bab ii teori dan perumusan hipotesis a. tinjauan ...eprints.umm.ac.id/38770/3/bab...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Putri dan Christiawan (2014) melakukan penelitian Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas, dan Leverage Terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (Studi Pada Perusahaan Yang Mendapat Penghargaan Isra Dan
Listed (Go-Public) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2010-2012) Objek penelitian
38 perusahaan. Teknik analisis regresi. Dengan variabel independen profitabilitas,
likuiditas dan leverage. Variabel dependen adalah corporate social responsibility
Hasil penelitian profitabilitas, dan leverage tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Maiyarni et al. (2014) melakukan penelitian Pengaruh Profitabilitas,
Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Pengungkapan
Corporate Social Responsibility pada Perusahaan LQ-45 Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Periode 2009-2012. Objek penelitian 10 perusahaan. Dengan
menggunakan analisis regresi. Variabel independen profitabilitas, ukuran
perusahaan, likuiditas, dan leverage. Variabel dependen adalah corporate social
responsibility. Hasil penelitiannya adalah profitabilitas tidak berpengaruh
sedangkan leverage dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Corporate
Social Responsibility.
Putri (2017) melakukan penelitian Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Leverage, Likuiditas, dan Basis Kepemilikan Terhadap Corporate
11
Social Responsibility Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia (BEI) Periode Tahun 2012-2014. Dengan 25 data pengamatan.
Dengan variabel independen Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage,
Likuiditas, dan Basis Kepemilikan. Variabel dependen adalah corporate social
responsibility. Hasil penelitian size perusahaan berpengaruh terhadap Corporate
Social Responsibility sedangkan profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh
terhadap Terhadap Corporate Social Responsibility.
Mawandira (2014) melakukan penelitian Pengaruh Karaktersitik
Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Sektor
Non Keuangan dan Non BUMN. Terdapat 357 objek perusahaan. Dengan variabel
independen profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, ukuran perusahaan. Teknik
analisis menggunakan Stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility
sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Corporate Social
Responsibility.
Maulana dan Yuyetta (2014) melakukan penelitian Pengaruh Karakteristik
Perusahaan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Penelitian
pada perusahaan asuransi sebanyak 44 perusaahaan. Variabel independen
profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris. Teknik
analisis regresi. Dengan hasil penelitian ukuran perusahaan berpengaruh,
sedangkan profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
Corporate Social Responsibility.
12
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak dari jumlah
variabel, sampel dan laporan tahunan. Dalam penelitian ini menggunakan tiga
variabel yaitu variabel ukuran perusahaan (size), profitabilitas, dan leverage.
Sampel perusahaan yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI pada tahun 2016.
B. Tinjauan Pustaka
1. Teori Stakeholder
Stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap
perusahaan yang meliputi karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat,
pemerintah, selaku regulator, pemegang saham, kreditur, pesaing dan lain-lain.
Teori stakeholder menyatakan bahwa peusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholdernya (Purwanto, 2011).
Terdapat tiga argumen yang mendukung pengelolaan perusahaan berdasarkan
perspektif teori stakeholder (Warsono, 2009) yaitu :
1. Argumen Deskriptif
Argumen deskriptif menyatakan bahwa pandangan pemangku
kepentingan secara sederhana merupakan deskripsi yang realistis mengenai
bagaimana perusahaan sebenarnya beroperasi atau bekerja. Manajer harus
memberikan perhatian penuh pada kinerja keuangan perusahaan, tetapi tugas
manajemen lebih penting dari itu. Untuk dapat memeroleh hasil yang konsisten,
manajer harus memberikan perhatian pada produksi produk-produk berkualitas
tinggi dan inovatif bagi para pelanggan mereka, menarik dan mempertahankan
13
karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, serta mentaati semua regulasi
pemerintah yang cukup kompleks. Secara praktis, manajer mengarahkan energi
mereka terhadap seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik
saja.
2. Argumen Instrumental
Argumen instrumental menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku
kepentingan dinilai sebagai suatu strategi perusahaan. Suatu entitas yang
mempertimbangkan dan memerhatikan hak dan memberi perhatian pada berbagai
kelompok pemangku kepentingannya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik.
3. Argumen normatif
Argumen normatif menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku
kepentingan merupakan hal yang benar untuk dilakukan. Suatu entitas memiliki
penguasaan dan control yang cukup besar terhadap banyak sumber daya, dan hak
istimewa ini menyebabkan adanya kewajiban perusahaan terhadap semua pihak
yang mendapat efek dari tindakan-tindakan perusahaan.
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk
melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder. Sehingga
manajemen organisasi dapat melaporkan aktivitas-aktivitas tersebut kepada
stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk
disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi memengaruhi mereka
(contoh : melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan dan lain-lain), bahkan
ketika mereka tidak dapat langsung memainkan peran yang konstruktif dalam
kelangsungan hidup perusahaan (Ulum, 2009).
14
Stakeholders dapat digolongkan menjadi dua, yaitu kelompok primer dan
kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham
(owners), kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan pesaing atau
rekanan. Sedangkan kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat,
pemerintah asing, kelompok sosial, media masa, kelompok pendukung,
masyarakat pada umumnya dan masyarakat setempat (Azheri, 2012).
Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder
perusahaan adalah dengan melaksanakan pengungkapan CSR. Dimana, dengan
pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi
sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan
stakeholder. Hubungan yang harmonis berakibat pada perusahaan mencapai
keberlanjutan atau kelestarian perusahaan.
Adanya pihak stakeholder akan mendorong entitas bisnis untuk
meningkatkan kinerjanya dan timbal balik tindakan tersebut adalah memperoleh
dukungan dari para stakeholder. Salah satu upaya dalam meningkatkan kinerja
perusahaan adalah dengan melakukan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan
sekitar.
Dari teori stakeholder memberikan landasan bahwa suatu perusahaan harus
memberikan manfaat bagi stakholdernya. Manfaat tersebut ialah dapat
diberikannya dengan cara menetapkan program Corporate Social Responsibility
(CSR). Adanya program tersebut suatu perusahaan diharapkan akan
meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan, kesejahteraan karyawan,
15
masyarakat lokal serta memberikan kualitas terbaik kepada pelanggan. Sehingga
dapat terjalinnya hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitar perusahaan.
2. Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah
memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku
kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan
yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan
berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan
dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden,
tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari
keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.
Pengertian lain mengenai Corporate Social Responsibility terdapat dalam
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu :
“Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
16
Prinsip Dasar Corporate Social Responsibility secara konseptual CSR
merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal
dengan istilah triple bottom line (3P) yang diperkenalkan oleh John Elkington
(1998) yang terdiri dari :
1. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian
beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan
kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan sebagainya.
3. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini
biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih,
perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata (Ekoturisme).
Keberadaan perusahaan idealnya bermanfaat untuk masyarakat sekitar.
Prinsip dasar corporate social responsibility adalah pemberdayaan masyarakat
setempat Untung (2008). Menurut (Untung, 2008) manfaat kegiatan corporate
social responsibility bagi perusahaan antara lain :
a. Memertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek
perusahaan.
b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.
c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.
17
e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
f. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.
g. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
h. Peluang mendapatkan penghargaan.
3. Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Pengungkapan adalah pengeluaran informasi yang diberikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan. Apabila dikaitkan dengan data pengungkapan adalah
memberikan data yang bermanfaat kepada piha yang memerlukan. Sehingga data
tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat sama
sekali tujuan dari pengungkapan tersebut tidak akan tercapai.
Penerapan praktik CSR pada suatu entitas, perusahaan harus membuat
laporan untuk mempertanggung jawabkan kegiatan sosial yang telah dilakukan
perusahaan tersebut. Laporan tanggung jawab sosial merupakan laporan aktivitas
tanggung jawab sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan baik berkaitan
dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut
dilampirkan dalam laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan
direksi sebagai agaen di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Di Indonesia, pengungkapan CSR diatur dalam Undang-undang Perseroan
Terbatas No. 40 tahun 2007 Pada pasal 66 ayat (2) yang menyatakan bahwa
semua perseroan wajib untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di
Laporan Tahunan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menerapkan CSR
dalam program kerjanya dan mengungkapkan CSR pada laporan tahunan
perusahaan.
18
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
1. Kinerja Keuangan seperti :
a. Tingkat profitabilitas
b. Tingkat likuiditas,
c. Tingkat leverage,
d. Tingkat solvabilitas
e. Tingkat rentabilitas
f. Rasio aktivitas
2. Karakteristik Perusahaan seperti :
a. Ukuran Perusahaan
b. Umur perusahaan
c. Tipe Perusahaan
3. Corpoate Social Responsibility juga dipengaruhi oleh Good Corporate
Governance, antara lain :
1. Ukuran dewan komisaris
2. Frekuensi rapat dewan komisaris
3. Independensi dewan komisaris
4. Ukuran komite audit
5. Frekuensi rapat komite audit
6. Kompetensi komite audit
7. Kepemilikan saham manajerial
8. Kepemilikan saham institusional
19
9. Kepemilikan saham asing
Dalam kutipan Veronica (2009) menyebutkan dapat juga dipengaruhi oleh
kendala sosial yang dimiliki, negara pemilik di suatu perusahaan, negara tempat
didirikannya perusahaan, dan lain-lain.
Semakin kuat karakteristik yang dimiliki suatu perusahaan tersebut dalam
menghasilkan dampak sosial bagi publik tentunya akan semakin kuat pula
pemenuhan tanggung jawab sosialnya kepada publik.
Dalam penelitian ini, faktor memengaruhi pengungkapan Corporate Social
Responsibility diproksikan ke dalam ukuran perusahaan, profitabilitas dan
leverage.
5. Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran Perusahaan (Size) perusahaan adalah variabel yang banyak
digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan sosial yang dilakukan
perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan. Ukuran perusahaan dapat
menggambarkan seberapa besar kekayaan (assets) yang dimiliki oleh suatu
perusahaan. Menurut keputusan BAPEPAM No. 9 Tahun 1995, definisi
perusahaan menengah/kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang
: (1) memiliki jumlah kekayaan (total asset) tidak lebih dari Rp 20 M, (2) bukan
merupakan afiliasi atau dikendalikan oleh suatu perusahaan yang bukan
perusahaan menengah/kecil, (3) bukan merupakan reksa dana.
Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu
tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial, dengan cara
20
mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui pelaporan keuangan, maka
perusahaan dalam jangka panjang bisa terhindar dari tekanan politis tersebut serta
citra perusahaan di mata masyarkat akan semakin baik (Fariati dan Segoro, 2013).
Jika dihubungkan dengan teori stakeholder, perusahaan besar akan
memiliki jumlah stakeholder yang tinggi, mendapatkan pengawasan yang tinggi
dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat
terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara
perusahaan dengan stakeholder. Hubungan yang harmonis berakibat pada
perusahaan mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaan. sehingga akan
melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas untuk mendapatkan perhatian
dan dukungan dari pihak stakeholder tersebut.
6. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber
daya yang dimiliki untuk menghasilkan laba sebagai upaya meningkatkan nilai
pemegang saham. Profitabilitas menunjukan kinerja perusahaan yang baik pada
saat itu.
Profitabilitas yang diperoleh perusahaan merupakan hal yang sangat
penting bagi eksistensi dan keberlangsungan hidup perusahaan itu sendiri.
Profitabilitas yang tinggi berarti perputaran uang semakin cepat, Sehingga
perusahaan terdorong untuk selalu meningkatkan nilai profitabilitasnya agar
meningkatkan kinerja perusahaan dalam mengelola asetnya serta keberlangsungan
hidup perusahaan tersebut dapat bertahan.
21
Jika dihubungkan dengan teori stakeholder, maka jika perusahaan
memiliki profitabilitas yang tinggi maka kinerja perusahaan tersebut baik.
Sehingga investor tertarik untuk menanamkan saham pada perusahaan tersebut,
karena perusahaan telah menimbulkan reaksi positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Reaksi positif tersebut perusahaan tidak hanya meningkatkan laba
saja, akan tetapi juga memerhatikan lingkungan dan sekitar perusahaan yaitu
pengungkapan Corporate Social Responsibility. Dimana kegiatan tersebut sesuai
dengan teori stakeholders mengatakan bahwa perusahaan tidak hanya entitas yang
beroperasi untuk kebutuhan sendiri tapi juga harus membagikan manfaat bagi
stakeholders. Dengan demikian, kehadiran suatu perusahaan sangat dipengaruhi
oleh dukungan yang dilakukan oleh stakeholders kepada perusahaan.
Dengan memiliki profitabilitas yang baik, harapan stakeholder seperti
investor, masyarakat, pemerintah selaku regulator akan percaya bahwa perusahaan
mampu mengungkapan Corporate Social Responsibility, karena perusahaan
tersebut telah bebas dari resiko sosial dan lingkungan.
7. Leverage
Leverage adalah alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tergantung
pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Pembiayaan dengan utang atau
leverage keuangan menurut (Brigham dan Houston, 2010) memiliki tiga implikasi
penting, yaitu:
1. Memeroleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas.
22
2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk memberikan
marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian
kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada
kreditur.
3. Jika perusahaan memeroleh pengembalian yang lebih besar atas investasi yang
dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka
pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar.
Rasio leverage digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur
modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak
tertagihnya suatu utang. Maka manajemen perusahaan dengan tingkat leverage
yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat
agar tidak menjadi soroton dari para stakeholder (Subiantoro dan Mildawati,
2015).
Tingkat leverage yang tinggi, membuat perusahaan untuk melakukan
pelanggaran terhadap kontrak utang, karena manajer akan melaporkan laba saat
ini lebih tinggi dibandingkan laba masa depan. Laba yang dilaporkan lebih tinggi
akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang dan
manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba
sekarang. Sehingga manajer lebih memfokuskan kinerja keuangan daripada
kinerja lingkungan seperti pengungkapan Corporate Social Responsibility.
Jika dikaitkan dengan teori stakeholder, leverage memengaruhi terhadap
pengungkapan Corporate Social Responsibility. Karena, perusahaan dengan
leverage yang tinggi, perusahaan cenderung bersikeras untuk melunasi liabilitas
23
perusahaan. Dengan adanya, kekuatan dalam menghasilkan laba, maka dapat
diharapkan perusahaan tersebut mampu untuk melunasi liabilitas perusahaan, laba
yang tinggi tidak hanya difokuskan pada kegiatan operasi perusahaan tersebut
tetapi juga memerhatikan lingkungan sekitar perusahaan sehingga perusahaan
tidak hanya berorientasi pada profit tetapi juga harus memiliki manfaat bagi
stakeholder dan lingkungan sekitar perusahaan.
C. Perumusan Hipotesis
Dalam penelitian ini, mengajukan tiga hipotesis. Hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan (Size) terhadap Pengungkapan Corporate
Social Responsibility.
Ukuran perusahaan, dapat dilihat besar kecilnya suatu aset perusahaan
tersebut. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar juga pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Sehingga, semakin besar total
aset, penjualan dan kapitalisasi pasar semakin besar pula ukuran perusahaan.
Semakin besar aset maka semakin besar modal yang ditanam diperusahaan,
semakin besar penjualan maka semakin banyak perputaran uang yang mengalir di
perusahaan, semakin juga besar kapitalisasi pasar maka semakin besar perusahaan
dikenal masyarakat.
Penelitian dilakukan oleh Septiana dan Fitria (2014), Indraswari dan
Astika (2015), Kurniasari dan Septriana (2013), Mawandira (2014), Maulana dan
Yuyetta (2014), dan Dewi dan Priyadi (2013) memiliki hasil ukuran perusahaan
24
berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility.
Karena perusahaan tersebut lebih banyak melakukan aktivitas sehingga banyak
pula mengandung informasi dan pihak stakeholder oleh karena itu perusahaan
memiliki tanggung jawab besar bagi stakeholder dan lingkunganya.
Hubungan ukuran Perusahaan dengan pengungkapan Corporate Social
Responsibility adalah ukuran yang lebih besar dapat lebih bertahan daripada
perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil, karena semakin besar perusahaan,
semakin besar pula sumber daya yang dimiliki perusahaan tersebut. Dengan
semakin besarnya sumber daya yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan
tersebut akan lebih banyak berhubungan dengan stakeholder, sehingga diperlukan
tingkat pengungkapan atas aktivitas entitas yang lebih besar, termasuk
pengungkapan dalam tanggung jawab sosial (CSR) (Kamil dan Herusetya, 2012).
Sebagai strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder
perusahaan adalah dengan melaksanakan pengungkapan CSR. Dimana, dengan
pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi
sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan
stakeholder. Hubungan yang harmonis berakibat pada perusahaan mencapai
keberlanjutan atau kelestarian perusahaan dengan adanya pengungkapan
Corporate Social Responsibility.
Perusahaan dengan ukuran lebih besar dapat lebih bertahan daripada
perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil karena semakin besar entitas semakin
besar pula sumber daya yang dimiliki entitas, maka entitas tersebut akan lebih
banyak berhubungan dengan stakehloder, sehingga diperlukan tingkat
25
pengungkapan dalan tanggung jawab sosial sehingga tercapainya perusahaan
mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaan (Kamil dan Herusetya, 2012).
Berdasarkan kajian diatas hipotesis diajukan :
H1 : Ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap pengungkapan
Corporate Social Responsibility (CSR).
2. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya
yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan. Jika profit yang dihasilkan tinggi
merupakan akibat dari kepuasan konsumen terhadap produk / jasa yang dihasilkan
oleh perusahaan. Para investor di pasar modal, sangat memerhatikan perusahaan
dalam menghasilkan laba dan meningkatkan laba. Perusahaan yang memiliki laba
yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan tersebut baik. Sehingga memberikan
kenaikan terhadap harga saham yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan
return saham. Kenaikan return membuat investor tertarik untuk berinvestasi di
dalam perusahaan tersebut. Karena perusahaan tersebut telah menunjukan bahwa
perusahaan memberikan reaksi positif terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Prakasa dan Astika (2017 ), Sari (2012),
Yusrianti dan Himawan (2013) memiliki hasil penelitian profitabilitas
berpengaruh positif terhadap Pengungakapan Corporate Social Responsibility.
Profitabilitas yang baik merupakan faktor yang memungkinkan manajemen bebas
dan fleksibel untuk melakukan dan menyatakan para shareholders untuk
26
melaporkan program Corporate Social Responsibility karena perusahaan tersebut
meyakinkan pula terhadap stakeholder khususnya investor maupun kreditor
bahwa perusahaan telah bebas dari resiko lingkungan dan masyarakat.
Hubungan profitabilitas dengan pengungakapan Corporate Social
Responsibility adalah perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah akan
mempertimbangkan pelaksanaan dan pengungkapan Corporate Social
Responsibility, karena dikhawatirkan akan mengganggu operasional perusahaan
dengan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, stakeholder khusnya investor
lebih percaya dengan perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi, karena
dengan profitabilitas yang tinggi dapat membuat perusahaan tersebut bertahan dan
berkelanjutan. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk mendapatkan laba yang
tinggi, tetapi perusahaan juga peduli serta perhatian terhadap lingkungan
perusahaan dengan mengungkapakan Corporate Social Responsibility atas
kegiatan operasional perusahaan.
Tingkat profitabilitas yang semakin tinggi mencerminkan kemampuan
entitas dalam menghasilkan laba yang semakin tinggi, sehingga entitas mampu
untuk meningkatkan tanggung jawab sosial, serta melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosialnya dalam laporan keuangan dengan lebih luas (Kamil dan
Herusetya, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility.
27
3. Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility.
Leverage dapat diartikan sebagai tingkat ketergantungan perusahaan terhadap
hutang dalam membiayai kegiatan operasi perusahaan. Rasio leverage digunakan
untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan,
sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Sehingga
leverage juga merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan
tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang
memiliki tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman dari luar
untuk membiayai asetnya, sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat leverage
lebih rendah berarti lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh, Subiantoro dan Mildawati (2015), Prakasa
dan Astika (2017 ), Sriayu dan Mimba (2013), Sha (2014), Wardani dan Januarti
(2013) bahwa leverage berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility. Perusahaan yang memiliki leverage yang lebih besar akan
cenderung menutupi informasi tambahan karena agar tidak menjadi sorotan dari
debtholder.
Hubungan leverage dengan pengungkapan Corporate Social
Responsibility adalah perusahaan dengan tingkat rasio leverage yang tinggi akan
lebih banyak melakukan luas pengungkapan tanggung jawab sosial Sedangkan
perusahaan dengan tingkat rasio leverage yang tinggi akan mengungkapkan
tanggung jawab sosialnya lebih rendah, hal ini dikarenakan perusahaan harus
28
mengurangi biaya-biaya untuk melakukan luas pengungkapan tanggung jawab
sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan dari para debtholders.
Tingkat leverage yang tinggi, membuat perusahaan untuk melakukan
pelanggaran terhadap kontrak utang, karena manajer akan melaporkan laba saat
ini lebih tinggi dibandingkan laba masa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih
tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang dan
manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba
sekarang. Sehingga manajer lebih memfokuskan kinerja keuangan daripada
kinerja lingkungan seperti pengungkapan Corporate Social Responsibility.
Sehingga hipotesis yang diajukan adalah :
H3 : Leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility.
D. Kerangka Pemikiran
Pengungkapan Corporate Social Responsibility adalah perilaku kepedulian
perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi.
Perusahaan dengan ukuran perusahaan yang besar cenderung mengungkapkan
informasi CSR dikarenakan memiliki banyak stakeholder sebagai upaya
perusahaan menjaga hubungan dengan stakeholder untuk berkelanjutan
perusahaan. Kemudian dengan tingkat profitabiltas menumbuhkan kesadaran
perusahan untuk melakukan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan atas
kegiatan operasioanl yang telah dilakukan. Selanjutnya tingkat leverage membuat
perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer
akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba