bab ii...tahun 1961 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, dalam...
TRANSCRIPT
15
BAB II
PENGATURAN HAK MILIK DALAM HUKUM INDONESIA
Dalam Bab II membahas lebih lanjut mengenai mengenai tinjauan pustaka yaitu,
mengenai hak milik atas tanah dalam UUPA, mengenai hak milik dalam KUHPerdata
atau Hukum Benda, mengenai hak milik dalam Undang-Undang tentang HAM, dan
mengenai Program Ketransmigrasian.
A. Tinjauan Umum Mengenai Hak Milik Atas Tanah Dalam UUPA
1. Pengertian hak milik atas tanah dalam UUPA
Hak atas tanah jika dilihat dari sisi tanahnya merupakan suatu kedudukan
hukum yang masing-masing mempunyai ciri dan sifat yang berbeda satu dengan
yang lain. Misalnya hak milik mempunyai sifat yang berbeda dengan hak guna
bangunan. Akan tetapi jika ditinjau dari subyeknya hak atas tanah merupakan
suatu hubungan hukum antara subyek dengan tanah tersebut. Hubungan hukum
yang disebut hak atas tanah itu memberikan wewenang dan kewajiban kepada
setiap pemegang hak atas tanah. Wewenang tersebut dapat dibedakan menjadi
dua, yakni wewenang yang bersifat umum dan wewenang yang bersifat khusus.
Wewenang bersifat umum dapat ditemukan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA yakni
bahwa hak atas tanah memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah
tersebut dan juga mempergunakan tubuh bumi, air dan ruang angkasa sekedar
16
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah tersebut dalam batas-batas menurut undang-undang dan peraturan yang
lebih tinggi lainnya. Oleh karena itu setiap pemegang hak atas tanah mempunyai
kewenangan yang sama untuk mempergunakan tubuh bumi, air dan ruang angkasa
yang ada di atasnya sepanjang untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan hak atas tanah tersebut. Dengan demikian wewenang yang
bersifat umum ini terdapat pada semua hak atas tanah. Kemudian wewenang yang
bersifat khusus, wewenang ini tergantung pada macam haknya atau secara khusus
ditetapkan dalam surat perjanjian pemberiannya.1
Di samping memberikan wewenang, hak atas tanah juga memberikan
kewajiban bagi mereka yang mempunyai hubungan dengan tanah tersebut.
Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :2
1. Pasal 6 UUPA bermakna bahwa setiap subyek pemegang hak atas tanah
mempunyai kewajiban untuk memenuhi fungsi sosial.
2. Pasal 10 ayat (1) UUPA bermakna bahwa kewajiban setiap pemilik tanah
pertanian untuk mengusahakan sendiri tanah tersebut secara aktif.
3. Pasal 15 UUPA bermakna bahwa kewajiban setiap pemegang hak atas tanah
untuk memelihara tanah dan mencegah kerusakannya.
2. Ciri-ciri hak milik
Hak milik merupakan salah satu jenis dari hak atas tanah yang bersifat tetap,
yang diatur dalam Pasal 16 UUPA, yakni bahwa jenis hak ini akan tetap ada
1 Christiana Tri Budhayati, Op.Cit., h. 5. 2Ibid., h. 7.
17
sepanjang tidak dihilangkan oleh UUPA dari percaturan hukum agraria di
Indonesia. Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UUPA mengandung sifat atau ciri-ciri
yang penting dari hak milik yakni :3
- Sifat turun temurun, bahwa hak milik ini tidak ada batas waktunya, hak
milik akan berlangsung terus. Sekalipun pemiliknya meninggal dunia,
hak ini masih akan tetap ada. Oleh karena itu jika pemiliknya meninggal
dunia, maka keberlangsungan hak milik dapat dilanjutkan oleh ahli
warisnya.
- Sifat terkuat, artinya bahwa hak milik merupakan hak yang paling kuat
dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya, hak ini tidak mudah hapus,
karena memang tidak ada batas waktunya. Dengan demikian sifat terkuat
tidak berarti bahwa hak tersebut tidak dapat diganggu gugat sebagaimana
hak eigendom, akan tetapi dimaksudkan sebagai hak yang “paling” kuat
dibandingkan hak-hak atas tanah yang lain, misalnya hak guna usaha,
hak guna bangunan ataupun hak pakai.
- Terpenuh, artinya bahwa kewenangan pemegang hak milik lebih luas
dibandingkan kewenangan pemegang hak atas tanah lainnya. Hak milik
dapat dibebani dengan hak atas tanah lainnya, misalnya hak guna
bangunan, hak pakai, hak tanggungan. Penggunaan tanahnya lebih luas
dibandingkan dengan pemegang hak atas tanah lainnya. Hak milik
dikatakan “ter” ( dalam arti “paling” ) penuh, yakni bahwa hak milik
tidak ada batas waktu penguasaan tanahnya dan ruang lingkup
3Ibid,. h. 20.
18
penggunaannya yang meliputi baik untuk diusahakan ataupun digunakan
sebagai tempat membangun sesuatu.
- Hak milik mempunyai fungsi sosial, artinya bahwa pemegang hak milik
harus menggunakan dan tidak boleh tidak menggunakan tanah miliknya.
Penggunaan tanah tersebut harus sesuai dengan jenis tanahnya.
- Hak milik dapat beralih dan dialihkan. Istilah beralih atau dialihkan
merupakan dua istilah yang berbeda. Istilah beralih artinya berpindah hak
milik atas tanah kepada pihak lain lebih karena unsur ketidak sengajaan,
misalnya karena pewarisan, maka secara hukum hak milik atas tanah
akan berpindah kepada ahli warisnya. Sedangkan jika hak milik atas
tanah dialihkan kepada pihak lain artinya bahwa hak milik tersebut
beralih kepada pihak lain karena adanya perbuatan hukum yang sengaja
untuk mengalihkan hak milik tersebut,misalnya dengan jual beli, tukar
menukar, hibah.
Undang-undang menetapkan bahwa hak milik merupakan hak yang terkuat
dan terpenuh. Hal ini mempunyai konsekuensi hukum sebagai berikut :4
a. Pemilik dari hak milik memilik kewenangan yang lebih luas jika
dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya.
b. Masa berlaku hak milik tidak ada batasnya.
c. Hak milik dapat beralih, dialihkan, atau dijadikan jaminan utang.
4 Munir Fuady, Kosep Hukum Perdata, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015, h. 37.
19
d. Karena hak-hak atas tanah (termasuk hak milik) mempunyai fungsi
individul dan fungsi sosial sekaligus, maka hak milik atas tanah dapat
dibebaskan atau dicabut oleh pemerintah untuk kepentingan umum.
3. Terjadinya hak milik
Pasal 21 UUPA menyatakan bahwa subyek hak milik dapat perorangan
maupun badan hukum. Hak milik atas tanah dapat terjadi melalui tiga cara
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 UUPA, yaitu hak milik atas tanah
yang terjadi karena Hukum Adat, Penetapan Pemerintah, dan Ketentuan Undang-
Undang. Untuk kepentingan penelitian ini maka hanya akan membahas mengenai
hak milik atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah.
Hak Milik atas tanah yang terjadi di sini semula berasal dari tanah negara.
Hak Milik atas tanah ini terjadi karena permohonan pemberian Hak milik atas
tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah
ditentukan oleh Badan Pertanahan Republik Indonesia (BPNRI). Apabila semua
persyaratan yang telah ditentukan dipenuhi oleh pemohon, maka Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau pejabat dari BPNRI yang diberi
pelimpahan kewenangan menerbitkan SKPH. SKPH ini wajib didaftarkan oleh
pemohon kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk
dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan Sertipikat Hak Milik sebagai tanda
bukti hak. Pendaftaran SKPH menandai lahirnya Hak Milik atas tanah.
20
Prosedur dan persyaratan terjadinya Hak Milik atas tanah melalui
pemberian hak diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 Permen
Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak pengelolaan.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Pasal 3 No. 1
Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan
Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu, menyebutkan bahwa, Kepala Kantor
Pertanahan memberi keputusan mengenai :
a. Pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari
20.000 M2 (dua puluh ribu meter persegi).
b. Pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih
dari 2000 M2 (dua ribu meter persegi).
c. Pemberian Hak Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program :
Transmigrasi, retribusi tanah, konsolidasi tanah; dan pendaftaran tanah
yang bersifat strategis, massal, dan program lainnya.
4. Hapusnya hak milik
Pasal 27 UUPA menetapkan bahwa faktor-faktor penyebab hapusnya Hak
Milik atas tanah, yaitu :
a. Tanahnya jatuh kepada negara :
1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA, yaitu karena
demi kepentingan umum (bangsa, negara, dan rakyat) dan dalam pasal
ini merupakan jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah.
Pencabutan hak dimungkinkan, tetapi diikat dengan syarat-syarat,
misalnya harus disertai dengan pemberian ganti-kerugian yang layak
yang sesuai dengan undang-undang. Ketentuan Pasal 18 UUPA ini
21
selanjutnya juga dilaksanakan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda
yang ada diatasnya, dalam Pasal 1 menyatakan :
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula
kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan
yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri
Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut
hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya.
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, hal ini berkaitan
dengan 21 ayat (3) UUPA, yaitu bahwa orang yang
berkewarganegaraan asing yang memiliki hak milik karena pewarisan
tanpa wasiat atau percampuran harta oleh karena perkawinan maka
wajib melepaskan hak tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
sejak diperolehnya hak tersebut. Dan jika melewati jangka waktu 1
(satu) tahun, hak milik tidak dilepaskan, maka hak tersebut menjadi
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara.
3. Karena ditelantarkan, yaitu kalau dengan sengaja tidak dipergunakan
sesuai dengan keadaannya atau sifatnya dan tujuannya daripada
haknya. Hal ini dijelaskan juga dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar, menyebutkan bahwa :
22
Tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila
tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh
pemegang haknya sesuai dengan keadaanya atau sifat dan
tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik.
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, dijelaskan bahwa :
Tanah hak milik yang penggunaanya tidak dipergunakan sesuai
dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, apabila tanah tersebut tidak
dipergunakan sesuai dengan peruntukannya menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku pada waktu permulaan
penggunaan atau pembangunan fisik tanah tersebut. Maka tanah
hak milik tersebut dapat disebut sebagai tanah terlantar.
4. Dipegang oleh subjek hak yang tidak berhakHal ini diatur dalam Pasal
21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA.
5. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA, yaitu orang asing yang
memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
pencampuran harta perkawinan, demikian juga dengan warga negara
Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UUPA
ini kehilangan kewarganegaraannya, harus melepaskan hak tersebut
dengan jangka waktu satu (1) tahun sejak diperolehnya hak tersebut
atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesuadah jangka waktu
tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut
hapus karena hukum dan kemudian tanahnya jatuh kepada negara,
dengan ketentuan-ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.
23
6. Karena ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, yaitu setiap jual beli,
penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga
negara yang di samping warga negara Indonesianya mempunya
kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang
ditetapkan oleh Pemerintah yaitu badan-badan hukum dan tanahnya
jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain
yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang
telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
b. Tanahnya musnah : Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena
tanahnya musnah, misalnya karena adanya bencana alam seperti
contohnya tanah longsor.5
B. Hak Milik dalam KUHPerdata dan atau Hukum Benda
1. Pengertian Hak Milik Dalam KUHPerdata dan atau Hukum Benda
Hukum benda diatur dalam Buku ke II KUHPerdata. Istilah benda
merupakan terjemahan dari kata zaak (Belanda). Benda dalam arti ilmu
pengetahuan hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukum, yaitu
sebagai lawan dari subjek hukum. Objek hukum ialah segala sesuatu yang
berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum) dan dapat menjadi
5Ibid.
24
pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh
subjek hukum.6
Hukum perdata pada dasarnya, memandang hak milik sebagai sesuatu yang
mutlak, seperti ketentuan dalam Pasal 570 KUHPerdata :
Hak milik adalah adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain kesemuanya itu
dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum, berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan
pembayaran ganti rugi.
Menurut Prof. L.J. Van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak harta
benda yang memberi kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung
berarti bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang langsung antara orang-orang
yang berhak dengan benda tersebut. Sedangkan, menurut Prof. Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (zakelijk recht) ialah hak mutlak atas suatu
benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan
dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa hak-hak kebendaan adalah suatu hak mutlak yang
memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan oleh
setiap orang dan mempunyai sifat melekat.7
6 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional,Jakarta : Kencana, 2008, h. 33. 7Simanjuntak P.N.H , Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2007, h. 29.
25
2. Ciri-Ciri Hak Milik Dalam Hukum Benda
Hukum benda mempunyai sistem tertutup (closesystem), artinya seseorang
tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan (zakelijkrecht) yang lain, selain yang
diatur dalam Buku II KUHPerdata, undang-undang lainnya atau yurisprudensi.
Sifat ketertutupan Hukum Kebendaan membawa pengertian bahwa orang tidak
sembarangan boleh mengesampingkan ketentuan mengenai hukum benda yang
diatur oleh undang-undang, hanya berdasarkan kesepakatan mereka masing-
masing. Artinya, apa yang telah ditentukan oleh undang-undang sebagai benda
dan karenanya membawa serta hak kebendaan di dalamnya tidak dapat diganggu
gugat, dikesampingkan oleh atau atas kehendak orang perorang tertentu; atau
tidaklah dapat atas kehendaknya sendiri menciptakan suatu benda baru di luar
yang telah ditentukan undang-undang. Oleh karena itulah hak-hak kebendaan
tidak dapat ditambah, diubah, dikurangi atau dimodifikasi oleh orang perorangan
atas kehendak mereka sendiri. Penetapan mengenai benda dan hak kebendaan
yang melekat pada suatu benda sudah pasti dan karenanya tidak dapat disimpangi.
Ketentuan-ketentuan Hukum kebendaan dapat dijumpai dalam beberapa
asas-asas Hukum Benda yang menjadi dasar penormaan Hukum Kebendaan, yaitu
:
a. Hukum Kebendaan Merupakan Hukum Memaksa/Tidak Dapat Disimpangi
(DwingendRecht)
Sebagai hukum yang memaksa, maka ketentuan-ketentuan dalam
Hukum Kebendaan yang telah diatur dalam undang-undang tidak dapat
26
disimpangi atau ditiadakan oleh seseorang atau para pihak. Artinya
seseorang atau para pihak tidak dapat mengadakan suatu hak kebendaan atas
benda tertentu, selain yang telah ditentukan atau ditetapkan dalam undang-
undang. Artinya hanya undang-undang saja yang dapat melahirkan hak
kebendaan, yang memberikan kekuasaan langsung terhadap seseorang atas
suatu benda.
Atas suatu benda itu hanya dapat diadakan hak kebendaan. Hak-hak
kebendaan itu tidak akan memberikan wewenang yang lain dari pada apa
yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Dengan kata lain, kehendak
para pihak tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.8
b. Dapat Dipindahtangankan/Dialihkan
Pada prinsipnya semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan
/dialihkan kepada siapapun, asal yang bersangkutan mempunyai
kewenangan untuk itu. Hal itu sesuai dengan sifat hak kebendaan, karena
para pihak tidak dapat menentukan lain bahwa hak kebendaan itu tidak
dapat dipindahkan/dialihkan kepada pihak lain. Artinya, sepanjang tidak
dikecualikan lain, maka sesuai dengan sifatnya hak kebendaan dapat
dipindahtangankan.9
c. Asas Individualitas (Individualiteit)
8 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan, Yogyakarta : Liberty, 1980, h. 46. 9 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, h.16.
27
Berdasarkan kepada asas individualitas ini, maka setiap objek hak
kebendaan selalu adalah barang yang ditentukan secara individual
(individueel bepaald), yaitu suatu barang yang dapat ditentukan.10 Artinya,
objek hak kebendaan senantiasa atas barang yang dapat ditentukan dan
merupakan satu kesatuan. Dengan kata lain, orang tidak mempunyai hak
kebendaan di atas barang-barang yang hanya ditentukan menurut jenis dan
jumlahnya.11
d. Asas Totalitas/Menyeluruh Atas Benda (Totaliteit)
Berdasarkan kepada asas totalitas ini, maka setiap hak kebendaan
selalu melekat atas keseluruhan objek dari bendanya seperti yang
dipersyaratkan dalam ketentuan-ketentuan Pasal-Pasal 500, 588, dan 606
KUHPerdata. Artinya, hak kebendaan itu tidak dapat diberikan atas bagian-
bagian dari benda yang bersangkutan, melainkan secara menyeluruh atas
objek dari benda yang bersangkutan. Tidak dapat diberikan hak kebendaan,
sepanjang benda itu merupakan satu kesatuan objeknya atau tidak berdiri
sendiri sebagai benda lainnya. Dengan kata lain,siapa yang mempunyai hak
kebendaan atas suatu benda, maka yang bersangkutan mempunyai hak
kebendaan, itu atas keseluruhan benda itu, jadi juga atas bagian-bagiannya
yang tidak tersendiri. Atas bagian yang tidak tersendiri baru dapat diadakan
hak kebendaan, sesudah bagian itu menjadi benda yang berdiri sendiri.
10 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., h. 47. 11Ibid.
28
Konsekuensi lain, jika suatu benda sudah terlebur dalam benda lain, maka
hak kebendaan atas benda yang pertama tadi lenyap.12
Di dalam asas totalitas ini tercakup suatu asas perlekatan (accessie),
karena perlekatan terjadi dalam hal benda pokok (hoofdzaak) berkaitan erat
dengan benda-benda pelengkapnya, yaitu benda tambahan (bijzaak). Oleh
karena itu, seorang pemilik benda pokok dengan sendirinya adalah pemilik
dari benda pelengkapnya.13
e. Asas Tidak Dapat Dipisahkan (Onsplitsbaarheid)
Berdasarkan asas tidak dapat dipisahkan ini, hak kebendaan atas suatu
benda tidak dapat dipindahkan secara sebagian. Artinya kewenangan
seseorang atas benda yang ada dalam suatu hak kebendaan tidak dapat
dipisahkan secara sebagian. Dengan sendirinya, maka pemisahan atau
pemindahaan sebagian hak kebendaan atas suatu barang dilarang atau tidak
diperjenankan oleh hukum. Pemilik benda dilarang atau tidak
diperkenankan untuk mengalihkan atau memisahkan sebagian kewenangan
atas benda yang ada dalam suatu hak kebendaan tertentu. Penguasaan atau
pemindahan hak atas suatu benda harus juga dilakukan secara utuh. Namun
demikian, pemilik dapat membebani hak milliknya dengan iura in realiena.
12Ibid., h. 48. 13 Frieda Husni Hasbullah dan Surini Ahlan Syarif,Hukum Kebendaan Perdata,Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2001, h. 55.
29
Ini kelihatannya seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya tetapi itu
hanya kelihatannya saja. Hak miliknya tetap utuh.14
14 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Loc.Cit.
30
f. Asas Prioritas (Prioriteit)
Hak Prioriteit adalah hak yang lebih dahulu terjadinya dimenangkan
dengan hak yang terjadi kemudian.15 Pada dasarnya semua hak kebendaan
memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang dari eigendom,
sekalipun luasnya berbeda-beda, karenanya kemudian perlu diatur
urutannya. Iura in realiena meletakan sebagai beban atas eigendom.16
Asas prioriteit ini tidak dikatakan dengan tegas, tetapi akibat dari asas
prioriteit ini, bahwa seseorang itu hanya dapat memberikan hak yang tidak
melebihi apa yang dipunyai (asas nemoplus). Adakalanya asas prioriteit ini
di terobos, akibatnya juga urutannya hak kebendaan terganggu.17
g. Asas Percampuran (Vermenging)
Dengan asas percampuran ini, maka semua hak kebendaan terbatas
wewenangnya (jadi bukan eigendom), hanya mungkin atas barang orang
lain, dan tidak mungkin atas barangya sendiri. Tidak dapat orang itu untuk
kepentingannya sendiri memperoleh gadai, hak memungut hasil atas
barangnya sendiri. Jika hak yang membebani dan yang dibebani itu
terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang membebani itu menjadi
lenyap (Pasal-Pasal 706, 718, 737, 807KUHPerdata).18
h. Asas Pengaturan dan Perlakuan yang Berbeda terhadap Benda yang Berbeda
15 Titik Triwulan Tutik. Loc.Cit. 16 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., h. 48. 17Ibid. 18Ibid.
31
Hal ini sesuai dengan pembedaan benda yang membawa konsekuensi
pula berbedanya pengaturan dan perlakuan terhadap benda yang berbeda.
Artinya, hal-hal yang berkaitan dengan penguasaan (bezit), penyerahan
(levering), pembebanan (bezwaring), lewat waktu (verjaring) masing-
masing akan berbeda. Hal yang sama juga berlaku terhadap iura in realiene
atas masing-masing benda. Misalnya, levering atas benda bergerak cukup
dilakukan penyerahan secara nyata (fisik), sedangkan levering atas benda
tak bergerak dilakukan dengan akta balik nama.19
i. Asas Publisitas (Publiciteit)
Asas publisitas berkaitan dengan pengumuman suatu kepemilikan
suatu benda tidak bergerak kepada masyarakat.20 Pada dasarnya peralihan
kepemilikan dan pembebanan suatu benda tidak bergerak dilakukan melalui
pendaftaran dalam daftar umum agar diketahui masyarakat (umum).
Sementara itu terhadap benda bergerak, pada prinsipnya peralihan
kepemilikan dan pembebanannya tidak diwajibkan didaftarkan. Hal ini
mengandung artinya, bahwa peralihan kepemilikan suatu benda bergerak
cukup dengan penguasaan dan penyerahan nyata, tanpaharus didaftarkan
dalam daftar umum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.21
j. Sifat Perjanjiannya sebagai Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst)
Adanya sifat perjanjian dalam setiap pengadaan atau pembentukan
hak kebendaan. Dalam asas ini pada dasarnya, dalam setiap hukum
19 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h. 52. 20 Frieda Husni Hasbullah dan Surini Ahlan Syarif. Op.Cit.,h. 56. 21 Rachmadi Usman, Loc.Cit.
32
perjanjian terkandung pula asas kebendaan dan dalam setiap hak kebendaan
melekat pula sifat hukum perjanjian di dalamnya.22 Hak kebendaan
melahirkan perjanjian yang bersifat zakelijk (Zakelijke Overeenkomst), yaitu
perjanjian yang melahirkan atau menciptakan hak kebendaan. Berbeda
dengan hak perorangan, melahirkan perjanjian yang bersifat verbintenis,
yaitu perjanjian yang melahirkan suatu perikatan yang bersifat obligatoir.
Menurut Suyling, perjanjian yang zakelijk itu bersifat abstrak, sedangkan
perjanjian yang obligatoir bersifat casual. Artinya pada perjanjian yang
zakelijk, dengan selesainya perjanjian tujuan pokok dari perjanjian itu sudah
tercapai, yaitu adanya hak kebendaan. Sedangkan pada perjanjian yang
obligatoir dengan selesainya perjanjian tujuan pokok dari perjanjian itu
belum tercapai, hak belum beralih masih harus ada penyerahan terlebih
dahulu.23
Wirjono Prodjodikoro menyatakan, bahwa hak kebendaan itu bersifat
mutlak, di mana dalam hal gangguan oleh orang ketiga, pemilik hal benda dapat
melaksanakan haknya terhadap siapapun juga. Pemilik hak benda dapat
melaksanakan haknya terhadap siapapun juga yang menganggunya dan orang
penganggu ini dapat ditegur oleh pemilik hak benda berdasarkan atas hak benda
itu. Ini berarti, bahwa di dalam hak kebendaan tetap ada hubungan langsung
antara seorang dan benda, bagaimanapun juga ada campur tangan dari orang
lain.24 Menurut Subekti, suatu hak kebendaan (zakelijkrecht) adalah suatu hak
22 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit,.h. 38. 23 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit,. h. 48. 24 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Sumur, 1993, h. 36.
33
yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dimana kekuasaan
dapat di pertahankan terhadap setiap orang.25 Rumusan yang sama dikemukakan
pula oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyatakan, bahwa hak
kebendaan itu ialah hak mutlak atas sesuatu benda di mana hak itu memberikan
kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga.26
Dengan demikian, dapat diketahui hak kebendaan itu termasuk dalam hak
keperdataan yang bersifat mutlak/absolut, yang mengandung arti bahwa
seseorang mempunyai kekuasaan langsung atas sesuatu benda, sehingga hak
seseorang atas sesuatu benda tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun juga,
bahkan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun juga. Seseorang lainnya
diwajibkan untuk menghormati hak kebendaan orang lain. Hak kebendaan
memberikan kekuasaan atas suatu benda, artinya hak kebendaan itu tetap
berhubungan dengan bendanya, bahkan sekalipun ada campur tangan dari pihak
luar.27
Pengertian benda (zaak) dalam perspektif hukum dinyatakan dalam Pasal
499 KUH Perdata, sebagai berikut :28
Menurut paham undang-undang yang dinamakan dengan kebendaan ialah
tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.
25 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1979, h. 14. 26 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., 49. 27 Suhardana, Hukum Perdara I : Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996. 28 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
34
Sedangkan, yang dimaksud dengan benda dalam arti ilmu hukum adalah
segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum dan barang-barang yang dapat
menjadi milik serta hak setiap orang yang dilindungi oleh hukum.29 Berdasarkan
ketentuan tersebut, pengertian benda tersebut meliputi segala sesuatu yang dapat
dimiliki oleh subjek hukum, baik itu berupa barang (goed) maupun hak (recht),
sepanjang objek dari hak milik itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.30 Ciri-ciri
hak milik dalam hukum benda :31
1. Hak milik merupakan hak pokok terhadap hak-hak kebendaan lain yang
bersifat terbatas, sebab dari hak milik itu dapat lahir sejumlah hak-hak
yang lain.
2. Hak milik merupakan hak yang paling sempurna.
3. Hak milik bersifat tetap. Artinya hak milik tidak akan lenyap oleh hak
kebendaan lainnya, tetapi hak kebendaan lainnya dapat lenyap karena
hak milik.
4. Hak milik merupakan inti dari hak-hak kebendaan lainya.
5. Merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga.32
Menurut ketentuan Pasal 574 KUHPerdata, tiap pemilik sesuatu benda,
berhak menuntut kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya
berdasarkan hak miliknya itu.33
29Simanjuntak P.N.H, op.cit., h 30 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, h. 23. 31 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Jakarta : Sinar Grafika, 2006, h. 37. 32 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2010, h. 18.
35
3. Terjadinya Hak Milik Dalam KUHPerdata dan atau Hukum Benda
Cara-cara memperoleh hak milik yang disebutkan dalam Pasal 584
KUHPerdata ialah :34
1. Pengambilan (toegening atau occupatio)
Pengambilan, yaitu cara memperoleh hak milik dengan mengambil
benda-benda bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya (res
nullius), seperti binatang-binatang buruan di hutan, ikan-ikan di sungai,
di laut dan di danau, buah-buahan di hutan belantara serta hasil-hasil
hutan lainnya.
2. Penarikan oleh benda lain (natrekking atau accessio)
Penarikan oleh benda lain, yaitu cara memperoleh hak milik di mana
benda (pokok) yang dimiliki sebelumnya karena alam bertambah besar
atau bertambah banyak. Misalnya, pohon-pohon (sebagai benda pokok
berbuah), sehingga buah-buahan pohon tersebut menjadi hak milik dari
pemilik pohon. Kemudian binatang ternak berkembang biak, anak-anak
binatang ternak ini menjadi hak milik dari pemilik ternak yang
berkembang biak itu.
3. Lewat waktu atau dalurawarsa (verjaring)
Lewat waktu atau daluwarsa, yaitu cara memperoleh hak milik karena
lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun
dalam tidak ada alas hak. Lewat waktu ini diatur dalam Pasal 610 BW
33 P.N.H Simanjuntak, Op.Cit., h. 31. 34 Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, P.T Alumni, Bandung, 2013, h. 34.
36
Buku IV BW tentang pembuktian dan daluwarsa. Sebagaimana diketahui
lewat waktu (verjaring). Sebagaimana diketahui lewat waktu (verjaring)
ini ada dua jenis yaitu acquistieve verjaring dan extinctieve
verjaring.Acquistieve verjaring adalah cara memperoleh hak-hak
kebendaan seperti hak milik. Sedangkan, extinctieve verjaring adalah
cara untuk dibebaskan dari suatu perutangan. Jadi, yang dimaksudkan
sebagai cara memperoleh hak milik disini adalah acquistieve verjaring.
Untuk memperoleh dengan acquistieve verjaring ini diperlukan adanya
beberapa syarat yaitu, bezit yangterus menerus dan tidak terganggu
selama waktu yang ditentukan itu, bezit harus diketahui oleh umum,
bezitnya harus te goeder trour, bezitter harus merasa dirinya sebagai
pemilik yang sebenarnya, disamping itu harus lewat watu 20 tahun atau
30 tahun.
Contohnya :35 seorang yang membeli sebidang tanah
eigendomsecarajujur dari seseorang yang sebenarnya tidak berhak
menjualnya. Setelah lewat 20 tahun, jika selama waktu tersebut tidak
pernah ada satu pihak pun yang membantah haknya, maka ia akan
menjadi pemilik yang sah atas tanah tersebut. Sebelum waktu 20 tahun
tersebut lewat oleh undang-undang ia hanya dianggap sebagai seorang
bezitter yang jujur saja, jika ia memang sungguh-sungguh mengira
bahwa ia memperoleh hak milik itu dari seseorang yang berhak
memindahkan hak milik tersebut.
35 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 1984, h. 26.
37
4. Pewarisan (erfopvolging)
Pewarisan, yaitu caramemperoleh hak milik bagi para ahli waris atas
boedel warisan yang ditinggalkan pewaris. Para ahli waris di sini
memperoleh hak milik menurut hukum. Yang dimaksud ahli waris di sini
bisa ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut
wasiat (testament).
5. Penyerahan (levering atau overdracht)
Penyerahan, yaitu cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan
hak milik dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang
lain yang memperoleh hak itu. Cara memperoleh hak milik dengan
peyerahan ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam
kehidupan masyarakat sekarang, salah satu contonya ialah perjanjian
jual-beli.
4. Hapusnya Hak Milik Dalam KUHPerdata
Pengertian hak milik (hak eigendom) disebutkan dalam Pasal 570
KUHPerdata yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati
kegunaan sesuatu benda dengan sepenuhnya dan untuk berbuat sebebas-bebasnya
terhadap benda itu, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan
tidak mengganggu hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan
38
pencabutan hak itu untuk kepentingan umum berdasarkan ketentuan undang-
undang dengan pembayaran ganti kerugian.36
Adapun sebab-sebab yang mengakibatkan hilangnya (hapusnya) hak milik
adalah :37
1. Karena orang lain memperoleh hak milik melalui cara yang
disebutkan dalam Pasal 584 KUHPerdata.
2. Karena musnahnya benda yang dimiliki.
3. Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya dengan maksud
untuk melepaskan hak miliknya.
C. Tinjauan Umum Mengenai Hak Milik Dalam HAM
1. Pengertian HAM
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau pokok yang dibawa manusia sejak
lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, merupakan kebutuhan dasar yang
harus ada bersifat abadi, dan menjadi dasar hak dan kewajiban dari berbagai aspek
kehidupan. Hak asasi manusia (HAM) dikenal dengan beberapa istilah human
rights (Inggris), droit de I’homme (Perancis), mensenrechten, grondrechten
(Belanda). Apabila istilah-istilah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi
hak asasi manusia dan secara harafiah, rights, droit, dan recht (en) mengandung
arti hak, dan human, deI’homme, mensen diartikan manusia. Dengan demikian,
hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia sebagai
36 Riduan Syahrani, Op.Cit.,h. 51. 37Ibid.
39
karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, bersifat kodrati yang tanpa hak itu seorang
tidak dapat hidup layak sebagai manusia.38 Substansi utama hak asasi manusia
adalah kebebasan dan hak privasi.39 Pasal 1 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, memberikan rumusan tentang pengertian Hak Asasi
Manusia (HAM), yaitu :
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindung negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. Pengertian Hak Milik Dalam HAM
Apabila dikaji dari segi konsep hak asasi manusia dari JohnLocke, satu
diantaranya adalah hak milik, maka hak milik atas tanah merupakan hak milik
yang bersifat kodrati yang melekat pada para individu. Hubungan hukum bangsa
Indonesia dengan tanah adalah hubungan memiliki, karena bersifat abadi yang
merupakan refleksi dari HAM yang bersifat kodrati, karunia Tuhan Yang Maha
Esa, mengikuti dan melekat dalam harkat dan martabat bangsa, serta harus sesuai
dengan keberadaan manusia dalam berbangsa dan bermartabat. Negara dan
individu adalah dua hal yang berbeda dalam hubungannya dengan tanah.
Hubungan individu dengan tanah melahirkan hak dan kewajiban, sedangkan
hubungan negara dengan tanah melahirkan kewenangan dan tanggung jawab. Hak
individu yang berkaitan dengan tanah disebut hak milik atas tanah, sedangkan
38 Sri Soemantri Martosoewignjo, Hak Asasi Manusia Ditinjau dari Hukum Nasional dan Hukum
Internasional, Makalah Seminar Refugee and Human Right, Fakultas Hukum Unsyiah dan UNHCR,
Banda Aceh, 1998, h. 11. 39Nasution Bahder Johan, Negara Hukum dan Hak Manusia Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2014, h.
4.
40
kewajiban adalah mengusahakannya agar dapat bermanfaat bagi orang lain dan
masyarakat. Hak milik merupakan suatu kualifikasi pasif dari penguasaan
tertinggi atas barang (benda) yang harus ada sebagai bagian dari hak asasi
manusia.40 Hak milik, khususnya hak milik atas tanah sebagai bagian dari hak
asasi manusia berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dasar, untuk
mengembangkan diri dan kehidupan sosial.41 Tanah merupakan faktor utama
pendukung kehidupan dan kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga konsep hak
kepemilikan menentukan susunan kehidupan dalam suatu negara.42
3. Sifat Hak Milik Dalam HAM
Logika dasar pemikiran hak milik menjadi salah satu unsur hak asasi
manusia adalah hak untuk hidup dan kebebasan jasmaniah ( hak asasi yang harus
ada dalam diri setiap individu selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai
pribadi terhormat yang merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lainya ).43 Dasar pemilikan hak atas milik pribadi, menurut John Locke
seseorang memiliki sesuatu berarti orang memiliki kewajiban untuk tidak
merampas sesuatu dari padanya. Hak milik pribadi dalam arti luas (hak asasi
manusia) meliputi : hak hidup, hak kebebasan jasmaniah, dan hak milik pribadi
yang merupakan cikal bakal dari pengembangan hak milik atas tanah. Dengan
40 Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia Ditinjau Dari Ajaran Hak Asasi
Manusia, CV. Mandar Maju, Jakarta, 2006, h. 298. 41 Frank G. Globe, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Kanasius, Yogyakarta 1987,
h. 92. 42 Soejono dan Abdurrahman, Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Sewa Guna dan Hak
Guna Bangunan, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, h. 1. 43 Purnandi Purbacakra dan A. Ridwan Halim, Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran Tinjauan Filsafat
Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1982, h. 8.
41
demikian, hak milik pribadi menjadi salah satu unsur dari hak asasi manusia, yaitu
hak untuk hidup dan kebebasan, merupakan hak asasi yang harus ada dalam diri
setiap manusia selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang
terhormat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Setiap orang
mempunyai hak milik pribadi dan hak itu dimaksudkan untuk memperoleh
sesuatu serta mempertahankan apa yang menjadi miliknya. Pada dasarnya, hak
milik adalah sesuatu yang menjadi milik manusia dan tidak boleh dicabut atau
dipisahkan tanpa persetujuan yang bersangkutan. Pemilik mempunyai kekuasaan
yang paling penting untuk melakukan perbuatan hukum apa saja dan
menggunakan apa yang menjadi miliknya.44
Hak milik adalah konsep hukum yang sangat penting. Dalam kerangka
hukum HAM, hak milik merupakan hak ekonomi yang fungsinya sangat vital
sebagai bagian dari upaya manusia mensejahterakan diri.45 Hak milik (Property
rights) yaitu, hak asasi ekonomi untuk memiliki sesuatu memperalihkannya
seperti membeli dan menjual serta memanfaatkannya.46 Dalam rangka
perlindungan terhadap hak milik sebagai HAM, Pasal 28H ayat (4) UUD NRI
1945 menentukan : “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil sewenang-wenang oleh siapapun.” Mengenai
hak milik sebagai hak asasi manusia telah diatur lebih lanjut dalam Ketetapan
MPR No.XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
44 Aslan Noor, Op.Cit., h. 73. 45 Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, Fakultas Hukum UKSW, Salatiga, 2015, h. 305. 46 Aslan Noor, Op.Cit., h. 126.
42
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan pasal 32, Bab II
bagian II dari Pasal 5 Ketetapan MPR No.XVII/MPR1998 menyebutkan bahwa
setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Pasal 36 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa
:
1. Setiap orang berhak mempunyai milik baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan
masyarakat dengan cara yang tidak boleh melanggar hukum.
2. Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan
secara melawan hukum.
3. Hak milik mempunyai fungsi sosial.
4. Hapusnya Hak Milik Dalam HAM
Mengenai hapusnya hak milik yang dimuat dalam, Pasal 37 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
menyebutkan bahwa :
Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya
diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta
pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.