bab ii landasan teori a. kepariwisataan 1. pariwisata · 2019. 8. 1. · nasional kualitas hidup,...
TRANSCRIPT
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kepariwisataan
1. Pariwisata
Pengertian pariwisata berasal dari kata Sansakerta itu terdiri dari dua
suku kata pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, atau berputar-
putar, dari suatu tempat ke tempat lain. Sedangkan wisata berarti
perjalanan. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pariwisata merupakan kegiatan perjalan yang dilakukan berkali kali dan
secara berulang dari satu tempat ke tempat lainnya, atau dalam bahasa
inggris disebut Tour. (Yoeti, 2001:xix)
Makna lain dari pariwisata yaitu “Tourism is travel for pleasure”.
Maksudnya pariwisata adalah perjalanan untuk bersenang-senang,
sehingga jika perjalanan itu tidak untuk kesenangan melainnkan untuk
tujuan lain maka perjalanan itu tidak dapat dikategorikan “pariwisata”.
(Yoeti, 2001 : xx)
Sedikitnya ada empat kriteria suatu perjalan dapat dikatan sebagai
perjalanan pariwisata, yaitu:
a) Pertama : Perjalanan itu tujuannya semata-mata untuk bersenang–
senang.
b) Kedua : Perjalanan itu harus dilakukan dari suatu tempat (dimana
orang itu tinggal berdiam) ke tempat lain (yang bukan
kota dimana ia biasa tinggal).
2
c) Ketiga : Perjalanan dilakukan minimal selama 24 jam.
d) Keempat : Perjalanan itu tidak dikaitkan dengan mencari nafkah
ditempat yang dikunjungi dan orang yang melakukan
perjalanan itu semata-mata sebagai konsumen di tempat
yang dikunjunginya
.Dalam UU No 9 tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan
pengertian tentang kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin
yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
World Tourism Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata
sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di
daerah tujuan diluar lngkungan kesehariannya. Perjalanan wisata ini
berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun secara
berturut-turut untuk tujuan bersenang-senang, bisnis, dan lainnya.
2. Wisatawan (Tourist)
Kata wisatawan (tourist) merujuk kepada orang. Secara umum
wisatawan menjadi subset atau bagian dari traveller atau visitor. Untuk
dapat disebut sebagai wisatawan, seorang haruslah seorang traveller, tetapi
tidak semua traveller adalah tourist. Traveller memliki konsep yang lebih
luas, yang dapat mengacu kepada orang yang mempunyai beragam peran
dalam masyarakat yang melakukan kegiatan rutin ke tempat kerja, sekolah
3
dan sebagainya sebagai aktivitas sehari-hari. Orang-orang menurut
kategori ini sama sekali tidak dapat dikatakan sebagai tourist. (Pitana &
Ketut, 2009:35)
The United Nations Statistical Commision dan The International
Union of Official Travel Organization (IUOTO) pada Roma Conference
tahun1963 telah memberi batasan tentang pengunjung (Visitors) dan
wisatawan (Tourist) serta pelancong (Excurtionist). Seorang wisatawan
dianggap sebagai pengunjung untuk sementara waktu yang tinggal paling
sedikit selama 24 jam yang perjalanannya dikategorikan ke dalam
kelompok:
Menggunakan waktu senggang (leisure) seperti rekreasi, libur,
kesehatan, studi, agama, dan olahraga.
Bisnis, keluarga, dan pertemuan (MICE).
Sedangkan pelancong (excursionist) adalah pengunjung sementara
dalam waktu yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang
dikunjunginya. (Yoeti, 2001:xxi – xxii).
Seorang wisatawan dalam melakukan sebuah perjalanan wisata
memiliki beberapa alasan dan tujuan. Dalam buku Principle and
Procedures of Tour Management yang dikutip oleh JT Curran (Thomas,
1978:17) mengatakan motivasi seseorang melakukan perjalan wisata
diantaranya, adalah:
a) Ingin melihat bangsa-bangsa lain, bagaimana tata cara hidup mereka
sehari-hari, cara mereka bekerja dan kehidupan sosialnya.
4
b) Ingin melihat dan menyaksikan sesuatu yang istimewa, unik, aneh
atau langka, berbeda dengan apa yang ada di negaranya.
c) Untuk memperoleh wawasan yang lebih luas, meningkatkan saling
pengertian dan apa yang sedang terjadi di negara lain.
d) Untuk mengikuti seuatu peristiwa (events) tertentu dan ingin
berpartisipasi dalam peristiwa dimaksud.
e) Untuk menghindari kegiatan rutin yang menimbulkan kejenuhan dan
bosan.
f) Menggunakan kesempatan yang ada: waktu senggang, uang,
tabungan, dan kondisi kesehatan yang memungkinkan,
g) Untuk mengunjungi tanah leluhur nenek moyang atau orang tua atau
kota dimana suatu keluarga pernah tinggal di masa lalu.
h) Menghindari dari pengaruh cuaca, karena ada musim dingin (winter)
atau musim panas (summer) seperti terjadi di Eropa atau Amerika
Serikat.
i) Untuk tujuan pemulihan kesehatam, berobat atau berolahraga di
tempat-tempat yang dikunjungi.
j) Ingin melihat berkembangnya ekonomi dan teknologi yang sudah
dicapai oleh negara-negara yang dikunjungi.
k) Ingin melakukan petualangan,mencari sensasi atau menemukan
sesuatu yang baru yang belum pernah diketahui orang.
l) Ingin menyenangkan seseorang (compassionate) atau mencari
pengalaman romantis dalam perjalanan yang dilakukan.
5
Selain itu menurut Robert W. Machintosh (1972) dalam bukunya
Tourism, Principles, Practices, and Philosophies seperti dikutip dalam
Yoeti (2008:113) menyebutkan ada 4 motivasi seseorang melakukan
perjalanan wisata, yaitu :
a) Motivasi Fisik. Maksud tujuan orang dalam melalukan perjalan
wisata yaitu untuk mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah
bekerja terus, maka mereka butuh beristirahat dan bersantai sehingga
sekembali dari perjalanan wisata mereka kembali bersemangat dan
bergairah.
b) Motivasi Kultural. Maksud tujuan orang dalam melakukan perjalanan
wisata disebabkan ingin melihat kemajuan kebudayaan di suatu
bangsa. Baik kebudayaan di masa lalu maupun apa yang saat ini
sudah tercapai, disamping ingin melihat adat istiadat dan kebiasaan
hidup (the way of life).
c) Motivasi Personal. Maksud tujuan orang dalam melakukan perjalanan
wisata karena ada keinginan untuk mengunjungi sanak saudaranya
yang lama tidak bertemu.
d) Motivasi Status dan Prestise. Maksud tujuan orang dalam melakukan
perjalanan wisata agar meningkatkan status dan Prestise keluarga,
menunjukkan mereka memiliki kemampuan ketimbang orang lain.
3. Industri Pariwisata
Pengertian Industri pariwisata dalam Ismayanti (2010,19) yaitu
kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam menghasilkan barang
6
dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan pada penyelenggaran
pariwisata. Dalam industri pariwisata terdapat berbagai usaha pariwisata,
yaitu usaha menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelengara pariwisata. Orang atau sekelompok orang
yang melakukan kegiatan usaha pariwisata disebut pengusaha pariwisata.
Usaha pariwisata merupakan kegiatan bisnis yang berhubungan langsung
dengan kegiatan wisata sehingga tanpa keberadaanya,priwisata tidakdapat
berjalan dengan baik. Adanya usaha pariwisata tentunya didukung oleh
usaha-usaha lain karenaindustri pariwisata merupakan industri yang
multisektor.
Oka A. Yoeti (2008:65) dalam bukunya melakukan pengelompokan
perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata sesuai dengan fungsi
dan tugasnya dalam melayani wisatawan.
JENIS PERUSAHAAN FUNGSI DAN TUGASNYA
1. tour operator/Wholesaler
1. Memberi Informasi/Advis/Paket
Wisata
2. Maskapai Penerbangan (Airlines)
2. Menyediakan Seats dan baggases
services
3. Angkutan Pariwisata (taxy, coach)
3. Melayani Transfer Services dari dan
ke Airport
4. Akomodasi, Hotel, Motel, Inn, dll 4. Menyediakan Kamar, Laundym dll.
5. Restoran dan sejenisnya
5. Menyediakan makanan dan
minuman.
6. Impersariat, Amusement, dll 6. Menyediakan Atraksi Wisata dan
7
Hiburan.
7. Lokal Tour operator
7. Menyelengarakan City Sighseeing &
tours
8. Shooping Centre/Mall, dll
8. Menyedakan Cendera Mata dan
Oleh-oleh
9. Bank/Money Chagers 9. Melayani penukaran Valuta Asing
10. Retail Stores
10. Bermacam-macam keperluan
wisatawan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang rencana induk
pembangunan kepariwisataan nasional menjelaskan pengerian industri
pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam
rangka menghasilkan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. Berikut Ciri – Ciri Industri
Pariwisata (Yoeti, 2008:67):
a) Service industry. Perusahan yang tercantum dalam industri pariwisata
merupakan perusahaan jasa (sevice industry) yang masing-masing
bekerja sama menghasilkan produk (goods and services) untuk
kebutuhan wisatwan.
b) Labor Intensive. Dapat menyerap banyak tenaga kerja.
c) Capital Intensive. Diperlukan modal yang cukup besar dalam
pembangunan saran dan prasarana industri pariwisata, meskipun
memerlukan jangka waktu cukup lama.
8
d) Sensitive. Kegiatan pariwisata sangat peka terhadap isu keamanan
(security) dan kenyamanan (comfortably).
e) Seasonal. Kegiatan pariwisata dipengaruhi oleh waktu luang para
wisatawan, misalnya: liburan kerja atau libur hari raya.
f) Quick Yelling Industry. Dalam kegiatan pariwisata keberadaan
wisatawanan asing membatu dalam pertukaran mata uang. Pemasukan
devisa (foreign-exchange) dapat diperoleh saat wisatawan berkunjung
ke negara lain dan akan lebih cepat bila diandingkan kegiatan ekspor
yang dilakukan secara konvensional.
9
Tabel II.1
Struktur Industri Pariwisata
Dapat dilihat dari gambar II.1 bahwa industri pariwisata itu harus
terdiri dari unsur-unsur yang medukung keberhasilan pariwisata sebagai
suatu industri. Unsur-unsur itu: akomodasiperhotelan, restoran, tour
operator, daya tarik wisata(tourist attraction), unsur seni dan budaya,
pusat rekreasi, taman nasional, shopping centre, dan souvenirshop,
organisasi pariwisata (pemerintah dan swasta), yang dibangun sesuai
TOURIST
(a) As a body
(b) Behavioral atitudes
DEMAND
TIME
RECREATIONAL
FACILITIES
CULTURE
CLIMATE
SCENERY
MONEY
ACCOMODATION
FOOD
ADVERTISING
& PROMOTIONS
TRANSPORT
TOUR OPERATOR
NATIONAL ORGANIZATION AND
PLANNING
LEGAL ASPECTS COMMUNICATIONS
VENUE
OR
DESTINATIONS
CLIMATE
SCENERY
CULTURE
ORGANIZATION REC.
FACILITIES
FINANCE
Organizations of
Accomodation
FOOD
Management
and Labor SUPPLY
10
dengan permintaan (demand) dan penawaran (supply)yang terjadi dalam
pasar.(Yoeti, 2008:82)
4. Pembangunan Pariwisata (Tourism development)
Pembangunan pariwisata di Indonesia pada dasarnya menggunakan
konsep pariwisata budaya (cultural Tourism) seperti telah ditetapkan
dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1990. Dimana tujuan pengembangan
pariwisata tersebut adalah:
a) Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan
mutu obyek dan daya tarik wisata;
b) Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkan persahabatan antar
bangsa;
c) Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan
kerja;
d) Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
e) Mendorong pendayagunaan produksi nasional.
Berdasarkan Laporan Pertemuan Kemenparekraf dengan International
Labor Organization (ILO) mengenasi rencana strategis pembangunan
pariwisata, dijelaskan mengenai visi pembangunan nasional jangka
panjang Indonesia, visi pembangunan pariwisata nasional dan visi
kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif mengandung kesamaan
prospek, yang menunjuk kepada pentingnya pembangunan berkelanjutan
dan khususnya tentang kesejahteraan rakyat, kesatuan dan identitas
11
nasional kualitas hidup, nilai tambah, pelestarian sumber daya budaya dan
seni, dan kerjasama internasional sebagai sasaran kunci yang akan dicapai,
dipelihara dan diperluas. (ILO, 2012)
Pembangunan sektor pariwisata menurut Dr. Sapta Nirwandar (2006)
menyatakan bahwa tujuan utama dalam pembangunan pariwisata, yaitu:
a) Persatuan dan kesatuan bangsa.
b) Penghapusan kemiskinan (Poverty Affiliation).
c) Pembangunan berkesinambungan (Sustainable Development).
d) Pelestarian budaya (Culture Preservation)
e) Pemenuhan kebutuhan hidup dan hak asasi manusia
f) Peningkatan Ekonomi dan Industri
g) Pengembangan teknologi.
Dalam perjalanannya, pembangunan pariwisata juga masih dihadapkan
permasalahan besar diantaranya ancaman terorisme dan penyebaran
penyakit mematikan. Laporan WTTC dalam Nirwandar (2006)
menjelaskan bahwa pembangunan pariwisata saat ini memerlukan :
a) Kemitraan yang koheren antara para pelaku kepariwisataan
(masyarakat, usaha swasta, pemerintah).
b) Penyampaian produk wisata yang secara komersial menguntungkan,
namuntetap memberikan jaminan manfaat bagi setiap pihak yang
terlibat.
12
c) Berfokus pada manfaat bukan saja bagi wisatawan yang datang
namun juga bagi masyarakat yang dikunjungi serta bagi lingkungan
alam, sosial dan budaya setempat.
Kekuatan Kelemahan Peluang
* Kekayaan budaya * Pengemasan daya
tarik wisata
* Keramahtamahan
Penduduk * Kekayaan daya
tarik wisata alam * Terbatasnya
diversifikasi produk
* Kemajemukan
Masyarakat * Keragaman
aktivitas pariwisata
yang dapat dilakukan
*Masih lemahnya
pengelolaan destinasi
wisata
* Jumlah penduduk
yang dapat berperan
serta dalam
kepariwisataan
* Kehidupan
masyarakat (living
culture) yang luas
*Kualitas pelayanan
wisata
* Kualitas SDM
* Kondisi Keamanan
Sumber : Nirwandar, 2010:6
Dari keterangan diatas mengenai kekuatan, kelemahan, serta peluang
mengenai potensi pembangunan pariwisata nasional, kementrian
kebudayaan dan pariwisata menetapkan arah kebijakan dan strategi yang
tertuang dalam rencana strategis pembangunan kebudayaan dan
kepariwisataan nasional tahun 2010 – 2014, sebagai berikut :
a) Peningkatan kesadaran dan pemahaman jati diri dan karakter bangsa.
b) Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap keragaman serta kreativitas
nilai budaya seni dan film.
13
c) Peningkatan kualitas pengelolaan perlindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan warisan budaya.
d) Pengembangan sumber daya kebudayaan.
e) Pengembangan industri wisata yang berdaya saing.
f) Pengembangan destinasi wisata yang berkelanjutan (sustainability).
g) Pengembangan pemasaran pariwisata yang bertanggungjawab
(Iresponsible Marketing).
h) Pengembangan kelembagaan kepariwisataan yang tangguh.
Arah kebijakan dan strategi pembangunan Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata di atas dalam pelaksanaannya untuk jangka waktu tahun
2010 – 2014 didukung oleh kebijakan :
a) Peningkatan kerjasama dan koordinasi strategis lintas sektor pada
tataran kebijakan, program dan kegiatan, terutama khusus untuk :
1) Kebudayaan mencakup : pendidikan dan agama;
perdagangan dan pariwisata; pertahanan dan keamanan;
pemuda dan olah raga; pemerintahan daerah
2) Kepariwisataan mencakup : pelayanan kepabeanan
keimigrasian, dan karantina; keamanan dan ketertiban;
prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik,
telekomunikasi dan kesehatan lingkungan; transportasi
darat, laut dan udara; dan bidang promosi pariwisata dan
kerjasama luar negeri serta koordinasi dan kerjasama
dengan pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat.
14
b) Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good gorvenance)
meliputi : penataan SDM; ketatalaksanaan, kelembagaan, dan
organisasi.
Tabel II.2
Kerangka Pikir Analisis Pembangunan Pariwisata
Sumber: Renstra Kemenbudpar 2010 – 2014
B. Dampak Pariwisata (Impact of Tourism)
Pariwisata merupakan fenomena yang komposit dan memberikan
pengaruh karena adanya hubungan karakteristik wisatawan dengan
karakteristik destinasi. Mathession snd Wall menjelaskan pengaruh pariwisata
dengan asumsi sebagai berikut (Ismayanti, 2010;182) :
15
Ada serangkaian variabel yang berhunungan dengan cara bagaimana ia
mempengaruhi sifat, arah dan besaran dampak pariwisata.
Memberikan dampak secara perlahan dan berinteraksi antar sesama
variabel.
Beroperasi secara berkelanjutan, yang berubah-ubah seiring dengan waktu
dan seiring dengan permintaan wisata serta perubahan struktur dalam
industri pariwisata.
Merupakan hasil dari proses yang rumit dalam hubungan antar wisatawan,
tuan rumah, dan lingkungan di destinasi wisata.
Penilaian dampak harus meliputi seluruh tahap pengalaman berwisata
mulai dari persiapan, perjalanan, selama berkunjung dan setelah
perjalanan.
Dampak pariwisata merupakan studi yang paling sering mendapat
perhatian masyarakat karena sifat pariwisata yang dinamis dan melibatkan
banyak pemangku kepentingan. Dampak pariwisata terhadap masyarakat dan
daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan adalah dampak terhadap
ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. (Ismayanti, 2010;183)
Dengan asumsi-asumsi tersebut, maka dampak pariwisata dapat
digambarkan dari kerangka proses.
16
Tabel II.3
Kerangka Proses Dampak Pariwisata
Sumber: Mathieson dan Wall (1982:15) dalam Ismayanti (2010:183)
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan terhadap dampak
pariwisata terhadap ekonomi sebab pariwisata merupakan faktor penting
dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Oka A. Yoeti (2008;27)
menjelaskan tentang faktor pendorong perkembangan beberapa sektor
perekonomian nasional, misalnya:
Peningkatan kerja perekonomian sebagai akibat dibangunnya prasarana
dan sarana demi pengembangan pariwisata, sehingga memungkinkan
orang-orang melakukan aktivitas ekonominya dari suatu tempat ke tempat
17
lainnya, baik dalam satu wilayah negara tertentu, maupun dalam kawasan
internasional sekali pun.
Meningkatkan industri-industri baru yang erat kaitannta dengan pariwisata
seperti misalnya: Transpotation, Accomodation (Hotel, Motel, holiday
Village, Camping Sites, dll.) yang juga akhirnya menciptakan permintaan
baru seperti: Tourist Transportation, Hotel Equipment (Lift, Escalator,
China ware, Linens, Furnitures, dll.)
Meningkatkan hasil pertanian dan peternakan untuk kebutuhan hotel dan
restoran, seperti sayur, buah-buahan, bunga, telur, daging, dan lain-lain
karena semakin banyaknya orang-orang melakukan perjalanan wisata.
Meningkatkan permintaan terhadap: Handicraft, Souvenir Goods, Art
Painting, dll.
Memperluas barang-barang lokal untuk lebih dikenal oleh dunia
internasional termasuk makanan dan minuman, seperti: Ukiran Jepara,
Patung Bali, Keramik Kasongan Yogyakarta, Batik Pekalongan, Sulaman
Tasikmalaya, Dodol Garut, Kerajinan Pandai Sikek, atau Sate Madura.
Meningkatkan perolehan devisa negara, sehingga dapat mengurangi beban
defisit neraca pembayaran.
Memberikan kesempatan berusaha, kesempatan kerja, peningkatan
penerimaan pajak pemerintah, dan penigkatan pendapatan nasional.
Membantu membangun daerah-daerah terpencil yang selama ini tidak
tersentuh pembangunan.
Mempercepat perputaran perekonomian pada negara-negara penerima
kunjungan wisata.. (Tourist Receiving Countries)
18
Dampak penggandaan (multiplier effect) yang ditimbulkan pengeluaran
wisatawan, sehingga memberi dampak positif bagi pertumbuhan daerah
tujuan wisata (DTW) yang dikunjungi wisatawan.
Dampak multiplier dari pengeluaran wisatawan mengacu pada income,
ketenagakerjaan, dan pendapatan pemerintah dari belanja wisatawan. Hal ini
dapat dikategorikan dalam lima tipe, yaitu (Lickorish dan Jenkins, 1997;63):
a. Transactions or sales multipliers. Peningkatan belanja wisatawan dapat
meningkatkan pendapatan usaha.
b. Output Multipliers. Peningkatan belanja wisatawan berdampak pada
peningkatan jumlah output yang diproduksi.
c. Income Multipliers. Peningkatan belanja wisatawan berdampak pada
perhitungan tambahan pendapatan dalam perekonomian.
d. Government Revenue Multiplier. Peningkatan belanja wisatawan
berdampak pada perhitungan pendapatan pemerintah.
e. Employement Multiplier. Peningkatan belanja wisatawan berdampak pada
terciptanya kesempatan kerja baru.
Keunikan industri pariwisata terhadap perekonomian berupa dampak
penggandaan (multiplier effect) dari pariwisata terhadap ekonomi. Pariwisata
memberikan pengaruh tidak hanya terhadap sektor ekonomi yang langsung
terkait dengan industri pariwisata, tetapi juga industri yang tidak langsung
terkait dengan industri pariwisata.
19
Pembahasan tentang multiplier memungkinkan kita membedakan antara
dampak langsung, tidak langsung serta dampak ikutan dari pengeluaran
pariwisata (Tribe, 2011 dalam Gilang, 2014; 40):
Dampak langsung (direct effects): dampak yang diperoleh oleh supplier
dari transaksi langsung yang dilakukan oleh konsumen (wisatawan) atas
penawaran (supply) produk dan jasa di industri pariwisata (misal: hotel,
restoran);
Dampak tidak langsung (indirect effects) : dampak yang muncul dari
aktivitas rantai penawaran yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan
pada pengeluaran langsung sektor pariwisata (misal: hotel mempekerjakan
karyawan, restoran membeli bahan-bahan makanan); dan
Dampak ikutan (induced impact): terjadi ketika penerima dari pengeluaran
langsung dan tidak langsung membelanjakan pendapatan ekstra yang
diperolehnya ke dalam perekonomian. Pengeluaran ini menciptakan
pendapatan pada sektor lain dalam perekonomian yang terus berputar dan
mengembangkan dampak multiplier.
20
Tabel II.4
Multiplier Effect Pariwisata Terhadap Perekonomian
Menurut Lickorish dan Jenkins (1997;63) Dampak utama pariwisata
terhadap perekonomian terkait dengan pendapatan devisa , sumbangan untuk
penerimaan pemerintah kesempatan kerja baru dan income untuk
menstimulasi pembangunan daerah.
1. Dampak Ekonomi Positif
Dilihat dari kacamata ekonomi makro, jelas pariwisata nenberikan
dampak positif, karena sebagai suatu industri (Yoeti, 2008;20) :
a. Dapat menciptakan kesempatan berusaha. Dengan datangnya para
wisatawan, perlu pelayanan untuk menyediakan kebutuhan (need),
keinginan (want), dan harapan (expectation) wisatawan yang terdiri
dari berbagai kebangsaan dan tingkah lakunya.
21
b. Dapat meningkatkan kesempatan kerja (employements). Bayangkan
saja, bila sebuah hotel dibangun dengan kamar sebanyak 400 kamar,
paling sedikit diperlukan karyawan sebanyak 600 orang dengan ratio
1:1,5.
c. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan
pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi
dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar.
d. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi
daerah. Seperti kita ketehaui tiap wisatawan berbelanja selalu
dikenakan pajak sebesar 10 persen sesuai Peraturan Pemerintah yang
berlaku.
e. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto
(GDB),
f. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata
dan sektor ekonomi lainnya.
g. Dapat memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pariwisata
mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat nec=raca
pembayaran Indonesia, dan sebaliknya.
2. Dampak Ekonomi Negatif
Sejauh pengembangan pariwisata di Indonesia yang menerima
kedatangan wisatawan silih berganti, dari sudut sosiologi belum banyak
dilakukan penelitian tentang dampak negatif sebagai akibat pengembangan
22
pariwisata secara tidak terkendali. Kita dapat melihat beberapa contoh
kejadian tersebut, misalnya (Yoeti, 2008;21):
a. Harga tanah menjadi mahal, pantai-pantai dikaveling, sehingga sering
terjadi spekulasi harga yang pada akhirnya meningkatkan harga tanah
disekitarnya.
b. Di pusat-pusat konsentrasi kegiatan pariwisata harga-harga bahan
makanan menjadi mahal yang dapat meningkatkan inflasi tiap
tahunnya.
c. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia
kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang.
d. Terjadi urbanisasi, pencari kerja mengalir dari desa ke kota-kota besar.
e. Ramainya lalu-lintas wisatawan, ternyata ditumpangi oleh
penyelunduan obat bius dan narkotika.
C. Penyerapan Tenaga Kerja
1. Tenaga Kerja
Menurut Mulyadi (2003;59) pengertian tenaga kerja adalah penduduk
dalam usia kerja (15 s.d 64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam
suatu negara yang dapat memproduksi jumlah barang dan jasa jika ada
permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi
dalam aktivitas tersebut. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2013 tentang
ketenagakerjaan menyebutkan pengertian tenaga kerja adalah setiaporang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
23
Fildzah (2015;12-15) membagi tenaga kerja dibagi dalam dua
kelompok, yaitu:
a. Angkatan Kerja.
Merupakan penduduk dalam usia kerja yang terlibat atau berusaha
untuk terlibat dalam kegiatan produksi yaitu memproduksi barang
dan jasa. Angkatan kerja masih dibagi dalam dua sub
kelompok ,yaitu :
i. Pekerja. Orang yang bekerja, mencakup orang yang
mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja serta
orang yang mempunyai pekerjaan namun sementara waktu
tidak sedang bekerja. Seseorang dapat dikategorikan
sebagai pekerja apabila waktu minimumbekerja adalah
selama seminggu. Golongan pekerja masih dibedakan
menjadi dua subkelompok, yaitu:
1. Pekerja penuh. Pemanfaatan kerja secara optimal
dari segi jam kerja maupun keahlian atau memenuhi
syarat kerja yang meliputi bekerja selama 8 jam per
hari, bekerja sesuai dengan jurusan, memperoleh
gaji sesuai dengan upah minimum regional (UMR).
2. Setengah menganggur. Pekerja yang kurang
dimanfaatkan dalam bekerja diukur dari segi jam
kerja, produktivitas tenaga kerja, dan penghasilan
yang diperoleh
24
ii. Penganggur. Orang yang tidak memiliki pekerjaanatau
berusaha mencari kerja dan belum bekerja minimal satu
jam selama seminggu yang lalu.
b. Bukan Angkatan Kerja.
Penduduk dalam usia kerja namun tidak bekerja, tidak mempunyai
pekerjaan atau sedang tidak mencari pekerjaan. Bukan angkatan
kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang
mengurus rumah tangga, dan golongan lain atau penerima
pendapatan dan golongan ini juga sering disebut sebagai angkatan
kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja.
Salah satu masalah yang dapat timbul dalam bidang angkatan kerja
adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja (demand for
labor) dan penawaran tenaga kerja (supply for labor), pada suatu tingkat
upah (Mulyadi 2003:56). Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa:
a. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan tenaga kerja (adanya
excess supply for labor).
b. Lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (adanya
excess demand for labor).
2. Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan dalam konteks ekonomi didefinisikan sebagai jumlah
maksimum suatu barang atau jasa yang dikehendaki seorang pembeli
untuk dibelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu
tertentu. (Sudarsono, 1990)
25
Menurut Arfida (2003), menjelaskan faktor-faktor yang berkaitan
dengan permintaan tenaga kerja antara lain :
a. Tingkat Upah. Semakin tinggi tingkat upah, maka permintaan tenaga
kerja semakin sedikit. Begitu pula sebaliknya.
b. Teknologi. Kemampuan dalam produksi bergantung pada teknologi
yang digunakan. Semakin efektif teknologi yang digunakan, maka
besar artinya bagi tenaga kerja dalam mengaktualisasi keterampilan
dalam kemampuannya.
c. Produktivitas. Produktivitas tergantung modal yang dipakai. Semakin
tinggi modal akan menaikkan produktivitas kerja.
d. Kualitas tenaga kerja. Latar belakang pendidikan dan pengalaman
kerja yang merupakan indeks kualitas tenaga kerja mempengaruhi
permintaan tenaga kerja. Begitu pula keadaan gizi mereka.
e. Fasilitas modal. Dalam Realisasinya, produk dihasilkan atas
sumbangan modal dan tenaga kerja yang tidak dapat dipsahkan satu
sama lain.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori
ekonomi neoklasik, di mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa
pengusaha tidakdapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal
memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah
tenaga kerja yang dapat di pekerjakan.
26
Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada :
a. Tambahan hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh
dengan penambahan seorang pekerja atau istilah lainnya disebut
Marginal Physical Product dari tenaga kerja (MPPL)
b. Penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh
pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut atau istilah lainnya
disebut Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini
merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga
per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL. P
c. Biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha
dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain
upah karyawan tersebut.
Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal,
maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pemberi
kerja, sehingga ia akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih
besar dari tingkat upah (Bellante dan Jackson, 1990 dalam Susilo 2015).
Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai
pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang
per unit, DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L
adalah jumlah tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja
tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang
dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang
27
tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang diminta suatu lapangan usaha
akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah tetap. (Case and
Fair, 2007)
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak
dilakukan untuk permintaan jangka pendek, walaupun permintaan
masyarakat terhadap produk yang dihasilkan cukup tinggi. Dalam jangka
pendek, pengusaha memaksimalkan jumlah tenaga kerja yang
diperkerjakan dengan penambahan jam kerja , sedangkan dalam jangka
panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon dengan
menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi
peningkatan penyerapan tenaga kerja baru. (Case and Fair, 2007)
Dasar pengusaha dalam menambah atau mengurangi jumlah karyawan
adalah: (Simanjuntak, 1985)
a. Pertama-tama, pengusaha perlu memperkirakan tambahan hasil
(output) yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan
penambahan seorang karyawan. Tambahan hasil tersebut
dinamakan tambahan hasil marjinal (marginal physical product)
dari karyawan, atau disingkat MPPL.
b. Kedua, pengusaha menghitung jumlah uang yang akan diperoleh
pengusaha dengan tambahan hasil marginal tersebut. Jumlah uang
ini dinamakan penerimaan marginal atau marginal revenue, yaitu
nilai MPPL tadi. Jadi, marginal revenue sama dengan nilai dari
28
MPPL, yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harganya per unit
(P).
MR = VMPPL = MPPL x P
Keterangan :
MR = Penerimaan Marginal (Marginal Revenue)
VMPPL = Nilai tambah maginal dari karyawann (Value Marginal
Physical Product of Labor)
MPPL = Marginal Physical Product of Labor
P = Harga jual barang yang diproduksi per unit (price)
Gambar II.1
Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Sumber: Simanjuntak (2005)
29
Penjelasan dari kurva permintaan diata dapat dijelaskan bahwa:
(Simanjuntak, 1985)
a. Garis DD menunjukkan besarnya nilai hasil marginal karyawan
(value marginal physical product of labor atau VMPPL) untuk
setiap tingkat penempatan. Bila misalnya jumlah karyawan yang
dipekerjakan sebanyak 0A=50 orang, maka nilai hasil kerja orang
yang ke-50 dinamakan VMPPL dan besarnya sama dengan MPPL x
P = W1.
b. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W).
Oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah
tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba
perusahaan dengan memperkerjakan tenaga kerja hingga ON.
c. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL x P
sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan. Dengan kata
lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPPL x P = W .
Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya
OB akan mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha
membayar upah pada tingkat yang berlaku (W), padahal hasil nilai
marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang lebih kecil dari pada
W.
d. Pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang
lebih besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar
dari ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang
30
bersangkutan dapat membayar upah dibawah W atau pengusaha
dapat menaikkan harga jual barang..
D. Hotel
1. Pengertian Hotel
Menurut peraturan menteri pariwisata dan ekonomi kreatif republik
indonesia nomor pm.53/hm.001/mpek/2013 tentang standar usaha hotel,
hotel adalah sarana akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu
bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum,
kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan
memperoleh keuntungan.
Berdasarkan Hotel Proprietors Act 1956, hotel adalalah suatu
perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan
makanan, minuman, dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang
yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah
yang wajar sesuai dengan pelayananyang diterima tanpa adanya perjanjian
khusus. (Agus Sulastiyono, 1999:5).
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari usaha perhotelan adalah mencari
keuntungan dengan memberikan jasa penyewaan fasilitas dan pelayanan
kepada para tamunya. Oleh karena ini sega bentuk akomodasi penyewaan
oleh hotel berupa sewa kamar, ballrom, penjualan makanan dan minuman
seta pelayan penunjang lainnya yang bersifat komersial.
31
2. Penggolongan Hotel
Menurut peraturan menteri pariwisata dan ekonomi kreatif republik
indonesia nomor pm.53/hm.001/mpek/2013 tentang standar usaha hotel,
penggolongan hotel dibagi dua, yaitu:
a. Hotel Bintang adalah hotel yang telah memenuhi kriteria penilaian
penggolongan kelas hotel bintang satu, dua, tiga, empat, dan bintang
lima.
b. Hotel Nonbintang adalah hotel yang tidak memenuhi kriteria penilaian
penggolongan kelas hotel sebagai hotel bintang satu.
Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi suatu hotel untuk
ditetapkan golongan kelas hotelnya adalah sebagai berikut:
a. Izin Usaha Hotel
b. Izin Mendirikan Bangunan
c. Izin undang-undang gangguan
d. Izin Amdal
e. Sertifikat kelaikan lift (Bila menggunakan lift)
f. Sertifikat kelaikan boiler(Bila Menggunakan Boiler)
g. Sertifikat kelaikan listrik
h. Sertifikat kelaikan alat pemadam kebakaran
i. Sertifikat laik sehat
j. Sertifikat pemeriksaan kualitas air
32
E. Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Judul Penelitian Metode Hasil
1. Fathul Huda Nur Susilo, Pengaruh
Sektor Pariwisata Terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja di
Kecamatan Bandungan Kabupaten
Semarang (2015)
Metode dokumentasi sebagai
pengumpulan data sekunder
Time Series Tahun 2008 – 2013
Variabel Dependen:
Penyerapan Tenaga Kerja
Variabel Independen :
Jumlah Hotel dan Restoran
Jumlah Wisatawan
Jumlah Objek Wisata
Analisis menggunakan Regresi Linier
Berganda
Jumlah Hotel dan Restoran berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Wisatawan berpengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Objek Wisata berpengaruh negatif
terhadap penyerapan tenaga kerja
2. Joseph E. Mbaiwa, Enclave Tourism
and its Socio-Economic Impact in
Okavango Delta, Botswana (2003)
Metode dokumentasi sebagai
pengumpulan data sekunder
Time Series Tahun 1999 - 2001
Variabel Dependen:
Penyerapan Tenaga Kerja
Jumlah Hotel dan Restoran berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Wisatawan berpengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Objek Wisata berpengaruh negatif
terhadap penyerapan tenaga kerja
33
Variabel Independen :
Jumlah Hotel dan Restoran
Jumlah Wisatawan
Jumlah Objek Wisata
Tingkat Pendapatan
Analisis menggunakan Regresi Linier
Berganda
Pendapatan Pariwisata menyumbang 4,5%
GDP botswana
3. Holy Clare Patty, Pengaruh Industri
Pariwisata Terhadap Kesempatan
Kerja di Kota Ambon. (2010)
Metode riset kepustakaan sebagai
pengumpulan data sekunder
Time Series Tahun 2005 - 2009
Variabel Dependen:
Penyerapan Tenaga Kerja
Variabel Independen :
Jumlah Hotel dan Restoran
Jumlah Wisatawan Mancanegara
Jumlah Wisatawan Domestik
Lama Tinggal Wisatawan
Analisis menggunakan Regresi Linier
Berganda
Jumlah Hotel dan Restoran berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Wisatawan Domestik berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Wisatawan Mancanegara
berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja
Lama Tinggal Wisatawan berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja
34
4. Sri, Yusye, Missa. Penyerapan Tenaga
Kerja Sektor Pariwisata di Kabupaten
Banyumas. (2014)
Metode sekunder dari BPS dan
Survey Lokasi sebagai pengumpulan
data
Time Series Tahun 2003 - 2013
Variabel Dependen:
Penyerapan Tenaga Kerja
Variabel Independen :
Jumlah Hunian Kamar
Jumlah Pengunjung
Jumlah Objek Wisata
Analisis menggunakan Regresi Linier
Berganda
Jumlah Hunian Kamar berpengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja. Rata-rata
hunian hotel masih berkisar 35% dengan
tingkat pertumbuhan 8,2 %
Jumlah Pengunjung tidak berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja
Jumlah Objek Wisata berpengaruh negatif
terhadap penyerapan tenaga kerja.
5. Abdul Ghofur. Pengaruh Fasilitas
Hotel Terhadap Penyerapan kerja di
Kecamatan Pacet.(2014)
Survey Lokasi, Kuesioner sebagai
pengumpulan data Primer
Time Series Bulan Januari 2014 -
Juni 2014
Variabel Dependen:
Penyerapan Tenaga Kerja
Peningkatan Fasilitas Hotel berpengaruh
positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
35
Variabel Independen :
Hotel
Analisis menggunakan Regresi Linier
Berganda
36
F. Kerangka Pemikiran Teoritis
G. Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah dijabarkan sebelumnya pembangunan sektor
pariwisata diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam
perekonomian daerah. Dengan semakin berkembangnya sektor pariwisata maka
terjadi peningkatan jumlah hotel, sehingga dapat berkontribusi dalam penyerapan
tenaga kerja langsung maupun tidak langsung melalui barang dan jasa yang
dikonsumsinya. Oleh sebab itu berdasarkan variabel yang digunakan maka
hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Diduga terdapat korelasi jumlah hotel terhadap penyerapan tenaga kerja
sektor pariwisata di Kota Surakarta dari tahun 2010 s/d 2014
Jumlah Hotel Penyerapan Tenaga
kerja