bab ii landasan teori -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam merancang suatu alat diperlukan teori – teori yang menunjang alat
yang akan dirancang, sehingga segala sesuatunya dapat diperhitungkan dan
dipertanggungjawabkan. Pada bab ini penulis akan membahas teori – teori dasar
yang digunakan untuk merealisasikan infrared reflow oven soldering dengan
mikrokontroler sebagai pengendali utamanya.
2.1 Surface-Mount Technology (SMT)
2.1.1 Sejarah SMT [2]
Surface-Mount Technology (SMT) merupakan sebuah perubahan yang
revolusioner dalam industri elektronika. Pada pertengahan tahun 1960an, SMT
mulai diminati karena komponen-komponen elektronika dari untai yang akan
dibuat dapat ditempatkan pada kedua sisi dari Printed Circuit Board (PCB).
Namun SMT belum menjadi pilihan utama hingga 15 tahun setelahnya. Pada
akhir tahun 1970an Through-Hole Technology (THT) mengalami kesulitan
didalam memenuhi kebutuhan pasar elektronika, terutama disebabkan adanya
peningkatan biaya untuk pengeboran lubang pada PCB, dan kesulitan melakukan
pengeboran untuk ukuran lebih kecil dari 0,1 inci. Saat itulah penggunaan SMT
meningkat pesat serta menjadi pilihan utama dalam teknologi perakitan perangkat
elektronika.
Pendekatan desain dari teknologi SMT sendiri mulai diperkenalkan oleh
IBM tahun 1960an. IBM memproduksi komponen elektronik dengan ukuran yang
8
lebih kecil dari sebelumnya untuk memproduksi launch vehicle digital computer,
karena selain memperkecil ukuran dari PCB yang dipakai, biaya produksi dari
proses manufaktur juga menjadi lebih murah.
Beberapa singkatan penting dari teknologi SMT yang perlu diketahui,
adalah:
1. SMT : Surface-Mount Technology
2. SMD : Surface-Mount Device
3. SMA : Surface-Mount Assembly
4. SMC : Surface-Mount Components
5. SMP : Surface-Mount Package
6. SME : Surface-Mount Equipment
2.1.2 Keunggulan Dan Kelemahan Dari Teknologi SMT [2]
SMT memiliki keunggulan serta kelemahan bila dibandingkan dengan
teknologi through-hole klasik. Keunggulan utama dari teknologi SMT adalah:
1. Ukuran yang jauh lebih kecil (ukuran terkecil adalah 0,254 mm ×
0,127 mm)
2. Jarak antar komponen lebih rapat
3. Berkurangnya pembuatan lubang pada PCB
4. Proses pembuatan PCB menjadi lebih cepat dan lebih sederhana
5. Komponen dapat ditempatkan pada kedua sisi dari PCB
6. Resistansi dan induktansi antar koneksi menjadi lebih kecil (hal ini
berguna untuk mengurangi adanya interferensi dari gelombang
elektromagnetik)
9
7. Lebih tahan pada getaran
8. Kebanyakan harga dari komponen SMT jauh lebih murah dari
komponen THT
9. Mengurangi bobot dari board yang dirakit.
Sedangkan kelemahan utama dari teknologi SMT adalah:
1. Proses perakitan dan perbaikan peralatan yang menggunakan
komponen SMT secara manual jauh lebih rumit, membutuhkan
ketelitian dan menggunakan peralatan yang mahal.
2. Komponen SMT tidak dapat langsung dipakai pada breadboard,
harus dengan PCB prototype rancangan sendiri
3. Tidak cocok untuk pemakaian pada untai elektronika daya besar
dan tegangan tinggi
Gambar 2.1 Perbandingan massa dan volume SMT dan THT [17, h.2]
10
2.1.3 Jenis-Jenis SMT [2]
Sesuai dengan standarisasi industri elektronika oleh Joint Electron Devices
Engineering Council (JEDEC), berdasarkan kemasan dan ukurannya jenis-jenis
komponen SMT adalah:
1. Kemasan dua terminal
a. Rectangular passive components
• 01005 (0402 metric): 0,4 mm × 0,2 mm
• 0201 (0603 metric): 0,6 mm × 0,3 mm
• 0402 (1005 metric): 1,0 mm × 0,5 mm
• 0603 (1608 metric): 1,6 mm × 0,8 mm
• 0805 (2012 metric): 2,0 mm × 1,2 mm
• 1008 (2520 metric): 2,5 mm × 2,0 mm
• 1206 (3216 metric): 3,2 mm × 1,6 mm
• 1210 (3225 metric): 3,2 mm × 2,5 mm
• 1806 (4516 metric): 4,5 mm × 1,6 mm
• 1812 (4532 metric): 4,5 mm × 3,2 mm
• 2010 (5025 metric): 5,0 mm × 2,5 mm
• 2512 (6432 metric): 6,4 mm × 3,2 mm
• 2920: 7,4 mm × 5,1 mm
11
Gambar 2.2 Thick film resistor [6]
b. Tantalum kapasitor
• EIA 2012-12: 2,0 mm × 1,3 mm × 1,2 mm
• EIA 3216-10: 3,2 mm × 1,6 mm × 1,0 mm
• EIA 3216-12: 3,2 mm × 1,6 mm × 1,2 mm
• EIA 3216-18: 3,2 mm × 1,6 mm × 1,8 mm
• EIA 3528-12: 3,5 mm × 2,8 mm × 2,1 mm
• EIA 6032-15: 6,0 mm × 3,2 mm × 1,5 mm
• EIA 6032-28: 6,0 mm × 3,2 mm × 2,8 mm
• EIA 7260-38: 7,3 mm × 6,0 mm × 3,8 mm
• EIA 7343-20: 7,3 mm × 4,3 mm × 2,0 mm
• EIA 7343-31: 7,3 mm × 4,3 mm × 3,1 mm
• EIA 7343-43: 7,3 mm × 4,3 mm × 4,3 mm
12
Gambar 2.3 Tantalum kapasitor SMD [7]
c. Alumunium kapasitor
• Panasonic C/D/E/A, Chemi-Con B: 3,3 mm × 3,3
mm
• Panasonic B, Chemi-Con D: 4,3 mm × 4,3 mm
• Panasonic C, Chemi-Con E: 5,3 mm × 5,3 mm
• Panasonic D, Chemi-Con F: 6,6 mm × 6,6 mm
• Panasonic E/F, Chemi-Con H: 8,3 mm × 8,3 mm
• Panasonic G, Chemi-Con J: 10,3 mm × 10,3 mm
• Chemi-Con K: 13 mm × 13 mm
• Panasonic H: 13,5 mm × 13,5 mm
• Panasonic J, Chemi-Con L): 17 mm × 17 mm
• Panasonic K, Chemi-Con M): 19 mm × 19 mm
13
Gambar 2.4 Aluminium kapasitor SMD [12]
d. SOD (Small Outline Diode)
• SOD-523: 1,25 mm × 0,85 mm × 0,65 mm
• SOD-323 (SC-90): 1,7 mm × 1,25 mm × 0,95 mm
• SOD-128: 5 mm × 2,7 mm × 1,1 mm
• SOD 123: 3,68 mm × 1,17 mm × 1,60 mm
• SOD-80C: 3,50 mm × 1,50 mm
e. MELF (Metal Electrode Leadless Face)
• MicroMELF (MMU)
• MiniMELF (MMA)
• MELF (MMB)
Gambar 2.5 6-band MELF resistor [11]
14
2. Kemasan tiga terminal
a. SOT (Small Outline Transistror)
• SOT-223: 6,7 mm × 3,7 mm × 1,8 mm
• SOT-89: 4,5 mm × 2,5 mm × 1,5 mm
• SOT-23: 2,9 mm × 1,3/1,75 mm × 1,3 mm
• SOT-323: 2 mm × 1,25 mm × 0,95 mm
• SOT-416: 1,6 mm × 0,8 mm × 0,8 mm
• SOT-663: 1,6 mm × 1,6 mm × 0,55 mm
• SOT-723: 1,2 mm × 0,8 mm × 0,5 mm
• SOT-883: 1 mm × 0,6 mm × 0,5 mm
b. DPAK (TO-252)
c. D2PAK (TO-263)
d. D3PAK (TO-268)
Gambar 2.6 SOT-23 [9]
15
3. Kemasan lima dan enam terminal
a. lima terminal
• SOT-23-5: 2,9 mm × 1,3/1,75 mm × 1,3 mm
• SOT-353: 2 mm × 1,25 mm × 0,95 mm
• SOT-891: 1,05 mm × 1,05 mm × 0,5 mm
• SOT-953: 1 mm × 1 mm × 0,5 mm
b. enam terminal
• SOT-23-6: 2,9 mm × 1,3/1,75 mm × 1,3 mm
• SOT-363: 2 mm × 1,25 mm × 0,95 mm
• SOT-563: 1,6 mm × 1,2 mm × 0,6 mm
• SOT-665: 1,6 mm × 1,6 mm × 0,55 mm
• SOT-666: 1,6 mm × 1,6 mm × 0,55 mm
• SOT-886: 1,5 mm × 1,05 mm × 0,5 mm
• SOT-963: 1 mm × 1 mm × 0,5 mm
4. Kemasan terminal banyak
a. Dual-in-line
• SOIC (Small-Outline Integrated Circuit)
• SOJ (Small-Outline Package, J leaded)
• TSOP (Thin Small-Outline Package)
• SSOP (Shrink Small-Outline Package)
• TSSOP (Thin Shrink Small-Outline Package)
• QSOP (Quarter-size Small-Outline Package)
16
• VSOP (Very Small-Outline Package)
• DFN (Dual Flat No-lead)
b. Quad-in-line
• PLCC (Plastic Leaded Chip Carrier)
• QFP (Quad Flat Package)
• LQFP (Low-profile Quad Flat Package)
• PQFP (Plastic Quad Flat-Pack)
• CQFP (Ceramic Quad Flat-Pack)
• MQFP (Metric Quad Flat-Pack)
• TQFP (Thin Quad Flat Pack)
• QFN (Quad Flat No-lead)
• LCC (Leadless Chip Carrier)
• MLP (Micro Lead Frame Package)
• PQFN (Power Quad Flat No-lead)
c. Grid Arrays
• PGA (Pin Grid Array)
• BGA (Ball Grid Array)
• LGA (Land Grid Array)
• FBGA (Fine pitch Ball Grid Array)
• LFBGA (Low profile Fine pitch Ball Grid Array)
• TFBGA (Thin Fine Pitch Ball Grid Array)
• CGA (Column Grid Array)
• CCGA (Ceramic Column Grid Array)
17
• µBGA (micro-BGA)
• LLP (Lead Less Package)
d. Non-packaged devices
• COB (Chip-On-Board)
• COF (Chip-On-Flex)
• COG (Chip-On-Glass)
Gambar 2.7 Perubahan teknologi kemasan komponen dari waktu ke waktu [17,
h.11]
2.2 Infrared Reflowsoldering
2.2.1 Konsep Reflowsoldering [20, h.148]
Infrared reflow, vapor phase reflow, forced convection reflow, dan in-
line-conduction reflow merupakan jenis-jenis reflowsoldering yang biasa
digunakan untuk produksi massal. Setiap jenis reflowsoldering memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing, serta menggunakan metode
18
pemanasan yang berbeda-beda. Tabel 2.1 menunjukkan karakteristik dari masing-
masing jenis reflowsoldering.
Tabel 2.1 Ringkasan karakteristik dari masing-masing jenis
reflowsoldering
Jenis reflowsoldering Keunggulan Kelemahan
Infrared Perpindahan panasnya
sangat cepat, memiliki
jangkauan temperatur
yang lebar.
Perbedaan permukaan
dan warna benda yang
dipanaskan
mengakibatkan
pemanasan menjadi tidak
linier. Suhu infrared
melebihi suhu maksimum
dari solder pasta. Sulit
untuk memonitor suhu
infrared.
Vapor phase Perpindahan panas pada
setiap bahan yang
dipanaskan adalah sama,
dapat ditentukan batasan
suhunya, pemulihan
panas yang cepat.
Aliran panas sangat
cepat, dapat
mengakibatkan kerusakan
pada beberapa komponen
dan bahan.
19
Convection Murah, panas yang
diserap oleh setiap bahan
adalah sama, perpindahan
panas yang lambat
meminimalisir kerusakan
pada komponen.
Perpindahan panas dan
penurunan suhu pada saat
cooling sangat lambat.
In-line-conduction Tidak peka terhadap
kapasitas kalor dari
komponen, pemeliharaan
yang mudah.
Tidak dianjurkan untuk
penyolderan pada PCB 2
sisi.
Secara umum, proses reflowsoldering ditunjukkan pada gambar 2.8,
dimana terdiri dari empat tahap, yaitu:
I. Pre-heat
• Merupakan fungsi ramp terlama dengan kenaikan suhu
maksimal 3°C/detik.
• Suhu ruang oven berkisar antara 100°C-150°C.
• Lama waktu operasi berkisar antara 60-120 detik.
• Bertujuan untuk menghindari kerusakan komponen dan
PCB akibat gradien temperatur yang besar, serta menjaga
agar tidak terjadi perubahan perilaku bahan akibat kenaikan
suhu yang cepat pada pasta solder.
20
II. Heating
• Suhu saat proses heating berkisar antara 183°C-217°C,
dengan kenaikan suhu maksimal 3°C/detik.
• Lama waktu operasi berkisar antara 60-120 detik.
• Bertujuan untuk menguapkan pelarut pasta dan
mengaktifkan flux.
III. Soldering/reflow
• Proses dimana suhu maksimum dicapai.
• Suhu berkisar antara 225°C-260°C dengan lama proses
berkisar antara 20-40 detik.
• Bertujuan untuk membuat pasta solder benar-benar
mencair.
IV. Cooling
• Merupakan proses pemadatan kembali pasta solder
• Target suhu yang ingin dicapai ±25°C, dengan penurunan
suhu maksimal 6°C/detik.
Gambar 2.8 Proses reflowsoldering [17, h.79]
21
2.2.2 Pemantulan Dan Penyerapan Radiasi Panas Oleh PCB Dan
Persambungan Solder
Ketika radiasi panas mencapai permukaan dari sebuah benda padat atau
benda cair, maka akan terjadi tiga efek yang berbeda, yaitu:
1. Sebagian radiasi dipantulkan oleh permukaan benda
2. Sisanya masuk kedalam benda, dimana sebagian diserap,
tergantung pada transparansi benda terhadap radiasi, dan jika
cukup tipis, maka radiasi akan mencapai sisi lain dari benda.
3. Saat mencapai sisi lain dari benda yang dipanaskan, sebagian
radiasi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan dan sisanya
akan diteruskan keluar dari benda.
Dikarenakan PCB dan komponen SMD merupakan benda padat dan
dilapisi oleh bahan metal, maka radiasi panas tidak dapat menembus dan
diteruskan keluar dari benda, sehingga yang perlu diperhatikan hanyalah radiasi
panas yang diserap dan yang dipantulkan. Atau dengan kata lain radiasi panas
yang dipancarkan sama dengan hasil penjumlahan dari radiasi yang diserap dan
dipantulkan oleh benda.
Gambar 2.9 menunjukkan sifat pemantulan dan penyerapan radiasi panas
dari solder dan PCB poliester FR4 berdasarkan panjang gelombang infrared yang
digunakan. Penyerapan panas dari radiasi infrared tidak terjadi pada beberapa
lapisan atas atom solder dikarenakan komposisi metal yang dimiliki, sedangkan
FR4 layaknya zat organik lainnya, bersifat transparan pada radiasi infrared. Hal
22
ini sangat bermanfaat didalam proses infrared reflow, karena mengurangi
kemungkinan melengkungnya PCB pada satu sisi.
Komposisi flux dari solder pasta merupakan zat organik, juga bersifat
transparan terhadap radiasi infrared. Ini menyebabkan radiasi dari infrared masuk
ke endapan pasta, sehingga radiasi akan memantul diantara butiran solder,
mempercepat proses pemanasan.
Gambar 2.9 Sifat pernyerapan dan pemantulan dari solder dan FR4
berdasarkan panjang gelombang infrared [20, h.198]
2.2.3 Pengaruh Dari Sifat Alami Komponen Terhadap Penyerapan panas
Keramik merupakan konduktor panas yang baik dan menyerap radiasi
infrared mendekati permukaannya. Ini berarti bahwa tidak ada risiko terjadinya
kerusakan dan keretakan komponen akibat thermal stress. Namun, hal ini tidak
mengurangi risiko keretakan internal kondensor keramik jika dipanaskan terlalu
cepat dari suhu kamar. Di sisi lain, kemasan plastik dari IC bersifat transparan
terhadap radiasi infrared, sehingga berisiko memicu terjadinya popcorn effect
23
terutama untuk IC ukuran besar. Jika pemanasan berlebih pada IC yang berukuran
besar akibat popcorn effect menjadi kendala, maka hal ini dapat diatasi dengan
cara melapisi IC menggunakan aluminium foil.
Gambar 2.10 menunjukkan adanya hubungan langsung antara massa dari
komponen dengan temperatur tertinggi yang dicapai oleh komponen pada saat
proses penyolderan. Sebuah komponen dengan massa 0,1 g memiliki temperatur
lebih besar 60°C bila dibandingkan dengan temperatur komponen dengan massa
4,5 g. Temperatur dari sebuah komponen berpengaruh pada temperatur
persambungan penyolderan. Pada pelaksanaan proses reflow, setiap komponen,
termasuk komponen dengan kenaikan suhu paling lambat, harus memiliki panas
yang cukup agar solder dapat mencair. Artinya PCB harus mengalami pemanasan
yang cukup agar solder pada komponen terbesar dapat mencair, yang dapat
berisiko pada komponen-komponen kecil.
Gambar 2.10 Perbandingan suhu puncak komponen dengan massa saat
penyolderan [20, h.199]
2.3 Termokopel
Termokopel adalah sensor temperatur yang paling banyak digunakan
dalam industri karena kesederhanaan dan kehandalannya. Termokopel terdiri dari
24
dua buah konduktor (termoelemen) yang berbeda, dihubungkan menjadi satu
rangkaian seperti pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Diagram skematik termokopel [1, h.1]
Termoelemen A dan B saling terhubung dan jika temperatur antara cold
junction dan hot junction berbeda, maka akan timbul arus akibat Gaya Gerak
Listrik (GGL).
Gambar 2.12 Gambar pengukuran GGL [1, h.1]
Jika cold junction open circuit dan dihubungkan dengan voltmeter dengan
impedansi yang sangat besar, seperti pada gambar 2.12, maka akan terbaca nilai
tegangan dari termokopel. Tegangan tersebut dikenal sebagai tegangan Seebeck.
Laju perubahan nilai tegangan akibat perubahan temperatur disebut sebagai
koefisien Seebeck.
Dalam penggunaan termokopel, temperatur hot junction dan cold junction
harus diketahui terlebih dahulu. Karena cold junction juga menghasilkan tegangan
Seebeck, maka untuk mempermudah pembacaan temperatur pada tabel
termokopel, cold junction ditempatkan pada ice point of water (titik cair es).
25
GGL sebenarnya timbul karena gradien temperatur sepanjang kawat yang
menghubungkan hot junction dan cold junction. Dengan mengasumsikan kawat
termokopel homogen, maka GGL didapat akibat perbedaan temperatur antara hot
junction dan cold junction. Hubungan antara termoelemen A dan B dengan
perbedaan temperatur adalah:
( ) ( )AB AB
E T S T T= ∆ (2.1)
dimana:
( )AB
E T = Tegangan Seebeck (Volt)
( )AB
S T = Koefisien Seebeck (0-1)
T∆ = Perbedaan temperatur antara hot junction dengan cold
junction (°K)
Perilaku termokopel ideal dapat dijelaskan dengan hukum termoelektrik
berikut:
1. Law of homogenous metals
GGL tidak akan ada jika termoelemen A dan B merupakan
konduktor dari bahan yang sama.
2. Law of intermediate metals
Jika ada penambahan material C pada rangkaian termokopel, maka
tegangan Seebeck-nya akan sama dengan 0 jika material tersebut
pada temperatur yang seragam (Gambar 2.13).
26
Gambar 2.13 Ilustrasi hukum termoelektrik II. [1, h.1]
3. Law of successive or intermediate
GGL yang timbul dari termokopel dimana kedua junction-nya pada
T1 dan T3 adalah sama dengan GGL junction pada T1 dan T2
ditambah GGL junction pada T2 dan T3 (gambar 2.14).
Gambar 2.14 Ilustrasi hukum termoelektrik III [1, h.1]
Konsekuensi dari hukum termoelektrik adalah penyolderan dan pengelasan
junction tidak akan mempengaruhi tegangan keluaran, serta penambahan dua
kawat tembaga homogen yang menghubungkan termokopel dengan voltmeter
akan mempengaruhi tegangan keluaran, sehingga tegangan keluaran adalah adalah
akumulasi tegangan yang timbul akibat sambungan kawat tembaga dengan hot
junction.
27
Gambar 2.15 Bak es sebagai reference junction [1, h.2]
Termokopel adalah tranduser yang mengubah besaran fisis ke besaran
elektrik. Keluaran yang dihasilkan adalah tegangan DC. Keluaran dapat diukur
menggunakan voltmeter dan potensiometer, tetapi mengharuskan penggunaan
eksternal kompensator untuk cold junction, dimana hal ini tidak efisien karena
harus menyediakan media isotermal untuk reference junction dan memerlukan
penggunaan tabel untuk mengkonversi tegangan menjadi besaran temperatur.
2.3.1 Thermowell
Termokopel yang digunakan untuk mengukur temperatur, biasanya diberi
pelindung atau yang biasa disebut thermowell. Thermowell pada umumnya terdiri
dari pelindung logam dan insulatornya adalah keramik. Thermowell digunakan
untuk melindungi kawat termokopel dari gangguan mekanik, elektrik serta
kontaminan. Penggunaan thermowell dapat mengubah waktu tanggap dari
termokopel, dimana salah satu kelebihan termokopel adalah waktu tanggap yang
cepat. Hot junction termokopel pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Eksposed junction
Kawat termokopel tidak terproteksi tetapi memiliki waktu tanggap
yang cepat.
28
2. Ungrounded junction
Kawat terproteksi dengan baik tetapi memiliki waktu tanggap yang
lebih lambat.
3. Grounded junction
Kawat terproteksi dan waktu tanggap cepat.
Gambar 2.16 Jenis junction termokopel [1, h.2]
Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
thermowell, yaitu:
1. Pada temperatur tinggi termokopel dapat terkontaminasi akibat
migrasi atom Chromium ke termoelemen sehingga material tidak
homogen lagi.
2. Kemampuan insulator keramik (magnesium oxide) sebagai
pelindung dari gangguan elektrik akan menurunkan akibat umur
dan penyerapan uap air.
3. Perbedaan koefisien ekspansi termal antara antara kawat
termokopel dan pelindung logam tidak boleh terlalu besar karena
akan menyebabkan ekstra regangan pada kawat termokopel ketika
dilakukan proses annealing pada termokopel.
4. Penggunaan thermowell menyebabkan penambahan kawat
penyambung sebagai cold junction-nya [1, h.1-3].
29
2.3.2 Jenis-Jenis Termokopel[4]
1. Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy)/Alumel (Ni-Al alloy)): Termokopel
untuk tujuan umum. Lebih murah. Tersedia untuk rentang suhu
−200°C hingga +1200°C.
2. Tipe E (Chromel/Constantan (Cu-Ni alloy)): Tipe E memiliki
output yang besar (68µV/°C) membuatnya cocok digunakan pada
temperatur rendah. Properti lainnya tipe E adalah tipe non
magnetik.
3. Tipe J (Iron/Constantan): Rentangnya terbatas (−40 hingga
+750°C) membuatnya kurang populer dibanding tipe K. Tipe J
memiliki sensitivitas sekitar ~52µV/°C.
4. Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy)/Nisil (Ni-Si alloy)): Stabil dan
tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N cocok untuk
pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur
suhu di atas 1200°C. Sensitifitasnya sekitar 39µV/°C pada 900°C,
sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan dari tipe K.
5. Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh): Cocok mengukur suhu di atas
1800°C. Tipe B memberi output yang sama pada suhu 0°C hingga
42°C sehingga tidak dapat dipakai di bawah suhu 50°C.
6. Type R (Platinum/Platinum, 7% Rhodium): Cocok mengukur suhu
di atas 1600°C. Sensitivitas rendah (10µV/°C) dan biaya tinggi
membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.
30
7. Type S (Platinum/Platinum, 10% Rhodium): Cocok mengukur
suhu di atas 1600°C. Sensitivitas rendah (10µV/°C) dan biaya
tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.
Karena stabilitasnya yang tinggi Tipe S digunakan untuk standar
pengukuran titik leleh emas (1064,43°C).
8. Type T (Copper / Constantan): Cocok untuk pengukuran antara
−200 to 350 °C. Konduktor positif terbuat dari tembaga, dan yang
negatif terbuat dari constantan. Sering dipakai sebagai alat
pengukur alternatif sejak penelitian kawat tembaga. Type T
memiliki sensitifitas ~43 µV/°C.
Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang
memiliki karakteristik yang hampir sama dan paling stabil, tetapi karena
sensitifitasnya rendah (sekitar 10 µV/°C) biasanya hanya digunakan untuk
mengukur temperatur tinggi (>300 °C).
Gambar 2.17 Grafik perbandingan tegangan keluaran terhadap temperatur
dari beberapa tipe termokopel[3]
31
Pada skripsi ini penulis menggunakan termokopel tipe K, karena lebih
mudah didapat dipasaran, memiliki sensitifitas tinggi serta jangkauan pengukuran
cocok diaplikasikan pada alat yang dibuat (Gambar 2.17).