bab ii landasan teori · menurut sagala dalam (lestari, 2018) menyatakan “kinerja merupakan...
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Lingkungan Kerja
2.1.1. Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pegawai atau karyawan dalam menjalankan kewajiban dan tugas yang
dibebankannya didalam suatu perusahaan.
Ada beberapa pendapat atau definisi mengenai lingkungan kerja yang
dikemukakan oleh para ahli berdasarkan pada sudut pandang masing-masing yang
digunakan.
Menurut Mangkunegara dalam (Lestari, 2018), menyatakan bahwa
“lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan
kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas”.
Menurut Munandar dalam (Tambunan, 2018), “lingkungan kerja merupakan
lingkungan kerja fisik dan sosial yang meliputi: kondisi fisik, ruang, tempat,
peralatan kerja, jenis pekerjaan, atasan, rekan kerja, bawahan, orang diluar
perusahaan, budaya perusahaan, kebijakan dan peraturan-peraturan perusahaan”.
Menurut Sedarmayanti dalam (Tonga & Huda, 2018), “lingkungan kerja
adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya
dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok”.
Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar
pekerja baik fisik maupun non fisik yang dapat mempengaruhi kinerjanya.
7
2.1.2. Pengertian Lingkungan Kerja Fisik
Menurut Sedarmayanti dalam (Tonga & Huda, 2018), menyatakan bahwa
“lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di
sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa lingkungan kerja fisik
adalah segala sesuatu yang dapat dilihat atau berwujud yang ada disekitar karyawan
dan dapat mempengaruhi karyawan dalam bekerja.
2.1.3. Jenis Lingkungan Kerja Fisik
Menurut Sedarmayanti dalam (Tonga & Huda, 2018), lingkungan kerja fisik
dapat dibagi dalam dua kategori sebagaimana dijelaskan dalam tabel II.1 berikut:
Tabel II.1
Kategori Lingkungan Kerja Fisik
No Kategori Penjelasan
1 Lingkungan yang langsung
berhubungan dengan karyawan Pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya
2 Lingkungan perantara
Lingkungan kerja yang dapat
mempengaruhi kondisi manusia, misalnya
temperatur, kelembaban, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran
mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-
lain. Sumber: (Tonga & Huda, 2018)
2.1.4. Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Fisik
Menurut The Liang Gie dalam (Tambunan, 2018), agar dapat menciptakan
lingkungan kerja yang efektif dalam perusahaan, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan antara lain cahaya, warna, udara dan suara. Penjelasannya sebagai
berikut:
8
1. Faktor Cahaya
Penerangan yang cukup memancarkan dengan tepat akan menambah efisiensi
kerja para karyawan atau pegawai, karena mereka dapat bekerja dengan lebih
cepat, lebih sedikit membuat kesalahan dan matanya tak lekas menjadi lelah.
2. Faktor Warna
Warna merupakan salah satu aspek yang penting untuk memperbesar efisiensi
kerja para karyawan, khusunya warna akan mempengaruhi keadaan jiwa mereka
dengan memakai warna yang tepat pada dinding ruang dan alat-alat lainnya
kegembiraan dan ketenangan bekerja para karyawan akan terpelihara.
3. Faktor Udara
Mengenai faktor udara ini, yang sering sekali adalah suhu udara dan banyaknya
uap air pada udara itu.
4. Faktor Suara
Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu kiranya meletakkan alat-alat yang
memiliki suara yang keras pada ruangan khusus sehingga tidak mengganggu
pekerjaan lainnya dalam melaksanakan tugasnya, seperti mesin ketik, pesawat
telepon, parkir motor, dan lain-lain.
Selain menciptakan lingkungan kerja yang efektif, lingkungan kerja yang
kondusif merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan perusahaan.
Menurut Darmodihardjo dalam (Tambunan, 2018), lingkungan kerja yang kondusif
harus memenuhi syarat 5K yang akan dijelaskan pada gambar II.1 berikut:
9
Syarat 5K
Sumber: (Tambunan, 2018)
Gambar II.1
Adapun uraian dari gambar II.1 sebagai berikut:
1. Keamanan
Rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan akan mendorong semangat kerja
pegawai. Dalam hal ini keamanan yang dimaksud adalah keamanan terhadap
milik pribadi dari pegawai serta keamanan atas pribadi mereka, karena keamanan
dan keselamatan diri pribadi adalah hal yang sangat penting.
2. Kebersihan
Perusahaan hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, sebab selain hal
ini mempengaruhi kesehatan, maka dengan lingkungan kerja yang bersih akan
mempengaruhi kejiwaan seseorang. Bagi seseorang yang normal lingkungan
yang bersih pasti akan menimbulkan rasa senang. Rasa senang ini akan dapat
mempengaruhi seseorang untuk bekerja lebih bersemangat dan lebih bergairah.
Lingkungan
Kerja
Keamanan
Ketertiban Keindahan
Kekeluargaan Kebersihan
10
3. Ketertiban
Setiap pemimpin dan pegawai mempunyai aturan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, untuk ketertiban menjalankan tugas-tugas, tanggung jawab yang
telah diembankan kepada pemimpin dan pegawai.
4. Keindahan
Untuk ruang kerja hendaknya dipilihkan warna-warna yang diinginkan atau
lembut. Warna dan komposisinya harus diperhatikan. Hal ini disebabkan karena
komposisi warna yang salah akan dapat mengganggu keindahan pemandangan
dan menimbulkan rasa tidak menyenangkan. Hal ini dapat mempengaruhi
semangat dan kegairahan kerja para pegawai. Ruang kerja yang baik harus dapat
menempatkan barang-barang dengan rapi dan mempunyai jarak untuk pergerakan
yang mudah dari satu bagian ke bagian lain.
5. Kekeluargaan
Interaksi antara karyawan dengan karyawan, pemimpin dengan pemimpin, dan
pemimpin dengan karyawan secara terbuka dapat menimbulkan rasa
kekeluargaan sehingga tercipta keterbukaan dalam masalah kerja dan
menciptakan kerja yang berkualitas.
2.2. Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Menurut Mangkunegara dalam (Triastuti, 2018), “kinerja pegawai adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Menurut Veithzal Rivai dalam (Manullang & Purnamasari, 2015), kinerja
didefinisikan sebagai hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas yang
11
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standart hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama.
Menurut Mahsun dalam (Tangkawarouw, Lengkong, & Lumintang, 2019)
“kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”.
Menurut Sagala dalam (Lestari, 2018) menyatakan “kinerja merupakan
perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
Dari beberapa pengertian para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan selama periode
tertentu dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Sedarmayanti dalam (Widayati, 2019), faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja pegawai sebagai berikut:
1. Sikap Mental
Sikap mental yang dimiliki seorang pegawai akan memberikan pengaruh
terhadap kinerjanya. Sikap mental yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai
adalah motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja yang dimiliki seorang
pegawai.
2. Pendidikan
Pendidikan yang dimiliki seorang pegawai mempengaruhi kinerja pegawai.
Semakin tinggi pendidikan seorang pegawai maka kemungkinan kinerjanya juga
semakin tinggi.
12
3. Keterampilan
Pegawai yang memiliki keterampilan akan mempunyai kinerja yang lebih baik
dari pada pegawai yang tidak mempunyai keterampilan.
4. Kepemimpinan
Kepemimpinan manajer memberikan pengaruh terhadap kinerja pegawainya.
Manajer yang mempunyai kepemimpinan yang baik akan dapat meningkatkan
kinerja bawahannya.
5. Tingkat Penghasilan
Tingkat penghasilan pegawai berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Pegawai
akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya apabila mempunyai penghasilan
yang sesuai.
6. Kedisiplinan
Kedisiplinan yang kondusif dan nyaman akan dapat meningkatkan kinerja
pegawai.
Menurut Davis dalam (Widayati, 2019), faktor-faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah:
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) diatas rata- rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam menggerakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai selalu
ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in
the place, the man on the right job).
13
2. Faktor Motivasi
Motivasi berbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation). Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai
yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2.3. Indikator Kinerja Pegawai
Adapun indikator kinerja pegawai menurut Mashun dalam (Jumiyati &
Harumi, 2018) sebagai berikut:
1. Penggunaan waktu dalam bekerja
Meliputi tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, jam kerja hilang dan ketepatan
waktu.
2. Kualitas
Meliputi kemampuan dalam mengambil inisiatif, tingkat kesalahan, kerusakan
dan kecermatan.
3. Kuantitas
Jumlah pekerjaan yang dihasilkan dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.
4. Kerjasama dengan rekan kerja.
2.2.4. Penilaian Kinerja Pegawai
Menurut Dharma dalam (Sazly & Winna, 2019) menyatakan “evaluasi atau
penilaian kinerja adalah sistem formal yang digunakan untuk menilai atau
mengevaluasi kinerja karyawan secara periodik yang ditentukan oleh organisasi”.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan pedoman dalam hal pegawai
yang diharapkan dapat menunjukkan kinerja pegawai secara rutin dan teratur
14
sehingga bermanfaat bagi pengembangan karir pegawai yang dinilai maupun bagi
organisasi secara keseluruhan.
Pendapat Wirawan dalam (Sazly & Winna, 2019) menyatakan bahwa
evaluasi atau penilaian kinerja adalah sebuah proses penilaian oleh penilai
(pejabat) yang melakukan penilaian (appraisal) mengumpulkan informasi
mengenai kinerja ternilai (pegawai) yang dinilai (appraise) yang
didokumentasikan secara formal untuk menilai kinerja ternilai dengan
membandingkan standar kinerjanya secara untuk membantu mengambil
keputusan manajemen SDM.
Menurut Mejia, dkk dalam (Jumiyati & Harumi, 2018) menyatakan bahwa
penilaian kinerja merupakan proses yang terdiri atas berikut:
1. Identifikasi, yaitu proses mengidentifikasi faktor-faktor kinerja yang berpengaruh
terhadap kesuksesan perusahaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengacu
pada hasil analisis jabatan.
2. Pengukuran, yaitu inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak
manajemen menentukan kinerja pegawai yang baik dan buruk. Manajemen
perusahaan harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau
membandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
3. Manajemen, yaitu tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen
harus berorientasi pada masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai yang
ada diperusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan
pembinaan dalam rangka meningkatkan kinerja pegawainya.
2.2.5. Tujuan Penilaian Kinerja Pegawai
Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Mangkunegara dalam (Sazly &
Winna, 2019) pada dasarnya meliputi:
1. Meningkatkan etos kerja;
2. Meningkatkan motivasi kerja;
15
3. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan;
4. Untuk mendorong pertanggungjawaban dari karyawan;
5. Pemberian imbalan yang sesuai;
6. Untuk pembeda antar pegawai;
7. Pengembangan SDM;
8. Alat untuk membantu dan mendorong pegawai agar inisiatif;
9. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan agar kinerja menjadi baik;
10. Untuk memperoleh umpan baik dari pegawai;
11. Pemutusan hubungan kerja;
12. Memperkuat hubungan antar pegawai, dan
13. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pekerjaan.
2.3. Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1. Kisi-kisi Operasional Variabel
Didalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
1. Variabel Bebas
Variabel bebas atau X adalah variabel yang menjadi sebab perubahan yang akan
menjelaskan atau mempengaruhi secara positif maupun negatif variabel tidak
bebas didalam pola hubungannya. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian
ini berupa:
X = Lingkungan Kerja Fisik
2. Variabel Terikat
Variabel terikat atau Y adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh
variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah:
Y= Kinerja.
16
Tabel II.2
Kisi-kisi Operasional Variabel Lingkungan Kerja Fisik
Variabel Dimensi Indikator Nomor
Butir Skala
Lingkungan
Kerja Fisik
(X)
Lingkungan yang
langsung
berhubungan
dengan karyawan
Pusat kerja 1
Likert
Kursi dan Meja 2
Fasilitas kerja 3
Peralatan kerja 4
Lingkungan
Perantara
Temperatur 5
Sirkulasi udara 6
Pencahayaan 7
Kebisingan 8
Getaran mekanis 9
Warna 10 Sumber: Sedarmayanti dalam (Yusriadi, 2019)
Tabel II.3
Kisi-kisi Operasional Variabel Kinerja
Variabel Dimensi Indikator No. Butir Skala
Kinerja (Y)
Kualitas
Tingkat kesalahan
atau ketelitian dan
pekerjaan sesuai
dengan prosedur.
1,2
Likert
Kuantitas
Waktu pengerjaan
dan tanggung jawab
terhadap pekerjaan.
3,4
Penggunaan
waktu dalam
bekerja
Masuk dan pulang
kerja pada waktu
yang ditentukan,
tingkat
ketidakhadiran, jam
kerja hilang dan
ketepatan waktu.
5,6,7,8
Kerjasama
dengan orang
lain dalam
bekerja
Kerjasama dengan
orang lain dalam
bekerja, dan
bersosialisasi
dengan rekan kerja
9,10
Sumber : Mahsun dalam Wardani dalam (Jumiyati & Harumi, 2018)
17
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
Didalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui tentang pengaruh
lingkungan kerja fisik terhadap kinerja karyawan. Instrumen yang digunakan untuk
menyaring data dipergunakan angket (kuesioner) data yang terkumpul relatif lebih
cepat, mudah dan akurat. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reliabilitasnya bila
digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data yang sulit dipercaya
keberadaannya.
1. Uji Validitas
Menurut Sujianto dalam (Jumiyati & Harumi, 2018) “validitas bertujuan untuk
menguji apakah tiap item atau instrumen benar-benar mampu mengungkapkan
faktor yang akan diukur atau konsisten terhadap internal tiap item alat ukur
dalam mengukur suatu faktor”. Metode yang sering digunakan terhadap validitas
kuesioner adalah korelasi antara skor tiap butir pernyataan dengan skor total,
sehingga sering disebut dengan inter-item total correlation. Nilai korelasi yang
diperoleh lalu dibandingkan dengan tabel nilai korelasi (r). Pengujian validitas
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 22.0. Kriteria penilaian uji
validitas yang dapat dikatakan valid atau tidaknya, yaitu :
a. Apabila r hitung > r tabel (pada signifikan 5%) maka dapat dikatakan item
kuesioner tersebut valid;
b. Apabila r hitung < r tabel (pada signifikan 5%) maka dapat dikatakan item
kuesioner tersebut tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Sujianto dalam (Jumiyati & Harumi, 2018) “reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan pengukuran”.
Instrumen yang reliabel berarti instrumen tersebut bila digunakan beberapa kali
18
untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Untuk
mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode
Alpha Cronbach’s diukur berdasarkan Skala Alpha Cronbach’s 0 sampai 1.
Berikut ini adalah Skala Alpha Cronbach:
Tabel II.4
Skala Alpha Cronboach’s
Nilai Alpha Cronboach’s Keterangan
0,00-0,20 Kurang reliabel
0,21-0,40 Agak reliabel
0,41-0,60 Cukup reliabel
0,61-0,80 Reliabel
0,81-1,00 Sangat reliabel Sumber: Triton dalam (Jumiyati & Harumi, 2018)
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Populasi dan Sampel.
Menurut (Sugiyono, 2016:80) Populasi ialah wilayah genelisasi yang terdiri atas,
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Sedangkan sampel menurut (Sugiyono, 2016:81) adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh. Menurut Sugiyono
dalam (Jumiyati & Harumi, 2018) “Sampel jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel”. Penulis
menggunakan sampel jenuh dikarenakan jumlah populasi hanya 40 orang.
19
3. Skala Likert
Menurut Sugiyono dalam (Jumiyati & Harumi, 2018) Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan
secara spesifik oleh peneliti yang selanjutnya disebutkan sebagai variabel
penelitian. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa
kata-kata antara lain:
Tabel II.5
Klasifikasi Jawaban dan Besarnya Skor
Alternatif Jawaban Kode Nilai
Sangat Setuju SS 5
Setuju S 4
Ragu R 3
Tidak Setuju TS 2
Sangat Tidak Setuju STS 1 Sumber: Triton dalam (Jumiyati & Harumi, 2018)
4. Korelasi Product Moment
Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan memberi interpretasi
terhadap kuatnya dua variabel itu yaitu hubungan antara lingkungan kerja fisik
terhadap kinerja. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk mencari
koefisien korelasi menurut Sugiyono dalam (Jumiyati & Harumi, 2018) yaitu:
𝑟𝑥𝑦 = ∑ 𝑥𝑦
√(∑ 𝑥2). (∑ 𝑦2)
Dimana:
𝑟𝑥𝑦= koefisien korelasi.
x = jumlah variabel bebas, yaitu lingkungan kerja fisik.
y = jumlah variabel terikat, yaitu kinerja.
20
Untuk mengetahui tingkat hubungan yang ada maka koefisien korelasi
dikonsultasikan pada tabel pedoman (dapat dilihat pada tabel II.6) untuk memberikan
interpretasi.
Tabel II.6
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat Rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Cukup
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber: Triton dalam (Jumiyati & Harumi, 2018)
5. Koefisien Determinasi.
Koefisien determinasi (KD) atau Koefisien penentu (KP), Merupakan ukuran
untuk mengetahui kesesuaian atau ketepatan antara nilai dugaan atau garis regresi
dengan data sampel. Apabila nilai koefisien korelasi sudah diketahui, maka untuk
mendapatkan koefisien determinasi dapat diperoleh dengan mengkuadratkannya.
Besar koefisien determinasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝐾𝐷 = 𝑟2. 100%
Dimana:
KD = Koefisien determinasi.
r² = Koefisien korelasi.
100% = Pengali yang menyatakan dalam persentase
6. Regresi Linier Sederhana.
Manfaat dari hasil analisis regresi adalah untuk membuat keputusan apakah naik
dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui peningkatan variabel
independen atau tidak. Persamaan regresi dirumuskan sebagai berikut:
21
𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋
Dimana untuk melihat hubungan antar variabel dengan menggunakan persamaan
regresi tersebut, maka nilai a dan b harus dicari terlebih dahulu dengan rumus
sebagai berikut:
𝑎 =(∑ 𝑌). (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋). (∑ 𝑋𝑌)
𝑛. (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋)2
𝑏 =𝑛(∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋). (∑ 𝑌)
𝑛. (∑ 𝑋2) − (∑ 𝑋)2
Keterangan :
Y = subjek atau nilai variabel dependen yang diprediksikan, yaitu kinerja.
a = nilai konstanta harga Y jika X=0
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan
ataupun penurun variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan.
X = subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu, yaitu
lingkungan kerja fisik.