bab ii landasan teori a. 1. a.eprints.umm.ac.id/60229/3/bab 2.pdf · 2020. 2. 24. · 9 bab ii...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Komitmen Karyawan
a. Definisi Komitmen Karyawan
Definisi komitmen karyawan menurut Robbins (2003)
komitmen organisasi merupakan salah satu sikap kerja yang
merefleksikan perasaan dari setiap individu, baik suka maupun tidak
suka terhadap organisasi di tempatnya bekerja. Sementara Mowdey
dkk dalam Ansel & Wijono (2012) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam
mengidentifikasikan keterlibatan dirinya dengan suatu bagian dari
organisasi yang direfleksikan melalui penerimaan terhadap nilai-nilai
dan tujuan, kesiapan, dan kesediaan untuk berusaha sungguh-
sungguh, serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya
dalam organisasi.
Definisi komitmen juga dikemukakan oleh Menurut Zurnali
(2010), komitmen merupakan perasaan yang kuat dan erat dari
seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam
hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian
tujuan dan nilai-nilai tersebut.
Meyer dan Allen dalam Mauna & Safitri (2015) mengemukakan
bahwa komitmen organisasi adalah suatu karakteristik hubungan
10
pekerja dengan organisasi dan memiliki hubungan terhadap
keputusan untuk melanjutkan keanggotaannya dalam suatu
organisasi. Meyer dan Allen dalam Mauna & Safitri (2015) juga
menjelaskan bahwa komitmen organisasi merupakan kelekatan
emosi, identifikasi individu dengan organisasi dan keinginan untuk
tetap menjadi anggota dalam organisasi. Komitmen tidak hanya
berhubungan dengan keluar masuknya karyawan, tetapi berkaitan
juga dengan tingkat kerelaan karyawan untuk berkorban dalam
organisasi.
Berdasarkan beberapa definisi dari tokoh-tokoh tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa komitmen karyawan terhadap
organisai adalah suatu perasaan keterikatan yang dimiliki oleh
karyawan sehingga karyawan tersebut tetap berada dalam
perusahaan untuk mencapai visi, misi dan tujuan perusahaannya,
sehingga karyawan tersebut tidak bersedia untuk meninggalkan
perusahaannya dengan alasan apapun.
b. Bentuk Komitmen Karyawan
Berikut ini adalah aspek-aspek dari komitmen karyawan yang
dikemukakan oleh Mayer dan Allen dalam Marianti (2014) :
1) Komitmen afektif
Komitmen afektif (Affective Commitment) merupakan keterikatan
pegawai terhadap organisasi secara emosional yang diartikan
sebagai kekuatan relative dari identifikasi dan keterlibatan
11
individu dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen
afektif tinggi akan tetap melanjutkan keanggotaannya dalam
organisasi karena ia memang menginginkannya dan senang
dengan keanggotaannya dalam organisasi
2) Komitmen normative
Komitmen normatif (Normative Commitment) berkaitan dengan
adanya perasaan wajib pada diri karyawan untuk terus bekerja
dalam organisasi, sehingga karyawan dengan tingkat komitmen
normatif yang tinggi merasa harus (ought to) bertahan di
organisasi. Komitmen normatif dapat berkembang di organisasi
jika organisasi menyediakan balas jasa ia di depan, misalnya
dengan membiayai kuliah atau pelatihan karyawan, karyawan
yang menyadari pengorbanan, ia organisasi dapat merasakan
hubungannya dengan organisasi tidak seimbang sehingga
menyebabkan rasa wajib (obligation) bagi karyawan untuk
membalas pengorbanan itu dengan mengikatkan diri mereka pada
organisasi
3) Komitmen berkelanjutan
Komitmen berkelanjutan (Continuance Commitment) terkait
dengan pertimbangan untung rugi jika karyawan meninggalkan
organisasi. Komitmen ini merefleksikan besarnya biaya yang
harus ditanggung dan apa yang harus dikorbankan jika
meninggalkan organisasi, sehingga segala sesuatu yang dapat
12
meningkatkan biaya dapat dianggap sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap komitmen kontiniuan. Biaya yang timbul
karena meninggalkan organisasi cenderung agak berbeda bagi
setiap individu Dalam hal ini individu memutuskan menetapkan
pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai suatu
pemenuhan kebutuhan (need to). Biaya yang timbul karena
meninggalkan organisasi cenderung berbeda untuk tiap individu.
c. Indikator Komitmen
Meyer dan Allen dalam Widyanto dkk (2013) mendefinisikan
komitmen perusahaan sebagai suatu keadaan psikologis yang
dikarakteristikkan dengan:
1) meyakini dan menerima tujuan/goal dan value yang dimiliki
oleh perusahaan;
2) kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh demi
perusahaan;
3) mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota
perusahaan.
Meyer dan Allen dalam Widyanto dkk (2013) juga
menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen perusahaan
akan bekerja dengan penuh dedikasi karena karyawan yang memiliki
komitmen tingi menganggap bahwa hal yang penting yang harus
dicapai adalah pencapaian tugas dalam perusahaan.
13
Karyawan yang memiliki komitmen perusahaan yang tinggi
juga memiliki pandangan yang positif dan akan melakukan yang
terbaik untuk kepentingan perusahaan. Hal ini membuat karyawan
memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab
yang lebih menyokong kesejahteraan dan keberhasilan perusahaan
tempatnya bekerja.
Menurut Luthans (2006) komitmen perusahaan adalah
sebagai berikut:
1) suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari
perusahaan tertentu;
2) keinginan menuju level keahlian tinggi atas nama perusahaan;
3) suatu kepercayaan tertentu di dalam, dan penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujuan perusahaan tersebut.
d. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Pegawai
Beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen pegawai
terhadap perusahaan menurut Mowday yang dikutip oleh
Maulidyansah (2015) adalah sebagai berikut.
1) Karakteristik personal, antara lain usia, lama kerja, tingkat
pendidikan, jenis kelamin, ras, dan beberapa faktor kepribadian
lainnya. Secara umum, usia dan lama bekerja mempunyai
hubungan positif dengan komitmen perusahaan. Sementara
tingkat pendidikan mempunyai hubungan negatif dengan
komitmen perusahaan, meskipun hubungan ini tidak terlalu
14
konstan. Wanita cenderung memiliki komitmen perusahaan
yang lebih tinggi daripada pria. Beberapa karakteristik
kepribadian lain seperti motivasi berprestasi dan perasaan
kompeten ditemukan berhubungan dengan komitmen
perusahaan.
2) Karakteristik pekerjaan dan peran, antara lain kesempatan kerja,
konflik peran dan ambiguitas peran. Semakin besar kesempatan
yang diperoleh dalam bekerja semakin banyak pengalaman yang
diperolah yang pada akhirnya memperbesar komitmen individu
terhadap perusahaan. Sedangkan konflik peran mempunyai
hubungan yang negatif dengan komitmen terhadap perusahaan,
demikian halnya dengan ambiguitas peran.
3) Karakteristik struktural perusahaan, antara lain ukuran
perusahaan, kesatuan, luasnya kontrol dan sentralisasi otoritas.
4) Pengalaman kerja, antara lain ketergantungan pada perusahaan,
kepentingan personal pada perusahaan, sikap positif terhadap
perusahaan, dan keterikatan sosial individu dalam perusahaan.
Semakin besar semua faktor tersebut semakin tinggi pula
komitmen individu terhadap perusahaan.
Sedangkan menurut Stum yang dikutip oleh Sopaih (2008)
faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan, sebagai
berikut:
15
1) Budaya keterbukaan
Pelаksаnааn budаyа keterbukaan sangat mempengаruhi
peningkаtаn komitmen orgаnisаsionаl. Semua permasalahan
yang ditimbulkan akibat rendahnya komitmen karyawan suatu
perusahaan tidak terlepas dari adanya peran seorang pemimpin
perusahaan dalam menciptakan budaya keterbukaan dalam
organisasi perusahaan.
2) Keterlibatan Kerja
Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-
aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya
keterlibatan anggota menyebabkan mereka akan mau dan senang
bekerja sama dengan anggota yang lain. Salah satu cara yang
dapat memancing keterlibatan anggota adalah dengan
mamancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan
pengambilan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan
pada anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah
merupakan keputusan bersama.
Disamping itu, dengan melakukan hal tersebut maka
anggota merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang
utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka
merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah
diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang
mereka ciptakan.
16
3) Kepuasan Kerja
Mathis (2006) menjelaskan bahwa orang-orang yang
relatif puas dengan pekerjannya akan lebih berkomitmen pada
organisasi dan orang-orang yang berkomitmen terhadap
organisasi lebih mungkin mendapatkan kepuasan yang lebih
besar. Kepuasan kerja sangat penting di lingkungan organisasi
karena memiliki hubungan dengan perilaku karyawan terhadap
organisasi dan lingkungan. Kepuasan kerja dapat mendorong
untuk terciptanya komitmen organisasional.
4) Arah Organisasi
Komitmen kerja terbentuk dalam kepercayaan anggota
terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi
tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi
para anggota atau dengan kata lain organisasi memasukkan pula
kebutuhan dan keinginan anggota dengan organisasi.
Hal ini akan menghasilkan suasana yang saling
mendukung diantara para anggota dengan organisasi, suasana
tersebut juga akan membawa anggota dengan rela
menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi,
karena anggota juga menerima tujuan orgnisasi yang dipercayai
telah disusun demi terpenuhinya kebutuhan pribadi
17
5) Penghargaan Kerja yang sesuai dengan kebutuhan.
Penilaian prestasi kerja sangat bermanfaat bagi
perkembangan sumber daya manusia dan peningkatan kinerja
organisasi pada umumnya karena penilaian prestasi kerja
digunakan sebagai alat untuk mengambil keputusan bagi
karyawan.
2. Keterlibatan kerja
a. Definisi Keterlibatan Kerja
Pada dasarnya suatu organisasi sebagai suatu sistem yang
secara sadar terdiri dari beberapa individu yang saling memengaruhi
perilaku anggota organisasi. Keterlibatan kerja merupakan suatu
faktor yang penting dalam kehidupan banyak orang. Hal ini terjadi
karena aktivitas kerja mengkonsumsi waktu yang besar dari
kehidupan manusia.
Menurut Umam (2010), keterlibatan kerja merupakan
derajat seseorang secara psikologis mengartikan dirinya dengan
pekerjaan dan menganggap tingkat kinerjanya sebagai hal penting
bagi harga diri.
Menurut Kanungo yang dikutip oleh Ansel & Wijono (2012)
keterlibatan kerja didefinisikan sebagai identifikasi psikologis
individual terhadap tugas tertentu. Selanjutnya menurut Robbins
(2003) definisi dari keterlibatan kerja adalah derajat dimana individu
dikenal dari pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya dan
18
menganggap prestasi penting untuk harga diri. Definisi tersebut juga
didukung oleh pendapat Schultz dkk bahwa keterlibatan kerja
merupakan intensitas dan identifikasi psikologis individu terhadap
pekerjaannya.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa keterlibatan kerja adalah suatu keadaan
psikologi yang mencerminkan seseorang berpartisipasi aktif dalam
pekerjaannya, mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan
pekerjaannya, dan menyadari prestasi kerja sebagai hal yang penting
bagi harga dirinya.
b. Teori Keterlibatan Kerja
Terdapat berbagai macam teori yang dapat menjelaskan
mengenai keterlibatan kerja, di antaranya yaitu sejauh mana
seseorang mengidentifikasi secara psikologis dengan pekerjaannya
dan pentingnya bekerja untuk citra diri seseorang (Ansel & Wijono.
2012). Individu dikatakan terlibat apabila individu tersebut dapat
mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan
menganggap kinerjanya penting untuk dirinya. Keterlibatan kerja
dapat timbul pada individu dengan dua sudut pandang yaitu:
1) Keterlibatan kerja terbentuk karena keinginan dari anggota
organisasi akan kebutuhan tertentu, nilai atau karakteristik
tertentu yang diperoleh dari pekerjaannya sehingga akan
19
membuat anggota tersebut lebih terlibat atau malah tidak terlibat
pada pekerjaannya.
2) Keterlibatan kerja timbul sebagai respon terhadap suatu
pekerjaan atau situasi tertentu dalam lingkungan kerja. Selain
itu, Reitz dan Jewell (1979) menyatakan keterlibatan kerja
terkait dengan pentingnya bekerja dalam rutinitas kehidupan.
Artinya jika individu memberikan karyanya dalam pekerjaannya
tentu individu tersebut setia kepada pekerjaannya dan organisasi
tempatnya bekerja. Hal ini juga akan memengaruhi kinerja
individu.
Woodward dan Buchholz (Simanjuntak, 2013) menjelaskan
ketika karyawan mempunyai keterlibatan kerja yang rendah maka
dia akan menjadi seseorang yang hadir secara fisik tapi mental
absen.Ketika seorang karyawan sepenuhnya terlibat dalam karyanya,
energi dan fokusyang ditujukan langsung pada keterlibatannya.
Karyawan menjadi aset organisasidan tidak akan mungkin berpikir
meninggalkan organisasi ketika mempunyaiketerlibatan kerja yang
tinggi sedangkan keterlibatan kerja yang rendahmenambah perasaan
karyawan dari keterasingan dalam organisasi atau perasaanadanya
pemisahan antara apa yang dilihat karyawan sebagai kehidupan
danpekerjaan yang mereka lakukan.
Menurut Kanungo yang dikutip oleh Maulidiyansah (2015),
menjelaskan bahwa setiap anggota organisasi harus aktif
20
berpartispasi dan mempunyai prinsip bahwa pekerjaan sebagai
bagian paling penting dan signifikan dalam kehidupan dan
mengenali kinerja sebagai fitur utama dari dirinya.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, dalam
penelitian ini teori yang digunakan adalah teori keterlibatan kerja
yang dikemukakan oleh Kanungo yang dikutip oleh Maulidiansah,
(2015). Dalam teori ini menekankan bahwa setiap anggota organisasi
harus aktif berpartispasi dan mempunyai prinsip bahwa pekerjaan
sebagai bagian paling penting dan signifikan dalam kehidupan dan
mengenali kinerja sebagai fitur utama dari dirinya. Dalam kaitannya
dengan keterlibatan kerja karyawan, diharapkan setiap karyawan
untuk lebih termotivasi, lebih berkomitmen terhadap organisasi,
lebih produktif, dan lebih puas terhadap pekerjaannya.
c. Karakteristik Keterlibatan Kerja
Keterlibatan kerja yang tinggi berperan dalam membentuk
performance kerja, kualitas, dan kuantitas hasil kerja yang lebih
besar serta efisiensi kerja yang tinggi. Blau dan Bloal, Balay,
Ramsey dkk yang dikutip oleh Ansel & Wijono (2012)
mengelompokkan keterlibatan kerja menjadi empat karakteristik,
yaitu :
1) Pekerjaan sebagai tujuan sentral kehidupan
Dalam pekerjaan sebagai tujuan sentral kehidupan, keterlibatan
kerja dianggap sebagai sejauh mana individu menganggap
21
situasi kerja penting dan sebagai pusat identitasnya karena
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan utama.
2) Partisipasi aktif dalam pekerjaan
Dalam partisipasi aktif dalam pekerjaan, keterlibatan kerja yang
tinggi sebagai petunjuk kesempatan untuk membuat keputusan
pekerjaan, membuat kontribusi penting untuk tujuan organisasi,
dan penentuan nasib sendiri. Aktif berpartisipasi dalam
pekerjaan untuk mempermudah pencapaian kebutuhan seperti
prestise, otonomi diri, dan harga diri.
3) Kinerja sebagai pusat harga diri
Dalam kinerja sebagai pusat harga diri, keterlibatan kerja
menunjukkan bahwa kinerja pada pekerjaan adalah pusat
perasaan kelayakannya.
4) Kesesuaian kinerja dan konsep diri
Kinerja pada pekerjaan dan perasaan kelayakan terhadap
pekerjaan yang dilaksanakannya diharapkan adanya kesesuaian.
d. Peranan Keterlibatan Kerja
Keterlibatan kerja pada prakteknya berkaitan erat dengan
tingkat absensi, kadar permohonan berhenti bekerja, dan keinginan
berpartisipasi dalam suatu tim atau kelompok kerja. Menurut Blau
dan Boal yang dikutip oleh Ansel & Wijono (2012) memberikan
konsep apabila tingkat keterlibatan kerja tidak diperhatikan akan
menyebabkan terjadinya turn over dan kemangkiran (absen).
22
Keterlibatan kerja juga dapat menjadi anteseden stres kerja,
kepuasan kerja, komitmen organisasi, kepuasan hidup, keinginan
berpindah, dan konflik pekerjaan serta keluarga.
Keterlibatan kerja menjadi kekuatan yang membantu pekerja
dalam banyak bentuk dan hasil organisasi. Dalam Diefendorff,
Brown, Kamin, and Lord yang dikutip oleh Utami & Pulpiningdyah,
(2016) menyatakan bahwa keterlibatan kerja merupakan faktor kunci
yang memengaruhi hasil individu dan pentingnya organisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
peningkatan keterlibatan kerja dapat meningkatkan efektivitas
organisasi dan produktivitas dengan melibatkan lebih banyak pekerja
secara sunguhsungguh dalam bekerja dan membuat pengalaman
bekerja menjadi lebih bermakna dan memuaskan.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi keterlibatan kerja
Menurut Kanungo yang dikutip oleh Yuliana (2017)
keterlibatan kerja dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
personal dan faktor situasional:
1) Faktor personal
Faktor personal yang dapat mempengaruhi keterlibatan
kerja meliputi faktor demografis dan psikologis. Faktor
demografis antara lain:
23
a) Usia
Moynihan dan Pandey yang dikutip oleh Yuliana (2017)
menemukan bahwa usia memiliki hubungan yang positif dan
signifikan dengan keterlibatan kerja. Dimana karyawan yang
usianya lebih tua cenderung lebih puas dan terlibat dengan
pekerjaan mereka, begitu pula sebaliknya.
b) Pendidikan
Dalam Setiawan dikutip oleh Yuliana (2017) menyatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
banyak waktu yang disediakan untuk bekerja. Terutama bagi
para wanita, dengan semakin tinggi pendidikan,
kecenderungan untuk bekerja semakin besar sehingga dapat
mempengaruhi keterlibatan kerja.
c) Jenis kelamin,
Jenis kelamin mengacu pada perbedaan biologis antara
perempuan dan laki-laki (Sunarto. 2010). Perempuan dan
laki-laki mempunyai perbedaan biologis dimana laki-laki
cenderung lebih rasional, lebih aktif dan agresif, sedangkan
perempuan lebih emosional dan pasif.
d) Jabatan
Seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi
akan merasa lebih terlibat dalam pekerjaannya daripada
karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah.
24
e) Senioritas
Lingkungan yang menerapkan senioritas menciptakan
hubungan yang tidak harmonis antara pimpinan dengan
bawahan apabila perlakuan senioritas tidak diterapkan secara
positif. Konsep senioritas dapat diartikan secara positif
apabila seorang senior mampu menunjukkan kemampuan dan
kecakapan kerja yang optimal sehingga dapat ditiru dan
ditularkan kepada junior.
Sedangkan faktor psikologis yang mempengaruhi
keterlibatan kerja mencakup:
a) Nilai-nilai pribadi individu
b) Locus of Control atau lokus pengendalian
c) Kepuasan terhadap hasil kerja
d) Absensi
e) Intense turnover
2) Faktor situasional
Faktor situasional yag dapat mempengaruhi keterlibatan
kerja antara lain:
a) Jenis pekerjaan, yaitu kesesuaian antara keinginan dan
kemampuan yang dimiliki karyawan dengan tugas yang
diberikan.
25
b) Organisasi, adanya dukungan yang sesuai dengan kebutuhan
karyawan dari organisasi agar bias bekerja secara efektif
dalam menghadapi situasi yang sulit.
c) Gaji, yang dirasa cukup baik dan sesuai bagi karyawan
sehingga tidak menghambat aktifitas kerja karyawan dengan
pemikiran untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.
d) Rasa aman, dimana karyawan dapat melakukan pekerjaannya
tanpa dibebani resiko yang dapat membahayakan dirinya.
3. Kepuasan Kerja
a. Definisi Kepuasan Kerja
Definisi kepuasan kerja dalam Stephen P yang dikutip oleh
Robbins (2003) adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima.
Definisi berikutnya dikemukakan oleh Hasibuan (2009) yaitu
kepuasan kerja adalah kondisi emosional pada seorang pegawai yang
senang dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini terlihat dari moral
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Hal ini dapat dinikmati dalam
pekerjaan, di luar pekerjaan, dan kombinasi dari keduanya.
Selanjutnya Davis (2011) menjelaskan bahwa pengertian
kepuasan kerja adalah perasaan puas seorang pegawai terhadap
26
pekerjaannya antara apa yang diharapkan pegawai dari pekerjaan/
kantornya dan yang diterimanya.
Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dikemukakan
oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah
sebuah perasaan positif terhadap pekerjaan yang dilakukan sebagai
hasil dari penilaian pekerjaan dan pengalaman pekerjaan yang
selama ini dilakukan. Kepuasan kerja yang tidak terpenuhi akan
mengakibatkan karyawan meninggalkan pekerjaannya.
b. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Sutrisno dalam Maulidyansa (2015) mengemukakan beberapa
aspek-aspek dalam kepuasan kerja karyawan antara lain sebagai
berikut:
1) Kepuasan psikologis
Kepuasan psikologis adalah kepuasan yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi minat, ketentraman dalam
bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan
2) Kepuasan social
Kepuasan sosial adalah kepuasan yang berhubungan dengan
interaksi social baik antara sesame karyawan, dengan atasannya
maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini
meliputi rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan
bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar.
27
3) Kepuasan fisik
Kepuasan fisik adalah kepuasan yang berhubungan dengan
kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini
meliputi jenis pekerjaan, pengaturanwaktu kerja dan istirahat,
perlengkapan kerja, keadaan ruangan dan suhu, penerangan,
pertukaran udara, kondisi kesehatan karayawan dan umur.
4) Kepuasan financial
Kepuasan finansial adalah kepuasan yang berhubungan dengan
terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial
yang diterimannya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-
hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal
ini meliputi sistem dan besaran gaji, jaminan sosial,
macammacam tunjangan dan fasilitas yang diberikan.
c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja yang dirasakan karyawan tersebut
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik (Parwita, 2013). Faktor intrinsik adalah faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang dibawa setiap karyawan sejak
mulai bekerja di tempat kerjanya. Sedangkan faktor ekstrinsik
merupakan faktor yang menyangkut hal-hal yang berasal dari luar
diri karyawan, seperti kondisi fisik lingkungan kerja, interaksi
dengan karyawan lain, sistem penggajian, dan lain sebagainya.
28
Sedangkan menurut Luthans (2006) terdapat lima dimensi
yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
1) Pekerjan itu sendiri
Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah
pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaanyang tidak
membosankan, serta pekerjaan yang dapat memberikan status.
2) Gaji
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun
merupakan faktor yang kompleks dan multidimensi dalam
kepuasan.
3) Promosi
Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang
beragam terhadap kepuasan kerja, karena promosi dalam bentuk
yang berbeda-beda dan bervariasi pula imbalannya.
4) Supervisi
Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainya yang cukup
penting pula. Supervisi merupakan kemampuan atasan untuk
memberikan bantuan teknis dan dukungan terhadap pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab para bawahan.
5) Kelompok kerja
Pada dasarnya kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan
kerja. rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber
kepuasan kerja bagi karyawan.
29
6) Kondisi kerja/lingkungan kerja
Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik)
misalnya maka pekerja akan lebih bersemangat mengerjakan
pekerjaan mereka, namun bila kondisi kerja rapuh (lingkungan
sekitar panas dan berisik) misalnya, pekerja akan sulit
menyelesaikan pekerjaan mereka
4. Hubungan Keterlibatan Kerja dengan Komitmen Organisasional
Agheli (2015) mengemukakan bahwa meningkatkan keterlibatan
kerja dari karyawan maka komitmen organisasional juga akan mengalami
peningkatan serta kecenderungan karyawan untuk berhenti bekerja juga
akan menurun. Khanam dan Rizwan (2015) menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara keterlibatan kerja dan komitmen kerja.
Khan (2012) menytakan bahwa adanya hubungan positif
keterlibatan kerja dengan komitmen organisasional. Jika keterlibatan
kerja tinggi maka akan meningkatkan komitmen organisasi, Keterlibatan
kerja akan menjadi identitas pegawai terhadap pekerjaannya. Majid
(2015) dan Hannah (2013) menunjukkan bahwa keterlibatan kerja
berpengaruh positif terhadap komitmen pegawai. Hal ini menjelaskan
bahwa semakin tinggi pegawai yang dilibatkan dalam suatu pekerjaan
maka tingkat kinerja pegawai akan meningkat, yang artinya semakin
tinggi dalam mengutamakan pekerjaan maka keterlibatan kerja akan
meningkat.
30
5. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasional
Cooper dan Viswesvaran (2005) menyatakan bahwa kepuasan
kerja memberikan efek positif terhadap komitmen organisasional, karena
kepuasan kerja terdapat hubungan yang kuat terhadap affective
commitment, karyawan yang merasakan kepuasan kerja akan
kemungkinan besar ingin bertahan di organisasi. Tidak mungkin
karyawan akan pergi dari organisasi jika dia bahagia itulah yang
membuat kepuasan kerja sangat berpengaruh terhadap normative
commitment.
Selain itu, karyawan yang puas sangat mungkin memiliki
kewajiban untuk menetap di organisasi dan ingin memberikan timbal
balik kepada organisasi untuk apapun yang telah diberikan organisasi
terhadap kepuasan kerjanya, diantaranya: gaji yang sesuai, pekerjaan
yang menarik, supervisi yang efektif. Namun, kepuasan kerja mempunyai
hubungan yang negatif dengan continuence commitment, karena
kepuasan tidak membuat karyawan yang berbasis biaya bertahan di
organisasi.
Hasibuan (2002) mengemukakan bahwa kekuatan yang
memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan
pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia
inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin
perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai
31
imbalan atas usaha yang dilakukannya itu. Bila keyakinan yang
diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya maka ia akan
bekerja keras dan berkomitmen tinggi kepada perusahaanatau
organisasinya dan sebaliknya.
Kreitner and Kinicki (2003) menyatakan bahwa terdapathubungan
kuat dan signifikan antara kepuasan kerja dan komitmenorganisasi.
Komitmen merupakan suatu kondisi dimana anggotaorganisasi
memberikan kemampuan dan kesetiaanya pada organisasidalam
mencapai tujuannya sebagai imbalan atas kepuasan yangdiperolehnyaa.
karyawan yang puas lebih berkomitmen dan setiakarena secara psikis
mereka merasa lebih diperhatikan olehperusahaan.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting
untuk diungkapkan karena dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
gambaran awal dalam penelitian ini. Berikut merupakan tabulasi hasil
penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam penelitian ini :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Metode
Peneliti Hasil
1. Kartiningsih
(2007)
Analisis Pengaruh
Budaya Organisasi Dan
Keterlibatan Kerja
Terhadap Komitmen
Organisasi Dalam
Meningkatkan Kinerja
Karyawan (Studi Pada
PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) Cabang
Semarang)
structural
equation
modeling
(SEM)
dengan
confirmatory
faktor
analysis
Hasil menunjukan
bahwa variabel
keterlibatan kerja
menunjukkan
pengaruh positif
terhadap komitmen
organisasi
32
Karim (2010) The Impact of Work
Related Variables On
Librarians’
Organizational
Commitment and Job
Satisfaction.
Regresi
Linear
berganda
Hasil analisis
menunjukan bahwa
ada pengaruh yang
signifikan keterlibatan
kerja terhadap
komitmen organisasi.
3. Khan, Jam,
Akbar &
Hijazi (2011)
. Job Involvement as
Predictor of Employee
Commitment: Evidence
from Pakistan.
korelasi
product
moment
Pearson
Hasil analisis
menunjukkan bahwa
keterlibatan kerja
memiliki dampak
positif pada tiga jenis
komitmen
4 Mauna &
Miftha Safitri
(2015)
Keterlibatan Kerja
Terhadap Komitmen
Organisasi Pada Dosen
Di Universitas Negeri
Jakarta
Regresi linier Hasil penelitian
menyebutkan bahwa
terdapat pengaruh
yang signifikan dari
keterlibatan kerja
terhadap komitmen
organisasi dosen
Universitas di Jakarta.
5 Kartika, R. G
Wita Usa
(2012)
Pengaruh kepuasaan
Kerja Terhadap
Komitmen
Organisasional Pada
Karyawan PT
Hellomotion Korpora
Indonesia
Analisa
regresi linier
Hasil dari penelitian
ini menyebutkan
bahwa semakin tinggi
kepuasan kerja maka
akan semakin tingi
juga komitmen
organisasional dan
begitu juga
sebaliknya.
Sumber: Data Sekunder (Diolah)
Berdasarkan tabel 2.1 diatas diketahui bahwa penelitian terdahulu
memiliki perbedaan dengan penelitian saat ini yang terletak pada variabel
penelitian yang digunakan serta metode dalam melakukan analisis data
sehingga diperoleh hasil penelitian sesuai dengan yang telah di jelaskan
dalam tabel tersebut diatas.
33
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini tergolong dalam penelitian kuantitatif karena dalam
penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan
sebelumnya. Menurut Sugiyono (2015) data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan/scoring. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hubungan kausal.
Menurut Sugiyono (2015) hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat
sebab akibat. Sehingga desain penelitian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Sumber: data diolah (2020)
KOMITMEN KARYAWAN (Y)
Porter, Mowday, & Steers
(Maulidyansah, 2015)
Kepercayaan
Kemauan
Keinginan yang kuat
34
D. Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah; thesis =
pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan
sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang
mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah.
Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan
hipotesis. Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Pengertian Hipotesa menurut Sutrisno Hadi adalah tentang pemecahan
masalah. Sering kali peneliti tidak dapat memecahkan permasalahannya
hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi
dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi, dan
mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.
Berdasarkan beberapa kajian teoritis yang telah dijabarkan diatas dan dari
beberapa penelitian terdahulu mengenai keterlibatan kerja, kepuasan kerja
dan komitmen pegawai, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1: Diduga ada pengaruh keterlibatan kerja (job involvement) terhadap
komitmen organisasi pegawai pada KSP KARYA UTAMA Bondowoso.
H2: Diduga ada pengaruh kepuasan kerja (job satisfaction) terhadap
komitmen organisasi pegawai pada KSP KARYA UTAMA Bondowoso.
35
H3: Diduga ada pengaruh secara bersama-sama keterlibatan kerja (job
involvement) dan kepuasan kerja (job satisfaction) terhadap komitmen
organisasi pegawai pada KSP KARYA UTAMA Bondowoso.