bab ii landasan teori - library & knowledge...
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Evaluasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), Evaluasi adalah
suatuproses penilaian yang sistematis, mencakup pemberian nilai, atribut,
apresiasi,pengenalan masalah dan pemberian solusi atas permasalahan yang
ditemui.
MenurutUmar (2005),evaluasiadalahsuatu prosesuntukmenyediakan
informasitentangsejauhmanasuatukegiatantertentutelah dicapai,bagaimana
perbedaanpencapaianitudengansuatustandartertentuuntukmengetahuiapakah
adaselisihdiantarakeduanya,sertabagaimanamanfaatyangtelahdikerjakanitu
biladibandingkandenganharapan-harapanyangingindiperoleh.
Berdasarkan dua pergertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah sebuah proses yang sistematik, yang menyajikan informasi yang berguna
untuk menilai tingkat keberhasilan dan efisiensi dari sebuah proses atau tindakan
dan untuk menentukan alternatif keputsan atau tindakan.
2.2. Bisnis
Menurut McLeod (2011:32) terdapat aliran sumber daya lingkungan
(environmental resources flow) yang menghubungkan suatu perusahaan
denganlingkungan di sekitarnya. Contoh dari aliran tersebut antara lain: aliran
informasi dari pelanggan, aliran bahan baku dari pemasok, aliran uang dari
7
pelanggan, aliran uang ke pemasok, dan aliran barang ke pelanggan. Delapan
unsur yang melingkupi perusahaan dan menghubungkannya dengan lingkungan
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Delapan Unsur Lingkungan
Sumber: Sistem Informasi Manajemen(McLeod, 2011)
2.3. Proses Bisnis
Menurut Aguilar-Saven (2004) proses bisnis adalah kombinasi dari
serangkaian kegiatan dalam sebuah perusahaan untuk menggambarkan urutan dari
suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan sesuatu.Menurut Laguna dan
Marklund (2005) sebuah proses bisnis adalah jaringan yang saling terhubung
dengan aktifitas dan penyangga yang dengan baik menentukan batas dan membuat
sebuah hubungan, dimana memanfaatkan sumber daya untuk mengubah input
menjadi output dengan tujuan memberi kepuasan pada konsumen. Definisi bisnis
8
proses menurut Aalst dan Hee (2002) adalah suatu proses yang berfokus pada
produksi dari sebuah produk. Proses tersebut bisa berupa produk fisik yaitu
barang atau produk yang sifatnya tidak nyata yaitu jasa. Davenport dan Short
(1993) mendefinisikan bisnis proses sebagai sebuah kumpulan dari aktivitas yang
berhubungan secara logis untuk mencapai suatu tujuan bisnis. Sebuah proses
dianggap sebagai serangkaian kegiatan yang terstruktur dan terukur yang
dirancang untuk menghasilkan output yang ditentukan untuk konsumen atau pasar
tertentu. Kemudian Davenport (1998) mempertajam devinisi proses bisnis sebagai
suatu kegiatan pekerjaan tertentu dari awal hingga akhir dengan input dan output
yang jelas terdefinisi. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses bisnis adalah kegiatan
menghasilkan produk atau jasa untuk dapat mencapai tujuan bisnis perusahaan.
2.4. Sistem Informasi
Menurut McLeod (2011) informasi adalah data yang telah diproses
sehingga data tersebut mempunyai arti. Sedangkan menurut Turban (1995)
informasi adalah data yang mengandung arti dan konteks yang digunakan oleh
pengguna akhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan data
yang telah diolah sehingga mengandung arti dan berguna bagi pengguna terakhir.
Sistem informasi adalah mengumpulkan, memproses, menyimpan,
menganalisa dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu (Turban, 2006).
Sedangkan menurut Whitten, Bentley, & Dittman (2007) Sistem informasi adalah
suatu susunan dari informasi (data), proses, manusia dan teknologi informasi yang
saling berinteraksi untuk mengumpulkan, menyimpan dan menyediakan informasi
yang dibutuhkan sebagai keluarannya, untuk membantu suatu organisasi.
9
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
adalah kombinasi dari manusia, perangkat keras, pernagkat lunak, jaringan
komunikasi dan sumber daya data yang saling berkaitan untuk mengumpulkan,
memproses, dan menghasilkan informasi yang berguna untuk mencapai tujuan
organisasi.
2.5. Persediaan
2.5.1. Pengertian Persediaan
Persediaan merupakan unsur aktiva yang disimpan untuk dijual dalam
kegiatan bisnis yang normal atau barang-barang yang akan dikonsumsi dalam
pengolahan produk yang akan dijual. (Mulyadi, 1998). Sedangkan menurut
Niswonger (2000) persediaan digunakan untuk mengindikasikan:
1. Barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi
normal perusahaan.
2. Bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk
tujuan itu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan aktiva yang
dijual dalam kegiatan bisnis berupa barang dagang atau bahan yang
digunakan untuk melakukan proses produksi.
2.5.2. Klasifikasi Persediaan
Persediaan bisa kita klasifikasikan dengan berbagai cara (Pujawan, 2005).
Ada 3 jenis klasifikasi persediaan:
1. Berdasarkan bentuknya
10
Persediaan bisa diklasifikasikan menjadi bahan baku (raw
materials), barang setengah jadi (work in progress), dan produk
jadi (finished product). Dalam konteks supply chain, produk jadi
adalah produk yang sudah tidak akan mengalai proses pengolahan
lagi dan siap untuk dijual ke konsumen.
2. Berdasarkan fungsinya
2.1. Pipeline/Transit Inventory. Persediaan ini muncul
karena lead time atau waktu tunggu pengiriman dari satu
tempat ke tempat lain. Contohnya adalah barang yang
tersimpan dalam kontainer selama proses pengiriman.
Persediaan ini akan banyak kalau jarak (dan waktu)
pengiriman panjang. Jadi, persediaan jenis ini bisa
dikurangi dengan mempercepat pengiriman.
2.2. Cycle stock adalah persediaan yang dilakukan dalam kurun
waktu tertentu untuk memenuhi skala ekonomi. Pada saat
pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi
sedikit berkurang dipakai atau dijual hingga habis atau
hampir habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi.
2.3. Safety stock. Fungsinya adalah untuk penjagaan terhadap
ketidakpastian permintaan dari konsumen.
Perusahaanbiasanyamenyimpanlebihbanyakdari
yangdiperkirakan dibutuhkanselamasuatu
periodetertentusupayakebutuhanyang lebih banyak bisa
dipenuhi tanpa harus menunggu.
11
2.4. Anticipation Stock adalah persediaan yang
dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan
akibat sifat musiman dari permintaan terhadap suatu
produk. Perusahaan bisa memprediksi adanya kenaikan
permintaan dalam jumlah besar selama kurun waktu
tertentu.
3. Berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item
dengan item lainnya.
Persediaan bisa dibagi menjadi dependent item dan independent
item. Dependent item adalah item-item yang tergantung pada
kebutuhan item lain. Yang termasuk dependent item adalah barang
yang menjadi bahan baku.Ketergantungan ini bisa terlihat dalam
BOM (bill of materials). Independent item adalah item-item yang
tidak tergantung pada kebutuhan item lain. Yang termasuk
independent item adalah barang-barang yang termasuk produk jadi.
2.5.3. Metode Pengendalian Persediaan
Menurut Arman (1999) metode pengendalian persediaan dapat dibagi
menjadi:
1. Metode tradisional
Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat
bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem
persediaan. Metode ini bertujuan untuk mencari:
12
1. Jumlah ukuran pemesanan ekonomis (Economic Order
Quantity).
2. Reorder point (titik pesan kembali).
3. Safety stock yang diperlukan.
Metode ini biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang
permintaannya bersifat bebas dan tidak saling bergantung.
Maksudnya adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme
pasar sehingga bebas dari kegiatan produksi atau dengan kata lain
barang jadi.
2. Material Resource Planning (MRP)
Metode pengendalian tradisional tidak akan efektif bila digunakan
untuk permintaan yang bersifat tidak bebas. Permintaan tidak
bebas adalah permintaan yang tergantung kepada kebutuhan suatu
komponen atau material dengan komponen material lainnya.
Kebutuhan yang seperti ini adalah kebutuhan yang berkaitan
dengan fungsi operasi produksi. MetodeMRPini
berorientasipadakomputer,yangterdiridari
sekumpulanprosedur,aturan-aturankeputusandan
seperangkatmekanisme pencatatanyang
dirancanguntukmenjabarkanMasterProductionSchedule (MPS).
2.6. Sistem Informasi Persediaan
Siklus sistem informasi persediaan adalah sub sistem dari sebuah sistem
untuk pemenuhan kebutuhan pelanggan (McLeod, 2001). Setelah dibuat
13
keputusan untuk menerima pesanan, perlu ditentukan apakah pesanan tersebut
bisa dipenuhi dengan cara:
1. Memeriksa saldo persediaan
Ketika ada pesanan yang datang, maka akan dilakukan pengecekan
terhadap persediaan stok. Jika pesanan tersebut tidak dapat
dipenuhi, maka pesanan tersebut akan menjadi back order atau
pesanan yang tertunda. Pada titik inilah semua data yang
berhubungan dengan persediaan barang akan dibutuhkan. Data
seperti jenis barang, lokasi gudang, jumlah stok di gudang dan
sebagainya akan dibutuhkan apakah permintaan barang tersebut
dapat dipenuhi atau tidak.
2. Memeriksa reorder point
Reorder point (titik pesan kembali) adalah jumlah persediaan yang
memicu kegiatan pengisian kembali persediaan. Saat jumlah stok
barang turun mencapai reorder point maka tibalah waktunya untuk
melakukan pemesanan ulang. Reorder point sebaiknya ditetapkan
cukup tinggi sehingga pasokan baru akan diterima kembali
sebelum terjadinya stock out.
3. Menambahkan jenis barang yang diterima
Proses ini adalah proses untuk menambah stok barang ketika
menerima persediaan barang dari pemasok. Pada langkah ini
menggunakan arus data barang diterima dari sistem peneriman dan
memperbaharui stok barang persediaan.
4. Menyediakan data buku besar
14
Data persediaan merupakan merupakan hal yang harus dicatat
dalam sistem buku besar. Nilai persediaan disertakan sebagai
aktiva di neraca. Langkah ini mengambil data yang diperlukan
sistem buku besar dari data persediaan dan meneruskannya ke
dalam sistem dalam bentuk arus data buku besar persediaan.
2.7. Supply Chain Management
2.7.1. Pengertian Supply Chain
Supply chain adalah sebuah proses bisnis dan informasi yang berulang
dengan menyediakan barang atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan
dan pendistribusian hingga sampai ke pelanggan. (Schroeder, 2007). Menurut
Pujawan (2005) supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan barang ke tangan
akhir pemakai. Supply chain bisa diartikan sebagai jaringan fisiknya, yaitu
perusahaan yang terlibat dalam proses memasok barang, memproduksi barang,
dan termasuk mengirimkannya hingga pemakai akhir.
Menurut Indrajid dan Djokopranoto (2005), supply chain adalah suatu
sistem dari organisasi untuk menyalurkan barang produksi ataupun jasa kepada
pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang
saling berhubungan dan mempunyai tujuan akhir yang sama, yaitu
menyelenggarakan pengadaan hingga barang tersebut sampai kepada konsumen.
Menurut Hugos (2003), perusahaan harus mengambil keputusan secara
individu dan kolektif untuk meningkatkan dan mencapai supply chain yang
15
efektif. Sehubungan dengan aksi perusahaan dalam lima pendorong utama untuk
supply chain yaitu:
1. Production (produksi)
Perusahaan harus mengetahui barang apa yang diinginkan pasar,
seberapa banyak barang tersebut harus diproduksi, dan kapan
memproduksinya. Aktivitas ini adalah aktivitas pembuatan Master
Production Schedules (MPS) yang berhubungan dengan kapasitas
2. Inventory (persediaan)
Perusahaan perlu mengetahui persediaan apa yang harus distok di
setiap level supply chain, berapa banyak persediaan bahan baku,
barang setengah jadi, atau barang jadi. Persediaan bertujuan untuk
menjadi buffer (penyangga) dalam kegiatan supply chain yang tidak
pasti.
3. Location (lokasi)
Lokasi sangat menentukan dalam supply chain. Dimana lokasi yang
paling efektif, fasilitas apa yang harus dimiliki untuk produksi dan
penyimpanan barang tersebut sangat menentukan untuk mendorong
supply chain. Setelah lokasi yang strategis tersebut didapatkan maka
dapat ditentukan jalur yang memungkinkan untuk melakukan
distribusi.
4. Transportation (transportasi)
Transportasi menjadi hal yang penting untuk melakukan distribusi
barang dari lokasi supply chain yang satu ke lokasi yang lain.
5. Information (informasi)
16
Informasi yang tepat waktu dan akurat berperan penting dalam
koordinasi distribusi dan pengambilan keputusan yang lebih baik.
Gambar 2.2. Kerangka Lima Pendorong Utama Supply Chain
Sumber: Essentials of Supply Chain Management (Hugos, 2003)
Kombinasi yang tepat dari kelima elemen tersebut akan mendorong
efisiensi dan meningkatkan kemampuan dari supply chain serta menurunkan biaya
persediaan dan operasional.
2.7.2. Pengertian Supply Chain Management
Supply chain management adalah suatu pendekatan untuk
mengintegrasikan berbagai organisasi dalam hal pengadaan dan penyaluran
barang, yaitu pemasok, perusahaan manufaktur, gudang, dan toko sehingga barang
17
dapat diproduksi dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, waktu yang tepat,
dan tujuan yang tepat dengan biaya seminimal mungkin (Simchi-Levi &
Kaminsky, 2004). Menurut Schroeder (2007)supply chain management adalah
suatu perancangan dan pengendalian arus informasi dan material dari suatu supply
chain untuk mencapai kepuasan konsumen saat ini dan masa yang akan datang.
Menurut Heizer dan Render (2000), supply chain management adalah
pengintegrasian aktivitas pengadaan barang dan jasa, proses mengubah bahan
baku menjadi barang setengah jadi dan produk akhir hingga penyampaiannya ke
pelanggan. Sedangkan menurut Pujawan (2005), supply chain management adalah
sebuah metode, alat, pendekatan untuk mengelola supply chain itu sendiri. Jadi
dapat disimpulkan bahwa supply chain management adalah suatu konsep sistem
persediaan barang atau inventori, meliputi uang, barang, dan informasi, mulai
dari bahan baku menjadi barang setengah jadi dan produk akhir ataupun barang
dari suplier hingga ke konsumen.
2.7.3. Tujuan Supply Chain Management
Supply chain management bertujuan untuk memaksimalkan hubungan
antar setiap bagian dalam supply chain guna menghasilkan suatu produk yang
terbaik bagi konsumen dan dapat mengurangi biaya-biaya pada produk akhir
(Chopra, 2001). Supply chain yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan
nilai yang dihasilkan dari supply chain tersebut. Sedangkan menurut Heizer dan
Render (2000) tujuan dari supply chain management adalah untuk membangun
sebuah rantai yang dimulai dari pemasok hingga ke konsumen yang memusatkan
perhatian untuk memaksimalkan nilai kepada konsumen tersebut. Sedangkan
18
menurut Dilworth (2000), tujuan dari supply chain management adalah
perencanaan dan koordinasi semua kegiatan yang terdapat dalam supply chain
sehingga pelayanan kepada pelanggan akan maksimal dan dengan biaya yang
rendah.
2.7.4. Elemen Supply Chain Management
Supply chain management adalah semua kegiatan yang terkait dengan
siklus material, informasi, dan uang dari sebuah supply chain (Pujawan, 2005).
Supply chain management melibatkan proses perencanaan, perancangan, dan
pengendalian atas arus informasi dan meterial di dalam supply chain dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara efisien. Segala aktivitas
dalam supply chain dikoordinasikan dengan menggunakan supply chain
management karena inti dari supply chain management adalah menerima
permintaan dari pelanggan dan memformulasikannya ke dalam aktivitas yang
berhubungan dengan aktivitas-aktivitas di dalam supply chain sehingga
memungkinkan perusahaan mencapai efisiensi ekonomi karena keseimbangan
baik dalam persediaan dan permintaan, serta menghindari ketidakpastian
permintaan dari siklus pemesanan.
Tabel 2.1. Fungsi Utama Supply Chain
Bagian Kegiatan Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru,
melibatkan pemasok dalam perancangan produk baru Pengadaan Memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan pemasok.
19
Sumber: Supply Chain Managemen(Pujawan, 2005)
Tabel 2.1. Fungsi Utama Supply Chain (sambungan)
Bagian Kegiatan Perencanaan dan Pengendalian
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan perencanaan produksi dan persediaan.
Operasi / Produksi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas. Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan
pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman,memonitor service level di tiap pusat distribusi
Sumber: Supply Chain Management, (Pujawan, 2005)
Sedangkan menurut Srevenson (2007), supply chain management terdiri
dari elemen-elemen kunci sebagai berikut:
Tabel 2.2. Elemen-Elemen Supply Chain Management
Elemen Kegiatan Customers (konsumen) Menentukan produk dan jasa apa yang diinginkan
konsumen. Forecasting (peramalan) Memprediksi jumlah dan waktu yang diinginkan
konsumen. Design (desain) Mengelompokkan pelanggan, keinginan, manufaktur,
dan waktu masuk pasar. Capacity Planning (perencanaan kapasitas)
Mencocokkan permintaan dan persediaan.
Processing (pemprosesan)
Mengontrol kualitas dan penjadwalan kerja.
Inventory (persediaan) Menghubungkan permintaan sambil mengontrol biaya untuk menahan inventori.
Purchasing (pembelian) Mengevaluasi potensi suplier, kebutuhan pendukung untuk operasi dari barang dan jasa.
Supplier (pemasok) Memonitor kualitas suplier, ketepatan waktu pengiriman, fleksibilitas, menjaga relasi dengan suplier.
Location (lokasi) Menentukan lokasi dari fasilitas. Logistics (logistik) Menentukan cara terbaik untuk memindahkan
20
informasi dan material.
Sumber: Operational Management (Stevenson, 2007)
2.8. Balanced Scorecard
2.8.1. Konsep Balanced Scorecard
Konsep balanced scorecard pertama kali diperkenalkan oleh Kaplan dan
Norton (1992) lewat artikelnya “Balanced Scorecard-Measures that Drive
Performance” . menurut Kaplan dan Norton, balanced scorecard paling sukses
ketika digunakan untuk mendorong proses perubahan. Sekarang balanced
scorecard bukan lagi hanya sebagai alat pengukuran kinerja, tetapi juga
berkembang masuk ke dalam sistem strategis manajemen. Balanced scorecard
digunakan untuk mempersempit jarak kesenjangan antara strategi dan aksi.
Caranya adalah dengan menterjemahkan balanced scorecard tersebut dengan
inisiatif strategis dan sasaran personal. Inisiatif strategis meliputi apa yang perlu
dilakukan untuk mencapai visi perusahaan, sedangkan sasaran personal adalah apa
yang harus dilakukan personal perusahaan untuk mencapai visi dari perusahaan
tersebut.
21
Gambar 2.3. Penerapan Balanced Scorecard
Sumber: The Strategy-Focused Organization : How Balanced Scorecard
Companies Thrive in the New Business Environment.(Kaplan, 2001)
Menurut Widjaja (2000:2), balanced scorecard merupakan sekumpulan
tools untuk mengukur kinerja yang terintegrasi, yang berasal dari strategi
perusahaan dan mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan. Balanced
scorecard memberikan suatu cara untuk menyampaikan strategi dari sebuah
perusahaan pada manajer-manajer di seluruh organisasi.
Balanced scorecard merupakan suatu konsep, sistem pengukuran kinerja
dalam perusahaan untuk melakukan investasi dengan customer atau pelanggan,
pembelajaran dan pertumbuhan bagi karyawan dan manajemen (learning and
growth), proses bisnis internal (system) demi memperoleh hasil–hasil finansial
yang memungkinkan perusahaan untuk berkembang (Kaplan, 2001). Terdapat
22
empat perspektifbalanced scorecard yang terkait dengan visi dan strategi dari
suatu perusahaan, yaitu:
1. Financial Perspective (perspektif keuangan)
Perspektif keuangan adalah salah satu perspektif yang sangat penting
dalam perusahaan karena tidak ada satupun perusahaan yang ingin
mengalami kerugian dalam bisnisnya. Laba perusahaan menjadi tolok
ukur dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan.
2. Customer perspective (perspektif pelanggan)
Kualitas pelayanan yang baik (service excellence) menjadi prasyarat
utama untuk menunjang keberhasilan suatu bisnis.
3. Internal business process perspective (perspektif proses bisnis
internal)
Perspektif ini dapat dilihat dalam dua bagian, yaitu:
3.1. Proses inovasi. Merupakan proses menciptakan produk atau jasa
dengan nilai yang baru secara terus menerus untuk meningkatkan
pelayanan kepada pelanggan.
3.2. Proses operasi. Merupakan proses menciptakan nilai dari
perusahaan yang dimulai dari menerima pesanan dari pelanggan
dan menyelesaikannya dengan memberikan produk dengan
efisien, konsisten, dan tepat waktu.
4. Learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan)
Tujuan dari perspektif ini adalah menghasilkan kinerja yang istimewa
karena dengan pembelajaran dan pertumbuhan dapat meningkatkan
23
infrastruktur dan kapabilitas pekerja yang memungkinkan tujuan dalam
tiga perspektif lainnya dapat tercapai.
Gambar 2.4. PerspektifBalanced Scorecard
Sumber: The Strategy-Focused Organization : How Balanced Scorecard
Companies Thrive in the New Business Environment. (Kaplan, 2001)
2.8.2. Keunggulan Balanced Scorecard
Terdapat beberapa keunggulan penggunaan balanced scorecard, yaitu
komrehensif, koheren, seimbang, dan terukur (Mulyadi, 2001).
1. Komprehensif
Komprehensif berarti bahwa balanced scorecard memiliki perspektif
yang sebelumnya hanya terbatas pada keuangan saja, sekarang menjadi
24
lebih luas dengan tambahan tiga perspektif lainnya, yaitu pelanggan,
proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Manfaat
dari perluasan tersebut yaitu:
1.1. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan
bisnis yang kompleks
1.2. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan
berjangka panjang.
2. Koheren
Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun
hubungan sebab akibat antara berbagai sasaran strategis yang
dihasilkan dalam perencanaan strategis. Hal ini akan memicu personel
untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategis yang
menghasilkan sasaran strategis bagi perusahaan.
3. Seimbang
Seimbang berarti keempat perspektif yang ada di dalam balanced
scorecard mencerminkan keseimbangan antara fokus internal (proses
bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran) dan fokus eksternal
(kepuasan pelanggan dan kinerja keuangan).
4. Terukur
Sasaran strategis yang sulit diukur secara tradisional, dapat diukur dan
dikelola dengan baik menggunakan balanced scorecard. Sasaran
strategis yang sulit diukur adalah pelanggan, proses bisnis internal
serta pertumbuhan dan pembelajaran.
25
2.9. IT Balanced Scorecard
2.9.1. Konsep IT Balanced Scorecard
Pada tahun 1997, Martinsons, David, dan Tse mengadaptasi dan
memodifikasi konsep balanced scorecard yang biasa dan
mengimplementasikannya pada departemen TI suatu perusahaan, konsep tersebut
kemudian dikenal dengan IT balanced scorecard. Perubahan tersebut dilakukan
karena departemen TI adalah departemen yang unik dalam sebuah perusahaan.
Departemen TI biasanya melayani kebutuhan internal perusahaan dan proyek
yang dikerjakan biasanya untuk kepentinganend user dan perusahaan secara
keseluruhan (Keyes, 2005:94).
Keempat perspektif yang ada di balanced scorecard kemudian
dimodifikasi menjadi kontribusi bisnis, orientasi pengguna atau pelanggan,
kesempurnaan operasional, dan orientasi masa depan.
Gambar 2.5. Modifikasi Perspektif Balanced Scorecard Menjadi IT Balanced
Scorecard
Sumber: The Balanced Scorecard and IT Governance(Grembergen, 2000)
26
Tujuan dari IT balanced scorecard menurut Keyes (2005:22) antara lain:
1. Menyelaraskan perencanaan TI dengan tujuan dan kebutuhan bisnis.
2. Membangun pengukuran yang tepat untuk melakukan evaluasi
efektivitas dari TI.
3. Menyelaraskan usaha karyawan untuk mencapai sasaran TI.
4. Merangsang dan meningkatkan kinerja TI.
5. Memberikan hasil yang seimbang untuk seluruh stakeholder.
Kelebihan dari penggunaan IT balanced scorecard adalah:
1. Perusahaan dapat mengembangkan analisis kinerja TI mereka secara
luas dan spesifik dari perspektif-perspektif IT balanced scorecard.
2. Meningkatkan efektivitaas proyek TI untuk memenuhi kebutuhan
strategi perusahaan.
3. Memberikan pengertian yang lebih luas dan penerimaan inisiatif TI
melalui komunikasi yang jelas dan komprehensif.
4. Meningkatkan hubungan dan dialog antara TI dengan perusahaan dan
unit bisnisnya.
5. Teknologi diposisikan sebagai sesuatu yang dapat menjadi competitive
advantage (keunggulan bersaing).
2.9.2. Perspektif IT Balanced Scorecard
Menurut Keyes (2005) ada empat perspektif dari IT balanced scorecard
yang merupakan modifikasi dari perspektif balanced scorecard tradisional adalah:
1. Kontribusi perusahaan
27
Perspektif ini menggambarkan kemampuan TI untuk memberikan nilai
bisnis bagi perusahaan, apa kontribusi dari investasi TI bagi
perusahaan.
2. Orientasi pengguna (end user view)
Menggambarkan kemampuan TI untuk memberikan kepuasan dan
memenuhi kebutuhan pengguna TI dalam perusahaan.
3. Kesempurnaan operasional
Menggambarkan kemampuan TI dalam melakukan proses bisnis
perusahaan untuk mendukung keberhasilan perusahaan. Dengan
menggunakan teknologi dapat membuat proses operasional menjadi
lebih efektif dan efisien.
4. Orientasi masa depan
Menggambarkan kesiapan TI dalam perusahaan untuk menghadapi
tantangan masa depan. Pengukuran pada perspektif ini mencakup
kesiapan karyawan dalam mendukung TI di masa yang akan datang,
menyediakan portofolio aplikasi untuk masa yang akan datang,
seberapa baik posisi TI dalam menghadapi masa yang akan datang.
28
Tabel 2.3. Framework Umum IT Balanced Scorecard
Orientasi Pengguna Kontribusi Perusahaan Pertanyaan Bagaimana pandangan pengguna terhadap departemen TI ? Misi Untuk menjadi penyedia aplikasi pilihan. Sasaran • Penyedia aplikasi pilihan. • Kerjasama dengan pengguna. • Kepuasan pengguna.
Pertanyaan Bagaimana manajemen memandang divisi / sistem TI ? Misi Untuk mendapatkan kontribusi bisnis yang masuk akal terhadap investasi TI. Sasaran • Pengendalian biaya TI. • Nilai bisnis proyek TI. • Nilai bisnis fungsi TI.
Kesempurnaan Operasional Orientasi Masa Depan Pertanyaan Seberapa efektif dan efisien proses IT?
Misi Secara efektifdan efisien memberikan produk dan layanan IT.
Sasaran • Efisiensipengembangan
aplikasi. • Efisiensi operasional komputer. • Efisiensi fungsi help-desk.
Pertanyaan SeberapabaikposisiITdalammenghadapi tantanganmasadepan? Misi Mengembangkan kesempatanuntuk menjawabtantanganmasadepan. Sasaran • PelatihandanpendidikanstaffIT. • KeahlianstaffIT. • Penelitianterhadapperkembangan
teknologibaru.
Sumber: The Balanced Scorecard: a Foundation for the Strategic Management of
Information Systems (Martinsons, 1999)
2.10. Proses Cascading IT Balanced Scorecard
Proses cascading adalah proses dimana sasaran strategis di tingkat
perusahaan dipecah lebih detail dan dijabarkan di tingkat divisi, bahkan sampai
tingkat individu, dengan keterkaitan yang jelas (Suwardi, 2008). Dengan demikian
akan terjadi keselarasan antara strategi di tingkat perusahaan dan strategi di
tingkat divisi, bahkan di tingkat individu. Di dalam buku Step by Step in
29
Cascading Balanced Scorecard to Functional Scorecards (Suwardi, 2008)
disebutkan sepuluh langkah untuk melakukan proses cascading, yaitu:
1. Analisis visi dan misi divisi
Pada langkah ini, perlu dilakukan studi atas visi dan misi dari divisi harus
sejalan dengan visi dan misi perusahaan dan harus lebih spesifik daripada
visi dan misi perusahaan.
2. Mengidentifikasi kontribusi dan pengaruh divisi terhadap peta strategi
perusahaan
Pada tahap ini dilakukan analisa hubungan atau keterkaitan antara Sasaran
Strategis (SS) yang ada di peta strategi perusahaan dengan tugas pokok
dan proses-proses inti dari divisi. Pada tahap ini dipilih SS mana yang
berkaitan dengan divisi.
3. Mengidentifikasi “pelanggan” divisi
Pelanggan yang dimaksud adalah pelanggan eksternal perusahaan maupun
pelanggan internal perusahaan. Pelanggan internal adalah pelanggan dalam
lingkup perusahaan tetapi diluar divisi yang bersangkutan.
4. Mengidentifikasi tugas pokok dari divisi
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap tugas pokok dari divisi,
kemudian dilakukan pula identifikasi atas output utama yang dihasilkan
dari setiap tugas pokok tersebut.
5. Identifikasi harapan pelanggan
Pada tahap ini, output yang dihasilkan dari langkah keempat dihubungkan
dengan “pelanggan” yang telah diidentifikasi dari langkah ketiga, serta
mencari tahu apa yang diharapkan oleh “pelangggan: tersebut.
30
6. Cascading SS perusahaan ke divisi
Pada tahap ini dilakukan penurunan atas sasaran strategis (SS) perusahaan
diturunkan ke peta strategi divisi. Pada saat diturunkan menjadi peta
strategi divisi ditentukan masuk ke perspektif yang mana dari IT Balanced
Scorecard.
7. Memperhatikan isu-isu lokal
Langkah ketujuh merupakan serangkaian proses untuk melengkapi peta
strategi. Pengembangan SS dilakukan dengan merumuskan ke dalam 4
perspektif kontribusi perusahaan, orientasi pengguna, kesempurnaan
operasional, dan orientasi masa depan.
8. Menyusun peta strategi divisi
Pada langkah ini dilakukan proses identifikasi garis hubungan sebab-
akibat di antara SS yang telah disusun untuk membentuk peta strategi
divisi.
9. Mengidentifikasi dan mendefinisikan KPI untuk setiap SS
Setelah peta strategi beserta SS untuk tingkat divisi, dilakukan identifikasi
untuk menentukan Key Performance Indikator (KPI) utnuk setiap SS yang
diajukan. KPI adalah indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja.
Ada empat cara dalam menentukan KPI:
9.1. KPI Eksak: merupakan ukuran yang ideal untuk mengukur hasil
pencapaian SS. Pengukuran dilakukan dengan frekuensi yang
tinggi (sering). Contoh KPI eksak adalah dengan melakukan
survei.
31
9.2. KPI Proksi: pengukuran dilakukan tidak secara langsung, tetapi
melalui sesuatu yang mewakili hasil tersebut. Contoh KPI proksi
adalah dengan melihat jumlah komplain yang diterima.
9.3. KPI Aktivitas: mengukur aktivitas berdasarkan output dari sebuah
kegiatan. Contoh KPI aktivitas adalah dengan melihat anggaran
untuk melakukan pelatihan.
9.4. KPI Proyek: mengukur progres dari sebuah proyek apakah sesuai
dengan anggaran, waktu, dan spesifikasi. Contoh KPI proyek
adalah dengan melihat progres penyelesaian dari sebuah proyek.
10. Menentukan target KPI
Target untuk suatu ukuran dalam IT Balanced Scorecard biasanya dibuat
dalam waktu satu tahun pengukuran. Penentuan target biasanya ditentukan
berdasarkan: pencapaian masa lalu, keinginan stakeholder, dan rujukan
kondisi internal dan eksternal preusahaan.
2.11. Analisa Faktor
Analisa faktor adalah salah satu pendekatan multi-variabel analisis.
Menurut Hair (1992) analisis faktor adalah pendekatan statistik yang dapat
digunakan untuk menganalisa hubungan antara banyak variabel dan untuk
menjelaskan variabel tersebut dalam dimensi dasar yang lebih umum, atau biasa
disebut dengan faktor.
Analisa faktor merupakan suatu metode analisis dari multi-variabel yang
memperhatikan hubungan internal dari sebuah himpunan variabel dimana
hubungan tersebut dapat diartikan sebagai hubungan linier atau mendekati. Dalam
32
analisa faktor ini seluruh variabel yang ada akan dilihat hubungannya (inter-
dependent among variables), sehingga akan menghasilkan pengelompokan atau
yang biasa disebut abstraction dari banyak variabel menjadi beberapa variabel
baru atau yang disebut faktor. Dengan sedikit faktor ini akan menjadi lebih mudah
untuk dikelola dan diinterpretasikan.
Tujuan utama dari analisa faktor adalah untuk menggambarkan keragaman
diantara banyak variabel yang sebenarnya dapat dibedakan dalam beberapa sifat
yang mendasar namun tidak dapat terobservasi kuantitasnya. Sifat yang mendasar
namun tak dapat terobservasi kuantitasnya ini disebut faktor.
Ada dua tahap dalam melakukan analisa faktor, yaitu :
1. Factor extraction, yaitu menemukan faktor atau dimensi yang sedikit
tapi mengandung sebanyak mungkin variabel atau indikator.
2. Factor rotation, yaitu teknik untuk memutar axis sehingga diperoleh
faktor yang dapat diinterpretasi.
2.11.1. Uji Reliabilitas
Dalam menguji realibilitas variabel yang ada, penelitian ini menggunakan
SPSS untuk mendapatkan nilai Cronbach’s Alpha. Jika nilai Cronbach’s Alpha
mendekati lebih besar dari 0,7 maka data dapat dikatakan reliable
(Sugiyono,2007).
33
Tabel 2.4. Kriteria Reliabilitas Cronbach’s Alpha
Cronbach's alpha
Internal consistency
α ≥ 0.9 Excellent (High‐Stakes testing)
0.7 ≤ α < 0.9 Good (Low‐Stakes testing)
0.6 ≤ α < 0.7 Acceptable
0.5 ≤ α < 0.6 Poor
α < 0.5 Unacceptable
Sumber: Reliabilitas dan Validitas (Azwar, 2012)
2.11.2. Kaiser Meyen Oikin (KMO)
Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah
diambil telah cukup untuk difaktorkan. Variabel dapat diterima sebagai instrumen
penelitian jika nilai KMO-nya lebih tinggi dari 0.5 dan signifikansi jauh di bawah
0.05. Semakin tinggi KMO semakin valid pernyataan yang diujikan. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Sharma (1996), KMO diatas 0.90 bernilai baik sekali,
sedangkan nilai KMO dibawh 0.50 ditolak untuk dilanjutkan sebagai instrumen
penelitian. Klasifikasi penilaian ukuran KMO adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5. Rekomendasi KMO
Ukuran KMO Rekomendasi
> 0.90 Baik sekali > 0.80 Baik > 0.70 Sedang > 0.60 Cukup > 0.50 Kurang < 0.50 Ditolak
Sumber: Applied Multivariate Techniques (Sharma, 1996)
34
2.11.3. Anti-Image Correlation
Analisa anti-image correlation adalah analisa untuk mengecek apakah
variabel yang akan digunakan bisa diprediksi atau bisa dianalis lebih lanjut atau
dikeluarkan dari analisa. Penilaian apakah variabel tersebut dapat dianalisa lebih
lanjut adalah MSA (Measure of Sampling Adequacy). Kriteria dari penilaian MSA
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.6. Klasifikasi MSA
MSA Penjelasan
= 1 variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain
> 0.5 variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut
< 0.5 variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa diabalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya
Sumber: Statistik Multivariat Edisi Revisi (Singgih Santoso, 2014)