bab ii landasan teori a. gambaran umum teori
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Teori
1. Laporan Keuangan
a. Definisi Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 Tahun 2015, Laporan Keuangan adalah
penyajian terstuktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu
entitas. Laporan ini menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi
dalam nilai moneter. Laporan Keuangan yang lengkap biasanya
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya,
sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan
lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi
tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya,
informasi keuangan segmen industri dan geografis serta
pengungkapan pengaruh perubahan harga.
b. Jenis - Jenis Laporan Keuangan
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No.1 tahun 2015 berdasarkan cara penyajiannya, laporan keuangan
terdiri dari sebagai berikut :
1) Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah ringkasan aktivitas transaksi pada
perusahaan yang akan berpengaruh pada stabilitas, risiko dan
prediksi pada suatu periode yang menghasilkan hasil usaha
bersih atau kerugian yang timbul dari kegiatan usaha dan
aktivitas lainnya. Laporan laba rugi perusahaan menampilkan
berbagai unsur kinerja keuangan yang diperlukan bagi
penyajian secara wajar.
2) Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas adalah laporan yang menyajikan
peningkatan maupun penurunan aset-aset bersih atau kekayaan
perusahaan selama periode tertentu yang didasarkan prinsip-
prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus
diungkapkan dalam laporan keuangan.
3) Laporan Posisi Keuangan
Laporan posisi keuangan berisi gambaran posisi keuangan,
yang menunjukkan aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu
perusahaan pada tanggal tertentu.Laporan posisi keuangan aset
lancar akan dipisahkan dengan laporan posisi keuangan aset
tidak lancar. Begitu juga kewajiban jangka pendek tentu akan
dipisahkan dengan kewajiban jangka panjang.
4) Laporan Arus Kas Informasi
Pada umumnya laporan arus kas banyak digunakan sebagai
indikator dari jumlah, waktu dan kepastian arus kas masa
depan. Selain itu, arus kas berfungsi meneliti kecermatan dan
ketepatan perkiraan/taksiran arus kas masa depan yang telah
dibuat sebelumnya dan dalam menentukan hubungan
antara profitabilitas dan arus kas bersih serta dampak
perubahan harga yang diklasifikasikan menurut aktivitas
operasi, investasi dan pendanaan.
5) Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau
rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi,
laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas serta informasi
tambahan seperti kewajiban kontijensi dan komitmen. Catatan
atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK
serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
c. Kinerja Keuangan
Menurut (Agnes Sawir 2015, 6) mengatakan bahwa :
”Kinerja keuangan adalah untuk menilai kondisi keuangan dan
prestasi perusahaan, analisis memerlukan beberapa tolak ukur
yang digunakan adalah rasio dan indeks, yang menghubungkan
dua data keuangan antara satu dengan yang lain.”
Kinerja keuangan perusahaan berkaitan erat dengan
pengukuran dan penilaian kinerja. Pengukuran kinerja (performing
measurement) adalah kualifikasi dan efisiensi serta efektivitas
perusahaan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi.
Pengukuran kinerja perusahaan digunakan untuk melakukan
perbaikan di atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing
dengan perusahaan lain. Analisis kinerja keuangan merupakan proses
pengkajian secara kritis terhadap review data, menghitung,
mengukur, menginterprestasi, dan memberi solusi terhadap
keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.
d. Rasio Keuangan
Menurut (Kasmir 2016, 104) mengatakan bahwa :
“Rasio keuangan adalah kegiatan membandingkan angka-
angka yang ada di dalam laporan keuangan. Perbandingan dapat
dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu
laporan keuangan atau antar komponen yang ada diantara laporan
keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa
angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode.”
Menurut (Mamduh Hanafi dan Abdul Halim 2016, 5) pada
dasarnya analisis rasio bisa dikelompokkan ke dalam lima kategori
yaitu:
1) Rasio Likuiditas (liquidity ratio), adalah rasio yang bertujuan
untuk menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek.
2) Rasio Solvabilitas (leverage atau solvency ratio), adalah rasio
yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
semua kewajiban baik itu periode jangka pendek atau jangka
panjang.
3) Rasio Aktivitas (activity ratio), menunjukkan dari segi tingkat
efektifitas penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan.
4) Rasio Profitabilitas dan Rentabilitas (profitability
ratio), menunjukkan hasil dari tingkat imbalan atau perolehan
(keuntungan) dengan membandingkan antara penjualan atau
aktiva.
5) Rasio Investasi (investment ratio), menunjukkan rasio investasi
pada sebuah surat berharga atau efek, khusus saham dan
obligasi.
Keunggulan analisis rasio keuangan menurut Irham Fahmi
(2015) adalah sebagai berikut:
1) Rasio merupakan angka-angka atau ikthisar statistik yang lebih
mudah dibaca dan ditafsirkan.
2) Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi
yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
3) Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.
4) Bermanfaat untuk bahan dalam pengambilan keputusan dan
model prediksi (Z-score).
5) Menstandardisasi ukuran perusahaan.
6) Untuk mempermudah membandingkan suatu perusahaan
dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan
perusahaan secara periode atau time series.
7) mempermudah melihat tren perusahaan serta memprediksi
dimasa yang mendatang.
Sedangkan menurut Irham Fahmi (2015), ada beberapa
kelemahan dengan dipergunakannya analisa secara rasio keuangan
yaitu:
1) Penggunaan rasio keuangan akan memberikan pengukuran
yang relatif terhadap kondisi suatu perusahaan.
2) Analisis rasio keuangan hanya dapat dijadikan sebagai
peringatan awal dan bukan kesimpulan akhir.
3) Data yang dipergunakan dalam menganalisis adalah bersumber
dari laporan keuangan perusahaan.
4) Pengukuran rasio keuangan bersifat artifisial.
2. Pajak
Pada dasarnya pajak telah banyak didefinisikan oleh para ahli dengan
gaya bahasa yang berbeda-beda. Akan tetapi, pada hakikatnya berbagai
definisi itu memiliki sifat dasar dan tujuan yang sama.
Menurut (Rochmat Soemitro 2014, 1) mengatakan bahwa:
“Pajak merupakan iuran rakyat terhadap kas negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
perpajakan mendiskripsikan pajak sebagai berikut :
“Pajak adalah kontribusi wajib terhadap negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
beberapa unsur yaitu sebagai berikut:
a. Pajak merupakan iuran kas dari rakyat kepada negara.
b. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.
c. Pajak tidak mendapatkan kontra prestasi (timbal balik) secara
langsung.
d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara,
khususnya pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara
dalam membiayai seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk
pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak mempunyai beberapa
fungsi, antara lain:
a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara
mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk
membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya,
sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang
memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan
pendapatan negara.
b. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan
negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut
antara lain:
1) Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
2) Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan
ekpsor, seperti: pajak ekspor barang.
3) Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap
barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
4) Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang
membantu perekonomian agar semakin produktif.
c. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)
Pajak dapat digunakan untuk mencocokkan dan menyeimbangkan
antara pembagian penghasilan dengan kebahagian dan kesejahteraan
masyarakat.
d. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan
perekonomian, seperti: untuk mengatasi inflasi, pemerintah
menentapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi, sedangkan untuk mengatasi penurunan ekonomi
atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang
yang beredar dapat ditambah dan deflasi dapat diatasi.
Ada beberapa jenis pajak yang dipungut pemerintah dari masyarakat
atau wajib pajak yang dapat digolongkan berdasarkan sifat, instansi
pemungut objek pajak serta subjek pajak, yaitu sebagai berikut:
a. Jenis pajak berdasarkan sifatnya digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:
1) Pajak tidak langsung (Indirect Tax)
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya diberikan
kepada wajib pajak bila melakukan perbuatan tertentu.
Sehingga pajak tidak langsung tidak dapat dipungut secara
berkala, tetapi hanya dapat dipungut bila terjadi peristiwa atau
perbuatan tertentu menyebabkan kewajiban membayar pajak.
Contohnya: pajak penjualan atas barang mewah, dimana pajak
ini hanya diberikan bila wajib pajak menjual barang mewah.
2) Pajak langsung (Direct Tax)
Pajak langsung merupakan pajak yang dipungut secara berkala
pada wajib pajak berdasarkan surat ketetapan pajak yang dibuat
kantor pajak. Di dalam surat ketetapan pajak terdapat jumlah
pajak yang harus dibayar wajib pajak. Pajak langsung harus
ditanggung oleh seseorang yang terkena wajib pajak dan tidak
dapat dialihkan kepada pihak yang lain. Contohnya: Pajak
Bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penghasilan.
b. Jenis pajak berdasarkan instansi pemungutnya digolongkan menjadi
2 jenis yaitu:
1) Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah
daerah dan terbatas hanya pada rakyat daerah itu sendiri, baik
dipungut Pemda Tingkat II maupun Pemda Tingakt I.
Contohnya: pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran dan
masih banyak lainnya.
2) Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat
melalui intansi terkait, seperti: Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan
Cukai, maupun kantor inspeksi pajak yang tersebar diseluruh
Indonesia. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
masih banyak lainnya.
c. Jenis pajak berdasakan subjek dan objeknya digolongkan menjadi 2
yaitu:
1) Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang dipungut berdasarkan
objeknya. Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan bermotor,
bea materai, bea masuk dan masih banyak lainnya.
2) Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang dipungut berdasarkan
subjeknya. Contohnya: pajak penghasilan.
3. Agresivitas Pajak
Tindakan agresivitas pajak sudah sering terjadi di berbagai
perusahaan baik di Indonesia maupun dunia. Menurut Balakrishnan
(dalam Novitasari, 2017) mengungkapkan bahwa perusahaan terlibat
dalam berbagai bentuk perencanaan pajak untuk mengurangi kewajiban
pajak. Agresivitas pajak merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperkecil penghasilan yang terkena pajak melalui perencanaan pajak
baik secara legal (tax avoidance) maupun illegal (tax evasion) guna
memperkecil beban pajaknya.
Agresivitas pajak merupakan kegiatan yang dilakukan melalui
perencanaan pajak, tanpa adanya perencanaan pajak maka tidak dapat
dilakukan agresivitas pajak. Pertimbangan untuk mengefisiensikan
pengeluaran terkait beban pajak yang ditanggung, mendorong perusahaan
melakukan perencanaan pajak (tax planning) secara matang melalui
penghindaran pajak (tax avoidance).
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merupakan proses
merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar meminimalkan jumlah
utang pajak, tetapi masih sesuai dengan peraturan perpajakan. Namun
demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu
sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya. Sedangkan, Tax
Avoidance adalah suatu bentuk perencanaan pajak untuk meminimalkan
beban pajak dengan memanfatkan kelemahan ketentuan perpajakan
sebagai hal yang positif untuk mengefisiensikan pembayaran pajak.
Sedangkan tax evasion adalah sebuah perencanan pajak yang melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ada beberapa cara untuk mengukur agresivitas pajak, salah satu
diantaranya adalah dengan menggunakan Tarif pajak efektif atau Effective
Tax Rrate (ETR). Tarif pajak efektif adalah tarif yang berlaku atas
penghasilan wajib pajak. Penghasilan disini dapat berarti penghasilan kotor
atau penghasilan netto atau penghasilan kena pajak, tergantung pada
kebutuhan atau dari segi mana seseorang ingin melihat beban tarifnya.
Tarif pajak efektif atau Effective Tax Rate (ETR) adalah tarif pajak
yang dapat diukur dengan membandingkan beban pajak dengan laba
akuntansi perusahaan. Tarif pajak efektif mempunyai tujuan untuk
mengetahui jumlah presentase perubahan dalam membayar pajak yang
sebenarnya terhadap laba komersial yang diperoleh. Effective Tax Rate
(ETR) dapat dihitung dengan membandingkan antara beban pajak
penghasilan kini dengan laba sebelum pajak. Nilai yang rendah dari
Effective Tax Rate (ETR) dapat menjadi indikator adanya tindakan
agresivitas pajak.
4. Leverage
Leverage merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Leverage timbul
apabila perusahaan membiayai aset dengan dana pinjaman yang memiliki
beban bunga.
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar beban utang yang harus ditanggung oleh perusahaan dalam
rangka pemenuhan aset. Dalam arti luas, rasio leverage digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka
Panjang (Pratiwi, 2018).
Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi (memiliki utang yang
besar) dapat menimbulkan risiko keuangan yang besar, tetapi juga
memiliki peluang yang besar pula untuk menghasilkan laba yang tinggi.
Risiko keuangan yang besar ini timbul karena perusahaan harus
menanggung atau terbebani dengan pembayaran bunga dalam jumlah yang
besar. Namun apabila dana hasil pinjamam tersebut dipergunakan secara
efisien dan efektif dengan membeli aset produktif perusahaan, hal ini akan
memberikan peluang yang besar bagi perusahaan untuk meningkatkan
hasil usahanya. Sebaliknya, perusahaan dengan rasio leverage yang rendah
memiliki risiko keuangan yang kecil, tetapi juga mungkin memiliki
peluang yang kecil pula untuk menghasilkan laba yang besar.
Menurut (Hery 2016, 142) Rasio leverage terdiri atas:
a. Rasio Utang (Debt Ratio), merupakan rasio yang digunakan untuk
membandingkan antara total utang dengan total aset. Rasio ini juga
sering digunakan sebagai rasio utang terhadap aset (Debt to Asset
Ratio).
b. Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Asset Ratio), merupakan rasio
yang digunakan untuk membandingkan antara total utang dengan
total ekuitas.
c. Rasio Utang Jangka Panjang terhadap Ekuitas (Long Term Debt to
Equity Ratio), merupakan rasio yang digunakan untuk
membandingkan antara utang jangka panjang dengan total ekuitas.
d. Rasio Kelipatan Bunga yang Dihasilkan (Times Interest Earned
Ratio), merupakan rasio yang menunjukkan (sejauh mana atau
berapa kali) kemampuan perusahaan dalam membayar bunga.
Kemampuan perusahaan ini diukur dari jumlah laba sebelum bunga
dan pajak.
e. Rasio Laba Operasional terhadao Kewajiban (Operating Income to
Liabilities Ratio), merupakan rasio yang menunjukkan (sejauh mana
atau berapa kali) kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh
kewajiban. Kemampuan perusahaan disini diukur dari jumlah laba
operasional.
5. Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka
pendeknya. Dengan kata lain, rasio likuiditas adalah rasio yang dapat
digunakan untuk mengukur seberapa jauh tingkat kemampuan perusahaan
dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya yang akan segera jatuh
tempo.
Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban
jangka pendeknya pada saat jatuh tempo, maka perusahaan tersebut
dikatakan sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya jika perusahaan
tidak memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya
pada saat jatuh tempo, maka perusahaan tersebut dikatakan sebagai
perusahaan yang tidak likuid. Untuk dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya yang akan segera jatuh tempo, perusahaan harus memiliki
tingkat ketersediaan jumlah kas yang baik atau aset lancar lainnya yang
juga dapat dengan segera dikonversi atau diubah menjadi kas.
Jenis – jenis rasio likuiditas adalah sebagai berikut:
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan total aset
lancar yang tersedia.
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban janhka
pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan aset
sangat lancar (kas + sekuritas jangka pendek + piutang), tidak
termasuk persediaan barang dagang dan aset lancar lainnya.
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas atau
setara kas yang tersedia untuk membayar utang jangka pendek. Rasio
ini menggambarkan kemampuan perusahaan yang sesungguhnya
dalam melunasi kewajiban lancarnya yang akan segera jatuh tempo
dengan menggunakan uang kas atau setara kas yang ada.
Menurut Engle dan Lange (dalam Putra dan Suryani, 2018)
komponen likuiditas adalah sebagai berikut:
a. Kerapatan-kerapatan merupakan gap yang terjadi dalam harga yang
disetujui dengan harga normal suatu barang.
b. Kedalaman-kedalaman merupakan jumlah ataupun volume produk
yang dijual dan dibeli pada tingkat harga tertentu.
c. Resiliensi-resiliensi merupakan kecepatan perubahan harga menuju
harga efisien setelah berlangsungnya penyimpangan ataupun
ketidakstabilan harga.
6. Intensitas Modal
Menurut Gitman (dalam Novitasari, 2017) mengatakan bahwa :
“Modal adalah bentuk pinjaman dalam jangka waktu tertentu yang
dimiliki oleh perusahaan, atau semua hal yang ada di bagian kanan neraca
perusahaan setelah kewajiban saat ini.”
Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
pengertian modal adalah sebagai berikut :
“Modal adalah uang yang digunakan sebagai pokok (induk) untuk
berdagang; harta benda (uang, barang) yang bisa digunakan dalam
menghasilkan sesuatu yang mampu menambah kekayaan dan sebagainya.”
Intensitas modal adalah aktivitas investasi yang dilakukan
perusahaan yang dikaitkan dengan investasi dalam bentuk aset tetap
(modal). Intensitas modal dapat mencerminkan seberapa besar modal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan pendapatan (Novitasari, 2017).
Modal terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah :
a. Modal investasi
Modal investasi adalah sebuah modal yang dipergunakan untuk
pembelian dan pembiayaan aktiva tetap, dan biasanya modal
investasi dapat dipergunaakan untuk jangka panjang dan dapat
digunakan berkali-kali seperti untuk membayar pembelian
kendaraan, mesin, peralatan, tanah dan bangunan yang mana aktiva
tersebut dibutuhkan untuk menjalankan sebuah usaha. Namun tetap
dengan estimasi masa manfaat dari masing-masing aktiva tersebut.
b. Modal kerja
Modal kerja adalah modal yang dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional perusahaan, seperti untuk membayar gaji
pegawai, membeli bahan baku, membayar listrik dan air. Hal itu juga
merupakan inti dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh suatu
perusahaan, modal yang didapat juga ada yang diperoleh dari modal
sendiri yaitu yang berasal dari penjualan dari sebgaian aset yang
dimiliki oleh perusahaan, maupun sisa dari keutungan yang didapat
oleh perusahaan. Sedangkan modal eksternal adalah modal yang
didapat dari pihak luar seperti pinjaman dari bank.
Pentingnya modal kerja menurut (Munawir 2014, 116) adalah
sebagai berikut :
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya
nilai dari aktiva lancar.
b. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membayar semua kewajiban-
kewajiban tepat pada waktunya.
c. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan
memungkinkan perusahaan untuk dapat menghadapi kesulitan
keuangan yang mungkin terjadi.
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup
untuk melayani para konsumennya.
e. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang
lebih menguntungkan kepada para langganannya.
f. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun
jasa yang dibutuhkan.
Tujuan modal kerja bagi perusahaan menurut (Kasmir 2016, 253)
adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan.
b. Dengan modal kerja yang cukup perusahaan memiliki kemampuan
untuk memenuhi kewajiban pada waktunya.
c. Memungkinkan perusahaan untuk memiliki persediaan yang cukup
dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggannya.
d. Memungkinkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana dari
para kreditor, apabila rasio keuangannya memenuhi syarat.
e. Memungkinkan perusahaan memberikan syarat kredit yang menarik
minat pelanggan, dengan kemampuan yang dimilikinya.
f. Memaksimalkan penggunaan aktiva lancar guna meningkatkan
penjualan dan laba.
g. Melindungi diri apabila terjadi krisis modal kerja akibat turunnya
nilai aktiva lancar.
h. Serta tujuan lainnya.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu yang melakukan penelitian mengenai
agresivitas pajak, beberapa diantaranya Septhea Dwi Pratiwi (2018) meneliti
pengaruh leverage, manajemen laba, capital intensity dan kompensasi rugi fiskal
terhadap agresivitas pajak. Hasil penelitian ditemukan bahwa leverage dan
manajemen laba berpengaruh terhadap agresivitas pajak, sedangkan intensitas
modal dan kompensasi rugi fiskal tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Dewi Nawang Gemilang (2017) meneliti pengaruh likuiditas, leverage,
profitabilitas, ukuran perusahaan dan capital intensity terhadap agresivitas pajak.
Hasil yang didapat menunjukan bahwa profitabilitas dan capital intensity
berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak, sedangkan likuiditas, leverage
dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak.
Agus Puwanto (2016) meneliti pengaruh likuiditas, leverage, manajemen
laba dan kompensasi rugi fiskal terhadap agresivitas pajak. Hasil yang diperoleh
bahwa leverage, manajemen laba dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak, sedangkan Likuiditas terbukti tidak
berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak.
Novia Bani Nugraha (2015) meneliti pengaruh Corporate social
responsibility, ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage dan capital intensity
terhadap agresivitas pajak. Hasil yang didapat menunjukan bahwa Corporate
social responsibility dan profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap agresivitas pajak, sedangkan ukuran perusahaan, leverage dan capital
intensity memiliki pengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak.
Tabel II.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Septhea Dwi
Pratiwi (2018)
JOM FEB,
Volume 1 Edisi 1
(Januari – Juni
2018)
Pengaruh Leverage,
Manajemen Laba,
Capital Intensity dan
Kompensasi Rugi
Fiskal terhadap
Agresivitas Pajak (Studi
Empiris pada
perusahaan manufaktur
sectoral aneka industri
yang terdaftar di BEI
tahun 2013-2016)
Pratiwi menyimpulkan bahwa
Leverage dan Manajemen Laba
berpengaruh terhadap agresivitas
pajak; sedangkan Intensitas Modal
dan Kompensasi Rugi Fiskal tidak
berpengaruh terhadap agresivitas
pajak.
2. Indah Budianti,
Mohammad Rafki
Nazar, S.E., M.Sc,
Kurnia S.AB, MM
(2018) e-
Proceeding of
Pengaruh Return On
Asset (ROA), Leverage
(DER), Komisaris
Independen dan Ukuran
Perusahaan terhadap
Agresivitas Pajak (Studi
Budianti, Nazar dan Kurnia
menyimpulkan bahwa secara
simultan variabel Return On Asset
(ROA), Leverage (DER), Komisaris
Independen dan Ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap agresivitas
Management
ISSN: 2355-9357
Vol. 5 No.2
Agustus 2018,
Page 2369
Kasus pada Perusahaan
BUMN yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
periode 2012-2016)
pajak. Secara Parsial Return On Asset
(ROA), Leverage (DER), komisaris
independen tidak berpengaruh
terhadap agresivitas pajak sedangkan
ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak.
3. Rio Darma Putra
dan Elly Suryani
(2018) e-
Proceeding of
Management
ISSN: 2355-9357
Vol.5 No.3
Desember 2018
Pengaruh Manajemen
Laba, Leverage dan
Likuditas terhadap
Agresivitas Pajak (Studi
Pada Perusahaan
Pertambangan yang
terdaftar di BEI Periode
2012-2016)
Putra dan Suryani menyimpulkan
bahwa secara simultan variabel
Manajemen Laba, Leverage dan
Likuiditas berpengaruh terhadap
agresivitas pajak. Secara parsial
Manajemen laba dan Likuiditas
berpengaruh signifikan terhadap
agresivitas pajak, sedangkan
Leverage tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap agresivitas
pajak.
4. Ismaeni Nurjanah,
Ayu Noviani
Hanum, Alwiyah
(2018) Prosiding
Seminar Nasional
Mahasiswa
Unimus Vol.1
(2018) e-ISSN:
2658-766x
Pengaruh Likuiditas,
Leverage, Corporate
social Responsibility,
Ukuran Perusahaan dan
Komisaris Independen
terhadap Agresivitas
Pajak Badan
Nurjanah, Hanum dan Alwiyah
menyimpulkan bahwa hasil variabel
independen ukuran perusahaan secara
parsial berpengaruh signifikan tetapi
variabel independen likuiditas,
leverage, corporate social
responsibility dan komisaris
independen secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap
agresivitas pajak badan.
5. Shelly Novitasari
(2017) Jom
Vekon, Vol.4 No.1
Pengaruh Manajemen
Laba, Corporate
Governance dan
Intensitas Modal
terhadap Agresivitas
Pajak Perusahaan (Studi
pada Perusahaan
Property dan Real
Estate yang terdaftar di
BEI Periode Tahun
2010-2014)
Novitasari menyimpulkan bahwa
manajemen laba terbukti
mempengaruhi agresivitas pajak
perusahaan, kepemilikan manajerial
tidak mempengaruhi agresivitas
pajak perusahaan, kepemilikan
Institusional mempengaruhi
agresivitas pajak perusahaan,
komisaris independen
mempengaruhi agresivitas pajak
perusahaan, frekuensi pertemuan
komite audit tidak mempengaruhi
agresivitas pajak perusahaan,
intensitas modal tidak
mempengaruhi agresivitas pajak
perusahaan.
6. Dewi Nawang
Gemilang (2017)
Pengaruh likuiditas,
leverage, profitabilitas,
ukuran perusahaan dan
capital intensity
terhadap agresivitas
pajak perusahaan pada
perusahaan property
Gemilang menyimpulkan bahwa
Likuiditas tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap agresivitas
pajak. Leverage tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap
dan real estate yang
terdaftar di BEI tahun
2013-2015.
agresivitas pajak. Profitabilitas
memiliki pengaruh signifikan
terhadap agresivitas pajak. Ukuran
perusahaan tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap agresivitas
pajak. Capital intensity memiliki
pengaruh signifikan terhadap
agresivitas pajak.
7. Dhian Andanarini
Minar Savitri dan
Ita Nur
Rahmawati (2017)
Jurnal Ilmu dan
Akuntansi Terapan
(JIMAT) p-ISSN:
2086-3748
Volume 8 Nomor
2, November 2017
Pengaruh Leverage,
Intensitas Persediaan,
Intensitas Aset Tetap
dan Profitabilitas
terhadap Agresivitas
Pajak
Minar dan Rahmawati menyimpulkan
bahwa Leverage berpengaruh negatif
terhadap agresivitas pajak, sedangkan
intensitas persediaan, intensitas aset
tetap dan profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap agresivitas
pajak.
8. Dita Yuliawati
Pratama Hidayat
dan Dani Sopian
(2016) Jurnal
Sains Manajemen
& Akuntansi
Volume VII No.2,
November 2018
Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Likuiditas
dan Profitabilitas
terhadap Agresivitas
Pajak (Studi pada
Perusahaan Otomotif
yang terdaftar di BEI
Periode 2011-2014)
Pratama dan Sopian menyimpulkan
bahwa profitabilitas berpengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak
perusahaan, sedangkan ukuran
perusahaan dan likuiditas
berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap agresivitas pajak.
9. Fitri Sukmawati
dan Cyntia
Rebecca (2016)
Conference on
Management and
Behavioral Studies
Universitas
Tarumanegara,
ISSN No: 254-
3400, e-ISSN No:
254-2850
Pengaruh Likuiditas dan
Leverage terhadap
Agresivitas Pajak
Perusahaan pada
Perusahaan Industri
Barang Konsumsi di
Bursa Efek Indonesia
Periode 2011-2014
Sukmawati dan Rebecca
menyimpulkan bahwa secara Parsial
variabel likuiditas berpengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak.
Secara Parsial Leverage berpengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak.
Secara simultan variabel likuiditas
dan leverage berpengaruh signifikan
terhadap agresivitas pajak.
10. Agus Purwanto
(2016) JOM
Fekon, Vol. 3 No.
1 (Februari 2016)
Pengaruh Likuiditas,
Leverage, Manajemen
Laba dan Kompensasi
Rugi Fiskal terhadap
Agresivitas Pajak
Perusahaan pada
Perusahaan Pertanian
dan Pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2011-
2013
Purwanto menyimpulkan bahwa
secara parsial variabel Likuiditas
berpengaruh negatif signifikan
terhadap agresivitas pajak, variabel
Leverage dan Manajemen Laba
berpengaruh positif signifikan
terhadap agresivitas pajak dan
variabel kompensasi rugi fiskal tidak
berpengaruh terhadap agresivitas
pajak perusahaan.
11. Irvas Tiara dan
Henryanto Wijaya
(2015) Jurnal
Akuntansi
Universitas
Taruma Negara
Jakarta, Volume
XIX, No. 03,
September 2015
Pengaruh Likuditas,
Leverage, Manajemen
Laba, Komisaris
Independen dan Ukuran
perusahaan terhadap
Agresivitas Pajak
Tiara dan Wijaya menyimpulkan
bahwa manajemen laba dan ukuran
perusahaan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat
agresivitas pajak perusahaan,
sementara likuiditas, leverage dan
proporsi komisaris independen tidak
menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat
agresivitas pajak perusahaan.
12. Novia Bani
Nugraha (2015)
Pengaruh Corporate
social responsibility,
ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage
dan capital intensity
terhadap agresivitas
pajak pada perusahan
non keuangan yang
terdaftar di BEI tahun
2012-2013.
Nugraha menyimpulkan bahwa
Corporate social responsibility tidak
memiliki pengaruh signifikan
terhadap agresivitas pajak. Ukuran
perusahaan yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak.
Profitabilitas tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap
agresivitas pajak. Leverage memiliki
pengaruh signifikan terhadap
agresivitas pajak. Capital intensity
memiliki pengaruh signifikan
terhadap agresivitas pajak.
Sumber : Data Diolah 2019
C. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini akan digambarkan mengenai pengaruh leverage,
likuiditas dan intensitas modal terhadap agresivitas pajak. Berikut adalah
kerangka pemikiran dari penelitian ini :
H1
H2
H3
H4
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
Sumber : diolah untuk penelitian (2019)
Keterangan :
H1 : Pengaruh Leverage Terhadap Agresivitas Pajak.
H2 : Pengaruh Likuiditas Terhadap Agresivitas Pajak.
H3 : Pengaruh Intensitas Modal Terhadap Agresivitas Pajak.
H4 : Pengaruh Leverage, Likuiditas, Intensitas Modal Terhadap Agresivitas Pajak.
Likuiditas
(X2)
Intensitas Modal
(X3)
Leverage
(X1)
Agresivitas Perusahaan
(Y)
Ket : = Secara Parsial = Secara Simultan
D. Perumusan Hipotesa
1. Pengaruh Leverage terhadap Agresivitas Pajak
Utang merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari luar
(eksternal) yang merupakan kewajiban keuangan pada pihak lain. Dalam
hal ini, utang berbanding terbalik dengan laba, sehingga jika utang semakin
besar, maka laba akan semakin kecil dengan penambahan biaya bunga.
Terkait dengan pajak semakin besar laba yang diperoleh, maka akan
semakin besar kewajiban pajaknya.
Menurut Pratiwi (2018) meneliti tentang Leverage, Manajemen
Laba, Capital Intensity dan Kompensasi Rugi Fiskal terhadap Agresivitas
Pajak pada perusahaan manufaktur, bahwa Leverage berpengaruh
signifikan terhadap tindakan agresivitas perusahaan. Hal ini dikarenakan
perusahaan yang memiliki nilai rasio leverage atau hutang yang tinggi akan
mendapatkan insentif pajak berupa potongan atas bunga pinjaman sehingga
perusahaan yang memiliki beban pajak yang tinggi dapat melakukan
penghematan pajak dengan menambah hutang. Berdasarkan hal tersebut,
maka hipotesis penelitian yang dibuat yaitu:
H1: Leverage berpengaruh signifikan terhadap Agresivitas Pajak.
2. Pengaruh Likuiditas terhadap Agresivitas Pajak
Likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka
pendeknya. Perusahaan dengan likuiditas yang tinggi cenderung akan
bertindak agresif terhadap pajak dengan memanfaatkan laba ditahan yang
dimiliki untuk operasi perusahaan sehingga laba kena pajak perusahaan
rendah dan biaya pajak yang harus dibayar juga berkurang.
Menurut Putra dan Suryani (2018) meneliti tentang Manajemen
Laba, Leverage, dan Likuiditas terhadap Agresivitas Pajak pada
perusahaan pertambangan, bahwa Likuiditas berpengaruh signifikan
terhadap agresivitas pajak perusahaan dengan arah positif. Berdasarkan hal
tersebut, maka hipotesis penelitian yang dibuat yaitu :
H2: Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap Agresivitas Pajak.
3. Pengaruh Intensitas Modal terhadap Agresivitas Pajak
Intensitas Modal (Capital intensity) berkaitan dengan besarnya aset
tetap yang dimiliki. Aset tetap memiliki umur ekonomis yang akan
menimbulkan beban penyusutan setiap tahunnya. Beban penyusutan ini
akan mengurangkan laba sehingga beban pajak yang dibayarkan juga
berkurang. Perusahaan yang memiliki aset tetap yang besar cenderung akan
melakukan perencanaan pajak sehingga menghasilkan ETR yang lebih
kecil.
Menurut Gemilang (2017) meneliti tentang Pengaruh likuiditas,
leverage, profitabilitas, ukuiran perusahaan dan capital intensity terhadap
agresivitas pajak perusahaan pada perusahaan property dan real estate,
bahwa Capital Intensity yang diukur menggunakan CIR memiliki pengaruh
signifikan terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis yang di ajukan adalah sebagai berikut :
H3: Intensitas modal berpengaruh signifikan terhadap Agresivitas Pajak.
4. Pengaruh Leverage, Likuiditas dan Intensitas Modal secara Bersama-
sama terhadap Agresivitas Pajak
Hal yang mencakup tentang penerapan teori agensi mengenai strategi
perencanaan pajak yang baik bagi perusahaan, dimana didalamnya terdiri
dari leverage, likuiditas dan intensitas modal terhadap agresivitas pajak
yang dilakukan secara bersama-sama akan memberikan pengaruh yang
besar dalam menilai perencanaan pajak perusahaan.
Besarnya leverage, likuiditas dan intensitas modal akan berpengaruh
terhadap besarnya laba, penghasilan kena pajak, kewajiban pajak
perusahaan, dan hal-hal lainnya yang berujung pada agresivitas pajak
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut :
H4: Leverage, Likuiditas dan Intensitas modal bersama-sama secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Agresivitas Pajak.