bab ii lbm ii digestive
DESCRIPTION
BAB II LBM II DigestiveTRANSCRIPT
BAB II
Pembahasan
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari usus halus ?
Usus halus adalah saluran yang memiliki panjang ± 6 m. Fungsi usus halus
adalah mencerna dan mengabsorpsi chyme dari lambung.. Usus halus memanjang dari
pyloric sphincter lambung sampai sphincter ileocaecal, tempat bersambung dengan
usus besar (gambar 1,1). Usus halus terdiri atas tiga bagian , yaitu: duodenum,
jejunum, ileum.3
Gambar 1.1 Organ Pencernaan.
Duodenum, bagian terpendek (25cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di
perut sampai jejunum. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan
3
ini terdapat pancreas dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan kantung
empedu. Empedu berfungsi mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase. Pankreas
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino/albumin dan
polipeptida. Dinding usus halus mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar brunner yang berfungsi memproduksi getah intestinum.
Gambar 1.2 Duodenum
Jejunum memiliki panjang antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan
mengalami pencernaan secara kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus.
Getah usus yang dihasilkan mengandung lendir dan berbagai macam enzim yang
dapat memecah makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam jejunum, makanan
menjadi bubur yang lumat yang encer.
Usus penyerapan (ileum), panjangnya antara 0,75m – 3,5m terjadi penyerapan
sari–sari makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot usus/vili.
Adanya jonjot usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi semakin luas sehingga
penyerapan makanan dapat berjalan dengan baik.
4
Gambar 1.3 Jejunum dan Ileum
Dinding jonjot usus halus tertutup sel epithelium yang berfungsi untuk
menyerap zat hara. Terdapat sekitar 1000 mikrovili (gambar 3) dalam tiap sel.
Dinding tersebut juga mengeluarkan mucus. Enzim pada mikrovili menghancurkan
makanana menjadi partikel yang cukup kecil untuk diserap. Di dalam setiap jonjot
terdapat pembuluh darah halus dan saluran limfa yang menyerap zat hara dari
permukaan jonjot. Vena porta mengambil glukosa dan asam amino, sedangkan asam
lemak dan gliserol masuk ke sel limfa.2,5
Gambar 1.4 Mikrovilli
5
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.1
FISIOLOGI SALURAN CERNA BAWAH
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur dan mempermudah
berlangusngnya proses ini. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung terhadap makaann yang
masuk. Proses ini berlanjut di duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas
yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Mukus juga memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu
dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat
melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam
empedu dan molekul-molekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan
asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk permukaan misel dengan
ujung hidrofobik menghadap ke luar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga
melarutkan vitamin-vitamin larut lemak, dan kolesterol. Jadi, asam-asam lemak
6
bebas, gliserida, dan vitamin larut lemak dipertahankan dalam larutan sampai dapat
diabsorpsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dalam
getah usus (sukus enterikus). Banyak enzim-enzim ini terdapat dalam brush border
vili dan mencerna zat-zat makanan sambil diabsorpsi.
Dua hormon berperan penting dalam pengaturan pencernaan usus. Lemak
yang bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung
empedu yang dioerantarai oleh kerja kolesitokinin. Hasil-hasil pencernaan protein tak
lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang sekresi getah
pankreas yang kaya-enzim; hal ini diperantarai oleh pankreozimin.
Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan
dikeluarkannya hormon lain, yaitu sekretin, dan jumlah yang dikeluarkan sebanding
dengan jumlah asam yang mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi
getah yang mengandung bikarbonat dari pankreas, merangsang sekresi empedu dari
hati, dan memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari
salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan absorpsi optimal dan asupan kontinu
isi lambung.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi
sebagai reservoir yang menampung masa feses yang sudah terdehidrasi hingga
berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang
khas adalah gerakan pengadukan haustral. Kantung atau haustra meregang dan dari
waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini
tidak progresif tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan mermas-remas
sehingga memberi waktu untuk terjadinya absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik
propulsif : (1) kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan
bergerak ke depan, menymbat beberapa haustra; dan (2) peristaltik massa, merupakan
7
kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan
massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai
tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gatrokolik setelah makan, terutama setelah
makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding
rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani
eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom,
sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi
terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Serabut
parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan
terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang
tergang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan
anulus anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu
anus tertarik ke atas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan
intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang
tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus (manuver atau peregangan
valsalva). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar sfingter eksterna dan
levator ani. Dinding rektumsecara bertahap menjadi relaks dan keinginan defekasi
menghilang.4
HISTOLOGI SALURAN CERNA BAWAH
Lapisan usus halus terdiri atas 4 lapisan yang sama dengan lambung, yaitu :
1. Lapisan luar adalah membran selulosa, yaitu peritornium yang melapisi
usus halus dengan erat.
2. Lapisan otot polos terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang
memanjang (longitudinal) dan lapisan dalam yang melingkar (serabut
sirkuler). Kontraksi otot polos dan bentuk peristaltic usus yang turut serta
dalam proses pencernaan mekanis, pencampuran makanan dengan enzim-
enzim pencernaan dan pergerakkan makanan sepanjang saluran
pencernaan.. Diantara kedua lapisan serabut berotot terdapat pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan pleksus syaraf.
3. Submukosa terdiri dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom,
yaitu plexus of meissner yang mengatur kontraksi muskularis mukosa dan
8
sekresi dari mukosa saluran pencernaan. Submukosa ini terdapat diantara
otot sirkuler dan lapisan mukosa. Dinding submukosa terdiri atas jaringan
alveolar dan berisi banyak pembuluh darah, sel limfe, kelenjar, dan
pleksus syaraf yang disebut plexus of meissner. Pada duodenum terdapat
kelenjar blunner yang berfungsi untuk melindungi lapisan duodenum dari
pengaruh isi lambung yang asam. Sistem kerjanya adalah kelenjar blunner
akan mengeluarkan sekret cairan kental alkali.
4. Mukosa dalam terdiri dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi
getah usus halus (intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi
cairan yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis)
dari duodenum, jejunum, dan ileum. Produksinya dipengaruhi oleh
hormon sekretin dan enterokrinin. Pada lapisan ini terdapat vili (gambar 3)
yang merupakan tonjolan dari plica circularis (lipatan yang terjadi antara
mukosa dengan submukosa). Lipatan ini menambah luasnya permukaan
sekresi dan absorpsi serta memberi kesempatan lebih lama pada getah
cerna untuk bekerja pada makanan. Lapisan mukosa berisi banyak lipatan
Lieberkuhn yang bermuara di atas permukaan, di tengah-tengah villi.
Lipatan Lieberkuhn diselaputi oleh epithelium silinder.6
Gambar 2.1. Lapisan Usus Halus
9
2. Apa saja tipe tipe dari Diare?
Tipe-tipe diare
Diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya yaitu :
1) Diare akut
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat,
dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
a. Etiologi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit
maupun virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin dan
obat, nutrisi eteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi tekal
(overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain.
b. Patogenesis
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan
masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan
ekresiyang buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak.
Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aeorosolisasi (Morwalk,
Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium diffecile), atau melalui aktivitas
seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktror penyebab (agent) dan
faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap
organisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna, seperti
keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup lingkongan
mikroflora usus. Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain daya
penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman-kuman tersebut
membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri terbagi dua, yaitu
1. Bakteri noninvasit (enterotoksigenik)
10
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun
tidak merusak mukosa. Toksin meningkat kadar siklik AMP di dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion
karbonat, kation natrium, dam kalium.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri
yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasive E. Coli (EIEC). S. Paratyphi
B, S. Typhimurium, S. enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia, dan C.
Pertringens tipe C. penyebab diare lainnya seperti parasit menyebabkan kerusakan
berupa ulkus besar (E. histolytica), kerusakan vilia yang penting untuk penyerapan
air, elektrolit, dan zat makanan (G. Lambdia)
c. Manifestasi klinis
Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja
2. Disentriform, pada diare di dapat lendir kental dan kadang-kadang darah.
d. Penatalaksanaan
Pada orang dewasa, penata laksanaan diare akut akibat infeksi terdiri dari :
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Empat hal penting yang perlu diperhatikan adalah :
1) Jenis cairan
2) Jumlah cairan
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
4) Jadwal pemberian cairan.
2. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi
3. Terapi simtomatik
11
4. Terapi defenitif
2) Diare kronik
Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare yang
berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa,
sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu.
a. Etiologi
Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya
diketahui.
b. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi feses dan
motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Gangguan proses
mekanik dan ensimatik, disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran
air dan elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk.
Diare kronik dibagi tiga yaitu :
1. Diare osmotik
Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi akobat adanya gangguan
absorpsi karbohidrat, lemak atau protein, danb tersering adanya malabsorpsi lemak.
Teses berbentuk steatore.
2. Diare sekretorik
Terdapat gangguan tranpor akibat adanya perbedaan osmotif intralumen
dengan mukosa yang besar sehungga terjadi penarikan cairan dan alektrolit ke dalam
lumen usus dalam jumlah besar. Teses akan seperti air. Diare sekresi terbagi dua
berdasarkan pengaruh puasa terhadap diare :
1. Diare sekresi yang dipengaruhi keadaan puasa berhubungan dengan proses
intralumen, dan diakibatkan oleh bahan-bahan yang tidak dapat diabsorpsi,
malabsorpsi karbohidrat, letesiensi laktosa yang mengakibatkan intolerassi
laktosa.
12
2. Diare cair yang tidak dipengaruhi keadaan puasa terdapat pada sidrom
korsinoid, VIP (Vasoactive Inkestinal Polypeptida) oma, karsinoma tiroid
medular, adenoma vilosa, dan diare diabetik.
3. Diare inflamasi
Diare dengan kerusakan kematian enterosit disertai peradangan. Fese
berdarah. Klompok ini paling sering ditemukan. Trbagi dua yaitu nonspesitik dan
spesitik.
c. Penatalaksanaan
a. Simtomatis
1. Rehidrasi
2. Antipasmodik, antikolinergik
3. Obat anti diare
a. Obat antimotilitas dan sekresi usus : Laperamid, ditenoksilat,
kodein fosfat.
b. Aktreotid (sadratatin)
c. Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan absorpsi zat
toksin yaitu Arang, campura kaolin dan mortin.
4. Antiemetik (metoklopromid, proklorprazin, domperidon).
5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:
a. Vitamin Bie, asam, vitamin A, vitamin K
b. Preparat besi, zinc,dan lain-lain.
6. Obat ekstrak enzim pankreas.
7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstifasi, dan mengikat asam
empedu.
8. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus.
13
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi Pada diare
kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.
3. Bagaimana morfologi cacing pada saluran cerna beserta siklusnya ?
Infeksi Cacing Usus
a. Nematoda usus
1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau
yang lebih dikenal dengan nama cacing gelang dan yang penularannya dengan
perantara tanah (Soil Transmitted Helmints). Infeksi yang disebabkan oleh
cacing ini disebut Askariasis.
Morfologi
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Stadium
dewasa hidup dirongga usus halus. Seekor cacing betina dapat bertelur sebayak
100.000-200.000 butir perhari, dimana terdiri dari telur yang dibuahi dan yang
tidak dibuahi.
Gambar : Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)
Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebal
dan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran
panjangnya dapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50 μm. Telur yang belum dibuahi
14
umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 μm, lapisan yang
berbenjol-benjol dapat terlihat jelas dan kadang-kadang tidak dapat dilihat.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang
mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-300 C. Pada kondisi ini telur
tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3
minggu.
Gambar : Telur Ascaris lumbricoides
Daur Hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila
tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus
halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung,
kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding
pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk ronggas alveolus, kemudian naik ke
trakea melalui bronkiolus dan bronkus.
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan
pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke
dalam esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing
dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan
waktu kurang lebih 2 (dua) bulan.
15
Gambar : Daur Hidup Ascaris lumbricoides
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing
dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru.
Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul
gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto
toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena
mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 (tiga)
minggu, setelah diberikan obat cacing pada penderita. Keadaan ini disebut
sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan.
Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual,
nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti (1990) mengemukakan
bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia mampu
mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari
hal tersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi
cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan
kurang gizi.
16
Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-
cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).
2. Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura)
Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) lebih sering terjadi di daerah
panas, lembab dan sering terjadi bersama –sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah
cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit pasien biasanya tidak
terpengaruh dengan adanya cacing ini.
Morfologi
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira
4cm. Bagian enterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari
panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk dan cacing betina
bentuknya membulat tumpul, sedangkan pada cacing jantan melingkar dan
terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum
(caecum) dengan satu spikulum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk
masuk kedalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan
telur setiap hari antara 3000- 10.000 butir.
Gambar : Cacing Trichuris trichiura dewasa (Kiri : betina, Kanan :
jantan)
Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan
dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
17
Gambar : Telur Cacing Trichuris trichiura
Daur Hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut
manjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang
berisi larva dan merupakan bentuk yang infektif. Cara infeksi langsung bila secara
kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke
dalam usus halus. Sesudah manjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan
masuk ke daerah kolon, terutama sekum (caecum). Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai
cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari.
18
Gambar : Daur Hidup Trichuris Trichiura
Patologi dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi
dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak-
anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di
mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada
waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga
terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada
tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini
menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Bila infeksinya ringan biasanya asymtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah
cacingnya banyak biasanya timbul diarrhea dengan feses yang berlendir, nyeri
perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun.
3. Cacing Tambang ( Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
Morfologi
Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0,4-0,5 mm. Cacing
dewasa Ancylostoma cenderung lebih besar dari pada Necator. Cacing dewasa
19
jarang terlihat, karena melekat erat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya
yang berkembang dengan baik (gigi pada Ancylostoma dan lempeng pemotong
pada Necator).
Gambar : Cacing Ancylostoma duodenale Dewasa
Gambar : Cacing Necator americanus Dewasa
Telur-telur yang keluar bersama feses biasanya pada stadium awal
pembelahan. Bentuknya lonjong dengan ujung bulat melebar dan berukuran kira-
kira, panjang 60 μm dan lebar 40 μm. Ciri khasnya yaitu adanya ruang yang jernih
diantara embrio dengan kulit telur yang tipis.
Daur Hidup
Telur dapat tetap hidup dan larva akan berkembang secara maksimum pada
keadaan lembab, teduh dan tanah yang hangat, telur akan menetas 1-2 hari
kemudian. Dalam 5-8 hari akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap
hidup dalam tanah untuk beberapa minggu.
20
Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva filariform yang terdapat
di tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva di bawa
aliran darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva
menembus alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian
tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di sana. Mereka melekat di mukosa,
mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum struktur mulut permanen yang
khas terbentuk. Bentuk betina mulai mengeluarkan telur kira-kira 5 (lima) bulan
setelah permulaan infeksi, meskipun periode prepaten dapat berlangsung dari 6-10
bulan. Apabila larva filariform Ancylostoma duodenale tertelan, mereka dapat
berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa melalui siklus paru-paru.
Gambar : Daur Hidup Cacing Tambang
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit seringkali tergantung dari
jumlah larva. Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan
kemungkinan infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesicular dan terbuka karena
garukan. Berkembangnya vesikel dari ruam papula eritematosa disebut sebagai
”ground itch”. Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari
pada jumlah larva yang ada. Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh
nekrosis jaringan usus yang berada dalam mulut cacing dewasa dan kehilangan
darah langsung dihisap oleh cacing dan terjadinya perdarahan terus-menerus di
21
tempat asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi
antikoagulan oleh cacing.
Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea,
muntah, sakit perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah
yang keluar), lesu dan pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing
yang banyak pada anak-anak dapat menimbulkan gejala sisa serius dan kematian.
Selama fase usus akut dapat dijumpai peningkatan eosinofilia perifer. Pada infeksi
kronik, gejala utamanya adalah anemia defisiensi besi dengan tanda pucat, edema
muka dan kaki, lesu dan kadar hemoglobin ≤ 5g/dL . Dapat dijumpai
kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik.
4. Cacing Benang Manusia (Strongyloides stercoralis)
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Cacing ini dapat menyebabkan
penyakit stongilodiasis. Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan
subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan.
Morfologi
Cacing betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenalum dan yeyunum.
Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira
2mm.
Gambar : Strongyloides Stercoralis
22
Daur Hidup
Cacing ini mempunyai tiga macam daur hidup :
1) Siklus langsung
Sesudah 2 sampa 3 hari di tanah, larva rhabditiform yang berukuran
kira-kira 225 x 16 mikron berubah menjadi larva filariform dengan bentuk
langsing dan merupakan bentuk yang infektif, panjangnya kira-kira 700
mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh , masuk
kedalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke
paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus,
masuk ke trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi refleks batuk
sehingga perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan
menjadi dewasa. Cacing
betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.
2) Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah
menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas
ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x
0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor
melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina
menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama
beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes
baru atau larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak
langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu
sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk hidup bebas parasit ini.
3) Autoinfeksi
Larva rhabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus
atau di sekitar anus, misalnya pada pasien yang menderita obstipasi lama
sehingga bentuk rhabditiform sempat berubah menjadi filariform di dalam
usus, pada penderita diare menahun dimana kebersihan kurang diperhatikan,
bentuk rhabditiform akan menjadi filariform pada tinja yang masih melekat di
sekitar dubur. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis
menahun pada penderita.
23
Patologi dan Gejala Klinis
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit akan timbul kelainan
kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal
yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.
Infeksi ringan
pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan
gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di
daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Gejala lain adalah ada terasa mual
dan muntah, diare dan konstipas yang saling bergantian. Pada Strongiloidiasis
juga terjadi
autoinfeksi dan hiperinfeksi.
Sindroma Hiperinfeksi Autoinfeksi merupakan mekanisme terjadinya infeksi
jangka panjang, apabila pada saat-saat tertentu keseimbangan dan imunitas
penderita menurun, maka infeksinya semakin meluas dengan peningkatan
produksi larva dan larva dapat ditemukan pada setiap jaringan tubuh, sehingga
terjadi kerusakan pada jaringan tubuh. Penderita dapat meninggal akibat
terjadinya peritonitis, kerusakan otak dan kegagalan pernafasan.
5. Cacing Kremi ( Enterobius vermicularis)
Morfologi telur cacing E. Vermicularis
Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Mempunyai
ukuran 50 -60 mikron x 20 – 32 mikron. Dinding telur bening dan agak lebih tebal
dari dinding telur cacing tambang. Terdapat 3 lapisan dinding telur, lapisan
pertama (lapisan luar) berupa lapisan albuminous, tranclusent, bersifat sebagai
mekanikal protection, lapisan kedua berupa membran terdiri dari lemak, berfungsi
sebagai chemical protection, lapisan ketiga adalah lapisan dalam telur yang berisi
larva.Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten
terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup
dalam 13 hari.
24
Gambar : Telur Cacing E. Vermicularis
Morfologi Cacing E. Vermicularis
Cacing betina berukuran 8 – 13 mm x 0,4 mm. pada ujung anterior pelebaran
kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus usofagus jelas sekali, ekornya
panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur.Cacing
betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke daerah
perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus.
Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya
melingkar sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?) ; spikulum pada ekor
jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar
dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum.
Gambar : Bentuk cacing kremi jantan (kiri) bentuk cacing betina(kanan)
Siklus Hidup
Siklus hidup dimulai dengan keluarnya cacing betina yang grafid bermigrasi
kedaerah perianal /anus pada waktu malam hari kemudian bertelur dengan cara
25
kotraksi uterus dan melekat pada daerah tersebut (migrasi ini disebut “ Nocturnal
migration”) Telur tersebut bisa menjadi larva infektif terutama pada suhu 23º –
46º C.
Telur cacing kremi dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan akan menjadi telur
yang infektif dapat menetas menjadi larva dan masuk kembali kedalam usus besar
(retrofeksi). Telur cacing yang infektif dapat bertahan lama, dapat
mengkontaminasi lewat makanan, pakaian, tangan karena telur Enterobius
vermicularis yang infektif dapat diterbangkan bersama debu kemana-mana.Telur
yang masuk ke mulut, di dalam duodenum akan menetas menjadi larva kemudian
dewasa di usus besar.
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur
yang menetas di daerah perianal berimigrasi kembali ke usus besar. Bila telur
matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah
dua kali setelah menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum.
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur
matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang berimigrasi ke daerah perianal
berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung 1
bulan karena telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5
minggu sesudah pengobatan.Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self
limited). Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir.
26
Gambar : Siklus Hidup Cacing Kremi
Patologi dan Gejala Klinis
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.
Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan
vagina oleh cacing betina gravid yang berimigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkaan pruritus local. Karena cacing berimigrasi ke daerah
anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar
anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi
pada waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi
lemah. Kadang kadang cacing dewasa mudah dapat bergerak ke usus halus
bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga
menyebabkan gangguan di daerah tersebut. cacing betina gravid mengembara
dan dapat bersarang di vagina dan di tuba fallopii sehingga menyebabkan
radang di saluran telur. Cacing sering di temukan di apendiks tetapi jarang
menyebabkaan apendisitis.
Beberapa gejala infeksi Enterobius vermikularis yaitu kurang nafsu
makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, cepat marah, gigi menggeretak,
insomnia dan masturbasi.
27
b. Trematoda Usus
1. Cacing Daun Raksasa (Fasciolopsis Buski)
Morfologi dan Daur Hidup
Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetri
bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat
beraneka ragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya
adalah terdapatnya 2 buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut.
Beberapa spesies mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai
huruf Y terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada
umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus, karena hidupnya
secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian
posterior. Susunan saraf dimulai dengan gangliondi bagian dorsal esofagus,
kemudian terdapat saraf yang memanjang dibagian dorsal, ventral dan lateral
badan. Cacing ini bersifat hermafrodit denagn alat reproduksi yang kompleks.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakkan di
saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau dijaringan tempat cacing
hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya
telur berisis sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung
mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Bila sudah mengandung mirasidium
telur menetas di dalam air (telur matang). Pada spesies trematoda yang
mengeluarkan telur berisis sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu
kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telu matang menetas
bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk
kedalam jaringan keong; atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium
berenang di air; dalam waktu 24 jam kmirasidium harusn sudah menemukan
keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air disini berfungsi
sebagai hospes perantara pertama atau HP1. Dalam keong air tersebut mirasidium
berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S).
Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R); bentuknya berupa
kantung yang sudah mempunyai mulut, faring, dan sekum. Didalam sporokista
dua / redia (R) , larva berkembang menjadi serkarian (SK).
28
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara dua
yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan keong air
lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada
Schistosoma. Dalam hospes perantara dua serkaria berubah menjadi metaserkaria
yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes
perantara dua yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik.
Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes
definitif, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi
cacing dewasa dalam tubuh hospes.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan yang disebabkan cacing daun tergantung dari lokalisasi cacing di
dalam tubuh hospes; selain itu juga ada pengaruh rangsanga setempat dan zat
toksin yang dikeluarkan oleh cacing. Reaksi sistemik terjadi karena absorbsi zat
toksin tersebut, sehingga menghasilkan gejala alergi, demam, sakit kepala dan
lain-lain. Cacing daun yang hidupdi rongga usus biasanya tidaka memberi gjala
atau hanya gejala gastrointestinal ringan seperti mual, muntah, sakit perut dan
diare. Bila cacing hidup di jaringan paru seperti Paragonimus, mungkin
menimbulkan gejala batuk, sesak nafas, dan batuk darah(hemoptisis). Cacing yang
hidup di salyuran empedu hati seperti Clonorchis, Opistrhorchis dan Fasciola
dapat menimbulakn rangsangan dan menyebabkan penyumbatan aliran empedu
sehingga menimbulkan gejala ikterus. Akibat lainya adalah peradangan hati
sehingga terjadi hepatomegali. Bila ini terjadi berlarut-larut, dapat mengakibatkan
sirosis hati. Cacing Schistosoma yang hidup di pembuluh darah, terutama telurnya
mengakibatkan kelainan yang berupa peradangan, pseudo-abses dan akhirnya
fibrosis jaringan alat yang di infiltrasi oleh telur cacing ini, seperti dinding usus,
dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan lain-lain.
c. Cestoda Usus
1. Taenia Saginata (Cacing-Pita Sapi) & Taenia Solium (Cacing-Pita Babi)
Cacing pita adalah parasit pada manusia maupun hewan ternak. Ada dua jenis
cacing pita yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang
permanen.
29
a) Taenia Saginata (Cacing-Pita Sapi)
Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang
taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan
manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus
dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari
segmen-segmen. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus
inangnya.
Gambar : Taenia Saginata
Daur Hidup
Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia
sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya
bersama segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan
melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput.
Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang
kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki
sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk
kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut
dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim
pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya,
larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai
5 meter dalam waktu tiga bulan. Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita
umumnya menyebabkan gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll).
30
Gambar : Siklus Hidup Taenia Saginata
b) Taenia Solium (Cacing-Pita Babi)
Gambar : Taenia Solium
Taenia solium (cacing pita babi) adalah cacing pita pipih seperti taenia
saginata yang berwarna putih. Taenia solium adalah kerabat dekat Taenia
saginata yang memiliki siklus hidup hampir sama, namun inang perantaranya
31
adalah babi. Manusia terinfeksi dengan memakan daging babi berisi kista
Taenia solium. Cacing ini sedikit lebih kecil dari Taenia saginata (3-4 m
panjangnya), tetapi lebih berbahaya. Berbeda dengan Taenia saginata yang
hanya membentuk kista di daging sapi, Taenia solium juga mengembangkan
kista di tubuh manusia yang menelan telurnya. Kista tersebut dapat terbentuk
di mata, otak atau otot sehingga menyebabkan masalah serius. Selanjutnya,
jika tubuh membunuh parasit itu, garam kalsium yang terbentuk di tempat
mereka akan membentuk batu kecil di jaringan lunak yang juga mengganggu
kesehatan. Skoleks taenia solium memiliki 4 pengisap besar dengan dua baris
pengait. Cacing pita dewasa tumbuh menjadi sekitar 6 mm lebar dan 2-7 m
panjangnya, dengan sekitar 800 segmen yang disebut proglotida. Saat cacing
pita tumbuh di usus, proglotida matang yang disebut proglotida gravid akan
dilepas keluar tubuh manusia. Setiap proglotida gravid berisi organ reproduksi
jantan dan betina dan 30-40 ribu rumah telur berisi embrio.Taenia solium
memiliki pola penularan yang sangat mirip dengan taenia saginata. Manusia
adalah inang definitif dengan babi sebagai hospes perantara. Infeksi pada
manusia dimulai dengan mengkonsumsi daging babi mentah atau kurang
matang yang terinfeksi.
Daur Hidup
Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur. Pada saat
proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak, terdapat cairan putih
susu yang mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior
proglotid tersebut, terutama jika proglotid berkontraksi pada saat bergerak.
Telur-telur ini akan melekat pada rumput bersama dengan tinja, bila orang
berdefekasi di padang rumput atau karena tinja yang hanyut dari sungai pada
saat banjir. Ternak yang makan rumput ini akan terkontaminasi dan dihinggapi
cacing gelembung, karena telur yang tertelan bersama rumput tersebut akan
dicerna dan embrio heksakan akan menetas di dalam tubuh ternak. Embrio
heksakan yang menetas di saluran pencernaan ternak akan menembus dinding
usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah
ke jaringan ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung
yang disebut sistiserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata yang terbentuk
setelah 12 s.d. 15 minggu.
32
Bila cacing gelembung yang ada di otot hewan ini termakan oleh
manusia, karena proses pemasakan yang tidak atau kurang matang, maka
skoleknya akan keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi. Skolek
akan melekat pada mukosa usus halus seperti jejunum. Cacing Taenia saginata
dalam waktu 8 s.d. 10 minggu akan menjadi dewasa.
Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang
uterus. Embrio di dalam telur disebut onkosfer berupa embrio heksakan yang
tumbuh menjadi bentuk infektif dalam hospes perantara. Infeksi terjadi jika
menelan larva bentuk infektif atau menelan telur. Pada Cestoda dikenal dua
ordo, yang pertama Pseudophyllidea dan yang kedua adalah Cyclopyllidea.
Gambar : Siklus Hidup Taenia Solium
Patologi dan Gejala Klinis Taenia Saginata dan Taenia Solium
Telur taenia solium (cacing pita babi) bisa menetas di usus halus, lalu
memasuki tubuh atau struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit
Cysticercosis, cacing pita cysticercus sering berdiam di jaringan bawah kulit
dan otot, gejalanya mungkin tidak begitu nyata ; tetapi kalau infeksi cacing
pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau ke sumsum tulang akan
menimbulkan efek lanjutan yang parah.
33
Infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus biasanya disebut
Taeniasis. Ada dua spesies yang sering sebagai penyebab-nya, yaitu Taenia
solium dan Taenia saginata. Menurut penelitian di beberapa desa di Indonesia,
angka infeksi taenia tercatat 0,8–23%., frekuensinya tidak begitu tinggi.
Namun demikian, cara penanganannya perlu mendapat perhatian, terutama
kasus-kasus taeniasis Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi
sistiserkosis.
Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi
yang mentah atau setengah matang dan me-ngandung larva cysticercus. Di
dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala
gastero- intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah epigastrium, napsu makan
menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi. Selain itu, gizi
penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia malnutrisi. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak
spesifik bahkan sebagian besar kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik).
Cacing dewasa taenia saginata (cacing pita sapi) biasanya
menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa
tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Gejala-gejala tersebut
disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak lewat
dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi,
yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang
disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat badan tidak jelas
menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
Meskipun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan gejala, beberapa
penderita merasakan nyeri perut bagian atas, diare dan penurunan berat badan.
Kadang-kadang penderita bisa merasakan keluarnya cacing melalui duburnya.
2. Diphyllobothrium Latum (Cacing-Pita Ikan)
Morfologi dan Daur Hidup
34
Gambar : Diphyllobothrium Latum
Cacing ini tergolong Pseudophyllidae yang terdapat sebagai cacing dewasa
pada manusia. Panjangnya sampai 10 m, terdiri dari 3000-4000 proglotid Genital
pore dan uterin pore terletak disentral dari proglotd. Telur mempunyai operkulum
yang berisi sel telur. Telur dikeluarkan bersama tinja. Dalam air, sel telur menjadi
onkosfer dan telur menetas lalu keluar korasidium yaitu embrio yang bersilia.
Korasidium dimakan oleh HP I yaitu Cyclops atau Dioptomus. Di dalam tubuh
HP I, korasidium berubah menjadi procercoid. Bila Cyclops atau Dioptomus yang
mengandung procercoid dimakan oleh ikan sebagai HP II, makam procercoid
akan tumbuh menjadi plerocercoid (sparganum) yang merupakan bentuk infektif.
Gambar : Siklus Hidup Diphyllobothrium Latum
35
Patologi dan Gejala Klinik
Ekskistasi terjadi di usus halus lalu cacing menjadi dewasa dengan memakan
sari makanan dan vitamin B12. Penyakitnya disebut Diphyllobothriasis dengan
gejala gastrointestinal berupa diare, hilang nafsu makan. Karena cacing
mengambil vitamin B12 akan terjadi Anemia makrositer hyperchrom. Tidak semua
orang yang terinfeksi akan menjadi sakit.
3. Hymenolepis Nana (Cacing-Pita Kerdil)
Morfologi
Gambar : Hymenolepis Nana
Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dan mempunyai ukuran terkecil
jika dibandingkan dari golongan cestoda yang ditemukan pada manusia,.
Panjangnya kira-kira 25-40 mm dan lebarnya 1 mm. Terbagi atas kepala
(skoleks), leher dan sederet segmen-segmen yang membentuk rantai (strobila).
Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil isap dan rostellum yang
pendek dilengkapi dengan satu deret kait berjumlah 20-30 kait yang berfungsi
untuk melekatkan diri pada permukaan mukosa intestin inang. Dibelakang kepala
terdapat leher yang merupakan bagian yang bersifat poliferatif untuk membentuk
segmen-segmen baru. Strobila terdiri atas proglotid-proglotid immature (segmen
muda) – mature (segmen dewasa) – dan gravid, kurang lebih 200 segmen. Segmen
dewasa (segmen mature) memiliki satu set alat reproduksi sendiri. Lubang genital
terletak unilateral, terdapat 3 testis dan 1 ovarium.
Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada
dalam hospes. Strobila dimulai dengan proglotid imatur yang sangat pendek dan
36
sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung distal strobila
membulat. Didalam proglotid gravid uterus membentuk kantong mengandung 80-
180 telur.
Telur keluar dari proglotid paling distal (proglotid gravid) yang hancur.
Bentuknya lonjong, mirip buah lemon (ovoid) berukuran 30-47 mikron,
mempunyai lapisan kulit yang terdiri dari dua membran sebelah dalam dengan
penebalan pada kedua kutub, dari masing-masing kutub keluar 4-8 filamen. Telur
berisi embrio heksakan atau embrio dengan 3 pasang kait (onkosfer).
Penyerapan makanan melalui tegumen (bagian luar tubuh cestoda yang
berfungsi absortif dan metabolit) dan alat ekskresinya berupa sel api (flame cell).
Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di usus halus beberapa minggu untuk mengalami
perkembangbiakan dari proglotid immature menjadi mature selanjutnya menjadi
proglotid gravid yang mengandung banyak telur cacing pada uterusnya. Proglotid
gravid akan melepaskan diri dan bila pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa
dikeluarkan bersama feses manusia. Telur Cacing ini kemudian termakan oleh
serangga. Cacing ini tidak memerlukan hospes perantara. Bila telur tertelan
kembali oleh manusia (Manusia dan hewan lainnya (tikus) terinfeksi ketika
mereka sengaja atau tidak sengaja makan bahan yang terkontaminasi oleh
serangga), maka di rongga usus halus telur menetas dan membentuk larva
sistiserkoid, kemudian keluar ke rongga usus dan menjadi dewasa dalam waktu 2
minggu atau lebih. Apabila sistiserkoid pecah maka keluarlah skolek yang
selanjutnya akan melekat pada mukosa usus. Skolek akan berkembang lebih lanjut
menghasilkan proglotid immature, dan seterusnya berulang siklus tersebut (Proses
pendewasaan kurang lebih 2 minggu).
Orang dewasa kurang rentan dibandingkan dengan anak. Kadang-kadang telur
dapat menetas di rongga usus halus menjadi sistiserkoid sebelum dilepaskan
bersama tinja. Keadaan ini disebut autoinfeksi internal. Autoinfeksi dapat terjadi
pada infeksi Hymenolepis nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio
hexacanth mereka yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus
infektif tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat
37
memperbanyak diri dalam tubuh hospes. Masa hidup cacing dewasa adalah 4-6
minggu, tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi bertahan selama
bertahun-tahun. Cacing di dalam usus dapat mencapai jumlah 1.000 sampai 8.000
ekor pada seorang penderita.
Gambar : Siklus Hidup Hymenolepis Nana
Patologi dan Gejala Klinis
Parasit ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Jumlah yang besar dari cacing
yang menempel pada dinding usus halus menimbulkan iritasi mukosa usus.
Kelainan yang sering timbul adalah toksemia umum karena penyerapan sisa
metabolit dari parasit masuk kedalam sistem peredaran darah penderita. Pada anak
kecil dengan infeksi berat, cacing ini kadang-kadang menyebabkan keluhan
neurologi yang gawat, berkurang berat badan, kurang nafsu makan, insomnia,
mengalami sakit perut dengan atau tanpa diare, nausea, muntah, kejang-kejang,
sukar tidur dan pusing. Bila supersensitif terjadi alergi. Eosinofilia sebesar 8-16%.
Sakit perut, obstipasi dan anoreksia merupakan gejala ringan.
4. Dipylidium Caninum (Cacing-Pita Anjing)
Morfologi
38
Caninum dipylidium adalah cacing pipih panjang berukuran kurang lebih 15-
17 cm, memiliki 60-175 proglotid. Skolek berbentuk belah ketupat dengan 4 batil
hisap lonjong dan menonjol,serta sebuah rostellum seperti kerucut refraktil yang
dilengkapi 30-150 kait tersusun menurut garis transversal.Proglotid gravid
berukuran 12x3 mm,dipenuhi telur yang bermembran , setiap kapsul berisi 8-20
butir telur. Proglotid hamil ini dapat aktif keluar anus atau keluar bersama tinja
satu persatu atau berkelompok 2-3 proglotid.Telur mengandung embrio yang tidak
tahan terhadap kekeringan. Didalam hospes perantara, oncospher akan
berkembang menjadi larva cysticercoid yang berekor.Manusia tertular secara
kebetulan jika tertelan kutu kucing atau anjing yang mengandung larva.
Gambar : Dipylidium Caninum
Daur Hidup
Segmen cacing yang mengandung telur yang mengandung telur gravid keluar
dari tubuh bersama feses anjing secara spontan. Segmen tersebut secara aktif
bergerak di daerah anus atau jatuh ke tanah dan membebaskan telur cacing.
Kapsul cacing yang berisi embrio akan termakan oleh larva pinjal. Kapsul tersebut
pecah sehingga onkosfer menetas dan membebaskan embrio di dinding usus larva
pinjal yang selanjutnya berkembang mesnjadi sistiserkoid di dalam jaringan tubuh
larva. Saat pinjal menyelesaikan metamorfosisnya dan menjadi dewasa,
sistiserkoid mejadi infektif. Anjing yang tanpa sengaja memakan pinjal maka akan
terinfeksi oleh cacing Dipylidium sp. Di dalam usus akan mengalami evaginasi,
skoleks akan melekat diantara villi usus halus dan lama-lama akan berkembang
sebagai cacing dewasa.
39
Gambar : Siklus Hidup Dipylidium Caninum
Patologi dan Gejala Klinis
Selain menyebabkan rasa gatal di daerah anus karena keluarnya proglotid serta
rangsangan yang timbul oleh melekatnya proglotid tersebut. Rasa gatal tersebut akan
menyebabkan penderita menggosok gosokan bagian rektalnya di tanah. Penderita
dengan infeksi berat memperlihatkan gejala nafsu makan menurun dan berat badan
yang menurun.
Cacing dapat mengakibatkan enteritis kronis, muntah dan gangguan syaraf.
Rasa gatal di daerah anus yang diperlihatkan dengan menggosok-gosokan bagian
yang gatal tersebut serta berjalan dengan tubuh yang tegak merupakan petunjuk kuat
untuk diagnose.
4. Apa saja faktor resiko pada pasien tersebut?
KEADAAN RISIKO DAN KELOMPOK RISIKO TINGGI YANG
MUNGKIN MENGALAMI DIARE INFEKSI
1. Baru saja bepergian/melancong : ke negara berkembang, daerah tropis,
kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah
(dasar berair)
40
2. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan Taut dan shell fish,
terutama yang mentah, Restoran dan rumah makan cepat saji (fast food),
basket dan piknik
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko infeksi HIV,
sindrom usus homoseks (Gay bowel syndrome) sindrom defisiensi kekebalan
didapat (Acquired immune deficiency syndrome)
4. Baru saja menggunakan obat antimikroba pada institusi: institusi
kejiwaan/mental, rumah rumah perawatan,
rumah sakit.
5. Bagaimana penatalasanaan yang bisa dilakukan?
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain :
Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang
adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila
pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif
seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung
elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan
lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain: pedialit, oralit dll.
Cairan infus antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 —200 ml/kgBB/24 jam
tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu din ilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien
mengalami kekurangan cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien kehilangan
cairan 5-8% dari Berat Badan. Berat bila pasien kehilangan cairan 8-10% dari Berat
Badan.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
41
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan
peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai
syok diberikan cairan per intravena.
Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang
nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus
pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat
diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik , kecuali bila ada kontra indikasi atau
oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit
yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCI, 2,5 g Natrium Bikarbonat
dan 1,5 g KCI setiap liter. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dl I.
42
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan
cairan menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan
langsung dalam 2 jam ini agar tercapati rehidrasi optimal secepat
mungkin.
b. Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Bila tidal( ada syok atau skor Daldiyono kurang
dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan
cairan melalui tinja dan Insensible water loss (IWL)
Diet. Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat.
Pasien dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi hares
dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi
virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol hams dihindari karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
Obat anti-diare. Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a). Yang paling
efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinktur opium.
Loperamide paling disukai karena tidak adilctifdan memiliki efek samping paling
kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi
kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati bismuth.
43
Obat antimotilitas penggunaannya hams hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit. b). Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari,
smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c. Obat anti
sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.
Obat antimikroba. Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan,
self limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak
dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis (traveler :s diarrhea) atau
imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg 2 x/hari
selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri patogen inyarsif termasuk
Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai
alternatifyaitu kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol, 160/800 mg 2 x/hari, atau
eritromisin 250 — 500 mg 4 x/hari. Metronidazol 250 mg 3 x/ hari selama 7 hari
diberikan bagi yang dicurigasi giardiasis.
Untuk turis tertentu yang bepergian ke daerah risiko tinggi;Tcuinolon (misal
siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang memberikan
perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetoprim-
sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Patogen spesifik yang hares diobati a.l.
Vibrio cholerae, Clostridium difficile, parasit, traveler's diarrhea, dan infeksi karena
penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and herpes simpleks). Patogen yang
mungkin diobati termasuk Vibrio non kolera, Yersinia, dan Campylobacter, dan bila
gejala lebih lama pada infeksi Aeromonas, Plesiomonas dan E coli enteropathogenic.
Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile yaitu metronidazol oral 25-500
mg 4 x/hari selama 7-10 hari. Vankomisin merupakan obat alternatif, tetapi lebih
mahal dan hares dimakan oral karena tidak efektif bila diberikan secara parenteral.
Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 6.
44