bab ii tbc uji

Upload: bebek-setres

Post on 11-Jul-2015

183 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Pengetahuan Pengertian Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya. Pengetahuan adalah Hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah hasil tahu diri manusia yang sekedar menjawab pertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). 2. Tingkat pengetahuan

Menurut Mubarak, dkk (2006) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati suatu objek. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar menyebutkan, tetapi harus mampu menginterprestasikan objek tersebut secara benar.

c.

Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada kondisi atau situasi riil (sebenarnya). d. Analisis (Analisys) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-kompoen pengetahuan yang dimiliki.

f.

Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut. Menurut Raffi dalam Nursalam (2003), tingkat pengetahuan ini dapat dinilai dari tingkat penguasaan individu atau seseorang terhadap suatu objek atau materi .

8

Tingkat pengetahuan digolongkan menjadi : 1) 2) 3) 3. Tingkat pengetahuan baik : 76% -100% Tingkat pengetahuan cukup : 56% -75% Tingkat pengetahuan kurang : < 56% Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Dalam Mubarak, dkk (2006), dikatakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut : a. Pendidikan Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak juga pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. b. Pekerjaan Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Dengan banyaknya tantangan tersebut, akan bertambah pengetahuan seseorang mengenai suatu masalah yang dihadapinya. c. Umur Umur yang dimaksud disini adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dengan bertambahnya umur, maka bertambah pula pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga pengetahuan orang tersebut juga ikut bertambah. 4. Cara memperoleh pengetahuan

9

Menurut Notoatmodjo (2007) menyebutkan ada dua cara dalam memperoleh pengetahuan, yaitu: a. Cara tradisional/ non ilmiah Cara tradisional adalah cara memperoleh pengetahuan yang dilakukan dengan hal-hal yang menjadi kebiasaan atau tradisi manusia, yang meliputi: 1) Cara coba-coba (Trial and error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lainnya. Apabila kemungkinan kedua ini gagal dicoba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah tertentu dapat dipecahkan. Itulah sebabnya cara ini dengan metode trial (coba) dan error (gagal/salah). 2) Cara kekuasaan atau otoritas Pada cara ini prinsipnya adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji / membuktikan kebenarannya baik berdasarkan empiris / berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukan adalah sudah benar. 3) Pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian kata pepatah. Ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan satu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadinya dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. 4) Melalui jalan pikiran

10

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang dalam memperoleh pengetahuan dengan kata lain manusia telah menggunakan jalan pikirannya. b. Cara modern Cara baru / modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut penelitian ilmiah / popular disebut dengan metode penelitian. B. 1. Konsep Dasar TBC Pengertian Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tubercolosis, kuman batang aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini dapat berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah (Price, 2005). Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk juga meningen, ginjal tulang dan nodus limfe (Smeltzer, 2002). TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tubercolosis) yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop dengan pewarnaan dan metode khusus, berwarna merah dan berbentuk batang serta tahan asam sehingga disebut BTA (Basil Tahan Asam), yang terutama menyerang paru (Misnadiarly, 2006).

11

2.

Jenis Penyakit dan Klasifikasi TBC Menurut Misnadiarly (2006), penyakit TBC terdiri atas dua golongan

besar yaitu : a. b. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) TBC paru (TBC pada organ paru-paru) TBC ekstra paru (TBC pada anggota tubuh selain paru) : Tuberkulosis milier Tuberkulosis sistem saraf pusat (TBC meningitis) Tuberkulosis empyema dan bronchopleural fistula Tuberkulosis pericarditis Tuberkulosis skelet/tulang Tuberkulosis genitourinary Lymphadenitis Tuberkulosis cutan/kulit Tuberkulosis laringitis Tuberkulosis otitis Menurut Bahar (2001), di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis yaitu : a. b. c. Tuberkulosis paru Bekas tuberkulosis paru Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam : 1) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif.

12

2) Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain juga meragukan. Dalam 2-3 bulan, TBC tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TBC paru aktif atau bekas TBC paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : a. Status bakteriologi yang meliputi mikroskopik sputum BTA (langsung) dan biakan sputum BTA. b. Status radiologis, kelainan yang releven untuk tuberkulosis paru. c. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TBC dalam empat kategori yaitu: a. Kategori I ditujukan terhadap : Kasus baru dengan sputum positif. 2) b. Kasus baru dengan bentuk TBC berat. Kategori II ditujukan terhadap : 1) Kasus kambuh. 2) Kasus gagal dengan sputum BTA positif. c. 1) 2) d. Kategori III ditujukan terhadap : Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas. Kasus TBC ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV, ditujukan terhadap TBC kronik.

a.

13

3. a.

Pathofisiologi TBC Tuberkulosis (TBC) primer infeksi primer terjadi saat sseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TB Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. (Depkes RI, 2001). Partikel kuman TBC dapat masuk ke alveolus bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan bertumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paruparu akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadilah penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TBC millier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus

14

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini yang banyak terjadi dan sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi karena kuman dormant. Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan TBC primer (Bahar, 2001) b. Tuberkulosis (TBC) post primer (Tuberkulosis sekunder) Kuman yang dormant pada TBC primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa TBC post primer (Tuberkulosis sekunder). Mayoritas terinfeksinya mencapai 90 %. TBC sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, Diabetes, AIDS, gagal ginjal. TBC sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi diregio atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah kedaerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. TBC sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda manjadi TBC usia tua (elderly tuberculosis) (Bahar, 2001).

15

4.

Gambaran klinis penderita TBC Menurut Crafton (2002), gambaran klinis TBC mungkin belum muncul

pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul infeksi aktif, pasien biasanya memperlihatkan : a. Demam, biasanya pagi hari b. c. d. e. aktif. Menurut Misnadiarly (2006), gejala penyakit TBC adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e. 5. Batuk disertai dahak lebih dari tiga minggu Sesak nafas dan nyeri dada Badan lemah, kurang enak badan Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan Berat badan menurun Faktor risiko penderita TBC Individu yang berisiko tinggi tertular TBC yaitu : a. Mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. b. Individu yang tinggal diperumahan kumuh dengan ruangan yang gelap, lembab dan ventilasi udara kurang baik. c. Anggota keluarga pasien. Malaise (kelemahan) Keringat dingin pada malam hari Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat tubuh Batuk purulen produktif disertai nyeri dada sering timbul pada infeksi

16

d. Petugas kesehatan yang merawat pasien TBC (Corwin, 2000). 6. Perangkat Diagnostik TBC Menurut Price (2005), perangkat diagnostik untuk memastikan seseorang menderita TBC atau tidak adalah sebagai berikut : a. Tes tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis TBC terutama pada anak-anak (balita). Teknik Standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit tuberkulin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya dianjurkan menggunakan spuit insulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 26 G. Jarum yang pendek itu di pegang dengan permukaan yang miring diarahkan keatas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk suatu gelembung dengan diameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml

disuntikkan dengan tepat dan cermat. Untuk memperoleh hasil kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Intepretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 5 mm atau lebih dianggap reaksi positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan sensitifitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang diameternya sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok tertentu, sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang dengan faktor risiko TBC yang

17

tidak diketahui. Reaksi positif pada tes tuberkulin mengidentifikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostik penting dalam mengevaluasi seorang pasien dan juga beguna untuk menentukan prevalensi infeksi TBC pada masyarakat. b. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi sering kali menunjukkan TBC tetapi hampir tidak pernah membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini saja karena hampir semua manifestasi TBC dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya. Secara patologis, manifestasinya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakn tempat yang paling sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral. c. Pemeriksaan bakteriologik Pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TBC adalah pemeriksaan sputum karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Sebelum pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan

diajarkan melakukan refleks batuk. Sputum yang hendak diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan sekurang-

18

kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Cara pemeriksaan sediaan sputum yang diperlukan adalah : Pemeriksaan sedian langsung dengan mikroskop biasa. 1) Pemeriksaan sedian langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus). 2) 3) Pemeriksaan dengan biakan atau kultur. Pemeriksaan terhadap resistensi obat. Menurut Misnadiarly (2006), cara memastikan seseorang menderita TBC adalah sebagai berikut : 1) 2) TBC. 3) a) Pemeriksaan dahak dilakukan sebanyak 3 kali yaitu : Sewaktu pertama Pada waktu datang pertama kali ke sarana kesehatan (hari pertama). b) Pagi Dahak dikeluarkan dirumah setelah bangun pagi kemudian dibawa ke sarana kesehatan (hari kedua). c) Sewaktu Pada waktu datang kembali ke sarana kesehatan pada hari kedua, saat membawa dahak yang dikeluArkan dirumah setelah bangun pagi. 7. Penularan TBC Harus dilakukan pemeriksaan dahak dengan mikroskop. Penderita TBC bila dalam dahaknya ditemukan kuman

19

Menurut Misnadiarly (2006), cara penularan TBC adalah sebagai berikut : a. Sumber penularan adalah penderita yang dahaknnya mengandung kuman. b. dan berbicra. c. d. Penularan terjadi bila orang menghirup kuman TBC. TBC dapat menyerang siapa saja (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya) terutama yang tinggal didalam rumah yang gelap, lembab dan ventilasi udara tidak baik. 8. Risiko penularan TBC Penderita TBC yang berisiko menularkan bakteri TBC yaitu : a. Penderita TBC dengan bakteri dalam darah positif (+) sangat menular. b. Penderita TBC dengan bakteri dalam darah positif (+) setelah diobati beberapa minggu, risiko penularannya kecil. c. Penderita TBC dengan bakteri dalam darah negatif (-) umumnya tidak menular (Admin, 2004) 9. Pengobatan dan Penatalaksanaan TBC Pengobatan individu dengan TBC aktif memerlukan waktu lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat bermutasi apabila terpajan antibiotik yang semula masih efektif. Saat ini terapi untuk pasien dengan infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan berlangsung paling kurang 9 bulan TBC menular melalui udara, bila penderita batuk, bersin,

20

dan biasanya lebih lama. Apabila pasien tidak berespon terhadap obat-obat tersebut, maka obat dan protokol dan pengobatan lain akan dicoba (Corwin, 2000). Prinsip pengobatan TBC berdasarkan pada : regimen harus termasuk obatobat multipel yang sensitif terhadap mikroorganisme, obat-obatan harus diminum secara teratur, dan terapi obat harus dilakukan terus-menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan yang paling aman pada waktu yang paling singkat. Pada tahun 1994 CDC (Careful Desease Centre / Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit) dan ATS (The American Thoracic Society) mempublikasikan petunjuk baru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TBC, yaitu: a. Regimen obat enam bulan terdiri dari isoniazid (hidrasida asam isonikotinat /INH), rifampisin dan pirazemid diberikan selam 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TBC pada pasien organisme sensitif terhadap pengobatan. Pengobatan TBC mungkin memerlukan perubahan untuk orang yang sedang mengkonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinkan, kasus HIV yang berkaitan dengan TBC harusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani penyakit TBC dan HIV. b. INH dan rifampisin regimen sembilan bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa mengkonsumsi pirazemid.

21

c. Mengobati semua orang dengan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dengan Pengawas Minum Obat (PMO). d. TBC resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan riwayat pengobatan dan hasil study kerentanan. e. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis obat yang disesuaikan. f. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah pirazemid untuk dua bulan pertama, regimen ini

dengan

direkomendasikan untuk orang dewasa, dengan TBC aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negative, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat. Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien meminum regimen obat. DOTS adalah cara untuk memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan. Dengan DOTS, pekerja atau perawat kesehatan atau seseorang yang ditunjuk mengawasi menelan masing-masing dosis pengobatan TBC. Langkah-langkah seperti DOTS dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan (Price, 2005). Menurut Misnadiarly (2006), cara pengobatan TBC adalah sebagai berikut: a. Penderita harus minum obat secara teratur sesuai anjuran sampai dinyatakan sembuh. b. Penderita dapat Obat Anti TBC (OAT) di puskesmas secara gratis.

22

c. d. e.

Lama pengobatan 6-8 bulan. Perlu pemeriksaan dahak ulang untuk menentukan kesembuhannya. Perlu PMO (Pengawas Minum Obat) bagi setiap penderita. Penderita TBC yang tidak teratur minum obat akan mengakibatkan: a. Kuman TBC tidak akan mati. b. Timbul resistensi obat, kuman akan kebal c. Penyakitnya akan menjadi lebih parah dan lebih sukar diobati. d. Butuh waktu lebih lama untuk penyembuhan. e. Menghabiskan lebih banyak biaya. f. Kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja (Admin, 2004). C. Perilaku 1. Pengertian Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme atau individu yang dapat diamati atau bahkan dipelajari (Robert Kwik dalam Mubarak, 2006). Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas organisme atau mahkluk hidup yang bersangkutan, termasuk manusia. Aktifitas manusia dapat

dikelompokkkan menjadi dua, yaitu aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain serta aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007). Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada pada diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 1998). 2. Bentuk perilaku

23

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap stimulus dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk dua macam, yakni : a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan dan disebut covert behavior. b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dan dapat diobservasi secara langsung. Tindakan nyata seseorang terhadap stimulus (practice) disebut overt behavior.

3.

Perilaku kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respons seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sitem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Dengan demikian secara lebih rinci perilaku kesehatan ini mencakup : a. Perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit Perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit yaitu bagaimana manusia berespons baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsikan penyakit dan sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit tersebut, yang mencakup :

24

1)

Perilaku yang sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion behavior). Misalnya, makan makanan yang bergizi, olahraga, dan sebagainya. 2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) Perilaku pencegahan penyakit yaitu respon untuk melakukan pencegahan penyakit. Misalnya, tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. 3) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan. Misalnya, usaha untuk mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan. b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan yaitu respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik tradisional maupun modern. Menyangkut resons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) Perilaku terhadap makanan yaitu respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,

25

persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya. d. (enviromental health behavior) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan yaitu respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup : Perilaku sehubungan dengan air bersih, perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, perilaku sehubungan dengan limbah, perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat dan perilaku sehubungan dengan pembersihan sarangsarang nyamuk (vektor). 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Didalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor dari dalam individu disebut faktor intern yang mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, SSP (Sistem Syaraf Pusat) dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor dari luar yang disebut faktor ekstern yang meliputi : lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti : iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003) Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005) perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama : a. Faktor predisposisi (predisposing factors) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

26

Faktor predesposisi adalah adalah faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisikan perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, diantara pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan. Disamping itu, kepercayaan, tradisi, system, nilai dimasyarakat dianggap pula sebagai pemudah orang berperilaku.

b.

Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor pemungkin atau faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana

atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitai terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Misalnya, untuk terjadi perilaku memeriksakan kehamilan, maka dibutuhkan adanya dokter, bidan, posyandu, polindes, puskesmas, dan lain-lain. c. Faktor penguat (reinforcing factors) Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi bahwa seseorang sudah tahu akan manfaat suatu rangsang, tetapi justru mereka tidak berespon positif karena lingkungan disekitar mereka juga tidak bereaksi. 5. Ruang Lingkup/Ranah/Domain Perilaku Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku kedalam tiga domain. Pembagian ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan.

27

a.

Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu manusia terhadap objek melalui indera yang dimiliki (mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit). Pengetahuan seseorang terhadap objek berada pada tingkatan yang berbeda. b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek Alport (1954) dalam Mubarak, dkk (2006) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni :

1) 2) 3)

Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) Sikap memiliki tingkatan-tingkatan berdasarkan intensitasnya

(Notoatmodjo, 2003) diantaranya : 1) Menerima (receiving) Menerima, diartikan bahwa seorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). 2) Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikna tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3) Menghargai (valving) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

28

4)

Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala

risiko adalah tingkatan sikap yang paling tinggi. c. Praktek atau Tindakan Practice Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Diasamping fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support). Tingkat-tingkat praktek : 1) Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2) Respon terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3) Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4) Adaptasi (adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

29

6.

Pengukuran perilaku Pengukuran terhadap perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung,

yakni dengan wawancara dan kuesioner terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003). D. Pencegahan Penularan TBC Menurut Misnadiarly (2006), mencegah penularan TBC adalah dengan menjalankan pola hidup sehat, yaitu: 1. 2. 3. Menutup mulut waktu batuk dan bersin. Tidak meludah disembarang tempat. Ventilasi udara yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam ruangan. Tidur dan istirahat yang cukup. 4. 5. 6. Tidak merokok dan minum minuman beralkohol. Berolahraga teratur. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi yang seimbang. Menurut DepKes RI (2001) cara pencegahan penularan TBC adalah sebagai berikut : 1. 2. Minum obat secara teratur sampai selesai. Apabila batuk tutuplah mulut agar keluarga atau orang lain disekitar tidak tertular. 3. Jangan meludah disembarang tempat.

30

4.

Gunakan tempat seperti kaleng atau sejenisnya yang tertutup dan diisi dengan sedikit air sabun atau karbon/lysol untuk menampung dahak.

5. 6. 7.

Buang tampungan dahak ke lubang WC. Timbun tampungan dahak yang jauh dari keramaian. Menjemur bekas tempat tidur penderita secara teratur dan membuka jendela secara lebar - lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk karena kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari.

31