bab ii tinjauan pustaka 2. 1. ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/bab ii.pdfengineering, menitik...

30
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari Bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan atau kaidah) yang dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain perancangan. Ergonomi juga ilmu pengetahuan yang mempelajari optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan di tempat umum. Menurut Suma’mur (1996), ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyesuaikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang sehingga produktivitas kerja meningkat melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal mungkin. Tarwaka (2004) mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan efisien sehingga tercapai produktivitas setinggi-tingginya. Penerapan ergonomi hendaknya dimasukkan sedini mungkin bahkan mulai dari rancangan sistem sehingga dapat menekan kesalahan sedikit mungkin. Tujuan dari penerapan ergonomi adalah menekan angka cedera ketika melakukan sebuah pekerjaan, produktivitas kerja meningkat, pekerja merasa nyaman saat bekerja, meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial serta menciptakan keseimbangan antara aspek teknik, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap elemen kerja (Suma’mur, 1996). Ditinjau dari aspek pendekatan keilmuan ergonomi dan human factor engineering, terdapat beberapa pendapat yang memandang sama, dengan alasan kedua kajian memiliki informasi yang mendeskripsikan interaksi antara pribadi

Upload: buiminh

Post on 17-Jul-2019

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari Bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

(aturan atau kaidah) yang dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,

psikologi, engineering, manajemen, dan desain perancangan. Ergonomi juga ilmu

pengetahuan yang mempelajari optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan

kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan di tempat umum. Menurut

Suma’mur (1996), ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang penerapannya

berusaha untuk menyesuaikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang sehingga

produktivitas kerja meningkat melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal

mungkin.

Tarwaka (2004) mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni

untuk menserasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan

dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat,

aman, nyaman, dan efisien sehingga tercapai produktivitas setinggi-tingginya.

Penerapan ergonomi hendaknya dimasukkan sedini mungkin bahkan mulai dari

rancangan sistem sehingga dapat menekan kesalahan sedikit mungkin.

Tujuan dari penerapan ergonomi adalah menekan angka cedera ketika

melakukan sebuah pekerjaan, produktivitas kerja meningkat, pekerja merasa

nyaman saat bekerja, meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial serta

menciptakan keseimbangan antara aspek teknik, ekonomis, antropologis, dan

budaya dari setiap elemen kerja (Suma’mur, 1996).

Ditinjau dari aspek pendekatan keilmuan ergonomi dan human factor

engineering, terdapat beberapa pendapat yang memandang sama, dengan alasan

kedua kajian memiliki informasi yang mendeskripsikan interaksi antara pribadi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

6

pekerja dengan tuntutan tugas yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan

hambatan yang dapat mengganggu pekerjaan baik bersifat fisik maupun mental.

Meskipun demikian, makroergonomi memiliki kekhasan, human factor

engineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin

atau perkakas, tempat kerja dengan lingkungan.

Tujuan utama untuk mengurangi kesalahan yang dapat dilakukan oleh pekerja

(human error), melalui persyaratan pekerja dengan kemampuan relatif fisik dan

rancangan tempat kerja. Ditinjau dari sudut pandang teknologi, merupakan aplikasi

informasi kebutuhan manusia untuk tujuan produksi barang buatan, dan aktivitas

manusia sebagai sistem kerja dalam mencapai tujuan kerja secara efektif dan

efisien.

2.1.1. Ruang Lingkup Ergonomi

Tarwaka (2004) membagi ruang lingkup ergonomi menjadi beberapa bagian

untuk lebih memudahkan pemahamannya, yaitu:

1. Ergonomi Fisik

Berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, antropometri, karakteristik fisiologi

dan biomekanika yang berhubungan dengan aktivitas fisik.

2. Ergonomi Kognitif

Berkaitan dengan proses mantal manusia, termasuk di dalamnya meliputi

persepsi, ingatan, dan reaksi sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap

pemakaian elemen kerja.

3. Ergonomi Organisasi

Berkaitan dengan optimasi sistem sosioteknik termasuk struktur organisasi,

kebijakan, dan proses.

4. Ergonomi Lingkungan

Berkaitan dengan pencahayaan, suhu, kebisingan, dan getaran.

2.1.2. Penilian Ergonomi

Beberapa metode dalam menilai ergonomi atau tidaknya suatu lingkungan

kerja, yaitu (Iridiastadi, 2014):

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

7

1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, isnpeksi

tempat kerja, penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomic checklist dan

pengukuruan lingkungan kerja lainnya. Variasinya sangat luas mulai dari yang

sederhana sampai kompleks.

2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi tergantung data dasar pada saat

diagnosis. Contohnya pada industri meubel seperti merubah posisi meubel,

letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan

dimensi fisik pekerja.

3. Follow up, sesuai dengan evaluasi yang subjektif atau objektif, subyektif

misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri

bahu dan siku, keletihan, dan sakit kepala. Secara objektif misalnya dengan

parameter produk yang reject, absensi sakit, angka kecelakaan kerja.

2. 2. Keandalan (Reliability ) dan Kesehatan Keselamatan Kerja

Reliability erat kaitannya dengan quality dan safety.Dalam kasus safety,

Reliability merupakan hal yang sangat penting.Safety sendiri didefinisikan sebagai

perlindungan kehidupan manusia dan pencegahan terhadap bahaya dari kegiatan

yang telah ditetapkan (Dhillon, 2005).Untuk melakukan analisa kemampuan sistem

tersebut dalam mengatasi bahaya yang ditimbulkan dalam permasalahan K3 maka

sangat dibutuhkan pengukuran Reliability. Hal ini sejalan dengan definisi

Reliability dalam sistem keselamatan yang didefinisikan sebagai kemampuan

sebuah sistem keselamatan untuk melakukan fungsi keselamatan dibawah

lingkungan yang diberikan dan kondisi operasi untuk periode waktu yang

ditetapkan.

2. 3. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya serta cara – cara melakukan pekerjaan. (Suma'mur, 1981)

Undang – undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Bab III

pasal 3 menyatakan bahwa :

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

8

“dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat – syarat keselamatan

kerja untuk :

1. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

4. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau

kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

5. memberi pertolongan pada kecelakaan;

6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerjamencegah dan

mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,

kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan

getaran;

7. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik

maupun psychis, peracunan, insfeksi dan penularan;

8. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

9. menyelenggarakan suhu dan lembah udara yang baik;

10. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

11. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

12. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan

proses kerjanya;

13. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau

barang;

14. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

15. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

Penyimpanan barang;

16. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

17. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya

kecelakaannya menjadi bertambah tinggi;”

2. 4. Pengendalian Resiko Kecelakaan Kerja

Selama proses identifikasi bahaya k3, organisasi perlu mengidentifikasi

apakah sudah ada kontrol dalam organisasi dan apakah kontrol tersebut memadai

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

9

untuk identifikasi bahaya. Ketika mendefinisikan kontrol atau membuat perubahan

yang sudah ada, organisasi perlu memperhitungkan hierarki kontrol/pengendalian

bahaya.

Dalam tahap perencanaan untuk mengidentifikasi bahaya standar

perusahaan harus memiliki persyaratan untuk membangun hirarki kontrol (OHSAS

18001:2007). Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam

pemilihan dan pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya k3.

Ada beberapa kelompok kontrol yang dapat dibentuk untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya k3.

2.4.1. Hirarki Pengendalian Resiko Bahaya

Ada beberapa kelompok kontrol yang dapat dibentuk untuk menghilangkan

atau mengurangi bahaya k3, yakni diantaranya :

1. Eliminasi

2. Substitusi

3. Kontrol Teknik / Perancangan

4. Kontrol Administratif

5. Alat Pelindung diri.

Permasalahan yang ada adalah bahwa efek dari kelompok kontrol tidak

sama, dan beberapa dari mereka tidak benar – benar menghilangkan atau

mengurangi resiko bahaya dengan cara yang paling memuaskan.

Oleh karena itulah hirarki diperkenalkan, untuk mendorong organisasi

untuk mencoba menerapkan kontrol yang lebih baik dan benar – benar

menghilangkan bahaya, jika menungkinkan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

10

Gambar 2.1 Hirarki Pengendalian Resiko Bahaya

1. Eliminasi – memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya,

memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan

penanganan bahaya manual;

2. Subtitusi – pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem

(misalnya, menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll);

3. Kontrol teknik / Perancangan – menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan,

interlock, dll .;

4. Kontrol administratif – tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda,

tanda-tanda foto-luminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan

sirene / lampu, alarm, prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses,

sistem yang aman, penandaan, dan izin kerja, dll .;

5. Alat Pelindung Diri (APD) – kacamata safety, perlindungan pendengaran,

pelindung wajah, respirator, dan sarung tangan.

Pada dasarnya, hirarki ini mendefinisikan urutan mempertimbangkan kontrol;

untuk penerapanya dapat memilih untuk menerapkan satu atau kombinasi dari

beberapa jenis kontrol.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

11

2. 5. Human Error

Human error dapat didefinisikan sebagai keputusan atau perilaku manusia

yang tidak tepat yang mengurangi atau berpotensi mengurangi efektivitas,

keselamatan, atau performa sistem (Sanders dan McCormick, 1993). Dua hal yang

dicatat dalam definisi ini adalah error didefinisikan sebagai dampak yang tidak

diinginkan atau memberikan efek potensial terhadap sistem atau manusia dan error

dapat memepengaruhi secara potensial sistem dan manusia.

Secara gais besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja

manusia dan dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu :

A. Faktor – faktor diri (individu) erdiri atas : sikap, sifat, nilai, karakteristik,

motivasi, usis, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan lain – lain.

B. Faktor – faktor situasional : lingkungan fisik, mesin, dan peralatan, metode

kerja, dan lain – lain. (Ishak A dan Hendri 2002)

Human error merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan,

kerusakan, kesakitan, dan kematian. Pada dasarnya manusia merupakan sebuah

variabel, dalam arti setiap manusia dalam melakukan pekerjaanya tidak akan

mungkin sama persis untuk kedua kalinya. Adanya variabilitas tersebut, dapat

mengakibatkan terjadinya fluktuasi acak sehingga memiliki potensi yang besar

terhadap terjadinya kesalahan yang berujung pada kecelakaan. Namun hal tersebut

masih dapat dikendalikan dengan meningkatkan ketrampilan pekerja melalui

pelatihan.

2.5.1. Kategori Human Error

Menurut Dhillon (1987), human error diklasifikasikan menjadi 6 kategori,

yaitu :

1. Operating error / kesalahan pada proses operasi.

Operating error terfokus pada kesalahan yang berkaitan dengan proses operasi.

Error ini terjadi pada bagian sebagian besar lingkungan kerja perusahaan. Adapun

kondisi yang mungkin menjadi pemicu terjadinya operating error diantaranya :

a) Kurangnya prosedur kerja yang jelas.

b) Kerumitan pekerjaan dan beban kerja yang berlebihan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

12

c) Kurang baiknya proses seleksi dan pelatihan terhadap operator.

d) Effort pekerja yang kurang.

e) Lingkungan fisik yang buruk

f) Mengabaikan prosedur kerja yang telah ditetapkan.

2. Assembly error / kesalahan pada proses perakitan.

Assembly error disebabkan oleh operator yang terjadi pada saat perakitan

produk. Error tersebut terjadi akibat dari kurangnya ketelitian dalam pengerjaan.

Penyebab assembly error antara lain :

a) Pencahayaan yang kurang jelas.

b) Lingkungan kerja yang terlalu bising.

c) Rancangan tata letak fasilitas yang buruk.

d) Proses komuikasi dan informasi yang buruk.

e) Temperatur yang berlebihan.

f) Pelatihan dan pengawasan yang kurang.

g) Standard Operating Procedures (SOP) yang kurang baik.

3. Design error / kesalahan pada proses perancangan.

Error ini disebabkan oleh hasil rancangan yang kurang sesuai dengan sistem

kerja. Hal ini merupakan kesalahan untuk mengimplementasikan kebutuhan

manusia, kurang tepatnya fungsi yang dirancang, dan gagal dalam

memperhitungkan efektivitas interaksi antara manusia dan lingkungan kerjanya.

Faktor – faktor pnyebab terjadinya error pada proses perancangan adalah :

a) Perancangan yang dilakukan secara terburu – buru

b) Kesalahan menginterpretasikan solusi dengan teliti dalam perancangan

c) Kurangnya analisis terhadap kebutuhan sistem (Ghatmee, 2014).

4. Inspection error / kesalahan pada proses inspeksi.

Error ini berkaitan dengan aktivitas kualitas produk yang bertujuan untuk

menghindari adanya cacat produk. Kesalahan pada saat proses inspeksi karena

inspeksi tersebut tidak 100% akurat.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

13

5. Instalation error / kesalahan pada proses instalasi

Instalation error terjadi saat proses instalasi peralatan dan tergolong ke dala

error jangka pendek. Salah satu penyebab utama terjadinnya kesalahan selama

proses instalasi adalah kegagalan operator untuk melakukan instalasi peralatan

sesuai dengan instruksi atau standar yang telah ditetapkan (Ghatmee, 2014).

6. Maintenance error

Maintenance error terjadi pada proses perawatan yang disebabkan kurangnya

tindakan pernaikan maupun perawatan yang dilakukan oleh operator. Salah satu

contoh adalah tidak melakukan kalibrasi peralatan dan tidak memberikan

pelumasan pada bagian tertentu pada mesin atau peralatan.

2.5.2. Klasifikasi Human Error

Klasifikasi human error menurut Latino, Robert J. (2007) adalah sebagai

berikut :

1. Kesalahan “ketidaktepatan” (errors of comission)

Kesalahan yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan

kebutuhan sehingga mengakibatkan konsekuensi yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan.

2. Kesalahan “penghilangan” (errors of omission)

Kesalahan yang terjadi akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu. Kesalahan

ini diakibatkan oleh dihilangkannya pekerjaan yang seharusnya dilakukan.

3. Kesalahan pemilihan waktu (timing error)

Kesalahan yang terjadi ketika seseorang gagal untuk melakukan suatu tindakan

dalam waktu yang ditentukan, baik terlalu cepat atau terlalu lambat. Hal ini

mengakibatkan konsekuensi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang

diharapkan.

4. Kesalahan urutan (sequintial error)

Kesalahan yang terjadi akibat ketika seseorang tidak melakukan pekerjaan

sesuai dengan urutan yang telah dientukan atau standar yang sudah ada.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

14

2.5.3. Human Error dan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja atau accident dapat didefinisikan sebagai kejadian yang

tidak dapat diantisipasi yang menimbulkan gangguan pada sistem atau individual

atau berdampak dalam penyelesaian misi sistem atau pekerjaan individual (Meister,

1987). Kecelakaan kerja dalam bentuk sederhana dapat dibagi menjadi kecelakaan

kerja yang disebabkan unsafe behavior dan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh

unsafe conditions (Henrich, 1959). Human error erat kaitanya dengan kecelakaan

kerja yang disebabkan oleh unsafe behavior mengingat pengertian yang

disampaikan oleh Sanders dan McCormick pada 1993 mengenai human error yang

diakibatkan oleh perilaku yang tidak tepat dari pekerja.

Proporsi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh human error masih biasa

mengingat batasan yang belum jelas terhadap penyebab kecelakaan yang

diakibatkan oleh human error. Penelitian yang dilakukan oleh Dominic Cooper

pada tahun 1999 berpendapat bahwa 80 – 95% kecelakaan kerja disebabkan oleh

unsafe behavior. Selain itu Nation Safety Council menyatakan 88% kecelakaan

kerja terjadi karean unsafe behavior dan DuPont Company menyatakan kecelakaan

kerja yang dikarenakan unsafe behavior mencapai 96% dari keseluruhan

kecelakaan kerja yang terjadi (Ghatmee, 2014).

Menurut Heinrich (1995) mengenai jumlah kecelakaan kerja yang terjadi

karena human error diperkirakan sebanyak 85% dari keseluruhan kecelakaan kerja

yang terjadi. Terjadinya human error bisa dikarenakan beberapa faktor. Dalam

pandangan sempit human error digunakan untuk menjelaskan mengenai kegagalan

yang dilakukan oleh operator atau error yang menyebabkan kecelakaan pada

pekerja. Namum pandangan tersebut sangat sempit mengingat dampak terdapat

pihak – pihak lain yang berkontribusi terhadap terjdainya human error seperti

manajer, desainer sistem, bagian maintenance dan kolega kerja juga dapat

berkontribusi terhadap terjadinya human error. petersen (1994) menyatakan bahwa

human error merupakan dasar dari semua kecelakaan kerja.

2.5.4. Eliminasi Human Error

Menurut Sanders dan Mc. Cormick (1993) frekuensi dan konsekuensi dari

human error dapat dikurangi dengan cara :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

15

1. Pemilihan karyawan (seleksi)

Pemilihan karyawan dengan kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan akan

mengurangi human error. kemampuan motorik dan intelektual seorang

karyawan akan menentukan keberhasilan pekerjaan. Namun, tidak mudah

dalam menentukan kemampuan yang sesuai, pengujian tehadap kemampuan

yang dibutuhkan juga tidak selalu tersedia. Disamping itu dalam seleksi

karyawan sering tidak mendapat karyawan yang sesuai dengan kualifikasi.

2. Pelatihan

Kesalahan atau kegagalan dapat diatasi dengan pelatihan yang baik terhdap

karyawan. Pelatihan akan membuat karyawan memiliki kompetensi yang lebih

terhadap pekerjaan yang dilakukan (Ghatmee, 2014).

3. Desain

Perancangan dari mesin, prosedur, dan lingkungan dapat meningkatkan

performa dari karyawan, dan dapat mengurangi kejadian kecelakaan kerja.

2. 6. Keandalan Manusia (Human Reliability)

Sering terjadi permasalahan dari keandalan manusia dapat disikapi sebagai

permaslahan mengapa seseorang terkadang dapat sukses dan gagal dalam mencapai

target yang diinginkan. Kegagalan dalam mencaapai tujuan dapat dihubungkan

dengan human error. Human Reliability tidak bisa dilepaskan dengan human error.

sebagai sebuah metodologi, human reliability merupakan prosedur untuk

melakukan analisa kuantitatif untuk memprediksi kemungkinan terjadinya human

error dan secara teoritis human reliability memberikan penjelasan bagaimana

human error terjadi, serta sebagai sebuah pengukuran human reliability melakukan

perhitungan probabilitas dari kesuksesan suatu kegiatan atau pekerjaan yang

dilakukan oleh manusia (Sanders dan McCormick, 1993).

Langkah – langkah pengukuran human reliability berikut (Charles, 1976) :

a. Mengidentifikasi tugas – tugas untuk ditunjukan.

b. Mengidentifikasi elemen tugas.

c. Menunjukan data empiris

d. Membangun tingkatan elemen tugas.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

16

e. Mengembangkan persamaan regresi.

f. Membangun kendalan tugas.

2. 7. Human Reliability Assesment (HRA)

Teknik pendekatan untuk mengetahui dan menilai human error ada

beberapa macam. Human Reliability Assesment (HRA) adalah salah satu nya.

Berikut ini adalah beberapa pengertian HRA menurut para ahli :

1. Menurut Meister (1984)

HRA merupakan pendekatan yang digunakan untuk merujuk kepada sebuah

metodologi, sebuah konsep teoritis, dan sebuah pengukuran.

2. Menurut Kirwan (1994)

HRA merupakan pendekatan yang dilakukan untuk menilai probabilitas

seseorang akan melaksanakan pekerjaan dengan benar sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan dalam desain, pada durasi waktu yang telah ditentukan.

3. Menurut Hollnagel (2005)

HRA merupakan pendekatan yang dilakukan untuk menilai probabilitas

seseorang akan melaksanakan pekerjaan dengan benar sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan dalam desain, pada durasi waktu yang telah ditentukan.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tentang HRA dapat disimpulkan

bahwa HRA adalah kumpulan metode yang digunakan sebagai pendekatan untuk

menilai dan memprediksi kejadian human error. Hollnagel (2005) memaparkan 3

fungsi dari HRA, diantaranya adalah:

1. Mengidentifikasi masalah atau error yang terjadi (human error identification).

2. Menentukan bagaimana masalah atau error bisa terjadi (human error

quantification).

3. Menentukan cara yang tepat untuk mengurangi masalah atau error yang terjadi

(human error reduction).

Sebagai sebuah metodologi, HRA adalah sebuah prosedur untuk menyusun

analisis kuantitatif untuk memprediksi human error. Sebagai konsep teoritis, HRA

memberikan penjelasan tentang penyebab kesalahan bisa terjadi. Sebagai sebuah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

17

pengukuran, HRA menunjukkan probabilitas manusia dalam menjalankan seluruh

atau sebagian kegiatan (Hollnagel, 2005).

HRA secara sistematis mengidentifikasi kegagalan yang mungkin

ditemukan selama pekerjaan berlangsung, baik yang dilakukan secara normal

maupun darurat. Selain itu juga untuk mengidentifikasi faktor yang menyebabkan

kegagalan serta memberikan usulan perbaikan sistem untuk mengurangi kegagalan.

Hasil dari HRA adalah kualitatif, tetapi ada juga yang kuantitatif (Hollnagel, 2005).

Analisis HRA mencakup identifikasi hubungan dari setiap kegagalan dan

merangking semua kegagalan tersebut berdasarkan konsekuensi keparahan yang

ditimbulkan. Hasil dari HRA digunakan untuk memperbaiki perubahan desain

sistem, plant, atau kebutuhan pelatihan. Salah satu alasan HRA adalah bahwa

human error merupakan penyebab utama dari kecelakaan kerja, kerusakan pabrik,

penurunan kualitas produk, dan kerusakan lingkungan sehingga membutuhkan

suatu pengontrolan (Hollnagel, 2005).

HRA dapat dilakukan untuk berbagai macam pekerjaan yang memiliki

tujuan spesifik, diantaranya pekerjaan yang menjelaskan terjadinya kesalahan

manusia dan efeknya terhadap sistem, output yang dihasilkan dalam suatu nilai

numerik kuantitatif. Penggunaan HRA membutuhkan data dan informasi tentang

prosedur kerja, informasi dari hasil wawancara kepada pekerja, pengetahuan plant

layout, fungsi atau pembagian tugas, control panel layout dan layout sistem alarm

(Meister dan Enderwich, 1993).

Perusahaan yang memperhatikan keselamatan kerja pekerjanya berarti

perusahaan tersebut telah bertanggung jawab mengurangi human error. Secara

umum hal ini merupakan keuntungan untuk perusahaan untuk mengetahui

penyebab dari kesalahan serta mengambil langkah pengendalian untuk mengurangi

penyebab kesalahan tersebut. Berikut ini adalah keuntungan dan kekurangan dari

HRA (Hollnagel, 2005):

A. Keuntungan

1. Menyediakan sebuah analisis logis yang mencakup faktor yang

mempengaruhi karyawan dalam melakukan kesalahan saat bekerja.

2. Memberikan rekomendasi menuju arah kemajuan atau pengembangan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

18

3. Mendukung masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

4. Meningkatkan perhatian pada keamanan pekerjaan yang berbahaya.

B. Kerugian

1. Menghabiskan banyak waktu dan biaya ketika memberikan tingkat risiko

dari human error dalam melakukan pekerjaan.

2. Membutuhkan masukan dari para ahli (perusahaan).

Human Reliability memiliki 72 metode yang potensial, dimana dari 72

metode terdapat 37 metode yang masih dalam investigasi dan sebanyak 35 metode

telah diinvestigasi dan dapat digunakan dalam pengukuran Human Reliability

dalam konteks Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup (Bell

dan Holyord, 2009). Metode HRA tersebut tersaji pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Metode Human Reliability Assessment (HRA)

No. Metode Kepanjangan

1. ASEP Accident Sequence Evaluation Programme

2. AIPA Accident Initation and Pregression Analysis

3. APJ Absolute Probability Judgement

4. ATHENANA A Technique for Human error Analysis

5. CAHR Connectionism Assessment of Human Reliability

6. CARA Controller Action Reliability Assessment

7. CES Cognitive Environmental Simulation

8. CESA Commission Error Search and Assessment

9. CM Confusion Matric

10. CODA Conclusions from Occurences by Descriptions of Actions

11. COGENT COGnitive EveNT Tree

12. COSIMO Cognitive Simulation Model

13. CREAM Cognitive Reliability and Error Analysis Method

14. DNE Direct Numerical Estimation

15. DREAMS Dynamic Reliability Technique for Error Assessment in

Man- Machine System

16. FACE Framework for Analysing Commission Errors

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

19

17. HCR Human Cognitive Reliability

18. HEART Human error Assessment and Reduction Technique

19. HORAAM Human and Organizational Reliability Analysis in Accident

Management

20. HRMS Human Error Reliability Management System

21. INTENT Not an Acronym

22. JHEDI Justified Human Error Data Information

23. MAPPS Maintenance Personnel Performance Simulation

24. MERMOS Method d’Evaluation de la Realisation des Missions

Operateur pour la Surete (Assessment Method for The

Performance of Safety Operation)

25. NARA Nuclear Action Reliability Assessment

26. OATS Operator Action Tree System

27. OHPRA Operational Human Performance Reliability Analysis

28. PC Paired Comparisons

29. PHRA Probabilistic Human Reliability Assessment

30. SHARP Systematic Human Action Reliability Procedure

31. SLIM-MAUD Success Likelihood Index Methodology, Multi-Atribute Utility

Decomposition

32. SPAR-H Simplified Plant Analysis Risk Human Reliability Assessment

33. STAHR Socio-Technical Assessment of Human Reliability

34. TESEO Tecnica Empirica Stima Errori Operatory (Empirical

Technique to Estimate Operator Error)

35. THERP Technique for Human error Rate Presiction

Sumber: Bell dan Holroyd, Tahun 2009

Dari 35 metode HRA tersebut terdapat 11 metode yang potensial untuk

digunakan dalam K3LL. Metode yang potensial tersebut adalah sebagai berikut

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

20

Tabel 2.2 Metode Human Reliability Assessment (HRA) yang potensial dalam kasus K3

No. Metode Kepanjangan

1. THERP Technique for Human error Rate Presiction

2. ASEP Accident Sequence Evaluation Programme

3. HEART Human error Assessment and Reduction Technique

4. SPAR-H Simplified Plant Analysis Risk Human Reliability

Assessment

5. ATHENANA A Technique for Human error Analysis

6. CREAM Cognitive Reliability and Error Analysis Method

7. APJ Absolute Probability Judgement

8. SLIM-MAUD Success Likelihood Index Methodology, Multi-Atribute

Utility Decomposition

9. HRMS Human Error Reliability Management System

10. JHEDI Justified Human Error Data Information

11. INTENT Not an Acronym

Sumber: Bell dan Holroyd, Tahun 2009

2. 8. Hierarchical Task Analysis (HTA)

Hierarchical Task Analysis (HTA) merupakan sebuah metode sistematis

yang menggambarkan pekerjaan secara terorganisir dalam rangka memenuhi tujuan

dari keseluruhan pekerjaan. HTA membreakdown pekerjaan secara keseluruhan

sehingga sub-pekerjaan dan kondisi pada saat melakukan pekerjaan dapat

digambarkan. HTA dimulai dengan menyatakan tujuan secara keseluruhan yang

ingin dicapai. Kemudian mendeskripsikannya dalam sub pekerjaan (Embrey,

2000).

Terdapat 2 cara untuk menggambarkan HTA yaitu dalam bentuk diagram

dan dalam bentuk tabel. akan tetapi bentuk tabel lebih sering digunakan karena

dapat mendeskripsikan secara menyeluruh dan lebih rinci. Menurut Embrey (2000)

HTA memiliki keuntungan dan kekurangan, diantaranya adalah:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

21

A. Kelebihan

a. HTA adalah metode ekonomis untuk mengumpulkan dan mengorganisir

informasi sejak deskripsi hirarkis hanya perlu dikembangkan sampai ke

titik di mana diperlukan untuk tujuan analisis.

b. Struktur hirarki HTA memungkinkan analisis yang berfokus pada aspek

penting dari tugas yang dapat berdampak pada keselamatan instalasi.

c. Ketika digunakan sebagai masukan untuk merancang, HTA

memungkinkan tujuan fungsional yang akan ditentukan ditingkat yang

lebih tinggi dari analisis sebelum keputusan akhir yang dibuat tentang

perangkat keras. Ini penting ketika mengalokasikan fungsi antara personil

dan sistem otomatis.

d. HTA dikembangkan sebagai kolaborasi antara analisis tugas dan orang

yang terlibat dalam operasi.

e. HTA dapat digunakan sebagai titik awal untuk menggunakan berbagai

metode analisis kesalahan untuk memeriksa potensi kesalahan dalam

kinerja operasi yang diperlukan.

B. Kekurangan

a. Analisis perlu mengembangkan ukuran ketrampilan untuk menganalisis

tugas secara efektif karena teknik ini kurang sederhana.

b. HTA harus dilakukan bekerjasama dengan pekerja, supervisor dan

insinyur, kesulitan yang dihadapi seringkali dikarenakan harus

menyesuaikan dengan jadwal pekerjaan.

2. 9. Human Error Assesment and Reduction Technique (HEART)

Metode Human Error Assessment and Reduction Technique (HEART)

pertama kali di dikenalkan oleh Jeremy Williams yang merupakan ahli ergonomi

dari Britania pada tahun 1985. Metode ini digunakan untuk mengukur kesalahan

manusia dalam menjalankan tugasnya terutama sebagai operator. Metode HEART

banyak digunakan terutama dalam industri nuklir dan berbagai jenis industri yang

lain seperti penerbangan, kereta api, pengobatan (Bell dan Holroyd, 2009).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

22

Unit dasar pengukuran keandalan manusia adalah Human Error Probability

(HEP). Metode HEART tergolong cepat, sederhana, dan relatif lebih mudah untuk

dimengerti dalam mengidentifikasi kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Proses

penilaian, metode HEART memasukkan unsur penilaian (judgement) dari 3 orang

ahli yang berpengalaman.

2.9.1. Langkah Perhitungan dengan Metode HEART

Menurut Kirwan (1994) beberapa langkah dalam menentukan perhitungan

dengan menggunakan metode HEART adalah sebagai berikut :

1. Hierarchical Task Analysis (HTA)

Hierarchical Task Analysis (HTA) merupakan sebuah analisis tugas hirarki

yang dilakukan untuk tugas atau analisis pembuatan skenario pekerjaan.

2. Menentukan tipe task dari kemungkinan error yang terjadi yang diperoleh dari

tabel Generic Task Types (GTTs).

3. Menentukan kondisi yang dapat menimbulkan terjadinya error berdasarkan

tabel Error Producing Conditions (EPCs).

4. Menentukan besar penilaian menurut pakar atau ahli yang diyakini memiliki

pengalaman yang cukup dalam bidang yang menjadi objek penelitian

berdasarkan tabel Assessed Proportion of Affect (APOA).

5. Menentukan Assessed Effect (AEi)

Menentukan besarnya Assessed Effect (AEi) dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

AEi = (EPC – 1) x PoA → untuk Generic Task tipe A – C

AEi = ((EPC – 1) x PoA) + 1 → untuk Generic Task tipe D-H dan M

Sumber: J.C William (1986), Harahap (2012)

Keterangan:

AEi : Besarnya assessed effect pada EPCs ke-i

EPC : Nilai Error Producing Condition

PoA : Proporsi dari EPC

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

23

6. Menghitung Human Error Probability (HEP)

Menentukan besarnya Human Error Probability (HEP) dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

HEP = GT x AE1 x AE2 x AE3 x …. AE(i)

Sumber: J.C William (1986), Harahap (2012)

Keterangan:

HEP = Human Error Probability

GT = Generic Task Unreliability

AE = Nilai Assessed Effect

7. Menentukan Probability of Failure (Fi)

Fi = 1 - ∏j (1 – HEPij)

8. Human Reliability (Ri)

Ri = 1 – Fi

Keterangan :

Fi : Probability of Failure

9. Keandalan Sistem Kerja (Rm)

Keterangan :

Ri : Reliability

2.9.2. Instrumen Metode HEART

Instrumen metode HEART adalah sebagai berikut :

1. Generic Task Types (GTTs)

Generic Task Types (GTTs) merupakan kategori yang digunakan untuk

mengelompokkan tugas (task) berdasarkan kategori generalnya dan nilai tugas

berdasarkan human unreliability.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

24

Tabel 2.3 Generic Task Types (GTTs)

Kategori Task Nominal Human

Unreliability

A Pekerjaan yang benar-benar asing atau tidak

dikuasai, dilakukan pada suatu kecepatan tanpa

konsekuensi yang jelas

0,55

B Mengubah atau mengembalikan sistem ke

keadaan yang baru atau awal dengan suatu

upaya tunggal tanpa pengawasan dan prosedur

0,26

C Pekerjaan yang kompleks dan membutuhkan

tingkat pemahaman dan ketrampilan yang

tinggi

0,16

D Pekerjaan yang cukup sederhana, dilakukan

dengan cepat atau membutuhkan sedikit

perhatian

0,09

E Pekerjaan yang rutin, cepat, dan sering

dilakukan dengan melibatkan ketrampilan

yang rendah

0,02

F Mengembalikan atau menggeser sistem ke

kondisi semula atau baru dengan mengikuti

prosedur dan beberapa pemeriksaan

0,003

G Pekerjaan familiar yang sudah dikenal,

dirancang dengan baik, merupakan tugas rutin

yang terjadi beberapa kali per jam, dan

dilakukan hingga mencapai standar tertinggi

yang memungkinkan oleh personel yang telah

terlatih dan berpengalaman, sadar implikasi

dari kegagalan, dengan adanya waktu untuk

memperbaiki kesalahan potensial, tetapi tanpa

menggunakan alat bantu

0,0004

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

25

Kategori Task Nominal Human

Unreliability

H Menanggapi perintah sistem dengan benar,

meskipun ketika tersedia sistem pengawasan

tambahan atau otomatis yang menyediakan

interpretasi akurat

0,00002

M Tugas lain yang deskripsi pekerjaannya tidak

dijelaskaan kategori sebelumnya 0,03

Sumber: (Williams, 2015)

2. Error Producing Conditions (EPCs)

Error Producing Conditions (EPCs) merupakan kondisi yang dapat

menimbulkan terjadinya kesalahan. Kondisi ini akan memberikan pengaruh

yang negatif terhadap kegiatan operatoran tersebut.

Tabel 2.4 Error Producing Conditions (EPCs)

No. Kondisi yang menyebabkan error (EPCs) Total

Effect

1 Tidak biasa dengan situasi di mana hal itu secara potensial

penting, tetapi hanya terjadi sesekali atau baru tejadi 17

2 Kurangnya waktu yang tersedia untuk mendeteksi dan

mengkoreksi kesalahan 11

3 Rendahnya rasio antara penerimaan informasi (signal)

terhadap gangguan (noise) sekitar 10

4

Tidak tersedianya penekanan atau penolakan terhadap

informasi atau keunggulan yang mana terlalu mudah untuk

diterima.

9

5 Tidak adanya alat-alat yang menyampaikan secara

fungsional kepada operator. 8

6 Ketidaksesuaian antara suatu model operator pada

umumnya dengan apa yang dibayangkan perancang. 8

7 Tidak adanya alat untuk membalikkan tindakan yang tidak

diinginkan. 8

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

26

No. Kondisi yang menyebabkan error (EPCs) Total

Effect

8

Kapasitas yang berlebih dalam saluran, khususnya yang

diakibatkan oleh informasi yang datang secara

bersamaan.

6

9

Perlunya untuk meninggalkan suatu teknik dan

menerapkan teknik lain dengan menggunakan filosofi yang

berlawanan.

6

10 Kebutuhan untuk mentransfer pengetahuan yang

spesifik antar tugas tanpa menimbulkan kerugian. 5,5

11 Keraguan pada standar performansi yang diharuskan. 5

12 Ketidaksesuaian antara risiko yang dibayangkan dengan

risiko yang sesungguhnya. 4

13 Sistem umpan balik yang buruk, rancu, dan tidak sesuai. 4

14

Tidak ada konfirmasi langsung dan tepat waktu dari

tindakan yang dimaksudkan dari bagian sistem di mana

kontrol harus diberikan

4

15 Operator yang tidak berpengalaman (Seperti: Baru

memenuhi kualifikasi namun tidak expert) 3

16 Miskinnya kualitas dalam informasi yang disampaikan

oleh prosedur dan interaksi antar manusia. 3

17 Sedikit atau tidak adanya kebebasan dalam pemeriksaan

atau pengujian pada output. 3

18 Konflik antara cepat atau immediate dan lamanya tujuan

yang dicapai. 2,5

19 Tidak ada perbedaan informasi masukan untuk pengecekan

yang diteliti. 2,5

20

Ketidaksesuaian antara tingkat pencapaian pendidikan dari

individu dengan persyaratan yang harus dilakukan dalam

tugas.

2

21 Dorongan untuk menggunakan prosedur lain yang lebih

berbahaya. 2

22 Kecilnya kesempatan untuk melatih pikiran dan tubuh di

luar batas. 1,8

23 Peralatan instrumen yang tidak handal atau tidak baik. 1,6

24 Kebutuhan terhadap penilaian yang pasti, yang mana

berada di luar kemampuan atau pengalaman perator. 1,6

25 Tidak jelasnya alokasi fungsi dan tanggung jawab. 1,6

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

27

No. Kondisi yang menyebabkan error (EPCs) Total

Effect

26 Tidak ada langkah yang nyata untuk tetap berada pada

jalur kemajuan selama beraktivitas. 1,4

27 Bahaya yang disebabkan terbatasnya kemampuan fisik. 1,4

28 Kecil atau tidak adanya peran yang berarti dalam tugas. 1,4

29 Level emosi yang tinggi 1,3

30 Adanya gangguan kesehatan khususnya demam 1,2

31 Tingkat kedisiplinan yang rendah 1,2

32 Ketidaksesuaian antara display dan prosedur. 1,2

33 Kondisi lingkungan yang buruk atau tidak mendukung 1,15

34 Siklus berulang-ulang yang tinggi dari pekerjaan

dengan beban kerja bermental rendah 1,1

35 Terganggunya siklus tidur normal 1,1

36 Melewatkan kegiatan karena intervensi dari orang lain 1,06

37 Penambahan anggota tim yang sebenarnya tidak

dibutuhkan 1,03

38 Usia yang melakukan pekerjaan 1,02

Sumber : (Williams, 2015)

3. Assessed Proportion of Affect (APOA)

Assessed Proportion of Affect (APOA) merupakan penilaian menurut ahli

yang memiliki pengalaman dalam bidang yang menjadi objek penelitian. Pakar

tersebut akan memberikan penilaian keseluruhan ketidakhandalan yang dapat

mempengaruhi tugas berdasarkan kriteria APOA.

Tabel 2.5 Assessed Proportion of Affect (APOA)

Assessed

Proportion Keterangan

0 EPC tidak berpengaruh terhadap HEP

0,1 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi > 5

kali setiap shift) terjadi dan disertai minimal 3 EPC yang lain.

0,2 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi > 5

kali setiap shift) terjadi dan disertai minimal 2 EPC yang lain.

0,3 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi > 5

kali setiap shift) terjadi dan disertai minimal 1 EPC yang lain.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

28

0,4 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi > 5

kali setiap shift) terjadi tanpa disertai EPC yang lain.

0,5 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi 2-5

kali setiap shift) terjadi dan disertai minimal 2 EPC yang lain.

0,6 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi 2-5

kali setiap shift) terjadi dan disertai minimal 1 EPC yang lain.

0,7 Dapat berpengaruh terhadap HEP jika EPC sering (frekuensi 2-5

kali setiap shift) terjadi tanpa disertai EPC yang lain.

0,8 Dapat langsung berpengaruh terhadap HEP jika EPC satu kali

terjadi dan disertai dengan minimal 2 EPC

0,9 Dapat langsung berpengaruh terhadap HEP jika EPC satu kali

terjadi dan disertai dengan minimal 1 EPC

1 Dapat langsung berpengaruh terhadap HEP jika EPC satu kali

terjadi tanpa disertai dengan EPC yang lain

Sumber: Kirwan, Tahun 1996

2.9.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Human Error Assesment and

Reduction Technique (HEART)

Menurut Kirwan (1994) kelebihan dan kekurangan metode HEART adalah

sebagai berikut :

A. Kelebihan

1. Metode HEART sangat cepat dan mudah digunakan.

2. Membutuhkan sumber daya yang sedikit.

3. Dapat memberikan saran yang dapat digunakan untuk mengurangi

kesalahan manusia.

4. Dapat menyediakan hubungan antara ergonomi dengan proses desain

sehingga dapat meningkatkan keandalan manusia.

5. Memungkinkan dalam pembuatan analisis biaya yang akan dilakukan.

6. Sangat fleksibel dan dapat digunakan dalam berbagai bidang industri.

B. Kekurangan

1. EPCs yang ada dalam metode HEART belum pernah sepenuhnya dirilis.

2. HEART sangat bergantung kepada penilaian para ahli.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

29

3. Dalam menghitung argumen teoritis, beberapa EPCs akan berinteraksi dan

interaksi tersebut tidak dapat dimodelkan dengan menggunakan metode

HEART.

2. 10. Standardized Plant Analysis Risk Human Reliability Assesment (SPARH)

SPAR-H dikembangankan oleh US Nuclear Researh Commission

(USNRC). Pada tahun 1994 UNSRC bersama Accident Sequence Precursor

Program (ASP) mengembangkan metode Accident Sequence Precursor

Standardized Plant Analysis Risk Model (ASP/SPAR) yang merupakan cikal bakal

dari metode SPAR-H. Metode SPAR-H sendiri dikembangkan pada tahun 1999

(Gertman et al, 2004) pada Review of Human Reliability Assessment Methods.

Metode SPAR-H diterapkan pada industri nuklir dengan aplikasi yang luas

dibidang lain (Bell dan Holyord, 2009).

Metode SPAR-H menghitung probabilitas berdasarkan jenis kegiatan

diagnosis dan jenis kegiatan actions. Kegiatan diagnosis merupakan kegiatan yang

dilakukan pekerja yang berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan

terhadap kondisi, perencanaan, dan pemprioritasan aktivitas dalam menjalankan

suatu kegiatan. Pekerjaan actions merupakan pekerjaan yang melakukan satu atau

lebih aktivitas yang diindikasikan sebagai diagnosis, kegiatan yang berhubungan

dengan prosedur peraturan, dan prosedur penulisan. Sebagai contoh pekerjaan yang

termasuk pengoperasian peralatan, menjalankan pompa, melakukan pengetesan dan

kalibrasi (Aditya, 2014).

Metode SPAR-H melakukan perhitungan Human Error Probabilities

(HEP) berdasarkan Performance Shaping Factors (PSF’s) dalam metode SPAR-H

adalah sebagai berikut (Gertman et al, 2004) :

a. Available time: Waktu yang tersedia bagi operator untuk melakukan diagnosis

atau aksi atas suatu kejadian.

b. Stress: Tingkatan dari kondisi tugas dan lingkungan yang tidak diharapkan yang

mampu menghalangi pelaksanaan tugas operator.

c. Experience dan Training: Faktor tingkat pelatihan serta pengalaman yang

dimiliki operator yang mendukung pelaksanaan tugas.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

30

d. Complexity: Berkaitan dengan seberapa sulit pelaksanaan tugas dalam konteks

yang ditentukan. Kompleksitas mempertimbangkan karakteristik tugas seperti

mental dan physical effort yang diperlukan serta lingkungan dimana tugas

dilaksanakan.

e. Ergonomics (Human Machine Interface): Ergonomi berkaitan dengan

peralatan, display, dan control, layout, kualitas dan kuantitas informasi yang

tersedia dalam instrument serta interaksi operator dengan peralatan dalam

melaksanaan tugas.

f. Procedure: Prosedur menjelaskan tentang keberadaan prosedur formal dalam

pelaksanaan tugas.

g. Fitness for duty: Berkaitan dengan apakah kesehatan fisik dan mental operator

cukup baik untuk melaksanakan kerja pada waktu yang ditentukan.

h. Work Process: Work process menyangkut aspek pelaksanaan kerja, termasuk

safety culture, perencanaan kerja, komunikasi, kebijakan, dan dukungan pihak

manajemen. Ukuran work process meliputi jumlah rework, turn over, dan

efisiensi.

Masing-masing PSF’s memiliki kategori yang dijadikan acuan bagi

observer dalam melakukan pengukuran reliabilitas yang disebut dengan multiplier

dengan rincian untuk masing-masing PSF’s sebagai berikut:

Tabel. 2.6 Kategori Penilaian Performance Shaping Factors pada Metode SPAR-H

SPAR-H PSF’S SPAR-H PSF Levels SPAR-H

Multipliers

Available Time Inadequate Time P Failure= 1,0

Time available is when the time

required 10

Nominal time 1

Time available ≥ 5x the time required 0,1

Time available ≥ 50x the time

required 0,001

Stress/Stressors Extreme 5

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

31

High 2

Nominal 1

Complexity Highly Complex 5

Moderately Complex 2

Nominal 1

Experience/Training Low 3

Nominal 1

High 0,5

Procedures Not available 50

Incomplete 20

Available, but poor 5

Nominal 1

Ergonomic/HMI Missing/Misleading 50

Poor 10

Nominal 1

Good 0,5

Fitness for Duty Unfit P Failure=1,0

Degraded Fitness 5

Nominal 1

Work Process Poor 2

Nominal 1

Good 0,8

Sumber: Idaho International Laboratory, 2004

Untuk kegiatan diagnosis digunakan nilai diagnosis failure probabilities

sebesar 0,01, dimana perhitungan HEP pada metode SPAR-H dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

PSF composite diagnosis

= 0,01 x Time x Stress x Complexity x Experience x Procedures x Ergonomics x

Fitness for Duty x Processors

Jika terdapat 3 atau lebih PSF’s yang bernilai negative atau lebih buruk dari

kondisi nominal maka perhitungan HEP dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

32

HEP = NHEP.PSF composite

NHEP.(PSFcomposite-1)+1

Untuk kegiatan action perhitungan HEP dibedakan berdasarkan nilai action

failure probabilities yang ditetapkan sebesar 0,001.

PSF composite diagnosis

= 0,001 x Time x Stress x Complexity x Experience x Procedures x Ergonomics x

Fitness for Duty x Processors

Jika terdapat 3 atau lebih PSF’s yang bernilai negative atau lebih buruk dari

kondisi nominal maka perhitungan HEP dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

HEP = NHEP.PSF composite

NHEP.(PSFcomposite-1)+1

Metode SPAR-H juga mempertimbangkan factor dependency, dimana

factor dependency menggambarkan suatu kegiatan yang terjadi akan berdampak

pada rangkaian kegiatan yang terjadi sebelum atau sesudah kegiatan tersebut,

Faktor dependency digambarkan dalam 4 kriteria utama, yakni crew yang sama (s)

atau berbeda (d), time yakni waktu kegiatan yang berdekatan (c) atau berjauhan

(nc), location yakni lokasi yang sama (s) atau berbeda dan cues yakni terdapat

prosedur spesifik (a) atau tidak terdapat prosedur spesifik (na). Hubungan antara

empat kriteria tersebut akan menghasilkan factor dependency berupa zero, low,

moderate, complete, high yang digambarkan dalam table berikut ini:

Tabel. 2.7 Faktor Depedency pada SPAR-H

Condition

Number

Crew

(same or

different)

Time (close

in time or

not close in

time)

Location

(same or

different)

Cues

(additional

or no

additional)

Dependency

1 s c s na Complete

2 s c s a Complete

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

33

3 s c d na High

4 s c d a High

5 s nc s na High

6 s nc s a Moderate

7 s nc d na Moderate

8 s nc d a Low

9 d c s na Moderate

10 d c s a Moderate

11 d c d na Moderate

12 d c d a Moderate

13 d nc s na Moderate

14 d nc s a Low

15 d nc d na Low

16 d nc d a Low

17

Zero

Sumber : Idaho International Laboratory, 2004

Perhitungan nilai HEP dengan mempertimbangkan factor dependence atau

Pw/d menggunakan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk complete dependence probabilitas kegagalan adalah 1.

Complete dependence apabila crew sama (s) dalam satu kegiatan, waktu

kegiatan yang berdekatan (c), lokasi kegiatan sama (s), serta tidak terdapat

prosedur yang spesifik (na).

b. Untuk high dependence probabilitas kegagalan (1+Pw/od)/2.

High dependence adalah crew sama (s) dalam satu kegiatan, waktu kegiatan

yang berdekatan (c), lokasi kegiatan yang berbeda (d), serta terdapat prosedur

spesifik.

c. Untuk moderate dependence probabilitas kegagalan (1+6 x Pw/od)/2.

Moderate dependence adalah crew sama (s) dalam satu kegiatan, waktu

kegiatan yang berjauhan (nc), lokasi kegiatan yang sama (s), serta terdapat

prosedur spesifik (a).

d. Untuk low dependence probabilitas kegagalan (1+19 x Pw/od)/20.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Ergonomieprints.umm.ac.id/43718/3/BAB II.pdfengineering, menitik beratkan pada hubungan atau interaksi manusia dengan mesin atau perkakas, tempat kerja

34

Low dependence adalah crew sama (s) dalam satu kegiatan, waktu kegiatan

yang berjauhan (nc), lokasi kegiatan yang berbeda (d), serta terdapat prosedur

spesifik (a).

e. Untuk zero dependence probabilitas kegagalan adalah (Pw/od).

Zero apabila probabilitas kegagalan tugas tanpa adanya ketergantungan resmi

atau tidak ada faktor ketergantungan antara satu kegiatan dengan kegiatan

selanjutnya.

2.10.1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Standardized Plant Analysis Risk

Human Reliability Assesment (SPAR-H)

Kelebihan dan kekurangan metode SPAR-H adalah sebagai berikut

(Aditya, 2014) :

A. Kelebihan

1. SPAR-H adalah metode kuantifikasi yang digunakan karena efisien, simple,

sederhana dan tidak membutuhkan waktu pendekatan yang lama untuk

mewakili tindakan dari manusia (Gertman, 2004).

2. Metode SPAR-H memiliki kelebihan dalam mengkategorikan factor

penyebab human error secara eksplisit dengan menggunakan 8

Performance Shaping Factors.

B. Kekurangan

1. Tidak secara detail menggambarkan tingkat kesulitan dalam suatu

pekerjaan.

2. Terdapat PSF complexity namun hal tersebut masih bersifat general,

sehingga untuk hal ini metode RA (Reliability Assessment) lainnya lebih

unggul dibandingkan SPAR-H.

3. Tidak memiliki kelebihan dalam mendefinisikan tipe pekerjaan pada suatu

jenis kegiatan melalui penetapan Generic Task.