bab ii teori umum tentang zakat...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TEORI UMUM TENTANG ZAKAT
A. Sejarah Zakat
Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal pada tahun
keduan hijrah Nabi SAW. Kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa
Ramadhan dan zakat fitrah. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena
masyarakat Islam sudah mulai terbentuk, dan kewajiban ini dimaksudkan
untuk membina masyarakat muslim yakni sebagai bukti solidaritas sosial,
dalam arti bahwa orang kaya yang berzakat yang patut masuk dalam barisan
kaum beriman. Adapun ketika umat Islam masih berada di Makkah.
Allah SWT, sudah menegaskan dalam Al-Qur’an tentang
pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa kewajiban
infaq, yaitu bagi mereka yang mempunyai kelebihan wajib membantu yang
kekurangan, besarnya tergantung kepada kerelaan masing-masing, yang
tentunya kerelaan itu berkaitan erat dengan kualitas iman yang bersangkutan.1
Selama tiga belas tahun di Makkah, kaum muslimin didorong untuk
manginfakkan harta mereka buat fakir, miskin, budak, namun sebelum
ditentukan nishab dan berapa kewajibannya zakatnya, juga belum diketahui
apakah telah diorganisasi pengumpulan dan penyalurannya. Yang jelas, kaum
muslimin awal memberikan sebagian harta mereka untuk kepentingan Islam.
Abu Bakar r.a. misalnya, memerdekakan sejumlah budak setelah membeli
mereka dengan harga mahal.
Periode Madinah ditentukan nishab dan jumlah kewajiban zakat
administrasi, pengumpulan dan penyalurannya. Zakat turun di madinah
memberikan rincian sistematik tentang kewajiban zakat. Bahkan ceramah
Rasulullah di madinah setelah hijrah berisi juga kewajiban zakat dan Infaq.
Rasulullah pernah mengirim Ala al-Hadrami ke Bahrain dan Amr ke Oman
pada tahun 8 H, Muadz ke Yaman pada tahun 9 H.
1 Muhammad, Zakat Profesi Wacana pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, (Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002), hlm 16.
13
Dalam banyak riwayat dikisahkan bahwa zakat dari suatu daerah
disalurkan kedaerah itu juga, tidak dibawa ke Madinah. Meski demikian,
beberapa riwayat mengisahkan sebagian zakat ada juga yang dikirim ke
Madinah. Konsep zakat tidak statis, tapi terus dikembangkan oleh Khulafaur
Rasyidin dan para ulama’ setelahnya.2
Dalam soal manajemen, pada awal Islam, ada pengalaman yang
menarik bahwa zakat dikelola oleh pemerintah. Pendapat ini memang dapat
diperdebatkan. Sejarah mencatat bahwa sejak Rasulullah SAW melakukan
migrasi atau hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau di posisikan sebagai
Nabi dan Negarawan. Dengan demikian, keberadaan beliau selain pemimpin
agama, juga sebagai pemimpin negara dan pemerintahan. Tidak salah jika
ada orang yang berpendapat bahwa Islam adalah agama dan negara (al-Islam
huwa al-din wa al-daulah).3
Ibadah zakat dapat dipertanggung jawabkan kepada pemerintah,
karena dalam pengamalannya lebih berat di banding ibadah-ibadah yang lain.
Dengan demikian asas ikhlas dan sukarela tetap dominan dalam pelaksanaan
dan penerapan zakat sebagaimana yang berlaku pada masa Rasulullah,
Khulafaur al-Rasyidin dan pemerintahan Islam di belakangnya.
1. Zakat Pada Masa Rasulullah SAW.
Syariat zakat baru diterapkan secara efektif pada tahun kedua
hijriyah. Ketika itu Nabi Muhammad SAW. Telah mengembangkan dua
fungsi yaitu sebagai Rasullullah dan pemimpin umat. Zakat juga
mempunyai dua fungsi yaitu ibadah bagi Muzakki dan sumber utama
pendapatan negara. Dalam pengelolaan zakat, Nabi sendiri turun tangan
memberikan contoh dan operasionalnya.4
2 Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu kajian Kontemporer, ( Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hlm 191 3 Ahmad Rofiq, Fiqih kontekstual:Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, ( Semarang:
Kerjasama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar, 2004), hlm 299 4 Abdurrahman Qadir, OpCit., hlm 88.
14
Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, untuk
daerah diluar kota Madinah Nabi mengutus petugas untuk mengumpulkan
dan menyalurkan zakat.
2. Zakat Pada Masa Kholifah Abu Bakar.
Kholifah Abu bakar melanjutkan tugas Nabi, terutama tugas-
tugas pemerintahan khususnya dalam mengembangkan sejarah agama
Islam termasuk menegakkan syariat zakat yang telah ditetapkan sebagai
sendi rukun Islam yang penting dan strategis.5
Khalifah memandang masalah ini sangat serius, karena fungsi
zakat sebagai pajak dan sumber utama pendapatan Negara. Pada awal
pemerintahan Khalifah Abu Bakar timbul suatu gerakan yang tidak mau
membayarkan zakatnya kepada Kalifah. Maka khalifah mengambil suatu
kebijaksanaan bahwa golongan yang tidak mau lagi membayar zakat di
hukum telah murtad, maka mereka boleh di perangi.
Ada pengalaman sejarah khalifah Abu Bakar al-Shiddiq r.a.
diamanati menjadi khalifah pengganti Rasulullah SAW dihadapkan pada
situasi dilematis, sehubungan dengan sekelompok rakyat yang tidak mau
menunaikan zakat. Abu Bakar berpendapat keadaan ini tidak bisa
dibiarkan dan harus diselesaikan. Sikap dan langkah politik yang diambil
adalah memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat tersebut.
Langkah ini tidak disetujui Umar bin Khattab ra. dengan alasan,
perintah memerangi seseorang itu hanya bisa dibenarkan hingga batas
seseorang belum mengucapkan dua kalimah syahadah. Sementara Abu
bakar beralasan bahwa apabila tindakan pembangkangan mereka untuk
membayar zakat dibiarkan, akan menjadi presiden buruk terhadap
pemahaman Islam.6
5 Ibid, hlm 89. 6 Ahmad Rofiq, Op.Cit, hlm 284.
15
Dalam pelaksanaan dan pengelolaannya khalifah Abu Bakar
langsung turun tangan dan mengangkat beberapa tugas (amil zakat),
sehingga pemungutan dan penyaluran harta zakat berjalan dengan baik.
3. Zakat Pada Masa Kholifah Umar Ibn al-Khattab.
Pemungutan dan pengelolaan zakat dalam masa Khalifah Umar
Ibn al-Khattab ini makin diintensifkan, sehingga penerimaan hartazakat
makin meningkat, karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan
pertambahan dan perkembangan umat Islam di pelbagai wilayah yang
ditaklukan.7
Zakat menurut Umar Ibn al-Khaththab bertujuan untuk merubah
mustahik menjadi Muzakki, Menurut Quraisy Shihab ada tiga landasan
filosofis. Pertama, Istikhlaf (penugasan sebagai Khalifah di bumi). Manusia
sebagai khalifah di bumi mempunyai tugas untuk membagi kesejahteraan
sebagai penjabaran Rahmatan lil ‘Alamin.kedua, solidaritas sosial, manusia
hanya bisa hidup jika bersama dengan individu-individu yang lain.
Ketiga, persaudaran, manusia berasal dari satu keturunan, jadi ada
pertalian darah, dekat atau jauh. Setidaknya ada tiga pola persaudaraan,
yakni persaudaraan sesama muslim (Ukhuwah Islamiyah), persaudaraan
sesama warga negara (Ukhuwah Wathaniyah), persaudaraan sesama umat
manusia (Ukhuwah Insaniyah/ Basyariyah).8
4. Zakat Pada Masa Kholifah Utsman Ibn Affan.
Dalam periode ini, penerimaan zakat makin meningkat lagi,
sehingga gudang Baitul Mal penuh dengan harta zakat. Bagi khalifah
Usman Ibn Affan, urusan zakat ini demikian penting, untuk itu dia
mengangkat pejabat khusus menanganinya yaitu zaid Ibn Tsabit,
sekaligus mengangkatnya mengurus lembaga keuangan Negara
(BaitulMal).
7 Abdurrahman Qadir, Op.Cit, hlm 91. 8 Ibid., hlm 286-287.
16
Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian zakat makin lancar
dan meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera di bagi-bagikan kepada
yang berhak menerimanya, sehingga tidak terdapat sisa harta zakat yang
tersimpan dalam Baitulmal.9
5. Zakat Pada Masa Kholifah Ali Ibn Abi Thalib.
Ali Ibn Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah setelah lima hari
terbunuhnya khalifah Usman Ibn Affan. Sejak awal pemerintahannya, ia
menghadapi persoalan yang sangat kompleks yaitu masalah politik dan
perpecahan dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan atas
diri khalifah Usman ibn Affan.
Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali Ibn Abi Thalib
selalu mengikuti kebijaksanaan khalifah-khalifah pendahulunya. Harta
zakat yang sudah terkumpul ia perintahkan kepada petugas supaya segera
mambagi-bagikan kepada mereka ang berhak yang sangat
membutuhkannya, dan jangan sampai terjadi penumpukan harta zakat
dalam Baitul Mal.
B. Pengertian dan Istilah-Istilah yang memiliki arti Zakat
a. Pengertian Zakat.
Perkataan zakat ditinjau dari bahasa, berasal dari kata dasar
(masdar) “zakâ” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan
bertambah.10 Jika diucapkan “Zakat al-Nafaqoh” artinya nafkah tumbuh
dan bertambah jika di berkati. Kata ini juga sering dikemukakan untuk
makna “ thaharoh” (suci). Allah SWT berfirman:
9 Ibid., hlm 92.
10 R. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet I, hlm 224
17
)٩: الشمس (.قد أفلح من زكّها
Artinya :“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (Q.S. As-Syams: 9).11
Kata “ zakat” adakalanya bermakna pujian, seperti dalam firman
Allah SWT:
)٣٢:جملنا ( . تزكّوا أنفسكم فال………
Artinya : “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci,” (Q.S. An-Najm:32 ).12
Arti “tumbuh” dan “suci” tidak dipakaikan hanya buat kekayaan,
tetapi lebih dari itu juga buat jiwa orang yang menzakatkannya, sesuai
dengan firman Allah SWT:
)١٠٣:ةوالت(… خذ من أمواهلم صدقة تطهرهم وتزكّيهم ا
“Pungutlah dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka
dengannya.” (QS.9:103).13
Pengertian zakat menurut syara’, berarti adalah hak dan wajib di
keluarkan dari harta. Madzhab Maliki mendefinisikannya dengan “
Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang -
orang yang berhak menerimanya. Dengan catatan kepemilikain itu penuh dan
mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.”14
11 Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm
1064 12 Ibid, hlm 854 13 Ibid, hlm 297 14 Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1996), hlm. 1985
13
18
Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan, “menjadikan sebagian
harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus”, yang ditentukan oleh
syariat karena Allah SWT.15
Menurut Madzhab Syafi’i, zakat sesuai dengan cara khusus.
Sedangkan menurut madzhab Hambali, zakat ialah hak yang wajib
(dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.16
Menurut Masdar Farid Mas’udi memberikan kesimpulan bahwa zakat
cenderung dipahami bukan sebagai konsep keagamaan yang titik pangkalnya
terletak pada komitmen kerohanian, melainkan lebih sebagai konsep
kelembagaan yang bersifat alternatif terhadap konsep-konsep kelembagaan
lain yang sejenis, seperti pajak dan upeti.17
Dari berbagai definisi di atas, jelaslah dapat ditarik satu kesimpulan
bahwa kata zakat dalam pandangan fuqaha, dimaksudkan sebagai
“penunaian”, yakni penuanaian hak dan wajib, yang terdapat dalam harta,
juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentu dan yang diwajibkan Allah
untuk diberikan kepada orang-orang fakir.
Zakat dinamakan shodaqoh karena tindakan itu akan menunjukkan
kebenaran (shidiq) seorang hamba dalam beribadah dan melakukan ketaatan
kepada Allah SWT.
b. Istilah yang dipakai dalam Al-Qur'an yang memiliki arti zakat yaitu :
1. Infaq
Terkadang kata-kata “infaq” dipakai untuk arti “zakat”.
Sebagaimana dinyatakan dalam surat at-Taubah:34 هللا فبشرهم بعذاب والذين يكرتون الذّهب والفضة وال ينفقو ا يف سبيل ا.... ).٣٤:التوبة.(أليم
15 Wahbah Al-Zuhayly, Al-Fiqh Al-Islam Adillatuhu, terj. Agus Effendi dan Bahruddin
Fannany, Zakat kajian Berbagai Madzhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 83. 16 Ibid, hlm 84 17 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan Risalah Zakat (Pajak0 dalam Islam, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1991), hlm.105.
19
Artinya:“....Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih”.18
Zakat disebut infaq karena pada hakikatnya zakat itu penyerahan
harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah SWT.19
2. Shadaqah
Kata “shadaqah” terkadang dipakai untuk kata “zakat”.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat at-Taubah:60
ءامناالصدقت للفقراء واملسكني والعملني عليها واملؤلّفة قلوم ويف الرقاب . واهللا عليم حكيم. فريضة من اهللا.والغرمني وىف سبيل اهللا وابن السبيل
)٦٠:التوبة(
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk dijalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi maha Bijaksana.20
Zakat disebut Shadaqah dalam Surat at-Taubah karena memang
salah satu tujuan utama zakat adalah untu mendekatkan diri (taqarrub
kepada Allah SWT.21
Shadaqah termasuk juga amal ibadah sunnah bagi siapa saja yang
mampu menunaikannya untuk menabung amal kebajikan. Kata shadaqah
memang lebih luas pengertiannya dibanding infaq.
Maksud memberikan sesuatu terbatas pada Maliah semata-mata.
Membaca tasbih, tahmid, dan tahlil; perintah kebajikan mencegah
18 Soenarjo dkk,Op.Cit, hlm. 283 19 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), hlm. 09 20 Soenarjo dkk, Op.Cit,hlm. 288 21 Didin Hafidhudin, Op.Cit,hlm. 09
20
kemungkaran menyingkirkan penghalang di jalan, memberi petunjuk bagi
yang membutuhkannya itu semua adalah termasuk shadaqah. Singkatnya,
segala sesuatu yang mengarah pada kebajikan adalah shadaqah.
Kalau tidak punya sesuatu yang untuk bershadaqah, hendaklah
bekerja agar dapat memberikan manfaat untuk dirinya dan kemudian
mampu pula bershadaqah. apabila tidak mampu bekerja untuk
mendapatkan harta, maka memberikan pertolongan kepada orang-orang
yang memerlukan bantuan karena mengalami kesusahan. Namun apabila
tidak bisa juga cukup berbuat baik dan menahan diri dari pebuatan buruk.
Jadi tidak wajib dengan harta bisa dengan yang lain seperti kejelasan yang
diatas.
3. Hak
Kata “hak” terkadang juga dipakai untuk makna “zakat”.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-An’aam:141.
)١٤١: سورة األنعام.....(وأتوا حقّه يوم حصاده ....
Artinya: “.... dan tunaikanlah haknya di hari memetiknya....”22
Zakat disebut hak, oleh karena memang zakat itu merupakan
ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang harus duiberikan
kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).23
Sedangkan dalam ilmu fiqih, istilah zakat, shodaqah, infak dan
hak dalam implementasinya memiliki definisi dan titik tekan yang
berbeda dan dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara ketiganya ada
unsur kesamaannya, yaitu sama-sama ditekankan oleh Allah dan untuk
dilaksanakan oleh umat muslim. Perbedaan terletak bahwa zakat adalah
22 Soenarjo dkk. Op.Cit, hlm,. 212 23 Didin Hafidhudin, Loc.Cit
21
wajib, sedangkan infak, shadaqah dan hak adalah ibadah sunnah sebagai
komplementer daripada zakat.
Bila zakat diatur sedemikian rupa menyangkut siapa, apa,
kapannya, berbeda dengan infaq dan shadaqah yang tidak diatur
sedemikian ketat. Khususnya mengenai infaq dan shadaqah. Memang
keduanya dari segi hukum sama-sama sunnah, tetapi bila kita dari macam
apa yang diberikan, nampak bahwa infaq lebih ditekankan pada aspek
Maliah, sedangkan shadaqah berupa apa saja. Itulah sebabnya dalam Al-
Qur’an shadaqah Maliah dapat diungkapkan melalui kata-kata infaq, tidak
memakai kata shadaqah, justru kata shadaqah banyak dimaksudkan
sebagai zakat. Dalam pada itu shadaqah lebih umum dibanding zakat dan
infaq. Dengan kata lain zakat dan infaq adalah bagian dari pada
shadaqah.24
Oleh karena itu jika pengertian zakat dihubungkan dengan harta
benda, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati dan berkah
(membawa kebaikan hidup dan kehidupan bagi yang punya harta).
C. Landasan Hukum Zakat
Zakat sebagai ibadah Maliyah Ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan
dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan), merupakan salah satu rukun
Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syariat Islam.
Kata zakat dalam bentuk ma’rifat disebut pada 32 ayat dalam Al-
Qur’an yang diantaranya 26 kali dalam Al-Qur’an menegaskan kewajiban
zakat bersamaan kewajiban shalat.25
24 Saefudin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bima Sejati, 2000), hlm. 23 25 Fuad Abdul Baqy, Al-Mu’jam al-Mufahrasy Li al-fadil Al-Qur’an al-Karim,( Mesir::
Darul Qutub), hlm 331-332
22
Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar wajibnya zakat dalam Al-
Qur’an diantaranya adalah firman Allah SWT:
)٤٣:ألبقرة(وأقيمواالصلوة وأتواالزكوة وار كعوا مع الرا كعني
Artinya : “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. 2:43).26
خذ من أمواهلم صدقة تطهرهم وتزكّيهم ا وصلّ عليهم أنّ صلوتك سكن هلم )١٠٣:التوبة(عليم واهللا مسيع
Artinya : “Ambillah Zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 9:103)27
)١٩:ألذاريات(حق للسائل واحملروم ويف أمواهلم
Artinya : “Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. 51:19)28
Di samping yang terdapat daalam Al-Qur’an, kewajiban zakat juga
disebutkan dalam hadits-hadits Nabi SAW yang diantaranya adalah Hadits
yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Ketika Nabi mengutus Mu’adz bin
Jabbal ke Yaman yang berbunyi :
يمن فقال ادعهمالىل بعث معاذا ا) ص(لنيب ا ن عبا س رضي اهللا عنهما أنابعن
م أن اهللا همِلأَ عهم اطاعوا لذالك ف نإ رسول اهللا فىل شهادة ان ال اله االاهللا واينإم همِلعأم أطاعوا لذالك فه نْإ ف، يف كلّ يوم وليلة،فترض عليهم مخس صلواتِا
( على فقرائهم فترض عليهم صدقة ىف أمواهلم تؤ خذ من أغنيائهم وترداأن اهللا ). البخاريرواه
26 Soenarjo, dkk Op. Cit, hlm 16 27 Ibid, hlm 297-298 28 Ibid, hlm 859
23
Artinya : “Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Nabi SAW telah mengutus
Mu’adz bin jabal ke Negeri Yaman, Nabi SAW bersabda: serulah (ajaklah mereka untuk mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa saya (Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka menerima itu, maka beritahukanlah bahwa Allah swt telah mewajibkan bagi mereka Shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika hal ini telah mereka taati, sampaikanlah bahwa Allah SWT mewajibkan zakat pada harta benda mereka, yang di pungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin diantara mereka.”29
Dan juga hadist Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari
Ibnu Umar. Hadist tersebut berbunyi:
ال إبين االسالم على مخس شهادة ان ال اله ): ص(عن ابن عمر قال رسول اهللا . اهللا وأنّ حممدا رسول اهللا وأقام الصالة وايتاء الزكاة واحلج وصوم رمضان
)رواه البخاري(
“Dari Ibnu Umar r.a. Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Islam didirikan dari lima sendi yaitu: mengaku bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan bahwasannya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhan.”30
Selain ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW yang disebutkan di
atas, masih banyak lagi ayat dan hadits yang menjelaskan kewajiban
mengeluarkan zakat, dan bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang
wajib dilaksanakan oleh oleh orang yang mengaku beragama Islam.
Adapun dalil yang berupa ‘Ijma ialah adanya kesepakatan semua umat
(Ulama) Islam di semua negara bahwa zakat adalah wajib. Bahkan para sahabat
Nabi sepakat untuk membunuh orang-orang yang mengeluarkan zakat.31 Dengan
demikian barang siapa mengingkari wajibnya (kefardhuannya), berarti dia kafir.
29 Imam al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 1, (Mesir: Mustafa, al-Babi al-Halabi, 1933),
hlm 169 30 Ibid, hlm 6 31 Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhoh Dan Sosial, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 46.
24
D. Macam-macam zakat dan orang yang berhak menerimanya.
a. Macam-macam zakat adalah sebagai berikut :
1. Zakat nafs, zakat jiwa yang disebut juga “zakatul fitrah” (zakat yang
diberikan berkenaan demgan selesainya puasa yang difardlukan).32
Waktunya sampai dengan sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri
(boleh ta’jil) selama dalam bulan Ramadhan. Tujuan Zakat Fitrah ini untuk
membesihkan diri orang yang berpuasa, maka sebaiknya dilaksanakan setelah
selessai puasa, meskipun dalam hal ini boleh di ta’jil (dibayarkan dalam bulan
Ramadhan, sementara puasanya belum selesai).33
2. Zakat Mal (harta) adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan
hukum yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu setelah
mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka
tertentu.34 Harta yang dikenai zakat yaitu:
a. Emas, perak dan uang.
b. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan.
c. Hasil pertambangan.
d. Hasil peternakan
e. Hasil pendapatan dan jasa
f. Rikaz.
b. Orang yang berhak menerima zakat.
32 Teungku Hasbi ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
1997), hal. 09. 33 Ahmad Rofiq: Op. Cit, hlm 304 34 M.Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqih, ( Bandung: PT
Rosdakarya, 2002), hlm 109.
25
Ada delapan kategori yang berhak menerima zakat, sebagaimana
ditegaskan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60:
انما الصدقات للفقراء واملساكني والعاملني عليها واملؤلفة قلوم ويف الرقاب : التوبة. (واهللا عليم حكيم.هللا والغارمني ويف سبيل اهللا وابن السبيل فريضة من ا
٦٠( Artinya : “ Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, penguus-pengurus zakat, para mualaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. At-Taubah: 60).35
Mengenai pengertiannya akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Fakir
Fakir menurut Masdar F. Mas’udi yaitu orang yang secara
ekonomi berada pada garis yang paling bawah.36
Fakir ini tidak ada penghasilan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya dalam sehari-hari.
2. Miskin
kelompok ini merupakan kelompok kedua penerima zakat. Orang
miskin adalah orang yang secara ekonomi lebih beruntung dari pada si
fakir akan tetapi secara keseluruhan ia tergolong orang-orang yang masih
tetap kerepotan dalam memenuhi kebutuhan pokok kesehariannya.37
3. Al-Amil
Al-Amil adalah para pekerja yang telah diserahi oleh penguasa atau
penggantinya untuk mengambil harta zakat, mengumpukan, menjaga dan
35 Soenarjo, Op.Cit., hlm 288. 36 Masdar F.Mas’udi, Op.Cit, hlm 148. 37 Ibid, hlm 149.
26
memindah-mindahkannya. Sehingga orang yang termasuk memberi minum
dan menggembalanya.
Jika zakat itu ternak. Begitu pula, petugas keamanan, sekretaris,
petugas penimbang, tukang hitung dan perangkat lainnya yang dibutuhkan
untuk pengumpulan dan pembagian zakat. 38
4. Al- Muallaf
Al-Muallaf menurut Abu Ya’la pengarang kitab “Ahkamus
Sulthaniyah”, mencakup dua golongan: golongan muslim dan non
muslim. Mereka ada empat kategori ;
- Mereka yang dijinakkan hatinya agar cenderung menolong kaum
muslimin.
- Mereka yang dijinakkan hatinya agar cendeung untuk membela umat
Islam.
- Mereka yang dijinakkan hatinya agar ingin masuk Islam.
- Mereka yang dijinakkan hatinya dengan diberi zakat agar kaum dan
sukunya tertarik masuk Islam.39
5. Ar-Riqab (para budak)
Riqab artinya adalah orang dengan status budak. Arti riqab secara jelas
menunjuk pada gugusan manusia yang tertindas dan dieksploitasi oleh
manusia lain, baik secara personal maupun struktural. Dalam pengertian ini
dana zakat untuk kategori Riqab akan berarti dana untuk usaha memerdekakan
orang atau kelompok orang yang sedang tertindas dan kehilangan haknya
untuk menentukan arah hidupnya sendiri.40
6. Gharimin
38 Saefudin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bima Sejati, 2000), hlm 61. 39 Abu Ya’la, Al-Ahkam al- Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm 148. 40 Masdar F. Mas’udi, Op.Cit, hlm 155-156
27
Gharimin artinya adalah Orang yang tertindih hutang. Gharim di
bagi menjadi dua macam yaitu: orang yang berhutang untuk kepentingan
sendiri dan untuk kepentingan orang lain.41
7. Fi Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah)
Pada dasarnya diartikan orang yang berjuang dijalan Allah (untuk
kepentingan Islam) meskipun mereka itu orang kaya, selama mereka itu
tidak mendapat gaji dari pemerintah.42
8 Ibnu Sabil (orang yang dalam perjalanan)
Yaitu orang yang kehabisan perbekala ketika dalam perjalanan,
meskipun dia termasuk orang kaya raya yang mampu di Negeri sendiri.
Tentu berpergian yang bukan untuk melakukan maksiat.43
E. Tujuan dan Hikmah Zakat
Tujuan Zakat adalah salah satu tiang pokok ajaran Islam. Zakat
mengandung tujuan yaitu sasaran praktisnya. Adapun Tujuan zakat dilihat
dari kepentingan kehidupan sosial, antara lain bahwa zakat bernilai
ekonomik, merealisasi fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakkan
agama Allah dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada
umumnya.44
a. Tujuan zakat dapat dikemukakan sebagai berikut: 45
41 Saefudin Zuhri, Op.Cit, hlm 157. 42 Labib, Untuk Apa Manusia Diciptakan, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm
259. 43 Ibid, hlm. 260. 44 Abdurrahman Qadir,OP.Cit, hlm 75 45 M.Syukri Ghozali, Amidhan dkk; Pedoman Zakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1981), hlm
183.
28
1. Membantu, mengurangi dan mengangkat kaum fakir miskin dari
kesulitan hidup dan penderitaan mereka. Dengan zakat tersebut fakir
miskin mendapat keringanan untuk memenuhi sebagian dari
kebutuhannya.
2 Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para
Mustahikul Zakat, dalam permasalahan ekonomi, yang sedikit banyak
membantu kebutuhan kehidupan mereka walaupun hanya sesaat.
3 Membina dan merentangkan tali solidaritas (persaudaraan) sesama umat
manusia. Dengan menyisihkan harta kekayaan tersebut rasa
persaudaraan akan menjadi kokoh.
4 Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan dan penguasa
modal. Zakat yang dikeluarkan orang muslim hanya semata menurut
perintah Allah dan mencari Ridhanya, akan mensucikannya dari segala
kotoran dosa secara umum terutama kotornya sifat kikir.46 Sifat kikir
yang tercela itu adalah tabiat manusia, yang dengannya manusia itu di
uji, karenanya Allah SWT sebagai rasa sayang-Nya kepada manusia.
Sebagaimana firmanNya:
)١٠٠:سراءإلا( وكان االنسان فتورا
Artinya : “ Dan adalah manusia itu sangat kikir ”47 )١٩: املعارج( نّ االنسان خلق هلوعا ا
Artinya : “ Sesungguhnya manusia di ciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir ”.48
46 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: PT Mitra Kerjaya, 2004), hlm 848 47 Soenarjo, dkk, Op. Cit, hlm. 439. 48 Ibid, hlm. 974.
29
1. Menghindarkan penumpukan kekayaan perseorangan yang di
kumpulkan di atas penderitaan orang lain.
2. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat menimbulkan
mala petaka dan kesehatan sosial.
3. Mengembangkan tanggung jawab perseorangan terhadap kepentingan
masyarakat, dan kepentingan umum. Pada hakekatnya harta adalah
titipan dan amanat dari Allah yang berarti ia memiliki tanggung
jawab untuk membelanjakan harta sesuai dengan ketentuan Allah
dengan menunaikan zakat menunjukan pada diri seorang tersebut
telah ada sikap mendidik dan tanggung jawab kaena harta yang ada
harus diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
4. Mendidik untuk melaksanakan disipilin dan loyalitas seorang untuk
menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain.
Seseorang akan merasa terdidik dalam melaksankan ibadah zakat
karena dengan adanya kewajiban yang harus diserahkan kepada orang
yang berhak.
Sementara menurut Yusuf al-Qardhawi dalam masalah zakat ada
beberapa tujuan zakat di antaranya adalah untuk: 49
1. Membersihkan dan mensucikan harta seseorang.
2. Memperkembangkan dan menambah sesuatu pada harta kekayaan
seseorang.
Karena berhubungan hak orang laain dan sesuatu harta, akan
memyebabkan harta tersebut bercampur atau kotor, yang tidak bisa suci
kecuali dengan mengeluarkannya.50
49 Daud Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik; (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988), hlm 75-76 50 Yusuf Qardawi, Op.Cit, hlm. 862
30
3. Sebagai pertanggungan sosial, dimana masyarakat yang mampu
menanggung (kepentingan) anggota masyarakat yang tidak mampu.
4. Mendekatkan hati orang kaya dengan orang miskin dan sebaliknya.
5. Pemerataan rizki.
6. Memperkecil kalau tidak dapat menghilangkan pertentangan kelas dalam
masyarakat kerena perbedaan pendapatan yang sangat tajam.
Dari uraian tujuan dalam masalah zakat di atas penulis dapat
merumuskan:
1. Sama-sama mendekatkan hati orang kaya dengan orang miskin atau
sebaliknya,
2. Tidak ada diskriminatif perbedaan antara orang kaya dengan orang
miskin yang berimbas timbulnya kejahatan sosial,
3. Mengembangkan rasa solidaritas antar umat manusia.
b. Hikmah Zakat.
Kesenjangan dikalangan manusia merupakan kenyataan yang tidak
bisa dipungkiri. Dan persyariatan zakat merupakan jalan yang paling utama
untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut/juga bisa merealisasikan sifat
gotong royong dan tanggung jawab sosial dikalangan masyarakat Islam.
Adapun hikmah zakat adalah sebagai berikut:51
Pertama: Menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para
pencuri. Zakat dikenakan terhadap harta berlebih yang telah memenuhi
persyaratan baik hawl maupun nishab.
Kedua: Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-
orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka
untuk bekerja dengan semangat dan mendorong mereka untuk meraih
kehidupan yang layak. Dengan tindakan ini, masyarakat akan terlindung
dari penyakit kemiskinan, yang merupakan salah satu masalah sosial, dan
51 Wahbah Al-Zuhaili, Loc.Cit., hlm. 86.
31
negara akan terpelihara dari penganiayaan dan kelemahan. Setiap golongan
bertanggung jawab untuk mencukupi kehidupan orang-orang fakir.
Ketiga: Zakat mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia juga
melatih seorang mukmin untuk bersifat memberi dan dermaan. Disini zakat
melatih mereka untuk ikut andil dalam menunaikan kewajiban sosial, yakni
keajiban untuk mengangkat (kemakmuran) negara dengan cara
memberikan harta kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau dengan
mempersiapkan tentara, membendung musuh, atau menolong fakir miskin
dengan kadar yang cukup.
Keempat: Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta
yang telah dititipkan kepada seseorang. Dengan demikian zakat ini
dinamakan zakat mal (zakat harta kekayaaan). Zakat ini diwajibkan karena
adanya sebab, yakni karena adanya harta.
Jadi zakat disini sangat berperan sebagai sarana untuk
mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat. Karena zakat
dipungut dari orang-orang kaya yang kemudian diberikan kepada fakir
miskin. Sehingga sirkulasi harta tidak hanya terjadi dan terpusat dikalangan
orang-orang kaya saja. Jika demikian akan terwujudlah keadilan sosial
didalam masyarakat sebagaimana menjadi tujuan syara’.
Zakat mengandung potensi yang luar biasa untuk mengurangi
pennderitaan umat manusia yang terhina. Negara-negara Islam modern harus
mengerahkan sumber daya dometik mereka melalui zakat untuk membiayai
berbagai program pembangunan dalam sektor pendidikan, kesehatan, tenaga
kerja, dan kesejahteraan sosial.52
Menurut Abdurrahman Qadir, zakat mengandung beberapa hikmah
diantaranya :53
52 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: PT
Dhana Bhakti Wakaf, 1993), hlm.269 53 Abdurrahman Qadir, Op. Cit, hlm 82-83
32
1. Dengan mengeluarkan zakat, golongan ekonomi lemah dan orang yang
tidak mampu merasa terbantu. Dengan begitu akan tumbuh rasa
persaudaran dan kedamaian dalam masyarakat.
2. Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah yang terpuji dan
menjauhkan dari sifat bakhil yang tercela.
3. Melaksanakan pertanggungjawaban sosial, karena harta kekayaan yang
diperoleh oleh orang kaya, tidak terlepas dari adanya andil dan bantuan
dari orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
4. Mengantisipasi dan ikut mengurangi kerawanan dan penyakit sosial
seperti: pencurian, perampokan dan berbagai tindakan kriminal yang
ditimbulkan akibat kemiskinan dan kesenjangan sosial sebagi akibat tidak
langsung atas sikap orang-orang kaya yang tidak mempunyai kepedulian
sosial.
Dari kepentingan pihak orang kaya terdapat beberapa hikmah,
diantaranya merupakan sarana yang memantapkan hubungannya dengan
Tuhan (hablum minallah); di samping meningkatkan hubungan dengan
sesama manusia; dan sebagian untuk memberikan jaminan keselamatan harta
benda dan kekayaannya dari kemungkinan hilang atau binasa.
Hikmah lainnya adalah zakat memberi keuntungan kepada semua
pihak, utamanya bagi orang kaya. Hal ini dapat dilihat dari gambaran berikut
ini ;
1. Bagi orang miskin, dengan dana zakat akan mendorong dan memberi
kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras, sehingga pada gilirannya
berubah dari golongan penerima zakat menjadi golongan pembayar zakat.
2. Bagi orang kaya, memeproleh kesempatan untuk menikmati hasil
usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan Ibadah
Allah.
3. Bagi orang kaya, memperoleh kesempatan mengembangkan kekayaannya
melalui zakat.
33
4. Bagi orang kaya, dalam kapasitasnya sebagai khalifah Allah dapat
melaksanakan amanah Tuhan yang Maha adil.
5. Mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial
(zoon polition dan homo socion)
Zakat dimaksudkan sebagai bentuk manifestasi keadilan sosial agar
harta tidak melulu dimonopoli oleh kaum kaya sehingga menimbulkan suatu
jurang pemisah anatara orang yang lemah ekonomi dengan orang yang kuat
ekonominya sehingga tidak dikhawatirkan terjadinya penghisapan dan
perbuatan semena-mena yang dilakukan oleh orang yang kuat ekonominya.54
Artinya, harta kekayaan tidak dikuasai oleh sekelompok orang, tetapi justru
memberikan peluang pada orang yang tidak memiliki harta kekayaan untuk
ikut menikamti berkah dari harta yang dia miliki.
54 Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqih, (Bandung: PT
Rosda Karya, 2002), hlm. 107.