bab ii tinjauan pustakarepository.sari-mutiara.ac.id/553/4/chapter ii.pdf · di indonesia...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nematoda
2.1.1 Nematoda Usus
Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik tidak
bersegmen, dan tubuhnya bilateral. Nematoda pada manusia
digolongkan menjadi dua menurut tempat hidupnya, yaitu Nematoda
usus dan Nematoda jaringan (Soedarto,2008).
Diantara Nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan
melalui tanah yang tercemar oleh cacing. Infeksi cacing menyerang
semua golongan umur terutama anak-anak dan balita. Apabila infeksi
cacing yang terjadi pada anak-anak dan balita maka dapat mengganggu
tumbuh kembang anak, sedangkan jika infeksi terjadi pada orang
dewasa dapat menurunkan produktivitas kerja. Diantara cacing usus
yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok “soil transmitted
helminth” atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp (cacing
tambang).
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur
cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang
mengandung telur cacing, lalu masuk ke mulut bersama makanan.
Tinggi rendahnya frekuensi tingkat kecacingan berhubungan dengan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
6
kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang menjadi salah satu
sumber infeksi dan hospes definitif Ascaris lumbricoides (large
roundworm of man) hanya manusia dan tidak memiliki hospes
perantara, penyakit yang disebabkannya disebut Ascariasis. Distribusi
geografik secara cosmopolit, terutama daerah tropis.
Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60% – 90%
tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan. Penularan cacingan
lebih banyak terjadi pada daerah kumuh yang tidak memenuhi syarat
kesehatan seperti sanitasi lingkungan yang ditunjang dengan kepadatan
penduduk. Cacingan dapat menyebabkan kekurangan gizi yang dapat
mengakibatkan turunnya kualitas hidup.
Tiap larva spesies Nematoda usus berada didalam sirkulasi darah
(siklus paru), kecuali Trichuris trichiura. Gejala klinis dipengaruhi oleh
tingkat infeksi (jumlah cacing), jenis parasit, stadium parasit
(larva/dewasa), lokalisasi parasit, dan lamanya kasus infeski. Diagnosis
penyakit ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses.
Pengobatan penyakit harus disertai dengan upaya peningkatan
higiene dan sanitasi. Infeksi umumnya melalui media tanah yang
terkontaminasi feses yang mengandung telur cacing (soil trasmitted
helminths), misalnya, Ascariasis, Tricuriasis, dan cacing tambang.
Dalam siklus hidupnya, cacing Nematoda usus membutuhkan kondisi
lingkungan yang mempunyai temperatur dan kelembapan yang sesuai.
Lingkungan yang dibutuhkan Ascaris lumbricoides sama dengan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
7
Trichuris trichiura, dan cacing tambang sama dengan Strongyloides
stercoralis.
Upaya pencegahan dengan melakukan pengobatan secara individu
atau masal, menghindari kontak debu, tidak defekasi disembarang
tempat, memasak sayuran hingga matang, memakai alas kaki
(Muslim, 2009).
2.1.2 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Phasmida
Ordo : Rhabtidata
Sub-ordo : Ascaridata
Familia : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (1982)
Sinonim : Ascaris suum Goeze
Lumbricoides vulgaris Merat (1821)
Ascaris texana Smith and Goeth (1904) (Irianto, 2013)
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
8
2.1.3 Morfologi
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang berwarna putih
kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan berukuran panjang antara
10-31 cm, sedangkan cacing betina panjang badannya anatara 22-35
cm. Kutikula yang halus bergaris-garis tipis menutupi seluruh
permukaan badan cacing. Ascaris lumbricoides mempunyai mulut
dengan tiga buah bibir, yang terletak sebuah di bagian dorsal dan dua
bibir lainnya terletak di subventral.
Selain ukurannya lebih kecil dari betina, cacing jantan mempunyai
ujung pesterior yang runcing, dengan ekor runcing, dengan ekor
melengkung kearah ventral. Di bagian posterior ini terdapat 2 buah
spikulum yang ukuran panjangnya sekitar 2 mm, sedangkan di bagian
ujung posterior cacing terdapat juga banyak papil-papil yang berukuran
kecil. Bentuk tubuh cacing betina membulat (conical) dengan ukuran
badan yang lebih besar dan lebih panjang dari pada cacing jantan dan
bagian ekor yang lurus, tidak melengkung (Soedarto, 2011).
2.1.4 Telur cacing Ascaris lumbricoides
a. Telur cacing Ascaris lumbricoides Fertilized (Telur yang dibuahi)
Fertil yang berlapiskan protein berukuran 50-70 x 40-50 µ.
Berbentuk subspheris sampai ulat. Kulit telurnya tebal dengan tiga
lapis (lapisan albumin, glycogen, dan lapisan lipiodal). Lapisan
telur benjol-benjol (mammilated), dengan protein yang
bergelombang dan berwarna seperti warna empedu. Saat
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
9
dikeluarkan dari tinja telur ini belum berembrio, tetapi hanya terdiri
dari satu sel yang berbentuk bulan sabit. Matsuda (1937)
menyatakan bahwa sering kali ditemukan bentuk-bentuk telur fertil
yang abnormal (9,2%). Telur-telur ini walaupun bentuknya
abnormal, tetapi dapat berkembang dan tumbuh menjadi telur yang
mengandung larva yang infeksius.
Gambar 2.1 Telur Cacing Ascaris lumbricoides Fertilized
b. Telur Ascaris lumbricoides Decorticated
Telur fertil tanpa lapisan protein (decorticated eggs)
berwarna keabu-abuan dan sangat mirip dengan telur hookworm.
Telur ini hanya memiliki dua lapisan yaitu lapisan glycogen dan
lipiodal saja. Lapisan telurnya hilang.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
10
Gambar 2.2 Telur Cacing Ascaris lumbricoides Decorticated
c. Telur Ascaris lumbricoides Unfertilized (Telur yang tidak dibuahi)
Telur non fertil berukuran 60-90 x 40-60 µ, berbentuk elips,
berwarna coklat sampai coklat tua. Telur ini jauh lebih besar dan
ramping dibandingkan telur fertil serta ukurannya sangat
bervariasi. Kulit telurnya tipis dan hanya mempunyai dua lapisan,
yaitu lapisan luar yang sangat tidak rata, kasar dan mammilated
(lapisan albimin) dan lapisan tengah atau lapisan glycogen. Telur
inintidak memiliki lapisan dalam (lipiodal). Didalam telur nampak
banyak sekali butir-butir atau granula yang memantulkan sinar.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
11
Gambar 2.3 Telur Cacing Ascaris Lumbricoides Infertil
(Sandjaja, 2007).
2.1.5 Sikklus Hidup
Cacing Ascaris dewasa hidup didalam usus kecil, hidup dari
makanan yang telah dicerna oleh tubuh tuan rumah, menyerap mukosas
usus dengan bibirnya, mengisap darah dan cairan jaringan usus. Telur-
telur Ascaris keluar bersama-sama kotoran tuan rumahnya dalam
stadium 1 sel, telur ini masih belum bersegmen dan tidak menular.
Dialam pada tempat-tempat yang lembab, pada temperature yang cocok
dan cukup sirkulasi udara, telur tumbuh dengan baik sampai menjadi
infektif setelah kira-kira 20-24 hari. Telur Ascaris tidak akan tumbuh
dalam keadan kering, karena dinding telur harus dalam keadaan lembab
untuk kemungkinan pertukaran gas.
Pertumbuhan telur Ascaris lumbrcoides tidak tergantung pH
medium dan juga telur sangat resisten, maka kekurangan oksigen tidak
menjadi sebab utama penghambat pertumbuhan telur. Kecepatan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
12
pertumbuhan telur Ascaris yang fertil diluar tubuh tuan rumah sampai
menjadi stadium berembrio yang infektif, tergantung pada beberapa
faktor lingkungannya antara lain:
1. Temperatur
2. Aerasi
3. Beberapa larutan desinfektan serta deterjen
Pertumbuhan telur Ascaris dapat terjadi pada suhu 8-37 0 C. Proses
pembentukan embrio terjadi pada habitat yang mempunyai kelembapan
yang relatif 50% dengan suhu diantara 22-33 0 C, dibawah suhu tubuh
manusia. Dengan temperature, kelembapan, dan cukup sirkulasi udara
pertumbuhan embrio akan lebih cepat dalam waktu 10-14 hari. Jika
telur yang sudah infektif tertelan maka 4-8 jam kemudian didalam
saluran pencernaan menetas menjadi larva. Larva-larva ini aktif
menembus dinding usus halus, sekum, kolon atau rektum. Penetrasi
yang paling banyak terjadi melalui dinding sekum dan kolon. Dengan
melalui pembuluh-pembuluh vena sampai ke hati, kemudian keparu-
paru, selanjutnya larva sampai di trakea, laring, faring, kemudian
tertelan masuk kedalam saluran pencernaan melalui esofagus dan
ventrikulus sampailah kedalam usus tempat mereka menetap, menjadi
dewasa dan mengadakan kopulasi. Dalam masa peredaran ini, larva
bertukar kulit beberapa kali, tetapi didalam larva tidak mengalami
pertukaran kulit, sedangkan didalam paru-paru mengalami pertukaran
kulit 2 kali yaitu pada hari ke 5 dan ke 10 se telah telur yang infektif
tertelan (Irianto, 2013).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
13
Gamabar 2.4 Siklus Hidup Cacing Ascaris lumbricoides
2.1.6 Epidemologi
Infeksi pada manusia terjadi karena tertelannya telur cacing yang
mengandung larva infektif melalui makanan dan minuman yang
tercemar. Sayuran mentah yang mengandung telur cacing yang berasal
dari pupuk kotoran manusia adalah salah satu media penularan. Vektor
serangga seperti lalat juga dapat menularkan telur pada makanan yang
tidak disimpan dengan baik. Penyakit ini terutama menyerang anak-
anak.
Dapat dikatakan bahwa Ascariasis dapat terjadi disemua golongan
umur, namun insiden tertinggi terjadi pada umur 5-9 tahun. Hal ini
mungkin terjadi karena faktor perilaku dan pekerjaan penderita. Selain
itu penggunaan tinja sebagai pupuk merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan tingginya angka Ascariasis di Asia.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
14
Pencegahan penularan terutama dengan menekan pada kebersihan
pribadi dan kebersihan umum. Penyediaan jamban keluarga merupakan
hal yang mutlak serta melarang penggunaan tinja manusia sebagai
pupuk. Oleh karena itu penyuluhan kesehatan merupakan hal yang
penting untuk dilaksanakan.
Secara teoritis, mengingat umur cacing hanya 1 tahun, maka bila
penyuluhan kesehatan dapat meyakinkan masyarakat untuk defekasi di
jamban selama 1 tahun saja dapat diharapkan Ascariasis dapat
diberantas (Sandjaja, 2007).
2.1.7 Patologi dan patogenitas
Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris, merupakan infeksi yang
sangat umum, kebanyakan penderita adalah anak-anak. Infeksi ini dapat
menimbulkan kematian, baik dikarenakan larva maupun cacing
dewasanya. Larva cacing Ascaris lumbricoides dapat menimbulkan
hepatitis, Askariasis pneumonia, juga menimbulkan demam, apatis,
rasa ngantuk, strabismus (mata juling), dan paralysis (kelumpuhan) dari
anggota badan. Terjadi hepatitis dikarenakan larva cacing menembus
dinding usus dan terbawa aliran darah vena kedalam hati, sehingga
dapat menimbulkan kerusakan pada hati.
Ascaris lumbricoides dapat menghasilkan telur dalam setiap
harinya 20.000 butir, atau kira-kira 2-3 buah telur tiap detik. Hal ini
dapat menimbulkan anemia, dan dalam jumlah yang sangat banyak ini
dapat juga menyebabkan tokseamenia (karena toksin dari ascaris) dan
apendisitis yaitu cacing dewasa (Irianto, 2013).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
15
2.1.8 Penularan
Penularan umumnya dapat terjadi melalui makanan, minuman, dan
mainan dengan perantara tangan yang terkontaminasi telur Ascaris yang
infektif. Infeksi sering terjadi pada anak daripada orang dewasa. Hal ini
disebabkan anak sering berhubungan dengan tanah yang merupan
tempat berkembangnya telur Ascaris. Didapat juga laporan bahwa
dengan adanya usaha untuk meningkatkan kesuburan tanaman sayuran
dengan mempergunakan fases manusia, menyebabkan sayuran
merupakan salah satu sumber infeksi dari Ascaris (Irianto, 2013).
2.1.9 Pencegahan dan Pemberantasan
Hidup sehat dan bersih adalah syarat utama yang diperlukan untuk
mencegah askariasis. Fasilitas sanitasi yang digunakan sehari-hari
merupakan salah satu cara untuk memutus lingkaran hidup Ascaris
Lumbricoides. Penyuluhan dengan pesan antara lain jangan buang air
besar di sembarang tempat akan berguna sekali. Karena infeksi terjadi
bilamana makanan terkontaminasi telur maka diberikan nasihat untuk
membersihkan khususnya sayuran mentah (lalap) atau buah dengan air
bersih di bawah keran selama 30 detik, jangan sayuran dicuci hanya
dalam wadah yang berisi air. Karena tangan juga dapat terkontaminasi
dengan telur bila mana seseorang mengolah tanah atau anak bermain
dengan tanah maka setelah itu seorang harus mencuci tangan dengan air
bersih, sebaiknya dengan sabun mengingat telur Ascaris bersifat
lengket. Di daerah dimana tinja masih digunakan sebagai pupuk, maka
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
16
tinja perlu diolah dahulu dengan berbagai cara atau jangan lagi
mamakai tinja sebagai pupuk (Hadidjaja, dkk, 2011).
Untuk melengkapi hal diatas perlu ditambah dengan menyediakan
sarana air minum dan jamban kelurga, sehingga sebagaimana telah
menjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga
merupakan salah satu perbaikan keadaan sosial ekonomi yang menjurus
kepada perbaikan hygiene dan sanitasi.
1. Buang air selalu di jamban dan menggunakan air untuk
membersihkannya.
2. Memakan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan serta
menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah
infeksi oleh telur cacing.
3. Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan
kotor dan selalu teratur memotong kuku.
4. Halaman rumah selalu dibersihkan (Irianto, 2013).
2.1.10 Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan cara
pemeriksaan tinja secara langsung atau metode konsentrasi (Kato).
Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis Ascariasis. Selain itu
diagosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui
mulut atau hidung karena muntah maupun melalaui tinja
(Susanto.I, 2008).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA
17
2.1.11 Pengobatan
Empat jenis obat yang banyak digunakan untuk mengobati
askariasis adalah pirental, levamizol, mebendazol dan albendazanol.
Komplikasi usus misalnya obstruksi usus diatasi dengan tindakan
konservatif atau operatif. Pneumononitis karena larva askaris diobatai
dengan obat cacing dan prednison (Soedarto, 2009).
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau massal dengan
syarat mudah diterima, efek samping rendah, aturan pakai mudah, dan
murah. obat-obat lama yang biasanya digunakan antaranya adalah
piperasin, tiabendazol, heksilresorkinol, dan hetrazan. Golongan obata
ini dapat memiliki efek samping, sedangkan obat-obat baru yang efektif
dipakai diantaranya adalah pirantel pamoat, mebendazol, albendazol,
dan levamisol (Muslim, 2009).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONEISA