suku bunga cenderung menjadi harga “yang menyesatkan” dan
mencerminkan diskriminasi antara yang kaya dan miskin. Yang kaya
semakin berpeluang mendapatkan kredit karena tidak semua orang mampu
membayar tingkat bunga pinjaman dan hanya mereka yang mampu
membayar hutang beserta bunganya saja yang punya akses ke bank dan
disinilah terjadi diskriminasi penyaluran dana dan diskriminasi akses.
2.5. Nilai Tukar
2.5.1. Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang
berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai tukar didasari dua konsep,
pertama, konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga
mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang
diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. Kedua, konsep
riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara
di pasaran internasional (Halwani, 2005).
Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah
perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.
-
47
Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah yang
diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika.
Jadi, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan
antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Heru (2008) menyatakan
bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran
terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Merosotnya nilai
tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata
uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena
meningkatnya permintaan mata uang asing $US sebagai alat pembayaran
internasional.Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti
menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan.
Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat
nilai tukar suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain. Penawaran
dan permintaan valuta asing timbul karena adanya hubungan internasional dalam
perdagangan barang, jasa, maupun modal, sehingga untuk menyelesaikan
transaksi perlu menukarkan suatu mata uang domestik dengan valuta asing, dan
sebaliknya. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan
hitung dalam transaksi keuangan internasional disebut hard currency, yaitu mata
uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau
kenaikan nilai dibandingkan dengan mata uang lainnya. Mata uang hard currency
ini pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju seperti dollar Amerika
Serikat (USD). Sedangkan Soft currency adalah mata uang lemah yang jarang
digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung karena nilainya relatif tidak
-
48
stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai dibandingkan dengan
mata uang lainnya.Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara
sedang berkembang seperti Rupiah. (Karim)
(Mankiw, 2000:192) para ekonom membedakan antara dua kurs : Kurs
Nominal dan Kurs Riil yaitu :
1. Kurs Nominal (Nominal Exchange Rate) adalah harga relatif dari mata uang
dua negara.
2. Kurs Riil (Real Exchange Rate) adalah harga relatif dari barang - barang
kedua Negara.Yaitu, kurs riil menyatakan tingkat dimana kita biasa
memperdagangkan barang-barang dari Negara lain. Kurs riil kadang disebut
terms of trade. Secara umum perhitungan kurs ini sebagai berikut : Tingkat
dimana kita memperdagangkan barang domestik dan barang luar negeri
bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat di
mana mata uang dipertukarkan. Kurs riil di antara kedua Negara dihitung
dari kurs nominal dan tingkat harga dikedua Negara. Jika kurs riil adalah
tinggi, barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik
relatif mahal. Jika Kurs Riil adalah rendah, barang-barang luar negeri relatif
mahal dan barang-barang domestik relatif murah.
-
49
Sumber : Mankiw (2000)
Gambar 2.2 Keseimbangan di pasar nilai tukar
RETF = dalam mata uang domestik
RETD = dalam mata uang asing
Pada Gambar 2.2. menerangkan bahwa pada titik keseimbangan
Einterstparity condition terpenuhi, karena pada saat itu ekspektasi pengambilan
dari simpanan domestik dan simpanan luar negeri adalah sama. Nilai tukar
keseimbangan E adalah stabil. Hal ini dibuktikan dengan penjelasan sebagai
berikut : Pada tingkat nilai tukar tertentu, jika simpanan ekspansi pengambilan
dari simpanan domestik lebih besar dari simpanan luar negeri (titik A dan C),
maka orang lebih suka memegang mata uang domestik, dan mereka yang
memegang mata uang asing akan menukarnya dengan mata uang domestik
sehingga terjadi permintaan berlebih dari mata uang domestik, akibatnya nilai
tukar meningkat (mata uang domestik terapresiasi). Proses ini terus berlangsung
sampai tercapai titik keseimbangan dan ekspektasi pengambilan dari simpanan
domestik lebih kecil dari simpanan luar negeri (titik B dan D), maka akan terjadi
-
50
penawaran berlebih dari mata uang domestik sehingga nilai tukarnya turun (mata
uang domestik terdepresiasi) (Silvanita, 2009).
Permintaan dolar Amerika semakin menekan mata uang domestik
sehingga terdepresiasi semakin dalam.Penduduk dalam negeri juga mulai
kehilangan kepercayaan sehingga mengakibatkan pelarian modal dalam negeri
dan mengganti nama uang yang dipegang dari mata uang domestik menjadi mata
asing (Kuncoro, 2002).
Jika bank sentral menaikan suku bunga dolar, hal ini mempengaruhi
investor untuk beralih ke sekuritas dolar dan meningkat permintaan dolar (Samuel
dan Nordhaus, 2004).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar
(Madura,1993), yaitu :
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi
pasar dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa
pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara
penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita
politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau
-
51
turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita
sudah berlalu, makan nilai tukar akan kembali normal.
2.5.2. Teori Nilai Tukar Dalam Islam
Sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan
International, Perbankkan Islam tidak dapat menghindarkan diri dari
keterlibatannya pada pasar valuta asing. Perbankan Islam harus menyusun
pedoman kerja operasional bagi dirinya agar juga mempunyai akses yang luas ke
pasar valuta asing tanpa harus terlibat pada mekanisme perdagangan yang tidak
disetujui atau bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Perdagangan valuta asing dapat diibaratkan dengan pertukaran antara
emas dan perak (Sharf). Harga atas pertukaran itu dapat ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara penjual dan pembeli. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad
SAW yang diriwiyatkan oleh Abu Bakar : ”Jangan menukarkan emas dengan
emas dan perak dengan perak melainkan dengan kualitas yang sama, tapi
tukarkanlah emas dengan perak menurut yang kamu sukai”(HR. Bukhari),
(Arifin, 2003:196).
Teori nilai tukar Islam menyebutkan (Karim, 2002:97-98) penyebab
fluktuasi nilai tukar mata uang dalam Islam juga digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu :
1. Natral (Alamiah); dan
2. Human Error (faktor kesalahan manusia), yang diakibatkan oleh korupsi
dan kebobrokan administrasi, penetapan pajak penjualan yang tinggi
-
52
terhadap barang dan jasa, percetakan uang dengan maksud menarik
keuntungan secara berlebihan.
2.6. Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah
2.6.1. Pengertian Dana Pihak Ketiga Bank Syariah
Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat luas, alam
arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi,
yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta
asing.Pada sebagian besar atau setiap bank,dana masyarakat ini umumnya
merupakan dana terbesar yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai
penghimpun dana dari masyarakat (Heithzal Rivai, dkk, 2007).
Dalam pandangan syariah uang bukanlah suatu komoditi melainkan
hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (Economic Added
Value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang
mengembangbiakan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan
produktif atau tidak.Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan
dengan kegiatan ekonomi dasar (Primary Economic Activities) baik secara
langsung maupun melalui transaksi perdagangan ataupun secara tidak langsung
melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha
tersebut.Berdasarkan prinsip tersebut Bank syariah dapat menarik Dana Pihak
Ketiga (DPK) atau masyarakat dalam bentuk (Zainul Arifin, 2006) :
1. Titipan (Wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya
(Guaranteed Deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
Menurut Sri Nurhayati dan Wasilah (2008), wadiah adalah akad penitipan
-
53
dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima
titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan
wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi
menjadi penjamin pengembalian barang titipan.
2. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (Non Guaranteed
Account) untuk investasi umum (General Investment Account/ Mudharabah
Mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara
proporsional dengan porofolio yang didanai dengan modal tersebut.
3. Investasi khusus (Special Investment Account/Mudharabah Muqayyadah) di
mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi
bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil
resiko atas investasi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Bagian ini berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan masalah perbankan syariah dan pernah disampaikan oleh beberapa peneliti
terdahulu diantaranya adalah sebagai berikut :
1. (Pinastika Aurina Mazzah, 2017) : Judul “Analisis Pengaruh Variabel
Ekonomi Makro Terhadap Dana Pihak Ketiga Pada Bank Syariah Di
Indonesia (Periode 2007-2015) Berdasarkan pengujian secara bersama-sama
variabel independen (inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), kurs, dan BI
Rate) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variable
dependen, yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK). Berdasarkan pengujian secara
individu (parsial) variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan
-
54
terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada saat suatu negara mengalami
Inflasi yang cukup tinggi maka masyarakat tidak selalu mengambil dananya
di bank syariah untuk melakukan konsumsi, bahkan diantarannya tetap
memilih menabungkan uangnya di bank daripada membelanjakan barang
yang sama dengan harga yang lebih mahal pada saat terjadi inflasi.
Berdasarkan pengujian secara individu (parsial) variabel Produk Domestik
Bruto (PDB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK). Ketika Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia meningkat,
maka akan berdampak pada pendapatan individu yang juga ikut meningkat,
sehingga masyarakat memiliki kelebihan dana untuk ditabungkan pada bank
syariah. Berdasarkan pengujian secara individu (parsial) variabel Nilai
tukar/Kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK). Apabila kurs rupiah terhadap Dollar menurun, maka Dana Pihak
Ketiga (DPK) akan menurun, sedangkan jika Kurs rupiah terhadap Dollar
meningkat, maka Dana Pihak Ketiga (DPK) akan meningkat. Karena, ketika
rupiah sedang menguat maka masyarakat akan memilih menyimpan
uangnya di bank. Artinya, meskipun kurs relatif fluktuatif, masyarakat akan
tetap menabung di bank syariah, sehingga Dana Pihak Ketiga (DPK) akan
tetap meningkat. Berdasarkan pengujian secara individu (parsial) variabel
BI Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga
(DPK). Ketika BI Rate mengalami kenaikan, maka aset bank syariah akan
mengalami penurunan. Karena masyarakat akan memilih menabungkan
uangnya di bank konvensional ketika suku bunga simpanan dan suku bunga
-
55
pinjaman sedang tinggi. Karena pada saat BI Rate mengalami kenaikan akan
mempengaruhi tingkat suku bunga yang diikuti juga dengan naiknya suku
bunga simpanan dan suku bunga pinjaman bank konvensional, karena bunga
bank konven meningkat sehingga masyarakat akan memilih menyimpan
uangnya di bank konven daripada bank syariah.
2. (Achmad Tohari, 2010): Judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana
Pihak Ketiga (DPK) Serta Implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah
(Pada Perbankan Syari’ah Di Indonesia)”. Hasil Pengujian pada substruktur
I diketahui variabel jumlah uang beredar (M2) memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga, sedangkan variabel
Inflasi dan Nilai Tukar Rp/$ memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap Dana Pihak Ketiga pada perbankan syariah di Indonesia.
3. (Abida Muttaqiena, 2013): Judul “Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat
Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syatiah Di
Indonesia 2008-2012”. Variabel PDB Harga Konstan, Inflasi IHK, Suku
Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum, dan Kurs Tengah Dollar AS dapat
menjelaskan DPK Perbankan Syariah sebesar 97,6%. PDB Harga Konstan,
Inflasi IHK, Suku Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum, dan Kurs Tengah
Dollar AS secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri (parsial)
berpengaruh signifikan terhadap DPK Perbankan Syariah di Indonesia
Tahun 2008-2012. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa PDB Harga
Konstan berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah;
-
56
Inflasi IHK berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan
Syariah; Suku Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum berpengaruh signifikan
positif terhadap DPK Perbankan Syariah, sedangkan Kurs Tengah Dollar
AS berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah.Hasil
penelitian tersebut mengindikasikan bahwa DPK Perbankan Syariahsemakin
mudah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan terhadap simpanan jangka
pendek (Giro dan Tabungan) dan didominasi oleh nasabah
korporasi/institusi. Selain itu, nasabah memandang produk-produk DPK
Perbankan Syariah tidakjauh berbeda dengan produk penghimpunan dana
Bank Konvensional.
4. (Rio Satria, S.H.I.) : Judul “Pengaruh Bunga Terhadap Inflasi dan Dana
Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah Di Indonesia” hasil penelitiannya
Berdasarkan hasil penelitian ini, Penulis menyarikan intiinti pembahasan
(kesimpulan) sebagai berikut:
a. Dalam rentang waktu 2005 sampai dengan 2013 kondisi BI Rate, suku
bunga pinjaman Bank Umum, dan suku bunga simpanan Bank Umum
cenderung mengalami penurunan dengan berfluktuasi, sedangkan
inflasi cenderung tidak stabil dengan berfluktuasi dan jumlah Dana
Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah cenderung stabil mengalami
peningkatan.
b. BI rate tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah Dana Pihak
Ketiga (DPK) Bank Syariah di Indonesia. Sedangkan variabel suku
-
57
bunga pinjaman Bank Umum dan suku bunga simpanan Bank Umum
secara signifikan mempengaruhi jumlah DPK Bank Syariah.
1) Suku bunga pinjaman konsumtif Bank Umum berpengaruh negatif
terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah di
Indonesia sebesar 0,439 artinya menaikan 1 % pada suku bunga
pinjaman Bank Umum akan menurunkan DPK Bank Syariah
sebesar 0,439 %.
2) Suku bunga simpanan Bank Umum berpengaruh negatif terhadap
jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah di Indonesia
sebesar 0,514, artinya kenaikan 1 % pada suku bunga simpanan
Bank Umum akan menurunkan DPK Bank Syariah sebesar 0,514
%.
c. Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga
(DPK) Bank Syariah di Indonesia.
5. (Salviana, 2014) : Judul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs dan
Nisbah Bagi Hasil Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah
Di Indonesia (Desember 2010 – Juli 2013)”. Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan hasil dari regresi OLS (Ordinary Least Square) dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. secara parsial variable Inflasi dan Kurs mempunyai pengaruh signifikan
positif terhadap DPK perbankan syariah di Indonesia, NBH tabungan
Bank Syariah tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
DPK perbankan syariah di Indonesia.
-
58
b. Secara simultan Inflasi, Kurs dan NBH secara bersama-sama
mempunyai pengaruh signifikan terhadap DPK perbankan syariah di
Indonesia.
c. Nilai adjusted R-Squared sebesar 0,839041, hal ini menunjukkan
bahwa variasi variable dependen (DPK) secara bersama-sama mampu
dijelaskan oleh variasi variable independen (inflasi, kurs dan NBH)
sebesar 83,9% sedangkan sisanya sebesar 16,1 % dijelaskan oleh
variabel lain diluar variabel yang diteliti.
6. (Ibnu Umar Sengaji, 2015) : Judul “Analisis Pengaruh Variabel Makro
Ekonomi Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Pada Bank Umum
Syariah Di Indonesia (Periode Januari 2006 – Desember 2013). Berdasarkan
analisis dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pengaruh Inflasi/
IHK, (PDB), dan Kurs terhadap jumlah dana pihak ketiga dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Pada Bank Muamalat
1) Inflasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga Bank Muamalat.
2) Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Muamalat, karena tingkat
pendapatan nasional rendah, maka tabungan masyarakat negatif.
Begitupun sebaliknya apabila tingkat pendapatan nasional tinggi
maka, tingkat tabungan masyarakat positif.
-
59
3) Kurs tidak mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga Bank Muamalat.
4) Berdasarkan hasil uji statistik F, secara simultan (bersama-sama)
dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menyatakan
bahwa, inflasi/IHK, pendapatan nasional (PDB), dan Kurs secara
bersama-sama berpengaruh positif yang signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga Bank Muamalat.
b. Pada Bank Syariah Mandiri
1) Inflasi tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri.
2) Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri, karena
tingkat pendapatan nasional rendah, maka tabungan masyarakat
negatif. Begitupun sebaliknya apabila tingkat pendapatan nasional
tinggi maka, tingkat tabungan masyarakat positif.
3) Kurs tidak mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri.
4) Berdasarkan hasil uji statistik F, secara simultan (bersama-sama)
dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menyatakan
bahwa, inflasi/IHK, pendapatan nasional (PDB), dan Kurs secara
bersama-sama berpengaruh positif yang signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri.
-
60
c. Pada Bank Mega Syariah
1) Inflasi tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga Bank Mega Syariah.
2) Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Mega Syariah, karena
tingkat pendapatan nasional rendah, maka tabungan masyarakat
negatif. Begitupun sebaliknya apabila tingkat pendapatan nasional
tinggi maka, tingkat tabungan masyarakat positif.
3) Kurs tidak berpengaruh positif dan signifikan pada jumlah dana
pihak ketiga jumlah dana pihak ketiga Bank Mega Syariah.
4) Berdasarkan hasil uji statistik F, secara simultan (bersama-sama)
dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menyatakan
bahwa, inflasi IHK, pendapatan nasional (PDB), dan Kurs secara
bersama-sama berpengaruh positif yang signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga Bank Mega Syariah.
2.8. Kerangka Pemikiran
Kondisi makroekonomi yang tercermin dalam pendapatan domestik
bruto, suku bunga deposito Bank Konvensional, tingkat inflasi dan nilai tukar
Rupiah diperkirakan dapat mempengaruhi penghimpunan DPK Perbankan
Syariah. Pengaruh inflasi yang tercermin dalam angka Inflasi IHK, tingkat bunga
deposito bank konvensional yang secara nyata tampak dalam suku bunga deposito
1 bulan Bank Umum, serta nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, terhadap DPK
Perbankan Syariah.
-
61
Kerangka pemikiran menunjukkan antara pengaruh variabel independen
dengan variabel dependen.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Dana
Pihak Ketiga Perbankan Syariah (Y). Variabel independen terdiri dari Produk
Domestik Bruto (PDB) (X1) Inflasi IHK (X2), Tingkat Suku Bunga Bank
Konvensional (X3) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS (X4). Kerangka
pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.9. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro, 2009). Dugaan
sementara yang akan di kaji pada penelitian ini adalah :
H1 : PDB berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah
di Indonesia.
H2 : Inflasi berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah
di Indonesia.
Suku Bunga (X3)
Dana Pihak Ketiga
Perbankan Syariah
Indonesia (Y)
H1
H2
Inflasi (X2)
Nilai Tukar (X4)
H3
H4
PDB (X1)
H5
-
62
H3 : Tingkat Suku Bunga berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada
Perbankan Syariah di Indonesia.
H4 : Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada
Perbankan Syariah di Indonesia.
H5 : PDB, Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh
terhadap Dana Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah di Indonesia.