bab ii tinjauan pustaka 1.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/40622/3/bab ii.pdf · operasional...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Penelitian Terdahulu
Pada penelitian kali ini, peneliti juga menggunakan penelitian terdahulu
guna menunjang penulis dalam melakukan sebuah penlitian.
Pertama, penelitian yang berjudul “Strategi Humas Kepolisian Republik
Indonesia Republik Indonesia dalam Memperbaiki Citra Negatif (Studi Kasus
pada Bagian Humas Tentang Kinerja Polres Probolinggo Kota) pada tahun 2014
oleh Fitri Ade Putra yang menggunakan kualitatif deskriptif menjelaskan hasil
penelitiannya bahwa pihak Humas Polres Probolinggo Kota menggunakan strategi
Trustbuilding yaitu membangun kepercayaan dengan menggunakan tugas pokok
humas Polri. Dengan menggunakan metode komunikasi eskternal antara lain
memberikan sosialiasi dan pembinaan kepada masyarakat serta melalui Sambang
Desa atau Safari Jum’at. Selain itu, dijelaskan pula hasil evaluasi keberhasilan
humas Polres Probolinggo Kota dengan cara; mengumpulkan kliping, pengamatan
secara langsung pemberitaan media mengenai kinerja kepolisian dalam kurun
waktu 3 bulan serta menurunnya laporan dari masyarakat mengenai kasus
pencurian.
Kedua, pada tahun 2010 adanya penelitian yang berjudul “Strategi Humas
dalam Mengubah Citra Rumah Sakit Jiwa (Studi Deskriptif pada Humas RSJ Dr.
10
Radjiman Wediodiningrat Lawang) oleh Ardiyani Eka Saraswati ini menggunakan
deskriptif kualitatif. Pada rumusan masalah penelitian ini terdapat 2, yaitu analisa
domain dan analisa taksonomi. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa humas Rumah
Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang menggunakan strategi terbuka,
strategi proaktif serta strategi kombinasi. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut; meningkatkan publisitas, open house atau kunjungan tamu, peringatan
HUT instansi, pemberian hadiah lebaran dan natal, sumbangan untuk
kesejahteraan, diklat, pelayanan prima, media relations, dan pendirian museum
kesehatan jiwa. Penelitian ini menjabarkan hasilnya dengan menggunakan strategi
operasional yaitu pendekatan secara persuasif dan edukatif, pendekatan tanggung
jawab sosial humas dan pendekatan kerjasama.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa antara penelitian yang pertama oleh Fitria mendapatkan hasil
penelitiannya menggunakan strategi Trustbuilding. Sementara pada penelitian
kedua oleh Ardiyani mendapatkan hasil penelitiannya menggunakan strategi
operasional.
1.2 Ruang Lingkup Public Relation/Hubungan Masyarakat
1.2.1 Definisi Humas
Definisi humas yang muncul banyak sekali dikaitkan dengan kegiatan
membujuk ini. Bahkan salah seorang tokoh humas terkemuka ketika itu, Edward
L. Berney, dalam bukunya The Engineering of Consent (1995) yang pandangannya
11
banyak dikutip orang, mendefinisikan humas sebagai inducing the public to have
understanding for and goodwill (membujuk publik untuk memiliki pengertian
yang mendukung serta memiliki niat baik). Bahkan hingga saat ini, masih banyak
praktisi humas yang berpandangan bahwa humas hanya sebagai komunikasi satu
arah yang bertujuan untuk membujuk pihak lain. (Morrisan, 2008:6-7)
Beberapa dekade kemudian, pandangan mengenai pengertian humas ini mulai
mengalami perubahan. Definisi mengenai humas mulai memasukkan aspek
komunikasi atau hubungan dua arah (two-way communications). Definisi
mengenai humas kemudian memasukkan kata-kata seperti repricoal (timbal
balik), mutual (saling) dan between (antara). Dengan demikian, pengertian humas
sudah mengandung pengertian aksi timbal balik (interaktif).
Sementara itu, The British Institue of Public Relations mendefinisikan humas
sebagai: an effort to establish and maintain mutual understanding between
organization and its public (suatu upaya untuk membangun dan mempertahankan
saling pengertian antara organisasi dan publiknya).
Dalam perkembangannya, humas memiliki berbagai macam definisi dan
interprestasi. Ada definisi yang sangat singkat seperti PR is doing good and getting
credit for it (humas adalah upaya melakukan hal-hal baik sehingga mendapatkan
kepercayaan) hingga definisi humas yang terdiri dari 100 kata sebagaimana yang
tercantum dalam Encyclopedia Britannica.
12
Cutlip-Center-Broom mendefinisikan humas sebagai the planned effort to
influence opinion through good character and responsible performance, based on
mutually satisfactory two-way communications (usaha terencana untuk
memengaruhi pandangan melalui karakter yang baik serta tindakan yang
bertanggung jawab, didasarkan atas komunikasi dua arah yang saling
memuaskan).
Menurut Frank Jefkins, terdapat begitu banyak definisi humas, namun ia
sendiri memberikan batasan humas, yaitu “sesuatu yang merangkum keseluruhan
komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar antara suatu
organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. “Menurutnya, humas pada
intinya senantiasa berkenaan dengan kegiatan pencipataan pemahaman melalui
pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul
suatu dampak yakni perubahan positif.
Menurut Dominick, humas mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Humas memiliki kaitan erat dengan opini publik
Pada satu sisi, praktisi humas berupaya untuk memengaruhi publik agar
memberikan opini yang positif bagi organisasi atau perusahaan, namun pada sisi
lain humas harus berupaya mengumpulkan informasi dari khalayak,
menginterpretasikan informasi itu dan melaporkannya kepada manajemen jika
informasi itu memiliki pengaruh terhadap keputusan manajemen.
13
2. Humas memiliki kaitan erat dengan komunikasi
Praktisi humas bertanggung jawab menjelaskan tindakan perusahaan kepada
khalayak yang berkpentingan dengan organisasi atau perusahaan. Khalayak yang
berkepentingan akan selalu tertarik dengan apa saja yang dilakukan perusahaan.
Praskitisi humas harus memberikan perhatian terhadap pikiran dan perasaan
khalayak terhadap organisasi. Humas harus menjadi saluran arus bolak-balik
antara organisasi dan khalayaknya. Organisasi pada dasarnya berhubungan dengan
berbagai macam khalayak. Secara umum khalayak humas terbagi atas khalayak
internal seperti: karyawan, organisasi buruh serta pemegang saham yang namanya
tercatat pada perusahaan. Dan khalayak eksternal seperti: badan atau instasi
pemerintah, dealer, pemasok, masyarakat sekitar, media massa, dan pemegang
saham yang tidak tercatat pada daftar pemegang saham.
3. Humas merupakan fungsi manajemen
Humas berfungsi membantu manajemen dalam menetapkan tujuan yang hendak
dicapai serta menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Humas juga
harus secara rutin memberikan saran kepada manajemen. Humas harus memiliki
kegiatan yang terencana dengan baik. Bagian humas harus mampu mengorganisir
dan mengarahkan dirinya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Morissan,
2008:7-9)
14
1.2.2 Unsur Dasar Humas
Dengan diterimanya definisi diatas, kita nyatakan bahwa humas terdiri dari
empat unsur dasar, yaitu :
1. Humas berdasarkan pada filsafat sosial manajemen. Unsur ini meletakkan
kepentingan masyarakat lebih dulu pada segala sesuatu yang berkenaan dengan
perilaku organisasi. Diasumsikan bahwa hak suatu organisasi untuk beroperasi
dianugerahkan oleh publik dan bahwa hak istimewa ini tidak mungkin dihindari;
bahwa suatu lembaga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primer orang-orang
yang menggantungkan dirinya untuk pekerjaan, upah, penghasilan barang, dan
jasa, serta kepuasan sosial dan spiritual. Prinsip pelayanan masyarakat ini
merupakan dasar dari konsep modern humans.
2. Humas adalah suatu filsafat sosial yang diungkapkan dalam keputusan
kebijaksanaan. Setiap lembaga memiliki kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
menetapkan sejumlah tindakan yang harus diikuti dalam kegiatannya. Penciptaan
kebijaksanaan ini, meliputi sejumlah fungsi, merupakan tanggung jawab pokok
dari manajemen. Keputusan-keputusan kebijaksanaan akan mencerminkan
kepentingan publik dari organisasi itu. Keputusan kebisanaan humas suatu
organisasi adalah salah satu keputusan kebijaksanaan yang terpenting.
3. Humas adalah tindakan sebagai akibat dari kebijaksanaan sehat. Unsur ini
mencerminkan filsafat sosial dari manajemen. Pernyataan kebijaksanaan,
meskipun mencerminkan maksud manajemen untuk melayani kepentingan publik,
15
tidaklah cukup. Agar lebih berarti, kebijaksanaan itu haruslah diungkapkan dalam
tindakan-tindakan yang sesuai dengan kebijaksanaan itu. Lembaga-lembaga
dinilai oleh apa yang mereka perbuat, bukan oleh apa yang mereka katakan dalam
pernyataan kebijaksanaan. Paul Garret telah mengungkapkan keyakinannya bahwa
humas merupakan filsafat dari tindakan yang disukai dengan cara melakukan
tindakan tersebut dengan masyarakat sukai pula dan bahwa melakukan tindakan
adalah lebih penting daripada sekedar mengatakan.
4. Humas adalah komunikasi. Unsur dasar humas yang terakhir adalah
komunikasi dua arah (two-way communications). Melalui kesakmaan dalam
mendengarkan opini publiknya dan kepekaan dalam menginterpretasikan setiap
kecenderungan kegagalan dalam komunikasi dan mengevaluasi serta
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan untuk mengubah sifat,
pendekatan atau penekanan setiap fase kebijaksanaanya. Melalui komunikasi
kepada publik-publiknya, manajemen mengumumkan, menjelaskan,
mempertahankan, atau mempromosikan kebijaksanaanya dengan maksud untuk
mengukuhkan pengertian dan penerimaan. Humas bukan hanya merupakan suatu
filsafat sosial yang diungkapkan dalam kebijaksanaan dan tindakan; ia juga
merupakan badan yang mengkomunikasikan filsafat ini dengan memerhatikan
kepentingan publik-publiknya. Komunikasi tersebut esensial untuk saling
pengertian. Yang paling penting, komunikasi ini tidak seharusnya
diinterpretasikan dengan pengertian sebagai self-praise (memuji-muji diri sendiri),
16
tetapi sebaiknya diinterpretasikan sebagai petukaran gagasan dan konsep. (Moore,
2004:6-13)
1.2.3 Fungsi Humas
Secara umum fungsi dari seorang humas atau public relations adalah
melaksanakan komunikasi dua arah atau timbal balik antara suatu lembaga atau
perusahaan dengan pihak publik yang bertujuan untuk menciptakan saling
pengertian dan dukungan bagi tercapainya suatu tujuan tertentu atau kebijakan
demi kemajuan dan citra positif bagi lembaga atau perusahaan. Humas atau public
relations mempunyai tugas ganda, dimana satu pihak ia harus berhadapan dengan
berbagai situasi yang kurang menguntungkan seperti opini publik yang negatif.
Untuk mengatasi perubahan opini publik dibutuhkan upaya hubungan masyarakat
yakni melakukan proses transfer dari situasi negatif diupayakan menjadi situasi
positif yang menguntungkan, khususnya merekayasa atau menggalang opini
publik sesuai tujuan untuk memperoleh citra yang baik bagi lembaga atau
perusahannya.
Selain fungsi diatas, seorang humas juga mempunyai fungsi dalam
menjalankan tugasnya, yaitu :
1) Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan lembaga atau
perusahaan
17
2) Membina hubungan harmonis antara lembaga dengan publik internal dan publik
eksternal
3) Menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari lembaga
kepada publiknya dan menyalurkan opini publik kepada lembaga
4) Melayani publik dan menasehati atau memberikan masukan kepada pemimpin
lembaga demi kepentingan umum
5) Operasionalisasi dan organisasi humas adalah bagaimana membina hubungan
harmonis antara lembaga dengan publiknya untuk mencegah terjadinya rintangan
psikologis baik yang ditimbulkan dari pihak lembaga maupun dari pihak
publiknya. (Rachmadi,1992:21-22)
2.2.4 Peran Humas
Makna dari konsep Humas pada intinya senantiasa berkenaan dengan kegiatan
penciptaan pemahaman melalui pengetahuan dan melalui kegiatan tersebut
diharapkan akan muncul suatu dampak, yakni perubahan yang positif. Dengan
demikian, kehumasan adalah suatu bentuk komunikasi yang berlaku terhadap
semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non komersial, di
sektor publik (pemerintah) maupun private (pihak swasta). Definisi praktek humas
menurut Britain Institue of Public Relations (IPR) dapat dimengerti sebagai
berikut :
18
1) Upaya yang terencana dan berkesinambungan. Hal ini berarti humas adalah
suatu rangkaian kegiatan yang diorganisasikan sebagai suatu rangkaian kampanye
atau program terpadu, dan semuanya itu berlangsung secara berkesinambungan
teratur.
2) Tujuan utamanya adalah menciptakan dan memelihara saling pengertian.
Dalam artian untuk memastikan bahwa organisasi tersebut senantiasa dimengerti
oleh pihak-pihak lain yang turut berkepentingan.
Adapun tugas utama dari seorang humas adalah :
1) Menciptakan dan memelihara suatu citra yang baik dan tepat atas
lembaganya atau organisasinya , baik itu yang berkenaan dengan kebijakan
produk, jasa, maupun dengan para personalnya.
2) Memantau pendapat umum mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan citra kegiatan, reputasi, maupun kepentingan-kepentingan lembaga dan
menyampaikan setiap informasi yang penting ini langsung kepada pihak
manajemen atau pimpinan puncak untuk ditanggapu atau ditindaklanjuti.
3) Memberi nasehat atau masukan kepada pihak manajemen mengenai
berbagai masalah komunikasi
4) Menyediakan berbagai informasi kepada khalayak perihal kebijakan
lembaga atau organisasi, kegiatan, produk, jasa dan personalia selengkap mungkin
demi menciptakan suatu pengetahuan yang maksimal dalam rangka menjangkau
pengertian khalayak. (Soleh&Elvinaro,2004:87-88)
19
2.2.5 Proses Humas
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, seorang humas
seharusnya melalui proses kehumasan agar mudah menjalankan tugasnya. Proses
humas ini selalu dimulai dan diakhiri dengan penelitian. Ada empat langkah yang
harus dilaksanakan oleh humas sebagaimana yang diajukan oleh Cutlip dan
Center;
1) Penemuan Fakta (Fact Finding)
Penemuan fakta dilakukan untuk mengetahui apakah situasi dan pendapat dalam
masyarakat menunjang atau justru menghambat. Sehubungan dengan proses
penemuan fakta ini, khususnya yang menyangkut opini, maka ditemukan empat
tahap penelitian, yaitu :
a) Penelitian tentang situasi yang sedang terjadi, khususnya mengenai apa
yang sedang difikirkan orang dan mengapa
b) Penelitian tentang prinsip-prinsip dasar kehumasan yang sedang
dilaksanakan
c) Penelitian tentang hasil bagaimana orang memberikan reaksi terhadap
protesting yang diadakan oleh perusahaan, misalnya terhadap reaksi pendapat atas
suatu artikel khusus yang ditulis oleh bagian humas
d) Mengadakan evaluasi mengenai bagaimana orang memberikan reaksi dan
repsonnya terhadap stimuli lainnya yang diberikan oleh perusahan
2) Perencanaan dan program (Planning)
20
Mengetahui titik permasalahannya dan siap untuk melangkah menyelesaikan
permasalahan tersebut. Langkah-langkah tersebut dirumuskan dalam bentuk
rencana dan program. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam tahap
perencanaan dan program ini, yaitu :
a) Merumuskan apa tujuan yang harus dicapai oleh humas dalam mengirim
pesan tertentu
b) Mengolah data yang diperolehnya tentang berbagai faktor sosial, politik
dan sebagainya yang sekiranya diperlukan
c) Merumuskan bagaimana pesan itu harus disebarkan
d) Memeriksa kesempurnaan informasi yang diperolehnta dalam tahap
penemuan fakta
e) Membandingkan pengalaman-pengalaman pihak lain dan lembaganya
sendiri guna memperoleh langkah terbaik ‘
f) Mengadakan analisis atau informasi yang diperoleh serta merumuskannya
sesuai dengan program kerja yaitu sesuai dengan situasi ataupun tempat
3) Aksi dan komunikasi atau pelaksaan (Communication)
Setelah menyusun rencana dan program yang akan dilakukan, hendaknya seorang
humas tahu bagaimana mengkomunikasikan sesuatu dan apa yang
dikomunikasikan yang sebenernya tidak terlepas dari tujuan yang akan dicapai
melalui kegiatan proses kehumasan. Kegiatan komunikasi dapat berbentuk lisan,
tertulis, visual, atau dengan menggunakan lambang-lambang tertentu.
21
4) Evaluasi dan penilaian (Evaluation)
Setelah melakukan ketiga tahap diatas, maka untuk mengetahui dampak atau
pengaruhnya di mata publik atau masyarakat, seorang humas melakukan evaluasi
terhadap program yang telah dijalankan. Dapat juga dikatakan bahwa untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat, seorang humas harus menempuh empat
proses atau metode yaitu : Penelitian (research), Perencanaan (planning),
Pelaksanaan (action) dan Penilaian (evaluations). (Rachmadi, 1992: 111-114)
2.3 Humas Pemerintah
Public opinion dan public relations, walaupun kedua bidang ini baru
berkembang dengan cepatnya setelah Perang Dunia ke II dan kedua istilah itu baru
dikenal dan banyak yang penting dalam pemerintah (goverment). Seperti telah
dikemukakan terlebih dahulu orang-orang tanpa menyadari nya sudah melakukan
kegiatan itu semenjak berabad-abad yang lalu. Public relations tidak dapat
dipisahkan dari public opinion (opini publik), terutama dalam bidang pemerintah
yang langsung atau tidak langsung mempunyai hubungan dengan berbagai publik
dan mengatur kesejahteraan dan keamanan tiap warga negara. (Oemi, 2001:111-
114)
Teknik yang digunakan dalam public relations di pemerintah tidak ada
bedanya dengan teknik-teknik yang digunakan public relations di bidang-bidang
lainnya, yaitu teknik penyampaian informasi dan komunikasi. Yang perlu
ditegaskan adalah pentingya peranan public relations di instansi-instansi dan
lembaga-lembaga pemerintah dalam masyarakat modern, yaitu dalam melakukan
22
kegiatan-kegiatannya dan operasi-operasinya diberbagai tempat dan berbagai
bidang. Terutama sangat penting peranan public relations bagi tiap negara dalam
proses pembangunan negara atau sebuah kota tertentu.
Didalam melaksanakan public relations di pemerintah, perlu sekali
diadakan penelitian-penelitian tentang opini publik terhadap instansi-instansi itu
secara keseluruhan. Banyak instansi-instansi dan lembaga-lembaga pemerintah
yang menjadi sorotan kaum politisi atau partai-partai politik. Pamdangan mereka
terhadap kebijaksanaan instansi-instansi atau lembaga-lembaga pemerintah itu
tentu didasarkan pada pandangan politik mereka masing-masing. Para pejabat
pemerintah seringkali beranggapan bahwa surat kabar memegang peranan penting
dan lebih penting dari mass media lainnya dalam usaha mempengaruhi opini
publik dan menyajikan opini publik. Menurut suatu penelitian, dikemukakan
bahwa semakin maju suatu negara semakin jelas bahwa surat kabar itu hanya
merupakan salah satu faktor saja dari banyak faktor-faktor lainnya yang ada
didalam masyarakat modern itu. Surat kabar tidak lagi merupakan medium yang
paling penting dalam usaha mempengaruhi publik.
Tiap kegiatan pemerintah di negara demokratis, banyak tergantung dari
bantuan publik; pemerintah akan mendapat tentangan-tentangan bila kepentingan
publik tidak diperhatikan dan bila mereka tidak mendapatkan informasi-informasi
tentang policy, rencana dan kegiatan-kegiatan lainnya. Suatu kampanye rencana
pembangunan tidak akan mendapatkan sukses sebagaimana yang diharapkan,
23
kecuali bila operasi public relations yang berdasarkan mass communication
diintegrasikan dan dimasukkan kedalam rencananya.
Seorang PRO (Public Relations Officer) diinstansi atau lembaga
pemerintah tidak dapat ikut serta dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah
dan ia harus mengikuti garis yang sudah ditentukannya, kecuali bila didalam
bagian organisasi, public relations itu ditempatkan sedemikian rupa, sehingga ia
selalu akan mengetahui keputusan yang diambil dan sebab-sebabnya sebelum di
umumkan. Ia akan dapat menunjukkan atau menjelaskan kesulitan-kesulitan yang
mungkin akan timbul bila keputusan-keputusan itu disampaikan pada publik. Ia
dapat memberikan saran-saran untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang mungkin
akan timbul itu. Ia harus membuat rencana kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilaksanakan dalam public relations dan ia merupakan orang yang berwenang
penuh dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
Dalam rencana pembangunan di bidang ekonomi dan sosial perlu adanya
kerja sama dengan publik, dengan seluruh penduduk, perlu adanya pengertian,
kesediaan untuk menerima maksud dan tujuan rencana itu dan syarat-syarat
tercantum dalam rencana itu. Tanpa memperhatikan hal-hal diatas tadi rencana
pembangunan itu mungkin akan mendapat banyak hambatan. Oleh karena itu
peranan public relations dalam bidang ini tidak dapat diremehkan.
Fungsi public relations ternyata sangat penting dalam organisasi dan lembaga
pemerintahan. Public relations atau Humas dituntut beraktivitas dan berfungsi
secara strategis dan profesional sehingga seorang public relations atau humas
24
haruslah memiliki kualifikasi yg memadai. Fungsi humas yg ditegaskan oleh
Canfield yang pertama adalah pengabdian kepada kepentingan umum. Yang
dimaksud umum disini adalah publik intern dan publik ekstern yang hubungannya
dengan mereka harus dibina sehingga menjadi harmonis.
Mengenai humas pemerintah dapat dijelaskan bahwa humas padadepartemen-
departemen mempunyai dua tugas: pertama, menyebarkan informasi secara teratur
mengenai kebijaksanaan, perencanaan, dan hasil yang telah dicapai. Kedua,
menerangkan dan mendidik publik mengenai perundang-undangan, peraturan-
peraturan, dan hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari.
Pengorganisasian dan mekanisme kerja humas di pemerintahan pusat sudah tentu tidak
mungkin sama antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Hal ini ditentukan
dengan sistem pemerintahan yg bersangkutan (Onong, 2002: 37-38).
Menurut Sam Black dalam bukunya yang sama, ada empat tujuan utama humas
pemerintah daerah, yakni:
1. Memelihara penduduk agar tahu jelas mengenai kebijaksanaan lembaga
beserta kegiatan sehari-hari.
2. Memberi kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pandangam mengenai
proyek baru yang penting sebelum lembaga mengambil keputusan.
3. Memberikan penerangan kepada penduduk mengenai cara pelaksanaan sistem
pemerintah daerah dan mengenai hak-hak dan tanggung jawab mereka.
4. Mengembangkan rasa bangga sebagai warga negara.
25
2.4 Standar Tata Kelola Kehumasan Pemerintah
Humas pemerintah dituntut bekerja dengan asas keterbukaan, yaitu asas yg
menuntut prakitisi humas terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yg benar, jujur, dan tidak diskriminatif; objektif yaitu asas yang menuntut
praktisi humas tidak memihak dalam melaksanakan tugas; jujur, yaitu asas yang
menuntut setiap praktisi humas memiliki ketulusan hati, keikhlasan, dan
mengutamakan hati nurani dalam bersikap, berperilaku, berucap, tidak berbohong,
tidak berbuat curang, serta tidak memanipulasi pelaksaan tugas dan tanggung jawab;
tepat janji, yaitu asas yang menuntut praktisi humas menepati janji dan konsisten dalam
melaksanakan tugas; etis, yaitu asas yang menuntut praktisi humas menjalankan nilai-
nilai etika dalam melaksanakan tugas kehumasan; profesional, akuntabel, integritas.
Prinsip dasar humas :
1. Tata kelola kehumasan yang berorientasi pada proses pencitraan dan
penciptaan nilai
2. Tata kelola kehumasan yang mendorong pencapaian visi misi dan tujuan
instansi serta berorientasi pada kepentingan publik
3. Tata kelola kehumasan berpegang pada komitmen, peraturan perundang-
undangan, etika
kehumasan, serta praktik-praktik umum (common practices) yg sehat.
4. Tata kelola kehumasan membutuhkan perencanaan, pengembangan,
kepemimpinan, dan tanggung jawab, pemantauan, dan evaluasi serta perbaikan yang
berkelanjutan.
26
Standar tata kelola kehumasan pemerintah, manfaatnya:
1. Penigkatan kualifikasi, kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM)
di bidang kehumasan
2. Sistem informasi terpadu, tertata dan merata
3. Pemantapan kelembagaan humas yang kuat dan memiliki kompetensi dalam
memberikan pelayanan informasi yang optimal dan bertanggunh jawab
4. Peningkatan akuntabilitas, pengawasan, dan budaya kerja positif yang
berorientasi pada visi dan misi organisasi
5. Koordinasi dan sikronisasi pengelolaan kehumasan dan
6. Terwujudnya hubungan baik antar individu, terjalinnya kebersamaan antar
instansi pemerintah, serta adanya keseimbangan arus informasi dari dan kepada
masyarakat.
2.5 Strategi Humas
Istilah strategi manajemen sering pula disebut rencana strategis atau rencana
jangka panjang perusahaan. Suatu rencana strategis perusahaan menetapkan garis-garis
besar tindakan strategis yang akan diambil dalam kurun waktu tertentu ke
depan.Berapa lama waktu yang akan dicakup tentu amat bervariasi. Di masa lalu para
ahli menyebut sekitar 25 tahun, tetapi dewasa ini jarang sekali perusahaan yang berani
menetapkan arahnya untuk 25 tahun ke depan. Sebagian besar membuatnya 5-10 tahun.
Alasannya perubahan yang terjadi belakangan ini sangat sulit diterka arahnya. Setiap
27
perubahan itu saling kait mengait, sehingga perkiraan terjauh yang dapat diduga
menjadi amat terbatas (Kasali, 1994:34).
Lebih jauh Kasali menyebutkan rencana jangka panjang inilah yang menjadi
pegangan bagi para praktisi PR untuk menyusun berbagai rencana teknis, dan langkah
komunikasi yang akan diambil sehari-hari. Untuk dapat bertindak secara strategis ,
kegiatan PR harus menyatu dengan visi dan misi organisasi/perusahannya. Sama
seperti bagian divisi lain di dalam perusahaan, untuk memberi kontribusi kepada
rencana kerja jangka panjang itu, praktisi PR dapat melakukan langkah-langkah:
1. Menyampaikan fakta dan opini, baik yang beredar di dalam maupun diluar
perusahaan. Bahan-bahan itu dapat diperoleh dari kliping media massa dalam
waktu tertentu, dengan melakukan penelitian terhadap naskah-naskah pidato
pimpinan, bahkan yang dipublikasikan perusahaan, serta melakukan
wawancara tertentu dengan pihak-pihak yang berkepentingan atau dianggap
penting.
2. Menelusuri dokumen resmi perusahaan dan mempelajari perubahan yang
terjadi secara historis. Perubahan umumnya disertai dengan perubahan sikap
perusahaan terhadap publiknya atau sebaliknya.
3. Melakukan analisis SWOT (Srengths/kekuatan, Weaknesses/kelemahan,
Opportunities/peluang, dan Threats/ancaman). Meski tidak perlu menganalisis
hal-hal yang berada di luar jangkauannya, seorang praktisi PR perlu melakukan
analisis yang berbobot mengenai persepsi dari luar dan dalam perusahaan atas
28
SWOT yang dimilikinya. Misalnya menyangkut masa depan industri yang
ditekuninya., citra yang dimiliki perusahaan, kultur yang dimiliki serta potensi
lain yan dimiliki perusahaan.
Komponen Strengths dan Weaknesses dikaji dari unsur-unsur yang berasal dari
dalam perusahaan. Sedangkan kedua komponen lainnya Opportunities dan Threats
dikaji dari lingkungan dimana perusahaan/organisasi berada. Peluang dan ancaman
bisa muncul dari unsur masyarakat, perubahan struktur kependudukan, pandangan
yang tengah beredar di masyarakat, situasi ekonomi, perubahan politik, dan tekanan
yan muncul dari para enviromentalist.
Selain berkonotasi “jangka panjang” strategi manajemen juga menyandang
konotasi “strategi”. Kata strategi sendiri mempunyai pengertian yang terkait dengan
hal-hal seperti kemenangan, kehidupan, atau daya juang. Artinya menyangkut dengan
hal-hal yang berkaitan dengan mampu atau tidaknya perusahaan atau organisasi
menghadapi tekanan yang muncul dari dalam atau luar. Kalau dapat, ia akan terus
hidup, kalau tidak, ia akan mati seketika.
Hidup yang dipertaruhkan sendiri merupakan suatu cakupan waktu yang panjang,
bukan sekadar bertahan lalu mati. Maka dari itu startegi membenarkan perusahaan atau
melakukan tindakan pahit seperti amputasi (pengurangan unit usaha, dirumahkannya
karyawan, pemangkasan, dan lain-lain) hal itu dilakukan demi kehidupan
perusahaan/organisasi dalam jangka panjang.
29
Pearce dan Robinson, mengembangkan langkah-langkah strategic management
sebagai berikut:
1. Menentukan mission perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah pernyataan
yang umum mengenai maksud pendirian (purpose), filosofi dan sasaran
(goals).
2. Mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi intern
perusahaan dan kemampuan yang dimilikinya.
3. Penilaian terhadap lingkungan ekstern perusahaan, baik dari segi semangat
kompetitif maupun secara umum.
4. Analisis terhadap peluang yang tersedia dari lingkungan (yang melahirkan
pilihan-pilihan).
5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat digenapi untuk
memenuhi tuntutan misi perusahaan.
6. Pemilihan strategi atas objective jangka panjang dan garis besar strategi
yang dibutuhkan untuk mencapai objective tersebut.
7. Mengembangkan objective tahunan dan rencana jangka pendek yang
selaras dengan objective jangka panjang dan garis besar strategis.
8. Impelementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber yang
tercantum pada budget (anggaran) dan mengawinkan rencana tersebut
dengan sumber daya manusia, struktur, teknologi dan sistem balas jasa yang
memungkinkan.
30
9. Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap periode
jangka pendek sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan sebagai
input bagi pengambilan keputusan di masa depan. (Kasali, 1994:43)
Public Relations dapat memberikan kontribusinya dalam proses strategic
management, ungkap Kasali, melalui dua cara: Pertama: melakukan tugasnya sebagai
bagian dari strategic management keseluruhan organisasi-organisasi dengan
melakukan survey atas lingkungan dan membantu mendefinisikan misi, sarana, dan
objective organisasi/perusahaan. Keterlibatan PR dalam proses menyeluruh ini akan
memberi manfaat yang besar bagi perusahaan dan sekaligus bagi PR itu sendiri,
khususnya pada tingkat korporat. Kedua: PR dapat berperan dalam strategic
management dengan mengelola kegiatannya secara strategis. Artinya bersedia
mengorbankan kegiatan jangka pendek demi arah perusahaan secara menyeluruh.
Kedua sumbangan itu akan dapat dimengerti bila disadari bahwa strategic
management mempunyai area kegiatan dalam tiga lapisan, yakni: (1) lapisan korporat
atau organisasi secara menyeluruh (seperti direktur utama, direktur atau pejabat teras
atas lainnya yang termasuk orang-orang yang mengambil keputusan strategis pada
lampiran atas, kedudukan PR idealnya ditempatkan pada posisi/lapisan ini). Artinya
PR diberi tugas yang amat strategis dan mempunyai jalur yang langsung kepada
pemegang saham, top eksekutif, dan masyarakat; (2) lapisan bisnis atau lapisan khusus
(duduk para kepala cabang dengan kebijaksanaan yang menyangkut pemilihan segmen
pasar atau jasa khusus); (3) lapisan fungsional (terdapat fungsi operasi, seperti
31
keuangan, akunting, sumber daya manusia, pemasaran, atau bahkan Public Relations).
Pada lapisan inilah seringkali dalam prakteknya PR ditempatkan, sehingga tidak sesuai
kedudukannya dengan peranannya, terutama di masa-masa lalu, seringkali terlihat PR
tidak dapat menjalankan perannya secara strategis.
Kedudukan PR pada lapisan terakhir, menjadi sangat serba salah. Ia dituntut
menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang strategis dan sering dianggap sebagai juru
bicara. Tetapi sebenarnyaia tak lebih dari sekedar pelaksana biasa yang tidak tahu apa
yang sebenarnya terjadi di lapisan atas dan bahkan tidak tahu apakah yang
dilakukannya itu sesuai dengan aspirasi mereka. Oleh karena itu efektivitas pekerjaan
PR amat bergantung pada persepsi pemimpin perusahaan yang tercermin dari
penempatan dan ruang lingkup pekerjaan yang didelegasikan kepadanya.
James E. Grunig dan Fred Repper, dalam Kasali (1994) mengemukakan model
strategic management dalam kegiatan PR (untuk menggambarkan dua peran PR itu
sendiri) melalui tujuh tahapan, dimana tiga tahapan pertama mempunyai cakupan luas
sehingga lebih bersifat analisis. Empat langkah selanjutnya merupakan penjabaran dari
tiga tahap pertama yang diterapkan pada unsur yang berbeda-beda, yakni:
1. Tahap stakeholders: Sebuah organisasi/perusahaan mempunyai
hubungan dengan publiknya bilamana perilaku organisasi tersebut
mempunyai pengaruh terhadap stakeholder-nya atau sebaliknya. PR
harus melakukan survey untuk terus membaca perkembangan
lingkungannya, dan membaca perilaku organisasinya serta
32
menganalisis konsekuensi yang akan timbul. Komunikasi yang
dilakukan secara kontinyu dengan stakeholders ini membantu
organisasi untuk tetap stabil.
2. Tahap publik: Publik terbentuk ketika organisasi/perusahaan
menyadari adanya problem tertentu. Pendapat ini berdasarkan hasil
penelitian Grunig dan Hunt, yang menyimpulkan bahwa publik muncul
sebagai akibat adanya problem dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain
publik selalu eksis bilamana ada problem yang mempunyai potensi
akibat (konsekuensi) terhadap mereka. Publik bukanlah suatu
kumpulan massa umum biasa, mereka sangat efektif dan spesifik
terhadap suatu kepentingan tertentu dan problem tertentu. Oleh karena
itu PR perlu terus menerus mengidentifikasi publik yang muncul
terhadap berbagai problem. Biasanya dilakukan melalui wawancara
mendalam pada suatu focus group.
3. Tahap isu: Publik muncul sebagi konsekuensi dari adanya problem
selalu mengorganisasi dan menciptakan “isu”. Yang dimaksud dengan
“isu” di sini bukanlah isu dalam arti kabar burung atau kabar tak resmi
yang berkonotasi negatif (bahasa aslinya rumor), melainkan suatu tema
yang dipersoalkan. Mulanya pokok persoalan demikian luas dan
mempunyai banyak pokok, tetapi kemudian akan terjadi kristalisasi
sehingga pokoknya menjadi lebih jelas karena pihak-pihak yang terkait
saling melakukan diskusi.
33
PR perlu mengantisipasi dan responsif terhadap isu-isu tersebut.
Langkah ini dalam manajemen dikenal dengan Issues Management.
Pada tahap ini media akan mengangkat suatu pokok persoalan kepada
masyarakat dan masyarakat akan menanggapinya. Media mempunyai
peranan yang sangat besar dalam perluasan isu dan bahkan
membelokkannya sesuai dengan persepsinya. Media dapat melunakkan
sikap publik atau sebaliknya meningkatkan perhatian publik,
khususnya bagi hot issue, yakni yang menyangkut kepentingan publik
yang luas.
Issues Management pada tahap ini perlu dilakukan secara simultan dan
cepat, dengan melibatkan komunikasi personal dan sekaligus
komunikasi dengan media massa. PR melakukan program komunikasi
dengan kelompok stakeholders atau publik yang berbeda-beda pada
ketiga tahap di atas.
4. PR perlu mengembangkan objective formal seperti komunikasi,
akurasi, pemahaman, persetujuan dan perilaku tertentu terhadap
program-program kampanye komunikasinya.
5. PR harus mengembangkan program resmi dan kampanye komunikasi
yang jelas untuk menjangkau objective di atas.
6. PR khususnya para pelaksana, harus memahami permasalahan dan
dapat menerapkan kebijakan kampanye komunikasi.
34
7. PR harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan
tugasnya untuk memenuhi pencapaian objective dan mengurangi
konflik yang muncul di kemudian hari.
Tahap 1 sampai 3 di atas adalah tahap strategis, sedangkan empat tahap
selanjutnya merupakan tahap reguler yang biasanya dilakukan oleh
praktisi PR. (Kasali, 1994:46-47).
2.6 Citra
Citra adalah tujuan pokok bagi suatu organisasi atau perusahaan. Pengertian citra
itu sendiri abstrak atau intangible, tetapi wujudnya dapat dirasakan dari penilaian, baik
semacam tanda respek dan rasa hormat dari publik sekelilingnya atau masyarakat luas
terhadap organisasi atau perusahaan tersebut dilihat sebagai sebuah badan usaha yang
dipercaya, professional, dan dapat diandalkan dalam pembentukan pelayanan yang
baik. Tugas PR itu sendiri adalah menciptakan citra organisasi yang diwakilinya
sehingga tidak menimbulkan isu-isu yang merugikan.
Menurut Linggar dalam Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya
(2000:69), bahwa “citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya
berdasarkan pengalaman, pengetahuan serta pemahaman atas kenyataan yang
sesungguhnya.”
Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa citra adalah sesuatu yang ditonjolkan
secara nyata yang timbul berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Citra
35
yang dimaksud disini adalah kesan yang ingin diberikan oleh perusahaan kepada publik
atau khalayaknya agar timbul opini public yang positif tentang perusahaan tersebut.
Hal lain menurut Ruslan dalam bukunya Manajemen Humas dan Manajemen
Komunikasi dan Aplikasi (1998:63) menyebutkan bahwa landasan citra berakar dari
:“Nilai-nilai kepercayaan yang konkritnya diberikan secara individual dan merupakan
pandangan atau persuasi, serta terjadinya proses akumulasi dari individu-individu
tersebut akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini
publik yang lebih luas dan abstrak, yaitu sering dinamakan citra atau image.”
Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu organisasi untuk
menutup-nutupi suatu fakta. Oleh karena itu, para personelnya kini jauh lebih dituntut
untuk mampu menjadikan orang-orang lain memahami sesuatu pesan, demi menjaga
reputasi atau citra lembaga perusahaan yang diwakilinya. Ada beberapa jenis citra
(image), jenis-jenis citra tersebut adalah :
1. Citra Bayangan (Mirror Image)
Citra ini melekat pada oang dalam atau anggota-anggota organisasi
biasanya adalah pemimpinnya mengenai aggapan pihak luar tentang
organisasinya. Dengan kata lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh
orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini
seringkali tidaklah tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak
memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh
kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak
36
luar. Citra ini cederung positif, bahkan terlalu positif, karena kita biasa
membayangkan hal yang serba hebat mengenai diri sendiri sehingga kita pun
percaya bahwa orang-orang lain juga memiliki pandangan yang tidak kalah
hebatnya atas diri kita. Tentu saja anggapan itu tidak pada tempatnya. Akan
tetapi hal ini merupakan suatu kecenderungan yang wajar, karena hampir semua
orang memang menyukai fantasi. Melalui penelitian yang mendalam akan
segera terungkap bawa citra bayangan itu hampir selalu tidak tepat, atau tidak
sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.
2. Citra Yang Berlaku (Current Image)
Kebalikan dari citra bayangan, citra yang berlaku ini adalah suatu citra atau
pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi atau
perusahaan. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra yang berlaku
tidak selamanya, bahkan jarang, sesuai dengan kenyataan karena semata-mata
terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yangn
bersangkutan yang biasanya tidak memadai. Biasanya pula, citra ini cenderung
negatif. Humas memang menghadapi dunia yang bersifat memusuhi, penuh
prasangka, apatis, dan diwarnai keacuhan yang mudah sekali menimbulkan
suatu citra berlaku yang tidak fair.
Citra ini amat ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki
oleh penganut atau mereka yang mempercayainya. Dalam dunia dan kehidupan
yang serba sibuk, sulit dihadapkan mereka akan memiliki informasi yang
memadai dan benar mengenai suatu organisasi di mana mereka tidak menjadi
37
anggotanya. Sebagai contoh orang-orang asing sulit diharapkan memiliki
pemahaman terhaap suatu negara yang sama baiknya dengan pemahaman dari
penduduk negara itu sendiri. Inilah masalah komunikasi yang dihadapi oleh
banyak dunia ketiga. Citra mereka khusuhnya di mata pihak barat cenderung
serba buruk daripada kondisi sebenarnya, dan hal itu sebenarnya lebih
mencerminkan keterbatasan pengetahuan, sikap apatis, dan sikap keacuhan
masyarakat barat sendiri. Citra itu sudah terlanjur demikian kental sehingga
apapun yang dilakukan oleh negara-negara berkembang, bahkan dengan
mengubah nama negaranya sekalipun, citra buruk tersebut tetap saja sulit atau
bahkan tidak akan berubah.
3. Citra Yang Diharapkan (Wish Image)
Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.
Biasanya citra yang diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada
citra yang ada; walaupun dalam kondisi tertentu, citra yang terlalu baik juga
bisa merepotkan. Namun secara umum, yang disebut sebagai citra harapan itu
memang sesuatu yang berkonotasi lebih baik. Citra harpan itu biasanya
dirumuskan dan diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru,
yakni ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai.
4. Citra Perusahaan (Corporate Image)
Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi
atau perusahaan secara keseluruhan. Jadi bukan citra atas produk dan
38
pelayanannya saja. Citra perusahaan ini terbentuk oleh banyak hal. Hal positif
yang dapat meningkatkan citra suatu perusahaan, antara lain sejarah atau
riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan-keberhasilan di bidang
keuangan yang pernah diraihnya, sukses ekspor, hubungan industri yang baik,
reputasi sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah yang besar, kesediaan
turut memikul tanggung jawab sosial, komitmen mengadaka riset, dan
sebagainya. Marks dan Spencer memiliki suatu citra perusahaan yang
cemerlang dan sudah memperoleh pengakuan internasional. Suatu citra
perusahaan yang positif jelas menunjang usaha humas keuangan. Sebagai
contoh, suatu badan usaha yang memiliki citra perusahaan yang positif pasti
lebih mudah menjual saham-sahamnya.
5. Citra Majemuk (Multiple Image)
Citra ini dapat diterapkan pada semua jenis organisasi atau perusahaan yang
memiliki banyak unit dan pegawai (anggota). Masing-masing unit dan individu
memiliki perangai dan perilaku tersendiri sehingga secara sengaja atau tidak
sengaja, mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan
citra organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. (Linggar, 2001:59-68)