bab ii studi literatur - perpustakaan digital itb...
TRANSCRIPT
- II-1 -
BAB II
STUDI LITERATUR
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendasari penelitian
ini. Teori dasar yang akan dibahas meliputi : tomography dua dimensi, dan
tomography tiga dimensi. Literatur utama yang digunakan diambil untuk
memperlajari kedua topik ini adalah buku yang ditulis olek Malcom Slaney dan
Avinash Kak [1], Buku disertasi yang ditulis oleh Henrik Turbell [11], dan Diktat
Kuliah Mengenai Rekonstruksi Citra [6].
2.1. Tomography Dua Dimensi
Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai konsep integral garis dan proyeksi,
teorema irisan Fourier, dan algoritma rekonstruksi filtered backprojection untuk
proyeksi parallel-beam, dan untuk proyeksi fan-beam. Berdasarkan bentuk
detektornya proyeksi fan-beam dibagi menjadi dua jenis:
1. Equiangular (detektor berbentuk busur)
2. Equally Spaced (detektor berbentuk planar)
Algoritma rekonstruksi fan-beam yang dibahas dibatasi untuk fan-beam dengan
detektor berbentuk planar, seperti yang dikerjakan dalan tesis ini.
2.1.1. Integral Garis dan Proyeksi Proses pemindaian pada hakikatnya adalah pengambilan proyeksi dari obyek.
Proyeksi itu sendiri merupakan suatu “gambaran bayangan” yang diperoleh dari
penyinaran objek oleh radiasi penetrasi. Dengan batasan yang lebih ketat, disebutkan
bahwa sebuah proyeksi pada sudut tertentu adalah integral dari penampang melintang
objek tersebut pada arah yang ditentukan oleh sudut tersebut. Meskipun demikan,
proyeksi dapat pula diartikan sebagai informasi yang diperoleh dari turunan transmisi
energi ketika sebuah objek disinari pada sudut tertentu, tergantung dari metode yang
dipakai. Integral garis merepresentasikan integral dari suatu parameter obyek yang
- II-2 -
ditinjau sepanjang garis. Karena lintasan yang dilalui oleh sinar-X gelombang berupa
garis lurus, integral garis dalam hal ini merupakan integral dari interaksi yang terjadi
antara gelombang dengan substansi yang dikandung oleh obyek sepanjang lintasan
tersebut. Dalam kasus tomography sinar-X, interaksi yang terjadi antara sinar-X
dengan obyek dapat berupa redaman, absorpsi atau hamburan intensitas sinar-X.
Dalam tesis ini digunakan parameter redaman intensitas sinar-X. . Dengan kata lain
integral garis merepresentasikan redaman total dari berkas sinar-x yang berjaan lurus
melalui obyek. Parameter interaksi sinar-X dengan obyek inilah yang membawa
informasi tentang obyek tersebut.
Gambar 2.1. Obyek f(x,y) dan proyeksinya g(s,θ)
Masing-masing proyeksi merupakan integral garis dari parameter objek
sepanjang garis lurus yang dilalui sinar-X media akuisisi.
Integral sepanjang lintasan garis dinyatakn sebagai berikut:
( , ) ( , )l
g s f x y dlθ = ∫ (2-1)
dengan l adalah garis yang diintegralkan
Semua titik pada garis ini memenuhi persamaan berikut :
- II-3 -
cos sins x yθ θ= + (2-2)
dan
sin cosu x yθ θ= − + (2-3)
atau
cos sinx s uθ θ= − (2-4)
dan
sin cosy s uθ θ= + (2-5)
Dengan menggunakan fungsi delta, persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi:
( , ) ( , ) ( cos sin )g s f x y x y s dxdyθ δ θ θ+∞ +∞
−∞ −∞
= + −∫ ∫ (2-6)
,0s θ π−∞ < < ∞ ≤ <
dimana ( cos sin )x y sδ θ θ+ − merupakan fungsi delta Dirac. Persamaan ini disebut
sebagai Transformasi Radon. Proyeksi ditunjukkan dengan g(s,θ) untuk suatu θ yang
tetap. Transformasi Radon dari f(x,y) dapat pula dituliskan sebagai
( , ) ( cos sin , sin cos )g s f s u s u duθ θ θ θ θ+∞
−∞
= − +∫ (2-7)
,0s θ π−∞ < < ∞ ≤ < .
Di mana s adalah jarak terdekat garis terhadap titik asal dan θ adalah sudut
yang dibentuk oleh garis dengan sumbu y. Transformasi Radon merepresentasikan
suatu citra sebagai kumpulan proyeksi pada berbagai sudut.
Gambar di bawah adalah contoh sederhana integral garis dari f(x,y) pada arah
vertikal adalah proyeksi dari f(x,y) pada sumbu x. Integral garis pada arah horizontal
adalah proyeksi dari f(x,y) pada sumbu y.
- II-4 -
Gambar 2.2 Proyeksi horizontal dan vertikal dari suatu fungsi sederhana
Dalam tomography terdapat dua jenis proyeksi dua dimensi yaitu proyeksi
parallel-beam dan proyeksi fan-beam.
Gambar 2.3 Proyeksi paralel dapat diambil dengan mengukur sekumpulan
parallel-beam dari berbagai arah [1]
- II-5 -
Gambar 2.4 Proyeksi fan-beam diperoleh jika berkas bertemu di satu titik
(membentuk kipas) [1]
2.1.2. Teorema Irisan Fourier Permasalahan utama dalam tomography adalah bagaimana untuk
merekonstruksi kembali sebuah fungsi f(x,y) dari proyeksi ( , )g s θ . Algoritma yang
digunakan pada hampir seluruh aplikasi tomography adalah algoritma filtered
backprojection. Pada algoritma ini diketahui tinjauan secara matematis bagaimana
fungsi f(x,y) didapatkan melalui proyeksinya. Teorema irisan Fourier (Fourier Slice Theorem) adalah dasar dari algoritma
proyeksi balik yang di-filter. Teorema ini mengaitkan hubungan antara transformasi
Fourier dua dimensi fungsi f(x,y) dengan transformasi Fourier satu dimensi
proyeksinya.
- II-6 -
Gambar 2.5 Teorema Irisan Fourier [1]
Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.4, transformasi Fourier satu
dimensi proyeksi paralel dari suatu objek f(x,y) pada sudut θ merupakan irisan dari
transformasi Fourier dua dimensi dari objek, F(u,v) sepanjang garis yang melalui titik
pusat koordinat yang membentuk sudut sebesar θ dengan sumbu u. Secara matematis
Teorema Irisan Fourier dapat dituliskan sebagai
( ) ( , ) ( cos , sin )S w F w F w wθ θ θ θ= = (2-8)
Persamaan (2-8) merupakan inti dari tomography dengan lintasan gelombang berupa
garis lurus dan paralel.
Persamaan (2-8) menyatakan bahwa dengan mengambil proyeksi pada sudut
θ1, θ2, θ3, ..., θn, kemudian melakukan transformasi Fourier pada masing-masing
proyeksi akan diperoleh harga F(u,v) berupa titik-titik pada koordinat radial seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.6
- II-7 -
Gambar 2.6 Kumpulan proyeksi dari objek pada sejumlah sudut [1]
Jika proyeksi yang dilakukan tak hingga banyaknya, maka akan diperoleh
F(u,v) pada semua titik pada bidang u-v. Dengan mengetahui harga F(u,v) maka
fungsi objek f(x,y) akan diperoleh dengan melakukan transformasi Fourier balik
dengan persamaan
2 ( )( , ) ( , ) j ux vyf x y F u v e dudvπ∞ ∞ +
−∞ −∞= ∫ ∫ (2-9)
Jika fungsi f(x,y) dibatasi pada daerah 2 2A Ax−< < dan
2 2A Ay−< < , maka untuk
keperluan komputasi persamaan (9) dapat dituliskan sebagai
( ) ( )2
21( , ) ,
m nj x yA A
m n
m nf x y F eA AA
π ⎡ ⎤+⎢ ⎥⎣ ⎦⎛ ⎞= ⎜ ⎟⎝ ⎠∑∑ (2-10)
untuk
2 2A Ax−< < dan 2 2
A Ay−< <
- II-8 -
Dalam prakteknya hanya beberapa komponen Fourier yang diketahui,
sehingga persamaan (11) dapat dituliskan sebagai
( ) ( )2 2 2
2
2 2
1( , ) ,N N
m nj x yA A
N Nm n
m nf x y F eA AA
π ⎡ ⎤+⎢ ⎥⎣ ⎦
− −= =
⎛ ⎞= ⎜ ⎟⎝ ⎠∑ ∑ (2-11)
untuk
2 2A Ax−< < dan 2 2
A Ay−< <
dengan anggapan bahwa N merupakan bilangan genap. Dengan demikian resolusi
dalam koordinat ruang ditentukan oleh N. Persamaan (11) dapat dengan cepat
diimplemetasikan dengan menggunakan algoritma FFT (Fast Fourier Transform)
asalkan N2 koefisien Fourier ,m nFA A
⎛ ⎞⎜ ⎟⎝ ⎠
diketahui.
2.1.3. Filtered Backprojection Untuk Parallel Beam (Invers Radon) Operator yang berkaitan dengan transformasi Radon adalah operator proyeksi
balik B yang didefinisikan sebagai
θθθπ
θ dyxgBgyxb )sincos(),(0
+=≡ ∫ (2-12)
Proyeksi balik merepresentasikan akumulasi penjumlahan sinar yang melewati suatu
titik (x,y) atau (r,φ). Transformasi Radon yang diproyeksi balik merupakan suatu citra
f(x,y) yang dikaburkan dengan PSF 2 2 1/ 21/( )x y+ , yaitu 2/122 )(),(),( −+⊗==≡ yxyxfBRfBgyxf (2-13)
sehingga dapat dilihat bahwa operator B bukan inverse dari R.
Pada persamaan (10) untuk invers transformasi Fourier, fungsi objek f(x,y)
dapat dinyatakan sebagai
2 ( )( , ) ( , ) j ux vyf x y F u v e dudvπ∞ ∞ +
−∞ −∞= ∫ ∫ . (2-14)
- II-9 -
Pengubahan sistem koordinat rectangular pada domain frekuensi, (u,v), menjadi
sistem koordinat polar, (w,θ) dilakukan dengan melakukan subtitusi
u = w cos θ (2-15)
v = w sin θ (2-16)
dan mengubah diferensial dengan menggunakan
du dv = w dw dθ (2-17)
sehingga invers trasnformasi Fourier sebagai fungsi polar adalah
2 2 ( cos sin )
0 0( , ) ( , ) j w x yf x y F w e w dw d
π π θ θθ θ∞ += ∫ ∫ (2-18)
Integral ini dapat dipisah menjadi dua bagian dengan mempertimbangkan nilai θ dari
00 sampai 1800 dan dari 1800 sampai 3600,
2 ( cos sin )
0 0( , ) ( , ) j w x yf x y F w e w dw d
π π θ θθ θ∞ += ∫ ∫
0 00 2 [ cos( 180 ) sin( 180 ]
0 0( , 180 ) j w x yF w e w dw d
π π θ θθ θ∞ + + ++ +∫ ∫ , (2-19)
dan dengan menggunakan sifat
0( , 180 ) ( , )F w F wθ θ+ = − (2-20)
persamaan (20) dapat ditulis sebagai
2
0( , ) ( , ) j wsf x y F w w e dw d
π πθ θ∞
−∞
⎡ ⎤= ⎢ ⎥⎣ ⎦∫ ∫ (2-21)
dengan menyederhanakan bentuk
cos sinx y sθ θ+ =
sesuai dengan persamaan (2-2). Bila transformasi Fourier dari proyeksi pada sudut θ,
Sθ(w), digunakan untuk mensubtitusi transformasi Fourier dua dimensi F(w,θ) sesuai
dengan Teorema Irisan Fourier pada persamaan (2-8) maka didapatkan
2
0( , ) ( ) j wsf x y S w w e dw d
π πθ θ
∞
−∞
⎡ ⎤= ⎢ ⎥⎣ ⎦∫ ∫ . (2-22)
Intergral pada persamaan (21) dapat dituliskan sebagai
- II-10 -
0( , ) ( cos sin )f x y Q x y d
π
θ θ θ θ= +∫ (2-23)
dimana
2( ) ( ) j wsQ s S w w e dwπθ θ
∞
−∞= ∫ (2-24)
Nilai estimasi dari f(x,y) di atas, dengan nilai transformasi data proyeksi Sθ(w)
yang telah diketahui, memiliki bentuk yang sederhana. Persamaan (24)
merepresentasikan operasi penapisan (filtering), dengan respon frekuensi dari filter
diberikan oleh w . Oleh karena itu Qθ(w) disebut sebagai “proyeksi terfilter”
(filtered projection). Hasil proyeksi untuk sudut θ yang berbeda kemudian
dijumlahkan untuk membentuk nilai estimasi dari f(x,y).
Gambar 2.7 Filtered Backprojection
Persamaan (2-23) menggunakan nilai masing-masing proyeksi ter-filter, Qθ, untuk di-
”proyeksi balik”-kan sebagaimana nilai gθ pada persamaan (2-8)
∫ +=≡π
θ θθθ0
)sincos(),( dyxgBgyxb
- II-11 -
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk setiap titik (x,y) pada bidang citra ada
nilai cos sinx y sθ θ+ = yang berkorespdensi untuk nilai θ tertentu, dan proyeksi ter-
filter Qθ berkontribusi untuk merekonstruksi nilainya pada s ( cos sinx yθ θ= + ). Hal
ini diilustrasikan pada gambar 2.6. Secara mudah ditunjukkan bahwa untuk suatu
sudut θ tertentu, nilai dari s adalah sama untuk seluruh (x,y) pada garis LM. Qθ akan
membuat kontribusi yang sama untuk rekonstruksi pada titik-titik di garis LM. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa proses rekonstruksi untuk masing-masing proyeksi
ter-filter , Qθ, adalah suatu proyeksi balik pada seluruh bagian bidang citra. Filtered
backprojection untuk proyeksi paralel ini dikenal juga dengan sebutan invers radon.
Dengan demikian dapat dirangkum bahwa proses rekonstruksi citra dari data
proyeksi adalah sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.8 Perhitungan Invers Radon
2.1.4. Filtered Backprojection Untuk Equally Spaced Fan Beam
(Invers Fan Beam) Kebanyakan sistem CT menggunakan proyeksi fan-beam karena
keuntungannya dalam kecepatan pengambilan data. Pemindaian fan-beam dilakukan
oleh sebuah sumber sinar-X serta sebuah array detektor yang diputar mengelilingi
obyek. Dengan parallel-beam tomography dibutuhkan sebuah array sumber sinar-X
dan sebuah array detektor sinar-X. Sistem mekanis dibuat sedemikian rupa agar array
sumber dan detektor mampu ’menyapu’ obyek pada berbagai arah.
Diasumsikan fan-beam yang dipancarkan oleh sumber ditangkap oleh detektor
berbentuk planar. Pada detektor berbentuk planar ini informasi intensitas di-sampling
dengan jarak yang sama (equally spaced detector). Sumber sinar-X diputar sebesar
g(s,θ) Transform Fourier
F1
S(w,θ)
|w|
Filter Transform Fourier Inverse
F1-1
Proyeksi
Balik
( ),Q s θ f(x,y)
- II-12 -
sudut β terhadap koordinat y. Sudut antara sebuah berkas sinar-X terhadap berkas
pusat kipas dilambangkan dengan γ. Dalam kasus ini jarak sumber terhadap detektor
yang sesungguhnya tidak diperhatikan. Diasumsikan ada sebuah detektor virtual yang
melalui origin.
Dalam koordinat polar filtered backprojection untuk parallel-beam dapat
dituliskan dengan persaman berikut :
( ) ( ) θθθθπ
dtdtyxhtPyxftm
tm
−+= ∫ ∫−
sincos21),(
2
0
(2-24)
Untuk menggunakan persamaan di atas untuk rekonstruksi fan-beam, perlu
diketahui set data proyeksi parallel-beam yang berpasangan dengan data proyeksi
fan-beam.
Gambar 2.9 Pasangan berkas pada proyeksi parallel-beam dan pada proyeksi fan-beam
Transformasi koordinat dapat diaplikasikan ke integral filtered backprojection
untuk mentransformasikan parameter (β,s) ke kasus paralel. Hubungan antara (β,s)
dengan (θ,t) adalah sebagai berikut :
Ds1tan−+=+= βγβθ (2-25)
S
- II-13 -
22cos
sDsDst+
== γ (2-26)
Formula filtered backprojection yang dihasilkan menjadi sebagai berikut :
ββ
π
dsdssgsD
DsRU
yxf )'()(1).(22
2
02 −
+= ∫∫
∞
∞−
(2-27)
Gambar 2.10 Berkas proyeksi pada proyeksi fan-beam dan proyeksi parallel-beam
Algoritma filtered backprojection untuk proyeksi fan-beam dengen detektor planar
memiliki tiga tahapan yaitu :
a. Diasumsikan bahwa masing-masing proyeksi )(sRβ disampling dengan
sampling interval a. Data yang diketahui menjadi )(anR iβ dimana n
merupakan integer. N = 0 menujukkan berkas pusat yang melalui origin. β
adalah sudut berkas yang diketahui. Langkah pertama adalah melakukan
modifikasi proyeksi menjadi sebagai berikut :
- II-14 -
22 )()()('
anDDanRanR+
= ββ (2-28)
Faktor modifikasi ini dapat diterjemahkan sebagai kosinus sudut antara
berkas yang dimaksud dengan berkas pusat pada proyeksi tersebut.
b. Langkah berikutnya adalah mengkonvolusi proyeksi termodifikasi )(anR iβ
dengan g(na) untuk menghasilkan proyeksi terfilter :
)(*)()( nagnaRnaQ ii ββ = (2-29)
)(21)( nahnag = (2-30)
h(γ) adalah filter ramp untuk kasus parallel-beam.
Konvolusi ini diimplementasikan dalam domain frekuensi menggunakan
algoritma FFT. Data proyeksi harus di-padd dengan sejumlah nilai zero
untuk menghindari distorsi akibat adanya interferensi interperiod.
Superior rekonstruksi didapatkan jika filter penghalus diikutserakan dalam
konvolusi. Misalkan k(na) adalah respon impuls dari filter penghalus,
langkah kedua ini dapat ditulis sebagai berikut :
)(*)(*)()( naknagnaRnaQ ii ββ = (2-31)
Dalam domain frekuensi, implementasi dari penghalusan dapat dilakukan
dengan multiplicative window sederhana, misalnya Hamming Window
c. Proyeksi balik terbobot terhadap proyeksi yang telah terfilter dan
termodifikasi. Proyeksi balik dilakukan sepanjang fan-beam dengan
pembobot U. U merupakan rasio antara proyeksi paralel titik (x,y) terhadap
berkas pusat (SP pada gambar 29) dan jarak origin dengan sumber D.
Jumlah keseluruhan proyeksi adalah citra hasil rekonstruksi :
∑=
Δ=M
ii sQ
iyxUByxf
12 )'(
),,(1),( ββ
(2-32)
Di mana :
- II-15 -
DyxDyxU βββ cossin),,( −+
= (2-33)
2.2. Tomography Cone-Beam Algoritma tomography dua dimensi yang dijelaskan di atas dapat
merekonstruksi irisan obyek. Apabila diinginkan rekonstruksi tiga dimensi
volumetrik, citra-citra irisan dua dimensi tersebut disusun secara vertikal ke atas
menjadi citra tiga dimensi.
Gambar 2.11 Pembentukan citra tiga dimensi dari citra dua dimensi
Cara lain yang lebih efisien adalah dengan menggunakan volumetrik CT
dengan detektor dua dimensi. Berkas sinar-X akan membentuk kerucut diantara
detektor dan sumber. Pemindaian cukup dilakukan dengan meradiasi obyek pada
sudut 00-3600 satu kali saja. Diantara kelebihan tomography cone-beam adalah
sebagai berikut:
1. Pembatasan berkas sinar-X
2. Akurasi citra
3. Reduksi dosis
4. Mereduksi artifact
5. Tidak memerlukan kolimator
- II-16 -
Gambar 2.12 Ilustrasi Sistem Tomography Cone-beam
2.2.1. Geometri Cone-beam Geometri cone beam diilustraswikan pada gambar 2.13 . Untuk geometri
cone-beam sudut proyeksi dilambangkan dengan β dan sudut fan-beam dilambangkan
dengan γ (sama seperti pada kasus fan-beam). Sama seperti kasus fan-beam, dalam
kasus ini jarak sumber terhadap detektor yang sesungguhnya tidak diperhatikan.
Diasumsikan ada sebuah detektor virtual yang melalui origin. Data dari detektor
disimpan pada ),( baRβ .
- II-17 -
Gambar 2.13 Geometri Cone-beam
2.2.1. Rekonstruksi dengan Algoritma Felkamp,Davis,Kress (FDK)
untuk Detektor Planar
Feldkamp, Davis, dan Kress (1984) mendeskripsikan algoritma rekonstruksi
untuk tomography cone-beam dengan lintasan sirkular. Algoritma ini disebut dengan
algoritma FDK. Algoritma ini didasarkan pada pem-filter-an dan proyeksi balik pada
masing-masing bidang di dalam ruang pindai kerucut. FDK memandang di dalam
ruang pindai cone-beam terdapat beberapa beberapa fan-beam dengan pusat yang
sama. Masing-masing fan-beam di dalam ruang pindai kerucut direkonstruksi sendiri-
sendiri. Rekonstruksi tiga dimensi didapatkan dengan menjumlahkan kontribusi
terhadap obyek dari masing-masing fan-beam.
x
y
z,b
aβ
detektor virtual
γ
),( baRβ
berkas kipas sinar-X
berkas pusat
sumber D
κ
- II-18 -
Algoritma FDK sangat mirip dengan algoritma rekonstruksi dua dimensi.
Yang membedakan adalah faktor modifikasi bergantung pada sudut fan-beam dan
sudut cone-beam. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam algoritma FDK :
1. Memodifikasi proyeksi sesuai dengan posisinya didalam ruang pindai kerucut:
222),(),('
baDDbaRbaR
++= ββ (2-34)
Faktor modifikasi ini merupakan cosinus sudut antara berkas dengan berkas
pusat dari proyeksi. Faktor ini dapat dipecah menjadi faktor kosinus fan-
beam dan faktor kosinus sudut kerucut sebagai berikut :
κγ coscos222
22
22222=
++
+
+=
++ baDaD
aDD
baDD (2-35)
Dimana :
ββββββ sincos
cossin),,(yxD
yxDyxa++
+−= (2-36)
βββ sincos),,(
yxDDzzyxb++
= (2-37)
2. Memfilter proyeksi termodifikasi :
)(21)( shsg = (2-38)
)(*),('),( agbaRbaQ ββ = (2-39)
3. Memproyeksi balik proyeksi terfiliter sepanjang cone-beam dengan faktor
pembobot U(x,y,β) pada persamaan 32 :
DyxDyxU ββ
βcossin),( −+
=
ββ β
π
βββ
dzyxbyxaQyxU
Dzyxf fdk )),,(,),(,(),(
),,(2
02
2
∫= (2-40)
U bersifat independen terhadap koordinat z voksel dan hanya bergantung pada
jarak antara sumber dengan proyeksi voksel yang direkonstruksi terhadap
berkas pusat.