bab ii masyarakat khonghucu di surakarta a....
TRANSCRIPT
14
BAB II
MASYARAKAT KHONGHUCU DI SURAKARTA
A. Keadaan Geografis Kota Surakarta
Kota Surakarta terletak di antara 70` 36″ – 70` 56″ Lintang Selatan dan
110 45` 15″ – 110 45` 35″ Bujur Timur, sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan
100 km tenggara Semarang. Kota Surakarta dibelah dan dialiri oleh 3 buah Sungai
besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali Jenes dan Kali Pepe. Secara administratif,
kota Surakarta dibatasi oleh: Utara: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Boyolali, Timur: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo, Selatan:
Kabupaten Sukoharjo, Barat: Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.
Tabel: Luas wilayah Tiap Kecamatan di Surakarta
No. Kecamatan Luas Wilayah dalam Km
1. Laweyan 8,63
3. Serengan 3,19
3. Pasar Kliwon 4,82
4. Jebres 12,58
5. Banjarsari 14,81
Jumlah 44,04
Sumber : Monografi Kelurahan, Kota Surakarta dalam Angka 20061
1 Retno Roswita., Pemaknaan simbol-simbol yang digunakan pada upacara
pelepasan jenazah yang dilakukan masyarakat Tionghoa beragama Khonghucu di
Surakarta. Skripsi: Universitas Sebelas Maret. 2008. hlm.22.
15
Dari 5 kecamatan yang ada, dibagi lagi menjadi 51 kelurahan dengan jumlah RW
(Rukun Warga) tercatat sebanyak 595 dan jumlah RT (Rukun Tetangga) sebanyak
2667. Kelurahan-kelurahan di Surakarta yaitu:
1. Kecamatan Banjarsari, terdiri dari 13 kelurahan yaitu: Kadipiro, Ketelan,
Nusukan, Punggawan, Gilingan, Mangkubumen, Stabelan, Manahan,
Kestalan, Sumber, Keprabon, Banyuanyar, Timuran,
2. Kecamatan Jebres, terdiri dari 11 Kelurahan, yaitu : Kepatihan Kulon,
Jagalan, Kepatihan Wetan, Purwodiningratan, Sudiroprajan, Tegalharjo,
Gandekan, Jebres, Sewu, Mojosongo, Pucang Sawit.
3. Kecamatan Laweyan, terdiri dari 11 Kelurahan, yaitu : Pajang, Purwosari,
Laweyan, Sondakan, Bumi, Kerten, Panularan, Jajar, Penumping,
Karangasem, Sriwedari.
4. Kecamatan Pasar Kliwon, terdiri dari 9 Kelurahan, yaitu ; Jogosuran,
Kampung Baru, Semanggi, Kedung Lumbu, Pasar Kliwon, Sangkrah,
Gajahan, Kauman, Baluwarti
5. Kecamatan Serengan, terdiri dari 7 kelurahan, yaitu : Joyotakan, Kratonan,
Danukusuman, Jayengan, Serengan, Kemlayan, Tipes.
B. Sejarah Singkat Agama Khonghucu di Surakarta
Agama Khonghucu masuk ke Surakarta sudah sangat lama. Hal tersebut
bisa dilihat dari keberadaan klenteng Tien Kok Sie di sebelah selatan pasar Gede.2
Klenteng tersebut sudah ada pada waktu Paku Buwana II atau tepatnya tahun
2https://phesolo.wordpress.com/2012/02/27/agama-khonghucu-di-
surakarta/ diakses pada tanggal 22 April 2014.
16
1745. Selain itu terdapat pula Klenteng Poo An Kiong yang berada di jalan
Kratonan. Klenteng Poo An Kiong berdiri tahun 1818 yaitu pada masa
pemerintahan Paku Buwana VII.3
Perkembangan agama Khonghucu di Surakarta mengalami perjalanan
yang cukup panjang dengan berbagai dinamikanya. Agama Khonghucu mulai
dilembagakan di Surakarta pada tahun 1918 dengan berdirinya perkumpulan
Khong Kauw Hwee Solo oleh Tan Kiong Wie pada tanggal 16 Oktober 1918.
Setelah tiga periode tepatnya saat perkumpulan tersebut dipimpin oleh Kwik Hong
Hie, Khong Kauw Hwee mendapat hak badan hukum dari pemerintah Hindia
Belanda No 1x, Buitenzorg, 1 November 1925.4
Pada masa awal pertumbuhannya, Khong Kauw Hwee melakukan
beberapa pembangunan seperti pembangunan Lithang Khong Kauw Hwee Solo
yang diberi nama Swan Kong Tong yaitu rumah untuk mengadakan khotbah bagi
umat Khonghucu. Pembangunan Lithang ini dana yang digunakan merupakan
dana sumbangan dari para anggota dan pinjaman, terutama dari perkumpulan
Chuan Min Khung Hui yang sekarang bernama Perkumpulan Masyarakat
Surakarta. Selain itu juga didirikan perkumpulan wanita penganut ajaran
Khonghucu atau Khong Kauw Hu Li Hwee pada tahun 1935 dan berhenti
berkegiatan pada masa pendudukan Jepang.5
3https://phesolo.wordpress.com/2012/02/27/agama-khonghucu-di-
surakarta/ diakses pada tanggal 22 April 2014. 4 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 19 Desember 2014.
5 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 19 Desember 2014
17
Khong Kauw Hwee merupakan organisasi yang memiliki anggota yang
tidak terlalu besar, tetapi para anggotanya berusaha menjalankan ajaran
Khonghucu dalam kehidupan sehari-hari. Pada awal perkembangannya Khong
Kauw Hwee banyak mengadakan kegiatan organisasi di Klenteng terutama
Klenteng Tien Kok Sie dalam membicarakan kemajuan organisasi. Kemudian
pada tahun-tahun berikutnya organisasi tersebut telah memiliki kesekretariatan di
daerah Jagalan dengan membeli rumah yang kemudian dipugar kembali.6
Kesekretariatan ini selain menjadi tempat pembicaraan organisasi juga menjadi
tempat dilaksanakannya khotbah-khotbah serta pembahasan dan mempelajari
ajaran-ajaran Khonghucu yang dilaksanakan secara teratur.
Tahun 1955 dibentuk kembali Khong Kauw Tjong Hwee dengan nama
Perserikatan Khung Chiao Hui Indonesia dengan kota Surakarta sebagai pusatnya.
Organisasi tersebut berbentuk presidium dan di kota Surakarta sendiri diketuai
oleh Sudjono. Kongres pertama kali Perserikatan Khung Chiao Hui Indonesia
(PKCHI) dilakukan pada tanggal 6-7 Juli 1956 di kota Surakarta. Dalam kongres
tersebut diputuskan antara lain menyempurnakan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga organisasi, kedudukan perserikatan tetap berada di kota Surakarta
dan sebagai ketuanya tetap dipegang oleh Sudjono.7
Kongres kedua diselenggarakan di Bandung pada tanggal 6-7 Juli 1957.
Dalam kongres tersebut menghasilkan keputusan-keputusan penting sebagai
berikut:
6 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing 19 Desember 2014.
7https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Tinggi_Agama_Konghucu_Indonesi
a diakses pada tanggal 22 April 2014.
18
1. Telah memilih Surabaya sebagai tempat kongres ketiga yang akan datang.
2. Menetapkan kedudukan pusat PKHCI tetap di kotaSolo.
3. Penetapan Sudjono sebagai ketua PKHCI untuk periode 1957-1959.8
Pada tanggal 5-7 Juli 1959 di Surabaya PKHCI mengadakan kongresnya
yang ketiga. Hasil kongres di Surabaya masih berkisar pada reorganisasi PKHCI
dimana Haksu (pendeta) Tan Hak Liang terpilih sebagai ketua dan kongres
keempat akan dilaksanakan di kota Solo. Selanjutnya dalam kongres keempat di
kota Solo pada tanggal 14-16 Juli 1961 dapat dikatakan memiliki sebuah
keputusan kongres yang sangat penting bagi kehidupan beragama umat
Khonghucu yaitu:
1. Diputuskan untuk menyeragamkan tata ibadat agama Khonghucu.
2. Mengubah nama Perserikatan Khung Chiao Hui Indonesia menjadi Lembaga
Agama Sang Khonghucu Indonesia (LASKI)
3. Mengutus Thio Tjoan Tek bersama Dr. Mustopo dari Bandung untuk
menghadap Menteri Agama RI guna memohon agar agama Khonghucu
dikukuhkan kedudukannya di Kementerian Agama RI.
4. Kota Solo masih dijadikan pusat dari LASKI.9
8http://herlina-effendi.konsultan-
pendidikan.web.id/_b.php?_b=infop2k&id=99159 diakses pada tanggal 22 April
2014.
19
Tanggal 22-23 Desember 1963, di kota Surakarta diselenggarakan
konferensi antar tokoh-tokoh Khonghucu Indonesia. Dalam keputusan konferensi
tersebut disepakati untuk mengubah nama LASKI menjadi Gabungan
Perkumpulan Agama Khonghucu se Indonesia (GAPAKSI). Pada saat konferensi
tersebut diselenggarakan anggota Khong Kauw Hwee Surakarta ada 402 orang dan
222 anak. Bertambahnya anggota Khong Kauw Hwee Surakarta menunjukkan
bahwa kota Solo menjadi kota utama persebaran umat Khonghucu sehingga tidak
asing bila kota Solo dijadikan pusat kedudukan Organisasi. Setahun kemudian
tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1964 di kota Surakarta diselenggarakan kursus
kader umat Khonghucu yang bertujuan untuk mengembangkan ajaran Khonghucu.
Dari kursus ini muncul tokoh-tokoh muda yang menjadi Bunsu (guru agama) dan
Kausing (penyebar agama).
Kongres kelima Gapaksi diadakan di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada
tanggal 5-6 Desember 1964 yang menghasilkan keputusan antara lain:
1. Nama Gabungan perkumpulan Agama Khonghucu se Indonesia (GAPAKSI)
diubah menjadi Gabungan Perhimpunan Agama Khonghucu se Indonesia
(GAPAKSI). Hal ini menunjukan sebuah kemajuan dalam organisasi yang
menjadi solid dan telah diakui keberadaannya oleh pemerintah.
9http://herlina-effendi.konsultan-
pendidikan.web.id/_b.php?_b=infop2k&id=99159 diakses pada tanggal 22 April
2014.
20
2. Sebagai ketua terpilih adalah Suryo Utomo dan diputuskan juga untuk
mengadakan kongres selanjutnya di Bandung.10
Perkembangan agama Khonghucu di kota Surakarta dapat dikatakan
berjalan bersamaan dengan adanya perkembangan organisasi agama Khonghucu
sendiri. Hal ini disebabkan karena kota Surakarta menjadi pusat organisasi agama
Khonghucu dan pemeluk agama Khonghucu di Surakarta cukup besar dibanding
daerah lain. Pada masa Orde Lama aktivitas keagamaan masyarakat Tionghoa
mendapatkan tempat yang sama dengan pemeluk agama lain yang telah ada.
Perayaan keagamaan maupun kegiatan budaya dilaksanakan secara bebas tanpa
ada tekanan dari berbagai pihak. Tetapi setelah terjadinya G30S kegiatan dan
aktivitas keagamaan maupun budaya masyarakat Tionghoa diseluruh Indonesia
dianggap terlarang dipertontonkan didepan umum tidak terkecuali di Surakarta.
Kemudian pada tahun 1956 Kong Kauw Hwee mendapatkan pembaharuan
pengesahan badan hukumnya dengan surat Menteri Kehakiman RI No. 8/1985
tentang organisasi kemasyarakatan, AD KKH/MAKIN Surakarta telah
disesuaikan dengan jiwa UU ini, yakni menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya
asas didaftarkan Dirjen Sospol Departemen Dalam Negeri Kodya Surakarta pada
tanggal 1 Juni 1987.
Berdasarkan undang-undang, agama Khonghucu merupakan satu di antara
enam agama yang mendapatkan perlindungan dan bantuan UU No. 1/PnPs/1965
10
http://herlina-effendi.konsultan-
pendidikan.web.id/_b.php?_b=infop2k&id=99159 diakses pada tanggal 22 April
2014.
21
di samping UUD 1945 pasal 29. Tapi di Departemen Agama belum ada
pembinaan yang jelas atau konkret meskipun sudah beberapa tahun lalu, Menteri
Agama menjelaskan kepada BP MATAKIN bahwa pembinaan umat Khonghucu
ditempatkan di bawah Dirjen Hindu atau Budha.
Pada tahun 1984 Kong Kauw Hwee atau MAKIN Surakarta lebih sering
mengadakan kegiatan pelayanan upacara kematian dan perkawinan. Hal ini
disebabkan karena memang saat itu pemeluk agama Khonghucu di Surakarta
cukup banyak sehingga dalam satu minggu ada sekitar 4 sampai 5 kali upacara
kematian dilayani oleh rohaniwan MAKIN Surakarta.
Walau begitu, pada masa pemerintahan Orde Baru agama Khonghucu sulit
berkembang. Hal ini karena pemerintahan tersebut telah menerbitkan undang-
undang yang menyempitkan ruang gerak agama Khonghucu. Namun setelah
reformasi dan berganti pemerintahan yang dipimpin oleh presiden Abdurrahman
Wahid atau Gus Dur, yang menerbitkan Keppres No. 6 tahun 2000 yang berisi
mencabut Inpres No. 14/1967. Penerbitan Keppres No. 6 tahun 2000 telah
menghapus pendiskriminasian terhadap masyarakat Tionghoa dengan segala
aspeknya. Kesenian Liong yang merupakan kesenian khas mayarakat Tionghoa
boleh ditampilkan di muka umum, lagu dan bahasa Mandarin boleh dipelajari, dan
lain sebagainya.
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono atau SBY, keadaan
semakin menguntungkan bagi umat Khonghucu. Presiden SBY melalui menteri
agama dan menteri dalam negeri pada tahun 2006 menginstruksikan bahwa agama
22
Khonghucu mendapatkan lagi hak dan kedudukannya. Salah satu bukti yang
menunjukkan hal itu adalah, pemerintah telah memberikan tanah kepada
MATAKIN seluas 2000 M2 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Tanah tersebut kemudian digunakan untuk mendirikan Kong Miao (Klenteng
khusus Khonghucu).11
C. Pemeluk Agama Khonghucu di Surakarta
Umat pemeluk agama Khonghucu di Surakarta mayoritas keturunan
Tionghoa. Mereka terkumpul dalam satu wadah organisasi yang bernama MAKIN
atau dalam bahasa Tionghoa disebut Khong Kauw Hwee Surakarta atau majelis
agama Khonghucu Indonesia. MAKIN sendiri berdiri sejak tahun 1918. Di
lingkungan bangunan Khong Kauw Hwee juga didirikan tempat ibadah umat
Khonghucu yang disebut Lithang. Organisasi tersebut selain menjadi wadah juga
merupakan tempat untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan aktifitas atau kegiatan keagamaan mereka, misalnya mengadakan
peribadatan setiap hari minggu yang merupakan kebaktian umum, mengadakan
kebaktian pada setiap tanggal 1 dan 15 atau setiap malam purnama dan lain
sebagainya.
Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1925 MAKIN Surakarta
mendapatkan hak badan hukum, dari pemerintah Belanda yaitu No. 1x,
Butenzorg, 1 November 1925. Dengan demikian Majelis Agama Khonghucu
Indonesia (MAKIN) Surakarta tercatat menjadi koordinator dari seluruh MAKIN
11
Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 19 Desember 2014
23
yang ada di Indonesia. Pada tahun 1956, Khong Kauw Hwee mendapatkan
pembaharuan pengesahan badan hukum dengan surat menteri kehakiman RI no.
82, tertanggal 17 Maret 1956, No. JA 5/15/12. Kemudian berdasarkan UU No.
1/PnPs/1965, agama Khonghucu adalah satu di antara enam agama yang
mendapatkan perlindungan dan bantuan UU tersebut disamping UUD 1945 pasal
29.
Sebagaimana agama lain yang ada di Indonesia, umat agama Khonghucu
di Surakarta melakukan berbagai kegiatan keagamaan secara rutin seperti
mengadakan peribadatan setiap hari Minggu pagi. Pada kebaktian ini setidaknya
dibagi dua kegiatan yaitu kebaktian yang dikhususkan untuk anak-anak yang
dilaksanakan pada pukul 07.00 dan kebaktian untuk umum yang dilaksanakan
pukul 09.00. Selain itu, juga diadakan kebaktian Cee It Cap Go Meh atau
kebaktian setiap tanggal 1 dan 15 Imlek. Kebaktian ini dilaksanakan pada pukul
19.00, biasanya membahas kitab suci dan pendalaman pengetahuan kitab umat
Khonghucu MAKIN Solo.
Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Surakarta memiliki
beberapa anak organisasi, antara lain:
1. WAKIN (Wanita Agama Khonghucu)
Sebagaimana kepanjangannya, WAKIN merupakan wadah bagi para
wanita pemeluk agama Khonghucu di Surakarta. WAKIN tidak hanya bergerak
dalam kegiatan keagamaan tapi juga kegiatan-kegiatan umum seperti mengadakan
arisan, membuat keterampilan, mengadakan grup besuk yang bertugas membesuk
24
umat kebaktian Lithang yang sakit maupun lama tidak datang untuk mengadakan
kebaktian. Sekadar diketahui, WAKIN juga mengadakan kerja sama dengan PKK
kota dan Dharma Wanita Surakarta dalam berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan
yang pernah dilakukan adalah mengadakan perlombaan-perlombaan, seperti
lomba memasak nasi goreng, lomba fashion show, dan lomba fotogenic se
Surakarta.
Kegiatan non keagamaan tersebut bertujuan untuk memupuk persaudaraan
antar umat beragama dan sesama manusia. Kegiatan semacam itu merupakan
kegiatan yang bersifat sosial. Artinya, aktivitas seperti itu diharapkan akan
membuka peluang bagi anggota yang tergabung dalam WAKIN sebagai para
wanita pemeluk agama Khonghucu bisa berkenalan atau bersosialisasi dengan
wanita pemeluk agama lain.
2. PAKIN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia)
Organisasi ini bergerak dibidang atau kegiatan berkesenian seperti tarian,
drama, band, dan lain sebagainya. Bahkan tiap ada upacara prosesi harlah Nabi,
para pemuda yang tegabung dalam PAKIN selalu ditunjuk sebagai petugas
penaikan sesaji. Mereka juga aktif dalam kegiatan lintas agama seperti ikut
tergabung dalam FORPLAS atau Forum Pemuda Lintas Agama Surakarta dan
SAS atau Sahabat Anak Surakarta yang mewadahi kegiatan bagi anak-anak lintas
agama di Surakarta.
Satu hal yang juga penting untuk dicatat adalah bahwa PAKIN pernah
bergabung dalam KNPI atau Komite Nasional Pemuda Indonesia Surakarta.
25
Bahkan organisasi pemuda Khonghucu Solo ini setiap tahun diminta oleh
Sekretariat Daerah Pemerintah Surakarta bagian kesejahteraan rakyat untuk
mengirim 10 orang peserta dalam kegiatan Jambore Kerukunan antar umat
beragama Kota Surakarta. Untuk kegiatan keagamaan sendiri, PAKIN Solo aktif
dalam acara pertemuan pemuda Khonghucu seperti acara temu akrab pemuda
Khonghucu, serta diskusi pendalaman kitab. Seperti halnya WAKIN, PAKIN juga
mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat kompetisi seperti perlombaan.
Selain membentuk sub-sub organisasi, Khong Kauw Hwee juga memiliki
terbitan majalah yang diberi nama Khong Kauw Goat Po. Majalah ini hanya terbit
beberapa tahun karena dianggap tidak mendapat respon yang bagus dari para
anggotanya. Sebagai gantinya diterbitkan majalah Bok Tok Goat Khan atau
majalah pembangunan kebajikan yang menjadi corong penyebarluasan agama
Khonghucu. Majalah ini hanya terbit hingga akhir masa jajahan Belanda pada
masa jajahan Jepang majalah ini tidak terbit.
Selain terbitan organisasi ini juga mendirikan sekolah Khong Kauw yang
bertujuan menyebarkan bibit-bibit ajaran Khonghucu. Pembukaan sekolah secara
resmi dilakukan pada tahun 1935. Tetapi pada saat tentara Jepang masuk ke
Indonesia Sekolah Khong Kauw dimasukkan dalam lingkungan Ka Kyo So Kay,
dimana sekolah mendapatkan subsidi dari pemerintah dan setelah Jepang kalah
perang sekolah ini tetap berdiri.
Selama masa penjajahan Belanda organisasi Khong Kauw Hwee Solo
mengalami berbagai aktivitas yang beragam dan mengalami sebuah kemajuan
26
tetapi kemunduran terjadi pada saat Perang Dunia II dan perang Kemerdekaan.
Barulah pada tahun 1950 kegiatan organisasi ini muncul kembali dengan kegiatan
khotbah Khonghucu-nya.
Agama Khonghucu di Surakarta, bukanlah kelompok agama yang bersifat
tertutup sehingga kurang bisa bergaul dengan umat pemeluk agama lain di
Surakarta. Organisasi yang dibentuk sebagaimana yang diuraikan di atas, telah
melakukan kegiatan-kegiatan non keagamaan dan bersifat sosial yang mereka
ikuti adalah bukti bahwa umat pemeluk agama Khonghucu memiliki rasa toleransi
dan bisa membaur bersama umat pemeluk agama lain.
D. Tempat Ibadah Agama Khonghucu di Surakarta
Agama Khonghucu memiliki beberapa tempat ibadah. Di bawah ini
merupakan tempat yang biasa digunakan untuk ibadah umat pemeluk agama
Khonghucu
1. Kong Miao (Confucius Temple);
Ada satu ciri khas yang membedakan antara Miao atau Kuil Khonghucu
dengan bangunan tempat ibadah yang serupa. Pada umumnya di dalam Kong
Miao tidak terdapat patung dewa-dewi, melainkan hanya berupa tulisan pada
papan peringatan (Sienci) yang biasanya hanya berisi tulisan tentang nama Nabi
Kongfuzi/Khonghucu (nama yang lebih umum Kongzi) dan juga nama-nama para
muridnya yang terkenal. Bangunan Kong Miao yang tertua di Indonesia terdapat
27
di kota Surabaya yang dikenal dengan "Boen Bio" dan Khongcu Bio di kota
Cirebon.12
2. Klenteng
Klenteng pada umumnya digunakan sebagai sarana tempat bersembahyang
atau ibadah oleh kebanyakan orang Tionghoa terutama umat tradisional sehingga
kadang-kadang kita sulit membedakan apakah mereka itu penganut agama Budha
Mahayana, Khonghucu atau Tao. Namun ada ciri yang membedakan dari ketiga
bangunan tempat ibadah masing-masing penganut agama tersebut yaitu dari nama
Klenteng tersebut dan juga para dewa-dewi yang berada dalam bangunan
Klenteng tersebut. Secara umum bangunan Klenteng biasanya bergaya arsitektur
khas Tiongkok, misalnya terdapat ukiran Naga atau Liong pada bagian atas atap
atau tiang pilarnya, ada lukisan Qilin (Hokkian:Kilien)- binatang yang dianggap
suci, bentuknya seperti seekor rusa, kulitnya bersisik berwarna hijau keemasan,
bertanduk tunggal. Hewan suci ini pernah muncul pada saat menjelang kelahiran
Khonghucu atau Kongzi dan terbunuh oleh Pangeran Lu Ai Gong dalam
perburuannya yang menandai peristiwa sebelum kewafatan Khonghucu.13
3. Lithang (Ruang Ibadah);
Lithang adalah nama tempat ibadah agama Khonghucu yang banyak
terdapat di Indonesia. Saat ini sudah ada lebih dari 150 Lithang yang tersebar di
12http://www.meandconfucius.com/2010/12/tempat-ibadah-agama-
khonghucu.html diakses pada tanggal 28 september 2014. 13
http://www.tionghoa.info/klenteng/ diakses pada tanggal 28 September
2014.
28
seluruh Indonesia yang berada di bawah naungan MAKIN (Majelis Agama
Khonghucu Indonesia) dan organisasi pusatnya adalah MATAKIN (Majelis
Tinggi Agama Khonghucu Indonesia). Ciri tempat ibadah tersebut selain altarnya
yang berisi Kim Sin Nabi Kongzi atau Khonghucu, juga biasanya terdapat
lambang "Mu Duo" atau Bok Tok (dalam dialek Hokian) yaitu berupa gambar
Genta dengan tulisan huruf 'Zhong Shu' atau Tiong Sie (bahasa Hokian) artinya
"Satya dan Tepasarira atau Tenggang Rasa" yang merupakan inti ajaran agama
Khonghucu. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Kongzi dalam Kitab Lun Yu: "Apa
yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan terhadap orang lain".
Umat Khonghucu biasanya melakukan ibadah di Lithang setiap tanggal 1
dan 15 penanggalan Imlek. Namun ada pula yang melaksanakannya pada hari
Minggu dan hari lain, hal ini disesuaikan dengan kondisi dan keadaan setempat.
Upacara-upacara hari keagamaan lain seperti peringatan Hari Lahir Nabi
Khonghucu (28 bulan 8 Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18 bulan 2 Imlek), Hari
Tangcik (Genta Rohani), dan Tahun Baru Imlek. biasanya juga dilakukan di
Lithang.14
Meskipun kedua tempat di atas merupakan tempat ibadah umat agama
Khonghucu, akan tetapi ada perbedaan dari Lithang dan Klenteng. Lithang
merupakan tempat ibadah khusus bagi pemeluk agama Khonghucu sedangkan
Klenteng bisa digunakan untuk ibadah umat pemeluk agama atau kepercayaan
Budha dan Tao.
14
Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014.
29
Pada mulanya Klenteng merupakan tempat ibadah Khonghucu. Namun
para pemeluk agama Khonghucu memiliki kebaikan hati sehingga mengijinkan
umat agama lain, dalam hal ini adalah Tao dan Budha, untuk menggunakannya
sebagai tempat ibadah”.15
Di dalam Klenteng terdapat simbol tertentu yang dapat dijadikan tanda
agama tertentu pula yang menggunakan Klenteng tersebut sebagai tempat ibadah.
Simbol tersebut biasanya berupa patung dewa atau patung nabi. Misalnya, patung
Dewi Kwan Im yang merupakan simbol bagi umat Budha. Sedangkan bagi agama
Khonghucu, simbol yang ada bukanlah dewa melainkan patung nabi Khong Zi.16
Namun begitu, sebuah Klenteng bisa dilihat apakah „milik‟ umat agama
Khonghucu, Budha atau Tao dengan cara melihat simbol patung dewa atau nabi
yang berada di tengah. “Kita bisa melihat salah satu dewa yang ada di antara
simbol yang lain. Biasanya dewa yang ada di tengah itu lebih besar dari patung
atau dewa yang lain dan itu menunjukkan bahwa Klenteng tersebut bisa dikatakan
merupakan milik umat yang menyembah dewa paling besar tersebut.” 17
15
Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014. 16
Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014. 17
Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 25 Juli 2014.
30
Gambar 1.
Patung Khong Fu Tze
Dokumentasi MAKIN Surakarta.
Di Surakarta sendiri, umat Khonghucu bisa menggunakan tempat-tempat
ibadah sebagaimana yang disebutkan di atas. Setidaknya terdapat dua macam
tempat ibadah yang ada di Surakarta, yaitu Klenteng dan Lithang. Ada beberapa
Klenteng di Surakarta misalnya Poo An Kiong dan Tien Kok Sie.
Sedangkan bangunan Lithang hanya ada satu yaitu Lithang Swan Khong
Tong yang terdapat di daerah Jagalan atau tepatnya di jl. Drs. Yap Tjwan Bing 15.
Lithang ini didirikan pada tahun 1918 oleh masyarakat pemeluk Khonghucu.
Adapun tujuan didirikannya Lithang merupakan tuntutan bagi umat Khonghucu
yaitu sebagai tempat peribadatan.
31
Gambar 2.
Bagnunan Lithang Swan Kong Tong.
Dokumentasi MAKIN Surakarta.
Berkaitan dengan kenapa di Surakarta hanya terdapat satu Lithang, Tjie
Tjai Ing mengatakan bahwa, di dalam ajaran agama Khonghucu tidak ada aturan
mengenai jumah didirikannya Lithang di sebuah tempat atau wilayah. Dalam
sebuah kecamatan bisa saja terdapat banyak Lithang. Adapun mengenai Lithang
Swan Kong Tong sebagai satu-satunya yang ada di Surakarta, hal itu berkaitan
dengan jumlah pemeluk agama Khonghucu setempat. “Mengenai jumlah Lithang,
agama Khonghucu tidak mengaturnya. Terserah berapa tempat ibadah akan
dibangun. Hal itu juga untuk kepentingan peribadatan umat Khonghucu. Di
Surakarta memang hanya ada satu Lithang, mengingat kondisi jumlah umat yang
tidak terlalu besar. Di tempat lain bisa jadi ada puluhan Lithang”.18
18
Wawancara dengan Tjhie Tjay Ing pada tanggal 25 Juli 2014
32
Sebagaimana yang sudah disinggung di atas, umat Khonghucu
mengadakan ibadah di Lithang pada setiap tanggal 1 dan 15 malam, dimana pada
saat itu bulan purnama. Sedangkan proses peribadahan agama Khonghucu antara
lain melakukan thiang hio atau menyalakan dupa, kebaktian pada setiap hari
minggu dan ceramah yang akan disampaikan oleh sesepuh. Selain itu, Lithang
juga digunakan upacara-upacara hari besar seperti untuk memperingati hari
kelahiran dan wafatnya nabi Khong Fu Tze.19
Berdasarkan ungkapan di atas, jelas sekali bahwa Lithang berfungsi
sebagai tempat ibadah khusus bagi umat Khonghucu. Namun demikian, umat
Khonghucu beribadah di Lithang secara berjamaah. Inilah sisi lain yang
membedakan dengan tempat ibadah lain seperti Klenteng yang digunakan ibadah
lebih ke personal atau pribadi.
Berkaitan dengan tempat peribadatan, sebenarnya ada dua tempat
peribadatan yang biasanya digunakan oleh umat Khonghucu yang pertama adalah
di rumah, sedangkan yang kedua adalah di tempat ibadah seperti yang sudah
disebutkan di atas yaitu, Miao, Klenteng, dan Lithang. Tidak ada perbedaan yang
mendasar antara proses pelaksanaan peribadatan di rumah dan di tempat ibadah
yang sudah disediakan, keduanya memiliki tujuan yang sama yakni beribadah
pada arwah leluhur yang suci, beribadah pada Tuhan dan beribadah pada Nabi
Khonghucu.
19
Wawancara dengan Tjhie Tjay Ing pada tanggal 25 Juli 2014
33
Secara umum tempat ibadah Konghucu adalah Lithang, Miao (Bio),
Kongzi Miao, Khongcu Bio dan Klenteng. Lithang, selain merupakan tempat
sembahyang, juga merupakan tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari
Minggu atau tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek). Di sini umat mendapat
siraman rohani (khotbah) dari para rohaniwan. Rohaniwan agama Konghucu
terdiri atas : Xueshi, Wenshi, Jiaosheng, Zhanglao dan Ketua-Ketua / Pimpinan-
Pimpinan Majelis dan atau Tempat Ibadah. Sebelum menjadi Xueshi (biasa
disingkat Xs), harus melalui jenjang Wenshi (Ws). Sebelum menjadi Wenshi,
harus melalui jenjang Jiaosheng (Js). Tokoh yang sudah mencapai tingkatan
sesepuh atau sangat senior di sebut Zhanglao (Zl). Setiap rohaniwan, sesepuh dan
para pimpinan tempat ibadah yang memegang mandat dan Surat Pengangkatan
dari Dewan Pengurus Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN)
atau menerima Surat Liyuan Rohaniwan (persidian, peneguhan iman) dari Dewan
Rohaniwan MATAKIN, memiliki kewenangan :
a) Menyelenggarakan kebaktian bagi umat Konghucu di daerahnya.
b) Melakukan Liyuan umat.
c) Memimpin berbagai upacara suci bagi umat Konghucu, sesuai Hukum
Agama Konghucu, termasuk Hukum Perkawinan Agama Konghucu, yang
diatur dalam Tata Agama Konghucu.20
20http://matakin.or.id/page.php?page=sekilas-riwayat-matakin diakses pada
tanggal 28 September 2012.
34
E. Prosesi Peribadatan Agama Khonghucu
Sebagaimana agama yang lain, agama Khonghucu juga memiliki waktu
yang di gunakan untuk beribadah. Hal ini dilakukan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan yang mereka yakini. Adapun prosesi peribadatan umat konghucu
adalah sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu menyalakan lilin di tempat berdo‟a atau altar,
2. Membakar Hio atau Dupa sebanyak 3 atau 9 batang yang melambangkan
Tuhan, Manusia dan Bumi, kemudian dinaikkan dahi sebanyak 3 kali, dengan
berkata sebagai berikut, pada angkatan Hio yang pertama maka yang
diucapkan adalah kehadiran Tuhan Yang Maha Esa ditempat yang maha
tinggi, dimuliakanlah. Pada angkata Hio yang kedua yang harus diucapkan
adalah kehadapan Nabi Khonghucu, pembimbing dan penyadar hidup kami,
di muliakanlah. Sedanngkan pada angkata ketiga yang diucapkan adalah
kehadapan para suci dan leluhur yang kami hormati, dimuliakanlah.
3. Setelah pengangkatan Hio maka langkah selanjutnya adalah meletakkan Hio
di Youlu atau tempat peletakan Hio yang terbuat dari besi kuningan dan
berbentuk hati, Hio pertama diletakkan di tengah, yang kedua diletakkan di
sebelah kanan, dan yang terakhir diletakkan disebelah kiri.
4. Berdo‟a dengan sikap Pat Tik. Ada dua sikap Pat Tik, pertama sikap Pat tik
delapan kebajikan mendekap Thai Kik yaitu dengan cara tangan kanan
dikepalkan lalu ditutup dengan tangan kiri, sikap tangan ini gunakan juga
pada waktu bersembahyang, kedua sikap delapan kebajikan mendekap hati
dengan cara tangan kanan tetap membuka, tangan kiri merangkap punggung
35
tangan kanan dan kedua ibu jari dipertemukan kemudian didekappan di dada,
sikap ini hanya digunakan pada waktu berdo‟a.
Tangan bersikap pat tik dan didekapkan di dada mempunyai makna
“Aku selalu ingat bahwa dengan perantara ayah bunda Tian telah berkenan
menjadikan daku manusia, maka manusia wajib melakukan delapan
kebajikan”.21
Delapan jalan kebajikan tersebut adalah :
a) Berbakti atau Hau, berbakti disini mempunyai makna yang sangat universal,
mulai dari berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbakti kepada oran tua
dan sampai berbakti pada Negara nusa dan Bangsa, pada asal artinya berbakti
di khususkan pada orang tua saja. Rendah Hati atau Tee, yakni tidak sombong
dan tidak Gumede roso, selalu berbuat rendah hati dengan sesama mahluk.
b) Setia atau Tiong.
c) Dapat dipercaya atau Sien yakni dengan selalu menepati janji dan
melaksanakan apa yang telah dikatakan.
d) Susila atau Lee yaitu berisi tentang aturan yang ada di masyarakat umum.
e) Kebenaran atau Gi.
f) Suci hati atau Liam, dengan selalu positive thingking dan bersih hati.
g) Tahu malu atau Thi, menjadi manusia harus punya rasa tahu malu, karena
dengan rasa inilah kita secara tidak langsung juga akan dihormati oleh orang
lain, salah satu hal yang membedakan antara manusia dengan hewan adalah
21
Kitab Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu.
Diterbitkan oleh MATAKIN. hlm. 16.
36
hewan tidak pernah punya rasa malu sedangkan manusia mempunyai rasa
malu, ketika manusia tidak punya rasa malu berarti dia tidak
ada bedanya dengan hewan.22
Perlu diketahui pula bahwa selain menjalankan peribadatan sebagaimaa
yang sudah di sebutkan di atas, umat Khonghucu yang tergabung dalam organisasi
MAKIN Surakarta juga melakukan upacara-ritual seperti Chingbing, Imlek King
Ho Ping, dan peringatan hari lahir nabi Khonghucu.
Di dalam mengadakan ketiga upacara tersebut biasanya melibatkan banyak
orang atau umat dan biasanya memerlukan biaya yang besar, untuk mencukupinya
maka diperlukan donasi. Setidaknya ada dua sumber dana dalam setiap
melaksanakan upacara-upacara besar seperti yang sudah di sebut di atas. Pertama,
dari anggota MAKIN Surakarta dan kedua, dari para simpatisan Khonghucu. Para
simpatisan yang dimaksud adalah orang-orang di luar MAKIN dan belum tentu
atau tidak harus pemeluk agama Khonghucu. Dengan kata lain, mereka bisa
berasal dari latar belakang agama yang berbeda-beda.23
F. Simbol-simbol Keagamaan Khonghucu
Setiap pelaksanaan peribadatan diperlukan simbol-simbol sebagai
kelengkapan peribadatan, tidak hanya sekedar simbol saja akan tetapi dibalik
simbol tersebut juga mempunyai makna dan arti tertentu sehingga menimbulkan
kesakralan tersendiri bagi umat beragama, dalam prosesi peribadatan agama
22
Ibid. hlm. 17. 23
Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014
37
Khonghucu juga menggunakan beberapa benda dan simbol yang didalamnya
mengandung makna dan arti.
1. Hio atau Dupa.
Hio artinya harum, yaitu bahan pembakar yang dapat mengeluarkan asap
yang berbau sedap atau harum, dupa yang dikenal pada zaman nabi Kongzi
berwujud bubuk atau belahan kayu, membakar dupa dalam peribadatan umat
konghucu mengandung makna “jalan suci itu berasal dari kesatuan hatiku dan
hatiku dibawa melalui keharuman dupa”, selain itu juga beguna untuk:
a. Menenangkan pikiran, memudahkan konsentrasi dan meditasi
b. Mengusir hawa atau hal hal yang bersifat jahat
c. Mengukur waktu, terlebih pada zaman dahulu sebelum ada jam atau lonceng.24
Selain itu ada juga beberapa macam dupa sesuai dengan warna atau bentuk
serta penggunannya dupa itu sendiri:
a. Dupa yang bergagang Hijau, berguna ketika bersembahyang didepan jenazah
keluarga sendiri.
b. Dupa yang bergagang merah, digunakan untuk bersembahyang pada umumnya.
c. Dupa yang tidak bergagang, berbentuk piramida atau serbuk, berguna untuk
menentramkan pikiran, mengheningkan cipta dan mengusir arwah jahat.
d. Dupa yang berbentuk spiral seperti obat nyamuk, hanya untuk bau-bauan saja.
24
Wawancara dengan Tjie Tjai Ing pada tanggal 25 Juli 2014
38
e. Tiang Siu Hio, dupa tanpa gagang, panjang lurus dibakar kedua ujungnya,
digunakan khusus untuk bersembahyang kepada Tuhan.
Ada juga pembagian dupa menurut jumlah penggunaan dupa:
a. Dupa warna Hijau, 2 batang digunakan untuk menghormati jenazah keluarga
sendiri atau kehadapan altarnya yang masih belum melampaui masa
berkabung, boleh saja digunakan hanya satu batang.
b. Dupa warna merah:
1) 1 batang, dapat digunakan untuk segala macam sembahyang, bermakna
memusatkan fikiran untuk sungguh-sungguh bersujud.
2) 2 atau 4 batang untuk menghormati kepada arwah orang tua yang
meninggalnya telah melampaui 2 x 360 hari, atau kehadapan altar jenazah
bukan keluarga sendiri dan mengandung makna ada hubungan duniawi atau
urusan keduniaan.
3) 5 batang, untuk menghormati arwah umum, mengandung makna
melaksanakan lima kebajikan.
4) 8 batang, mengandung makna delapan kebajikan, dan digunakan sama
dengan 2 atau 4 batang.
5) 9 batang, untuk bersembahyang kepada tuhan yang maha esa, para nabi dan
para suci.
6) 1 pak, boleh sebagai pengganti 9 atau 1 batang.
39
2. Lilin atau Lampu
Lilin atau lampu mempunyai makna menerangi dan berdiri tegak,
sedangkan asap dari pada lilin itu sendiri dilambangkan sebagai bentuk naiknya
do‟a keperaduan Tuhan yang maha esa.
3. Youlou
Youlou adalah tempat untuk meletakkan Hio setelah dibakar yang
terbuat dari besi kuningan dan berbentuk seperti hati.