bab ii remaja dan pengalaman

Upload: anonymous-uyplszydl

Post on 07-Mar-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendidikan

TRANSCRIPT

53

BAB IIREMAJA DAN PENGALAMAN KEAGAMAAN

A. Remaja 1. Pengertian RemajaBerbicara tentang remaja adalah merupakan hal yang sangat menarikdan unik. Masa remaja mempunyai berbagai macam keistimewaan dan ciriyang sangat mempengaruhi sikap, jiwa dan tidakannya. Apalagi masa remajamerupakan satu masa pertumbuhan yang dilalui oleh setiap manusia dewasa. Belum ada kesepakatan mengenai pengertian tentang remaja.Meskipun batasan yang diberikan oleh para ahli ilmu jiwa itu satu samalainnya tidak jauh berbeda. Sarlito Wirawan Sarwono menyatakan bahwa remaja adalahperiode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa atau masa belasan tahun atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susahdiatur, mudah terangsang, penarasan, dan sebagainya.[footnoteRef:2] [2: Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, Edisi Revisi, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet.13, hlm. 2]

Pada masa ini, hidupnya terasa terombang-ambing, kebingungan, labildan tidak mantap, karena ia dihadapkan pada permasalahan-permasalahanbaru, sehingga ia merasa takut, berani, maju mundur, tenang, berontak, danakhirnya sampai kepada selamat, hidup teguh, kuat dan mampu memikultanggung jawab sendiri. Menurut Zakiah Drajat masa remaja adalah masa peralihan antaramasa kanak-kanak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalamipertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baikdalam bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tapi bukan pula orangdewasa yang telah matang.[footnoteRef:3] [3: Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hlm. 101]

Dan juga menurut Hasan Basri berpendapat bahwa remaja adalahmereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh denganketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.[footnoteRef:4] Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa menginjak suatu remaja itu adalah meninggalkan masa kanak-kanak dan menuju pada masa pembentukan dan mempunyai rasa tanggungjawab, juga masa remaja itu ditandai dengan pengalaman-pengalaman yang baru yang sebelumnya tidak terbayangkan. Dalam fisik, biologis maupun pikir (kejiwaan). Menstruasi pertama yang dialami oleh seorang perempuan dan keluarnya sperma dalam mimpi basah pertama bagi laki-laki.[footnoteRef:5] [4: Hasan Basri, Remaja Berkualitas, Problematika Remaja dan Solusinya, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar), hlm. 4] [5: Ibid]

Ditinjau dari sudut pandang psikologis, masa remaja itu adalahperalihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat tidak mau lagidiperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari fisiknya ia belum dapatdikatakan orang dewasa.[footnoteRef:6] [6: Zulkifli, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1987), hlm. 63]

Dari beberapa pengertian remaja tersebut, kiranya dapat diambilkesimpulan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanakmenuju masa dewasa tetapi belum sebagai orang dewasa dan menuju masapembentukan tanggung jawab. Batas usia remaja secara global berlangsung antara usia 11 dan 21 tahun, dengan pembagian 11-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir.[footnoteRef:7]Berkaitan dengan penelitian, maka yang dimaksudkan usia remajaadalah yang berumur 11-15 tahun, yakni remaja awal. [7: F.J. Monks A.M., P. Knoers, Siti Rahayu Hajitono, Psikologi Perkembangan;Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), hlm.262]

Ketidakstabilan keadaan perasaan yang emosi. Tidak aneh lagi bagi orangyang mengerti kalau sikap remaja yang sesekali bergairah dalam bekerjatiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedihyang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. Hal sikap dan moral, terutama menonjol menjelang akhir masa remajaawal (15-17 tahun). Organ-organ seks yang telah matang mendekatiremaja lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kesenjangan untukitu, sehingga kadang-kadang dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Hal kecerdasan atau kemampuan mental. Kemampuan mental dankemampuan berpikir remaja awal mulai sempurna. Keadaan ini terjadidalam usia antara 12-16 tahun.[footnoteRef:8] Hal status remaja awal sangat sulit ditentukan. Status remaja awal tidak saja sangat sulit ditentukan, bahkan membingungkan. [8: Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999),hlm. 262]

Perlakuan yang diberikan oleh orang dewasa terhadap remaja awal sering berganti-ganti. Ada keraguan orang dewasa untuk memberi tanggung jawab kepada remaja dengan dalih mereka masih kanak-kanak. Remaja awal banyak masalah yang dihadapi, antara lain tersebab ciri-ciri tersebut diatas, menjadikan remaja awal sebagai individu yang banyak masalah yang dihadapinya. Sebab-sebab lain adalah sifat emosional remaja awal. Kemampuan berpikir lebih dikuasai oleh emosionalitasnya sehingga kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Akibatnya masalah yang menonjol adalah pertentangan sosial.[footnoteRef:9] [9: Ibid., hlm. 34]

Masa remaja awal adalah masa yang sangat kritis. Dikatakan kritis sebabpada masa ini remaja dihadapkan pada pertanyaan apakah ia akan dapatmenghadapi atau memecahkan masalahnya atau tidak. Kadang mereka bisa menghadapi masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah-masalah selanjutnya, sampai ia dewasa.[footnoteRef:10] Itulah ciri-ciri umum remaja awal yang harus dimengerti dan mendapat perhatian yang serius terus menerus dari setiap orang yang dianggap dewasa guna mampu memahami, memberikan bimbingan dan mampu membantu memecahkan segala problem yang dihadapi remaja itu. [10: Ibid., hlm. 35]

2. Usia RemajaSelain konsep tentang remaja, batasan usia untuk remaja juga tidakterlepas dari berbagai pandangan dan tokoh. Untuk masyarakat Indonesia. individu yang dikatakan remaja ialah individu yang berusia 11 -24 tahun danbelum menikah. Status perkawinan sangat menentukan di Indonesia, karenaarti perkawinan masih sangat penting di masyarakat pada umumnya.Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun di anggap dandiperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupundalam kehidupan masyarakat dan keluarga.[footnoteRef:11] [11: Sarwono, Sarlito Wirawan, Op.cit., hlm.162]

Meskipun rentang usia remaja dapat bervariasi terkait denganlingkungan, budaya dan historisnya, namun menurut salah satu ahli perkembangan yakni Santrock menetapkan masa remaja dimulai sekitar usia10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun.Perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dialami remaja dapatberkisar mulai dari perkembangan fungsi seksual hingga proses berpikirabstrak hingga kemandirian. Santrock membedakan masa remaja tersebutmenjadi periode awal dan periode akhir. Masa remaja awal (earlyadolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertamaatau sekolah menengah akhir dan pubertas besar terjadi pada masa ini. Masaremaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahandasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat, karir, pacaran dan eksplorasiidentitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan dimasa remaja awal.Adapun perkembangan remaja dapat dipaparkan sebagai berikut:a. Perkembangan FisikManifestasi adanya segala perubahan dapat kita amati dalam berbagaicara, bentuk dan jenis yang kesemuanya menunjukkan adanya perbedaanantara individu yang satu dengan individu yang lain. Hal ini disebabkankarena perbedaan jenis kelompok atau lingkungan hidup tepat remaja itutumbuh. Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja bukan hal yangmenyangkut pada bidang psikolog saja, namun perubahan itu terjadi pulapada fisik atau jasmani.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada anak perempuan adalah:1) Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi dan anggota badanmenjadi panjang)2) Pertumbuhan payudara3) Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan4) Mencapai ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya5) Bulu kemaluan menjadi kriting6) Haid atau menstruasi7) Tumbuh bulu-bulu ketiak

Sedangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada anak laki-laki:1) Pertumbuhan tulang-tulang2) Testis (buah pelir) membesar3) Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap4) Awal perubahan suara5) Ejakulasi (keluarnya sperma)6) Bulu kemaluan menjadi kriting7) Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimal setiaptahunnya.8) Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot)9) Tumbuh bulu ketiak10) Akhir perubahan suara11) Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap12) Tumbuh bulu di dada.[footnoteRef:12] [12: Sarlito Wirawan Sarwono, Op.cit., hlm. 52-53]

Pada masa ini juga terjadi perubahan pada tinggi dan berat badan. Olehkarena masa puber wanita lebih awal dari pada laki-laki, maka perubahandalam lajunya pertumbuhan ini lebih cepat. Menurut penelitian Nicolsen dan Hanley pertumbuhan maksimum yang dicapai wanita adalah pada usia 11,5 tahun dan untuk laki-laki 13,5 tahun. Artinya pertumbuhan pada usia tersebut merupakan penambahan ukuran tinggi dan berat badan yang paling cepat. Di samping itu, pertumbuhan badan yang lain juga terdapat pada lengan dan kaki lebih besar dan panjang untuk laki-laki. Bahu anak laki-laki lebih besar seperti halnya pertumbuhan pinggang pada anak wanita perbedaan dalam lajunya pertumbuhan serta usia kematangan mempengaruhi bentuk tubuhnya. Hal ini berpengaruh pada kegiatan-kegiatan serta minat-minat dan ada hubungannya dengan perbedaan-perbedaan kepribadian.[footnoteRef:13] [13: Dadang Sulaiman, Psikologi Remaja, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 25]

Masa remaja awal ini juga ditandai oleh perkembangan tenaga fisik yangmelimpah-limpah. Keadaan tersebut menyebabkan tingkahlaku anak-anakkelihatan kasar, canggung, berandalan, kurang sopan, liar, dan lain-lain.Pada masa ini pertumbuhan jasmani sangat pesat. Anak jadi cepat besar,bobot badannya naik dengan pesat, dan tubuhnya bertambah panjangdengan cepat. Makannya banyak sekali terutama anak laki-laki danaktivitasnya makin meningkat dirinya dan masa depannya dan peran-peran sosialnya dalam keluarga dan masyarakat.[footnoteRef:14] [14: Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2004), hlm. 188]

Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yangsensitive dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atausituasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudahtersinggung atau marah, mudah sedih dan murung), tidak berusahamengendalikan perasaannya.[footnoteRef:15] [15: Ibid., hlm. 197]

Perasaan atau emosi remaja awal telah ada, dan berkembang semenjak iabergaul dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila lingkunga tersebut kondisinya cukup diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai dan penuh tanggung jawab, maka sikap perasaan/emosi remaja itu berkembang. Sebaliknya apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasing saying dari orang tua atau teman sebaya, mereka akan cenderung mengalami kecemasan, perasaan tertekan.Perasaan yang sangat ditakuti oleh remaja, bahwa mereka sangat takutterkucil atau terisolir dari kelompoknya. Hal ini menyebabkan remajasangat intim dan bersikap perasaan terikat dengan teman sepergaulannya,sehingga ia merasa dibutuhkan, merasa berharga dalam situasi pergaulan.Perasaan dibutuhkan dan berharga menimbulkan kesukarelaannya untukmenyumbangkan sesuatu kepada teman sepergaulannya. Kemudian temansepergaulannya merasa pula dibutuhkan dan merasa berharga. Demikianseterusnya hingga terjadi jalinan keintiman.[footnoteRef:16] [16: Andi Mappiare, Op.cit., hlm. 59]

Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masaremaja awal. Remaja sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkankepada diri mereka. Sebaliknya perasaan gembira biasanya akan nampakmanakala si remaja mendapat pujian, terutama pujian terhadap diri atau hasil usahanya. Perasaan-perasaan gembira yang didapat si remaja akibatpenghargaan terhadap diri dan hasil usahanya (prestasinya) memegangperanan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri mereka.

c. Perkembangan SosialPerkembangan kea rah masa remaja diiringi dengan bertambahnya minatminat terhadap penampilan diri serta kegiatan kelompok sosial lainnyayang anggotanya terdiri dari jenis kelamin yang sama atau berlainan. Pada umumnya remaja mulai melepaskan diri dari rumah dan berhubungandengan masyarakat. Dia mencari sosok yang dapat dijadikan contoh.[footnoteRef:17]Remaja sebagai penerus bangsa diharapkan mampu untuk mencapaiperkembangan secara matang, dalam arti ia memiliki penyesuaian sosial(social adjustment) yang tepat. Artinya, remaja diharapkan mampumereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, dan relasi. Kemampuanuntuk menyesuaikan ini meliputi tiga bidang yakni keluarga, sekolah, danmasyarakat. Penyesuaian tersebut adalah sebagai berikut: [17: Zakiah Darajat, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental (Jakarga: Bulan Bintang, 1999), hlm. 210]

1) Di lingkungan Keluargaa) Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluargab) Menerima otoritas ortu (mau menaati peraturan orang tua)c) Menerima tanggungjawab dan batasan-batasan (norma keluarga)2) Di lingkungan Sekolaha) Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolahb) Berpartisipasi dalam kegiatan dakwahc) Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolahd) Bersikap hormat terhadap guru atau pemimpin sekolah atau staflainnyae) Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya3) Di lingkungan Masyarakata) Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lainb) Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain c) Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang laind) Bersikap respek terhadap nilai-nilai tradisi dan kebijakan-kebijakanmasyarakat.[footnoteRef:18] [18: Syamsu Yusuf, Op.cit., hlm. 199]

Dalam perkembangan sosialnya komunikasi dengan orang lain adalahsangat penting. Perkembangan sosial remaja awal adalah sebagaiberikut:1) Perhatian/minat bervariatif dan tidak tetap (berubah-ubah)2) Banyak bicara, ribut dan menunjukkan sikap berani dalam setiaptindakannya3) Mencari status di antara teman sebaya dengan rasa hormat yangtinggi pada nilai kelompok sebayanya4) Adanya keinginan untuk mengidentifikasi diri dengankelompoknya, sebagai kelompok anak laki-laki dan anakperempuan5) Membuat status keluarga dimana faktor hubungan kekeluargaantidak menjadi penting, hal ini merupakan sesuatu yang dapatmempengaruhi pemilihan relasi dan kerjasama.6) Banyak melakukan kegiatan sosial yang informal seperti pesta 7) Jarang mengadakan kencan8) Menitikberatkan pada membangun hubungan dengan anak laki-lakidan anak perempuan9) Membuat pertamanan sementara10) Mempunyai banyak teman11) Adanya kemampuan untuk menerima berbagai kegiatan dalamkesempatan untuk hubungan sosial12) Hanya sedikit penghayatan pada diri sendiri maupun orang lain13) Menerima peraturan-peraturan yang diberikan oleh orang dewasasebagai sesuatu pengaruh yang penting dan seimbang 14) Adanya pertentangan dalam menerima kekuasaan orangdewasa.[footnoteRef:19] [19: Dadang Sulaiman, op.cit., hlm. 30-32]

Berdasarkan perbedaan sudut pandang mengenai rentang usia remajayang ditetapkan oleh masyarakat Indonesia dengan pandangan ahli perkembangan yang disampaikan oleh Santrock di atas, maka demi keperluan penelitian ini dapat disimpulkan untuk batas usia remaja yakni, remaja merupakan individu yang tergolong dalam masa remaja akhir atau yang berusia antara 18 hingga 22 tahun dan belum menikah.

3. Ciri-ciri RemajaFase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yaitu diawali dengan matangnya organ organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi.[footnoteRef:20] Masa remaja adalah masa peralihan dari anak anak menuju dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.[footnoteRef:21] [20: Syamsu Yusuf. Psikologi Anak dan Remaja. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2004), hlm. 184] [21: Hurlock, Elizabeth B. Alih bahasa Isti Widayanti dan Sudjarwo. Psikologi Perkembangan. (Jakarta : Erlangga. 1999), hlm. 206]

Ciri-ciri yang terdapat pada usia remaja adalah sebagai berikut:a. Pertumbuhan fisikPertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak anak dan masa dewasa.b. Perkembangan seksualSeksual mengalami perkembangan yang kadang kadang menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri dan sebagainya.c. Cara berfikirCara berpikir causatif yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Misalnya remaja duduk didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata pantang. Andai yang dilarang itu anak kecil, pasti ia akan menuruti perintah orang tuanya, tetapi remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk didepan pintu.d. Emosi yang meluap luapKeadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisa marah sekali.e. Mulai tertarik pada lawan jenisDalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih tertarik pada lawan jenisnya dan mulai pacaran.f. Menarik perhatian lingkunganPada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan remaja di kampung kampung.g. Terikat dengan kelompokRemaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan sedangkan kelompoknya dinomor satukan.[footnoteRef:22] [22: Zulkifli L.Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003) hlm. 65 67]

Mengenai ciri-ciri remaja tidak mesti dilihat dari satu sisi, tetapi dapat dilihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi usia, perkembangan fisik, phisikis, dan perilaku. Menurut Gayo ciri-ciri remaja usianya berkisar 12-20 tahun yang dibagi dalam tiga fase yaitu; Adolensi diri, adolensi menengah, dan adolensi akhir. Argumen lain tentang ciri-ciri remaja dan berbagai sudut pandang dikemukakan oleh Mustaqim dan Abdul Wahid.[footnoteRef:23] Menurutnya pada masa remaja umumnya telah duduk dalam bangku sekolah lanjutan. Pada permulaan periode anak mengalami perubahan-perubahan jasmani yang berwujud tanda-tanda kelamin sekunder seperti kumis, jenggot, atau suara berubah pada laki-laki. Lengan dan kaki mengalami pertumbuhan yang cepat sekali sehingga anak-anak menjadi canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar mulai tumbuh yang dapat menimbulkan gangguan phisikis anak. [23: Mustaqim dan Abdul Wahid. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta.2003). Hlm. 49]

Perubahan rohani juga timbul remaja telah mulai berfikir abstrak, ingatan logis makin lama makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak dalam keadaan seimbang akibatnya anak sering mengalami pertentangan batin dan gangguan, yang biasa disebut gangguan integrasi. Kehidupan sosial anak remaja juga berkembang sangat luas. Akibatnya anak berusaha melepaskan diri darikekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan, meskipun di sisi lain masih tergantung pada orang tua. Dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan tergantung.[footnoteRef:24] [24: Ibid., hlm. 50]

Lebih lanjut dikatakan Mustaqim dan Abdul Wahid, pada masa remaja akhir umumnya telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama, kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Masa ini biasa disebut masa pembentukan dan menentuan nilai dan cita-cita.Lain dari pada itu anak mulai berfikir tentang tanggung jawab sosial, agama moral, anak mulai berpandangan realistik, mulai mengarahkan perhatian pada teman hidupnya kelak, kematangan jasmani dan rohani, memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap serta berusaha mengabdikan diri dimasyarakat juga ciri remaja yang menonjol, tetapi hanya remaja yang sudah hampir masuk dewasa.4. Spiritual RemajaSpiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan sepiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggungjawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-karya baru.. Sedngkan ingersol dalam Desmita menyatakan, spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam berhubungan atau bersatu dengan tuhan.[footnoteRef:25] [25: Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung: RemajaRosdakarya, 2009), hlm. 264]

Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agree in disagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality" (keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipan diatas penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau pencaapain puncak dan akhirnya.Teori Fowler dalam Desmita mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang.[footnoteRef:26] [26: Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung: RemajaRosdakarya, 2009), hlm. 279]

a. Tahapmythic-literal faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas.b. Tahapsynthetic-conventional faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral. Symbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai pribadi lain yang berperan penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri remaja terhadap sang khalik.c. Tahap individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita pada tahap ini ditandai dengan :1) Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.2) Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnyaego eksekutif sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk identitas diri.[footnoteRef:27] [27: Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. (Bandung: RemajaRosdakarya, 2009), hlm. 280]

d. TahapConjunctive-faith, disebut jugaparadoxical-consolidation faith,yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang.e. Tahapuniversalizing faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri. Pristiwa-prisiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling lua.Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran).Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita, pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya(significant others)dan dengan mayoritas lainya. Perkembangan Penghayatan Keagamaan.Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian;a. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.b. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.c. Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. [footnoteRef:28] [28: Ibid., hlm 283]

Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsepreligius. Banyak perawat dalam praktiknya tidak dapat membedakan keduakonsep tersebut karena menemui kesulitan dalam memahami keduanya.Kedua hal tersebut memang sering digunakan secara bersamaan dan salingberhubungan satu sama lain. Konsep religius biasanya berkaitan denganpelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan. Konsepreligius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktikyang berkaitan bentuk ibadah tertentu. Emblen dalam Potter dan Perrymendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah. terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas mereka.Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dankepercayaan seseorang. Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulaidari atheisme (penolakan terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme(percaya bahwa Tuhan ada dan selalu mengawasi) atau theism (Keyakinanakan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti dalamKristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatukepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untukbertindak atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti.

5. Motivasi Keagamaan RemajaSecara etimologi kata motivasi berasal dari bahasa Inggris, tomotive, to provide, yang artinya memberi alasan untuk berbuat sesuatu dengan tujuan. Secara terminologi motivasi diartikan sebagai suatu persiapan untuk menunjang terwujudnya perbuatan sadar untuk mencapai tujuan tertentu. [footnoteRef:29] Motivasi juga dikatakan sebagai keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan.[footnoteRef:30] [29: Idris Yahya, Fragmenta I, Psikologi Sosial, (Bandung: Badan Penerbit FakultasUshuluddin IAIN, 1990), hlm. 43-44] [30: Abdul Rahman Shaleh, Muhib Abdul Wahab, Psikologi Suatu pengantar (dalamPerspektif Islam), (Jakarta : Prenada Media, 2004), hlm. 131]

Dalam konteks tingkah laku, dorongan atau motivasi datang dari kita sendiri. Orang lain mungkin dapat memberikan ilham, pengaruh, ataupun memerintah kita melakukan sesuatu, namun apa yang menjadi motivasi adalah diri kita sendiri yang menentukan nya. Motivasi yang datang dari diri sendiri, membangkitkan kegairahan, energi, serta kemauan untuk membuat perubahan menuju perbaikan kualitas diri.[footnoteRef:31] [31: La Rose, Pengembangan Pesona Pribadi, (Jakarta: Pustaka Kartini,1991), hlm. 88.]

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang timbul karena adanya kebutuhan, sehingga keseimbangan dalam jiwa seseorang terganggu, dan untuk menyeimbangkan kembali diperlukan suatu hal yang harus dilakukan, dan aktifitas tersebut dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya itu baik fisik ataupun psikologis. Dalam perumusan mengenai tingkah laku bermotivasi tersebut dapat diketahui unsur-unsurnya yaitu kebutuhan yang merupakan dasar dari adanya motif, kemudian diwujudkan dalam tingkah laku atau aktifitas dan diarahkan untuk mencapai tujuan, yang mana hal tersebut dilakukan berulang ulang atau sesering mungkin apabila hal tersebut memuaskan.Dalam Islam, masa remaja disebut baligh yang merupakan fase keenam dari perkembangan hidup manusia. Fase baligh adalah fase dimana usia anak telah sampai dewasa. Pada usia ini, remaja telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Menurut alTaftazani, fase ini dianggap sebagai fase dimana individu mampu bertindak menjalankan hukum, baik yang terkait dengan perintah maupun larangan. Seluruh perilaku mukalaf harus dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, segala bentuk perilaku memiliki konsekuensi pahala atau dosa. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, agama turut mempengaruhi remaja. Maksudnya, penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.Secara psikologis, fase ini ditandai dengan kemampuan seseorang dalam memahami suatu beban taklif, baik menyangkut dasar-dasar kewajiban, jenis-jenis kewajiban dan prosedur atau cara pelaksanaannya. Kemampuan memahami menunjukkan adanya kematangan akal fikiran yang mana hal itu menandakan kesadaran seseorang dalam berperilaku, sehingga ia pantas diberi taklif. Pada fase ini ditandai dengan adanya dua hal, yaitu: [footnoteRef:32] [32: Abdul Mujib, Pengembangan Kepribadian dalam Psikologi Islam, Koordinat: JurnalKomunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta vol, no 2 Oktober 2005, hlm.6]

a. Pemahaman yang dicapai dengan adanya pendayagunaan akal karena dengan akal seseorang memiliki kesadaran penuh dalam bertindak. Individu yang tidak memiliki pemahaman yang cukup maka ia tidak terkena beban taklif, seperti anak kecil, orang gila, orang terpaksa, orang tidur dan pingsan. b. Kecakapan (al-ahliyyah). Kecakapan yang dimaksud adalah cakap melaksanakan hukum sehingga perbuatan apa saja yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan dan memiliki implikasi hokum. Kecakapan terbagi atas dua macam, yaitu: 1) Kecakapan melaksanakan (ahliyyah ada), yaitu kecakapan melakukan tindakan hukum yang telah dianggap sempurna untuk mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya, baik yang positif maupun yang negatif. Kecakapan ini mengandaikan syarat syarat berupa aqil (berakal), baligh (sampai umur), dan cerdas memilih titah Tuhan.2) Kecakapan kewajiban (ahliyyah wujud), yaitu kecakapan menerima kewajiban-kewajiban hukum dan hak-haknya. Perkembangan agama pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmani. Perkembangan ini menurut W. Starbuck adalah: pertumbuhan pikiran dan mental ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah begitu tidak menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama, mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan lainnya.[footnoteRef:33] [33: M Ali dan Asroti, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: BumiAksara, 2005), hlm. 9]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Allport, agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamamya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi perilaku keagamaan mereka.Menurut Graham dalam buku Sarwono, ada beberapa faktor yang mendukung perilaku keberagamaan seseorang antara lain: faktor lingkungan/tempat tinggal, faktor pribadi, jenis kelamin, sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan agama orang tua.[footnoteRef:34] Karena pendidikan terbagi ke dalam pendidikan formal dan informal, maka faktor yang mempengaruhi perilaku keberagamaan dalam lingkungan pendidikan terbagi menjadi pendidikan keluarga dan kelembagaan (sekolah dan masyarakat). [34: Warsono Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991 ), hlm. 199-200]

a. Pendidikan Keluarga Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya perkawinan.[footnoteRef:35] Menurut pakar pendidikan, keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidikannya adalah kedua orang tua. Pendidikan keluarga merupakan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. [35: Wens Tanlain, dkk, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm. 41]

Menurut W.H. Clark, perkembangan agama berjalan dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleks. Maskipun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat di dalamnya.[footnoteRef:36] Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu berkembang. Dalam kaitan ini terlihat peran pendidikan keluarga dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak.[footnoteRef:37] [36: M Ali dan Asrori, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: BumiAksara, 2004), hlm. 94-97] [37: Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), hlm. 25]

b. Pendidikan Kelembagaan (sekolah) Di masyarakat yang telah memiliki peradaban modern, untuk menyelaraskan diri degan perkembangan kehidupan masyarakatnya, seseoran memerlukan pendidikan. Sejalan dengan itu, lembaga khusus yang menyelenggarakan tugas-tugas kependidikan secara kelembagaan, sekolah-sekolah pad hakikatnya merupakan lembaga pendidikan yang berarti fisialis (sengaja dibuat). Selain itu, sejalan dengan fungsi dan perannya, sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan keluarga. Hal ini dikarenakan keterbatasan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka.c. Pendidikan Masyarakat Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan member dampak yang positif bagi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Masyarakat yang dimaksud sebagai faktor lingkungan di sini bukan hanya dari segi kumpulan orang-orangnya tetapi dari segi karya manusia, budaya, sistem-sistem serta pemimpin-pemimpin masyarakat baik yang formal maupun pemimpin informal. Termasuk di dalamnya juga kumpulan organisasi pemuda dan sebagainya.[footnoteRef:38] [38: Ali Sabri, Op.cit., hlm. 30]

Motivasi dalam diri remaja adalah adalah bermacam-macam dan banyak yang bersifat personal. Adakalanya didorong oleh kebutuhannya akan Tuhan sebagai pengendali emosional, adakalanya karena takut perasaan bersala (dosa), karena didorong teman-temannya dimana ia berkelompok.[footnoteRef:39] [39: Sururin,Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), cet. ke-1, hlm.72]

Najib khalil al-amin, menyebutkan bahwa dalam mendidik anak remaja harus mengambil mengambil sikap sebagai berikut:a. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedang puber dengan melakukan pengamatan.b. Mengarahkan mereka untuk selalu pergi ke Masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah, dan andil yang potensial oleh lingkungan rabbaniahc. Menanamkan rasa percaya diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.d. Menyarankan agar menjalani persahabatan dengan teman-teman yang baik.e. Mengembangkan potensi mereka disemua bidang yang bermanfaat.f. Menganjurkan mereka untuk berpuasa sunnt karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebrobrokan moral.g. Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.[footnoteRef:40] [40: Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 2004), hlm 271-273]

Perkembangan agama pada umur ini sangat penting. Apabila merela telah memahami ajaran agamanya dan telah terbiasa berdoa dan melakukan ibadah, serta menerapkan ketentuan agama dalam kehidupan sehari-hari, sebelum memasuki umur remaja, maka masalah pembinaan akhlak lebih mudah, karena mereka telah terlatih memahami perintah agama dam menghentikan larangannya.Setelah awal masa remaja berlalu anak memasuki masa pubertas. Pada masa ini tampak kecenderunga anak remaja kembali pada sikap introverts. Karena anak merasa dirinya telah dewasa, hal ini sering mempersulit upaya memberikan bimbingan dan petunju kepada mereka. Untuk itulah sangat diperlukan langkah-langkah yang bijaksana dari orang dewasa dalam melakukan pendekatan para remaja.

6. Jiwa Keagamaan RemajaPada hakikatnya masa remaja yang utama adalah masa menemukan jati diri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk jadi pribadi yang dewasa. Lebih jauh Elizabeth B. Hurlock menjelaskan bahwa masa remaja merupakan periode peralihan, sebagai usia bermasalah, masa mencari identitas, masa yang tidak realistic serta sebagai ambang masa depan. Usia remaja adalah usia 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat bahwa rentang usia remaja dimulai pada usia 13-21 tahun. Namun yang pasti adalah permulaannya atau mulainya perubahan jasmani pada anak menjadi dewasa, kira-kira usia 12 atau 13 tahun. Dalam bidang agama, para ahli psikolog menganggap bahwa kemantapan beragama biasanya tidak terjadi sebelum usia 24 tahun dari sini, rentangan masa remaja mungkin diperpanjang hingga 24 tahun. Meski terdapat perbedaan, namun para ahli setuju bahwa masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak yang akan ditinggalkannya menjelang masa dewasa yang penuh tanggung jawab.

Dalam peta psikologi remaja terdapat 3 bagian:a. Fase pueralPada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak-anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak senang.b. Fase negativeFase kedua ini berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu-ragu, murung, suka melamun, dan sebagainya.c. Fase pubertasMasa ini yang dinamakan adolesen. Secara umum masa remaja merupakan masa percobaan, penuh dengan kegelisahan dan kebingungan. Keadaan tersebut lebih disebabkan oleh perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat berlangsungnya, terutama hal fisik, perubahan dalam pergaulan social, perkembangan intelektual, adanya perhatian dan dorongan pada lawan jenis. Pada masa ini remaja juga mengalami permasalahan-permasalahan yang khas, seperti dorongan seksual, pekerjaan, hubungan dengan orang tua, pergaulan social, interaksi kebudayaan, emosi, pertumbuhan pribadi dan social, problema social, penggunaan waktu luang, keuangan, kesehatan, dan agama. Pada dasarnya remaja telah membawa potensi beragama sejak dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya, yang menjadi masalah selanjutnya adalah bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut.[footnoteRef:41] [41: Sururin,Op.cit., hlm.63]

Menurut Rumke, perasaan ketuhanan baru tumbuh pada usia puber. Namun pendapat ini disanggah oleh Arnold Gessel yang berpendapat bahwa perasaan ketuhanan (beragama) telah muncul sejak usia dini, 0-12 tahun. Dan memang perasaan beragama pada remaja dapat dipengaruhi oleh perasaan beragama yang didapat dari masa sebelumnya dan lingkungan dimana ia tinggal. Dan yang lebih pentig adalah pengaruh perkembangan psikis dari remaja itu sendiri.Perasaan remaja kepada tuhan bukanlah tetap, stabil akan tetapi adalah perasaan yang tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah, misalnya kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam, ketika ia takut gagal atau mungkin merasa berdosa. Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya perasaan remaja dalam Bergama, khususnya terhadap tuhan, tidaklah tetap. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepada-Nya, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh bahkan menentang. Dan perasaan ambivelensi inilah ciri khas dari agamanya.[footnoteRef:42] Selain itu, Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: Juvenilitas (Adolescantium), pubertas, dan nubilitas. [42: Sururin,Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, cet. ke-1, h.68]

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja bayak berkaitan dengan faktor perkebangan tersebut. Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan jasmani dan rohaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.starbuck adalah:a. Pertumbuhan pikiran dan mental.b. Perkembangan perasaan.c. Pertimbangan sosial.d. Perkembangan moral.e. Sikap dan minat.f. Ibadah.[footnoteRef:43] [43: Jalaluddin,Psikologi Agama,Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2002, hlm 74-77]

Sikap remaja terhadap agamamenurut Zakiah Daradjat adalah sebagai berikut:a. Percaya dengan turut-turutan.Kebanyakan remaja percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran agama hanya karena lingkungannya yang beragama, maka mereka ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar dengan suasana lingkungan di mana ia hidup. Percaya seperti inilah yang disebut dengan percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak amau aktif dalam kegiatan-kegiatan agama.[footnoteRef:44] [44: ZakiahDaradjat,Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta,PT Bulan bintang , 2003), hlm 106.]

b. Percayadengan kesadaran.Kesadaran beragama bagi remaja akan timbul dengan baik apabila ajaran agama yang didakwahkan kepadamerekaditerima dengan akal sehat, dengan teliti dan kritik berdasarkan ilmu pengetahuan. Biasanya percaya dengan kesadaran ini terjadi pada masa remaja akhir, yang memang sejak masa kecilnya sudah dibiasakan untuk melaksanakan ajaran agama.[footnoteRef:45] [45: Ibid., hlm. 107]

c. Percaya dengan ragu-raguGolongan remaja yang ragu-ragu terhadap agama, yaitu apabila ajaran agama yang didakwahkan kepada mereka semenjak kecil lebih bersifat otoriter, paksaan untuk mengamalkannya, sehingga pada masa remajanya terjadi perberontakan terhadap sifat otoriter tersebut.[footnoteRef:46] [46: Ibid., hlm. 114]

d. Tidak percaya sama sekali (cenderung atheis)Golongan remajaini bermula dari golongan remaja yang ragu-ragu terhadap agama, makin lama keraguannya semakin bertambah sehingga semakin jauh dari ajaran agama. Salah satu penyebabnya adalah bertumpuknya perasaan kecewa karena dorongan atau keinginan yang tidak terpenuhi, sehingga berakibat pesimis dan putus asa. Bagi remaja yang kurang meresap nilai agamanya dalam jiwanya lambat laun akan menjadi marah dan benci terhadap agama karena ia memandang agama sebagai penghalang hawa nafsunya dalam mencapai kepuasaan hidupnya.[footnoteRef:47] [47: Ibid., hlm. 118]

B. Pengalaman Keagamaan1. Pengertian Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) karenanya psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama.[footnoteRef:48] [48: Jalaluddin,Psikologi Agama,(Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2001), hlm.17.]

Ada pengalaman-pengalaman yang kita alami sendiri atau dialami oleh orang lain yang kita sepakat untuk menamakanya pengalaman keagamaan dan pengalaman itu sukar diungkapkan dengan kata-kata. Orang ahli agama berkata Saya dapat mengatakannya kepadamu tantang hal itu, tetapi engkau tak akan dapat merasakannya seperti apa yang kurasakan. Jalan untuk menerangkan pengalaman keagamaan ialah denganmethode of denonation,artinya dengan memberi contoh.Bagi kebanyakan orang pengalaman keagamaan adalah suatu yang pasti dan tenang bahwa mereka mempunyai perhubungan dengan suatu zat dan perhubungan ini memberikan arti hidup.[footnoteRef:49] [49: Rasjidi,Filsafat Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm.82.]

Menurut Muhammad Iqbal, pengalaman beragama, yaitu suatu pengalaman yang terjadi di ruang sebelah dalam bathin psikologis di mana manusia dapat mengembangkan suatu pusat kekuatan sedemikian rupa sehingga kebebasannya dapat bertumbuh secara penuh berhubungan langsung dengan pusat semesta yang dalam bahasa teologis disebut Allah. Pada pengalaman beragama manusia mengalami suatu perasaan yang disebut misterium tremendum yakni bahwa pengalaman beragama itu menakutkan dan mengalami perasaan yang disebut misterium fascinosium yakni suatu perasaan terpesona, terpana dan terpikat. Kedua perasaan ini dapat dialami manusia puncaknya yang tertinggi, yaitu suatu keadaan ekstase dalam pengalaman mistik keagamaan.Muhammad Iqbal mengatakan pengalaman beragama bukanlah sesuatu yang bersifat khayal dan oleh sebab itu tidak mempunyai isi kognitif, namun pengalaman beragama adalah mempunyai makna. Menurut Muhammad Iqbal, pengalaman manusia itu berlangsung dalam waktu dan ruang serta mempunyai tiga tingkatan yakni materi, pikiran dan kesadaran di mana ketiga hal tersebut berlandaskan spiritual. Berdasarkan sifat spiritualpengalaman manusia inilah maka dikatakan Iqbal bahwa semakin seseorang mengalami pengalaman beragama maka semakin ia mengalami kebebasan dan semakin ia mengalami keadaan bersatu dengan usaha kreatif yang berasal dari Allah.Pengalaman keagamaan dapat merupakan pengalaman kerohanian, orang mengalami dunia sampai pada batasnya seakan-akan menyentuh apa yang berada di seberang duniawi atau yang di luar profan. Pengalaman keagamaan yang khas itu merupakan tanda adanya Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Akan tetapi karena pengalaman itu dirasakan oleh manusia, maka sering kali pengalaman yang kudus bercampur dengan hal-hal yang duniawi sehingga kekudusannya menjadi dangkal.Menurut Vergote yang kudus dapat pula bercampur dengan yang erotis atau seksual sehingga dapat terjadi pemujaan pada seks. Dapat pula tanda-tanda yang kudus melekat pada makhluk halus seperti setan, sehingga si Centring dan Marakayangan menjadi pujaannya. Bentuk campuran hanya dapat dihindari kalau manusia sungguh-sungguh sadar akan transendensi Allah, yaitu keyakinan bahwa Allah bukan duniawi, tidak dikenai ruang dan waktu, tiada sesuatu yang menyerupaiNya serta tidak dapat digambarkan oleh akal pikiran manusia. Setiap kali manusia membayangkan Allah atau sifat-sifatNya. Setiap kali pula yang terbayang bukan Allah bahkan Yang Maha Suci itu sendiri dapat dirasakan atau dihayati kehadiran-Nya oleh orang yang beriman.[footnoteRef:50] [50: Abdul Aziz Ahyadi,Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila,(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001) hlm, 185.]

Menurut Robert C. Monk, memang pengalaman agama umumnya bersifat individual. Tetapi, karena pengalaman agama yang dimiliki umumnya selalu menekankan pada pendekatan keagamaan bersifat pribadi, hal ini senantiasa mendorong seseorang untuk mengembangkan dan menegaskan keyakinannya itu dalam sikap, tingka laku, dan praktik-praktik keagamaan yang dianutnya. Inilah sisi-sisi sosial (kemasyarakatan) yang terjadi unsur pemelihara dan pelestarian sikap para individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut.[footnoteRef:51] [51: Jalaluddin,Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012) hlm. 229.]

2. Urgensi Agama merupakan kebutuhan (fitrah) manusia.Dalam agama terdapat pedoman atau petunjuk keselamatan.Berbagai pendapat mengenai kefitrian agama ini dapat dikaji pada beberapa pemikiran. Misalnya Einstein menyatakan bahwa sifat sosial manusialah yang pada gilirannya merupakan salah satu faktor pendorong terwujudnya agama. Manusia menyaksikan maut merenggut ayahnya, ibunya, kerabatnya serta para pemimpin besar. Direnggutnya mereka satu persatu, sehingga manusia merasa kesepian dikala dunia telah kosong. Jadi harapan akan adanya sesuatu yang dapat memberi petunjuk dan pengarahan, harapan menjadi pencinta dan dicintai, keinginan bersandar pada orang lain dan terlepas dari perasaan putus asa ; semua itu membentuk dalam diri sendiri dasar kejiwaan untuk menerima keimanan kepada Tuhan. William James,pada setiap keadaan dan perbuatan keagamaan, kita selalu dapat melihat berbagai bentuk sifat seperti ketulusan,keikhlasan, dan kerinduan, keramahan, kecintaan dan pengorbanan. Gejala-gejala kejiwaan yang bersifat keagamaan memiliki berbagai kepribadian dan karekteristik yang tidak selaras dengan semua gejala umum kejiawaan manusia.Manusia terutama orang dewasa memiliki perasaan dan keinginan untuk melepaskan diri dari wujud terbatas mereka dan mencapai inti wujud. Manusia tidak mungkin dapat melepaskan keterbatasan dan ikatan tersebut kecuali berhubungan dengan sumber wujud(Allah). Melepaskan diri untuk mencapai sumber wujud ini adalah ketenangan dan ketentraman, seperti diungkapkan dalam firman Allah surat Ar Radu (13)ayat 28. Artinya : Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang.[footnoteRef:52] [52: Depag RI., Al-Quran dan Terjemah, (Bandung: Diponegoro, 2012), hlm. 254]

Bahkan bentuk kebahagiaan abadi yang merupakan arah yang hendak dicapai manusia dalam kehidupannya adalah perwujudan ketentraman dalam dirinya,seperti difirmankan Allah dalam surat Al Fajr (89) ayat 27-30.

Artinya : Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hambahambaKu,dan masuklah ke dalam surgaKu.[footnoteRef:53] [53: Ibid., hlm. 594]

Agama sebagai fitrah manusia melahirkan keyakinan bahwa agama adalah satu-satunya cara pemenuhan semua kebutuhan. Posisi ini semakin tampak dan tidak mungkin digantikan dengan yang lain. Semula orang mempercayai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kebutuhan akan agama akan mengecil bahkan hilang sama sekali, tetapi kenyataan yang ditampilkan sekarang ini menampakkan dengan jelas bahwa semakin tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai manusia, kebutuhan akan agama semakin mendesak berkenaan dengan kebahagiaan sebagai suatu yang abstrak yang ingin digapai manusia. Ilmu dan teknologi serta kemajuan peradapan manusia melahirkan jiwa yang kering dan haus akan sesuatu yang bersifat rohaniah. Kekecewaan dan kegelisahan bathin senantiasa menyertai perkembangan kesejahteraan manusia.Satu-satunya cara untuk memenuhi perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan itu dalam bentuknya yang sempurna dan memuaskan adalah perasaan dan keyakinan agama.Perasaan ketuhanan pada dasarnya telah dimulai sejak manusia berada dalam peradaban kuno, yang dikenal dengan kepercayaan animisme dan dinamisme,yaitu kepercayaan akan roh-roh halus melalui perantaraan benda-benda yang mempunyai kekuatan magis.Pencarian informasi tentang Tuhan melalui pikiran manusia, ternyata tidak ditemukan jawaban yang dapat melahirkan keyakinan terhadap Tuhan yang dianggap sebagai keyakinan yang benar, sebab pikiran-pikran itu tidak pernah terlepas dari subyektifitas pengalaman-pengalaman pribadi manusia yang mempengaruhi pikiran-pikran itu, sehingga dengan demikian Tuhan senantiasa digambarkan sesuai dengan pikiran yang ada dalam diri manusia yang memikirkannya. Akibatnya, timbullah beragam informasi dan gambaran tentang Tuhan yang justru menambah kegelisahan manusia, karena logika akan terus mencari jawaban Tuhan yang sebenarnya ?.Hal ini dilukiskan dalam firman Allah surat al Baqarah (2) ayat 118.

Artinya : Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkataa : Mengapa Allah tidak langsung berbicara kepada kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami ?. Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telahmengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.Informasi itu hanya diberikan kepada orang yang dipilih Tuhan sendiri,seperti difirmankan-Nya dalam surat Asy Syura (42) ayat 51.Artinya : Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah barkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.[footnoteRef:54] [54: Depag RI., Op.cit., hlm. 8]

Mencari kebenaran tentang Tuhan ternyata tidak dapat diperoleh manusia melalui pikiran semata-mata,karena akal itu memiliki daya terbataskecuali diperoleh dari Tuhan sendiri. Artinya informasi tentang Tuhan dinyatakan oleh Tuhan sendiri, sehingga dengan demikian informasi itu akan dapat diyakinkan kebenarannya. Informasi tentang Tuhan yang datang dari Tuhan sendiri adalah suatu kebenaran mutlak, karena datang dari Tuhan sendiri. Akan tetapi cara mengetahuinmya tidak dapat diberikan Tuhan kepada setiap orang, walaupun manusia menghendakinyalangsung dari Allah.

3. Motivasi Pengalaman KeagamaanPsikologi membahas motivasi beragama atau penyebab yang mendorong maupun menarik manusia menganut suatu agama berdasarkan dinamika psikologis serta peranan fungsi kejiwaan dalam perilaku keagamaan. Pembahasan mengenai agama sebagai salah satu metode psikoterapi, tidak akan terlepas dari kehidupan motivasi beragama. Psikologi sebagai sains tidak mampu menganalisis penyebab yang paling mendasar dari tingkah laku keagamaan, karena analisis psikologis itu terbatas pada fakta empiris. Teori-teori phisiologis, instink, konflik, frustasi baik disebabkan faktor biologis, psikologis, sosial, kematian maupun frustasi moral atau teori psikologi lainnya mengenai penyebab perilaku keagamaan hanya mampu menerangkan motivasi beragama secara fungsional. Setiap teori mengenai motivasi perilaku keagamaan yang tidak melibatkan filsafat hidup dan kehidupan rohaniah, akan selalu memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah laku manusia tidak terlepas dari filsafat dan kerohanian. Kita harus menganalisis manusia sebagai suatu kesatuanpsikosomatis,sebagai kesatuan jasmani rohani atau jiwa raga dan mencari motivasi perilaku keagamaan secara lebih mendalam dan lebih mendasar daripada sekedar berlandaskan fakta empiris belaka.Penyebab itu harus dicari bukan hanya berdasarkan fakta empiris objektif saja, akan tetapi harus mencakup pula perilaku keagamaan yang subjetif dan rohaniah. Pada umumnya penyebab perilaku keagamaan manusia merupakan campuran antara berbagai faktor, baik faktor lingkungan, biologis, psikologis rohaniah, unsur fungsional, unsul asli, fitrah ataupun karunia Tuhan. Studi yang mampu membahas empiris, non empiris dan rohaniah adalah agama.[footnoteRef:55] [55: Abdul Aziz Ahyadi,Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila,(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), hlm. 176.]

Sebab-sebab manusia beragama dibagi menjadi 2, yaitusebab fitrah dansebab empiris. Sebab empiris adalah sebab dari luar dari manusia. Yang dari luar manusia itu masuk kedalam diri manusia berupa pengalaman (empiri). Pengalaman itu bermacam-macam yang menjadi sebab orang beragama. Pengalaman tersebut berasal dari lingkungan sosial maupun fisik. Pengalaman itu meliputi pengalaman indrawi, intelektual, emosional, paranormal.Motivasi mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan sebagainya. Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menrima cobaan yang berat ataupun berdoa. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk beradasarkan tatanan sosial tertentu. Pada dasarnya masyarakat terbentuk karena adanya solidaritas (dasar terbentuknya organisasi dalam masyarakat) dan konsensus (persetujuan berasama trehadap nilai-nilai dan norma yang meberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok). Jika solidaritas dan konsensus dari suatu masyarakat yang dianggap oleh Kuper dan M.G. Smith dianggap sebagi unsur budaya yang digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari bersumber dari suatu ajaran agama, maka fungsi agama adalah sebagai motivasidan etos masyarakat. Sebaliknya agama juga dapat menjadi pemecah, jika solidaritas dan konsensus melemah dan mengendur, seperti sikap fanatisme kelompok tertentu dalam kelompok heterogen, maka akan memberi pengaruh dalam menjaga solidaritas dan konsensus bersama.[footnoteRef:56] [56: Jalaluddin,Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo, 1996), hlm. 226-231.]

Motivasi beragama sangat berkaitan langsung dengan perjalanan rokhani seseorang untuk mencari keridhaan Allah. Secara garis besar motivasi beragama dibagi menjadi dua:a. Motivasi intrinsik.Ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang tanpa dirangsang dari luar. Dalam beragama seseorang merespon ajaran (Islam) melalui pemahaman yang mendalam lewat kitab suci (al-Quran) dan Hadits untuk mendapatkan kebenaran yang haqiqi setelah melalui perjalanan rokhani yang panjang. Motivasi intrinsik ini sering diperoleh oleh para muallaf sehingga sehingga dia yakin tentang kebenaran Islam.b. Motivasi ekstrinsikIalah motivasi yang datang karena adanya perangsangan dari luar. Seseorang beragama (Islam) karena memang dari keturunan dan atau lingkungannya memilih Islam. Ataupun juga dipengaruhi oleh hal-hal lain di luar dari nilai yang terkandung dalam ajaran (Islam) itu sendiri. Motivasi ini terdapat pada masyarakat secara umum termasuk kita sendiri.Kedua macam motivasi tersebut pada tahap-tahap awal seseorang beragama sangat diperlukan. Kelanjutannya perlu mendapat pembinaan agar tujuan mencapai ridha Allah benar-benar terwujud. Pada akhirnya nanti seseorang beragama (Islam) benar-benar bersih dari bentuk-bentuk motivasi yang jahat. Sehingga tidak ada lagi agama (Islam) dijadikan dasar legalisasi penghancuran terhadap yang tidak beragama (Islam).Pada kenyataannya motivasi beragama (Islam) merupakan motif azasi yang dimiliki setiap manusia sejak dia dilahirkan, yakni yang disebut dengan fitrah. Sebagaimana dalam Q.S. Ar-Rum ayat 30 dijelaskan:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.[footnoteRef:57] [57: Depag RI., Op.cit., hlm. 407]

Fitrah sebagai motivasi azasi manusia sering diartikan sebagai naluri yang manusiawi, yaitu naluri yang hanya dimiliki oleh manusia yang berbeda dengan naluri-naluri hewan, karena menyangkut faktor rokhaniah.Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motivasi beragama dibagi menjadi empat, yaitu:a. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi sosial, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.b. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.c. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.d. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.[footnoteRef:58] [58: Raharjo,Pengantar Ilmu Jiwa Agama,(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 36.]

Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. sedangkan agama sebagi nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran yang dianutnya. Sebaliknya agama juga sebagi pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari suatu haraoan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang ghaib.

4. Macam-macam Pengalaman KeagamaanSalah satu karakteristik yang universal dari pengalaman keagamaan adalah cendrung untuk mengungkapkan diri. Tetapi, bentuk ungkapan dan hubungan antara bentuk ungkapan tersebut dengan pengalaman, sangat beraneka ragam sesuai dengan ragam kebudayaan, sosial agama yang ada. Unngkapan pengalaman keagamaan akan terlihatdalam tingkah laku (baik berupa pemujaan ataupun dalam pelayanan) dan ungkapan-ungkapan bidang inntelektual atau ungkapan pengalaman keagamaan ada tiga, yaitu; bentukk pemikiran atau intelektual (teoritis), bentuk perbuatan atau peraktis dan bentuk persekutuan atau kelompok keagamaan.[footnoteRef:59] [59: Joachim Wach,Ilmu Perbandigan Agama,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 97]

a. Ungkapan Pengalaman Keagamaan dalam Bentuk PemikiranUngkapan keagamaan yang diungkapkan dalam bentuk pemikiran atau secara intelektual (teroritis), bisa bersifat sepontan, belum mantap atau baku dan tradisonal. Ungkapan keagamaan teoritis yang paling penting terdapat dalam mite, Joachim Wach di balik mite tersembunyi realitas-realitas yang paling benar, yaitu fenomena asli kehidupan spiritual. Mite merupakan suatu pokok dan unik dalam memahami realitass, sebagai suatu pernyataan tentang realitas dahulu yang lebih relevan.[footnoteRef:60] [60: Ibid., hlm. 98]

Menurut Mirca Eliade mitos merupakan dasar kehidupan sosial dan kebudayaan bagi manusia religious arkais. Eliade memandang mitos sebagai usaha manusia arkais untuk melukiskan lintasan yang supra-natural kedalam dunia.[footnoteRef:61]Sedangkan sifat mitos, dikemukakan Honing adda tiga.Pertama,mitos terjadi pada zaman permulaan.Kedua,mitos oleh manusia primitif dianggap sebagi peristiwa yang betul-betul pernah terjadi dan dialami oleh para dewa atau nenek moyang.Ketiga,mitos mempunyai daya kekuatan untuk menguasai. [61: Susanto,Mitos Mercie Eliadde, (Yogyakarta: Kanisisus,1987), hlm. 71]

Yang menjadi dasar muncul mitos-mitos di masyarakat sebenarnya dari pertanyaan-pertanyaan besar, seperti mengapa kita disini? Darimana kita datang? Mengapa kita mati? Pertanyaan ini dijawab dengan cerita-cerita yang dikisahkan dari mulut ke mulut dan akhirnya dianggap sebagai sebuah realitas yanghidup. Eliade, membedakan beberapa tipe mitos, yaitu:Pertama,mitos kosmogoni yang mengisahkan terjadinya alam semesta secara keseluruhan.Kedua,mitos asal-usul, yang mencritakan asal mula sesuatu, asal mula manusia, binatang, tumbuhan- tumbuhan, benda-benda dan sebagainya.Ketigamitos dewa-dewa dan makhluk-makhluk Ilahi: yang mengisahkan bahwa setelah dewa tertinggi menciptakan dunia, kehidupan dan manusia, dia merasa payah. Seluruh tenaganya terkuras habis. Kemudian ia mengundurkan diri dari langit dan penyempurnaan penciptaanya diserahkan kepada mahluk-makhluk Ilahi lain, yatu anak-anaknya atau wakil-wakilnya seperti dewa matahari, dewa topan, dewakesuburan dan sebagainya.Keempat, mitos androgini, yang merupakan suatu keseluruhan ke-eksistensi dari hal-hal yang bertentangan.Kelima,mitos, akhir dunia, yaitu mitos yang mengisahkan malapetaka yang mengancurkan dunia. Manusia arkais mempunyai pandangan bahwa akhir dunia itu sudah terjadi pada masa lampau, tetapi masih akan terulang lagi pada massa yang akan datang.[footnoteRef:62] [62: Ibid,hlm. 74-90]

Cara kedua pengungkapan pengalaman keagamaan secara intelektual adalah doktrin. Apa-apa yang terkandung dalam simbol dan digambarkan oleh mitos. Apabila keadaan memungkinkan akan dijelaskan secara sistematis, ditetapkan sebagai norma dan mempertahankan dari penyimpangan.[footnoteRef:63]Menurutnya doktrin mempunyai tiga macam fungsi yang berbeda, yaitu penegasan dari penjelasan iman, pengaturan kehidupan normatif dalam kelakuan pemujaan dan pelayanan, dan fungsi pertahanan iman serta penegasan hubungannya dengan ilmu pengetahuan yang lain. Dengan pengertian ini, doktrin akan mengikat dan hanya akan berarti bagi masyarakat yang beriman. [63: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 103]

Adapun faktor penyebab perkembangan mitos menjadi doktrin, adalah:pertama, kenginan untuk berpautan, sesuatu dorongan yang bersifat sistematis;kedua,kenginan untuk memelihara kemurnian pandangan; ketiga, keingintahuan;keempat,tentang keadaan;kelim,adanya kondisi-kondisi sosial, terutama adanya sesuatu pusat kekuasaan, dalam istialah Yunani, theologi seringkali diaplikassiakn untuk doktrin, padahal teologi dan nalar bukan dengan sendirinya menjadi sumber pengetahuan tentang Tuhan. Keduanya mmerupakan cara intelektual dalam merumuskan Tuhan. Sedangakan doktrin merupakan rumusan-rumusan yang sistematis terhadap pengakuan kekauasaan Tuhan.Bentuk ungkapan intelektualpengalaman keagamaan yang ketiga adalah dogma. Dogma hanya dapat timbul apabila wewenang sebuah kekauasaan untuk menetapkan diakui secara jelas. Dogma dimaksudkan untuk memberikan ketentuan dan kepastian yang lebih besar terhadap keyakinankeyakinan agama.Gejala seperti atas adalah gejala umum pada kebanyakan manusia di berbagai tempat dan pada setiap kelompok. Sampai batas tertentu kelompok orang dewasa memiliki banyak kesamaan dengan kelompok umur lainya. Hanya saja tentu ada perbedaan-perbedaanpada hal-hal tertentu pada kelompok umur manusia. Pada umumnya keyakinan dan pemikiran mengenai ke-Tuhanan pada orang dewasa berasal dari hasil pengalamannya di kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi sesuatu kenyataan bahwa konsep ke-Tuhanan mereka tampak jelas menggambar asspek-aspek kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran menganggap bahwa Tuhan sama dengan manusia.[footnoteRef:64] [64: Jalaluddin Rahmat,Psikologi Agama,(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2000), hlm. 70.]

Dari segi ilmu jiwa agama, dapart dikatakan bahwa perubahan keyakinan atau perubahan jiwa agama pada orang dewasa bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan tidak pula merupakan pertumbuhan yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang di dahului oleh berbagai proses dan kondisi yang dpaat diteliti dan dapat dipelajari. Dari sisnilah mulai timbul poko-poko rasa agama.[footnoteRef:65] [65: Zakiah Daradzat,Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 137]

Pengalaman keagamaan bagi seseorang yang sudah dewasa di hasilkan dari pemikiran yanginteligensi[footnoteRef:66]dalam berfikir. Crow and Crow menyatakan intelegensi pada sesorang adalah kapasitas umum dari seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru di dalam kehidupan. Dan perlunya setruktur kalby yang perlu mendapat tempattersendiri untuk meenumbuhkan aspek-aspek efektif (al-infiali), seperti kehidupan eemosional, moral, spiritul dan agama.Selain berfikiriintelegensiuntuk dalam bentuk pengalaman keagamaan juga berfikir dalam mengolah kecerdasan intelektual, kecerdasan intelektual di gunakan dalam hubungan proses kognitif seperti berfikir daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu. Atau kecerdasan yang berhubungan untuk memecahkan strategi logika.[footnoteRef:67] [66: Inteligensi,(kecerdasan) dalam bahasa ingris disebutintelligencedalam bahasa Arab disebutal-Dzaka,menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti kemampuan (al-Qudrab) dalam memahami sesuatu secara cepat dan ssempurna.] [67: Ramayulis,Op.cit.,hlm. 85-86]

Bentuk pengalaman keagamaan tidak akan hasil bagi manusia yang mempunyai kapasitas dalam otak yang normal. Islam juga menganjurkan bagi orang yang di wajibkan untuk melaksanakan apa-apa yang telah di sepakati dari perintah Allah di khususkan bagi seorang yang memiliki kecerdasan berfikir dan kesempurnaan akalnya. Begitu juga berfikir dalam mencari sebuah pengalaman dalam beragama yang akan melahirkan kepercayaan manusia terhadap Tuhannya.

b. Ungkapan Pengalaman Keagamaan Dalam Bentuk PerbuatanUngkapan pengalaman keagamaan yang nyata dalam bentuk perbuatan (praktis), yaitu adalah pemujaan (kultus), yang merupakan suatu tanggapan total atas wujud yang mendalam terhadap Realitas Mutlak . perbuatan keagamaan itu terjadi ruang dan waktu dalam suatu konteks yang beraneka ragam. Ada dua bentuk utama dalam ungkapan pengalaman keagamaan yang nyata (praktis), yaitu bakti atau peribadatan dan pelayanan, yang saling mempengaruhi.[footnoteRef:68] [68: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 148-149]

Realitas tertinggi di sembah melalui tingkah laku pemujaan dan di layani dengan bentuk tanggapan terhadap ajakan dan kewajiban untuk masuk kedalam persekutuan Tuhan, pemujaan (kultus) ialah suatu ungkapan perasaan, sikap dan hubungan yang berupa rangkian kata-kata, tindakan dan perbuatan dengan memperguanakan benda, peralatan dan perelengkapan tertentu, sebagai pengakuan ungkapan terhadap Realitas Mutlak (Tuhan). Jadi ibadah dalam setiap tingkatan senantiasa ditunjukan terhadap Tuhan. Rasa takut, cinta dan hormat karena kesucian dan kemulyaan Tuhan di wujudkan melalui ritus merupakan perbuatan Salah satu fungsi ritus adalah memperkuat keyakinan terhadap adanya dunia gaib dan memberikan cara-cara mengungkapkan emosi keagamaan secara simbolik. Jadi ritus menanamkan sikap kedalam kesadaran yang tinggi dan akan memperkuat solidaritas kelompok dan komunitas moral.[footnoteRef:69]Ibadah dalam tingkah laku yang tinggi dalam kehidupan orang manusia. Sebagai suatu ungkapan pengalaman keagamaan ibadatmerupakan suatu tanggapan. Adapun tujuan ibadat adalah konsekrasi, yaitu perubahan dari semua wujud dan benda agar serasi dengan tata tertib dan kehendak Tuhan. Ibadah dimaksudkan untuk mencapai kedekatan dan kesatuan dengan Tuhan.[footnoteRef:70] [69: Elizabet K. Nottingham,Agama dan Masyarakat,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.16] [70: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 152-153]

Menurut Kay setiap agama mempunyai penekanan dan praktek-praktek peribadatan sendiri-sendiri.[footnoteRef:71]Namun yang jelas ibadah itu tertuju pada Tuhan yang jauh diatas manusia, tapi dapat di dekati. Dalam ibadat, Tuhan di sapa, di puja dan di puji, di hormati, di tinggikan dan di mulyakan, karena Tuhan di akui sebagai asal, penyelenggara dalam tujuan hidup.[footnoteRef:72] [71: Ibid., 153] [72: A. M. Hardjana,Penghayatan Agama yang Otentik dan Tidak Otentik, (Jogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 71.]

Dalam ibadah manusia juga mengajukan permohonan-permohonan. Pola-pola ibadah yang formal telah di dahului dengan suatu perkembangan yang lambat dan lama. Suatu perubahan yang sangat penting dapat terlihat dengan jelas apabila ibadah mulai di abatasi pada bentuk-bentuk khusus yang dilakssanakan melalui cara perwakilan dan dengan beberapa pembatasan. Umumnya, konsep-konsep dan pemikiran-pemikiran teoritis dalam agama-agama perimitif kurang memainkan peranan penting di bandingkan dengan perannya pada tingkat budaya dan intelektual tinggi lainnya. Maka dalam tingkat ungkapan pengalaman keagamaan, bentuk peraktislah terlihat adanya perbedaan besar antara agama-agama universal. Waktu pelaksanaan ibadah, biasanya dalam setiap kultus ada saat-saat yang di anggap suci, yang di anggap lebih cocok untuk melaksanakan perbuatan ibadah daripada waktu-waktu yang lain . jam-jam tertentu, hari-hari, bulan, musim atau tahun-tahun tertentu yang di sucikan untuk persembahan pada dewa, dan diperlakukan dengan segala istimewa, saat itu misalnya: pagi hari, sore hari, hari minggu, hari jumat, bulan ramadhan, dan tahun-tahun peringatan.[footnoteRef:73] [73: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 158]

Adapun cara manusia melakukan ibadah, menurut Rudolf Otto yaitu dengan memusatkan pikiran dan merenungkan kehadiran Tuhan atau dengan berterima kasih kepada-Nya, kita memberikan penghormatan terhadap sebuah kekuasaan yang mengandung puja. Dalam budaya agama perimitif suara yang sederhana sekalipun seperti: seperti siulan, bunyi gadduh, teriakan atau dua buah kata, sudah mampu mengusir roh jahat dan mengundang perhatian dewa.[footnoteRef:74] [74: Ibid,hlm. 160.]

Suatu kata yang sedikit merendah, menurut farnel, akan dapat merupakan sebuah doa dan mantra-mantra yang dibakukan, tarian-tarian suci dan tepuk tangan, posisi badan berdiri, berlutut, sujud merupakan isyarat dan sikap yang di pakai baik secara terpisah atau menjadi perlengkap kata-kata yang di ucapkan atau di nyanyikan, yang dipergunakan dalam pemujaan, dalam rangka perjumpaan dengan Realitas Mutlak.[footnoteRef:75] [75: Ibid,hlm. 161.]

Dalam beribadat, manusia seakan-akan mejadikan dirinya utuh. Saat manusia memohon pada Tuhan, dia menghubungkan dirinya dengan satu pusat kekuatan tempat ia mencari ia kekauatan, perlindungan daninspirasi. Perbuatan yang penting dalam mencapai tujuan ini, adalah dan pengorbanan dan doa. Menurut Underhill, pengorbanan merupakan suatu perbuatan yang positif. Esensinya suatu yang diberikan, bukan sesuatu yang di korbankan. Apapun yang di berikan oleh manusia, tidak dapat mengimbangi anugrah Tuhan yang terus menerus diberikan, tanpa ada hitungan kuantitas dan kualitas yang di terima oleh manusia pada setiap hirup napasnya.[footnoteRef:76] Kay memberikan tiga alasan utama mengapa manusia melakukan persembahan pada Tuhan, yaitu menarik Rahmat-Nya.[footnoteRef:77] [76: Ibid,hlm. 163] [77: Ibid,hlm. 164.]

Berterima kasih dan berdoa adalah pengajuan permohonan kepada Tuhan dan merupakan unsur yang selalu ada dalam setiap agama. Dalam berdoa manusia berhubungan dengan Tuhan secara simbolis yang di gambarkan dengan hubungan-hubungan tertentu doa dapat dijadikan sebagai lambang ritus yang dibakukan. Praktik-praktik tersebut kemudian dilakukan oleh manusia dewasa. Karena agama bagi manusia, memilki kaitan yang erat dengan kehidupan batinya. Oleh karena itu kesadaran agama dalam pengalaman keagamaan seorang banyak menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan suatu yang sakral dan dunia ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama ini pula kemudian munculnya tingkah laku keagamaan yang di ekspresikan seseorang.[footnoteRef:78] [78: Ramayulis,Op.cit.,hlm. 98.]

Kendatipun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari, masih banyak orang yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa. Bahkan perubahan-perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang masih terjadi saja. Dengan demikian perlu suatu pengalaman keagamaan yang benar-benar matang. Sehingga manusia akan berusaha untuk beriman kepada Allah.[footnoteRef:79] [79: Zakiah Daradjat, Op.cit.,hlm.136]

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh orang dewasa dapat diperoleh dari hasil ijtihad mencarai ilmu dengan sendirinya yang direalisasikan dalam sebuah tatanan kehidupan sehari-hari, bahkan bisa pada hasil meniru dari seorang gurunya, dan hasil dari temuan-temuan lewat aqalnya dengan di dasarkan hukum yang sudah di dapatnya baru keagamaan yang ada padaya akan melekat dengan secara sendirinya. Misalnya dalam berpuasa, shalat dan berdoa yang mereka laksanakan karena hasil melihat dari lingkungan baik berupa pembiasaan atau pengajaran yang intensif. Para ahli jiwa menggap bahwa dalam segala hal manusia bermula dari meniru, dan jika tidak sesuai dengan hasil temuannya maka dia akan berontak dan akan mencari kebenaran dengan sendirinya.

c. Ungkapan Pengalaman Keagamaan dalam Bentuk Persekutuan Seperti telah kita ketahui bahwa pengalaman keagamaan, menurut Joachim Wach, dapat di ungkapkan kedalam tiga bentuk, yaitu bentuk pemikiran, perbuatan dan persekutuan. Ketiga bentuk ungkapan tersebut memiliki keterkaitan yang sangat penting, karena ungkapan yang bersifat intelektual (pemikiran) dan peraktisn (perbuatan) hanya dapat memperoleh arti yang sebenarnya apabila berada dalam kontek masyarakat. Mite dan doktrin merupakan penegasan dari ungkapan pengalaman keagamaan dalam bentuk pemikiran dan menghayati Realitas Mutlak. Kultus adalah perbuatan ibadah dan pelayanan yang timbul dalam menghadapi Realitas Mutlak. Kedua bentuk tersebut memberikan arahan dan memusatkan masyarakat yang telah dipersekutukan dalam pergaulan keagamaan yang khusus. Masyarakat memelihara, mempertajam dan mengembangkan pengalaman keagamaannya dalam bentuk pemikiran dan perbuatan. Menurut Marett pada pokonya subyek yang memiliki pengalaman keagamaan adalah masyarakat agama, bukan perorangan, masyarakat agama harus sebagai penanggung jawab utama dari perasaan, pemikiran dan perbuatan-perbuatan membentuk agama.[footnoteRef:80] [80: Ibid,hlm. 186]

Akibat timbulnya dari suatu pergaulan yang memberikan karakter seseorang berbeda-beda, bahkan dengan akibat adanya pergaulan dalam keseharian dalam bermasyarakat, akibat seringnya berinteraksi antara satu sama lain yang menghasilkan pemasukan pada hati, terutama dalam maslah keykinan. Seseorang semakin di mengerti oleh akal pikirannya semakin hatinya untuk berontak dan mencoba untuk berubah. Tidak sedikit orang yang terjadi konversi agama, akibat yang di hasilkan dari sebuah pengalaman keagamaan pada kehidupan sehari-harinya.

Walter Houston Clark dalam bukunyaThe Psychology Of Religionmemberikan pengertian mengenai konversi agama yaitu:Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan speritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama lebih jelas dan lebih tegas lagi. Konversi agama, emosi yang merujuk kepada arah yang mendapat hidayah Allah secara mendadak, dan perubahan secara berangsur-angsur.[footnoteRef:81] [81: Ibid,hlm. 137.]

Suatu kelompok keagamaan, dipandang sangat diperlukan bagi keabsahan suatu perbuatan keagamaan. Perkembangan keorganisasi keagamaan yang khusus, menunjukan pengaruh umum proses kemasyarakaytan dan perubahan-perubahan kedalam beragama. Tidak ada agama yang tidak mengembangkan suatu bentuk persekutuan keagamaan.[footnoteRef:82]Demikian menurut Joachim Wach adanya kelompok keagamaan merupakan suatu pembenaran dan perkembanganyang berkelanjutan baik mengenai kebenarannya, atau mengenai caranya menuangkan dalam kenyataan. Hakikat kedalaman, lamanya dan bentuk organisasi suatu kelompok keagamaan tergantung pada cara yang digunakan olehpara anggotanya dalam mengahayati Tuhan, membayangkan dan berhubungan denga-Nya kelompok kegamaan lebih dari bentuk-bentuk persekutuan yang lain, ia mempunyai hukum, pandangan hidup, sikap dan suasana tersendiri.[footnoteRef:83] [82: Thomas F. O dea,Op.cit.,hlm. 90] [83: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 198]

Menurut E.K. Notingham, hanya dengan kebersamanlah kepercayaan dengan pengalaman-pengalaman tersebut dapat dilestarikan. Hakekat dan fungsidari anggota masyarakat agama akan berbeda sesuai dengan hakikatdasar pengalaman keagamaan masing-masing. Ungkapan yang simbolis dapat dinggap sebagai sebuah sarana pokok untuk mempersatukan anggota suatu masyaralkat agama. Dengan mengindahkan, memperhatikan dan mengamalkam berbagai bentuk ungkapan intelektual, hal itu akan meningkatkan rasa solidaritas orang-orang yang diikatnya. Dengan ketaatan dan peribadatan bersama akan mengikat suatu kelompok kultus dalam kesatuan yang luar biasa kuatannya. Berdoa bersama dapat dijaddikan sebagai tanda persekutuan spiritual yang terdalam. Bekerjasama dalam melakukan suatu perssembahan dapat menciptakan suatu persekutuan yang tepatdan mantap.Usaha untuk mempererat dan memperkokoh hubungan timbal balik dalam setiap tingkat pengelompokan sosial, dalam rumah tangga, dalam perkawinan atau persahabatan, dalam ikatankeluarga atau kelompok regional, dalam kampung atau kota, dalam suatu bangsa ataupun dalam suatu masyarakat religius yang khusus, akan memperlihatkan fungsi integrassi dari satu pengalaman keagamaan bersama. Kelompok keagamaan biasanya berbicara dengan bahasanya sendiri untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman keagamaan, pemikiran dan perasaannya atau mungkin pula mempergunakan istilah-istilah dan rumusan-rumusan baru yang dapat dipakai untuk mengemukakan secara tepat pengalaman-pengalamannya.[footnoteRef:84] [84: Elizabet K. Notingham,Op.cit.,hlm. 17.]

Untuk mengungkapkan pengalaman keagamaannya, kelompok-kelompok keagamaan mencari dan menemukan cara-cara komunikasi yang baru dan tidak, sehingga munculah simbol-simbol. Adapun struktural kelompok-kelompok keagamaan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:Pertama,faktor agama; contohnya bakat-bakat spiritual seperti penyembuhan dan pengajaran.Kedua,fakt or non-agamis, contohnya: usia, kedudukan sosial, etika dan latar belakang keturunan. Joachim Wach juga menyatakan adanya empat faktor: yang menimbulkan perbedaan dalam suatu masyarakat agama.Pertama,perbedaan dalam fungsi. Dalam suatu kelompok kecil yang hanya terdiri dari beeberapa orang sekalipun, yang bersatu akan terdapat perbedaan dalam ikatan pengalaman keagamaan, akan terdapat perbedaan tertentu didalam pembagian tugas contohnya seseorang dapat menjaddi guru, maka yang lainnya akan bertindak sebagai tindak pembantu guru. Seorang dapat emnajdi peminpin dalam berdoa atau menyanyi, maka yang lainya akan diberi tugass untuk mempersiapkan persyaratan material yang akan digunakan untuk tujuan-tujuan ritual tersebut.[footnoteRef:85] [85: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 196-197.]

Keduaperbedaan yang didasarkan atas karisma. Kharisma dapat dimiliki oleh seseorang atas dasar hubungan yang tetap dan persekutuan yang erat dengan Tuhan. Kharisma menurut Max Weber merupakan suatu kualitas tertentu dalam keperibadian seseorang yang membedakan dia dengan orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang mendapat anugrah kekuasaan yang luar biasa dari perlakuan sebagai seseorang yang mendapat anugrah dapat menjelaskan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam kekuasaan, prestse dan kedudukan dalam masyarakat.Jenis anugrah yang dimilki oleh tokoh-tokoh kharismatik dapat berbeda-berbeda, tetapi rata-rata semuanya memperlihatkan suatu tingkat kekuatan spiritual yang tinggi. Anugrah itu dapat berupa kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia Tuhan, seperti hakikat Realitas Mutlak dan hukum-hukum yang mengatur eksitensi alam, masyarakat dan kehidupan seseorang. Dapat pula menyembuhkan penyakit, mengajar atau cara-cara lain yang memberikan arah dan tujuan, kekuatan tersebut dapat pula berupa kekuatan fisik atau kekuatan intelektual, ketinggian moral, keahlian atau kecakapan-kecakapan istimewa.[footnoteRef:86] Ciri-ciri dominasi kharismatik adalah ketaatan tidak kepada peraturan-peraturan atau tradisi, tetapi kepada seseorang yang dianggap suci, pahlawan atau yang berkualitas luar biasa. [86: Thomas F. O. dea,Op.cit.,hlm. 41]

Faktorketigaadalah perbedaan alami yang berdasarkan usia, jenis kelamin dan keturunan, kelompok yang muda dengan yang tua agak sedikit dipisahkan dan masing-masing memainkan peranan sendiri-sendiri dalam kehidupan masyarakat agama baik secara kelompok atau perorangan,walaupun ada perbedaan demikian, namun orang yang akan memai, nkan peranan penting dalam kelompok keagamaan adalah orang-orangyang berputar sebagai peramal, pengajar, ulama, kiyai, nabi, pendetaatau rahib. Dalam kultus atau dalam fungsi-fungsi tertentu, laki-laki dan wanita seringkali dipisahkan-dipisahkan dalam berbagai masyarakat agama hanya laki-laki saja yang boleh melaksanakan fungsi-fungsi dan ritus-ritus keagamaan, dalam agama lain peranan tersebut jusstru diberikan kepada kaum wanita, walaupun dalam kesempatan lain, kedua jensi kelamin tersebut dapat bergabung dalam melakukan pelayanan dan perbedaan yang didasarkan atas keturunan berarti diterpkannya kualifikasi-kualifikasi ras.[footnoteRef:87] [87: Briyan S. Turner,Sosiologi Islam, (Jakarta: Rajawali, 1990), hlm. 37]

Keempat,adalah perbedaan yang di dasarkan atas status. Perbedaan ini dianggap sebagai kombinasi dari faktor-faktor yang menimbulkan perbedaan diatas. Faktro ini bersifat sosial (non agamis), seperti perbedaan dalam hak milik, dalam fungsi-fungsi masyarakat dan dalam penjenjangan sosial. Seringkali kekayaan dihubungkan dengan hak-hak istimewa. Majikan, ketua atau pemimpin politik, bangsawan laki-laki atau perempuan, atau seorang yang memilki kedudukan tinggi, akan dihormati secara khusus, walaupun pembedaan semacam itu tidak ada suatu dukungan keagamaan. Perbedaan-perbedaan status ini umumnya mendapat penjelasan-penjelasan mitologis dan etologis dalam lingkungan masyarakat primitif.[footnoteRef:88]Adanya perbedaan-perbedaan yang di dasarkan atas fungsi, kharisma, kekuatan-kekuatan alami dan setatus hanya dapat disahkan dan di perkuat melalui kontitusi. [88: Elizabet K. Notingham,Op.cit.,hlm. 124]

Kontitusi tersebut mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban pejabat keagamaan (pendeta, rahib dan kiyai) dan orang-orang awam, menetapkan tata tertib kependetaaan, mengatur bentuk-bentuk peribadatan dan pelayanan. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa ungkapan pengalaman keagamaan dalam bentuk persekutuan akan melahirkan kelompok-kelompok keagamaan, maka dari kelompok keagamaan tersebut kemudian akan berkembang menjadi organisassi keagamaan. Jadi, organisassi keagamaan yang tumbuh secara khusus semula berasal dari pengalaman keagamaan yang dialami oleh pendiri organisasi itu dan pengikutnya.[footnoteRef:89] [89: Joachim Wach,Op.cit.,hlm. 204]

Menurut Thomas F. O dea, mengemukakan pengalaman keagamaan lahir dari suatu bentuk perkumpulan keagamaan, yang kemudian menjadi organisasi keagamaan yang sangat terlembaga. Ada dua faktor yang memacu perubahan dari kelompok-kelompok keagamaan yang kabur menjadi organisasi keagamaan yang khusus, demikian di tuturkan Joachim Wach sebagaimana ditulis kembali olehThomas F. O dea, pertama, meningkatnya secara total perubahan bathin atau kedalaman beragama. Agama yang terorganisir secra khusus ini lahir sebagai akibat dari kecendrungan umum kearah penghusussan fungsional. Faktor kedua adalah meningkatnya pengalaman keagamaan yang mengambil bentuk dalam berbagai corak pengalaman berorgansasi keagamaan baru.[footnoteRef:90] [90: Thomas F. O. dea,Op.cit.,hlm. 90.]

Yang termasuk lembaga keagamaan, menururt George. A dan Achiles G. Theodorson, adalah kebiasaan-kebiasaan, ritual, larangan, pola-pola tingkah laku, bentuk-bentuk organisasi dan peran-peran yang ada kaitannya dengan super natural.[footnoteRef:91]Memberi pengertian lembaga keagamaan yang lebih sempit, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum untuk mencapai kebutuhan dasar yang berkenaan dengan dunia supra empiris. [91: Sudirman Teba,Islam dan Orde Baru, Perubahan dan Politik Keagamaan,(Jogyakarta: Tiara Wacana, 1993), hlm. 114]

Melalui hubungan antara mansuia dengan Tuhan dalam suatu pengalaman keagamaan, maka orang tersebut biasa menjadi juru bicara (perantara) dengan Tuhan. Dalam keristen dengan sakramen pengakuan dosa yang dilakukan oleh orang yang berdosa kepada Tuhan melalui pastur, dalam islam ada wassilah antara manusia dengan Tuhan dan para Wali atau Ulama dan Kiyai tertentu.walaupun dalam wasilah ini banyak tantangan, terutama ditentang oleh kaum Wahabi. Ti