bab ii tinjauan pustakarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2336/3/t1... · 2013-05-03 · tema...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang
mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di
antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006:
45). Selanjutnya Sugiono (2010: 41), mengatakan bahwa teori adalah generalisasi yang
dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik.
Dalam bab ini, peneliti akan menjabarkan berbagai tinjauan pustaka, baik dalam
buku, dan jurnal/karya ilmiah. Tinjauan berbagai pustaka ini merujuk pada konsep atau
teori yang berkaitan dengan topik penelitian peneliti. Pada bagian akhir dalam bab ini,
peneliti akan memaparkan kerangka pikir teoritis dari penelitian ini beserta penjelasan-
penjelasannya.
1.1 Jurnalisme Komunitas
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari hubungan saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya. Hubungan saling membutuhkan tersebut pada
akhirnya bisa melahirkan sebuah komunitas masyarakat. Masyarakat yang membuat
komunitas sendiri memiliki maksud dan tujuan dalam komunitasnya untuk mencapai
kepentingan bersama. Akhir-akhir ini banyak dari komunitas masyarakat membuat
sebuah media komunikasi untuk menjalin hubungan antar anggota komunitasnya, salah
satunya adalah jurnalisme komunitas.
11
Sebuah media dapat disebut jurnalisme komunitas dengan melihat bagaimana
media tersebut dikelola. Pengelola media komunitas harus mengenal dengan baik
karakter, aktivitas, ketertarikan, dan kebutuhan komunitas tempat media itu beredar
(Knowing the Community). Knowing the Community adalah cara mengidentifikasi tiap
individu dan kumpulan individu (kelompok, organisasi) yang ada dalam komunitas.
Langkah itu bisa diikuti dengan membuat semacam “a community profile” (profil
komunitas), mulai dari jumlah warga, sejarah komunitas, struktur sosial-ekonomi,
penghasilan rata-rata, ketertarikan atau hobi, jenis olahraga yang paling digemari,
informasi yang dibutuhkan, orang-orang yang memiliki pengaruh (tokoh komunitas),
dan sebagainya1.
Jurnalisme komunitas merupakan jurnalisme yang menekankan pelayanan
masyarakat dengan lebih baik dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan isu-isu
penting serta fokus pada masalah-masalah dan isu-isu tersebut (Shepard dalam Takard
& Severin, 2009: 290). Pada umumnya, jurnalisme komunitas mengangkat topik dan
tema berita atau informasi yang diangkat dari permasalah riel yang terjadi di
komunitas. Dengan demikian jurnalisme komunitas ini diharapkan menjadi media
dialog antar anggota untuk menumbuhkan kesadaran kritis terhadap permasalahan yang
ada. Dengan adanya jurnalisme komunitas muncul suatu upaya untuk mencari solusi-
solusi mandiri yang datang dari komunitas itu sendiri.
Tujuan utama jurnalisme komunitas adalah menginginkan agar jurnalis
mengakhiri ketidakberpihakannya pada hal tertentu untuk membuat kehidupan publik
1 www.romeltea.com di unduh pada 16 juli 2012 pukul 12.37 WIB
12
tetap berjalan (Hyot, 1995). Media konvensional seringkali melakukan pemberitaan
yang tidak berpihak pada rakyat sehingga menjadikan jurnalisme berorientasi pasar
yang berusaha mempertahankan dan menjaring pelanggan serta menciptakan lebih
banyak tempat dan waktu untuk iklan. Melihat hal tersebut, kebutuhan masyarakat akan
informasi berkualitas terbatasi sehingga upaya yang dilakukan dengan menciptakan
jurnalisme komunitas. Selain itu tujuan jurnalisme komunitas sebagai berikut2:
1. Meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya informasi (“peka informasi”),
terutama untuk memahami masalah masalah warga
2. Meningkatkan minat baca, minat diskusi, dan minat menulis di kalangan
warga agar seluruh warga memiliki informasi yang cukup untuk memahami
masalah dan menemukan solusi-solusinya.
3. Mendorong warga untuk mengekspresikan gagasan, pikiran atau pengalaman
melalui media tulisan.
4. Mendorong partisipasi, swadaya, dan akses warga terhadap kegiatan
pembangunan komunitas.
Aspek keswadayaan dan kemandirian komunitas dalam pengelolaan koran
komunitas akan menentukan pencapaian tujuan-tujuan mendasar dari koran komunitas.
Aspek pengelolaan yang dimaksud adalah aspek organisasi SDM, pendanaan,
penentuan rubrikasi dan isi, distribusi, serta kegiatan pengelolaan lain yang
mendukung keberadaan dan keberlangsungannya aktivitas koran komunitas.
2 http://pustakadetil/PNPM-mandiri-perkotaan/.asp.htm/ diunduh pada 16 juli 2012 pukul 12.45 WIB
13
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, isi pesan yang dikembangkan
jurnalisme komunitas identik dengan kritik sosial. Komunitas masyarakat kini lebih
berani menyuarakan pendapat atau opini pribadi dalam media komunitasnya yang
dipandang dapat memperjuangkan kepentingan bersama. Kegiatan utama kritik adalah
dengan melakukan penekanan dan ancaman terhadap suatu masalah, konflik atau
pertikaian yang ada di sekitar dan memberi pendapat berbeda terhadap opini yang
berkembang (Stlee dalam Eagleton, 2003: 15). Seseorang yang melakukan kritik sosial
dalam media komunitas akan berdiri sebagai pusat dari opini publik yang kemudian
melakukan pertukaran, penyebaran, pengumpulan, dan penyebaran kembali
pendapatnya untuk mewakili opini publik yang tidak didengarkan.
Menurut Arnold (Eagleton, 2003: 59) suatu kritik harus objektif dan tidak
memihak sehingga mampu mengatasi semua masalah masyarakat dan kepentingan
khususnya dengan melihat objek sebagaimana adanya. Menurut Eagleton (2003: 59-70)
selanjutnya merusmuskan fungsi kritik adalah:
1) Mempertegas untuk menolak ikut campur dalam praktek sosial dan berusaha
menegakkan apa yang terbaik dalam pikiran masyarakat.
2) Menarik diri sementara agar pandangannya terhadap semua kepentingan
seimbang.
3) Kritik tidak boleh hanya menyangkut soal “rasa baik”, tetapi harus
melibatkan cara-cara analisis dan bentuk-bentuk pengalaman khusus yang
tidak dimiliki “pembaca pada umumnya”
14
Berdasarkan kegiatan utama dan fungsi kritik dalam jurnalisme komuitas di atas,
maka kritik sosial dalam sebuah media merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dan amat penting dalam jurnalisme komunitas sebagai perpanjangan suara-suara
masyarakat minoritas.
2.2 Kritik Sosial Media
Kritik dipandang sebagai peluang untuk memperluas pemahaman, dimanfaatkan
sebagai alat untuk mencapai hal yang positif. Jika disampaikan dengan tepat, kritik bisa
menjadi umpan balik yang konstruktif. Kritik memberi tahu kita mengenai apa yang
bisa berjalan baik dan mana yang tidak bisa berjalan baik (Hathaway, 2001: 384). Kritik
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita. Jika kita bisa
memahami dan menggunakannya, kritik merupakan alat pemberdayaan untuk
komunikasi secara lebih terbuka dan memperbaiki banyak segi kehidupan kita.
Media massa merupakan salah satu wadah untuk melakukan kritik sosial. Kritik
sosial merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses
bermasyarakat dan merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem
sosial. Istilah ini banyak digunakan media massa dalam mengungkapkan buah
pikirannya. Kritik sosial menandai adanya keadaan tidak menyenangkan yang
memerlukan tindakan perubahan seperti isu-isu yang terdengar sampai ke masyarakat
dan menyangkut hidup masyarakat banyak.
15
Kritik media menurut Bell Hooks (Littlejohn & Foss, 2009: 434), memerlukan
penggunaan komunikasi untuk mengacaukan dan menghapuskan ideologi dominasi.
Menurut Hooks, selanjutnya menyatakan, kritik media sangat penting karena sifat
penyebarannya dan kekuasaan media. Ia tidak membuat media bertanggung jawab atas
ideologi penindasan; ia meyakini bahwa setiap orang berkontribusi atas kelanjutannya,
bahkan mereka yang tertindas. Kritik penting karena sifat penyebaran media “politik
dominasi memberitahukan cara sebagian besar gambaran yang kita konsumsi dan
dipasarkan. Untuk menghadapi hal ini, kritik harus menanyai, menantang, dan
menghadapi
Mengangkat pemikiran Habermas (Hardiman, 2009: 18 & 20) sebuah kritik
mampu membawa kemajuan menuju masyarakat yang komunikatif. Masyarakat yang
komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik melalui revolusi atau
kekerasan, melainkan lewat argumentasi. Hal inilah yang dilakukan Koran Slank,
dengan adanya rubrik Intro Indonesia dalam Koran Slank, memberi cara yang berbeda
dalam menyampaikan wacana politiknya kepada publik.
2.3 Koran Slank.
Koran Slank diterbitkan pertama kali pada 10 Maret 2002. Pada awalnya, Koran
Slank hadir untuk menjadi ‘jembatan’ informasi antara Slank dengan penggemarnya
yang disebut ‘Slankers’. Namun seiring perkembangannya, Koran Slank telah
berkembang menjadi media pendidikan nonformal bagi ‘anak muda’ yang sensitif akan
16
isu-isu politik, peduli sosial, dan tanggap terhadap perkembangan budaya di lingkungan
sekitarnya.
Dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh kaum
muda, Koran Slank menyajikan beritanya sesuai dengan sikap kritis, kreatif, inisiatif,
dan inovasi. Sikap tersebut menjadi modal utama bagi Koran Slank dalam menyajikan
pemberitaan. Keempat sikap tersebut adalah inti dari daya dan upaya mewujudkan
attitude, peace, love, unity, dan respect (PLUR) di tengah-tengah masyarakat.3
Gambar 2.1
Salah Satu Koran Slank
PLUR adalah jargon dari Slank yang menjadi inti ‘perjuangan’ dalam
menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui karya-karya mereka. Grup musik
3 Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/31380337/Halaman-Utama-PKMP-Koran-Slank, pada Senin 6 Februari 2012, pukul 10.20 wib.
17
Slank memiliki daya tarik yang luar biasa dari penggemarnya yang cenderung fanatik.
Bahkan, Slankers kini telah memiliki wadah bernama Slankers Fans Club (SFC) yang
tersebar di segala penjuru nusantara. Karena itulah, Koran Slank telah menjadi
konsumsi yang menarik dari masyarakat, minimal, bagi Slankers yang didominasi oleh
generasi muda yang diharapkan mampu menjadi generasi-generasi penerus bangsa yang
tanggap akan lingkungannya. Koran Slank adalah side business bagi Slank sekaligus
bentuk idealisme alternatif yang dimiliki oleh grup dengan jumlah penggemar mencapai
jutaan anak muda di Indonesia. Koran Slank menyajikan informasi, edukasi dan hiburan
dengan cara dan gaya anak muda.
Visi dari Koran Slank adalah “Persoalan Bangsa juga Urusan Kaum Muda”.
mendorong sebagian besar anak muda mempunyai andil dalam persoalan-persoalan
yang dihadapi bangsa Indonesia. Karenanya dalam misinya Koran Slank ingin
menjadikan “Kaum muda Indonesia harus melek politik”. Motto dalam melakukan
setiap pemberitaan yaitu “Koran Slank polos dan apa adanya” sesuai dengan gaya anak
muda yaitu apa adanya tanpa ada pengaruh dari siapapun.
Dengan melihat visi, misi dan motto dari Koran Slank tersebut, maka isi media
ini mencerminkan gaya anak muda dalam menanggapi persoalan bangsa. Anak muda
yang dianggap tidak mau tahu dengan urusan bangsa, dalam Koran Slank anak muda
digiring untuk peduli dengan persoalan bangsa.
Sampai saat ini, Koran Slank diterbitkan sekali setiap bulan dengan jumlah
oplah 50.000 eksemplar, di bawah bendera PT. Pulau Biru Indonesia. Harga jualnya
18
terbilang murah, hanya Rp. 6.000,- per edisi, agar terjangkau oleh dompet anak muda,
yang bisa didapatkan diseluruh agen resmi media cetak di Indonesia. Dari tahun 2002
hingga 2010 Koran Slank telah menerbitkan 89 edisi koran dengan tema setiap bulan
berbeda-beda dan menarik. Namun pada tahun 2011, Koran Slank harus melakukan
pemberhentian penerbitan dikarenakan alasan ekonomi dan SDM sampai tahun 2012.
Hal ini merupakan salah satu dari kelemahan koran komunitas yang memiliki
keterbatasan terutama pada aspek pendanaan tidak seperti media-media konvensional
lainnya.
Dalam Koran Slank terdapat berbagai rubrik informasi dan hiburan yang
menjadi pilihan menarik bagi pembacanya. Salah satu yang menjadi perhatian adalah
‘Rubrik Intro Indonesia’. Rubrik ini merupakan satu-satunya rubrik yang melakukan
pembahasan atas masalah-masalah yang terjadi di Indonesia dengan cara melakukan
kritik sosial. Penyampaian argumentasi atau kritik tersebut dituangkan dalam bahasa
yang termuat dalam artikel-artikel dalam Rubrik Intro Indonesia setiap edisinya.
Argumentasi yang disampaikan tersebut merupakan isi pesan komunikasi dari Koran
Slank. Dengan melakukan kritik pada Rubrik Intro Indonesia, Koran Slank berupaya
ingin menyampaikan tujuan atau maksud tertentu kepada para pembacanya.
2.4 Wacana Dalam Media Massa
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut selain demokrasi, hak
asasi masyarakat sipil, dan lingkungan hidup. Kata wacana juga banyak dipakai oleh
kalangan dari berbagai bidang studi. Wacana (Hawthorn 1992) adalah komunikasi
19
kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicaraan dan
pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan
sosialnya (Eriyanto, 2001: 2). Media massa dalam melakukan setiap pemberitaan
mempunyai maksud dan tujuan atau wacana yang ingin disampaikan kepada khalayak.
Sehingga untuk mengetahui wacana tersebut maka diperlukan satu analisis untuk
membongkar maksud atau wacana dari media.
Analisis wacana merupakan cara atau metode untuk mengkaji wacana
(discourse) yang terkandung dalam sebuah pesan komunikasi. Menurut Eriyanto (2001:
5) analisis wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang
subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan diantaranya
dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti
struktur makna dari sang pembicara.
Dalam pandangan Littlejohn (Sobur, 2006:48-49), analisis wacana berkenaan
dengan isi pesan komunikasi. Analisis wacana berfungsi untuk melacak variasi cara
yang digunakan oleh komunikator dalam upaya mencapai tujuan atau maksud tertentu
yang disampaikan. Hal ini mencakup berbagai hal misalnya, bagaimana proses simbolik
digunakan khususnya terkait dengan kekuasaan, ideologi, dan lambang-lambang bahasa
serta fungsinya.
Penelitian ini meneliti tentang Rubrik Koran Slank yang merupakan wacana
tulis. Wacana tulis, dalam pandangan Ricoeur (1976: 28), lebih dari sekedar fiksasi
yang material sifatnya. Melalui tulisan, tercipta kemungkinan penerusan tata aturan ke
20
ruang dan waktu yang berbeda tanpa distorsi yang berarti. Dalam penelitian ini dipilih
pendekatan analisis wacana kritis (critical discourse analysis) yang secara khusus
melacak bagaimana pesan-pesan komunikasi mengukuhkan penekanan, pengekangan
atau opresi dalam masyarakat. (Pawito, 2007: 175).
Studi analisis wacana kritis (AWK) merupakan sebuah upaya atau proses
penguraian, untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang sedang
dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan, yang kecenderungannya mempunyai
tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya dalam sebuah konteks
harus disadari akan adanya kepentingan yang sedang diperjuangkan. Analisis wacana
kritis merupakan teknik analisa bahasa dan sastra berkaitan dengan fenomena sosial
yang terjadi dengan pendekatan kritis.
Lebih lanjut, Fairclough dan Wodak berpendapat bahwa analisis wacana kritis
adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan
mengajukan ideologinya masing-masing. Berikut disajikan karakteristik penting dari
analisis wacana kritis menurut mereka (Eriyanto, 2009 : 8-14);
1) Tindakan.
Wacana dapat dipahami sebagai tindakan (actions) yaitu mengasosiasikan
wacana sebagai bentuk interaksi. Seseorang berbicara, menulis, menggunakan bahasa
untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Wacana dalam prinsip ini,
dipandang sebagai sesuatu yang betujuan apakah untuk mendebat, mempengaruhi,
membujuk, menyangga, bereaksi dan sebagainya. Selain itu wacana dipahami sebagai
21
sesuatu yang di ekspresikan secara sadar, terkontrol bukan sesuatu di luar kendali atau
diekspresikan secara sadar.
2) Konteks.
Analisis wacana mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi,
peristiwa dan kondisi. Wacana dipandang, diproduksi, dimengerti dan dianalisis dalam
konteks tertentu. Guy Cook menjelaskan bahwa analisis wacana memeriksa konteks
dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa;
kahalayaknya, situasi apa, melalui medium apa, bagaimana, perbedaan tipe dan
perkembangan komunikasi dan hubungan masing-masing pihak. Tiga hal pokoknya
adalah teks (semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak dilembar kertas,
tetapi semua jenis ekspresi komunikasi). Konteks (memasukan semua jenis situasi dan
hal yang berada diluar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, situasi dimana teks
itu diproduksi serta fungsi yang dimaksudkan). Wacana dimaknai sebagai konteks dan
teks secara bersama. Titik perhatiannya adalah analisis wacana menggambarkan teks
dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi.
3) Historis.
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu dan tidak dapat dimengerti
tanpa menyertakan konteks.
4) Kekuasaan.
Analisis wacana mempertimbangkan elemen kekuasaan. Wacana dalam bentuk
teks, percakapan atau apapun tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah wajar dan
22
netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang
dimaksudkan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat.
5) Ideologi.
Ideologi adalah salah satu konsep sentral dalam analisis wacana kritis karena
setiap bentuk teks, percakapan dan sebagainya adalah praktik ideologi atau pancaran
ideologi tertentu.
Analisis wacana kritis itu bersifat “kritis” maksudnya adalah bahwa analisis ini
bertujuan mengungkap peran praktik kewacanaan dalam upaya melestarikan dunia
sosial termasuk hubungan-hubungan sosial yang melibatkan hubungan kekuasaan yang
tak sepadan (Jorgensen & Louise, 2007:120). Pada paradigma kritis berpandangan
bahwa berita bukanlah sesuatu yang netral, dan menjadi ruang publik dari berbagai
pandangan yang berseberangan dalam masyarakat.
Media, sebaliknya, adalah ruang di mana kelompok dominan menyebarkan
pengaruhnya dengan meminggirkan kelompok yang tidak dominan. Dengan demikian
dalam menganalisis wacana politik Rubrik Intro Indonesia dilakukan analisis wacana
kritis dalam pemberitaan untuk menemukan dan mengkritisi bagaimana kelompok
minoritas diberitakan dan dimarjinalkan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2001: 49).
2.4.1 Model Analisis Wacana kritis
Analisis wacana model Van Dijk merupakan salah satu analisis wacana kritis
yang mengkolaborasikan elemen-elemen wacana sehingga bisa dimanfaatkan secara
praktis dalam teks berita. Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan
23
menggunakan elemen tersebut sehingga dapat digunakan untuk menganalisis Rubrik
Intro Indonesia. Meski terdiri dari berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan
kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lain.
Akan tetapi, memahami teks berdasarkan gagasan Van Dijk tidak lepas dari
kelemahannya yaitu terjadi bias dalam beberapa hal. Pertama, memandang teks sebagai
satu kesatuan yang saling mendukung, sukar menghindari kemungkinan membuang
atau menghilangkan beberapa bagian atau sub yang dipandang tidak penting atau tidak
relevan dari tema yang disusun oleh peneliti. Kedua, sukar dihindari kemungkinan
terjadi generalisasi, di mana informasi yang dianggap sebagai tema umum akan
ditafsirkan secara umum dalam tema yang mendukung.
Model Van Dijk4 ini sering disebut sebagai “kognisi sosial”. Menurut Van Dijk
penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata,
karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi. Pemahaman produksi teks pada
akhirnya akan memperoleh pengetahuan mengapa teks bisa demikian, disini Van Dijk
juga melihat bagaimana tatanan sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada
dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk
dan berpengaruh terhadap teks-teks tertentu. Dalam analisis wacana yang digambarkan
Van Dijk ada 3 dimensi atau bangunan yaitu teks, kognisi sosial dan analisis sosial. Inti
analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi tersebut dalam satu kesatuan
analisis.
4 Teun A. van Dijk. 2003. Ideology and discourse: A Multidisciplinary Introduction. Internet Course for the Oberta de Catalunya (UOC).
24
Gambar 2.2
Model Dari Analisis Teun A. Van Dijk ( Eriyanto, 2001: 225)
A. Analisis Sosial
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk
memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik tentang kosakata, kalimat, proposisi,
dan paragraf untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Kognisi sosial merupakan
dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu atau
kelompok pembuat teks. Cara memandang atau melihat suatu realitas sosial itulah yang
melahirkan teks tertentu. Sedangkan analisis sosial melihat bagaimana teks itu
dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang
dalam masyarakat atas suatu wacana. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang
integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis Van Dijk. (Eriyanto, 2001:
225).
Konteks
Kognisi Sosial
Teks
25
B. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang
masing-masing bagian saling mendukung. Kemudian membaginya ke dalam tiga
tingkatan yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Menurut Van Dijk,
meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan,
saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya.
Prinsip ini membantu peneliti untuk mengamati bagaimana suatu teks terbangun
lewat elemen-elemen yang lebih kecil. Skema ini juga memberikan peta untuk
mempelajari suatu teks, tidak hanya mengerti isi teks tetapi juga elemen yang
membentuk teks berita, kata, kalimat, paragraf, dan proposisi. Selain itu juga untuk
mengetahui bagaimana media mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa
tertentu itu dan bagaimana diungkapkan lewat retorika tertentu.
Tabel 2.1
Struktur Teks Menurut Teun A Van Dijk (Eriyanto, 2001: 227)
Struktur makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/ tema yang
diangkat oleh teks.
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan
Struktur mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat
dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.
26
Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh media dipahami Van
Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya
tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, tetapi dipandang
sebagai politik komunikasi yaitu suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum,
menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau
penentang.
Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan
persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu
mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, membentuk kesadaran politik,
dan sebagainya.
27
Tabel 2.2
Tabel Elemen Wacana Van Dijk (Eriyanto, 2001: 228-229)
STRUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur
Makro
Tematik
Tema/ topik yang dikedepankan dalam suatu berita
Topik
Superstruktur
Skematik
Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam
teks berita utuh
Skema
Struktur
Mikro
Semantik
Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita.
Latar, detil,
maksud, pra-
anggapan,
nominalisasi
Sintaksis
Bagaimana kalimat/ bentuk/ susunan yang dipilih
Bentuk kalimat,
Koherensi, Kata
ganti.
Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita
Leksikon
Retoris
Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan
Grafis, Metafora,
Ekspresi.
28
Berikut akan diuraikan satu persatu elemen wacana Van Dijk tersebut :
A. Struktur Makro
Tematik adalah menunjukkan gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut
sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan
apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Topik menunjukkan
konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita. Topik menggambarkan
gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari wartawan ketika melihat atau
memandang suatu peristiwa.
Gagasan Van Dijk ini didasarkan ketika wartawan meliputi suatu peristiwa dan
memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental atau pikiran tertentu. Kognisi
atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang dimunculkan dalam berita,
tidak mengherankan jika semua elemen dalam berita mengacu dan mendukung topik
dalam berita. Elemen lain dipandang sebagai bagian dari strategi yang dipakai oleh
wartawan untuk mendukung topik yang ingin ditekankan dalam pemberitaan. Gagasan
Van Dijk semacam ini membantu peneliti untuk mengamati dan memusatkan perhatian
pada bagaimana teks dibentuk oleh wartawan. (Eriyanto, 2001: 229-231)
B. Superstruktur
Skematik adalah skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga terbentuk suatu kesatuan arti.
seperti juga pada struktur tematik, superstruktur ini dalam pandangan Van Dijk, dilihat
sebagai satu kesatuan yang koheren dan padu. Apa yang diungkapkan dalam
29
Superstruktur pertama akan diikuti dan didukung oleh bagian-bagian lain dalam berita.
Semua bagian dan skema ini dipandang sebagai strategi bukan saja bagaimana bagian
dalam teks berita itu hendak disusun tetapi juga bagaimana membentuk pengertian
sebagaimana dipahami atau pemaknaan wartawan atas suatu peristiwa.
Menurut Van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk
mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian
dengan urutan tertentu. Apapun, proses penyusunan ini bukan semata melibatkan unsur
teknis jurnalistik tetapi menimbulkan efek tertentu. (Eriyanto, 2001: 233-234).
C. Struktur Mikro
Untuk mengetahui makna local dari suatu teks dapat diamati dari pilihan kata,
kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks, sebagai berikut;
1) Semantik, terdiri dari:
a) Latar adalah bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin
ditampilkan, menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa.
Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang
sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa
pendapat wartawan sangat beralasan. Oleh karena itu, latar membantu
menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.
Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks.
Oleh karena itu, latar merupakan elemen yang berguna karena dapat
membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh wartawan. Kadang
30
maksud atau isi utama tidak dibeberkan dalam teks, tetapi dengan melihat latar
apa yang ditampilkan dan bagaimana latar tersebut disajikan, bisa menganalisis
apa maksud tersembunyi yang ingin dikemukakan oleh wartawan sesungguhnya.
ini merupakan cerminan ideologis, di mana wartawan dapat menyajikan latar
belakang dapat juga tidak, tergantung pada kepentingan mereka. (Eriyanto,
2001: 235-236)
b) Detil adalah elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan seseorang untuk melakukan penonjolan dan penciptaan citra
tertentu. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan
sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh
wartawan kadang kala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detil
bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detil yang
besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh
media. Latar dilihat dari keseluruhan dimensi peristiwa, bagian mana yang
diuraikan secara panjang lebar oleh wartawan, dan bagian mana yang diuraikan
dengan detil yang sedikit. Kemudian efek dari penguaraian detil tersebut.
(Eriyanto. 2001: 238-239).
c) Maksud adalah elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan
komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi
yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.
Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan
31
komunikator, disajikan dengan kata-kata yang tegas, dan menunjuk langsung
pada fakta. (Eriyanto, 2001: 240)
d) Pranggapan adalah pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu
teks dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. teks berita pada
umumnya mengandung banyak sekali praangap. praanggap ini merupakan fakta
yang belum terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung
gagasan tertentu dan membuat khalayak percaya. (Eriyanto, 2001: 256-257)
Menganalisis teks dengan menggunakan elemen-elemen pada bagian semantik maka
akan terlihat bagian mana dan posisi siapa yang dimarjinalkan di dalam suatu teks.
2) Sintaksis, terdiri dari:
a) Bentuk kalimat adalah merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan cara
berpikir logis, prinsip kausalitas. Tidak hanya persoalan teknis di ketatabahasaan
tapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat itu. Dalam kalimat
yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan
dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek pernyataannya. Bentuk kalimat ini
menentukan apakah subjek diekspresikan secara eksplisit atau implisit dalam teks.
(Eriyanto, 2001: 251-252)
b) Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata dan kalimat dalam teks. Dua
buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan
sehingga tampak koheren. Kata hubung (konjungsi) yang dipakai (dan, akibat,
tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan makna yang berlainan ketika hendak
32
menghubungkan kalimat. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan
bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan.
(Eriyanto, 2001: 242-243)
c) Kata ganti adalah elemen ini untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan
suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat untuk menunjukan dimana
posisi seseorang dalam wacana. Batas antar komunikator dengan khalayak sengaja
dihilangkan untuk menunjukan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi
sikap komunitas secara keseluruhan. Berbagai kata ganti yang berlainan digunakan
secara strategis sesuai dengan kondisi yang ada. Prinsipnya adalah merangkul
dukungan dan menghilangkan oposisi yang ada. (Eriyanto, 2001: 253-254)
Menganalisis dengan menggunakan elemen-elemen pada bagian Sintaksis maka
akan terlihat bagian mana dan posisi siapa yang dimarjinalkan di dalam suatu kalimat.
3) Stilistik, terdiri atas:
Leksikon adalah menandakan bagaimana pemilihan kata dilakukan atas berbagai
kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang dipakai menunjukan sikap dan
ideologi tertentu. Perisitiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-
beda. Label mana yang dipakai tergantung kepada wartawan atau komunikator yang
memakai kata-kata tersebut. (Eriyanto, 2001: 255)
Menganalisis dengan menggunakan elemen-elemen pada bagian Stilistik maka
akan terlihat bagian mana dan posisi siapa yang dimarjinalkan di dalam suatu kata-kata.
33
4) Retoris, terdiri atas:
a) Grafis adalah merupakan bagian untuk memeriksa bagian yang ditekankan atau
ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Biasanya grafis muncul
lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf
tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dubuat dengan ukuran lebih
besar. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepda khalayak pentingnya
bagian tersebut. Bagian yang dicetak adalah bagian yang dipandang penting oleh
komunikator, di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada
bagian tersebut. Elemen grafis juga muncul dalam bentuk foto, gambar atau table
untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. Hal
ini merupakan bentuk ekspresi lain dalam wacana yang berupa pembicaraan,
ekspresi ini diwujudkan dalam bentuk intonasi dari pembicaraan yang mempengarui
pengertian dan mensugesti khalayak pada bagian mana yang harus diperhatikan dan
bagian mana yang tidak. Elemen kognitif memberi efek kognitif dengan mengontrol
perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukan apakah suatu informasi
itu dianggap penting dan menarik sehingga harus dipusatkan/ ditonjolkan dengan
begitu dapat memanipulasi secara tidak langsung pendapat ideologis yang muncul.
(Eriyanto, 2001: 257-258)
b) Metafora adalah penyampaian pesan melalui kiasan atau ungkapan. Metafora
sebagai ornamen dari suatu berita yang sapat menjadi penunjuk utama untuk
mengerti makan suatu teks. Metafora digunakan juga oleh wartawan sebagai
34
landasan berfikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasan tertentu kepada
publik untuk memperkuat pesan utama teks. (Eriyanto, 2001: 259)
Menganalisis dengan menggunakan elemen-elemen pada bagian retoris maka
akan terlihat bagian mana dan posisi siapa yang dimarjinalkan di dalam suatu
retorika.
C. Kognisi Sosial
Analisia wacana ini tidak hanya membatasi perhatiannya pada strukur teks,
tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menawarkan suatu analisis yang
disebut sebagai kognisi sosial karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau
menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana
makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.
Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai
makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses
kesadaran mental dari pemakai bahasa. Karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan
lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa
(Eriyanto, 2001: 259-260). Dalam pandangan Van Dijk, kognisi sosial terutama
dihubungkan dengan proses produksi berita. Wacana berita di sini tidak hanya dipahami
dalam pengertian sejumlah struktur tetapi juga bagian dari proses komunikasi yang
kompleks.
35
Menganalisis dengan menggunakan elemen-elemen pada bagian kognisis maka
akan terlihat bagian mana dan posisi siapa yang dimarjinalkan di dalam suatu teks dari
cara pandang wartawan dalam melihat suatu permasalahan atau fenomena.
2.5 Ideologi Dalam Pilihan Bahasa
Inti dari gagasan Critical Linguistics adalah melihat bagaimana gramatika
bahasa membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Menurut Thompson (2007: 17),
ideologi digunakan oleh beberapa penulis sebagai sebuah istilah yang murni deskriptif,
sebagai ‘sistem berpikir’, ‘sistem kepercayaan’, ‘praktik-praktik simbolik’ yang
berhubungan dengan tindakan sosial dan politik.
Dengan kata lain aspek ideologi itu diamati dari pilihan bahasa dan struktur
gramatika, dipahami sebagai pilihan dan struktur tata bahasa yang dipakai. Bahasa, baik
pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan, mana yang dipilih
oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna ideologi tertentu. Ideologi itu
dalam taraf yang umum menunjukkan bagaimana satu kelompok berusaha memegang
dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan lewat
pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu. Bahasa adala suatu sistem
kategorisasi, di mana kosakata tertentu dapat dipilih yang akan menyebakan makana
tertentu (Eriyanto, 2001: 15)
36
2.6 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.3
Kerangka Pikir
Berdasarkan proses pada gambar 2.2 yang merupakan model kerangka
pemikiran di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jurnalisme komunitas merupakan media dialog antar anggota komunitas tertentu
untuk menumbuhkan kesadaran kritis terhadap permasalahan yang ada di
sekitar. Terdapat banyak bentuk media jurnalisme warga atau komunitas yang
ada di sekitar kita, salah satunya adalah Koran Slank.
ANALISIS WACANA KRITIS MODEL TEUN A. VAN DIJK
Struktur Makro (Tematik), Superstruktur (Skematik),
dan Struktur Mikro (Semantik, Sintaksis, Stilistik, dan Retoris)
JURNALISME WARGA/ KOMUNITAS
RUBRIK “INTRO INDONESIA”
WACANA
KORAN SLANK
PERSPEKTIF KRITIK SOSIAL
PENCERMINAN IDEOLOGI
37
2. Koran Slank adalah suatu media massa bulanan yang diprakarsai oleh grup
musik Slank. Dahulu, Koran Slank hanya wadah informasi namun seiring
perkembangan menjadi media pendidikan informal bagi para Slankers. Di dalam
Koran Slank terdapat berbagai rubrik informasi dan hiburan. Salah satunya
adalah Rubrik Intro Indonesia.
3. Rubrik Intro Indonesia adalah rubrik yang khusus sebagai rubrik yang
membahas tentang isu-isu kebangsaan seperti isu politik, sosial, dan sebagainya.
Dengan menggunakan media komunitas, sang wartawan berupaya
menyampaikan maksud dan tujuannya kepada khalayak melalui tulisan-
tulisannya.
4. Wacana, untuk mengetahui wacana dari Rubrik Intro Indonesia maka digunakan
Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk, sehingga menghasilkan wacana
berdasarkan elemen-elemen Van Dijk seperti struktur mikro, superstruktur, dan
struktur mikro.
5. Pencerminan Ideologi. Pada bagian ini bahasa, baik pilihan kata maupun
struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan, mana yang dipilih oleh seseorang
untuk diungkapkan membawa makna ideologi tertentu. Maka, pencerminan
ideologi penulis atau wartawan dalam Rubrik Intro Indonesia akan terlihat pada
pilihan kata, kalimat, proposisi dan retorisnya.
6. Perspektif kritik sosial, pada bagian ini akan menghasilkan perspektif kritik
sosial berdasarkan wacana sosial Rubrik Intro Indonesia yang telah dianalisis
dengan Analisis Wacana Kritis