bab ii landasan teori a. 1. a. pengertian budaya...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Budaya Religius
a. Pengertian Budaya Religius
Menurut Sahlan (2010:70) Istilah budaya mula-mula datang dari disiplin
ilmu antropologi sosial. Istilah budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola
prilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya
dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi atau suatu masyarakat atau
penduduk yang ditranmisikan bersama. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
budaya (cultural) diartikan sebagai: pikiran; adat istiadat; sesuatu yang sudah
berkembang; sesuatu yang menjadi kebiasaan dan sukar di rubah.
Menurut Fathurrohman (2015:43) Budaya atau culture merupakan istilah
yang datang dari disiplin antropologi sosial. Dalam dunia pendidikan budaya
dapat digunakan sebagai transmisi pengetahuan, karena sebenarnya yang tercakup
dalam budaya sangatlah luas. Budaya laksana software yang berada dalam otak
manusia, yang menuntun persepsi, mengedentifikasi apa ynag dilihat,
mengarahkan fokus pada satu hal serta menghindar dari yang lain. Koentjaningrat
(dalam Daryanto, 2015:1) mendifinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang di jadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
Menurut Fathurrohman (2015:51) Budaya religius dalam pendidikan
adalah upaya terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam
berprilaku dan buaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan
9
menjadikan agama sebagai tradisi dalam lembaga pendidikan maka secara sadar
maupun tidak ketika warga lembaga mengikuti tradisi yang telah tertanam
tersebut sebernarnya warga lembaga pendidikan sudah melakukan ajaran agama.
Dari sekian banyak nilai yang terkandung dalam sumber ajaran Islam, nilai yang
fundamental adalah nilai tauhid. Ismail raji al-faruqi, memformulasikan bahwa
kerangka Islam berarti memuat teori-teori, metode, prinsip dan tujuan tunduk pada
esensi Islam tauhid. Dengan demikian, pendidikan agama Islam dalam
penyelenggaraannya harus mengacu pada nilai fundamental tersebut. Nilai
tersebut memberikan arah dan tujuan dalam proses pendidikan dan memberikan
motivasi dalam aktivitas pendidikan. Konsepsi tujuan pendidikan yang
mendasarkan pada nilai tauhid menurut an-nawawi tersebut “ahdaf al-rabbani”
yakni tujuan yang bersifat ketuhanan yang seharusnya menjadi dasar dalam
kerangka berpikir dan cara bertindak dan pandangan hidup dalam system dan
aktivitas pendidikan. Berkaitan dengan penjelasan di atas budaya religius
merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas
nilai-nilai religius (keberagamaan). Religius menurut agama Islam adalah
menjalankan ajaran agama secara menyeluruh.
Pada tataran nilai, budaya religius: semangat berkorban, semangat
persaudaraan, semangat saling menolong, dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan
dalam tataran prilaku, budaya religius berupa: tradisi sholat berjamaah, gemar
bersodaqoh, rajin belajar, sopan dan prilaku mulia lainnya. Menurut Sahlan
(2009:77) budaya religius pada hakikatnya adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran
agama sebagai tradisi dalam berprilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh
seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah
10
maka secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang
telah tertanan tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama.
Sahlan (2010:116) Budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang
melandasi prilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan symbol-simbol yang di
praktikan oleh kepala sekolah, guru, petugas adminitrasi, peserta didik dan
masyarakat sekolah.
b. Penciptaan Budaya Religius di Sekolah
Budaya religius di sekolah merupakan budaya yang tercipta dari
pembiasaaan suasana religius yang berlangsung lama dan terus-menerus bahkan
sampai muncul kesadaran dari semua warga sekolah untuk melakukan nlai
religius itu. Fathurrohman (2015:104) berpendapat bahwa budaya religius
merupakan hal yang urgen dan harus diciptakan di lembaga pendidikan, karena
lembaga pendidikan merupakan salah satu lembaga yang mentranformasikan nilai
atau melakukan pendidikan nilai. Sedangkan budaya religius merupakan salah
satu wahana untuk meentransfer nilai kepada peserta didik. Tanpa adanya budaya
religius, maka pendidikan akan kesulitan melakukan transfer nilai kepada perserta
didik dan transfer nilai tersebut tidak cukup hanya dengan mengandalkan di dalam
kelas saja.
Muhaimin (dalam Sahlan, 2009:47) menyatakan bahwa penciptaan
suasana religius sangat di pengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat model itu
akan di terapkan beserta penerapan nilai yang mendasarinya. Pertama penciptaan
budaya religius yang bersifat vertikal dapat di wujudkan dalam bentuk
meningkatkan hubungan dengan ALLAH SWT melalui peningkatan secara
kuantitas maupun kualitas kegiatan keagamaan di sekolah yang bersifat ubudiyah,
11
seperti: sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, do’a bersama, dan lainnya. Kedua
penciptaan budaya religius yang bersifat horizontal yaitu lebih mendudukkan
sekolah sebagai institusi social religius, yang jika dilihat dari struktur hubungan
antar manusianya, dapat di klasifikasikan dalam tiga hubungan, yaitu: hubunan
atasan bawahan, hubunan professional, hubungan sederajat atau sukarela yang di
dasarkan pada nilai religius seperti: persaudaraan, kedermawanan, kejujuran,
saling megthormati dan sebagainya. Fathurrohman (2015:81) berpendapat bahwa
Penciptaan budaya religius yang dilakukan disekolah semata-mata karena
merupakan pengembangan dari potensi manusia yang ada sejak lahir atau fitrah.
c. Nilai Religius
Nilai religius merupakan dasar dari pembentukan budaya religius, karena
tanpa adanya penanaman nilai religius, maka budaya religius tidak akan terbentuk.
Fathurrohman (2015:52) berpendapat kata nilai religius berasal dari gabungan dua
kata, yaitu kata nilai dan kata religius. Kata nilai dapat dilihat dari segi etimologi
dan terminologis. Dari segi etimologi nilai adalah adalah harga, derajat. Nilai
adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan tertentu.
Sedangkan dari segi terminologis nialai adalah kualitas empiris yang seolah-olah
tidak bisa didefinisikan.
Menurut Gay Hendricks dan Kate Laduman (dalam Sahlan, 2010:67)
terdapat beberapa sikap religius yang tampak dalam diri seseorang dalam
menjalankan tugasnya, di antaranya:
a) Kejujuran
Rahasia untuk meraih sukses menurut mereka adalah dengan selalu
berkata jujur. Mereka menyadari, justru ketidakjujuran kepada pelanggaran, orang
12
tua, Pemerintah, masayarakat pada akhirnya akan mengakibatkan diri mereka
sendiri terjebak pada kesulitan yang berlarut-larut.
b) Keadilan
Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil
kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun.
c) Bermanfaat bagi orang lain
Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap religius yang tampak dari diri
seseorang.
d) Rendah hati
Sikap rendah hati adalah sikap yang tidak sombong mau mendengarkan
pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan atau kehendaknya.
e) Bekerja efisien
Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan saat
itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka
menyelesaikan pekerjaannya dengan santai namun mampu menyelesaikannya.
f) Disiplin tinggi
Mereka sangatlah disiplin, kedisiplinan mereka tumbuh dari semangat
penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan.
g) Keseimbangan
Orang yang memiliki sifat religius sangat menjaga keseimbangan
hidupnya, khususnya empat aspek inti dalam kehidupannya, yaitu: keintiman,
pekerjaan, komunitas dan spiritualitas.
Dalam konteks pembelajaran, beberapa nilai religious tersebut bukanlah
tanggung jawab guru agama semata. Kejujuran tidak hanya di sampaikan dalam
13
pembelajaran agama saja, tetapi juga lewat mata pelajaran lainnya. Misalnya
seorang guru matematika mengajarkan kejujuran lewat rumus-rumus pasti yang
menggambarkan suatu kondisi yang tidak kurang dan tidak lebih atau apa adanya.
Sahlan (2009:77) menyatakan bahwa budaya religius pada hakikatnya adalah
terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berprilaku dan budaya
organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama
sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak ketika warga
sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanan tersebut sebenarnya warga sekolah
sudah melakukan ajaran agama.
Keberagamaan atau religiusitas seseorang diwujutkan dalam berbagai sisi
kehidupannya. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang
melakukan prilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain
yang di dorong oleh kekuatan supranatuaral. Menurut Madjid (dalam Sahlan,
2009:69) agama bukanlah sekedar tindakan tindakan ritual seperti sholat dan
membaca do’a. Agama lebih dari itu, yaitu keseluruhan tingkah laku manusia
dalam hidup ini yang ti gkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur
atas dasar percaya atau iman kepada ALLAH dan tanggung jawab pribadi di
kemudian.
Beberapa penjelasan di atas dapat di pahami bahwa nilai religius adalah
nilai nilai kehidupan yang mencerminkan tumbuh kembangnya beragama yang
terdiri dari tga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah dan akhlak. Bila nilai-nilai
religious tersebut telah tertanam pada diri siswa dan di pupuk dengan baik, maka
dengan sendirinya akan tumbuh menjadi jiwa agama. Dalam hal ini jiwa agama
merupakan suatu kekuatan batin, daya dan kesanggupan dalam jasad manusia
14
yang menurut para ahli ilmu jiwa agama, kekuatan tersebut bersarang pada akal,
kemauan dan perasaan.
d. Pentingnya Pelaksanaan Budaya Religius dalam Membentuk Karakter
Agama sangatlah penting untuk pedoman hidup manusia karena dengan
bekal agama yang cukupakan memberikan dasar yang kuat ketika akan bertindak,
dalam nilai religius berisi tentang aturan-aturan kehidupan dan pengendali diri
dari perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat agama. Kebiasaan-kebiasaan
religius yang kuat merupakan landasan bagi siswa untuk kelak menjadi orang
yang dapat mengendalikan diri terhadap hal-hal yang bersifat negatif. Sahlan
(2009:77) menyatakan bahwa budaya religius pada hakikatnya adalah
terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berprilaku dan budaya
organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah.
Budaya religius merupakan hal yang urgen dan harus diwujudkan dalam
lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Fathurrohman
(2015:162) mengungkapkan Salah satu fungsi budaya religius adalah wahana
untuk mentransfer nilai kepada peserta didik. Tanpa adanya budaya religious
maka pendidik akan kesulitan melakukan transfer nilai kepada anak didik dan
transfer nilai tersebut tidak tidak cukup hanya dengan mengandalkan
pembelajaran di dalam kelas. Karena pembelajaran di kelas rata-rata hanya
menggembleng aspek kognitif saja.
e. Peran Sekolah dalam Pelaksanaan Budaya Religius
Sekolah juga sangat berperan penting dalam pelaksanaan budaya religious
di sekolah dan tersedianya sarana dan prasarana dalam mendukung pelaksanaan
tersebut. Sahlan (2010: 116) Budaya religius adalah sekumpulan nilai -nilai agama
15
yang melandasi prilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol -simbol yang di
praktikan oleh kepala sekolah, guru, petugas adminitrasi, peserta didik dan
masyarakat sekolah.
Fathurrohman (2015: 90) Budaya religius merupakan budaya yang tercipta
dari pembiasaan suasana religius yang berlangsung lama dan terus menerus
bahkan sampai muncul kesadaran dari semua warga sekolah untuk melakukan
nilai religius itu.
1) Kepala sekolah
Kepala sekolah sebagai manajer harus mempunyai komitmen yang kuat
tentang pentingnya pendidikan karakter dan mampu membudayakan nilai-nilai
religius dalam pembentukan karakter siswa. Karna oreng pertama selain guru
yang akan di tiru olek siswa selama berada di lingkungan sekolah adalah kepala
sekolah.
2) Guru
Guru sebagai pendidik dan panutan bagi peserta didik mempunyai peran
yang sangat penting dalam penanaman nilai-nilai yang baik bagi siswa
.karnahakikat seorang guru adalah memberikan contoh serta menjadi panutan
yang baik bagi siswa (guru di gugu dan ditiru).
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui peran pihak sekolah yang
terdiri dari kepala sekolah dan guru yang ada di SDN Junrejo 01 Batu tersebut
dalam mendukung pelaksanaan budaya religius dalam membentuk karakter siswa.
Keikutsertaan pihak sekolah dalam mendukung terlaksananya kebiaasaan
keberagamaan sangat penting agar siswa menemukan contoh yang patut
16
dijadikannya teladan dan terciptanya lingkungan yang kondusif dalam
pembentukan karakter.
f. Pengintegrasian Pelaksanaan Budaya Religius
Fathurrohman (2015: 197) Berpendapat bahwa, budaya religius ada yang
berbentuk kegiatan keagamaan, baik secara harian, maupun rutinan dan ada yang
berbentuk aktivitas sehari-hari. Dalam bentuk kegiatan keagamaan harian
misalnya adalah berdo’a pada awal dan akhir pelajaran, rutinan seperti adanya
kegiatan-kegiatan pada acara tertentu, misalnya seperti ketika puasa ramadhan dan
menjelang hari raya, dan ada yang berbentuk aktivitas sehari-hari seperti sopan
santun terhadap tamu, selalu tersenyum, dan sebagainya.
1) Pengintegrasian dalam program pengembangan diri
Perencanaan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat
dilakukan melalui integrasi dalam program pengembangan diri, program
pengembangan diri dapat diintegrasikan dalam kegiatan sehari-hari disekolah,
diantaranya melalui kegiatan-kegitan berikut:
a. Kegiatan rutin
Kemendikbud (2010: 15) menyebutkan bahwa kegiatan rutin merupakan
kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten
setiap saat. Seperti: mengadakan sholat dhuha dan dhuhur berjamaah,
membaca juz amma, asmauh husna, dan PAP penanaman aqidah pagi.
b. Kegiatan spontan
Kemendiknas (2010: 16) menyebutkan bahwa kegiatan spontan yaitu kegiatan
yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan
biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui
17
adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi
pada saat itu juga. Seperti: mengajak siswa melaksanakan sholat berjamaah,
memperingatkan siswa yang tidak sholat dan mendo’akan teman yang sakit.
c. Keteladanan
Kemendiknas (2010: 17) menyebutkan bahwa keteladanan adalah prilaku dan
sikap guru dan ketenaga pendidikan yang lain dalam memberikan contoh
terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan jadi panutan bagi
peserta didik untuk mencontohnya. Seperti: peran aktif guru dalam
mendampingi pelaksanaan pembacaan juz amma, dan meneladani siswa saat
hendak melaksanakan sholat berjamaah dan mendampingi siswa saat kegiatan
PAP penanaman aqidah pagi.
d. Pengkondisian
Kemendiknas (2010: 17) menyebutkan untuk mendukung keterlaksanaan
pendidikan budaya dan karakter bangsa maka sekolah harus dikondisikan
sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Seperti: penyediaan alat-alat
sholat yang baik, ruang sholat yang nyaman dan tempat wudhu’ yang bersih
serta poster tata cara sholat dan wudhu’ yang benar.
2) Pengintegrasian dalam mata pelajaran
Kemendiknas (2010: 18) menyebutkan bahwa Perkembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari
setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP.
a) Di bagian pembukaan terdapat kegiatan membaca do’a bersama sebelum
memulai pembelajaran.
18
b) Di bagian inti terdapat pemberian motivasi dan penanaman nilai kejujuran.
c) Di bagian penutup terdapat kegiatan membaca do’a sebelum menutup
pembelajaran.
3) Pengintegrasian dalam budaya sekolah
Kemendiknas (2010: 19) menyebutkan bahwa melaksanaan nilai-nilai
dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah
mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor,
tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan siswa dan menggunakan
fasilitas sekolah. Berupa kebiasaan sehari hari yang di lakukan siswa di
sekolah
a) Kelas
Kemendiknas (2010: 20) menyebutkan bahwa melalui proses belajar setiap
mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan
belajar mengembangkan kemampuan dalam ranak kognitif, afektif,
psikomotor. Seperti: berdo’a sesuai ajaran agama masing masing, bersalaman
dan mengucapkan salam sebelum masuk kelas.
b) Sekolah
Kemendiknas (2010: 21) menyebutkan bahwa melalui kegiatan sekolah yang
diikuti oleh semua peserta didik, guru kepala sekolah dan tenaga adminitrasi
di sekolah itu yang direncanakan sejak awal tahun pelajaran lal dimasukkan ke
dalam kalender akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari
budaya sekolah. Seperti: melakukan kegiatan keagamaan di sekolah,
memperingati hari besar keagamaan dan pondok ramadhan.
19
c) Luar sekolah
Kemendiknas (2010: 22) menyebutkan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain yang diikuti seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang
sekolah sejak awal tahun pelajaran dan dimasukkan ke dalam kalender
akademik. Seperti: mengikuti lomba kaligrafi dan adannya jadwal piket
membersihkan mushola, merapikan alat sholat dan pembagian zakat fitrah.
2. Karakter
a. Pengertian Karakter
Wynne 1991 (dalam Mulyasa, 2012: 3) mengemukakan bahwa karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tomark” (menandai) dan memfokuskan
pada bagaimana penerapan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau prilaku
sehari-hari. Oleh sebab itu seseorang yang berprilaku tidak jujur, curang, kejam
dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang
berprilaku jujur, baik dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki
karakter baik/mulia.Victoria neufeld and david B. Guralnik (dalam Muslich,
2011:71) mendifinisikan karakter adalah kata ‘watak’ yang diartikan sebagai sifat
batin manusia yang mempengaruhi segenap pemikiran dan tingkah laku; budi
pekerti; tabiat. Menurut Alwison (dalam Taufik 2011:20) karakter diartikan
sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar salah, baik buruk,
baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian
karena pengertian dari kepribadian debebaskan dari nilai. Namun begitu baik
kepribadian (personality) maupun karakter, berwujud tingkah laku yang
ditunjukkan kelingkungan sosial. Menurut Kurtus (dalam Taufik, 2011:20)
berpendapat bahwa karakter adalah seperangkat tinkah laku atau prilaku
20
(behavior) dari seseorang yang dengan melihat tingkah laku orang tersebut
kemudian akan di kenal sebagai pribadi tertentu. Karakter akan menentukan
kemampuan seseorang untuk mencapai cita-citanya dengan efektif, kemampuan
untuk berlaku jujur dan berterus terang kepada orang lain, serta kemampuan untuk
taat pada tata tertib dan aturan yang ada.
Kemendiknas (2010: 3) menebutkan bahwa karakter adalah watak, tabiat,
akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi sebagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, erfikir, bersikap dan bertindak. Kebajukan terdiri dari sejumlah nilai,
moral dan norma seperti jujur, berani bertindak dapar di percaya dan hormat
kepada orang lain. Suyanto (dalam Muslich 2011: 70) menyatakan bahwa karakter
adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan
Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
buat.
b. Hakikat Karakter
Wynne 1991 (dalam Mulyasa 2012: 3) mngemukakan bahwa karakter
berasal dari bahasa yunani yang berarti to “mark” (menandai) dan memfokuskan
pada bagaimana penerapan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau prilaku
sehari-hari. Oleh sebab itu, seseorang yang berprilaku tidak jujur, curang, kejam
dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang
berprilaku jujur, baik dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki
karakter baik/mulia.
21
Mulyasa (2012: 3) pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi
dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan
masalah benar salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang
hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak atau peserta didik memiliki
kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk
menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon
situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui prilaku
baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai
karakter mulia lainnya. Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan
dengan iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan pernyataan aristoteles, bahwa
karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus-menerus di
praktikkan dan diamalkan.
c. Tujuan Pendidikan Karakter
Mulyasa (2012:9) Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan
standar kompetensi lulusan pada setiap satuan penddikan. Melalui pendidikan
karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan mengintegrasikan serta
memersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam prilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengaah pada
pembentukan budaya sekolah/madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi prilaku,
22
tadisi, kebiasaan sehari-hari serta symbol-symbol yang di praktikkan oleh semua
warga sekolah/madrasah dan masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah/madrasah
merupakan ciri khas, karakter/watak, dan citra sekolah/madrasah tersebut di mata
masyarakat luas.
d. Implementasi pendidikan karater
Mulyasa (2012: 9) Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada
keteladanan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan; melalui berbagi tugas
keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan demikian, apa yang di lihat, di dengar,
dirasakan dan di kerjakan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka.
Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan
utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga sangat
penting, dan turut membentuk karakter peserta didik.
e. Nilai Nilai Karakter
Penguatan pendidikan karakter merupakan poros utama perbaikan
pendidikan nasional yang berkaitan erat dengan berbagai program prioritas
pemerintah. Menurut kemendikbud (2017 : 5) Ada 5 nilai utama karakter pada
penguatan pendidikan karakter (PPK) sebagai berikut:
1) Nasionalisme
Terdiri dari cinta tanah air, semangat kebangsaan dan menghargai
kebinnekaan.
2) Integritas
Terdiridari Kejujuran, keteladanan, kesetaraan dan cinta pada lingkungan.
3) Mandiri
Terdiri dari Kerja keras, kreatif, disiplin, berani dan pembelajaran.
23
4) Gotong royong
Terdiri dari Kerja sama, solidaritas, saling menolong dan kekeluargaan.
5) Religius
Terdiri dari Beriman bertaqwa, bersih, toleransi dan cinta lingkungan.
Sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang membahas tentang analisis pelaksanaan budaya religius,
sepanjang pengetahuan peneliti belum ada yang meneliti, namun penelitian
dengan judul yang hampir sama sebelumnya sudah dilakukan oleh peneliti
diantaranya:
Pertama skripsi oleh Annis (2014). Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pelaksanaan nilai religius dalam pendidikan karakter di SD
Negeri 1 Kutowinangun Kebumen. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Subjek penelitian adalah guru dan siswa.Penelitiandilaksanakan pada
bulan Maret 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan model Milles
and Huberman yaitu reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Teknik
pemeriksaan keabsahan data dengantriangulasi sumber dan teknik. Hasil
penelitian menunjukan bahwa: (1) persepsi guru tentang pentingnya nilai religius
dalam pendidikan karakter merupakan salah satu sumber yang melandasi
pendidikan karakter dan sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa sejak dini
karena dengan bekal keagamaan yang yang kuat sejak dini akan memperkokoh
24
pondasi moral siswa di masa depan. (2) Peran sekolah dalam mendukung
pelaksanaan nilai karakter religius dalam pendidikan karakter yaitu menyediakan
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan, memberikan izin kepada guru untuk
mengadakan suatu program kegiatan, mendukung adanya kegiatan-kegiatan yang
ada di luar sekolah, serta memberikan teladan yang baik bagi siswa. (3)
Pelaksanannya melalui program pengembangan diri yang terdiri dari kegiatan-
kegiatan rutin yang ada di sekolah, kegiatan spontan yang dilakukan guru pada
siswa, keteladanan yang diberikan guru, dan pengkondisian sekolah yang
diciptakan sedemikian rupa. Pelaksanaan melalui mata pelajaran dengan cara
menyisipkannya dalam materi pelajaran atau pesan-pesan moral. Pelaksanaan
melalui budaya sekolah yang terdiri dari budaya yang ada di kelas, sekolah, dan
luar sekolah.
Kedua skripsi oleh Ahmad (2013). Upaya Pembinaan Karakter Religius
dan Disiplin Melalui Kegiatan Keagamaan Siswa di SMP N 2 Kalasan. Skripsi,
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Latar belakang penelitian ini adalah terjadinya
kemerosotan akhlak (perilaku) disebabkan oleh kurang tertananmnya jiwa agama
pada seseorang dan tidak terlaksananya pendidikan agama sebagaimana mestinya
di keluarga, sekolah,dan masyarakat. Agama yang tertanam dengan baik akan
memberikan dampak yang positif pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam upaya
pembinaan karakter religius dan disiplin melalui kegiatan keagamaan siswa,
bentuk-bentuk kegiatannya, dan hasil dari pembinaan karakter religius dan
disiplin melalui kegiatan keagamaan di SMP N 2 Kalasan.Hasilpenelitian ini
25
diharapkan dapat memberikan sumbangan dan pengembangan bagi guru-guru dan
orang tua dalam mendidik dan membina karakter anak di sekolahan maupun di
rumah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan mengambil
latar di SMP N 2 Kalasan Sleman Yogyakarta. Metode pengumpulan data
dilakukan antara lain menggunakan metode observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian diseleksi dan dianalisis melalui 1)
pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, 4) simpulan. Adapun
penelitian ini memakai teknik pemeriksaan keabsahan data yaitu teknik
trianggulasi sumber data dan metode.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya pembinaan karakter
religius dan disiplin melalui kegiatan keagamaan siswa yang dilaksanakan di
SMPN 2 Kalasan adalah dengan perencanaan sekolah yang matang dan bekerja
sama dengan seluruh stake holder sekolah, penambahan jam pelajaran PAI untuk
praktik, kerja sama yang baik dengan semua pihak di sekolah, pembiasaan dan
kedisiplinan ibadah siswa, reward and punishment, peraturan yang tegas, dan
paraguru juga menanamkan keteladanan kepada siswa. ada dua bentuk kegiatan
pembinaan karakter disiplin dan religius di SMP N 2 Kalasan,pertama, kegiatan
keagamaan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang terdiri dari
kegiatan sholat dhuha, dzikir, doa bersama, baca tulis, tadarus Al-Qur’an, dan
praktik PAI. Kedua, bentuk-bentuk kegiatan keagamaan siswa di luar
pembelajaran PAI, yaitu kegiatan shalat zuhur berjamaah, shalat Jumat berjamaah,
Jumat terpadu, pengajian bulanan Ahad pagi, pengajian PHBI, lomba-lomba
keagamaan, dan ekstrakurikuler keagamaan. Dan hasil dari upaya pembinaan
karakter disiplin dan religius melalui kegiatan keagamaan siswa adalah sebagai
26
berikut : 1) Meningkatkan kebiasaan beribadah siswa, 2) Kemampuan membaca
Al-Quran siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya, 3) Siswa menerima ajaran
Islam baik secara teori maupun praktik, 4) Adanya kepatuhandalam mengikuti
kegiatan keagamaan siswa, 5) Siswa mudah diatur dan ditertibkan saat
pelaksanaan kegiatan keagamaan.
27
C. Kerangka Berpikir
Analisis pelaksanaan budaya religius dalam membentuk
karakter siswa di SDN junrejo 01 batu
Kegiatan
Pengembangan diri
Pengintegrasian
mata pelajaran
Budaya sekolah
GURU
- Wawancara
- Dukumentasi
SISWA
- Angket
- Dukumentasi
KARAKTER SISWA