bab ii landasan teori 2.1 perilaku asertif 2.1.1...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perilaku Asertif
2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif
Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif
merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi
yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi
individu itu sendiri.
Gunarsa (1992) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah perilaku antar
pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan
pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial
dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan
dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif
menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan
antar pribadi.
Lazarus (dalam Rakos,1991) adalah tokoh yang pertama sekali
mendefinisikan perilaku asertif, yang mengatakan bahwa perilaku asertif adalah
cara individu dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai
kemampuan individu untuk mengatakan tidak, kemampuan untuk menanyakan
dan meminta sesuatu, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif
ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta
mengakhiri percakapan.
9
Master dan Rim (dalam Rakos, 1991) mengatakan bahwa perilaku asertif
merupakan perilaku interpersonal antar pribadi yang melibatkan kejujuran dengan
pernyataan relatif dan pikiran dan perasaan secara tepat dalam situasi sosial
dimana perasaan dan pikiran orang lain ikut dipertimbangkan. Kesemua definisi
ini menitikberatkan pada ungkapan emosi sebagai faktor utama dalam perilaku
asertif.
Corey (2007) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah ekspresi langsung,
jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak
seseorang tanpa kecemasan yang beralasan.
Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) perilaku
asertif adalah sebuah kemampuan untuk mempromosikan kesetaraan dalam
hubungan manusia, yang memungkinkan individu-individu untuk bertindak
menurut kepentingan individu sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa
kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur
dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi individu tanpa menyangkal hak-
hak orang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif adalah
perilaku antar pribadi yang menyangkut ekspresi yang tepat, jujur, terbuka,
mempunyai sikap yang tegas, positif dan mampu bersikap netral serta dapat
mengutarakan akan sesuatu objektif tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Alberti dan Emmons.
10
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Rakos (1991) mengungkapkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi
perilaku asertif. Menururt Rakos, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
asertif adalah pola asuh orang tua, jenis kelamin dan kebudayaan.
1. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua yang demokratis dan memberikan kebebasan untuk
mengekspresikan diri akan menciptakan perilaku aserti, sebab pola asuh yang
demokratis akan membuat anak memiliki rasa percaya diri.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin, bahwa pria lebih asertif dibandingkan dengan wanita karena
adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih agresif, mandiri dan
kompetitf. Sedangkan pada wanita umumnya lebih pasif dan tergantung.
3. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
terbentuknya sikap asertif. Sebab perilaku asertif tidak dibawa sejak lahir,
sesuatu yang dipelajari.
2.1.3. Ciri-Ciri Perilaku Asertif
Menurut Alberti dan Emmons (dalam Siampa, 2011) orang yang memiliki ciri
perilaku asertif antara lain merasa bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat
berkomunikasi dengan bermacam-macam orang secara terbuka, langsung dan
tepat, memiliki orientasi yang aktif terhadap kehidupan, bertindak dalam cara
yang dihargainya dalam situasi menekan dan menghasilkan tingkah laku
interpersonal yang efektif.
Sedangkan menurut Corey (2007), individu yang berperilaku asertif memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Individu tersebut mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung
dengan tidak menyakiti orang lain.
2. Tidak menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan tidak mendorong orang
lain untuk mendahuluinya.
3. Tidak mengalami kesulitan untuk mengakan kata “tidak” ketika ia merasa tidak
setuju terhadap suatu hal tanpa merasa takut untuk menolak.
4. Tidak mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon
lain.
5. Merasa punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri tanpa merasa tertekan dengan perasaan dan pikiran dari orang lain.
11
Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki
sifat asertif adalah orang yang mempunyai keberanian untuk mengungkapkan
perasaan, pikiran dan hak-hak pribadinya tanpa menyinggung perasaan orang lain
atau menyakiti orang lain.
2.1.4. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Alberti dan Emmons (dalam Siampa,2011) menyebutkan ada sepuluh pokok
kunci yang merupakan aspek-aspek yang harus ada pada setiap perilaku asertif
yang dimunculkan oleh seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Pengungkapan diri yang baik kepada orang lain. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah mampu untuk mengkomunikasikan apa yang dirasakan,
diinginkan dan dipikirkan kepada orang lain.
2. Menghormati orang lain dan tidak mengganggu hak orang lain, dalam hal ini
yang dimaksud adalah dalam bersikap dengan orang lain.
3. Mampu secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran
dengan apa adanya, dalam hal ini yang dimaksud adalah dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
4. Langsung, yang berarti mengekspresikan diri tanpa berbelit-belit dan dapat
terfokus dengan benar berkomunikasi maupun bertindak.
5. Tidak membeda-bedakan orang dan menguntungkan semua pihak.
6. Verbal, termasuk isi pesan (perasaan, hak-hak, fakta, pendapat-pendapat,
permintaan-permintaan dan batasan-batasan). Dalam hal ini yang dimaksud
adalah dalam berkomunikasi.
7. Nonverbal, termasuk gaya dan pesan (kontak mata,suara, postur, ekspresi
muka, gesture, jarak, waktu, kelancaran dan mendengarkan).Dalam hal ini
yang dimaksud adalah berupa tindakan atau sikap terhapad orang lain.
8. Bukan suatu yang universal,
9. Bertanggung jawab secara sosial terhadap pikiran, perasaan dan perilakunya.
10. Perilaku asertif merupakan suatu hal yang dipelajari bukan suatu hal yang
dibawa sejak lahir.
2.1.5. Kemampuan Asertif
Menurut Stain & Howard kemampuan asertif meliputi tiga komponen dasar,
yakni:
1. Kemampuan mengungkapkan perasaan misalnya untuk mengungkapkan
perasaan marah, hangat, dan seksual.
2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka dalam
berkomunikasi dalam hal ini mampu menyuarakan pendapat, menyatakan
12
ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit
melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan
sesuatu).
3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi dalam hal ini tidak
membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita.
Dari ketiga komponen dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang
memiliki kemampuan perilaku asertif, orang yang mampu mengungkapkan
perasaan, mampu mengungkapkan pikiran dan mampu mempertahankan hak-hak
pribadinya.
2.1.6. Kategori Perilaku Asertif
Menurut Gunarsa (1992) perilaku asertif dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Asertif penolakan, yaitu ditandai oleh ucapan untuk memperhalus seperti
kata-kata maaf.
2. Asertif pujian, yaitu ditandai oleh kemampuan untuk mengekspresikan
perasaan positif seperti menyukai, menghargai, mencintai, memuji dan
bersyukur.
3. Asertif permintaan, yaitu terjadi apabila individu meminta orang lain dalam
mencapai tujuan individu itu sendiri tanpa tekanan atau paksaan.
Dari ketiga kategori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki
perilaku asertif juga memiliki ketiga kategori tersebut, dapat menolak sesuatu hal
dengan cara yang halus, dapat memuji maupun dapat meminta suatu hal tanpa ada
paksaan.
2.2 Bimbingan Kelompok
2.2.1 Pengertian Bimbingan
Menurut Romlah (2001) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan
kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis yang dilakukan oleh seorang
ahli telah mendapatkan latihan khusus untuk itu dan dimaksudkan agar individu
dapat memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengembangkan dirinya serta
optimal untuk kesejahteran dirinya dan kesejahteraan masyarakat.
13
Sedangkan menurut Kartono (1985) bimbingan merupakan pertolongan yang
diberikan oleh seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan-ketrampilan tertentu yang diperlukan dalam menolong)
kepada orang lain yang memerlukan pertolongan bimbingan dalam rangka
menemukan pribadi yang dimaksud agar individu mengenal kekuatan dan
kelemahan dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai
modal pengembangan diri lebih lanjut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan suatu
proses pemberian bantuan pertolongan yang dilakukan oleh seorang ahli yang
telah mendapat latihan khusus kepada orang lain yang memerlukan pertolongan
bimbingnan dalam rangka menemukan pribadinya.
Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) bentuk – bentuk bimbingan terbagi
menjadi dua yaitu bimbingan individu dan bimbingan kelompok dan ada tiga
ragam bimbingan yaitu bimbingan karier, bimbingan akademik dan bimbingan
pribadi sosial.
2.2.2 Pengertian Kelompok
Menurut Webster (dalam Romlah, 2001) kelompok adalah dua atau lebih
benda atau orang yang membentuk suatu pola; suatu kesatuan orang – orang atau
benda-benda yang membentuk suatu unit yang terpisah, suatu himpunan, suatu
persatuan, suatu kumpulan objek yang mempunyai hubungan, kesamaan atau
sifat-sifat yang sama.
2.2.3 Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Sukardi (2008) layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang
memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh
berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor).
Nurihsan (2005) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang
dimaksudkan untuk memungkinkan klien/siswa secara bersama-sama memperoleh
berbagai bahan dari narasumber yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
Bahan yang dimaksudkan adalah bahan yang digunakan untuk mengambil
keputusan.
Winkel & Sri Hastuti (2004) layanan bimbingan kelompokadalah kegiatan
kelompok diskusi yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan
sosial masing-masing individu-individu dalam kelompok, serta meningkatkan
14
mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para
partisipan.
Dari pengertian layanan bimbingan kelompok di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses pemberian bantuan
kepada individu/ layanan bimbingan yang diberikan oleh narasumber dalam
kegiatan kelompok yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan
sosial masing-masing individu dalam kelompok guna mencapai tujuan untuk
mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.4 Manfaat Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Winkel & Sri Hastuti (2004) manfaat layanan bimbingan kelompok :
1. Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa, dengan
memberikan layanan bimbingan kelompok dapat bertemu dengan banyak
siswa dan dapat mengerti perkembangan siswa.
2.Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa, dengan berkontak dengan
banyak siswa, dapat mengetahui yang dibutuhkan oleh siswa sehingga kita
dapat memberikan informasi.
3.Siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi, setelah pemberian
informasi.
4. Siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya
sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama
dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam
kelompok, dalam hal ini yang dimaksud lebih terbuka dalam berkomunikasi.
5. Diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama.
6. Lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan
oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor.
Sedangkan menurut Sukardi (2008) manfaat layanan bimbingan kelompok
sebagai berikut :
1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan
membicarakanberbagai hal yang terjadi disekitarnya.
2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai
hal yang mereka bicarakan.
3. Menimbulkan sikapyang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka
yang berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.
4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap
yang buruk dan dukungan terhadap yang baik.
15
5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil
sebagaimana yang mereka programkan semula.
Dari manfaat layanan bimbingan kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa
manfaat dari layanan bimbingan kelompok adalah kesempatan berkontak dengan
siswa dari berkontak dengan siswa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
siswa, dari informasi yang diberikan siswa dapat menyadari tantangan yang akan
dihadapi, siswa dapat berpendapat secara terbuka maupun pandangan yang luas
akan suatu hal yang dibicarakan, dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan
dalam kelompok siswa dapat menyusun program-program kegiatan untuk
mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan dukungan terhadap yang baik
serta dapat melaksanakan kegiatan secara nyata.
2.2.5 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004)
adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-
masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok
guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan.
Menurut Bennet (dalam Romlah, 2001) tujuan layanan bimbingan kelompok
adalah sebagai berikut :
1. Memberi kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna
bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan,
pekerjaan, pribadi dan sosial.
2. Memberi layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok.
3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan
efektif dari pada melalui kegiatan bimbingan individual.
4. Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.
Berdasarkan tujuan layanan bimbingan kelompok tersebut dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari layanan bimbingan kelompok adalah
menunjang perkembangan pribadi sosial dalam menghadapi persoalan.
16
2.2.6 Teknik-teknik Layanan Bimbingan Kelompok
Dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok ada beberapa
teknik yang biasa digunakan. Romlah (2001) mengemukakan teknik – teknik
dalam bimbingan kelompok tersebut antara lain pemberian informasi atau
ekspositori, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran, permainan
simulsai, teknik penciptaan suasana kekeluargaan dan karyawisata.
a. Pemberian informasi atau ekspositori
Pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara kepada sekelompok
pendengar. Bisa juga diberikan secara tertulis misal pada papan bimbingan,
majalah sekolah, rekaman, selebaran,video dan film.
b. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang sudah direncanakan antara
tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk
memperjelas suatu persoalan, dibawah pimpinan seorang pemimpin.
c. Pemecahan masalah
Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana
memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah
secara sistematis adalah :
1. Mengidenfikasi dan merumuskan masalah
2. Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah
3. Mencari alternatif pemecahan masalah
4. Menguji kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya
5. Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan
6. Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai
d. Permainan Peran
Suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan dimana seseorang berusaha
memperbodoh orang lain dengan jalan berperilaku yang berlawanan dengan apa
yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan. Memerankan sikap yang
berlawanan dengan yang sebenarnya, semisal pemalu berperan sebagai orang
yang memiliki perecaya diri yang tinggi.
e. Permainan Simulasi
Bermain simulasi adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, ringan, bersifat
kompetitif, atau kedua-duanya. Permainan simulasi adalah permainan yang
dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan
yang sebenarnya.
f. Teknik penciptaan suasana kekeluargaan
Teknik penciptaan suasana kekeluargaan adalah dimana siswa dan guru
menciptakan suasana yang nyaman seperti ketika mereka berada dirumah
sehingga siswa tidak akan malu dalam berbicara dihadapan teman dan guru.
17
g. Karyawisata
Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah untuk
mengunjungi obyek-objek yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari
siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar secara khusus.
Dari beberapa teknik diatas tidak semua teknik akan digunakan dalam
layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku asertif, teknik yang
digunakan adalah yang sesuai atau membantu dalam meningkatkan perilaku
asertif.
2.2.7 Asas - Asas Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (1995), asas-asas layanan bimbingan kelompok adalah asas
kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan.
a. Asas kerahasiaan, para anggota harus menyimpan dan merahasiakan
informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak
layak diketahui orang lain
b. Asas keterbukaan, para anggota bebas dan terbuka mengemukakan
pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan
dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu.
c. Asas kesukarelaan, semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan
tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok.
d. Asas kenormatifan, semua yang dibicarakan dalam kelompok tidak boleh
bertentangan dengan norma-norma dan kebiasaan yang berlaku.
2.2.8 Tahap- Tahap Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok berlangsung melalui empat tahap. Menurut Prayitno (
1995), tahap-tahap bimbingan kelompok adalah sebagai berikut tahap
pembentukan, tahap peralihan , tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.
a. Tahap Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkakan diri kedalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada
umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan
tujuan ataupun harapan-harapan masing-masing anggota. Pemimpin kelompok
menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan bimbingan kelompok. Dalam
tahap pembentukan biasanya diberikan ice breaking untuk lebih
mengakrabkan masing-masing anggota dan menciptakan suasana yang
nyaman.
18
b. Tahap Peralihan
Langkah selanjutnya ke tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya,
pemimpin kelompok menjelaskan apa yang akan dilakukan oleh anggota
kelompok pada tahap kegiatan lebih lanjut dalam kegiatan kelompok.
Pemimpin kelompok menjelaskan peranan anggota kelompok dalam
kegiatan, kemudian menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah
siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini pemimpin
kelompok mampu menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Dalam
hal ini pemimpin kelompok membawa para anggota meniti jembatan tersebut
dengan selamat. Bila perlu, beberapa hal pokok yang telah diuraikan pada
tahap pertama seperti tujuan dan asas-asas kegiatan kelompok ditegaskan dan
dimantapkan kembali, sehingga anggota kelompok telah siap melaksankan
tahap bimbingan kelompok selanjutnya.
c. Tahap kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari layanan bimbingan kelompok dimana
masing - masing anggota kelompok saling berinteraksi memberikan
tanggapan. Namun, kelangsungan kegiatan kelompok pada tahap ini amat
tergantung pada hasil dari dua tahap sebelumnya. Jika dua tahap sebelumnya
berhasil dengan baik, maka tahap ketiga itu akan berhasil dengan lancar.
d. Tahap Pengakhiran
Pada tahap ini merupakan tahap berhentinya kegiatan. Dalam pengakhiran
ini terdapat kesepakatan kelompok apakah kelompok akan melanjutkan
kegiatan dan bertemu kembali serta berapa kali kelompok itu bertemu.
Dengan kata lain kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu
akan melakukan kegiatan. Dapat disebutkan kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan pada tahap ini adalah:
1.Penyampaian pengakhiran kegiatan oleh pemimpin kelompok
2. Pengungkapan kesan-kesan dari anggota kelompok
3.Penyampaian tanggapan-tanggapan dari masing-masing anggota
4. Pembahasan kegiatan lanjutan
5. Penutup
2.3 Temuan Penelitian yang Relevan
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ichda Satria Figraha (2012) dengan
judul Upaya Peningkatan Sikap Asertif Melalui Sosiodrama pada Siswa Kelas X.1
Administrasi Perkantoran SMK Sudirman 1 Wonogiri Tahun Ajaran 2011/2012,
menunjukkan adanya peningkatan perilaku asertif setelah dilakukan layanan
bimbingan kelompok yang berupa teknik sosiodrama. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya peningkatan asertif. Pra tindakan yang dilakukan dengan menyebar
angket diperoleh hasil bahwa sikap asertif siswa masih rendah dengan rata-rata
19
kelas mencapai 49%. Pada siklus pertama yang terdiri dari tiga tindakan tingkat
persentase siswa meningkat menjadi 72,51%. Siklus kedua dilakukan peneliti
dikarenakan hasil post test pertama belum mencapai pada kriteria keberhasilan
yang peneliti harapkan. Siklus kedua yang juga terdiri dari tindakan mampu
meningkat persentase siswa yang semula 72,5% menjadi 77,3% atau sudah masuk
pada persentase baik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa adanya perubahan
sikap dari siswa yang semula kurang asertif lambat laun sudah menunjukkan
asertif.
Sedangkan penelitian Tri Astutik (2005) dengan judul efektifitas layanan
bimbingan kelompok dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas II SMP
Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2005/2006 menunjukkan siswa sebelum
mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 2,28 setelah
mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata 3,25, sehingga
dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok efektif.
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil penelitian yang
akan dilakukan. Dengan hipotesis, penelitian menjadi jelas arah pengujiannya
dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di
lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data, maka
peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Ada peningkatan yang signifikan perilaku asertif siswa kelas X SMA
Kartika III-1 Banyubiru melalui layanan bimbingan kelompok atau dengan kata
lain layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan perilaku asertif siswa kelas
X SMA Kartika III-1 Banyubiru.