bab ii pemahaman terhadap slb golongan a …...seminar tugas akhir universitas udayana fakultas...
TRANSCRIPT
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
7 SLB Golongan A di Jimbaran
BAB II
PEMAHAMAN TERHADAP
SLB GOLONGAN A DI JIMBARAN
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Pengertian Sekolah Luar Biasa
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah yang di rancang khusus
untuk anak-anak berkebutuhan khusus dari satu jenis kelainan. Pendidikan yang
digunakan adalah pendidikan luar biasa untuk anak-anak berkebutuhan
khusus. Pendidikan Luar Biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa.Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang di
rancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan
fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat di
akomodasikan dalam program pendidikan umum.secara singkat, pendidikan luar
biasa adalah program pembelajaran yang di siapkan untuk memenuhi kebutuhan
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
8 SLB Golongan A di Jimbaran
unik dari individu siswa. Contohnya adalah seorang anak yang kurang dalam
pengelihatan memerlukan buku yang hurufnya diperbesar (Umam. 2015).
2.1.2 Pengertian Tuna Netra
Tunanetra adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi
penglihatan kurang dari 6/60. Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 2001: 971) dan pada umumnya
orang mengira tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian menurut
Lowenfeld (Lowenfeld, 2000: 219) tunanetra dapat diklarifikasikan kedalam
beberapa kategori tunanetra sebelum dan sejak lahir, tunanetra setelah lahir atau
pada usia kecil, tunanetra pada usia sekolah atau masa remaja, tunanetra pada usia
dewasa atau lanjut usia, tunanetra akibat bawaan.
2.1.3 Karakteristik
A. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis
Menurut Tillman, dkk (1969), ada beberapa perbedaan antara anak
tunanetra dan anak awas yaitu:
1. Anak-anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti
anak awas, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
2. Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak
awas dalam hal berhitung, informasi, dan kosa kata, tetapi kurang baik
dalam hal pemahaman (comprehension) dan persamaan.
3. Kosa kata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang
definitif, sedangkan anak awas menggunakan arti yang lebih luas. Contoh,
bagi anak tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam, sedangkan bagi
anak awas, kata malam mempunyai makna cukup luas, seperti malam
penuh bintang atau malam yang indah dengan sinar purnama.
Study yang dilakukan oleh Kephart & Schwartz (1974), juga
menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan yang
berat cenderung memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan
mampu berprestasi, seperti anak awas (ada beberapa tes standar). Di lain pihak
kemampuan mereka untuk memproses informasi sering berakhir dengan
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
9 SLB Golongan A di Jimbaran
pengertian yang terpecah-pecah atau kurang terintegrasi, sekalipun dalam
konsep yang sederhana.
Dengan demikian, berbagai pendapat diatas menunjukkan bahwa
ketunanetraan dapat mempengaruhi prestasi akademik para penyandangnya.
Disamping itu peningkatan dalam penggunaan media pembelajaran yang
bersifat auditory dan taktil dapat mengurangi hambatan dalam kegiatan
akademik siswa. Disamping itu pendengaran merupakan indra mereka yang
dapat digunakan untuk mencapai kesuksesan. Kesuksesan yang mereka
peroleh karena mereka mempunyai bakat (talented) dalam bidang musik
(Widiriyanti. 2013).
B. Fisik
Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya.
Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik, menurut Direktorat
Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (2012) diantaranya:
1. Tidak mampu melihat untuk mengenali orang atau benda pada jarak 6
meter.
2. Kerusakan nyata pada kedua mata.
3. Sering meraba-raba/kesandung waktu berjalan.
4. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya.
5. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering.
6. Perdangan hebat pada kedua bola mata.
7. Anak sering menggosok atau mengucek-ucek mata.
8. Anak sering salah menempatkan suatu benda pada tempatnya.
9. Anak sering menabrak benda di depannya.
10. Kaki sering kesandung benda.
11. Sukar mengerjakan pekerjaan yang sangat memerlukan penggunaan mata,
misal menggambar.
12. Sulit menirukan gaya dalam senam.
13. Berkedip lebih banyak dari biasanya.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
10 SLB Golongan A di Jimbaran
14. Sering menunjukkan gerakan-gerakan yang tidak disadari (Blindisme),
misalnya menggeleng-gelengan kepala dan memutar-mutar badan.
C. Perilaku
Menurut data yang diperoleh dari SLB Negeri Kota Magelang (2012)
anak tunanetra memiliki perilaku sebagai berikut:
1. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau
mencondongkan kepala ke depan.
2. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat
memerlukan penggunaan mata.
3. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila
mengerjakan suatu pekerjaan.
4. Membawa bukunya ke dekat mata.
5. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.
6. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi.
7. Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas
yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
8. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata.
9. Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau
memerlukan penglihatan jarak jauh.
D. Psikhis
Menurut data yang diperoleh dari SLB Negeri Kota Magelang (2012)
secara psikhis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Mental/intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh
dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas
atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan
ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki
kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
11 SLB Golongan A di Jimbaran
emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa,
gelisah, bahagia dan sebagainya.
2. Sosial
Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan
dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga.
Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima
kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara
keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima
perlakuan orang lain terhadap dirinya.
E. Psikologis
Menurut Widiriyanti (2013) beberapa literatur mengemukakan
karakteristik yang mungkin terjadi pada anak tunanetra yang tergolong buta
sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari kebutaannya adalah:
1. Mudah curiga terhadap orang lain : Keterbatasan rangsangan
visual/penglihatan, menyebabkan anak tunanetra kurang mampu untuk
berorientasi pada lingkungannya sehingga kemampuan mobilitasnya pun
terganggu.
2. Mudah tersinggung : Pengalaman sehari-hari yang sering menimbulkan
rasa kecewa dapat mempengaruhi tunanetra sehingga tekanan-tekanan
suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak sengaja dari orang lain
dapat menyinggung perasaannya.
3. Ketergantungan pada orang lain : Sifat ketergantungan pada orang lain
mungkin saja terjadi pada tunanetra. Hal tersebut mungkin saja terjadi
karena ia belum berusaha sepenuhnya dalam mengatasi kesulitannya
sehingga selalu mengharapkan pertolongan orang lain.
4. Lebih peka: Dalam segi indra, umumnya anak tunanetra menunjukkan
kepekaan yang lebih baik ada indra pendengaran dan perabaan dibanding
anak awas. Namun kepekaan tersebut tidak diperolehnya secara otomatis,
melainkan melalui proses latihan.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
12 SLB Golongan A di Jimbaran
F. Karakteristik Belajar Peserta Didik Tunanetra
Anak tunanetra memiliki karakteristik belajar sebagai berikut, berdasarkan
Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus tahun 2012
yaitu :
1. Buta (blind) atau tunanetra berat
a. Dalam belajar mengandalkan indera-indera non penglihatan.
b. Menggunakan tulisanBraille atau rekaman audio yang “dibaca” melalui
pendengaran.
c. Memerlukan modifikasi alat teknologi misalnya piranti lunak screen
reader “Jawa” untuk mengakses komputer handphone.
d. Dalam pembelajaran membutuhkan media yang bersifat tactual atau
emboss.
2. Kurang awas (low vision) atau tunanetra ringan
a. Setelah dikoreksi penglihatannya masih sedemikian buruk tetapi fungsi
penglihatannya dapat ditingkatkan melalui penggunaan alat-alat bantu
optik dan modifikasi lingkungan.
b. Belajar melalui penglihatan dan indera-indera lainnya.
c. Membaca tulisan yang diperbesar (large print)dengan lebih dari 12
large point.
d. Membaca dengan bantuan kaca pembesar (lup).
e. Terbantu apabila belajar Brailleatau menggunakan rekaman audio.
f. Keberfungsian penglihatan akan tergantung pada faktor-faktor seperti
pencahayaan, alat bantu optik yang dipergunakannya, tugas yang
dihadainya, dan karakteristik pribadinya.
2.1.4 Alat Pendidikan
A. Tunanetra
Menurut SLB Negeri Kotra Magelang (2012) alat pendidikan bagi
tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat
bantu dan alat peraga yaitu :
1. Reglet dan pena : Reglet adalah sebuah alat yang diciptakan untuk
membantu bagi penderita tunanetra untuk membuat huruf-huruf braille.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
13 SLB Golongan A di Jimbaran
Reglet digunakan untuk membuat titik-titik timbul yang akan membentuk
suatu pola yang mengacu pada huruf-huruf braille. Pen yang berbentuk
seperti paku digunakan untuk ditusukkan di atas kertas yang telah
dipasang pada reglet. Jenis dan bahan alat ini bermacam – macam, namun
yang paling banyak digunakan adalah reglet dengan 4 baris dan 27 petak
per baris (Family Peraga. 2013).
Gambar 2.1 Reglet dan Pena
Sumber :http://peragaluarbiasa.blogspot.co.id/
2. Mesin Tik Braille : mesin ketik yang didesain khusus untuk memproduksi
buku braille terdiri dari 6 tombol yang mewakili titik-titik pada huruf
braille dan 1 tombol spasi, sehingga sangat mudah untuk digunakan.
Gambar 2.2 Mesin Tik Braille
Sumber :http://alatluarbiasa.indonetwork.co.id/product/mesin-ketik-braille-perkins-brailler-
2830328
3. Komputer dengan program Braille : Komputer yang digunakan oleh
tunanetra adalah computer pada umumnya, hanya saja dilengkapi dengan
software pembaca layar ( screen reader ), sehingga setiap tampilan pada
monitor dapat diterjemahkan dan dibaca dalam bentuk suara yang mudah
dipahami oleh tunanetra (Zone. 2013).
4. Printer Braille : digunakan untuk mencetak data yang dikirim dari
komputer. Untuk dapat mencetak data menggunakan printer Braille,
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
14 SLB Golongan A di Jimbaran
terlebih dahulu data itu dibuat menggunakan program pengolah data
seperti Microsoft Word . Kemudian data Word itu dikonversi ke dalam
format Braille menggunakan program aplikasi penerjemah Braille.
Program inilah yang mengirim data Braille dari komputer ke Braille
embosser itu. Inovasi ini telah membuat pencetakan Braille menjadi lebih
mudah dan lebih cepat (Susanti. 2016)
Gambar 2.3 Printer Braille
Sumber :http://www.academia.edu/5146347/MAKALAH_ILMIAH_BRAILLE_VINA
5. Abacus : alat kuno untuk penghitungan yang terbuat dari rangka kayu
dengan sederetan poros yang berisi manik - manik yang bisa di geser. Alat
ini digunakan untuk melakukan operasi aritmatika seperti penjumlahan,
pengurangan, perkalian pembagian dan akar kuadrat (Alednamor. 2014).
Gambar 2.4Abacus
Sumber : http://alednamor.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-perkembangan-komputer.html
6. Calculator Bicara : calculator bicara sistem pengoperasiaannya sama persis
dengan calculator pada umumnya, yang membedakan hanyalah pada
calculator bicara setiap angka yang muncul dilayar dan perintah yang
diberikan diterjemahkan dalam bentuk suara.selain itu tombol dan tuuts
yang ada bertuliskan lambang - lambang angka dalam huruf braille (Zone.
2013).
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
15 SLB Golongan A di Jimbaran
Gambar 2.5Calculator Bicara
Sumber :http://prameswarinovi.blogspot.co.id/2013/02/alat-alat-bantu-tunanetra.html
7. Kertas Braille : Sebetulnya dalam menulis Braille tidak diharuskan
menggunakan kertas Braille, seorang tunanetra dapat menulis Braille
dengan kertas apapun dengan ketebalan minum 75 gram, apabila ia
menulis dengan menggunakan reglet. Namun akan berbeda jika seorang
tunanetra menulis menggunakan mesin tik dan printer Braille, ia harus
menggunakan kertas tebal seperti manila dengan ketebalan minimal antara
150 gram (Zone. 2013).
Gambar 2.6Kertas Braille
Sumber :http://prameswarinovi.blogspot.co.id/2013/02/alat-alat-bantu-tunanetra.html
8. Penggaris Braille : Penggaris ini penggunaannya sama seperti penggaris
lain, hanya saja tulisan yang ada pada permukaan penggaris adalah tulisan
Braille dengan pembatas geser sehingga tunanetra mudah
menggunakannya (Zone. 2013).
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
16 SLB Golongan A di Jimbaran
Gambar 2.7Penggaris Braille
Sumber :http://prameswarinovi.blogspot.co.id/2013/02/alat-alat-bantu-tunanetra.html
9. Kompas Bicara : Kompas ini dapat disetting dalam beberapa bahasa,
sistem kerjanya seperti kompas lain hanya saja arah mata angin yang
dituju akan ditunjukkan dalam bentuk suara(Zone. 2013).
Gambar 2.8Kompas Bicara
Sumber :http://prameswarinovi.blogspot.co.id/2013/02/alat-alat-bantu-tunanetra.html
10. Peta dan Globe Timbul : Peta dan globe timbul digunakan layaknya peta
pada umumnya, hanya saja pada permukaan yang menggambarkan suatu
daerah dibuat timbul dan diberi tanda tersendiri, hal ini dimaksudkan agar
tunanetra dengan mudah mengenali tipografi suatu daerah dengan indera
perabaannya(Zone. 2013).
Gambar 2.9 Globe Timbul
Sumber :http://prameswarinovi.blogspot.co.id/2013/02/alat-alat-bantu-tunanetra.html
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
17 SLB Golongan A di Jimbaran
B. Alat Bantu
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi
perabaan dan pendengaran.
1. Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku
dengan huruf Braille.
2. Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books
(buku bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara.
C. Alat Peraga
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui
perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
1. Benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan
hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
2. Benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan.
3. Benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
4. Benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll.
5. Gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.
6. Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.
7. Peta timbul; provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
8. Globe timbul.
9. Papan baca.
10. Papan paku.
2.15 Metode Kependidikan
Berdasarkan SLB Negeri Kota Magelang tenaga kependidikan yang
dibutuhkan untuk metode kependidikan antara lain:
A. Guru dengan kualifikasi:
1. SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa)
2. Sarjana (S-1) PLB
3. Pasca Sarjana (S-2) PLB
4. Sarjana (S-1) bukan PLB tetapi memiliki latar belakang keahlian
tertentu/khusus yang dibutuhkan anak tunanetra, seperti; Pendidikan
Agama, Musik, Massage, dll.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
18 SLB Golongan A di Jimbaran
5. Guru sekolah umum yang diberi training minimal 6 bulan.
B. Psikolog
Psikolog diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
intelegensi anak tunanetra. Disamping itu membantu guru dalam assessment.
Tujuan assessment adalah untuk mengetahui sejauhmana potensi dan
kekurangan/hambatan yang dimiliki anak tunanetra, sehingga dapat diketahui
apa kebutuhan anak tunanetra dalam proses pembelajaran.
C. Dokter mata
Rekomendasi dari dokter mata sangatlah diperlukan bagi lembaga
penyelenggara pendidikan tunanetra. Seorang dokter mata memiliki
kewenangan untuk menentukan bahwa seseorang memiliki hambatan dalam
penglihatan.
D. Optometris
Kemampuan penglihatan anak tunanetra dapat dikatehui salah satunya dari
hasil assessment klinis yang dilakukan oleh seorang optometris. Kondisi anak
tunanetra dapat diketahui melalui laporan hasil assessment, misalnya:
1. Ketajaman penglihatan
2. Lapang pandang
3. Kebutuhan media baca tulis
4. Alat bantu yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan anak
5. Alat peraga yang dibutuhkan
6. Penempatan di dalam kelas
2.1.6 Layanan Pendidikan
Berikut adalah layanan pendidikan bagi tunanetra berdasarkan SLB Negeri
Kota Magelang, yaitu :
A. Taman Kanak – Kanak Luar Biasa ( TKLB )
1. Program Kegiatan Belajar:
a. Program umum: pembentukan perilaku melalui pengembangan
Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan
bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan berbahasa, daya
pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
19 SLB Golongan A di Jimbaran
b. Program khusus: Orientasi dan Mobilitas.
2. Susunan Program Pengajaran:
a. Kegiatan belajar 3 jam perhari. Setiap jam pelajaran lamanya 30
menit.
b. Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai tiga tahun
c. Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
d. Rasio guru dan murid: 1 guru membimbing 5 peserta didik.
3. Sistem guru:
a. Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan
Mobilitas.
b. Team teaching.
B. Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB )
1. Kurikulum:
a. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian,
pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
b. Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille.
c. Program Muatan Lokal antara lain: bahasa Daerah, bahasa Inggris,
Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas
Pendidikan Daerah setempat.
2. Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang – kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap
minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III
sampai VI setiap pelajarannya lamanya 40 menit.
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap
minggu. Untuk kelas I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III
sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
3. Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
4. Usia: sekurang-kurangnya berusia 6 tahun.
5. Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6. Sistem guru:
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
20 SLB Golongan A di Jimbaran
a. Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas,
pendidikan Agama, pendidikan Jasmani, dan Kesehatan.
b. Team teaching.
c. Mengembangkan program pendidkan individual bagi siswa tunanetra
yang membutuhkan layanan tertentu.
C. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa ( SMPLB )
1. Kurikulum:
a. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatann
bahasa Inggris.
b. Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas, dan Braille.
c. Program Muatan Lokal: bahasa Daerah, Kesenian Daerah atau lainnya
yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
d. Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan
Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2. Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42
jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit.
Alokasi waktu program umum, program khusus dan muatan lokal kurang
lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih 52%.
3. Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4. Siswa: telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang
sederajat/setara.
5. Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6. Sistem guru: Guru mata pelajaran
D. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa ( SMALB )
1. Kurikulum
a. Program Umum: pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Bahasa Inggris.
b. Program Khusus: Braille
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
21 SLB Golongan A di Jimbaran
c. Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa, Pertanian, Usaha dan
Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2. Susunan Program Pengajaran : Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42
jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit.Alokasi
waktu program umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu
program plihan kurang lebih 62%.
3. Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4. Siswa: telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat/setara.
5. Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6. Sistem guru: Guru mata pelajaran
2.1.7 Metode Pengajara
Menurut Lubis (2013) terdapat beberapa metode pengajaran untuk siswa
tunanetra, yaitu:
A. Metode Ceramah
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena dalam pelaksanaan
metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan
siswa mendengar penyampaian materi dari guru.
B. Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini
merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera
pendengaran.
C. Metode Diskusi
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka dapat ikut
berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi
kemampuan daya pikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih
diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera
penglihatan.
D. Metode Sorogan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya bimbingan
langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
22 SLB Golongan A di Jimbaran
langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu
materi pelajaran.
E. Metode Bandongan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra Inti karena guru
memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan.
Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.Tunanetra dapat
mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa
menggunakan indera penglihatan.
F. Metode Drill
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang
disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk
memahami materi pelajaran.
2.1.8 Standar Desain Sekolah Luar Biasa
Pada bangunan sekolah utamanya Sekolah Luar Biasa yang mewadahi
proses pendidikan anak berkebutuhan khusus sudah harus memiliki standard
khusus pada seluruh fasilitasnya. Fasilitas yang ada diantaranya dalah fasilitas
ruang kelas, fasilitas penunjang, dan kamar mandi. Penggunaan railing, ramp, dan
tangga juga harus diperhitungkan walaupun jarak bukan hal utama. Fasilitas-
fasilitas rancangan tersebut meliputi :
A. Ruang Kelas
Penataan bagi ruang kelas anak berkebutuhan khusus pada intinya sama saja
dengan penataan pada ruang kelas orang normal, hanya saja perbedaaan terletak
pada sirkulasinya. Anak berkebutuhan khusus memiliki ukuran dan dimensi
standard untuk penempatan sirkulasi. Ukuran dasar penataan inilah yang dijadikan
standard dalam penempatan dan perancangan sirkulasi bagi anak berkebutuhan
khusus. Perbedaan ketinggian lantai yang biasanya terdapat antara ruang kelas
dengan luar ruang, seharusnya diatasi dengan membuat ram yang memiliki
kemiringan tidak lebih dari 15 derajat. Selain itu perbedaan ketinggian tidak boleh
lebih dari dari 3 cm. Penggunaan pintu geser untuk memudahkan gerakan
bukatutup dan untuk menghemat ruangan. Lebar pintu usahakan >80cm dengan
jarak besar pintu masuk minimal 150cm. Untuk memudahkan akses usahakan
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
23 SLB Golongan A di Jimbaran
penempatan pintu dan ruang di sebelah meja sejalur. Space ruang sirkulasi antara
meja dan dinding berjarak > 125m, berguna untuk memberi ruang untuk akses ke
tempat tidur dan melakukan gerakan berputar. Menurut standart yang berlaku
minimum area yang digunakan untuk kursi roda adalah 121,9cm x 121,9cm.
Penggunaan railing pada bagian tembok ruang kelas juga membantu sebagai
pegangan bagi anak yang menggunakan tongkat ataupun krek.
Gambar 2.10 Standar Meja Persegi Untuk Kelas SLB
Sumber : Peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998
Gambar 2.11 Standar Meja Persegi Panjang Untuk Kelas SLB
Sumber : Peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
24 SLB Golongan A di Jimbaran
B. Toilet
Pada peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998 menjelaskan adanya detail
toilet akses yang dirancang khusus untuk anak berkebutuhan khusus, yaitu :
1. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan
tampilan rambu/simbol dengan sistem cetak timbul "penyandang cacat"
pada bagian luarnya.
2. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
3. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna
kursi roda sekitar (45-50 cm).
4. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan
pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan
disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu
pergerakan pengguna kursi roda.
5. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-
perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang
sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki
keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
6. Semua kran sebaiknya dengan menggunakan sistem pengungkit dipasang
pada wastafel, dll.
7. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
8. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi
roda.
9. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka
dari luar jika terjadi kondisi darurat.
10. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu
masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency
sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
25 SLB Golongan A di Jimbaran
Gambar 2.12 Analisa Ruang Gerak Pada Toilet
Sumber : Peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998
Gambar 2.13 Tinggi Perletakkan kloset
Sumber : Peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998
C. Tangga
Pada peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998 menjelaskan fasilitas bagi
pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan
kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai, yaitu :
1. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.
2. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60°
3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga.
4. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah
satu sisi tangga.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
26 SLB Golongan A di Jimbaran
5. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 - 80 cm
dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian
ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding
atau tiang.
6. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya
(puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm. Untuk tangga yang terletak di
luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang
menggenang pada lantainya.
Gambar 2.14 Ukuran dan Standar Penerapan Tangga
Sumber : Peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998
D. Ram
Menurut peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998 menjelaskan persyaratan ram,
yaitu :
1. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp
(curb ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar
bangunan maksimum 6°.
2. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7°) tidak boleh lebih
dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat
lebih panjang.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
27 SLB Golongan A di Jimbaran
3. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm
dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk
pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara
seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi
tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.
4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas
dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar
kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.
5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
6. Lebar tepi pengaman ramp/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk
menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur
ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau
persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan
umum.
7. Ram harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-
bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya
dan bagian-bagian yang membahayakan.
8. Ram harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus
mudah dipegang dengan ketinggian 65 - 80 cm.
Gambar 2.15 Ukuran dan Standar Penerapan Ram
Sumber : Peraturan Kepmen PU No 486 tahun 1998
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
28 SLB Golongan A di Jimbaran
2.2 Kajian pada Proyek Sejenis
Pada kajian fasilitas sejenis dilakukan studi banding, analisis, dan kajian
terhadap keadaan dari bangunan yang memiliki fungsi sama dengan proyek yang
akan dirancang, bangunan-bangunan tersebut meliputi:
2.2.1 SLB-A Negeri Denpasar
Gambar 2.16 SLB-A Negeri Denpasar
Sumber : Survey Lapangan, 07 Maret 2015
A. Tinjauan Umum
SLB-A Negeri Denpasar merupakan sekolah luar biasa untuk tunanetra.
Sekolah ini didirikan pada tahun 1959 yang ditanda tangani langsung oleh
MENDIKBUD. Bangunan yang berdiri di lahan seluas 1.426,56 m2
di jalan
Serma Gede No.11, Denpasar Barat. Bangunan ini memiliki 11 ruang belajar
meliputi 6 kelas untuk SDLB, 3 kelas untuk SMPLB, dan 2 kelas untuk
SMALB. Sekolah juga dilengkapi dengan ruang Musik, ruang refleksi, ruang
kesenian daerah, ruang pelatihan, aula , dan ruang operasional sekolah.
Selain fasilitas yang sudah disebutkan sekolah ini juga memiliki asrama
sebagai tempat tinggal untuk siswa tunanetra dan rumahnya yang jauh.
Asrama ini dihuni dengan 45 siswa meliputu 15 siswa perempuan dan 30
siswa laki-laki.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
29 SLB Golongan A di Jimbaran
B. Tinjauan Arsitektur
Hasil observasi dari lapangan pada SLB-A Negeri Denpasar dapat dilihat
dari segi tampilan dan fungsi pada bangunan tersebut dapat dikatakan masih
kurang memadahi untuk fasilitas sekolah anak tunanetra karena pada setiap
ruangan tidak terdapat ram beserta pegangan disisi kanan dan kiri ram.
Penyediaan kamar mandi juga tidak didesain sesuai untuk disabilitas namun
didesain seperti kamar mandi orang normal pada umumnya.
C. Fasilitas
Gambar 2.17 Lay Out SLB-A Negeri Denpasar
Keterangan :
A. Padmasana
B. Ruang Kepala Sekolah dan Tata Usaha
C. Aula
D. Toilet
E. Ruang Bimbingan & Konseling
F. Ruang Refleksi
G. Ruang Rapat
H. Ruang Guru
I. Asrama Perempuan
J. Rumah Penjaga Asrama
K. Ruang Ketrampilan
L. SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa)
M. SMPLB (Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa)
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
30 SLB Golongan A di Jimbaran
N. SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa)
O. Ruang Refleksi
P. Ruang Kesenian Daerah
Q. Gudang
R. Ruang Musik
S. Asrama Laki-laki
1. Ruang Kelas
Gambar 2.18 Ruang Kelas SLB-A Negeri Denpasar
Sumber : Survey Lapangan, 07 Maret 2015
Sekolah ini memiliki 25 staff pengajaran dan 48 murid yang terdiri dari 33
laki-laki dan 15 perempuan. Pada setiap ruang kelas terdapat 4-6 siswa untuk
mempermudah dalam proses pembelajaran dan interaksi antar guru dan siswa.
2. Ruang Ketrampilan
Gambar 2.19 Ruang Ketrampilan SLB-A Negeri Denpasar
Sumber : Survey Lapangan, 07 Maret 2015
SLB-A Negeri Denpasar juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang yaitu
Ruang ketrampilan untuk mengasah ketrampilan siswa tunanetra. Ruangan ini
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
31 SLB Golongan A di Jimbaran
difungsikan untuk siswa belajar cara bekerja di salon seperti creambath, facial,
potong rambut, dll.
2.2.2 SLB-A Santikatmaka Tabanan
Gambar 2.20 SLB-A Santikatmaka Tabanan
Sumber : Survey Lapangan, 11 Maret 2015
Gambar 2.21 Lingkungan SLB-A Santikatmaka Tabanan
Sumber : Survey Lapangan, 11 Maret 2015
A. Tinjauan Umum
Sekolah Luar Biasa (SLB) golongan A Santikatmaka berada di jalan S.
Parman, Kediri-Tabanan. Sekolah ini satu-satunya Sekolah Luar Biasa khusus
tunanetra yang ada di kota Tabanan. Sekolah ini tidak hanya memberikan
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
32 SLB Golongan A di Jimbaran
ilmu-ilmu dasar yang sering diajarkan di bangku sekolah namun juga dibekali
ketrampilan seperti massage dan salon. Sekolah ini juga memiliki klinik pijat
untuk para tunanetra. Sekolah ini dilengkapi dengan asrama putra dan asrama
putri karena sebagian besar siswa yang bersekolah berasal dari luar kota.
Dengan adanya asrama sebagai salah satu fasilitas di sekolah dapat
mempermudah siswa karena tidak perlu bolak-balik untuk pulang dan pergi ke
sekolah. Fasilitas-fasilitas lain yang terdapat di SLB-a ini dapat dilihat pada
gambar denah dibawah ini.
B. Tinjauan Arsitektur
Hasil dari observasi yang telah dilakukan di SLB-A Santikatmaka
Tabanan dapat dilihat dari segi tampilan dan fungsi tersebut sudah dapat
dikatan memenuhi standar untuk sekolah tunanetra. Pada setiap ruangan
terdapat fasilitas ram yang mempermudah siswa tunanetra untuk memasuki
rungan. Lingkungan pada sekolah ini juga di desain dengan sangat rapid an
mempermudah bagi penyandang tunanetra untuk mengakses kesetiap ruangan
yang terdapat di sekolah ini.
C. Fasilitas
Gambar 2.22 Lay Out SLB-A Santikatmaka Tabanan
Keterangan :
A. R. Kantor, R. Data-show room, R. Komputer Braille
B. R. Seksi rehabilitasi sosial
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
33 SLB Golongan A di Jimbaran
C. R. Pekerjaan sosial, R. Case conference, R. Perpustakaan, R. Teori
D. R. Olahraga
E. R. Kelas SLB-A, R. Lab. Low vision
F. R. Kelas SLB-A, R. Praktek massage
G. R. Poliklinik dan studio musik
H. Aula
I. R. Instalasi dan produksi salon
J. Gudang
K. Musholla
L. Guest house
M. Rumah dinas
N. R. Keterampilan
O. Km/wc putri
P. Asrama putri SUBADRA
Q. R. Dapur dan R. Makan
R. Asama putra SAHADEWA
S. Asrama putra Nakula
T. Km/wc putra
1. Ruang Kelas
Gambar 2.23 Ruang Kelas SLB-A Santikatmaka Tabanan
Sumber : Survey Lapangan, 11 Maret 2015
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
34 SLB Golongan A di Jimbaran
Ruang kelas pada bangunan ini berisikan 6 tempat duduk untuk proses
pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mempermudah interaksi antara guru
dengan murid. Terdapat dua kelas dalam satu ruangan yang dipisah
menggunakan tembok agar tidak mengganggu proses belajar kelas satu
dengan kelas lainnya. Jadwal kelas pada sekolah ini adalah jam pagi dan jam
siang.
2. Ruang Praktek
Gambar 2.24 Ruang Praktek Massage SLB-A Santikatmaka Tabanan
Sumber : Survey Lapangan, 11 Maret 2015
SLB-A Santikatmaka juga memiliki ruang praktek massage bagi siswanya
agar mereka mempunyai ketrampilan dan nantinya bisa bekerja sesuai dengan
apa yang sudah diajarkan. Terdapat 3 ruang praktek yang disediakan pada
sekolah ini untuk menunjang proses pembelajaran siswanya. Tidak hanya
ruang praktek massage, sekolah ini juga ditunjang dengan ruang praktek salon
untuk para siswinya.
3. Asrama
Gambar 2.25 Asrama Putri SLB-A Santikatmaka Tabanan
Sumber : Survey Lapangan, 11 Maret 2015
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
35 SLB Golongan A di Jimbaran
SLB-A Santikatmaka memiliki tiga gedung asrama yaitu satu asrama putri
dan ama putra. Asrama ditujukan untuk siswa yang rumahnya berada diluar
kota dan juga untuk siswa yang ingin tinggal di asrama. Ruang asrama
memiliki kapasitas 50 orang dan sekarang sudah dihuni 48 orang.
2.2.4 Kesimpulan Proyek Sejenis
Proyek yang menjadi tinjauan studi observasi secara langsung memberikan
informasi terkait proyek yang akan dirancang. Berikut merupakan kesimpulan
terhadap observasi proyek sejenis di lapangan ( lihat table 2.1) :
Tabel 2.1 Kesimpulan Proyek Sejenis
No Kriteria SLB-A Negeri
Denpasar
SLB-A Santikatmaka
1. Lokasi Jalan Serma Gede
No.11, Denpasar
Jalan S. Parman, Kediri-Tabanan
2. Fasilitas A. Padmasana
B. Ruang Kepala
Sekolah dan Tata
Usaha
C. Aula
D. Toilet
E. Ruang Bimbingan
& Konseling
F. Ruang Refleksi
G. Ruang Rapat
H. Ruang Guru
I. Asrama
Perempuan
J. Rumah Penjaga
Asrama
K. Ruang
Ketrampilan
L. SDLB (Sekolah
Dasar Luar Biasa)
M. SMPLB (Sekolah
Menengah
Pertama Luar
Biasa)
N. SMALB (Sekolah
Menengah Atas
Luar Biasa)
O. Ruang Refleksi
P. Ruang Kesenian
Daerah
Q. Gudang
R. Ruang Musik
S. Asrama Laki-laki
A. R. Kantor, R. Data-show
room, R. Komputer
Braille
B. R. Seksi rehabilitasi
sosial
C. R. Pekerjaan sosial, R.
Case conference, R.
Perpustakaan, R. Teori
D. R. Olahraga
E. R. Kelas SLB-A, R.
Lab. Low vision
F. R. Kelas SLB-A, R.
Praktek massage
G. R. Poliklinik dan studio
musik
H. Aula
I. R. Instalasi dan produksi
salon
J. Gudang
K. Musholla
L. Guest house
M. Rumah dinas
N. R. Keterampilan
O. Km/wc putri
P. Asrama putri
SUBADRA
Q. R. Dapur dan R. Makan
R. Asama putra
SAHADEWA
S. Asrama putra Nakula
T. Km/wc putra
3 Tinjauan
Arsitektur
Kurang memadahi
untuk sekolah yang
ditujukan bagi siswa
Sudah memadahi untuk sekolah
yang ditujukan bagi siswa
tunanetra.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
36 SLB Golongan A di Jimbaran
tunanetra.
4 Keunggulan Berada di kawasan
tengah kota yang
strategis dan mudah
dijangkau.
Pengelolaan yang baik dan
fasilitas-fasilitas yang
disediaakan sangat mewadahi.
5 kekurangan Kurangnya fasilitas-
fasilitas yang
mewadahi kebutuhan
siswa tunanetra
Berada dikawasan pinggir kota
dan tidak adanya akses
angkutan kota untuk kesana.
2.3 Spesifikasi Umum
Pada pembahasan ini akan dijelaskan secara umum tentang SLB golongan
A di Jimbaran mulai dari tujuan dan sasaran, aktifitas, civitas dan fasilitas.
2.3.1 Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari SLB golongan A ini adalah untuk mewadahi para tunanetra agar
mereka bisa mendapatkan pendidikan dengan layak dan disesuaikan dengan
kebutuhan mereka sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan
baik.Selain mata pelajaran-mata pelajaran yang umumnya dipelajari oleh siswa-
siswa reguler, siswa-siswa tunanetra ini juga diajarkan keterampilan-keterampilan
penunjang seperti massage, salon, menenun, dan lain sebagainya.
2.3.2 Aktifitas
Aktivitas yang terdapat di SLB golongan A di Jimbaran adalah :
A. KegiatanUtama
Merupakan kegiatan harian yang dilakukan Siswa dan Guru. Adapun kegiatan
yang dilakukan adalah proses belajar dan mengajar di sekolah.
B. Kegiatan Penunjang
Kegiatan Penunjang merupakan kegiatan pelengkap dari kegiatan utama yang
terdapat di SLB-A dalam menjalankan aktivitas utama. Kegiatan penunjang ini
terdiri dari melakukan kegiatan keterampilan di sekolah, terapi mata, dan
melakukan segala kegiatan di asrama.
C. Kegiatan Pengelolaan
Kegiatan Pengelolaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengelola
untuk menjalankan dan memenuhi semua kebutuhan yang di perlukan SLB-A.
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
37 SLB Golongan A di Jimbaran
Selain itu juga untuk merawat fasilitas-fasilitas yang ada di SLB-A juga untuk
menjaga keamanan penghuni asrama dan siswa saat proses belajar berjalan.
D. Kegiatan Servis
Merupakan kegiatan pelayanan bagi SLB-A Jimbaran. Serta kegiatan bagi
pengelola, seperti menyediakan parkir untuk pengelola maupun pengunjung.
2.3.4 Civitas
Ada beberapa jenis pelaku kegiatan dari SLB golongan A di Jimbaran ini,
yaitu :
A. Murid atau Siswa SLB-A Jimbaran
B. Pengurus, staff pegawai danpengajar/guru SLB-A Jimbaran
C. Psikolog, untukmengetahuisejauhmanakemampuanintelegensianaktunanetra.
D. Dokter Kunjung, untuk memeriksa kondisi fisik anak tunanetra.
2.3.5 Fasilitas Rancangan
Berikut fasilitas yang akantersedia di SLB golongan A di Jimbaran sesuai
dengan pemahaman studi objek sejenis di klarifikasi menjadi tiga bagian aktifitas,
yaitu fasilitas utama, fasilitas penunjang, dan fasilitas pelengkap.
A. Fasilitas Utama
Fasilitas utama yaitu berupa :
1. Ruang Belajar
2. Ruang Guru dan Tata Usaha
B. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang yaitu berupa :
1. Asrama
2. Rumah Dinas
3. Ruang Dapur dan Ruang Makan
4. Ruang Pengelola Asrama
5. Ruang Keterampilan
6. Ruang Olahraga
7. Ruang Musik
8. Klinik
Seminar Tugas Akhir Universitas Udayana Fakultas Teknik Arsitektur Non Reguler
38 SLB Golongan A di Jimbaran
9. Perpustakaan
C. fasilitas Servis
1. Gudang
2. Toilet
3. Parkir
4. Ruang ME
5. Pos Security
6. Ruang ibadah