bab ii tinjauan pustaka 2 -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Mikroskopik
Mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk
dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat langsung
dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk
pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu,
seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti
amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop
(Djauhari, 2012).
2.1.2 Makroskopik
Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang
atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ makhluk hidup.
Identitas makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran, warna, dan karakteristik
permukaan (WHO, 2011).
2.1.3 Struktur Histologi Paru-paru
2.1.3.1. Paru-paru
Paru-paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada
tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang berisi jantung dan
pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus
(Tambajong, 1996).
12
2.1.3.2 Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bronki , masing-masing menuju ke tiap
belahan paru-paru. Di dalam paru-paru brokus bercabang berulang-ulang menjadi
pipa yang semakin halus (Campbell, 2010). Paru-paru kanan lebih besar daripada
paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobusoleh fissura interlobaris. Paru-paru
kiri dibagi menjadi dua lobus (Price dan Wilson, 1995). Paru-paru dibungkus oleh
membran serosa yang disebut pleura (Bloom and Fawcett, 1994). Pleura yang
melapisi rongga dada disebut pleura parietalis. Pleura yang menyelubungi paru-
paru disebut pleura visceralis. Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis
terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan
permukaan bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisah thoraks dan
paru (Price and Wilson, 1995).
2.1.3.3 Bronkiolus
Bronkiolus adalah jalan nafas intralobular bergaris tengah 5 mm atau
kurang, tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya
(Junqueira, 1997). Bronkiolus merupakan cabang kecil yang membawa udara dari
bronkus ke alveoli paru-paru (Nordmann, 2012).Bronkiolus didefinisikan sebagai
melakukan saluran udara berdiameter kurang dari 1 mm yang tidak memiliki
tulang rawan di dindingnya (Cagle, 2008). Berdasarkan paparan diatas dapat
dikatakan bahwa bronkiolus merupakan percabangan saluran udara dari bronkus
yang berbentuk intralobular dengan diameter ≤ 5 mm dan tidak memiliki tulang
rawan.
13
2.1.3.4 Bronkiolus terminalis
Gambar 2.1 Bronkiolus terminalis (bagian melintang).
Pewarnaan: hematoxylin dan eosin.
Sumber: Eroschenko, 2008
Bronkiolus terminal (membran bronkiolus) adalah bronkiolus yang paling
distal yang tidak mengandung alveoli dan memiliki kolumnar ephitelium
sederhana (mukosa bronchiolar) yang tersusun dari sel kolumnar bersilia dan sel
clara yang tidak bersilia, lapisan otot polos, dan jaringan ikat adventitia (Cagle,
2008). Bronkiolus terminalis juga memiliki sel clara. Sel ini tidak memiliki silia,
pada bagian apikalnya terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui mensekresi
glikosaminoglikan yang mungkin melindungi lapisan bronkiolus (Junqueira,
1997).
14
2.1.3.5 Bronkiolus respiratorius
Gambar 2.2 Bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, dan
alveoli. Pewarnaan: HE
Sumber: Eroschenko, 2008
Bronkiolus respiratorius merupakan saluran pendek bercabang-cabang
dengan panjang 1-4 mm, biasanya bergaris tengah kurang dari 0,5 mm berasal
dari bronkiolus terminalis (Tambajong, 1996). Bronkus terminalis bercabang
menjadi bronkiolus repiratorius yang ditandai dengan mulai adanya kantong-
kantong udara (alveolus) berdinding tipis. Adapun fungsi dari bronkiolus
respiratorius ini sebagai peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi
dari sistem pernapasan.
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan ada pada
bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus
sakular tempat terjadinya pertukaran gas. Bagian dari bronkiolus respiratorius
dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel clara. Tetapi tepi muara alveolus, epitel
bronkiolus menyatu dengan sel-sel pelapis alveolus gepeng (sel alveolus tipe I).
Makin distal, makin banyak alveolusnya, dan jarak di antaranya makin kecil.
Diantara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri atas epitel kuboid bersilia itu hilang
15
pada bagian yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di
bawah dari bronkiolus respiratorius (Junqueira, 1997).
2.1.3.6 Duktus alveolaris
Duktus alveolaris merupakan saluran berdinding tipis, berbentuk kerucut,
dilapisi oleh epitel selapis gepeng (Tambajong, 1996). Semakin ke distal pada
bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus
semakin banyak hingga dinding seluruhnya terempati dan tabung ini disebut
duktus alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi oleh sel
alveolus gepeng yang sangat halus (Junqueira, 1997).
Duktus alveolaris bermuara kedalam atrium, yang berhubungan dengan
sakus alveolaris, dua atau lebih sakus alveolaris timbul dari setiap atrium. Banyak
serat elastin dan retikulin membentuk jalinan rumit sekitar muara atrium, sakus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang
sewaktu inspirasi dan berkontraksi secara pasif selama ekspirasi. Serta-serat
retikulin berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan yang
berlebihan dan pengerusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolaris yang
tipis (Junqueira, 1997).
2.1.3.7 Alveolus
Alveolusadalah benjolan (evaginasi) dari bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan sakus alveolaris yang berbentuk menyerupai kantung, bergaris
tegah kurang dari 200 µm. Alveoli merupakan bagian terminal dari percabangan
bronkus, alveolilah yang memberikan spons pada paru (Utami, 2015). Struktur
dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara
16
lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding terletak diantara 2 alveolus
yang bersebelahan sehingga disebut sebagai septum atau dinding interalveolus.
2.1.3.8 Septum alveolaris
Gambar 2.3 Dinding alveolus dan sel alveolus. Pewarnaan: HE
Sumber: Eroschenko, 2008
Septum atau dinding interalveolus adalah setiap dinding yang terletak
diantara dua alveolus. Satu septum interalveolus terdiri atas dua lapis epitel
gepeng tipis, dan mengandung kapiler, fibroblas, serat elastin, retikular, makrofag,
kapiler, dan matrik jaringan ikat membentuk interstisium. Satu sistem
interalveolus terdiri dari 2 lapis epitel selapis pipih, dan mengandung kapiler,
fibroblas, serat elastin, serat retikular dan makrofag (Junqueira, 1997).
Septum interalveolus terdiri dari 5 jenis sel utama, yaitu sel endotel kapiler
(30%), sel alveolus tipe I (gepeng) (8%), sel alveolus tipe II (septal, alveolar
besar) (16%), sel interstisial, termasuk fibroblas dan sel mast (36%), dan
makrofag alveolar (10%) (Junqueira et al, 1997).
17
2.1.4 Radikal Bebas
2.1.4.1.1. Pengertian radikal bebas
Radikal bebas merupakan atom atau gugus apa saja yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor
elektron. Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat
berpasangan (Utami,2015). Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak
stabil dengan atom yang orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan (Khaira, 2010). Elektron-elektron yang tidak berpasangan
inilah menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan
cara menyerang elektron molekul lain yang ada disekitarnya
2.1.4.2. Macam-macam radikal bebas
Radikal bebas atau oksidan di dalam tubuh manusia secara umum dibagi
menjadi dua yaitu radikal bebas endogen dan radikal bebas eksogen (Herliansyah,
2001).
1. Radikal/okasidan endogen
Radikal/oksidan endogen merupakan radikal bebas yang diproses secara
enzimatik maupun non enzimatik dan diproduksi di dalam tubuh
manusia.Contohnya adalah:
a. Superoksida (O2)
b. Hidrogen Peroksida (H2O2)
c. Radikal Hidroksil (OH0)
d. Radikal Peroksil (RCOO0)
e. Radikal Organik (R0)
18
2. Radikal/Oksidan eksogen
Radikal eksogen yaitu radikal yang berasal dari lingkungan dan bahan yang
berasal dari luar tubuh manusia yang dapat dimakan. Radikal bebas eksternal
dapat berasal dari asap rokok, ozon, nitrogen oksida, dan asap kendaraan
bermotor, obat-obatan tertentu seperti pestisida, radikal bebas yang didapatkan
dari proses pengolahan makanan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari adalah
menggoreng makanan, membakar, atau memanggang. Proses pengolahan
makanan dengan menggoreng, membakar, atau memanggang dengan suhu terlalu
tinggi sebaiknya tidak sering dilakukan karena menimbulkan radikal bebas, dan
minyak goreng yang dipakai berkali-kali, serta tidak layak dipakai dapat
melepaskan senyawa peroksida dan epoksida yang bersifat karsinogenik (Khaira,
2010).
2.1.4.3 Dampak negatif dari senyawa-senyawa oksigen reaktif
Stress oksidatif merupakan suatu keadaan dimana adanya
ketidakseimbangan antara oksidan yang berlebihan dan ketersediaan antioksidan
yang kurang memadai, hal ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas. Radikal
bebas adalah bentuk radikal yang sangat reaktif, apabila tidak diinaktivasi dapat
merusak molekul disekitarnya. Dampak negatif dari radikal bebas yang
ditimbulkan antara lain:
1. Peroksidasi lipid
Ini terjadi bila asam lemak tak jenuh terserang radikal bebas. Dalam tubuh,
reaksi antar zat gizi tersebut dengan radikal bebas akan menghasilkan peroksidasi
yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan sel, yang dianggap salah satu
19
penyebab terjadinya berbagai penyakit degeneratif (kemerosotan fungsi tubuh)
(Anies, 2009).
2. Kerusakan protein
Terjadinya kerusakan protein akibat serangan radikal bebas ini termasuk
oksidasi protein yang mengakibatkan kerusakan jaringan tempat protein itu berada
(Anies, 2009).
3. Kerusakan DNA
Kerusakan oksidatif basa DNA terjadi karena reaksinya dengan spesies
oksigen reaktif (ROS), kandungan senyawa kimia dalam asap rokok akan
mengakibatkan mutasi pada deoxyribonucleic acid (DNA) (Fitria, 2013).
2.1.5. Rokok
2.1.5.1 Deskripsi Rokok
Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas yang mengandung
berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon monoksida, tar, dan eugenol
(Tohomi, 2014). Rokok ini adalah olahan tembakau yang menggunakan atau
tanpa bahan tambahan.
2.1.5.2 Kandungan rokok
Satubatang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia
beracun. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel(8%). Komponen
gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen
oksida dan formaldehid. Sedangkan partikelnya berupa tar, indol, nikotin,
20
karbarzol dan kresol (Indra, 2015). Banyaknya kandungan zat kimia yang beracun
dalam rokok ini menyebabkan timbulnya banyak penyakit paru-paru.
2.1.5.3 Jenis Rokok Berdasarkan Bahan Bakunya
1. Rokok Kretek
Rokok kretek dapat didefinisikan sebagai rokok dengan atau tanpa filter
yang menggunakan tembakau rajangan, dicampur dengan cengkeh rajangan,
digulung dengan kertas sigaret, boleh memakai bahan tambahan kecuali yang
tidak diizinkan. Rokok kretek dicirikan oleh bau dan rasanya yang khas serta
bunyi mengeretek yang timbul dari pembakaran cengkeh yang terkandung dalam
rokok kretek tersebut (Soetiarto,1995).
Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar,
nikotin, dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi daripada rokok biasa.
Selain itu rokok kretek dibuat dengan bahan baku cengkeh yang mengandung zat
anestetik. Adanya kandungan zat ini mampu menurunkan panas yang dirasakan
saat menghisap asap rokok, sehingga perokok bisa menghisap lebih lama dan
lebih dalam (Widodo, 2006)
Rokok kretek mengandung campuran tembakau 30% dan bunga cengkeh
kering 40%. Kandungan tar, nikotin, dan karbon monoksida rokok kretek lebih
tinggi daripada rokok putih. Rokok kretek mempunyai kadar nikotin dan tar 2-3
kali lebih besar dari rokok putih. Setiap batang rokok kretek menghasilkan 34-65
mg tar, 1,9-2,6 mg nikotin, dan 18-28 mg karonmonoksida (Hashim, 2005).
Cengkeh (bunga cengkeh) sebagai bahan campuran dalam rokok kretek
ternyata mengandung zat aktif eugenol berkadar tinggi, yaitu 82-87%. Kandungan
21
ini setara dengan 120-130 mg eugenol bagi setiap 1 gram bunga cengkeh kering.
Rokok kretek yang beredar di pasaran saat ini mengandung zat aktif eugenol
hingga 12,92 mg per batang, dan diperkirakan sebanyak 7 mg eugenol dihisap
masuk ketika merokok. Eugenol memberi efek toksik pada sistem saraf pusat/
memberi kesan khayal dan menyebabkan karies yang spesifik pada gigi (Cattaneo,
2000). Rokok kretek mengandung sejumlah bahan reaktif molekuler kimia
termasuk reaktif oksigen dan zat radikal. Rokok kretek terdapat lima zat kimia
yang tidak terdapat pada rokok putih non cengkeh. Bahan tersebut antara lain
eugenol, acetyl eugenol, B-caryophyllene, x-humulene serta caryophyllene
epoksida.
2. Rokok Putih
Rokok putih merupakan rokok yang hanya berisikan daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, biasanya berisikan
filter penyaring pada bagian yang akan dihisap. Kadar nikotin dalam asap rokok
putih lebih besar daripada dalam asap rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter
(Arta, 2014).
3. Rokok Klembak
Rokok klembak adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa
serta aroma tertentu (Salam (1983) dalam Purbasari, 2010). Berita online yang
dipublis oleh radarjogja (2016) menyebutkan bahwa rokok klembak yang
dipasarkan di warung-warung dengan harga lebih murah memiliki kandungan
kadar nikotin yang lebih besar dibandingkan rokok yang lain. Berita online
22
kompas (2008) juga menyebutkan bahwa hasil penelitian orang yang terpapar
asap dupa atau kemenyan dalam waktu lama berisiko lebih tinggi mengidap
penyakit kanker seperti kanker mulut, lidah, dan kanker paru-paru. Paparan
terhadap asap dupa atau kemenyan dalam waktu lama dapat memperbesar risiko
mengalami jenis-jenis kanker yang menyerang alat pernafasan bagian atas serta
kanker paru-paru squamous. Jenis kanker paru-paru squamous merupakan kanker
yang banyak ditemukan pada perokok. Beragam tanaman dan minyak digunakan
sebagai bahan pembuat dupa. Ketika dibakar, bahan campuran ini terbukti
menghasilkan zat yang menyebabkan kanker (karsinogen) yang ditemukan pada
asap tembakau. Karenanya, banyak penelitian telah menguji hubungan antara
asap dupa yang terhirup ke paru-paru dengan kanker.
Penelitian terbaru dengan memantau orang sehat dalam waktu yang lama
sebagai upaya dalam memahami pengaruh paparan asap dupa atau kemenyan
terhadap risiko kanker mendapatkan hasil paparan dalam waktu yang lama dan
sering terhadap pembakaran dupa atau kemenyan berhubungan dengan
peningkatan risiko signifikan dari squamous cell cancers pada organ pernafasan
bagian atas.
2.1.5.4 Bahaya rokok
Rokok mengandung banyak sekali zat kimia yang bersifat racun dalam
sebatang rokok. Apabila setiap hari mengonsumsi rokok, maka racun-racun
tersebut akan terakumulasi bertahun-tahun di dalam tubuh perokok. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya penyakit berbahaya. Kemkes (2015) menyampaikan
23
bahwa ada beberapa penyakit yang berbahaya yang diakibatkan oleh merokok
diantaranya:
1. Penyakit paru-paru. Efek dari perokok yang paling pertama merusak organ
tubuh akibat asap rokok adalah paru-paru. Asap rokok tersebut terhirup dan
masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru mengalami
radang, bronchitis, pneumonia.
2. Penyakit impotensi dan organ reproduksi. Efek bahaya merokok bagi
kesehatan lainnya adalah bisa mengakibatkan impotensi, kasus seperti ini
sudah banyak dialami oleh para perokok. Sebab kandungan bahan kimia yang
sifatnya beracun tersebut bisa mengurangi produksi sperma pada pria. Bukan
hanya itu saja, pada pria juga bisa terjadi kanker di bagian testis
3. Penyakit lambung. Menghisap rokok adalah aktifitas otot di bawah
kerongkongan semakin meningkat. Otot sekitar saluran pernafasan bagian
bawah akan lemah secara perlahan, sehingga proses pencernaan menjadi
terhambat. Bahaya merokok bagi kesehatan juga bisa dirasakan sampai ke
lambung, karena asap rokok yang masuk ke sistem pencernaan akan
menyebabkan meningkatnya asam lambung. Jika hal ini dibiarkan terus
menerus maka bukan tidak mungkin akan menjadi penyakit yang lebih kronis
seperti tukak lambung yang lebih sulit diobati.
4. Resiko stroke. Pada perokok aktif bisa saja menderita serangan stroke, karena
efek samping rokok bisa menyebabkan melemahnya pembuluh darah. Ketika
pelemahan tersebut terjadi dan kerja pembuluh darah terhambat bisa
menyebabkan serangan radang di otak. Hal itulah yang bisa beresiko terjadi
24
stroke meskipun orang tersebut tidak ada latar belakang darah tinggi atau
penyakit penyebab stroke lainnya. Penyebab stroke tersebut bersumber dari
kandungan kimia berbahaya seperti nikotin, tar, karbon monoksida, dan gas
oksidan yang terkandung dalam rokok. Sehingga bahaya merokok bagi
kesehatan terkena stroke hampir 50% terjadi pada seorang perokok aktif.
Penyakit-penyakit tersebut tidak hanya mengancam pada perokok aktif saja,
juga mengancam perokok pasif. Banyak masalah kesehatan yang diakibatkan
merokok dalam masyarakat adalah penyakit paru yaitu emfisema, bronkitis,
kanker paru-paru, pneumonia. Emfisema merupakan gangguan pengembangan
paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru disertai
distruksi jaringan. Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan
pada dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang
udara. Perjalanan udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan
selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding
(septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian dan kehilangan elastisitas
untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan
tertahan di antara ruang alveolus dan di antara parenkim paru-paru (Somantri,
2007). Berdasarkan penjelasan tersebut, emfisema dapat diartikan sebagai
penyakit paru dimana kondisi ruang udara alveolus mengalami pembesaran atau
pelebaran yang disebabkan destruksi septum alveolus. Menurut Cui (2011) bahwa
merokok merupakan penyebab utama penyakit emfisema.
25
Gambar 2.4 Emfisema dengan pewarnaan HE.
Sumber: Cui, 2011
Penyakit paru akibat merokok lainnya adalah bronkitis. Bronkitis
merupakan penyakit yang ditandai dengan peradangan akut atau kronis pada
tabung bronkus. Peradangan mungkin disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri) atau
paparan iritasi (merokok atau penghirupan polutan kimia atau debu). Merokok
adalah penyebab utama bronkitis kronis. Proses inflamasi menghambat aktivitas
karakteristik silia, yaitu untuk menjebak dan menghilangkan polutan. Peradangan
juga meningkatkan sekresi lendir. Area dinding bronkus yang meradang menjadi
bengkak, dan lendir berlebih bisa menghalangi jalan napas. Pada bronkitis kronis,
epitel permukaan dapat mengalami hiperlasia dan kehilangan epitel
pseudostratifikasi yang sering digantikan oleh epitelium skuamosa. Proses ini
disebut metaplasia skuamosa (Cui, 2011).
Kanker paru-paru juga gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
merokok. Kanker paru-paru juga disebut kanker bronkus yang ditandai dengan
tidak terkendalinya pertumbuhan sel dalam jaringan paru, terutama sel-sel yang
melapisi bagian pernapasan. Sel yang dihasilkan tidak akan berkembang menjadi
26
sel sehat (Hashemi, 2013). Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer). Dalam
pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas
yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma)
2.1.6 Hubungan Asap rokok terhadap Histologi dan Kerusakan jaringan
Paru-paru
Asap rokok terdiri atas asap primer dan asap skunder. Asap primer
merupakan asap yang langsung dihirup oleh perokok (perokok aktif), sedangkan
asap sekunder sebagai hasil dari pembakaran tembakau pada ujung rokok
(perokok pasif). Asap sekunder paling berbahaya dibandingkan dengan asap
primer karena lebih banyak mengandung toksik. Menurut Indra (2015)
menyatakan bahwa secara umum bahan kimia yang terdapat dalam rokok dibagi
menjadi 2 komponen, yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau
partikel (8%). Asap rokok yang dihirup akan masuk ke dalam saluran pernapasan
dan berujung pada paru-paru, sehingga organ yang terkena dampak secara
langsung akibat radikal bebas asap rokok adalah paru-paru.
Radikal bebas yang terkandung dalam rokok yaitu semikuinon, dan radikal
hidroksil, nitrogen oksigen, dan hidrogen peroksida. Oksigen yang bersifat radikal
bebas sebenarnya juga diproduksi di dalam sel sebagai akibat proses respirasi
yang meggunakan oksigen (MacNee & Rahman (1999) dalam Marianti, 2009).
Keadaan normal antioksidan endogen masih mampu melindungi sistem dalam
tubuh, akan tetapi penambahan radikal bebas yang terus menerus dari lingkungan
(eksogen) akibat paparan asap rokok menyebabkan antioksidan endogen tidak
mampu melindungi sistem di dalam tubuh. Oksidan dalam asap rokok
27
menimbulkan respon inflamasi dalam saluran pernapasan yang dapat memicu
timbulnya Reactive Oksigen spescies (ROS).
Reactive oksigen species (ROS) merupakan radikal bebas yang berupa
oksigen dan turunannya yang sangat reaktif. ROS yang diproduksi secara endogen
dihasilkan pada saat terjadinya metabolisme oksidatif dalam tubuh. ROS tidak
hanya terdiri atas molekul oksigen tanpa pasangan elektron seperti superoksida
(O2-•), radikal hidroksil (OH•), dan nitrit oksida (NO). Molekul oksigen yang
memiliki elektron berpasangan tersebut diantaranya hidrogen peroksida (H2O2),
asam hipoklorous (HOCl) dan anion peroksinitrit (ONOO). Pembentukan ROS
dipengaruhi oleh sel-sel inflamasi. Paparan asap rokok yang terus menerus, kadar
radikal bebas dalam tubuh semakin meningkat akan menyebabkan stress oksidatif
pada jaringan paru.
Stress oksidatif menurut Dekhuijzen (2004) dalam Marianti, 2009 juga
menyebabkan munculnya respon imun lokal, peningkatan resiko infeksi dan
akibat-akibat yang lebih buruk serta berujung pada penurunan fungsi paru. Stress
oksidatif juga akan memicu peningkatan jumlah makrofag dan neutrofil pada
jaringan paru. Peningkatan jumlah makrofag turunan metaloprotease yaitu
gelatinosa A dan B, matrilisin, dan makrofag metaloprotease berkolerasi dengan
kerusakan jaringan ikat yang menyebabkan emfisema. Makrofag ini terbukti
mendegradasi elastin dan kolagen. Sedangkan neutrofil yang semakin meningkat
adalah prekursor emfisema (Churg, 2002).
Stress oksidatif menurut Arief (2002) dapat menyebabkan peroksidasi lipid,
peroksidasi lipid ini diawali dengan nitrogen oksida (NO) yang terdapat pada asap
28
rokok. NO mudah menyerang molekul yang mempunyai ikatan rangkap kemudian
bereaksi dengan O2 menghasilkan senyawa nitrogen dioksida (NO2). NO2 ini
dapat mengabstraksi atom hidrogen dari Poly Unsaturated Faty Acid (PUFA) dan
menstimulasi peroksidasi lipid. Selain itu NO dan NO2 juga dapat bereaksi dengan
H2O untuk membentuk radikal hidroksi (OH). Radikal hidroksi ini sangat reaktif
dan menjadi faktor penyebab terjadinya peroksidasi lipid dalam tubuh.
Peroksidasi lipid akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses
inflamasi akan mengaktifkan sel alveolar makrofag sebagai pertahanan pertama,
aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotatik neutrofil,
seperti interleukin 8 dan leukotrien B4 yang merangsang neutrofil melepaskan
protease yang dapat merusak jaringan ikat parenkim paru dengan menyebabkan
terjadinya elastisitas berlebihan pada paru sehingga timbul kerusakan dinding
alveolar dan hipersekresi mukus (Al idrus, 2014). Selain itu stress oksidatif akibat
paparan asap rokok menyebabkan aktivasi proteinase dan inaktivasi α1-AT.
Aktifnya proteinase menyebabkan reaksi inflamasi dengan mengaktivasi transkrip
NF-kB yang akan menginduksi transkripsi gen-gen penyebab inflamasi. Selain
inflamasi terjadi pula kerusakan sel-sel epitel alveolus yang menyebabkan
terjadinya kematian sel. Kematian sel tersebut disebabkan oleh peningkatan
apoptosis akibat stress oksidatif (Demedts, 2006).
2.1.7 Hubungan Asap Rokok terhadap Makroskopik Paru-paru
Organ paru-paru akibat paparan asap rokok akan mengalami perubahan
warna, yaitu paru-paru akan tampak lebih merah, pucat, dan kehitaman.
parubahan ini terjadi disebabkan oleh reaksi peradangan paru-paru. Reaksi
29
peradangan akut dapat terjadi pada organ paru-paru mencit yang terpapar asap
rokok. Menurut Kardena (2011) bahwa reaksi peradangan akut ini dapat
mengakibatkan pembuluh darah yang berada di daerah septa alveoli mengalami
peningkatan permeabilitas dan bervasodilatasi untuk mengaktivasi sel-sel
pertahanan tubuh lalu bermigrasi keluar vaskuler yang selanjutnya melakukan
reaksi berupa fagositosis atau ke tingkat imunitas yang lebih spesifik. Vaso-
dilatasi vaskuler inilah menyebabkan volume darah yang ada di sekitar jaringan
yang mengalami peradangan bertambah, sehingga organ paru-paru tampak
kemerahan atau mengalami hyperemia.
Paru-paru yang berwarna pucat terjadi karena sel-sel atau jaringan pada
paru-paru telah mengalami kematian sel atau nekrosis. Nekrosis yang terjadi pada
tingkat sel tanpa diikuti dengan hemoragi dapat menyebabkan perubahan warna
jaringan menjadi lebih pucat, selain itu diduga akibat kekurangan suplai darah.
Paru-paru akan berwarna lebih gelap kehitaman apabila nekrosis pada sel atau
jaringan disertai dengan adanya perdarahan. Menurut Retnowati (2009) bahwa
paru-paru normal akan tampakberwarna pink dan multilobularis.
2.1.8 Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) termasuk hewan mamalia pengerat yang cepat
berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak (Akbar, 2010). Mencit
(Mus musculus) liar atau rumahan adalah hewan satu spesies dengan Mus
musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus laboratorium sekarang ini
merupakan keturunan dari Mus musculus liar sesudah melalui peternakan selektif
30
(Smith (1988) dalam Muliani, 2011). Adapun klasifikasinya adalah sebagai
berikut :
Gambar 2. 5 Mencit (Mus musculus)
Sumber: Dokumen Pribadi, 2017
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus(Sumber: Akbar, 2010)
Mencit (Mus musculus) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,
berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk
pemeliharaan mencit (Mus musculus) harus senantiasa bersih, kering dan jauh dari
kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya antara 18-19ºC
serta kelembaban udara antara 30-70%. Mencit betina ataupun jantan dapat
dikawinkan pada umur 8 minggu (Akbar, 2010). Berat badan bervariasi, tetapi
umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18-20 gram. Mus
31
musculus liar dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur enam bulan atau
lebih (Muliani, 2011).
Tabel 2.2 Data Biologi Mencit (Kusumawati (2004) dalam Muliani, 2011)
Kriteria Jumlah
Berat Badan (Jantan) 20-40 gram
Lama hidup 1-3 tahun
Temperatur tubuh 36,5oC
Kebutuhan air Ad libtum
Kebutuhan makanan 4-5 g/hari
Pubertas 28-49 hari
Glukosa 62,8-176 mg/dL
Kolesterol 26,0-82,4 mg/dL
SGOT 23,2-48,4 UI/I
SGPT 2,10-23,8 UI/I
Mencit sering digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan hewan
tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu daur estrusnya teratur dan dapat
dideteksi, periode kebuntingannya relatif singkat, dan mempunyai anak yang
banyak, serta terdapat keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia (Akbar,
2010). Alasan lain mencit dipilih menjadi subjek eksperimental, sebagai bentuk
relevansinya pada manusia. Walaupun mencit mempunyai struktur fisik dan
anatomi yang jelas berbeda dengan manusia, tetapi mencit adalah hewan mamalia
yang mempunyai beberapa ciri fisiologi dan biokimia yang hampir menyerupai
manusia. Terutama dalam aspek metabolisme glukosa melalui perantara hormon
insulin. Disamping itu, mempunyai jarak gestasi yang pendek untuk
berkembangbiak (Syahrin (2006) dalam Selvia, 2013 ).
32
2.1.9 Penggunaan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Sumber belajar adalah semua sumber termasuk pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan latar yang dapat dipergunakan peserta didik baik secara sendiri-sendiri
maupun dalam bentuk gabungan untuk menfasilitasi kegiatan belajar dan
meningkatkan kinerja belajar (Abdullah,2012). Sumber belajar (learning
resources) dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan
kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi,
pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan, dalam proses pembelajaran (Navy,
2013). Berdasarkan paparan di atas, dapat diklasifikasikan bahwa sumber belajar
ada yang berbasis manusia, sumber belajar berbasis cetakan, sumber belajar
berbasis visual, sumber belajar berbasis audio-visual, dan sumber belajar berbasis
komputer (Abdullah, 2012). Dengan demikian, sumber belajar adalah semua
sumber baik itu pesan, orang, bahan, alat, teknik dan latar yang dapat
mempermudahkan peserta didik menyelesaikan permasalahan dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut.
Sumber belajar dapat dipandang dalam 2 segi yaitu proses dan produk.
Makna sumber belajar dari segi proses yang dapat dicapai adalah berkaitan
dengan kepentingan pengembangan keterampilan belajar biologi, dan serangkaian
proses sains yang dimulai dari perumusan masalah hingga penarikan kesimpulan.
Segi produk berkaitan dengan kepentingan untuk pengembangan terutama fakta
dan konsep yang diperoleh dari penelitian. Menurut Djohar (1987) bahwa proses
atau produk hasil penelitan yang dimanfaatkan sebagai sumber belajar harus
memenuhi syarat-syarat pemanfaatan sumber belajar sebagai berikut:
33
a. Kejelasan potensinya
b. Kejelasan sasarannya
c. Kesesuaian dengan tujuan belajar
d. Kejelasan informasi yang dapat diungkap
e. Kejelasan pedoman eksplorasi
f. Kejelasan perolehan yang diharapkan
Hasil penelitian yang telah memenuhi syarat-syarat pemanfaatan sumber
belajar kemudian dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.
kegiatan pembelajaran yang dimaksud berupa kegiatan praktikum siswa di
laboratorium, penyediaan media pembelajaran , diskusi hasil pengamatan dan
lain-lain. Hasil penelitian yang telah diseleksi dan dimodifikasi kemudian
dirancang menjadi sumber belajar berupa poster.
Perlunya pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi
dalam bentuk poster yaitu sebagai media yang dapat digunakan dalam
pembelajaran untuk membantu guru metransformasi ilmu kepada siswanya. Selain
itu poster juga sebagai sumber informasi bagi siswa SMA kelas IX materi struktur
dan fungsi sel pada sistem pernapasan. Jennah (2009) menyatakan bahwa tujuan
media poster adalah 1)Menggembangkan kemampuan visual 2) Mengembangkan
daya imajinasi anak 3) Membantu mengembangkan dan meningkatkan
penguasaan anak terhadap hal-hal yang abstrak, atau peristiwa yang tidak
mungkin dihadirkan didalam kelas 4) Mengembangkan daya kreatifitas siswa.
Poster menonjolkan kekuatan pesan, visual, dan warna. Pesan yang dibuat
singkat, jelas, dan komunikatif, warna-warna yang digunakan kontras dan kuat,
34
dan poster didesain semenarik mungkin ini mampu menangkap perhatian siswa
dan mempermudah daya ingat siswa terhadap pesan atau informasi yang terdapat
di dalam poster tersebut. Menurut Sulistyono (2015) bahwa poster sebagai media
pembelajaran mengacu pada pemanfaatan media gambar yang digunakan sebagai
alat atau sarana untuk berkomunikasi antara guru dan siswa. Media poster
berfungsi sebagai media yang mengandung anjuran atau larangan, dimana media
poster ini terdiri dari lambang kata atau simbol yang sangat sederhana (Maiyena,
2013). Jadi dengan adanya poster ini mempermudah siswa SMA kelas XI
memperoleh informasi dan pegetahuan mengenai struktur dan fungsi sel pada
sistem pernapasan. Selain itu juga dapat mengajak siswa agar menghindari asap
rokok ataupun rokok itu sendiri demi kesehatannya.
Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar berupa poster, maka
menurut Janed, 2010 perlu diperhatikan cara pengorganisasian pesan yang ada
pada poster kepada siswa yaitu:
1. Menentukan sasaran poster
2. Menentukan penerapanposter
3. Menentukan format poster
4. Merancang beberapa draft kasar tentang apa yang akan dicantumkan
dalam poster.
5. Menyederhanakan informasi yang ingin disebarkan.
6. Memilih foto (gambar, grafik, atau tabel yang mendukung dan dapat
menjelaskan pesan yang ingin disampaikan.
7. Memilih judul yang menarik.
35
8. Memeriksa semua teks, termasuk foto dan keterangan grafik.
9. Menentukan bentuk huruf, ukuran, dan jarak.
10. Menentukan warna latar belakang, grafis.
11. Membuat sketsa desain poster yang akan dibuat.
Poster yang baik harus memenuhi kriteria tingkat keterbacaan
(readability), mudah dilihat (visibility), mudah dimengerti (legibility), serta
komposisi yang baik. Kriteria keterbacaan mencakup ukuran font yang digunakan.
Ukuran minimal yang disarankan untuk tulisan yang dimuat dalam media poster
adalah 24 pt. Sementara itu, kriteria mudah dilihat mencakup pemilihan warna
pada teks dan warna pada latar poster. Jumlah warna yang disarankan untuk
digunakan adalah 2 - 3 warna. Warna pada teks harus saling kontras dengan warna
pada latar (Sulistyono, 2015).
Poster harus dibuat semenarik mungkin tanpa mengabaikan ketentuan-
ketentuan pembuatan poster, oleh karena itu judul poster harus menarik dan jelas
tetapi bisa menggambarkan secara keseluruhan dari isi poster. Selain itu, bahasa
yang digunakan dalam poster harus bahasa komunikatif dan tidak berbelit-belit,
karena tujuan poster sendiri merupakan sebuah sarana komunikasi dan informasi.
Sehingga informsi-informasi yang ada dalam poster dapat tersampaikan kepada
pembaca.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sebagai acuan atau pendukung penulis dalam
melakukan penelitian. Peneletian terdahulu yang dimaksudkan berupa teori-teori
atau temuan-temuan dari hasil berbagai penelitian sebelumnya seperti jurnal, tesis,
36
maupun skripsi yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian
penulis, sehingga dapat memperkaya teori. Fokus penelitian terdahulu yang
dijadikan sebagai acuan atau pendukung yaitu terkait dengan asap rokok dan lama
paparannya. Hasil penelitian Triana (2013) bahwa morfologi paru mencit jantan
pada kelompok perlakuan paparan asap rokok elektrik rasa tembakau murni
menunjukkan perbedaan warna pau-paruyaitu memiliki warna putih kemerahan
serta agak gelap, ditemukan juga bercak-bercak hitam di permukaan paru-paru.
Sedangkan warna paru-paru pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
paparan asap rokok elektrik rasa strawberry tidak jauh berbeda yaitu memiliki
warna putih kemerahan dan tekstur yang kenyal.
Tidak hanya morfologi, Triana (2013) juga melakukan pengamatan histologi
paru-paru mencit jantan, hasil penelitiannya pemberian asap rokok elektrik pada
mencit secara statistik tidak memberikan kerusakan terhadap membran alveolus,
lumen alveolus, dan hubungan antar alveolus. Sedangkan pengamatan
mikroskopis ada kecenderungan asap rokok elektrik menyebabkan lumen alveolus
melebar, hubungan antar alveolus yang merenggang, dan sel-sel endotelium pada
membran tidak terlihat. Nurjannah, 2015 juga melakukan peneitian dengan
permasalahan yang sama yaitu asap rokok. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa terjadi kerusakan struktur mikroanatomi paru-paru, alveolusparu-apru yang
terpapar asap rokok terlihat melebar, sel epitelium tidak berinti, sel endothelium
tidak tampak di sekeliling membran alveolus dan hubungan antar alveolus
merenggang.
37
Hasil penelitian Arkeman (2006) tentang efek vitamin C dan E terhadap sel
goblet saluran nafas pada tikus akibat pajanan asap rokok dengan pejanan asap
rokok sebanyak 8 batang dalam waktu 30 menit setiap hari selama 20 hari,
menunjukkan terjadi perubahan histologi pada jaringan paru berupa kerusakan sel
goblet. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata presentase sel goblet pada perlakuan
kontrol negatif sebesar 51,2 ± 17,23 sel/mm lebih besar dibandingkan dengan
kontrol positif yang tanpa diberi pejanan asap rokok yaitu rata-rata presentase sel
gobletnya 20,3 ± 7,94 sel/mm. Togatorop (2013) juga melakukan penelitian
tentang pengaruh pemberian filtrat daun katuk terhadap gambaran histopatologi
paru mencit yang terpapar asap rokok, hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan
kontrol negatif (dipapari asap rokok selama 20 hari, 1 batang rokok/ 1,5 jam/hari)
tanpa pemberian filtrat daun katuk berpengaruh tinggi terhadap tingkat kerusakan
paru. Kerusakan tersebut ditandai dengan terbentuknya lesi kongesti, inflamasi,
degenerasi hidroponik, serta nekrosis.
38
2.3 Kerangka Konseptual
Penelitian ini secara garis besar dapat dituliskan dalam bentuk kerangka
konsep seperti berikut ini:
Gambar 2.6 Kerangka konsep pengaruh asap berbagai jenis rokok terhadap
gambaran makroskopik dan mikroskopik paru-paru mencit jantan (Mus
musculus)
Dihirup
masuk ke
dalam
tubuh
Asap Rokok
Radikal bebas
Meningkatnya Reactive Oxygen Species (ROS)
di dalam tubuh
Stress Oksidatif
NO+O2 = NO2
NO+H2O = OH
Peroksidasi lipid
Sequestrasi
neutrofil
Meningkatnya jumlah
makrofag dan
neutrofil
~ Aktivasi proteinase
~ Inaktivasi α1-AT
Infiltrasi sel radang
Proteolisis
Destruksi septum alveolus
~ Kerusakan protein
~ Mendegradasi elsatin
dan kolagen membran
39
2.4 Hipotesis
1. Ada pengaruh paparan asap dari berbagai jenis rokok terhadap
gambaran mikroskopik paru-paru mencit jantan.
2. Ada pengaruh lamanya paparan terhadap gambaran mikroskopik paru-
paru mencit jantan.
3. Ada pengaruh paparan asap dari berbagai jenis rokok terhadap
gambaran makroskopik paru-paru mencit jantan.
4. Ada pengaruh lamanya paparan terhadap gambaran makroskopik
paru-paru mencit jantan.
5. Interaksi antara asap berbagai jenis rokok dan lamanya paparan
mempengaruhi gambaran mikroskopik paru-paru mencit jantan (Mus
musculus)
6. Interaksi antara asap berbagai jenis rokok dan lamanya paparan
mempengaruhi gambaran makroskopik paru-paru mencit jantan (Mus
musculus)
7. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi
SMA kelas XI