bab ii landasan teori a. 1. hakekat olahraga · inti dari pengertiannya mengandung tiga unsur yaitu...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakekat Olahraga
a. Pengertian Olahraga
Olahraga saat ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gaya
hidup sebagian besar umat manusia. Olahraga yang sebelumnya hanya dipandang
sebelah mata oleh para masyarakat lambat laun memperoleh nilai tersendiri di
dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari mulai banyaknya para peneliti maupun
ilmuwan yang menciptakan temuan-temuan terbarunya dalam bidang olahraga,
tak hanya itu saja olahraga lambat laun mempunyai peranan tersendiri dalam
bidang industri dan yang paling pokok adalah olahraga dapat dijadikan sebuah
sarana untuk membentuk manusia yang utuh.
Olahraga menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia karena manusia
pada dasarnya diciptakan untuk selalu bergerak dalam mencukupi segala macam
kebutuhan hidupnya. Olahraga mempunyai unsur pokok berupa gerakan tubuh
yang berarti itu sesuai dengan kodrat manusia yang ingin selalu bergerak, namun
olahraga mempunyai sebuah kriteria tersendiri yang membedakan olahraga
dengan gerakan tubuh pada umumnya. Olahraga merupakan serangkaian gerakan
tubuh yang teratur dan terencana untuk memelihara dan meningkatkan
kemampuan gerak yang bertujuan untuk meningkatkan derajat sehat dinamis
(sehat dalam gerak) dan sehat statis (sehat dikala diam).
Prestasi dalam kegiatan olahraga menjadi salah satu alasan seseorang tekun
untuk terus berolahraga. Sejalan dengan Undang-Undang RI nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I pasal 1 ayat 4 yang menyatakan
bahwa “Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong,
membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial”. Olahraga
merupakan sebuah kegiatan fisik yang bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun
dan dimanapun. Tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan
sebagainya. Olahraga mempunyai peran penting dalam pembangunan sebuah
bangsa. Di dalam kegiatan olahraga tergambar aspirasi dan nilai-nilai luhur suatu
10
masyarakat, yang tercermin melalui hasrat untuk mewujudkan diri melalui
prestasi olahraga. Indikator kemajuan prestasi olahraga dapat tercermin dari
keberhasilan negara tersebut dalam meningkatkan prestasi olahraganya,
harapannya adalah olahraga di Indonesia dijadikan alat untuk mendorong gerakan
kemasyarakatan bagi lahirnya insan manusia unggul baik secara fisik, mental,
intelektual, sosialnya serta mampu membentuk manusia seutuhnya.
Pemahaman tentang konsep olahraga dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kosasih (1980: 20) istilah sport berasal dari bahasa latin
“disportare” atau “deporate” dalam Bahasa Italia menjadi “diporte” yang artinya
penyenangan, pemeliharaan, atau menghibur untuk bergembira. Istilah olahraga
dan sport berubah sepanjang waktu, namun memiliki pengertian yang sama yaitu
inti dari pengertiannya mengandung tiga unsur yaitu bermain, latihan fisik, dan
kompetisi. Wirjasantosa (1984: 21) berpendapat bahwa “olahraga berarti
memperkembangkan, memasak, mematangkan, menyiapkan manusia sedimikian
rupa, sehingga dapat melaksanakan gerakan-gerakan dengan efektif dan efisien”.
Nuansa usaha keras mengandung ciri permainan dan konfrontasi melawan
tantangan tercermin dalam definisi UNESCO tentang sport yaitu: setiap aktifitas
fisik berupa permainan yang berisiskan perjuangan melawan unsur-unsur dan
orang lain ataupun diri sendiri. Dari definisi di atas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa olahraga tidak digunakan untuk dalam pengertian olahraga
kompetitif yang sempit, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan
aktifitas fisik yang resmi terorganisasi dan tidak resmi yang tampak dalam
kebanyakan cabang-cabang olahraga namun juga dalam bentuk yang mendasar
seperti senam, latihan kebugaran jasmani atau aerobik.
Olahraga mengandung unsur pokok berupa gerakan tubuh manusia. Gerak
merupakan kebutuhan hakiki bagi manusia. Kebutuhan gerak ini adalah gerak
spesifik dan dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan yang jelas. Gerak
adalah kebutuhan dasar manusia, sama halnya seperti makan dan minum. Salah
satu karakteristik mahkluk hidup di dunia ini termasuk manusia adalah melakukan
gerakan. Olahraga dan aktivitas fisik merupakan dua hal yang sulit untuk
dibedakan karena keduanya mempunyai unsur pokok yang sama berupa gerakan
tubuh manusia. Neilson (1978: 3) menyatakan bahwa “manusia berubah sangat
11
sedikit selama 50.000 tahun yang berkaitan dengan organisasi tentang struktur dan
fungsi yang dibawa sejak lahir”. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa
perubahan utama bukan terjadi pada manusianya tetapi pada kemampuan manusia
untuk selalu beradaptasi menghadapi perubahan yang terjadi pada lingkungannya.
Manusia berusaha untuk selalu merubah keadaan lingkungannya agar nyaman
ditinggali. Pada jaman primitif gerakan pada mulanya berupa naluri untuk
mempertahankan diri dari ancaman yang datang dari luar dan juga untuk dapat
mendapatkan makanan. Lambat laun gerakan itu berubah dari pelaksanaan gerak
yang tidak terencana menjadi gerakan yang terencana.
b. Ruang Lingkup Olahraga
Undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
Bab II Pasal 4 menetapkan bahwa keolahragaan naisonal bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran, prestasi, kualitas manusia,
menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan
membina persatuan dan kesatuan bangsa memperkokoh ketahanan nasional, serta
mengangkat, harkat, martabat dan kehormatan bangsa. Kemudian pada Bab VI
Pasal 17 ruang lingkup olahraga itu sendiri mencakup tiga pilar yaitu olahraga
pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Ketiga pilar olahraga ini
dilaksanakan melalui pembinaan dan pengembangan olahraga secara terencana,
sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan, yang dimulai dengan pembudayaan
pengenalan gerak pada usia dini, pemassalan olahraga dengan menjadikan
olahraga sebagai sebuah gaya hidup pemassalan olahraga dilakukan melalui media
maupun sebuah kebijakan pemerintah yang mendorong berkembangnya olahraga,
selanjutnya pembibitan dengan penelusuran bakat dan pemberdayaan pusat-pusat
keolahragaan, serta peningkatan prestasi dengan pembinaan olahraga unggulan
nasional sehingga olahragawan andalan dapat meraih puncak prestasi.
1). Olahraga Pendidikan
Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan sebagai proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk
memperoleh pengetahuan kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan
12
kebugaran jasmani. Olahraga pendidikan sebagai bagian dari proses
pendidikan secara umum yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan baik
satuan pendidikan formal maupun non formal, biasanya dilakukan oleh satuan
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, guru pendidikan jasmani dengan
dibantu oleh tenaga olahraga membimbing terselenggaranya kegiatan
keolahragaan.
Di sekolah atau satuan pendidikan penjasorkes berperan penting, hal ini
berkaitan dengan dua hal yakni sisi pendidikan jasmani yang bersifat edukatif
dan dari sisi olahraga yang mengarah kepada aspek prestasi. Kedua hal ini
merupakan hal yang terkandung dalam penjasorkes, karena disitulah ditempa
pribadi peserta didik agar memiliki jasmani dan rohani yang sehat, bugar,
segar, dan sekaligus memungkinkan untuk meraih prestasi, tentu saja
termasuk prestasi dibidang olahraga. Disamping itu, masih ada dimensi
terpendam pendidikan jasmani yang bisa mengembangkan dan membentuk
kemampuan serta kepribadian setiap individu misalnya sikap semangat,
pantang menyerah, emosi, kejiwaan, tanggung jawab, toleransi, dan
sebagainya.
Penjasorkes merupakan pilar dalam membangun tingkat kebugaran,
karena dimensi gerak sebagai aktivitas utamanya memiliki implikasi nyata
bagi penumbuhan kesehatan baik itu individu, kelompok, maupun masyarakat
luas. Dengan demikian penjasorkes dapat menjadi salah satu alat untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang
sehat dan bugar baik dari aspek jasmani maupun rohani. Di sisi lain,
penjasorkes pada satuan pendidikan menjadi penting terutama jika dikaitkan
dengan proses pembibitan dan pembinaan dalam rangka peningkatan prestasi
olahraga. Melalui satuan pendidikan ini, jenjang-jenjang pembibitan dan
pembinaan prestasi olahraga akan terukur secara sistematis dan terfokus. Hal
ini penting diperhatikan karena dari proses yang panjang ini dapat melahirkan
juara sejati dari cabang olahraga yang menjadi fokus perhatiannya. Jika
pembibitan dan pembinaan dilakukan sejak usia dini, yakni sejak usia sekolah
dasar secara konsisten, terencana, dan berkelanjutan, bukan hal yang tidak
13
mungkin dapat lahir atlet-atlet terbaik dari setiap cabang olahraga yang ada
dalam kurikulum pendidikan jasmani.
Menurut Standar Isi dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan untuk tingkat
SMA-MA disebutkan bahwasannya ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan meliputi aspek-aspek sebagi berikut:
a). Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan,
eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor, dan
manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola
basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan bela
diri, serta aktivitas lainnya.
b). Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh,
komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta
aktivitas lainnya.
c). Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan
tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta
aktivitas lainnya.
d). Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, senam
aerobic, serta aktivitas lainnya.
e). Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan di air,
keterampilan bergerak di air, dan renang, serta aktivitas lainnya.
f). Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan
lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung.
g). Kesehatan, meliputi: penanaman budaya hidup sehat dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan
tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih
makanan dan minuman yang sehat yang sehat, mencegah dan
merawat cedera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan
aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan
aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.
(Permendiknas No 22. 2006: 649).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap Pendidikan Jasmani
dan Olahraga penting karena dapat mendukung bagi pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) dibidang kesehatan, pendidikan, dan
kemiskinan, dalam hal ini penjasorkes dapat menjadi instrumen yang efektif
bagi peningkatan secara tidak langsung kesehatan dan kemiskinan. Misalnya,
olahraga dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kebugaran masyarakat.
Di Indonesia lebih dikenal dengan nama Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan (Penjasorkes). Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di
14
dalamnya terkandung 3 komponen isi yang seharusnya ada, yaitu:
Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga, dan Pendidikan Kesehatan.
a). Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang
terdapat dalam program pendidikan umum. Pendidkan jasmani
merupakan suatu proses pendidikan seorang individu maupun sebagai
anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui
berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan
kemampuan dan keterampilan jasmani, perumbuhan, kecerdasan dan
pembentukan watak. Dengan demikian dapat dikatakan di sini bahwa
pendidikan jasmani di sekolah bukan semata-mata ditekankan pada
pencapaian kesegaran fisik, pengembangan keterampilan, namun juga
menanamkan pentingnya hidup sehat dan pembentukan watak manusia
sejak masih kanak-kanak.
Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang melibatkan
aktivitas fisik dengan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut
Lutan (1998: 113) menyatakan bahwa “ Pendidikan Jasmani adalah
proses pendidikan via aktivitas jasmani, permainan dan/atau cabang
olahraga yang terpilih dengan maksud untuk mencapai tujuan
pendididkan”. Tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, mencakup
aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Berkenaan dengan
aspek fisik, tujuan utama pendidikan jasmani adalah untuk memperkaya
perbendaharaan gerak dasar anak-anak dengan aktivitas fisik, sesuai
dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhannya.
Sebagai alat pendidikan, pendidikan jasmani bukan hanya
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan jasmani siswa, tetapi
memlalui aktivitas jasmani dikembangkan pola potensi lainnya, seperti
kognitif, afektif dam psikomotor anak. Pendidikan jasmani berperan
penting terhadap pencapaian tujuan belajar mengajar secara keseluruhan.
Melalui pendidikan jasmani diharapkan dapat merangsang
perkembangan dan pertumbuhan jasmani siswa, merangsang
perkembangan sikap, mental, sosial, emosi yang seimbang serta
15
keterampilan gerak siswa. Pendidikan jasmani lebih menekankan proses
pemebelajarannya pada penguasaan gerak manusia. Pemahaman yang
lebih mendalam terhadap kecenderungan dan hakikat gerak ini, misalnya
melalui teori gerak dan teori belajar gerak, maka memungkinkan guru
lebih memahami tentang kondisi apa yang perlu disediakan untuk
memungkinkan anak belajar secara efektif.
Tidak dipungkiri bahwa dalam menjalankan proses pendidikan
jasmani di sekolah, guru mengalami banyak kendala misalnya
keterbatasan sarana dan prasarana olahraga. Dengan kondisi tersebut,
guru penjasorkes dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif. Model-model
pembelajaran pun banyak dibuat untuk menanggulangi keterbatasan
tersebut. Salah satu bentuk pembelajaran tersebut berkonsep pada joyfull
learning atau belajar yang menyenangkan. Desain atau rancangan
pembelajaran tersebut kemudian dielaborasi konsepnya menjadi konsep
PAIKEM yaitu Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (Kristiyanto, 2012: 15-16).
b). Pendidikan Olahraga
Pendidikan olahraga merupakan sebuah konsep hasil
pengembangan dari Penjasorkes diamana memiliki tujuan yang lebig
spesifik yaitu mengarah pada prestasi olahraga peserta didik. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Siedentop yang dikutip Sugiyanto dalam Lauh
(2013: 30) yang berpendapat bahwa,” model pendidikan olahraga dinilai
memiliki tujuan yang lebih ambisius dibanding dengan program olahraga
di dalam pendidikan jasmani. Pendidikan olahraga berusaha mendidik
murid untuk menjadi olahragawan yang kompeten, cerdas dan antusias.
Selanjutnya dijelaskan bahwa olahraga yang kompeten berarti memiliki
keterampilan yang memadai untuk berpartisispasi dalam pertandingan,
memahami dan dapat melakasanakan strategi sesuai dengan kompleksitas
permainan dan sebagi pemain yang berpengetahuan.
Olahragawan yang cerdas berarti mudah untuk memahami
peraturan, tatacara dan tradisi dalam olahraga serta dapat membedakan
anatara praktek olahraga yang baik dan yang buruk, baik pada anak-anak
16
maupun olahragawan profesional. Olahragawan yang antusias berarti
berpartisipasi dan berperilaku dalam cara memelihara, melindungi dan
mempertinggi budaya olahraga. Sebagai anggota kelompok olahraga
turut mengembangkan olahraga pada tingkat lokal, nasional dan
internasional.
Jika mengevaluasi dan menganalisisis dalam berbagai kejuaraan
dunia menunjukan bahwa hanya atlet tertentu cocok untuk olahraga
tertentu dan harus juga memiliki karakteristik psikologi dan mental yang
diperlukan. Selain itu juga memiliki kondisi fisik yang prima, memiliki
kecerdasan yang tinggi, memiliki teknik maupun taktik yang tinggi, serta
mempunyai pengalaman dalam berbagai tingkatan kompetisi. Prestasi ini
hanya didapat apabila pada masa kanak-kanak mempunyai pengalaman
gerak yang lengkap.
Pembinaan olahraga dilakukan secara sistematis, tekun dan
berkelanjutan pada pelajar SD, SMP dan SMA diharapakan member
pengalam gerak yang kompleks untuk bekal kehidupan kedepan nantinya
dan dapat menghasilkan prestasi yang tinggi. Dengan dimulainya
pembinaan olahraga pada usia muda, akan terwujud dalam proses awal
dari pembinaan olahraga sendiri yang dimulai dari pembinaan pelajar.
Usia anak SMP merupakan masa anak besar dan menginjak pada masa
adolosence dan merupakan masa yang ideal untuk menanamkan
kegemaran berolahraga pada cabang-cabang olahraga tertentu, karena
pada masa ini anak-anak masih mepunyai waktu dan kesempatan yang
cukup panjang, sehingga dapat meraih prestasi yang setinggi-tingginya.
Dalam penerapan olahraga pendidikan seorang guru Penjasorkes harus
memperhatikan porsi latihan yang akan diberikan kepada peserta didik.
Pada usia anak-anak, aktivitas fisik atau porsi latihan fisiknya harus
benar-benar diperhatikan dengan baik karena jika porsi yang diberikan
berlebihan hal ini dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak itu sendiri. Program latihan atau pembelajaran aktivitas fisik yang
diberikan harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan masing-masing
anak. Rekomendasi yang diberikan oleh Federasi Sports Medicine
17
Australia dalam Giriwijoyo dan Sidik (2012: 76) untuk olahraga (lari)
aerobik bagi anak-anak sebagai berikut:
Tabel 2.1. Rekomendasi Aktivitas Fisik Aerobik (lari)
Usia di Bawah Jarak Lari Tidak Boleh Lebih Dari
12 tahun
15 tahun
15-16 tahun
16-18 tahun
18 tahun
5 km
10 km
20 km
30 km
Marathon
Sumber : Federasi Sports Medicine Australia
dalam Giriwijoyo dan Sidik (2012: 76)
c). Pendidikan Kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap aktivitas
kehidupan dimana kesehatan harus selalu dijaga dan ditingkatkan. Cara
termurah untk menjaga kesehatan adalah dengan berolahraga dan
menjaga pola hidup sehat. Menurut Lutan dkk (1992: 50-51) bahwa
upaya pembinaan kesehatan pada dasarnya hanya terdiri atas dua bidang
garapan yaitu: (1) pembinaan kesehatan pada faktor manusia dan (2)
pembinaan kesehatan pada faktor lingkungan.
Slogan yang berbunyi “kesehatan merupakan harta yang paling
berharga” adalah benar adanya. Banyak orang yang tidak perduli akan
kesehatan bahkan tidak mementingkan kesehatan untuk dirinya sendiri.
Ketidaktahuan akan cara yang benar untuk menjaga kesehatan menjadi
salah satu faktor penyebabnya. Kehidupan sekolah yang terlalu
membebankan kepada tugas-tugas berkombinasi pula dengan kehidupan
di rumah yang tidak menekankan pentingnya hidup sehat akan
berdampak buruk pada kesehatan itu sendiri. Kemajuan teknologi yang
semakin tidak terkendali akan memberikan efek yang buruk jika tidak
diimbangi dengan kemawasan diri akan pentingnya hidup sehat sehingga
anak-anak akan terfokus pada kemajuan teknologi dan tidak
menyediakan waktu luang untuk berolahraga. Hal ini dapat menyebabkan
kebugaran tubuh anak-anak sekarang akan cenderung semakin rendah.
18
Seiring semakin rendahnya kesegaran jasmani, kian meningkat
kemalasan seseorang dalam melakukan gerak tubuh, lambat laun hal ini
dapat menimbulkan gejala penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan
gerak (hipokinetik) seperti kegemukan, tekanan darah tinggi, kencing
manis, nyeri pinggang bagian bawah. Selain itu penyakit jantung yang
biasanya menyerang manusia pada saat dewasa bisa saja beralih
menyerang pada masa kanak-kanak. Sejalan dengan itu, pengetahuan dan
kebiasaan makan yang tidak sehatpun semakin memperburuk masalah
kesehatan anak-anak. Dengan pola gizi yang tidak seimbang, mereka
menhadapkan diri mereka sendiri pada resiko penyakit degenerative
(menurunnya fungsi organ) yang semakin besar. Sangat penting untuk
menjaga kesehatan baik jasmani maupun rohani oleh karena itu
pendidikan kesehatan menjadi krusial khsusunya untuk pelajar di
sekolah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Giriwijoyo dan Sidik
(2012: 28) bahwa
“ olahraga kesehatan meningkatkan derajat sehat dinamis (sehat
dalam gerak), pasti juga sehat statis ( sehat dikala diam), tetapi
tidak pasti sebaliknya, gemar berolahraga : mencegah penyakit,
hidup sehat dan nikmat. Malas berolahraga : mengundang
penyakit. Tidak berolahraga : menelantarkan diri”.
Sugiyanto (2013: 34) menyatakan bahwa, “pendidikan kesehatan
pada dasarnya merupakan kajian yang bersifat multi disiplin”. Isinya
diambil dari banyak bidang ilmu lain kedokteran, kesehatan masyarakat,
kejasmanian, psikologi, biologi dan sosiologi. Lingkup kajiannya pun
luas yang mencakup antara lain hakekat sehat dan penyakit, kegizian,
pencegahan cedera, pertolongan pertama pada kecelakaan, pencegahan
penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang, hakekat perilaku dan
kebiasaan hidup sehat dan pemeliharaan kesehatan. Aspek layanan yang
termasuk di dalamnya meliputi penanganan kehidupan sekolah yang
sehat melalui pembelajaran pendidikan kesehatan dan diaplikasikan
dalam bentuk organisasi UKS dan PMR.
19
2). Olahraga Prestasi
Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan
olahragawan secara khusus, terprogram, berjenjang dan berkelanjutan melalui
kompetisi yang dilakukan selanjutnya para olahragawan yang memiliki
potensi untuk dapat ditingkatakan prestasinya akan dimasukan kedalam
asrama maupun tempat pelatihan khusus agar dapat dibina lebih lanjut guna
mendapatkan prestasi yang lebih tinggi dan dengan didukung bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi keolahragaan yang lebih modern. Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan adalah peningkatan kualitas
maupun kuantitas pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan
kaedah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk
peningkatan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru bagi kegiatan keolahragaan.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kristiyanto (2012: 12) yang
menyatakan bahwa, “Dalam lingkup olahraga prestasi, tujuannya adalah
untuk menciptakan prestasi yang setinggi-tingginya. Artinya bahwa berbagai
pihak seharusnya berupaya untuk mensinergikan hal-hal dominan yang
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi di bidang olahraga.
Sudut pandang teknologi berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip
teknik, termasuk mekanika gerak yang terbungkus dalam kajian ilmu
biomekanika olahraga, dalam bentuk efisiensi gerak, momentum, akselerasi,
dan sebagainya. Teknologi juga berarti pemutakhiran peralatan-peralatan
olahraga yang sesuai dengan kaidah mekanika gerak tubuh manusia agar
menimbulkan keamanan pada gerakan yang dilakukan oleh seorang
olahragawan. Telaahan penting yang diperlukan dalam peningkatan prestasi
olahraga juga berkaitan dengan kajian ilmu sosiologis. Kajian ilmu sosiologis
perlu dilakukan dalam upaya membantu mensosialisasikan olahraga kepada
berbagai tingkatan usia dan golongan. Teori struktural fungsionalisme,
konflik dan kritik perlu dimanfaatkan untuk memantapkan posisi olahraga di
dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat mengakses dengan mudah
segala kebutuhan untuk berolahraga. Gerakan sosialisasi olahraga ini perlu
20
dilakukan agar masyarakat dapat memahami makna dan tujuan berolahraga
yang sebenarnya.
Teori-teori psikologi juga perlu dilakukan dalam peningkatan prestasi
olahraga nasional terutama mendorong atau memicu motivasi berprestasi
dalam bidang olahraga. Selain itu, pembelajaran kepribadian atlet juga perlu
dilakukan untuk memahami para atlet, sehingga pada saat yang sama atlet
dapat dikokohkan kepribadiannya melalui kekuatan fisik, emosionl, dan
intelektual secara utuh. Pedagogi dapat diperbantukan dalam peningkatan
prestasi olahraga melalui kaidah-kaidah didaktik dan metodik yang akurat
pada pembinaan olahraga usia dini dan olahraga di sekolah secra
proporsional, selain itu juga perlu penerapannya dalam olahraga masyarakat.
Karena itu, perlu diproporsikan secara tepat kedudukannya aktivitas jasmani
dan olahraga yang ada di sekolah dan di masyarakat.
Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai kejayaan dan
kebanggaan suatu bangsa. Kejayaan olahraga nasional pernah ditorehkan
Indonesia pada perhelatan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta dengan
menduduki peringkat kedua setelah Jepang. Namun beberapa tahun
belakangan ini kejayaan olahraga di Indonesia mulai mengalami kemunduran
prestasi. Bahkan ditingkat regional Asia Tenggara prestasi olahraga Indonesia
mengalami kemunduran dari tahun-ketahun.
Untuk mendapatkan atlet olahraga yang berprestasi, disamping proses
latihan yang terprogram dan terencana dengan menerapkan prinsip-prinsip
latihan, juga harus memperhatikan asupan gizi para atlet, selain itu harus pula
di barengi dengan pengadaan kompetisi-kompetisi secara rutin agar atlet
dapat menerapkan teknik dan taktik yang diperoleh selama pelatihan di arena
sesungguhnya dan itu dapat mengasah mental para atlet itu sendiri dalam
menghadapi kompetisi yang sesungguhnya. Semakin banyak jam terbang atlet
dalam suatu kompetisi maka akan semakin berpengalaman pula atlet itu
dalam megnhadapi situasi yang berubah-ubah dalam pertandingan.
Pembinaan olahraga prestasi bertujuan untuk mengembangkan olahragawan
secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk
mencapai yang prestasi yang tinggi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan
21
teknologi keolahragaan. Keterbatasan dari pemerintah menuntut cabang-
cabang olahraga lain yang belum menjadi prioritas pendanaan pemerintah,
perlu menggalang dana kolektif dari masyarakat dan swasta. Para pemerhati
olahraga di Indonesia perlu menyatukan suara guna membangun kejayaan
olahraga. Salah satunya dengan menetapkan sebuah badan yang benar-benar
independen dan hanya berfokus pada pembangunan olahraga di Indonesia
serta bebas dari segala kepentingan politik di dalamnya.
Pembinaan olahraga prestasi berbentuk segitiga atau sering disebut pola
piramida adan berporos pada proses pembinaan yang berkelanjutan.
Dikatakan berkelanjutan karena pola itu harus didasari cara pandang yang
utuh dalam memaknai program pemassalan dan pembibitan dengan program
pembinaan prestasinya. Program tersebut memandang arti penting
pemassalan dan pembibitan yang bisa jadi berlangsung dalam program
pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan program pengembangannya
dalam kegiatan klub olahraga sekolah, dimatangkan dalam berbagai aktivitas
kompetisi intramural dan idealnya tergodok dalam program kompetisi
intersklastik, serta dimantapkan melalui pemuncakan prestasi dalam bentuk
training camp bagi para bibit atlet yang terbukti berbakat.
Pola ini dapat dipastikan agak berbeda dari yang ditempuh dalam
pembinaan olahraga di Indonesia pada umumnya, misalnya program PPLP
dan Ragunan, yang biasanya melupakan arti penting dari program penjas dan
program olahraga rekreasi, tetapi langsung diorientasikan kepada puncak
tertinggi model piramid. Secara tradisional, program pengajaran pendidikan
jasmani digambarkan sebagai lantai dasar dari sebuah segitiga sama kaki, atau
yang sering disebut sebagai bentuk piramid. Tepat di atasnya terdapat
program olahraga rekreasi, atau lazim pula disebut program klub olahraga,
sedangkan di puncak segitiga terletak program olahraga prestasi.
Membangun strategi pembinaan olahraga secara nasional memerlukan
waktu dan penataan sistem secara terpadu. Pemerintah dalam hal ini adalah
Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak dapat bekerja sendiri tanpa sinergi
dalam kelembagaan lain yang terkait dengan pembinaan sistem keolahragaan
secara nasional. Penataan olahraga prestasi harus dimulai dari pemassalan
22
olahraga dimasyarakat yang diharapkan memunculkan bibit-bibit atlet
berpotensi dan ini akan didapat pada atlet yang dimulai dari usia sekolah.
Pembinaan olahraga prestasi harus berjangka waktu kehidupan atlet, dimulai
pada saat merekrut seorang anak untuk dikembangkan menjadi seorang atlet.
Dalam merekrut calon atlet, postur dan struktur tubuhnya harus dilihat apakah
tubuh (termasuk kemampuan jantung dan paru-paru) calon atlet itu bisa
dibentuk dengan latihan-latihan untuk menjadi kuat, cepat dan punya
endurance atau daya tahan.
Intelegensi juga harus diteliti pada saat merekrut calon atlet yang masih
anak-anak. Apakah anak itu cukup cerdas dalam menghadapi situasi yang
berubah-ubah dan dalam tempo waktu yang singkat serta dalam kondisi
tertekan pada saat pertandingan. Selain itu, apakah aspek psikologinya
tangguh untuk mendukungnya mempunyai mental juara sejati, bukan mental
pecundang yang sombong dan hanya berorientasi pada materi belaka. Setelah
semua aspek itu terpenuhi, pembinaan dilakukan menggunakan teknologi
olahraga untuk pembentukan fisik, psikologi dan rohani. Harus ada
keseimbangan juga antara latihan yang keras dan istirahat. Oleh karena itu
penataan harus dilakukan secara terpadu dan berjenjang sehingga hasil yang
dicapai merupakan produk yang sangat optimal.
Untuk dapat menggerakan pembinaan olahraga harus diselenggarakan
dengan berbagai cara yang dapat mengikutsertakan atau memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
olahraga secara aktif, berkesinambungan, dan penuh kesadaran akan tujuan
olahraga yang sebenarnya. Pembinaan olahraga seperti ini hanya dapat
terselenggara apabila ada suatu sistem pengelolaan keolahragaan nasional
yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan dalam semangat
kebersamaan dari seluruh lapisan masyarakat. Pembinaan atlet usia pelajar
sering kali tidak terjadi kesinambungan dengan pembinaan cabang olahraga
prioritas. Hal ini bisa dilihat dari berbagai cabang olahraga yang merupakan
andalan untuk meraih medali emas tidak dibina secara berjenjang. Untuk itu
perlu dilakukan penyusunan program pembibitan atlet usia dini dengan
cabang olahraga yang menjadi prioritas. Sebagai langkah berikutnya perlu
23
melakukan kerja sama antara Menteri Pemuda dan Olahraga dengan Komite
Olahraga Nasional Indonesia Pusat serta induk organisasi cabang olahraga
untuk membicarakan cabang-cabang olahraga yang menjadi prioritas utama
baik didaerah, nasional maupun internasional.
3). Olahraga Rekreasi
Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan,
kebugaran dan kegembiraan. Pada pasal 19 Bab VI UU Nomor 3 Tahun 2005
dinyatakan bahwa “olahraga rekreasi bertujuan untuk memperoleh kesehatan,
kebugaran jasmani dan kegembiraan, membangun hubungan sosial dan atau
melestarikan dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional”.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pemerintah daerah dan masyarakat
berkewajiban menggali, mengembangkan dan memajukan olahraga rekreasi.
Kristiyanto (2012: 6) berpendapat bahwa “ olahraga rekreasi terkait erat
dengan aktivitas waktu luang dimana orang bebas dari pekerjaan rutin. Waktu
luang merupakan waktu yang ridak diwajibkan dan terbebas dari berbagai
keperluan psikis dan sosial yang telah menjadi komitmennya”. Kegiatan yang
umum dilakukan untuk rekreasi adalah pariwisata, olahraga, permainan, dan
hobi dan kegiatan rekreasi umumnya dilakukan pada akhir pekan. Kegiatan
rekreasi merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
Kegiatan tersebut ada yang diawali dengan mengadakan perjalanan ke suatu
tempat dan sebagainya. Secara psikologi banyak orang yang di lapangan
merasa jenuh dengan adanya beberapa kesibukan dari masalah, sehingga
mereka membutuhkan istirahat dari bekerja, tidur dengan nyaman, bersantai
sehabis latihan, keseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan,
mempunyai teman bekerja yang baik, kebutuhan untuk hidup bebas, dan
merasa aman dari resiko buruk. Melihat beberapa pernyataan di atas, maka
rekreasi dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sebagai
pengisi waktu luang untuk satu atau beberapa tujuan, diantaranya untuk
24
kesenangan, kepuasan, penyegaran sikap dan mental yang dapat memulihkan
kekuatan baik fisik maupun mental.
Beragam jenis olahraga rekreasi yang merupakan kekayaan asli dan jati
diri bangsa Indonesia perlu dilestarikan, dipelihara dan diperkenalkan kepada
generasi muda penerus, serta didokumentasikan dengan serius dan cermat,
sehingga aset budaya dan jati diri bangsa Indonesia tidak hilang atau diakui
oleh bangsa lain. Disamping itu, gerakan sport for all, yang menjadikan
olahraga sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan kualitas
sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan dan kebugaran masayarakat
serta aspek lain yang dibutuhkan oleh pembentukan karakter dan jati diri
suatu bangsa, menjadikannya sebagai kekuatan yang ampuh dalam upaya
memepersatukan bangsa Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sejalan dengan semboyan sport for all di dunia internasional telah
semakin maju dan berkembang menjadi suatu gerakan global, yang
dampaknya secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi
perkembangan olahraga di Indonesia, dan ini terbukti dengan semakin subur
dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan olahraga,
baik itu yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
Atas dasar pemikiran bahwa potensi, manfaat dan kekayaan dari olahraga
rekreasi dan gerakan sport for all, tidak hanya dari aspek olahraga , kesehatan
dan budaya, akan tetapi juga dari aspek terkait yang lain dalam kehidupan
bangsa Indonesia, maka pengembangan olahraga rekreasi dan gerakan sport
for all di Indonesia, harus ditangani dengan serius baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, maupun oleh organisasi olahraga dan masyarakat
sendiri, melalui penetapan visi “ Indonesia Bugar 2020”
Guna mendukung upaya dan semangat kebangkitan bangsa Indonesia
yang dimulai sejak peringatan 100 tahun Kebangkitan nasional tahun 2008,
maka Kebangkitan Olahraga Nasional melalui upaya pemberdayaan dan
pengembangan olahraga rekreasi dan gerakan sport for all di Indonesia,
menjadi salah satu pemecahan masalah dan cara tepat untuk mendorong
percepatan Kebangkitan Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sehat, bugar,
25
produktif, kuat, mandiri, demokratis, berjati diri dan berdaya saing tinggi
dalam menghadapi era globalisasi.
Atas dasar pemikiran tersebut visi “ Indonesia Bugar 2020” harus
dijabarkan melalui penyelenggaraan even berskala nasional yaitu Kongres
Nasional Pengembangan Olahraga Rekreasi dan sport for all di Indonesia dan
sekaligus didukung oleh seluruh jajaran dan jejaring Olahraga Rekreasi di
Indonesia yang terhimpun dalam Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat
Indonesia (FORMI), yang akan mengidentifikasi dan menginventarisasi
segenap potensi yang terkait, serta menentukan peran, arah dan sasaran
pengembangan olahraga rekreasi dan sport for all di Indonesia.
2. Kebijakan Pembangunan Olahraga
a. Kebijakan
Setiap saat pemerintah selalu dihadapkan pada berbagai macam masalah mulai
dari yang sederhana sampai permasalahan yang rumit. Dibutuhkan sebuah kebijakan
untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Syarat untuk memecahkan masalah yang
rumit adalah tidak sama dengan syarat untuk memecahkan masalah yang mudah.
Masalah yang sederhana memungkinkan analisis menggunakan metode-metode
konvensional, sementara masalah–masalah yang rumit menuntut analisis untuk
mengambil bagian aktif dalam mendefinisikan hakekat dari masalah itu sendiri.
Gambaran tentang pemecahan masalah bertolak belakang dari pandangan bahwa
kerja kebijakan bermula dari masalah-masalah yang sudah terartikulasi dan ada
dengan sendirinya. Semestinya, kebijakan bermula ketika masalah-masalah yang
telah diketahui kemudian membuat hipotesis tentang serangkaian tindakan yang
mungkin untuk dilakukan melalui kajian-kajian yang cermat tentang masalah-
masalah tersebut agar dapat merumuskan kebijakan yang harus ditetapkan dan
mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam sebuah tindakan nyata.
Pendefinisian kebijakan mempunyai pengertian apa yang sebenarnya dilakukan,
ketimbang apa yang disuslkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu.
Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula
tahap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang hanya
menekankan pada apa yang diusulkan kurang memadai. Definisi kebijakan publik
26
akan lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula arah tindakan atau apa yang
dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan (Winarno, 2014: 21).
Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William Dunn, Charles Jones,
Lee Friedman, dan lain-lain, menggunakan istilah publik policy dan publik police
analysis dalam pengertian yang tidak jauh berbeda. Istilah kebijaksanaan atau
kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan
keputusan pemerintah, karena pemerintah yang mempunyai wewenang atau
kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani
kepentingan umum. Sejalan dengan pengertian publik itu sendiri dalam bahasa
Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum. Kebijakan (policy)
adalah solusi atas suatu masalah. Kebijakan seringkali tidak efektif akibat tidak
cermat dalam merumuskan masalah. Dengan kata lain, kebijakan mirip sebuah obat
yang menyembuhkan akan tetapi bisa mematikan akibat diagnose masalah atau
penyakitnya keliru.
Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan dalam Islamy (2002: 17) member arti
kebijakan sebagai “a projected program of goals, value and practice” (suatu
program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah). Sedangkan
Carl Friedrich dalam Wahab (2001: 3) menyatakan bahwa “kebijakan adalah suatu
tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-
hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan”.
Kajian tentang ilmu kebijakan menjadi penting untuk dipahami karena ilmu
kebijakan salah satunya diimplementasikan untuk kepentingan publik. James E.
Anderson dalam Bambang S. (1994: 23) mengatakan bahwa “publik policies are
those policies developed by governmental bodies and officials” (kebijakan publik
adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah). Selanjutnya Anderson menjelaskan implikasi dari pengertian
kebijakan publik sebagi berikut:
1). Bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi pada tujuan.
27
2). Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah.
3). Bahwa kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah
jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu
atau menyatakan akan melakukan sesuatu.
4). Bahwa kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa
bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu.
5). Bahwa kebijakan pemerintah dalam arti yang positif didasarkan atau selalu
dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa
(otoritif).
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan
tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang yang
merupakan produk dari sebuah kebijakan disahkan. Menurut Winarno (2014: 147)
“Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-
undang di mana untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-
tujuan kebijakan atau program-program”. Implementasi pada sisi yang lain
merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu
proses, suatu keluaran maupun suatu dampak.
b. Bentuk-Bentuk Kebijakan
Pemerintah haruslah mampu membuat kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi
khalayak umum. Pada prinsipnya pemerintah ialah perwujudan rakyat yang
mempunyai tugas menjalankan pemerintahan atas dasar kehendak dan kebutuhan
rakyat dalam sebuah wilayah. Oleh karena itu, semua tindakan dan keputusan harus
dilatarbelakangi oleh kepentingan rakyat itu sendiri. Menurut kamus Besar Bahasa
Indonesia (2010) arti kebijakan adalah “kepandaian dan kemahiran. Kebijakan
sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(Pemerintah/Organisasi), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai
garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran atau garis haluan”.
28
Easton dalam Santosa (2008: 27) menjelaskan bahwa kebijakan adalah
“pengaplikasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan”. Pendapat
ini memperkuat definisi kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karena
mengisyaratkan adanya sifat otoritarif yang dimiliki pemerintah. Kebijakan
pemerintah pada dasarnya tidak hanya berupa sebuah tindakan yang diambil dalam
sebuah kasus namun bisa bermakna lebih luas lagi. Kebijakan tersebut bisa berupa
ucapan seseorang pimpinan, dukungan, perhatian dan lain sebagainya. Setiap respon
atau tindakan yang dilakukan oleh seorang pimpinan bisa diartikan sebagai kebijakan
yang dia tetapkan bahkan meskipun pemerintah tidak melakukan sesuatu terkait
sebuah kasus namun dalam hal itu akan tetap menjadi sebuah kebijakan dimana akan
sangat mempengaruhi atau memberi dampak terhadap masyarakat. Hogwod dan
Gunn dalam Wahab (2001: 16), mengelompokan kebijakan ke dalam sepuluh
macam yaitu :
1). Policy as a Label for a Feld of Activity (Kebijakan sebagai Sebuah Label
atau Merk bagi Suatu Bidang Kegiatan Pemerintah).
2). Policy as an Expression of General Purpose ar Desired State of Affairs
(Kebijakan sebagai Suatu Pernyataan Mengenai Tujuan Umum atau
Keadaan Tertentu yang Dikehendaki).
3). Policy as Specific Proposals (Kebijakan sebagai Usulan-Usulan Khusus).
4). Policy as Decision of Government (Kebijakan sebagai Keputusan-
Keputusan Pemerintah).
5). Policy as Formal Authorization (Kebijakan sebagai Bentuk Otorisasi
atau Pengesahan Formal).
6). Policy as Programme (Kebijakan sebagai Program).
7). Policy as Output (Kebijakan sebagai Keluaran).
8). Policy as Outcome (Kebijakan sebagai Hasil Akhir).
9). Policy as Theory or model (Kebijakan sebagai Teori atau Model).
10). Policy as Process (Kebijakan sebagai Proses).
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses kompleks yang melibatkan
banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli
politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses
penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahapan kebijakan
publik menurut Dunn (1999: 24-25) dibagi menjadi tahap penyusunan agenda, tahap
formulasi kebijakan, tahap adopsi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan
tahap evaluasi kebijakan.
29
Kebijakan pemerintah yang telah disahkan, tidak akan bermanfaat apabila tidak
diimplementasikan. Tujuan utama dari adanya kebijakan pemerintah adalah usaha
untuk mewujudkan kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata
sehingga apa yang menjadi permasalahan dalam kehidupan nyata dapat dipecahkan
dengan implementasi secara tepat dari kebijakan yang telah dibuat. Suatu kebijakan
pemerintah akan berhasil apabila dilaksanakan dan menghasilkan dampak positif
bagi masyarakat banyak. Kebijakan itu sendiri secara umum dapat dibedakan dalam
tiga tingkatan, yaitu:
1). Kebijakan Umum
Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk
pelaksanaan baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif yang meliputi
keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Suatu hal yang perlu
diingat adalah pengertian umum di sini bersifat relatif. Maksudnya, untuk
wilayah negara, kebijakan umum mengambil bentuk undang-undang atau
keputusan presiden dan sebagainya. Sementara untuk provinsi, selain dari
peraturan yang diambil dari tingkat pusat juga ada keputusan gubernur atau
peraturan daerah yang diputuskan oleh DPRD. Agar suatu kebijakan umum
dapat menjadi pedoman bagi tingkatan kebijakan dibawahnya ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi.
Pertama, cakupan kebijakan itu meliputi keseluruhan wawasan. Artinya,
kebijakan itu tidak hanya meliputi dan ditujukan pada aspek tertentu. Kedua,
tidak berjangka pendek. Masa berlakunya atau tujuan yang ingin dicapai dengan
kebijakan tersebut berada dalam jangka panjang dan tidak mempunyai batasan
waktu tertentu. Ketiga, strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional.
Seperti halnya pada pengertian umum, pengertian operasional atau teknis juga
bersifat relatif. Sesuatu yang dianggap umum untuk tingkat kabupaten mungkin
dianggap teknis atau operasional untuk tingkat provinsi dan sangat operasional
dalam pandangan tingkat nasional.
2). Kebijakan Pelaksanaan
Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan
umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu
undang-undang atau keputusan menteri menjabarakan pelaksanaan keputusan
30
presiden adalah contoh dari kebijakan pelaksanaan. Untuk tingkat provinsi,
keputusan bupati atau keputusan seorang kepala dinas yang menjabarkan
keputusan gubernur atau peraturan daerah bisa jadi suatu kebijakan pelaksanaan.
3). Kebijakan Teknis
Kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada dibawah
kebijakan pelaksanaan itu. Secara umum dapat disebutkan bahwa kebijakan
umum adalah kebijakan tingkat pertama, kemudian pelaksanaan adalah
kebijakan tingkat kedua, dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat terbawah.
Wewenang membuat kebijakan hanya ada pada jabatan-jabatan yang
tinggi, Ini bisa dimengerti karena pada jabatan-jabatan tersebut terdapat fungsi
mengatur (regulasi) masyarakat. Pada jabatan-jabatan yang lebih rendah terdapat
fungsi pelaksanaan atau teknis. Meskipun birokrasi harus bersikap netral atau
bebas dari politik namun dalam kenyataannya mereka yang menduduki jabatan
tinggi tidak mudah begitu saja melepaskan diri dari politik. Tanpa pertimbangan
politik dapat timbul kelemahan dalam memperoleh dukungan masyarakat bagi
kebijakan yang dibuatnya. Seorang birokrat tidak boleh mewakili kepentingan
suatu partai, golongan, maupun kelompoknya namun dia harus dapat memahami
orientasi politik partai-partai yang ada, sehingga dapat mengambil keputusan
yang mewakili semua aspirasi dalam masyarakat. Sikap netral seorang pejabat
tidak boleh diartikan bahwa keputusan yang diambil harus lepas dari semua
kepentingan partai, karena ini akan berakibat ruang gerak untuk
mengindentifikasi alternatif kebijakan menjadi sempit, bahkan mungkin menjadi
tidak ada. Misalnya, jika dalam masyarakat ada perbedaan pendapat antara dua
atau tiga partai supaya netral maka dia mengambil kebijakan diluar ketiga
pendirian itu. Jika demikian halnya, tentu saja akan semakin parah, karena dalam
sistem multi partai yang ada, variasi perbedaan pendapat makin banyak.
c. Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Olahraga
Kebijakan pemerintah dibidang olahraga merupakan upaya-upaya memotivasi
dan memfasilitasi masyarakat agar menjadikan olahraga tidak hanya sebagai pengisi
waktu luang akan tetapi menjadikan olahraga sebagai sebuah gaya hidup dan
olahraga prestasi. Dalam rangka meningkatkan budaya berolahraga sebagai bagian
31
dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional, keberadaan dan peran
olahraga dalam kehidupan masyarakat harus mendapatkan kedudukan sejajar dengan
sektor pembangunan lainnya terutama untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran,
pergaulan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan terbitnya Undang-undang Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional, merupakan dasar bagi setiap Pemerintah
Daerah untuk selalu menaati dan melaksanakan isinya sehingga apa yang dicita-
citakan oleh Pemerintah Indonesia, khususnya dalam bidang olahraga dapat dicapai
secara maksimal. Sehingga dapat menjadikan bangsa Indonesia yang memiliki
kebugaran jasmani yang baik serta memiliki etos kerja tinggi. Hal inilah yang akan
mampu menyokong bangsa Indonesia agar tidak kalah saing dengan bangsa asing
dalam menghadapi era globalisasi seperti yang berjalan pada saat ini.
Selain Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005, Pemerintah
Pusat juga memiliki beberapa kebijakan yang tertuang baik itu dalam undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, maupun ADART KONI. Dibawah
ini dijabarkan beberapa dasar hukum yang menjadi landasan bagi pemerintah
maupun pelaku olahraga untuk membina olahraga prestasi menurut KONI (2014:
19):
1). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
2). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
3). Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Keolahragaan.
4). Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Pekan dan Kejuaraan Olahraga
5). Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan
Keolahragaan
6). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Program Indonesia Emas
7). Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KONI Tahun 2013.
Pembangunan pemuda melalui olahraga merupakan hal penting yang harus
dilakukan oleh pemerintah karena pemuda merupakan tulang punggung masa depan
bangsa apabila pemudanya sehat dan memiliki karakter yang kuat maka dapat
dipastikan bangsa memiliki masa depan yang cerah. Pembangunan olahraga dapat
dilakukan dengan mengembangkan olahraga rekreasi, mengembangkan olahraga
32
prestasi, mengembangkan olahraga untuk difabel, mengembangkan olahraga
tradisional, melakukan pembinaan usia dini, kelas olahraga klub olahraga pelajar dan
mahasiswa, dan kelompok berlatih olahraga, serta melakukan bimbingan dan
kompetisi olahraga pelajar secara berjenjang dan teratur dalam rangkan menanamkan
disiplin, nilai-nilai sportifitas dan menggali bakat olahraga, meningkatkan kepedulian
masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya dukungan pendanaan olahraga
terutama olahraga prestasi, meningkatkan keterrampilan dan keahlian tenaga kerja
pemuda, mengembangkan kewirausahaan pemuda, meningkatkan partisipasi
lembaga kepemudaan dalam pembangunan ekonomi, memperluas kesempatan
pemuda terdidik untuk berpartisispasi dalam pembangunan di pedesaan,
mengembangkan jaringan kerjasama pemuda antar daerah, antar provinsi dan antar
bangsa, meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan masalah
penyalahgunaan narkoba, minuman keras (miras), penyakit HIV/AIDS serta penyakit
menular seksual, dan kriminalitas di kalangan pemuda.
d. Peraturan Daerah Tentang Olahraga
Otonomi berasal dari bahasa Yunani, Yaitu autos dan nomos. Autos artinya
sendiri, sedangkan nomos berarti hukum atau aturan. Sebagai istilah, pengertian
otonomi autos nomos atau autonomous dalam bahasa Inggris kata sifat yang berarti :
(1) keberadaan atau keberfungsian secara bebas atau independen (functioning or
existing independently); dan (2) memiliki pemerintahan sendiri (of or self-
government, as a state, group, etc.). Sedangkan pengertian otonomi (autonomy)
sebagai kata benda (noun) adalah (1) keadaan atau kualitas yang bersifat independen,
khususnya kekuasaan atau hak memiliki pemerintahan sendiri (the power or right of
having self-government); dan atau (2) negara, masyarakat, atau kelompok yang
memiliki pemerintahan sendiri yang independen (a self-governing state, community
or group). Beranjak dari rumusan pengertian otonomi tersebut dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah adalah kewenangan suatu daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan sendiri.
Indonesia pada dasarnya menganut pemahaman otonomi daerah yang bersifat
administratif, yaitu kebebasan untuk menyelenggarakan adminitrasi pemerintahan
sendiri yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Sistem Adminitrasi Negara
33
Republik Indonesia (SANKRI). Dengan demikian dalam konteks Indonesia,
pengertian otonomi daerah menunjukkan hubungan keterikatan antara daerah yang
memiliki hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan kesatuan lebih
besar yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bukan berarti daerah
otonom yang merdeka dan bebas berdiri sendiri bebas dari ikatan NKRI. Dengan
berlakunya otonomi daerah maka pemerintah daerah berhak untuk mengatur
daerahnya sendiri dan membuat kebijakan lokal yang bertujuan untuk pembangunan
dan pengembangan daerahnya. Salah satunya yaitu dengan menerbitkan Peraturan
Daerah (PERDA). Peraturan Daerah merupakan bentuk nyata implementasi
kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam mengatasi permasalahan yang
ada maupun untuk mengembangkan potensi daerahnya.
Sejak disahkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah (direvisi pada tahun 2004) yang diimplementasikan sejak januari 2001, maka
beberapa kewenangan daerah dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah daerah
(PEMDA). Mulai saat itulah PEMDA mempunyai kewenangan yang luar biasa untuk
merencanakan, merumuskan, melaksanakan, serta mengevaluasi kebijakan-kebijakan
yang sesuai dengan keperluan dan tuntutan masyarakat setempat (Agustino, 2011:
69). Sejak masa itu Pemerintah Daerah (PEMDA) tidak lagi sekedar sebagai
pelaksana operasional kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan ditentukan oleh
pusat seperti pada zaman orde baru yang bersifat top-down policy, tetapi telah
menjadi agen penggerak pembangunan. Sekarang, melalui otonomi daerah apapun
yang dilaksanakan pemerintah daerah dapat dengan mudah dinilai bahkan dikritisi
oleh masyarakat sendiri. Dalam konteks kebijakan publik, misalnya dapat ditanyakan
apakah kebijakan yang diformulasi dan diimplementasi mampu mengatasi persoalan-
persoalan yang dihadapi oleh daerah atau justru sebaliknya memutarbalikkan
keadaan masyarakat kearah yang lebih buruk. Berbicara kebijakan publik di daerah
tentu saja dituangkan dalam bentuk peraturan daerah.
Peraturan daerah merupakan bentuk legitimasi Pemda untuk mencapai tujuan
pembangunan daerah secara sah terhadap masyarakat lokal. Tujuan–tujuan
pembangunan daerah yang dilakukan untuk mengatasi persoalan masyarakat yang
dianggap penting sebagai contohnya yaitu pembinaan dan penyediaan sarana
prasarana olahraga prestasi di Kabupaten Pacitan. Dalam Undang-Undang 32 tahun
34
2004 tentang Pemerintahan daerah, setidaknya ada 3 (tiga) jenis produk hukum
daerah otonom. Dua produk hukum hasil pengaturan sebuah produk hasil
pengurusan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh pakar otonomi daerah Hoessein
(2009: 151-156), bahwa:
“Produk hukum hasil pengaturan adalah peraturan daerah (perda) dan
Peraturan kepala daerah, sedangkan sebuah produk hukum hasil pengurusan
adalah keputusan kepala daerah. Perda adalah keputusan kepala daerah dengan
persetujuan DPRD, sedangkan peraturan kepala daerah adalah keputusan
kepala daerah tanpa persetujuan DPRD. Kedua produk hukum tersebut sebagai
norma hukum umum dan abstrak. Keputusan kepala daerah sebagai produk
hukum pengurusan adalah keputusan yang bersifat penetapan”.
Dalam hukum positif di Indonesia dibedakan beberapa produk hukum daerah
otonom, namun baik jenis maupun hierarkinya diatur secara berbeda dalam peraturan
perundang-undangan. Jenis dan kedudukan Perda dalam hierarki perundang-
undangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Perundang-undangan. Dalam ayat (1) pasal 7 mengatur jenis hierarki
Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:
1). Undang-Undang dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)
2). Undang-undang (UU)/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3). Peraturan Pemerintah (PP)
4). Peraturan Presiden (Perpres)
5). Peraturan Daerah (Perda)
Kelima produk diatas merupakan bentuk pertama kebijakan publik, yaitu
peraturan perundag-undangan yang terkodifikasi secara formal dan legal. Setiap
peraturan dari tingkat “Pusat” atau “Nasional” hingga tingkat “lokal” desa atau
kelurahan adalah kebijakan publik karena mereka adalah aparat publik atau
administrator yang dibayar oleh uang publik melalui uang pajak dan penerimaan
negara lainnya (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan karenanya secara hukum
formal bertanggung jawab kepada publik (Nugroho, 2008: 62). Pada hakekatnya
peraturan daerah dan kebijakan publik itu memiliki pengertian yang hampir sama.
Dimana keduanya merupakan suatu alat intervensi pemerintah (lokal) yang bertujuan
untuk mengubah kondisi yang ada atau mempengaruhi arah dan kecepatan dari
perubahan kondisi yang sedang berlangsung dalam masyarakat guna mewujudkan
35
kondisi yang dicita-citakan. Intervensi itu dilakukan melalui suatu atau serangkaian
strategi kebijakan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Perda adalah produk hukum
daerah otonom yang bersifat pengaturan. Dalam hal ini perda dibuat untuk mengatur
orang atau sekelompok orang untuk mencapai keadaan yang diinginkan. Secara
prosedural, pembentukan perda didahului dengan penyampaian rancangan peraturan
daerah (Raperda) atas prakarsa kepala daerah atau prakarsa DPRD.
3. Pembinaan Olahraga
Model pembinaan bentuk segi tiga atau sering disebut pola piramid berporos pada
proses pembinaan yang berkesinambungan. Dikatakan berkesinambungan,karena pola
itu harus didasari cara pandang yang utuh dalam memaknai program pemassalan dan
pembibitan dengan program pembinaan prestasinya. Artinya, program tersebut
memandang penting arti pemassalan dan pembibitan yang bisa jadi berlangsung dalam
program pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan program pengembangannya
dalam kegiatan klub olahraga sekolah, dimatangkan dalam berbagai aktivitas kompetisi
didalamnya dan idealnya terbentuk dalam program kompetisi, serta dimantapkan
melalui pemuncakan prestasi dalam bentuk pemusatan latihan bagi para bibit atlet yang
sudah terbukti berbakat.
Dengan demikian, corak ini dapat dipastikan berbeda dari yang ditempuh dalam
pembinaan olahraga di Indonesia umumnya, misalnya program PPLP dan Ragunan,
yang biasanya melupakan arti penting dari program penjas dan program olahraga
rekreasi, tetapi langsung diorientasikan kepada puncak tertinggi dari model piramid.
Secara tradisional, program pengajaran pendidikan jasmani digambarkan sebagai lantai
dasar dari sebuah segitiga sama kaki, atau yang sering disebut sebagai bentuk piramid.
Tepat di atasnya terdapat program olahraga rekreasi, atau lazim pula disebut program
klub olahraga, sedangkan di puncak segitiga terletak program olahraga prestasi.
Program pengajaran pendidikan jasmani adalah tempat untuk mengajarkan
keterampilan, strategi, konsep-konsep, serta pengetahuan esensial yang berkaitan
dengan hubungan antara kegiatan fisik dengan perkembangan fisik, otot dan syaraf,
kognitif, sosial serta emosional anak. Ini berarti bahwa program pendidikan jasmani
36
yang baik bertindak sebagai dasar yang kokoh dan solid untuk seluruh program olahraga
dan aktivitas fisik di sekolah dan masyarakat.
Pada tahap kedua, program olahraga yang bersifat rekreasi (dalam klub olahraga
sekolah) merupakan upaya pengembangan dan perluasan program pendidikan jasmani
yang sifatnya inklusif untuk semua anak. Pada program rekreasi inilah para siswa
diperkenankan untuk memilih cabang olahraga yang diminatinya, serta disesuaikan
dengan potensi atau bakat dirinya. Program ini di Indonesia lazim disebut program
ekstra-kurikuler, yang seharusnya menyediakan kegiatan-kegiatan olahraga di luar
struktur kurikulum dan program pendidikan jasmani.
Pada sekolah-sekolah di negara-negara yang menganut sistem olahraga melalui
persekolahan, program olahraga ekstra-kurikuler ini dikelola oleh klub-klub olahraga
yang dikembangkan di sekolah dengan sistem voluntir dan sekaligus bersifat wirausaha.
Klub tersebut didirikan oleh organisasi sosial yang beragam, dari mulai perkumpulan
orang tua, kepemudaan, klub olahraga murni, hingga para guru penjas sekolah yang
bersangkutan, yang mengelola klubnya dengan format kewirausahaan bekerja sama
dengan pihak sekolah. Dengan format tersebut, para pengelola menggalang kerjasama
dengan sekolah. Mereka mengajukan proposal kepada sekolah untuk menggunakan
fasilitas sekolah, dengan perjanjian kerjasama bagi hasil atau sewa kontrak, sedangkan
pihak pengelola menyediakan program, pelatih, serta mengelola dana yang dibayarkan
anak/siswa anggota klubnya. Dengan demikian, di sekolah tersebut bisa berdiri
bermacam-macam klub olahraga, dari mulai olahraga individual seperti atletik, senam
dan renang, olahraga beregu seperti cabang permainan (voli, basket, sepak bola, bola
tangan), olahraga beladiri hingga olahraga petualangan atau pencinta alam.
Program yang ditawarkan oleh klub-klub tersebut bervariasi dari yang sifatnya
rekreatif hingga ke tingkat persiapan untuk memasuki olahraga prestasi. Hal ini
biasanya ditunjang oleh kurikulum pengembangan yang jelas, yang biasanya merupakan
pengadopsian dari sistem pembinaan yang dikembangkan oleh setiap induk organisasi
olahraga. Dengan demikian, pada program klub olahraga ini setiap pesertanya secara
jelas terpetakan posisinya, apakah ia masuk level pemula, level lanjutan, atau level
mahir. Dengan sistem semacam itu, yang mana setiap level menunjukkan tingkat
penguasaan keterampilan tertentu yang juga sudah ditentukan, akan cukup jelas kapan
siswa dapat meningkat atau memperbaiki levelnya ke level berikut, serta persyaratan
37
kompetensi apa yang harus dilewatinya melalui sebuah mekanisme ujian kenaikan
tingkat atau melalui kejuaraan. Di samping itu, cukup jelas juga kewenangan pelatih dan
penguji (wasit), yang untuk mampu menjalankan fungsinya pada level tertentu pun
harus pula memiliki kompetensi dan kewenangan pada peringkat tertentu, apakah ia
pelatih atau wasit pemula, pelatih atau wasit lanjutan, atau termasuk pelatih atau wasit
tingkat mahir (nasional) dan bahkan tingkat internasional. Tidak kalah pentingnya dari
sistem yang diberlakukan pada klub-klub sekolah di atas adalah (menciptakan) sistem
kompetisi yang teratur dan tersistem.
Kompetisi merupakan sebuah kewajiban bagi klub yang ada di sekolah, untuk
minimal menyelenggarakan kompetisi antar kelas di lingkungan sekolah tersebut,.
Bahkan kalau mungkin klub yang bersangkutan mampu menyelenggarakan program
kompetisi antar sekolah melalui cara kerja sama dengan klub cabang olahraga sejenis
yang ada di sekolah-sekolah lain untuk bertindak sebagai penyelenggara. Sifat
kompetisi dirancang dalam format yang sangat sederhana, sehingga tidak perlu
mengeluarkan biaya tinggi, tetapi mampu membangkitkan nilai kebanggaan pada para
pesertanya, serta yang paling penting adalah dimanfaatkannya kompetisi itu sebagai
ajang untuk membina nilai dan sifat-sifat luhur keolahragaan bagi para peserta. Dengan
demikian, siswa mampu menyelami dan menginternalisasi nilai-nilai sportivitas, fair
play, kejujuran, semangat pantang menyerah, menghargai keunggulan diri sendiri dan
lawan, serta membina semangat kerja sama, korp, serta menjunjung sikap hormat pada
orang lain. Pada tataran terakhir, program olahraga prestasi sebenarnya merupakan
kelanjutan dari dua program sebelumnya. Pada tataran ini, para guru penjas dan para
pelatih memanfaatkan tersedianya data mengenai potensi dan bakat anak dari masing-
masing sekolahnya untuk disalurkan pada program pemuncakan dalam bentuk tempat
pelatihan.
Tempat pelatihan adalah suatu program yang dirancang atas inisiatif masyarakat
olahraga, untuk menyediakan program yang selaras dengan misi peningkatan prestasi
tanpa harus kehilangan dasar pengembangan dan menelantarkan landasan di tahap
paling dasar, pendidikan jasmani. Program ini disediakan dalam bentuk sport centers,
yang formatnya bisa bervariasi di antara kabupaten atau kota, sesuai dengan
kemampuan dan ketersediaan fasilitas serta sumber daya manusianya. Idealnya tempat
pelatihan dalam format sport center ini dimiliki oleh setiap kota atau kabupaten,
38
didasarkan pembagian wilayah. Maksudnya, jika sebuah kabupaten atau kota terdiri dari
empat wilayah, maka minimal di satu wilayah terdapat satu sport centers, yang masing-
masing sport centers tersebut mampu menyediakan beberapa program tempat pelatihan
untuk cabang olahraga yang dijadikan andalan kabupaten atau kota tersebut. Setiap
sport centers dikelola oleh para profesional di bidangnya masing-masing, dengan
program dan kegiatan yang selalu direncanakan dan diperbaiki secara berkala, sehingga
mampu menampung para siswa potensial dan berbakat dari setiap jenjang sekolah.
Program tempat pelatihan ini dapat diibaratkan sebagai sebuah elite stream, yang
mendampingi dan melanjutkan program dari klub olahraga yang bisa juga disebut
sebagai recretional stream.
Istilah recreational stream dan elite stream sudah lama dikenal dalam sistem
pengembangan suatu cabang olahraga di negara maju. Recreational stream adalah
sebuah program yang disediakan bagi seluruh siswa yang berminat memasuki suatu
klub cabang olahraga tertentu, dengan tujuan memberikan pengenalan terhadap dasar-
dasar keterampilan gerak olahraga sekaligus menanamkan rasa kesukaan dan kecintaan
anak terhadap cabang olahraga yang diikutinya. Mengingat programnya ditujukan bagi
mayoritas anak, maka program yang ditawarkan pun dirancang agar bisa sesuai dengan
mayoritas anak; tidak terlalu sulit, dan memungkinkan anak bergerak maju sesuai
dengan tingkat kemampuannya tanpa harus dipaksakan. Peningkatan peringkat anak
ditentukan oleh tingkat penguasaannya terhadap paket yang sudah disediakan pada
peringkat itu. Jika seorang anak dipandang sudah mampu menguasai 70 s/d 80 persen
dari keterampilan yang disyaratkan, maka anak itu dapat meningkat ke peringkat
selanjutnya.
Di pihak lain, elite stream adalah program yang dirancang khusus untuk anak-
anak yang dianggap berbakat, terutama setelah diyakini berbakat melalui pengujian
pemanduan bakat, baik secara antropometrik, biomotorik, serta psikologik dari cabang
olahraga yang diikutinya. Program yang dirancang pada elite stream ini harus
memungkinkan anak meningkat prestasinya secara meyakinkan, karena programnya
sudah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan prinsip-prinsip training, termasuk pula
dalam hal intensitas, volume, durasi, serta frekuensinya. Dengan demikian, anak-anak
yang akan dilibatkan dalam elite stream adalah anak-anak atau siswa yang sudah
dipastikan mampu mengikuti secara ketat dan teratur program yang disediakan.
39
Jika proses pembinaan di Indonesia sudah mengikuti alur seperti yang diuraikan
di atas, barulah kita bisa mengatakan bahwa pola pembinaan kita mengikuti pola
piramid. Dan hanya dengan cara seperti itulah prestasi olahraga Indonesia dapat
dibangkitkan kembali. Untuk itu, kualitas program pendidikan jasmani di sekolah perlu
diperbaiki, program pendidikan kepelatihan harus pula diperbaiki, terutama supaya para
lulusannya tidak terlalu bertumpu pada keharusan menjadi guru dan pegawai negeri. Di
samping itu, setiap induk organisasi pun harus diberdayakan, sehingga mereka mampu
mengerti dan sanggup membuat sistem bagi cabang olahraganya masing-masing, dan
yang terlebih penting dari itu semua, cara pandang kita terhadap pengelolaan olahraga
harus bersifat memberdayakan serta mensinergikan semua pihak guna memperoleh atlet
yang berkualitas tinggi dalam setiap cabang olahraga sangat perlu diadakan pembinaan
atlet. Peran ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi dalam bidang olahraga telah
terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar. Oleh karena itu sistem pembinaan
olahraga prestasi harus dilakukan melalui pendekatan ilmiah dan upaya untuk
memajukan atau menyempurnakan atlet agar dapat berprestasi dengan baik.
Karakteristik utama dari pembinaan olahraga prestasi, selalu berorientasi jauh
kedepan untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya menuju ke taraf internasional.
Perencanaan tersebut dapat dikembangkan dengan baik, apabila ditunjang dan
ditumbuhkan dalam suatu sistem pembinaan mantap, yang diorganisasikan untuk
pembinaan olahraga secara terpadu dan kesinambungan.
Aspek-aspek yang terkait dalam pembinaan olahraga menurut Soeharsono yang
dikutip Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 88):
1). Aspek Olahraga
Menyangkut permasalahan: a) Pembinaan Fisik; b) Pembinaan Teknik; c)
Pembinaan Taktik; d) Kematangan Bertanding; e) Pelatih; f) Program
Latihan dan Evaluasi.
2). Aspek Medis
Menyangkut permasalahan; a) Fungsi organ tubuh meliputi : jantung, paru-
paru, syaraf, otot, indera dan lainnya; b) Gizi; c) Cidera; d) Pemeriksaan
Medis.
3). Aspek Psikologi
` Menyangkut permasalahan : a) Ketahanan Mental; b) Kepercayaan Diri; c)
Penguasaan Diri; d) Disiplin dan Semangat juang; Ketenangan, Ketekunan,
dan Kecermatan; e) Motivasi.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut diatas, maka untuk penanganan pembinaan
olahraga diperlukan pakar-pakar yang berkualitas sesuai dengan bidangnya, yaitu: pakar
40
dibidang keolahragaan, pakar dibidang psikologi keolahragaan dan pakar-pakar
dibidang ilmu lainnya yang sesuai untuk pembinaan keolahragaan. Karakteristik utama
untuk pembinaan olahraga prestasi, selalu berorientasi jauh kedepan untuk mencapai
prestasi tinggi menuju ketaraf internasional. Perencanaan dapat dikembangkan dengan
baik, apabila ditunjang dan ditumbuhkan dalam satu sistem pembinaan yang berkualitas,
serta terorganisasi untuk penyelenggaraan pembinaan olahraga secara terpadu dan
berkesinambungan.
Pembibitan atlet merupakan upaya untuk menemukan individu-individu yang
memiliki potensi untuk mencapai prestasi yang tinggi dikemudian hari. Jika
mengevaluasi dan menganalisa dalam berbagai kejuaraan dunia, menunjukkan bahwa
atlet tertentu yang cocok untuk olahraga tertentu, memiliki potensi fisik yang handal,
memiliki kemampuan teknik dan taktik yang baik dan memiliki pengalaman dalam
berbagai kompetisi. Ada baiknya sebelum membina atlet lebih lanjut, atlet diberikan
kesadaran bahwa prestasi puncak tidak akan tercapai bila atlet tersebut tidak
mempunyai kemampuan untuk mencapainya. Meskipun faktor-faktor yang lain sebagai
faktor pendukung mempunyai sumbangan atau peranan yang sangat penting, tetapi
sumbangan terbesar datang dari atlet itu sendiri menurut Soeharsono dalam buku
Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 92). Diperkirakan sumbangan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Dari atlet sekitar : 60-70%
b. Faktor penunjang lain : 30-40%
Pembinaan yang dilakukan secara sistematik, tekun dan berkelanjutan, diharapkan
akan mencapai prestasi yang maksimal. Proses pembinaan memerlukan waktu yang
cukup lama, yakni dari masa kanak-kanak atau usia dini hingga anak mencapai tingkat
efisiensi kompetisi yang tinggi. Menurut Harre sebagaimana dikutip Adisasmita dan
Syariffudin (1996: 70)” Pembinaan dimulai dari program umum mengenai latihan dasar
mengarah kepada pengembangan efisiensi olahraga secara komperhensif dan kemudian
berlatih yang dispesialisasikan pada cabang olahraga yang ditekuninya”.Pembinaan
prestasi olahraga merupakan suatu program yang terencana dan terstruktur secara rapi
serta berkelanjutan untuk mendapatkan atlet yang benar-benar matang sesuai usia
perkembangan atlet itu sendiri. Tanpa adanya pembinaan yang terstruktur dengan baik
dan dilakukan sepanjang waktu mustahil dapat diperoleh atlet yang dapat bertahan lama
41
di puncak prestasi. Husdarta (2010: 75) menyatakan bahwa atlet-atlet yang mampu
menghasilkan prestasi yang intensif hanyalah atlet-atlet yang :
a). Memiliki fisik prima
b). Menguasai teknik yang sempurna
c). Memiliki karakteristik psikologis dan moral yang diperlukan oleh cabang
olahraga yang ditekuninya
d). Cocok untuk cabang olahraga yang dilakukannya.
e). Sudah berpengalaman berlatih dan bertanding bertahun-tahun.
Untuk mendapatkan atlet yang berkualitas itulah diperlukan sebuah pembinaan.
Pembinaan Olahraga prestasi biasanya dibagi melalui tahapan-tahapan yang
berjenjang untuk mendapatkan atlet yang terbaik. Ambarukmi et.al, (2007: 5).
“Pembinaan atlet menuju puncak prestasi dilakukan berdasarkan piramida prestasi
olahraga terdiri atas 3 tahapan : (1) pemassalan (2) pembibitan (3) prestasi” . Hal
tersebut juga diperkuat dengan gambaran piramida pembinaan olahraga yang
digambarkan oleh Hidayatullah (2002: 5) di bawah ini.
Gambar 2.1.Piramida Pembinaan Olahraga
(Sumber : Hidayatullah, 2002: 5)
a. Pemassalan.
Pemassalan adalah mempolakan keterampilan dan kesegaran jasmani
secara multilateral dan landasan spesialisasi. Pemassalan olahraga bertujuan
untuk mendorong dan menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan
42
menghayati langsung hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup,
khususnya jenis olahraga yang bersifat mudah, murah, menarik, bermanfaat dan
massal. Kaitannya dengan olahraga prestasi, tujuan pemassalan adalah
melibatkan atlet sebanyak-banyaknya sebagai bagian dari upaya peningkatan
prestasi olahraga. Pemassalan olahraga merupakan dasar dari teori piramida dan
sekaligus merupakan landasan dalam proses pembibitan dan pemanduan bakat
atlet.
Pemassalan olahraga berfungsi untuk menumbuhkan kesehatan dan
kesegaran jasmani manusia Indonesia dalam rangka membangun manusia yang
berkualitas dengan menjadikan olahraga sebagai bagian dari pola hidup bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, dalam pembangunan olahraga perlu selalu
meningkatkan dan memperluas pemassalan di kalangan bangsa Indonesia dalam
upaya membangun kesehatan dan kesegaran jasmani, mental dan rokhani
masyarakat serta membentuk watak dan kepribadian, displin dan sportivitas
yang tinggi, yang merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas manusia
Indonesia. Pemassalan dapat pula berfungsi sebagai wahana dalam penelusuran
bibit-bibit untuk membentuk atlet berprestasi. Memasyarakatkan olahraga dan
mengolahragakan masyarakat merupakan bentuk upaya dalam melakukan
pemassalan olahraga. Dalam olahraga prestasi, pemassalan seharusnya dimulai
pada usia dini.
Pemassalan juga olahraga dapat diartikan sebagai upaya untuk
memperkenalkan suatu cabang olahraga kepada khalayak umum baik anak –
anak maupun dewasa sehingga mendorong terciptanya suatu ajang kompetisi
maupun kejuaraan di dalam masyarakat dan di situ akan terlihat para pemain
yang mempunyai bakat di bidang tersebut untuk selanjutnya dibina dalam suatu
klub atau organisasi untuk dapat mengembangkan kemampuannya sehingga
menghasilkan atlet yang dapat berprestasi di tingkat dunia. Berikut ini pendapat
para ahli antara lain, Ambarukmi et.al (2007: 6) berpendapat “Pemassalan
adalah menggerakan anak usia dini untuk berolahraga secara menyeluruh agar
diperoleh bibit-bibit olahragawan handal”. Sedangkan, menurut Adisasmita dan
Syarifuddin (1996: 36), “Pemassalan olahraga adalah suatu proses dalam upaya
mengikutsertakan peserta sebanyak mungkin supaya mau terlibat dalam kegiatan
43
olahraga dalam rangka pencarian bibit-bibit atlet yang berbakat yang dilakukan
dengan cara teratur dan terus-menerus”.
Dalam pemassalan olahraga diperlukan strategi pemassalan, adapun
strategi pemassalan menurut Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 39) dapat
dilakukan dengan cara:
1). Menyediakan sarana dan prasarana olahraga yang memadai sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Apabila pemassalan olahraga ini akan
diterapkan di sekolah-sekolah, maka di sekolah-sekolah itu perlu
disediakan sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan
kemampuan untuk masing-masing tingkatnya.
2). Menyiapkan pengadaan tenaga pengajar atau pelatih olahraga yang
benar-benar memiliki kemampuan untuk menggerakkan olahraga pada
anak-anak usia muda di sekolah-sekolah.
3). Mengadakan berbagai bentuk pertandingan cabang olahraga bagi
anak-anak sekolah, baik dalam pertandingan antarklas, sekolah,
maupun antar perkumpulan.
4). Mengadakan domontrasi pertandingan antar atlet-atlet yang
berprestasi
5). Mengadakan kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa.
6). Memberikan motivasi kepada para siswa untuk mau berolahraga.
7). Merangsang minat para siswa dengan melaui media masa, vidio,
televisi, radio dan lain-lain.
Dengan strategi pemassalan yang tepat akan dapat dilihat para calon bibit
atlet yang benar-benar berkualitas untuk selanjutnya diarahkan untuk dapat
berprestasi ke tingkat yang lebih tinggi. Karena pemassalan olahraga merupakan
dasar dari pembinaan prestasi olahraga maka diperlukan kebijakan yang tepat
dari pemerintah sebagai dasar dan diterapkan secara tepat oleh pelaku olahraga.
b. Pembibitan
Pembibitan atlet adalah upaya mencari dan menemukan individu-individu
yang memiliki potensi untuk mencapai prestasi olahraga di kemudian hari,
sebagai langkah atau tahap lanjutan dari pemassalan olahraga.Pembibitan yang
dimaksud adalah menyemaikan bibit, bukan mencari bibit. Ibaratnya seorang
petani yang akan menanam padi, ia tidak membawa cangkul mencari bibit ke
hutan, tetapi melakukan penyemaian bibit atau membuat bibit dengan cara
tertentu, misalnya dengan memetak sebidang tanah sebagai tempat pembuatan
bibit yang akan ditanam.
44
Pembibitan dapat dilakukan dengan melaksanakan identifikasi bakat
(Talent Identification), kemudian dilanjutkan dengan tahap pengembangan bakat
(Talent Development). Dengan cara demikian, maka proses pembibitan
diharapkan akan lebih baik. Ditinjau dari sudut pertumbuhan dan perkembangan
gerak anak, merupakan kelanjutan dari akhir masa kanak-kanak, yaitu masa
adolesensi. Pelaksanaan pembibitan atlet ini menjadi tanggung jawab pengelola
olahraga pada tingkat eksekutif-taktik dan sekaligus bertanggung jawab pada
pembinaan di tingkat di bawahnya, yaitu pada tahap pemassalan olahraga. Di
sini disusun program yang mampu memunculkan bibit-bibit, baik di tingkat
kotamadya/kabupaten maupun di tingkat propinsi. Adanya kejuaraan-kejuaraan
yang teratur merupakan salah satu cara untuk merangsang dan memacu
munculnya atlet-atlet agar berlatih lebih giat dalam upaya meningkatkan
prestasinya.
Pembibitan atlet merupakan tahap lanjutan setelah terjadi pemassalan
olahraga. Dalam pembibitan atlet seorang pelatih harus dapat dengan jeli melihat
kemampuan tiap calon atlet mana yang berpotensi lebih untuk dapat
dikembangkan kemampuannya sehingga menghasilkan prestasi yang tinggi
nantinya. Karakteristik atlit bibit unggul menurut Adisasmita dan Syarifuddin
(1996: 60) adalah :
1). Tingkat atau derajat atau mutu (kualitas) bawaan sejak lahir.
2). Bentuk tubuh (poster tubuh) yang baik, sesuai dengan cabang olahraga
yang diminatinya.
3). Fisik dan mental yang sehat
4). Fungsi organ-organ tubuh yang baik seperti jantung, paru-paru, otot,
syaraf, dan lain-lain.
5). Kemampuan gerak dasar yang baik seperti kekuatan, kecepatan,
kelincahan, daya tahan, koordinasi, daya ledak, dan sebagainya.
6). Penyesuaian yang cepat dan tepat baik secara fisik maupun mental
terhadap pengalaman-pengalaman yang baru dan dapat membuat
pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk
dipergunakan apabila dihadapkan pada fakta-fakta atau kondisi-kondisi
yang baru atau dengan istilah lain “intelegensi tinggi”
7). Sifat-sifat kejiwaan (karakter) bawaan sejak lahir yang dapat
mendukung terhadap pencapaian prestasi yang prima, antara lain watak
berkompetitif tinggi, kemauan keras, tabah, ulet, tahan uji, pemberani,
dan semangat juangnya tinggi.
8). Kegemaran untuk berolahraga.
45
Untuk memperoleh atlet yang dapat berprestasi tinggi dimulai dengan
pembibitan sejak usia dini dan pembibitan itu haruslah disesuaikan dengan
karakteristik cabang olahraga yang akan digelutinya. Di dalam pembibitan atlet
terdapat identifikasi bakat dan sebagian besar identifikasi bakat dilakukan pada
tingkat anak usia muda (yunior), meskipun kadang-kadang dilakukan pada tahun
awal pada saat individu memasuki atlet senior. Proses pengidentifikasian atlet-atet
berbakat harus menjadi perhatian tiap cabang olahraga.
Pembibitan dan pemanduan bakat hendaknya dilakukan pada usia dini karena
pada usia tersebut anak memasuki fase pengenalan, latihan dan spesialisasi dalam
olahraga, seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2.2. Usia Permulaan Berolahraga, Spesialisasi, dan Prestasi Puncak
Menurut Berbagai Jenis Cabang Olahraga
Jenis Olahraga Mulai latihan
(dalam tahun)
Mulai spesialisasi
(dalam tahun)
Prestasi puncak
(dalam tahun)
Atletik 10-12 13-14 18-23
Senam (wanita) 6-7 10-11 14-18
Senam (pria) 6-7 12-14 18-24
Renang 3-7 10-12 16-18
Bola basket 7-8 10-12 20-25
Bola voli 11-12 14-15 20-25
Sepak bola 10-12 11-13 18-24
Tenis 6-8 12-14 22-25
Tinju 13-14 15-16 20-25
Anggar 7-8 10-12 20-25
Sumber: Bompa dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 64)
c. Pembinaan Prestasi
Prestasi olahraga merupakan puncak penampilan atlet yang dicapai dalam
suatu pertandingan atau perlombaan, setelah melalui berbagai macam latihan
maupun uji coba. Pertandingan/perlombaan tersebut dilakukan secara periodik
dan dalam waktu tertentu. Pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya
46
merupakan puncak dari proses pembinaan , baik melalui pemassalan maupun
pembibitan. Dari hasil proses pembibitan yang baik akan terpilih atlet yang
berkualitas dengan indikasi terus meningkat prestasi olahraganya. Di sini peran
klub-klub olahraga untuk membina atlet agar dapat meningkatkan prestasinya di
kancah pertandingan olahraga yang lebih tinggi
Para pengelola olahraga pada dasarnya bertanggung jawab terhadap sistem
pembangunan olahraga secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengorganisasian
program pembinaan jangka panjang dapat dikemukakan bahwa (1) masa kanak-
kanak berisi program latihan pemula (junior awal) yang merupakan usia mulai
berolahraga dalam tahap pemassalan, (2) masa adolesensi berisi program latihan
junior lanjut yang merupakan usia spesialisasi dalam tahap pembibitan, dan (3)
masa pasca adolesensi berisi program latihan senior yang merupakan usia
pencapaian prestasi puncak dalam tahap pembinaan prestasi.
Pembinaan atlet berprestasi harus memperhatikan tahapan umur dari calon
atet tersebut. Setiap tahapan mempunyai spesifikasi tersendiri dan juga terdapat
perbedaan umur dalam perlakuan yang diperuntukan bagi calon atlet laki-laki
maupun perempuan. Hal tersebut merupakan pola pembinaan atlet jangka
panjang untuk memperoleh atlet-atlet berkualitas. Pembagian tahapan tersebut
dikenal dengan istilah long term athlete development dan menurut Balyi dapat
dijabarkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.3. Long Term Athlete Development (LTAD)
Stage Age Objective
1- Fundamentals Males 6-9
Females 6-8
Buid overall motor skills, speed,
power, endurance developed using fun
games, running, jumping, and
throwing techniquee are taught. No
more than once or twice per week
participation in single sport.
Participation in different sport three
or four times per week.
2- Learning to
Train
Males 9-12
Females 8-11
Build overall sport skill. Training-to-
competition ratio 70:30
47
3- Training to
Train
Males 12-16
Females 11-15
Build aerobic base, build strength
toward of the end of the phase, and
further develop sport-specific skills.
Training-to-to competitions ratio
60:40
4- Training to
Compete
Males 16-18
Females 15-17
Optimize fitness preparation an
sport, individual position-specific
skills as well as perfornance.
Training-to-competitions ratio 50:50
5- Training to Win Males 18 and
older
Females 17
and older
Final phase of athletic preparation.
Training-to-competition ratio 25:75
6- Retirement/
Retention
Retain athletes for coaching,
administration, officials.
Sumber : Istvan Balyi dalam Moshak (2013: 2)
Pembinaan yang dilakukan secara sistematik, tekun dan berkelanjutan,
diharapkan akan mencapai prestasi yang maksimal. Proses pembinaan
memerlukan waktu yang cukup lama, yakni dari masa kanak-kanak atau usia
dini hingga anak mencapai tingkat efisiensi kompetisi yang tinggi. Pembinaan
dimulai dari program umum mengenai latihan dasar mengarah kepada
pengembangan efisiensi olahraga secara komperhensif dan kemudian berlatih
yang dispesialisasikan pada cabang olahraga yang ditekuninya sehingga dapat
tercipta atlet yang unggul.
Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi atlet di
dalam pembinaanya. Faktor tersebut bisa berasal dari diri atlet itu sendiri juga
bisa berasal dari luar diri seorang atlet. Faktor yang berasal dari dalam diri atlet
dapat terdiri dari kemampuan atlet itu sendiri didalam kemampuan atlet terdapat
unsur keturunan dan motivasi. Faktor yang berasal dari luar diri atlet adalah
kualitas latihan. Kualitas latihan dapat terbagi menjadi beberapa unsur
penunjang antara lain: pengetahuan dan kepribadian pelatih, sarana dan
48
prasarana olahraganya, hasil penelitian, dan pertandingan yang pernah dijalani.
Untuk lebih jelasnya menurut Bompa dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996:
25) skema tentang faktor-faktor yang menunjang peningkatan atlet dapat
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.2. Faktor-Faktor yang Menunjang Peningkatan Prestasi Atlet
Sumber : Bompa dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 25)
4. Sarana dan Prasarana Olahraga
Olahraga telah dijadikan sebagai gerakan nasional dan merupakan implementasi
dari pembangunan olahraga di Indonesia. Sejalan dengan itu, maka dicetuskanlah
program “tiada hari tanpa olahraga” dengan harapan olahraga dapat tumbuh dan
mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat disegala lapisan, baik itu kalangan
masyarakat bawah maupun atas. Ketika olahraga telah menjadi sebuah kebutuhan yang
wajib dipenuhi oleh setiap individu layaknya kebutuhan makan dan minum maka
timbullah sebuah permassalan baru yaitu kebutuhan akan sarana dan prasarana olahraga
yang aman dan memenuhi standar baik kualitas maupun kuantitas guna menunjang
segala aktivitas olahraga yang akan dilakukan. Demi kenyamanan dan kelancaran dalam
melakukan aktivitas olahraga tersebut maka diperlukan pula sarana dan prasarana yang
baik serta memenuhi standar keolahragaan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan akan sarana dan
prasarana olahraga tersebut sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Sistem
Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005 pasal 67 ayat 2 yang menyebutkan bahwa
49
”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana olahraga sesuai
dengan standar dan kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah”.
Sarana dan prasarana olahraga merupakan salah satu unsur pokok dalam
melakukan aktivitas olahraga prestasi, adapun pengertian sarana dan prasarana olahraga
para ahli menyampaikan pendapatnya antara lain definisi dari Kristiyanto (2012: 28)
menyatakan, “Sarana olahraga adalah peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk
kegiatan olahraga”. Sarana olahraga merupakan penunjang dalam kegiatan olahraga
tanpa adanya sarana olahraga kegiatan olahraga tidak akan dapat berjalan secara baik.
Dalam olahraga sendiri terdapat banyak alat yang digunakan baik untuk bermain,
berlatih maupun bertanding dalam event olahraga. Sedangkan Soepartono (1999/2000:
6) menyatakan bahwa:
“Istilah sarana olahraga adalah terjemahan dari Facilitie yaitu sesuatu yang dapat
digunakan atau dimanfaatkan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani”.
Sarana olahraga dibedakan menjadi dua kelompok:
a. Peralatan (apparatus)
Peralatan ialah sesuatu yang digunakan contoh: peti lompat, palang tunggal,
gelang-gelang dan sebagainya.
b. Perlengkapan (device) :
1). Semua yang melengkapi kebutuhan prasarana misalnya: net, bendera untuk
tanda garis batas.
2). Sesuatu yang dapat dimainkan atau dimanipulasi dengan tangan atau kaki
misalnya: bola, raket, pemukul”.
Prasarana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan yang
digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan olahraga Kristiyanto
(2012: 28). Pada dasarnya prasarana olahraga merupakan sesuatu yang bersifat
permanen. Tanpa didukung dengan prasarana yang baik maka sulit untuk melakukan
aktivitas olahraga yang berkualitas dan bahkan sulit memperoleh prestasi olahraga yang
tinggi. Soepartono (1999/2000: 5) menyatakan bahwa “Prasarana olahraga adalah
sesuatu yang merupakan penunjang terlaksananya suatu proses pembelajaran
pendidikan jasmani”. Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa prasarana olahraga adalah gedung olahraga, ruang serbaguna, lapangan dan
kolam renang yang dapat digunakan untuk kegiatan olahraga. Sarana olahraga adalah
alat yang digunakan mempraktekkan setiap cabang olahraga guna mencapai tingkatan
keterampilan yang lebih baik dan mengarah kepada pencapaian prestasi yang setinggi-
tingginya. Sarana dan prasarana olahraga adalah suatu alat dan bangunan yang
50
dirancang sesuai dengan persyaratan tertentu yang digunakan sebagai alat bantu dan
tempat melaksanakan kegiatan olahraga.
Dengan budaya olahraga yang tinggi di lingkungan masyarakat maka sarana dan
prasarana olahraga merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkat
partisipasi masyarakat untuk melakukan aktivitas olahraga. Beranjak dari banyaknya
sarana dan prasarana olahraga yang tersedia dalam suatu wilayah, dan kemudahan untuk
mendapatkan sarana dan prasarana olahraga tersebut maka masyarakat akan semakin
mudah untuk melakukan aktivitas olahraganya, baik itu aktivitas olahraga yang
bertujuan untuk mengisi waktu luang atau olahraga rekreasi maupun aktivitas olahraga
yang ditujukan untuk memperoleh prestasi yang tinggi dalam bidang olahraga. Hal
tersebut bertolak belakang apabila didalam suatu lingkup wilayah ketersediaan sarana
dan prasarana olahraga kurang mencukupi dan letak sarana dan prasarana olahraga yang
sulit dijangkau oleh masyarakat dapat menimbulkan penurunan minat masyarakat dalam
melakukan aktivitas olahraga.
Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan aktivitas olahraga,
seringkali tidak diimbangi dengan ketersediaan sarana dan prasarana olahraga yang
mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai. Sarana dan prasarana olahraga yang
sering digunakan secara rutin dan dalam tempo waktu yang lama sering kali mengalami
penurunan secara bertahap baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu
diperlukan sebuah kesadaran serta tanggung jawab bersama untuk selalu merawat dan
menjaga sarana dan prasarana olahraga yang tersedia agar terus dapat dipakai untuk
melakukan aktivitas olahraga. Perawatan sarana dan prasarana olahraga yang telah
dibangun pemerintah menjadi secara pokok menjadi tanggung jawab pemerintah itu
sendiri. Hal ini dikarenakan pemerintah seringkali menganggarkan biaya untuk merawat
sarana dan prasarana olahraga yang dimilikinya. Disamping hal itu, perawatan akan
sarana dan prasrana olahraga harus juga menjadi tanggung jawab masyarakat yang
berada di sekitarnya dan juga tidak mengabaikan kelompok-kelompok, klub-klub
olahraga yang sering kali menggunakan sarana dan prasarana olahraga tersebut.
Sarana dan prasarana olahraga yang tersedia di Indonesia kurang memadai baik
dari sisi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat
dikembangkan sebuah standar pelatihan bermutu tinggi. Indonesia telah merintis
pendirian pusat-pusat olahraga seperti pendirian Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar
51
(PPLP), Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM), yang tersebar diseluruh
Indonesia. Pusat pelatihan tersebut idealnya harus ada disetiap provinsi yang berada di
Indonesia, yang nantinya diharapkan dapat melahirkan atlet nasional berprestasi tinggi.
Namun, dalam kenyataannya ketersediaan sarana dan prasarana olahraga menjadi salah
satu faktor penghambatnya. Sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan dan tindakan
nyata dari pemerintah yang bertujuan untuk menyedikan, mengadakan, dan membangun
sarana dan prasarana olahraga agar dapat mendukung kegiatan pembinaan dan
pengembangan olahraga.
a. Jenis sarana dan prasarana olahraga
Secara garis besar sarana dan prasarana olahraga dibedakan menjadi dua
kategori yaitu sarana dan prasarana olahraga yang bersifat fisik dan sarana dan
prasarana olahraga yang bersifat nonfisik. Sebagai contoh sarana dan prasarana
olahraga yang bersifat fisik berupa stadion, gelanggang, lapangan, dan aula.
Sedangkan, sarana dan prasarana olahraga yang bersifat nonfisik mencakup
perkumpulan olahraga, pelatih dan guru pendidikan jasmani. Ketersediaan kedua
sarana dan prasarana olahraga tersebut baik itu dari segi kualitas maupun
kuantitasnya haruslah mencukupi selain diharapkan untuk dapat meningkatkan
partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan aktivitas olahraga, juga nantinya
diharapkan mampu mengubah persepsi masyarakat tentang olahraga yang tadinya
kegiatan olahraga hanya berekreasi dan mengisi waktu luang lambat laun berubah
menjadi sebuah gaya hidup.
Sarana dan prasarana olahraga merupakan salah satu item dalam penjaminan
mutu keberhasilan pembangunan olahraga. Keberadaan, jenis, jumlah dan kualitas
dari sarana dan prasarana olahraga ini tergatung dari kebutuhan, kondisi, serta arah
kebijakan pemerintah daerah tersebut. Tidak semua sarana dan prasarana olahraga
mampu disediakan oleh suatu daerah. Suatu daerah akan membangun sarana dan
prasarana olahraga sesuai dengan tingkat anggaran yang dimiliki dan arah kebijakan
yang akan dijalankannya. Pembangunan sarana dan prasarana disuatu daerah akan
tergantung dari cabang olahraga apa yang menjadi unggulan daerah tersebut. Oleh
karena itu perlu sebuah kecermatan dan kejelian pemerintah dalam menentukan
kebijakan penyediaan sarana dan prasarana olahraga disuatu daerah agar kebijakan
52
yang ditetapkan benar-benar tepat sasaran sehingga dapat digunakan oleh seluruh
lapisan masyarakat.
Gedung olahraga merupakan salah satu prasarana olahraga yang sering
dijumpai dibanyak didaerah di Indonesia menurut, IAKS (Internationaler Abeitskreis
Sport-und Freizeiteinrichtungen) Koln dalam Harsuki (2012: 184), memperkenalkan
tiga tipe gedung olahraga sebagai berikut:
1). Gedung olahraga untuk penggunaan multifungsi (Sport Hall for Multi
Fungsional Use), yaitu suatu gedung olahraga yang melayani berbagai
macam penggunaan.
2). Gedung olahraga untuk penggunaan berbagai penggunaan olahraga (Sport
Hall for Games Use atau Game Hall), yaitu suatu gedung olahraga yang
dipergunakan terutama untuk olahraga senam, latihan fisik yang
menggunakan perlengkapan kecil (seperti bangku swedia, kotak lompatan,
parallel bar, uneven bar, ring, dan sebagainya), dan permainan guna
mengisi waktu luang.
3). Gedung olahraga yang serbaguna ( Sport Hall with Multi Purpose Use, atau
Multi Purpose Hall), yaitu adalah suatu gedung multifungsi atau gedung
permainan (Games Hall), khususnya untk masyarakat kecil, dengan
fasilitas tambahan yang memadai dapat digunakan dari waktu kewaktu
untk sosial dan artistic even serta kebudayaan lainnya.
Berpatokan dari hal di atas kemudian Harsuki menjabarkan lagi jenis sarana
dan prasarana olahraga dalam bukunya menjadi beberapa bagian, namun dalam hal
ini Harsuki mengganti istilah sarana dan prasarana olahraga menjadi fasilitas, berikut
penggolongan fasilitas olahraga yang dikemukakan oleh Harsuki (2012: 183):
1). Fasilitas Tunggal, artinya fasilitas itu umumnya hanya digunakan untuk
satu cabang olahraga saja, misalnya stadion baseball, bowling, volley,
kolam renang, lapangan golf, sirkuit motor dan mobil, trek lapangan balap
kuda dan lain-lain.
2). Fasilitas serba guna. Dapat dalam kategori indoors maupun outdoors.
Yang termasuk indoors, misalnya istana olahraga (Istora) di kompleks
Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, dapat dikategorikan serba guna,
karena dapat untuk bermain dan bertanding, bola basket, bola voli, bulu
tangkis, sepak takraw, olahraga bela diri, dan lain-lain. Untuk lapangan
terbuka, misalnya dapat digunakan untuk motor cross, show untuk
kendaraan, rekreasi, konser dan lain-lain. Termasuk dalam serba guna ini
juga antara alain gedung Fitnes Centre, yang dapat digunakan untuk
senam, tenis, renang, jogging dan lain-lain.
3). Fasilitas pada rumah klub (club house), seperti yang banyak kita jumpai di
negara-negara Eropa, diperlengkapi dengan fasilitas terbuka maupun
tertutup, dan diperlengkapi dengan kotak penyimpanan barang (locker),
toilet, shower, restoran, dan toko alat peralatan olahraga.
53
4). Fasilitas olahraga yang besar tidak hanya menyediakan ruangan untuk
berpraktek olahraga saja, tetapi juga menyediakan ruangan untuk para
penonton Misalnya Stadion Utama Gelora Bung Karno mempunyai
kapasitas tempat duduk untuk 100.000 orang, sedangkan Istana Olahraga
memiliki tempat duduk 10.000 orang. Sedangkan hall basket di Senayan
berkapasitas tempat duduk 3.000 orang.
b. Penyediaan sarana dan prasarana olahraga
Penyediaan sarana dan prasarana olahraga disuatu daerah menjadi tugas
pokok Pemerintah Daerah, karena Hal ini telah terdapat dalam Undang-Undang
Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005. Kualitas pelayanan publik
yang semakin baik dapat diartikan bahwa implementasi kebijakan telah
dilakukan sesuai aturan dan daya dukung atau sumber daya yang disediakan dari
aparatur pemerintah yang meliputi sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai maupun transparansi pelayanan. Kebijakan publik yang baik tidak
terlepas juga dari proses perumusan kebijakan yang mencerminkan kebutuhan
masyarakat. Pemerintah sebagai pelaksana program-program kegiatan
pemerintahan berkewajiban untuk mampu meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat maupun kepada publik.
Era otonomi daerah memberikan kesempatan bagi pemerintah kabupaten/
kota untuk lebih mampu memeberikan kualitas pelayanan yang semakin baik
kepada masayarakat di wilayahnya. Disamping itu, pemerintah kabupaten/kota
juga mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam membuat suatu
kebijakan yang mengatur tentang penyediaan sarana dan prasarana olahraga. Hal
ini sejalan dengan isi Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional (UUSKN)
Nomor 3 Tahun 2005, Pasal 12 ayat 1 dan 2 menyatakan:
1). Pemerintah mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
serta standarisasi bidang keolahragaan secara nasional.
2). Pemerintah daerah mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan
dan mengordinasikan pembinaan dan pengembangan keolahragaan serta
melaksanakan standarisasi bidang keolahragaan di daerah.
UUSKN Nomor 3 Tahun 2005 juga menjelaskan mengenai kewajiban
pemerintah untuk menyediakan prasarana olahraga hal tersebut tertuang dalam
Pasal 67 ayat 2 yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
ketersediaan prasarana olahraga sesuai dengan standar dan kebutuhan
pemerintah dan pemerintah daerah”. Hal –hal yang diatur dalam Undang-
54
Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 tahun 2005 ini memperhatikan
asas desentralisasi, otonomi, peran serta masyarakat, keprofesionalan, kemitraan,
transparansi, dan akuntabilitas. Sistem pengelolaan, pembinaan, dan
pengembangan keolahragaan nasional diatur dengan semangat kebijakan
otonomi daerah guna mewujudkan kemampuan daerah dan masyarakat yang
mampu secara mandiri mengembangkan kegiatan keolahragaan. Dengan
demikian merupakan sebuah keharusan bagi pemerintah Kabupaten Pacitan
untuk menyusun suatu kebijakan dalam upaya penyediaan sarana dan prasarana
olahraga di Kabupaten Pacitan sesuai UUSKN Nomor 3 Tahun 2005.
1). Perencanaan sarana dan prasarana olahraga
Perencanaan merupakan proses awal untuk memutuskan tujuan dan cara
pencapaiannya. Perencanaan yang baik dan matang akan menghasilkan hasil
yang maksimal. Setiap tahapan demi tahapan dalam proses perencanaan
sarana dan prasarana olahraga haruslah dilewati. Penyususnan sebuah
perencanaan sarana dan prasarana olahraga hendaknya didasarkan pada latar
belakang yang jelas misalnya menyangkut kebutuhan dan tujuan yang hendak
dicapai oleh pembuat rencana. Menurut Terry dalam Harsuki (2012: 85)
bahwa :
“perencanaan yang pada dasarnya adalah penyusunan sebuah pola
tentang aktivitas-aktivitas masa yang akan datang yang terintregrasi dan
dipredeterminasi. Hal tersebut mengharuskan adanya kemampuan untuk
meramalkan, memvisualisasikan dan melihat ke depan yang dilandasi
dengan tujuan-tujuan tertentu”.
Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun sebuah
perencanaan. Salah satu dimensi yang tidak dapat disahkan dalam sebuah
perencanaan adalah dimensi waktu. Menurut Harsuki (2012: 87-88) bahwa
rencana yang dikaitkan dengan waktu dapat dibagi sebagai berikut :
a). Perencanaan jangka pendek (SR = Short Range) yang biasanya
mencakup waktu kurang dari 1 tahun.
b). Perencanaan jangka menengha ( IR = Intermediate Range) yang
meliputi waktu lebih dari 1 tahun akan tetapi kurang dari 5 tahun.
c). Perencanaan jangka panjang ( LR = Long Range ) yang meliputi
waktu kebih dari 5 tahun.
55
Perencanaan jangka panjang dalam hal ini menyangkut tentang
penyediaan sarana dan prasarana olahraga, hendaknya mengacu pada sebuah
Grand Design di suatu daerah atau wilayah yang di dalamnya juga mencakup
rencana pengembangan wilayah atau perkotaan sehingga akan terjadi
sinkronisasi antara penyediaan sarana dan prasarana olahraga dan
pengelolaan kota yang baik. Perencanaan tipe ini biasanya lebih bersifat
administratif dan berkenaan dengan perencanaan strategic perencanaan
jangka menengah lebih bersifat penunjang yang diarahkan untuk mencapai
tujuan utamanya yaitu terlaksananya perencanaan jangka panjang. Sedangkan
perencanaan jangka pendek, di dalamnya memuat tentang butir-butir operatif
mengenani hal-hal penting yang harus segera dilaksanakan sebagai langkah
awal untuk mensukseskan rencana jangka menengah.
Menurut International Olympic Committee dalam Harsuki (2012: 90),
pengembangan sebuah perencanaan menggunakan terminologi/tipe-tipe
perencanaan sebagai berikut:
a). Strategic Plan yang memberikan pengertian misi (mission), maksud
(goals) dan tujuan (objective) serta tujuan taktis (tactical end)
dengan apa mereka mencapai tujuannya dan memeberikan evaluasi.
b). Busines plan yang menjabarkan suatu strategic plan dengan cara
menerangkan bagaimana melangkah ke depan, memperhatikan
resiko, tantangan, aktivitas yang spesifik dan program, biaya dari
berbagai kegiatan, ketepatan waktu, tanggung jawab siapa berbagai
bagian yang harus melaksanakan perencanaan dan unsur lainnya
lagi.
Rencana strategik atau yang biasa disebut renstra merupakan sebuah
rencana yang dibuat sebagai acuan dalam menentukan tujuan jangka panjang
dengan memanaatkan berbagai suber daya yang dimiliki, oleh karena itu para
pembuat kebijakan harus menyiapkan berbagai rencana strategik yang akan
dilaksanakan. Pendekatan yang digunakan dalam proses perencanaan tersebut
dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Menurut Bangun, (2008: 78-
79) tahapan-tahapan perencanaan sebagai berikut :
a). Menetapkan tujuan
b). Merumuskan keadaan sekarang
c). Mengidentifikasi kemudahan – kemudahan dan hambatan-hambatan
d). Mengembangkan rencana
56
Unsur-unsur dalam sebuah perencanaan menurut Harsuki (2012: 91-93)
sebagai berikut:
a). Pernyataan deskriptif ( Descriptive Statement)
b). Pernyataan visi (Vision Statement)
c). Pernyataan misi (Mission Statement)
d). Filsafat yang jadi pedoman
e). Prinsip – prinsip pengoperasian (Operating Principles)
f). Tujuan (Objectives)
g). Tanda-tanda keberhasilan
h). Program
Kompleksitas dan dinamika perencanaan penyediaan sarana dan
prasarana olahraga semakin mengemuka pada era otonomi daerah yang
dewasa ini ditandai dengan pelimpahan wewenang yang besar kepada daerah
kabupaten/ kota. Dengan kata lain, kewenangan yang luas dan nyata telah
menimbulkan tantangan tersendiri yang perlu mendapatkan perhatian dalam
perencanaan penyediaan sarana dan prasarana olahraga. Sarana dan prasarana
olahrgaa yang bermutu didukung dengan program berkualitas yang dimulai
dengan sebuah perencanaan yang matang ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi dalam perencanaan sarana dan prasarana olahraga menurut Handoko
(1999: 32) adalah:
a). Melayani kebutuhan yang terindikasi
b). Konstruksi yang bermutu dan mempertimbangkan keselamatan
c). Multiguna
d). Lokasi strategis
e). Mudah dijangkau
f). Harga yang efektif
g). Mudah disupervisi
h). Pemeliharaan dan penjagaan efisien
i). Bisa diperluas
j). Memperhatikan segi keindahan
Perencanaan sarana dan prasarana olahraga yang dibuat oleh
pemerintah suatu kabupaten juga harus memperhatikan beberapa hala
57
diantaranya didasarkan pada potensi dan kemampuan yang dimiliki daerah
tersebut. Potensi setiap daerah berbeda-beda, karena secara khusus
karakteristik daerahnya juga berbeda mulai dari letak geografis, keadaan
sosial budaya, sehingga menuntut pemerintah untuk jeli melihat potensi-
potensi yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat. Dari aspek kemampuan
daerah juga perlu diperhatikan karena tidak mungkin sebuah daerah mampu
menyediakan semua jenis fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat. Oleh
sebab itu perlu adanya suatu prioritas pada cabang-cabang olahraga unggulan
yang memang harus dipenuhi fasilitasnya dengan baik. Hal tersebut bisa
berdasarkan pada minat masyarakat maupun cabang olahraga yang
diunggulkan.
2). Ketersediaan sarana dan parasarana olahraga
Pada umumnya pemerintah lebih mementingkan pembangunan di
sektor ekonomi daripada pembangunan di sektor olahraga. Di lain pihak
masyarakat belum menjadikan olahraga sebagai gaya hidup. Tidak
tersedianya sarana dan prasarana olahraga yang memadai juga semakin
membuat masayarakat memandang sebelah mata pentingnya untuk selalu
berolahraga, dan hal ini dapat menurunnya tingkat kebugaran tubuh
masyarakat itu sendiri. Kegiatan positif seperti olahraga merupakan salah satu
upaya untuk melindungi generasi muda dari aktifitas yang bersifat destruktif.
Olahraga yang terarah dan terbina memerlukan waktu dan keseriusan dari
pihak-pihak yang berkompeten di bidang olahraga, sehingga waktu luang
pemuda dapat dialihkan kepada kegiatan olahraga dengan didukung sarana
dan prasarana olahraga yang memadai dan memenuhi standar tentunya.
Usaha untuk menyediakan sarana dan parasarana olahraga oleh
pemerintah hendaknya memperhatikan rasio penduduk dan konsep ruang
terbuka, dimana jumlah penduduk di suatu wilayah harus diimbangi dengan
ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk beraktifitas
olahraga bagi masyarakat. Setelah tersedia ruang terbuka sudah menjadi
kewajiban pemerintah untuk melengkapinya dengan sarana dan prasarana
58
yang dibutuhkan untuk berolahraga secara bertahap dari sarana dan prasarana
olahraga yang menjadi prioritas atau unggulan di daerah tersebut.
Dalam upaya penyediaan sarana dan prasarana olahraga untuk
masyarakat dibutuhkan suatu perangkat yang disebut evaluasi kebutuhan.
Menurut Harsuki (2012: 188) bahwa “secara ringkas dijelaskan bahwa
evaluasi kebutuhan inilah perangkat yang digunakan untuk menentukan
apakah fasilitas baru sudah diperlukan jika sudah diperlukan bagaimana tipe
dan spesifikasi sarana dan prasarana olahraga tersebut”. Selanjutnya
dijelaskan bahwa fokus dari evaluasi kebutuhan adalah sebagai berikut:
a). Harapan masyarakat
(1). Sejarah olahraga setempat
(2). Harapan dan kebutuhan masyarakat
b). Akses dan kesempatan
(1). Agar dikaji bagaimana masyarakat dapat mengakses fasilitas
(2). Memastikan seluruh komponen masyarakat memepunyai
kesempatan menggunkan fasilitas.
c). Demografi
Mempertimbangkan angka pertumbuhan penduduk yang dapat
memepengaruhi penggunaan sarana dan prasarana olahraga,
misalnya:
(1). Dalam 10 tahun menatang bagaimana perbandingan antara usia
muda dan usia lanjut
(2). Bagaimana kecenderungan perpindahan penduduk dari desa ke
kota.
d). Keberlanjutan
(1). Apakah dapat diperoleh pemasukan yang memadai untuk biaya
operasional
(2). Memastikan bahwa peralatan yang rusak maupun kadaluwarsa
dapat diganti, sehingga fasilitas selalu dapat digunakan sesuai
desain yang telah dirancang.
e). Memperhatikan lingkungan local
(1). Jika iklimnya panas, pertimbangkan pembangunan fasilitas
untuk aquatics.
(2). Jika iklimnya berangin, pertimbangkan fasilitas parasailing,
layang-layang dan lain-lain
f). Perubahan iklim
Selalu pertimbangkan pola cuaca, seperti banjir tahunan, angin
kencang dan lain-lain.
Selain faktor-faktor diatas dalam peyiapan prasarana olahraga harus
memperhatikan faktor lain juga. Faktor lain tersebut menurut Harsuki (2003:
59
384) dibedakan menjadi dua, karena berdasarkan sifatnya olahraga ada dua sifat
yaitu:
a). Horizontal, dalam arti menyebar atau meluas yang sesuai dengan
konsep “ Sport For All” atau dengan semboyan yang kita miliki “
Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat”
yang tujuannya untuk kebugaran dan kesehatan.
b). Vertikal, dalam arti bersifat mengarah keatas dengan tujuan
mencapai prestasi tertinggi dalam cabang olahraga tertentu baik
untuk tingkat daerah, nasional maupun internasional.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa guna memenuhi dua arah kegiatan
tersebut, kebutuhan sarana dan prasarana olahraga perlu memperhatikan tiga
faktor, yaitu :
a). Kuantitas
Guna menampung kegiatan pemassalan olahraga perlu prasarana
olahraga yang jumlahnya mencukupi sesuai dengan kebutuhan
seperti yang ditentukan di dalam pedoman penyiapan sarana
prasarana olahraga tersebut haruslah tersebar merata diseluruh
wilayah.
b). Kualitas
Guna manampung kegiatan olahraga prestasi, prasarana olahraga
yang disiapkan perlu memenuhi kualitas sesuai dengan syarat dan
kebutuhan masing-masing cabang olahraga:
(1) Memenuhi standar ukuran internasional
(2) Kualitas bahan/ material yang dipakai harus memenuhi syarat
internasional.
c). Dana
Untuk menunjang kedua faktor diatas, diperlukan dana yang cukup
sehingga dapat disiapkan prasarana yang mencukupi jumlahnya
serta kualitasnya memenuhi syarat.
Membangun sarana dan prasarana olahraga hendaknya disesuaikan dengan
perkembangan jaman. Selain itu kuantitas sarana dan prasarana olahraga yang
diperbanyak, kualitas juga harus ditingkatkan agar adanya keselarasan antara
kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana olaharaga. Kemudian pendanaan
juga harus dirancang secara cermat agar rencana pembangunan sarana dan
prasarana olahraga dapat terlaksana secara terarah dan terprogram sehingga
menghasilkan hasil pembangunan olahraga yang maksimal dan dapat mengikuti
perkembangan zaman.
60
Tabel 2.4. Pedoman Menpora Tentang Prasarana Olahraga
No Jumlah
Penduduk
Prasarana Perkiraan Jumlah
(m2)
Jumlah
Seuruhnya
Luas (m2)
Luas
(m2)
I 250-500 1. Taman bermain
2. Lapangan bulu
tangkis
3. Lapangan bola
voli
1
1
1
12.000 600 4x4x12x10x 1.152.000
II 2.500-
4.000
1. Lapangan bulu
tangkis
2. Lapangan bola
voli
3. Lapangan bola
basket
4. Lapangan tenis
1
1
1
1
16.000 2.100 4x4x12 403.200
III 30.000-
50.000
1. Lapangan bulu
tangkis
2. Lapangan bola
voli
3. Lapangan bola
basket
4. Lapangan tenis
5. Lapangan bola
dan lintasan
atletik
2
2
1
2
1
28.000 18.800 4x4x 300.800
IV 120.000
(Kecamatan)
1. Stadion
2. Gedung
olahraga
3. Kolam renang
4. Lapangan bola
voli
5. Lapangan basket
6. Lapangan tenis
1
1
1
2
2
2
41.500 27.500 4x 110.000
V 480.000
(Dati II)
1. Stadion
2. Gedung
olahraga
3. Kolam renang
1
1
1
81.000 33.900 1x 33.900
61
4. Lapangan bola
voli
5. Lapangan bola
basket
6. Lapangan tenis
2
2
4
480.000 4,2 m2/ orang 1.999.900
Sumber : Harsuki (2003: 383)
Selain hal tersebut di atas sarana dan prasarana olahraga juga mempunyai
standar tersendiri yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2007 pasal 89 tentang penyelenggaraan keolahragaan sebagai berikut:
a) Standar sarana dan prasarana olahraga terdiri atas standar sarana
olahraga dan standar prasarana olahraga.
b) Standar prasarana olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup persyaratan :
(1). Ruang dan tempat berolahraga yanag sesuai persyaratan teknis
cabang olahraga.
(2). Lingkungan terbebas dari polusi air, udara, dan suara.
(3). Keselamatan sesuai dengan persyaratan keselamatan bangunan.
(4). Keamanan yang dinyatakan dengan terpenuhinya persyaratan
sistem pengamanan.
(5). Kesehatan yang dinyatakan dengan tersedianya perlengkapan
medik dan kebersihan.
c) Standar sarana olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup persyaratan:
(1). Perlengkapan dan peralatan yang sesuai persyaratan teknis cabang
olahraga
(2). Keselamatan yang sesuai dengan persyaratan keselamatan
perlengkapan dan peralatan.
(3). Kesehatan yang dinyatakan dengan dipenuhinya persyaratan
kebersihan dan higienis
(4). Pemenuhan syarat produk yang ramah lingkungan.
3). Pemanfaatan sarana dan prasarana olahraga
Pembangunan sarana dan prasarana olahraga merupakan sebuah
keharusan agar dapat mendukung proses pemassalan olahraga bagi
masyarakat. Adanya sebuah perencanaan yang baik serta sistem penyediaan
yang maksimal harus diiringi pula dengan pola pemanfaatannya maka akan
berdampak negatif bagi perkembangan olahraga itu sendiri. Kesalahan dalam
pemanfaatan sarana dan prasarana olahraga sebagai contohnya dengan
62
mengeluarkan kebijakan untuk memberikan ijin penggunaan prasarana
olahraga seperti stadion sepakbola untuk diluar kegiatan olahraga semisal
kampanye, konser dan lain-lain. Kebijakan seperti itu tidak baik bagi
kelangsungan prasarana olahraga karena prasarana yang digunakan bisa rusak
bahkan lambat laun bisa beralih fungsi.
Salah satu tujuan disediakannya sarana dan prasarana olahraga yaitu agar
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan geraknya
melalui olahraga sehingga tercipta sebuah masyarakat yang sehat dinamis dan
sehat statis. Pengguna sarana dan prasarana olahraga adalah pelaku olahraga
itu sendiri mulai dari pelaku olahraga prestasi, pelaku olahraga rekreasi,
maupun pelaku olahraga pendidikan. Pola pemanfaatan setiap ruang lingkup
olahraga berbeda tergantung dari hakekat dan tujuan masing-masing namun
dengan satu harapan bahwa olahraga dapat memasyarakat dan menjadi pola
hidup bagi setiap orang.
Pemanfaatan sarana dan prasarana olahraga prestasi yang cenderung
menitikberatkan pada pencapaian prestasi tinggi sebagai tolak ukur
keberhasilan programnya. Hal ini menuntut diperlukan sebuah sarana dan
prasarana dengan kualitas yang memenuhi standar internasional. Sarana dan
prasrana olahraga prestasi biasanya hanya dimanfaatkan oleh segelintir
pelaku olahraga yang benar-benar berkompeten pada setiap cabang olahraga
dan masyarakat luas tidak dianjurkan untuk memakai sarana dan prasarana
tersebut karena bisa menimbulkan kerusakan apabila dipakai oleh orang yang
belum kompeten pada bidangnya.
Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan
merupakan kegitan yang bermanfaat untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan. Dari sekian banyak jenis dan bentuk kegiatan fisik, kegiatan
olahraga merupakan bentuk kegiatan fisik yang paling banyak memiliki
kelebihan. Selain berfungsi menjaga dan meningkatkan kesehatan, olahraga
juga berfungsi sebagai aktivitas untuk rekreasi dan sekaligus sebagai sarana
untuk mencapai prestasi yang tinggi dibidang olahraga. Sejalan dengan itu,
sebagai salah satu upaya dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan
kesehatan masyarakat serta pembudayaan perilaku hidup sehat masyarakat,
63
pemerintah menyelenggarakan berbagai program untuk meningkatkan
partisipasi olahraga masyarakat.
Badan Pusat Statistik dalam penelitiannya menemukan bahwa struktur
demografis masyarakat, pengetahuan masyarakat tentang manfaat olahraga,
selera atau preferensi, ketersediaan sarana dan prasarana olahraga, dan
lingkungan tempat tinggal merupakan faktor-faktor internal yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam melakukan aktivitas olahraga.
Prestasi atlet terutama pada event internasional, motivasi guru/pelatih, dan
intervensi pemerintah juga diyakini sebagai faktor eksternal yang dapat
merangsang tumbuhnya partisipasi masyarakat untuk berolahraga (Dirjen
Olahraga, 2004). Penelitian lainnya memperlihatkan bahwa ketersediaan
prasrana mempengaruhi motivasi mereka untuk melakukan olahraga. Hal ini
sekaligus menunjukkan bahwa partisipasi aktif olahraga tidak cukup hanya
menyerahkan sepenuhnya kepada kemauan orang per orang, tetapi perlu
didorong dengan menciptakan situasi yang meungkinkan masyarakat
melakukan olahraga, misalnya dengan memberikan sarana dan prasarana
olahraga yang memadai ( Dirjen Olahraga, 2004).
4). Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Olahraga
Sarana dan prasarana olahraga merupakan unsur utama yang harus
dipenuhi dalam kegiatan olahraga. Oleh karena itu pengelolaan sarana dan
prasarana sangat dibutuhkan untuk terus menjaga kelangsungan daripada
aktivitas olahraga tersebut. Dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana
olahraga dapat dijadikan sebagai lahan bisnis dan menghasilkan keuntungan
yang dapat diraih tergantung pada kualitas produk, pertandingan atau jasa
yang dijual, memiliki daya tarik dan ditampilkan pada saat tepat dan ditempat
strategis.
Pengelolaan sarana dan prasarana olahraga erat kaitannya dengan
bagaimana konsep managemen pengelolaan itu sendiri. Pengelolaan sarana
dan prasarana olahraga sebagaimana terdapat dalam managemen pada
umumnya. Harsuki (2012: 206-207) menyatakan bahwa “Managemen
olahraga pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
64
managemen olahraga pemerintah dan managemen olahraga swasta”.
Kemudian Terry dalam Harsuki (2012: 79) menerangkan bahwa fungsi
managemen dilasifikasikan dalam empat bagian yaitu: Perencanaan
(Planning), Pengorganisasian (Organizing), Penggerakan (Actuating),
Pengawasan (Controlling).
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional Pasal 38 ayat 1, menyatakan bahwa “ Pengelolaan olahraga pada
tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan
dibantu oleh komite olahraga kabupaten/kota”. Dengan demikian,
pengelolaan sarana dan prasarana olahraga yang dibangun dengan
menggunakan APBN perlu dikelola dengan baik karena sarana dan prasarana
olahraga merupakan aset yang dapat mendorong perkembangan olahraga di
suatu daerah terhadap olahraga di daerahnya masing-masing. Oleh karenanya
sarana dan prasarana olahraga perlu didokumentasikan dengan baik,
dipelihara dan dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan terintegrasi melalui
sebuah sistem pengelolaan yang jelas. Adapun ciri-ciri sarana dan prasarana
yang dikelola dengan baik menurut Harsuki (2012: 187) yaitu:
a) Beroperasi pada jam yang ditentukan setiap harinya dengan
memberikan pelayanan yang ramah.
b) Pelanggan baru diterima secara baik dan mereka mendapat petunjuk
sehingga dapat menggunakan fasilitas sebaik-baiknya.
c) Karyawan yang terlatih dengan baik, peran dan tanggung jawabnya
dapat dikenali oleh setiap pengguna.
d) Prosedur keselamatan PPK, pertolonggan darurat dan lain-lain telah
didokumentasikan dan siap untuk beroperasi.
e) Melalui pengoperasianya, fasilitas dapat menghasilkan manfaat
ekonomi.
Sarana dan prasarana olahraga perlu didayagunakan dan dikelola untuk
berbagai kepentingan olahraga. Pengelolaan tersebut bertujuan memberikan
layanan secara profesional berkaitan dengan penggunaan sarana dan prasarana
olahraga agar dapt berjalan secara lancar, efektif, dan efisien dalam waktu yang
lama. Adapun administrasi atau pengelolaan sarana dan prasarana olahraga
meliputi :
65
a). Pemeliharaan sarana dan prasarana olahraga
Hisyam (1991: 31-32) berpendapat “Tujuan pemeliharaan atau
perawatan dalam kegiatan olahraga adalah untuk menentukan dan
meyakinkan bahwa alat-alat dalam keadaan aman dan memuaskan
untuk digunakan kegiatan-kegiatan tersebut”. Selanjutnya dijelaskan
bahwa prinsip-prinsip dalam pemeliharaan sarana dan prasarana
olahraga yaitu:
(1). Kebijaksanaan dan tata cara memelihara sarana olahraga harus
direncanakan untuk memperpanjang umur peralatan sedemikian
rupa sehingga mungkin akan menghasilkan modal lagi yang
maksimal.
(2). Pemeliharaan hendaknya direncanakan untuk menjamin
keselamatan bagi semua orang yang menggunakan alat-alat.
(3). Hanya orang-orang yang berhak hendaknya diberi kedudukan
sebagai pemimpin/ kepala tata usaha.
(4). Alat-alat seharus nya diawasi secara periodik untuk memperoleh
dan mencapai keselamatan dan kondisi alat-alat.
(5). Perbaikan dan pemulihan kembali kondisi peralatan dibenarkan
apabila alat-alat atau bahan yang diperbaiki atau dibangun
dengan biaya yang murah.
(6). Menutupi dan melindungi peralatan yang layak akan menolong
dan menjamin pemeliharaan secara ekonomis dan aman.
b). Invetarisasi Sarana dan Prasarana Olahraga
Inventarisasi adalah upaya untuk membuat catatan dan
membukukan tentang keberadaan sarana dan prasarana olahraga yang
dimiliki. Inventarisasi akan memudahkan dalam mengontrol
keberadaan sarana dan prasarana olahraga yang dimiliki serta juga
dapat sebagai pertimbangan guna melengkapi sarana prasarana
olahraga yang belum dimiliki. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
kekosongan pada sarana prasarana salah satu cabor olahraga tetapi
ada penumpukan sarana prasarana olahraga di cabang olahraga
lainnya.
66
c). Perawatan Sarana dan Prasarana Olahraga
Perawatan sarana dan prasarana olahraga sangat diperlukan
demi menjaga kelestarian sarana dan prasarana olahraga tersebut agar
dapat selalu digunakan untuk beraktivitas olahraga dan mempunyai
jangka pemakaian yang panjang. Tata cara dalam perawatan sarana
dan prasarana olahraga yaitu dengan :
(1). Pembersihan secara berkala seminggu sekali
(2). Perbaikan jika mengalami kerusakan
(3). Pengecatan kembali apabila ada sarana dan prasarana olahraga
yang catnya sudah mulai mengelupas
(4). Pergantian dengan yang baru apabila sarana dan prasarana
olahraga yang digunakan sudah terlalu sering dan tak layak
pakai.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti
mengenai Kebijakan Pemerintah tentang Ketersediaan Sarana dan Prasarana Olahraga
adalah penelitian yang dilakukan oleh :
Dalam buku tersebut berisi pengupasan secara lengkap mengenai pembangunan
olahraga. Pembangunan olahraga dalam buku ini dikaji dari berbagai dimensi
sebagaimana yang secara riil dan faktual selalu bersinggungan dengan seluruh aspek
perikehidupan bermasyarakat dan berisi tentang arah-arah kebijakan pemerintah
mengenai pembangunan olahraga ditinjau dari berbagai kategori baik itu olahraga
rekreasi, pendidikan, maupun prestasi.
Nama
Judul
Tahun
:
:
:
Agus Kristiyanto
Pembangunan Olahraga untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kejayaan
Bangsa
2012
67
C. Kerangka Berfikir.
Gambar 2.3. Bagan Kerangka Berpikir
Kebijakan pemerintah tentang olahraga dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan
Daerah (PERDA), Peraturan Bupati (PERBUP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) manupun instruksi yang ditetapkan pemerintah daerah agar olahraga di
daerah tersebut mengalami kemajuan dan dapat mengangkat harkat dan martabat daerah
dikancah olahraga nasional. Salah satunya kebijakan tentang pembinaan olahraga
prestasi dan penyediaan sarana prasarana olahraga Di dalam proses pembinaan olahraga
prestasi terdapat struktur bangunan berbentuk piramida yang terdiri dari 3 lantai, yang
saling berkaitan. Setiap lantai memiliki bagian masing-masing lantai pertama adalah
pemassalan olahraga, lantai kedua pembibitan atlet dan lantai ketiga pembinaan prestasi
Kebijakan Pemerintah
Tentang Olahraga Prestasi
Ketersediaan Sarana
Prasarana Olahraga Prestasi
RENSTRA
Perencanaan Sarana
Prasarana Olahraga Prestasi
Pemanfaatan Sarana
Prasarana Olahraga Prestasi
Perkembangan Olahraga
Prestasi Kabupaten Pacitan
Pegelolaan Sarana
Prasarana Olahraga Prestasi
Pembinaan
Prestasi
Pembibitan Atlet
PERDA
Pemassalan
Olahraga
RKPD
PERBUP
INSTRUKSI
RPJMD
68
atlet. Dalam penyediaan sarana prasarana olahraga tersebut memuat tentang
perencanaan, ketersediaan, pemanfaatan, dan pengelolaan sarana dan prasarana prestasi
olahraga.
Sebuah kebijakan pemerintah memerlukan penyusunan rencana yang baik
mengenai hal-hal yang harus dijalankan untuk mendukung implementasi kebijakan
tersebut, misalnya dalam bentuk rencana strategis. Rencana tersebut merupakan sebuah
proyek nyata yang akan dilakukan dalam suatu jangka waktu tertentu dimana target-
target harus dapat dipenuhi sesuai batasan waktu yang sudah ditetapkan diawal rencana.
Dengan perencanaan yang matang maka diharapkan implementasinya juga baik dimana
akan terwujud suatu pembinaan dan ketersediaan sarana prasarana olahraga prestasi di
Kabupaten Pacitan. Sebuah kebijakan yang baik mengenai pembinaan olahraga
(pemassalan, pembibitan atlet, dan pembinaan atlet) dan penyediaan sarana prasarana
olahraga (perencanaan, ketersediaan, pemanfaatan, dan pengelolaan) harus pula diikuti
dengan implementasi yang baik pula agar apa yang diharapkan dari kebijakan tersebut
dapat dicapai secara maksimal.
Dengan adanya kebijakan mengenai mengenai pembinaan olahraga (pemassalan,
pembibitan atlet, dan pembinaan atlet) dan penyediaan sarana prasarana olahraga
(perencanaan, ketersediaan, pemanfaatan, dan pengelolaan) serta implementasi yang
baik akan kebijakan tersebut maka diharapkan olahraga prestasi di Kabupaten Pacitan
dapat berkembang secara pesat sehingga dapat menghasilkan atlet-atlet berprestasi yang
nantinya dapat mengangkat harkat dan martabat nama Kabupaten Pacitan disetiap even
pertandingan olahraga yang digelar, baik itu ditingkat regional, nasional maupun
internasional.