bab ii tinjauan pustaka 2 -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan
demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah,
nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan dikulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam.
Kadang-kadang mimisan, berak berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau
shock (Depkes RI, 2008).
Demam dengue adalah virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi,
dan tulang penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah
dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus
dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Sucipto, 2011)
2.1.2 Etiologi
Virus penyebab DBD adalah falvivirus dan terdiri dari empat serotipe yaitu
setotipe dengue 1, 2, 3, dan 4. Ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus (Sucipto, 2011).
2.1.3 Cara penularan penyakit DBD
1. Terdapat 3 faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue yaitu
manusia,virus, dan vektor perantara.
2. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegepty, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain
juga dapat menularkan virus ini tapi merupakan vektor yang kurang berperan.
3. Nyamuk Aedes tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik
secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia
maupun secara tidak langsung setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya
selama 8-10 hari (Extrinsic Incubation Period).
4. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari (Intrinsic Incubation period) sebelum
menjadi sakit setelah virus masuk kedalam tubuh.
5. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam
tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
(Infectif), sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat
tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 5-7 hari (Sucipto, 2011).
2.1.4 Manifestasi klinik
Berdasarkan panduan WHO teebaru tahun 2009, kriteria DBD dibedakan
menjadi kriteria dengue tanpa tanda bahaya, kriteria dengue dengan tanda bahaya dan
kriteria berat. Untuk kriteria dengue tanpa tanda bahaya merupakan probable dengue
yang tejadi apabila seseorang bertempat tinggal atau sedang bepergian didaerah
endemik dengue yaitu terjadi demam mual, muntah, uji torniket positif serta
leukopenia, sedangkan tanda bahaya meliputi nyeri perut, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargi. Lemah, pembesaran hati serta
kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
Sedangkan untuk kriteria berat yaitu kebocoran plasma berat yang menyebabkan DSS
dan akumulasi cairan dengan distress pernafasan hebat serta gangguan organ berat
misalnya hepar dan gangguan kesadaran (Kusumawardani, 2012).
Menurut WHO (2010) yang dikutip oleh Sucipto (2011) Tingkat kematian
untuk pasien yang berlanjut dengan Dengue shock Syndrom/DSS berkisar 2-10%.
Serta ditandai gejala sebagai berikut :
1. Trombositopenia ringan sampai nyata bersamaan dengan hemokonsentrasi adalah
gejala laboratoris yang spesifik.
2. Perbedaan utama dengan demam dengue adalah adanya kebocoran plasma yang
ditandai dengan peningkatan Ht, efusi pleura, atau hipoproteinemia.
3. DBD pada anak biasanya ditandai dengan kenaikan suhu tubuh mendadak, facial
flush, dan tanda lain yang menyerupai DD (anorexia,muntah,sakit kepala,serta
nyeri tulang/oto). Nyeri Epigastrium, ketegangan pada batas kosta kanan dan
nyeri abdomen menyeluruh juga sering ditemukan.
4. Suhu biasanya > 39°C.
5. Fenomena pendarahan yang biasanya sering terjadi adalah uji tourniqet (t),
peteki, ekimosis pada ekstremitas, muka dan palatum efistaxis, dan perdarahan
gusi juga dapat terjadi.
6. Hati biasanya teraba pada fase demam, lebih sering ditemukan pada kasus DBD
dengan syok.
7. Pada akhir fase demam, kewaspadaan akan terjadi perburukan keadaan harus
dipikirkan, antara lain dengan terjadinya gangguan sirkulasi yang ditandai
dengan keringat banyak, gelisah, akral teraba dingin, dan terjadi perubahan nilai
tekanan nadi/darah.
8. Trombositopeni dan hemokonsentrasi sering ditemukan saat penurunan suhu
tubuh dan terjadinya renjatan.
Menurut WHO (2000) yang dikutip oleh Sucipto (2011) DBD dibagi menjadi
4 derajat sebagai berikut :
1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
pedarahan (uji tourniquet positif)
2. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan
lain.
3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai
kulit yang dingin dan lembab, gelisah.
4. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak
dapat diukur.
Gambaran klinis DBD dibagi menjadi 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan
fase pemulihan. Fase febris, pasien mengalami demam tinggi 2-7 hari disertai muka
kemerahan, mual, muntah, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, antralgia, dan
sakit kepala. Pada fase kritis yang terjadi pada hari 3-7 ditandai dengan penurunan
suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler, peningkatan hematokrit dan
timbulnya kebocoran plasma. Kebocoran plasma sering didahului oleh terjadinya
leukopeni progresif dan penurunan jumlah trombosit. Tanda kebocoran pkasma
seperti efusi pleura dan asites dapat dideteksi pada fase ini. Pada fase ini pasien dapat
mengalami DSS. Sedangkan pada fase pemulihan akan terjadi pengembalian cairan
dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Proses tersebut membuat keadaan umum penderita semakin membaik, ditandai
dengan nafsu makan yang pulih, dieresis membaik, terjadi peningkatan leukosit
kemudian trombosit (Widoyono, 2008 dalam Kusumawardani, 2012).
2.1.5 Patogenesis Penyakit DBD
Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty, virus memasuki
aliran darah manusia untuk kemudian melakukan replikasi (memperbanyak diri).
Bentuk perlawanan yang akan dilakukan oleh tubuh adalah akan membentuk antibodi
dan selanjutnya akan terbentuk kompleks antigen antibodi dengan virus yang
berfungsi sebagai antigennya. Kompleks antigen antibodi tersebut akan melepaskan
zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah, proses ini disebut proses autoimun.
Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya
ditandai dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Akibatnya tubuh akan
mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran
pencernaan (muntah darah), saluran pernapasan (epistaksis), dan organ vital seperti
jantung, ginjal dan hati yang menyebabkan kematian (Hidayah, 2009).
2.1.6 Penanganan Keperawatan Untuk Pasien DBD
a. Kaji saat timbulnya demam, rasional tindakan ini adalah untuk
mengidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.
b. Observasi tanda-tanda vital klien seperti suhu, nadi, tensi, pernapasan setiap 4
jam atau lebih sering, rasional tindakan ini adalah sebagai pedoman/acuan
untuk mengetahui keadaan pasien.
c. Berikan kompres hangat pada kepala dan axila, rasional tindakan ini adalah
untuk membantu mrnurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam.
d. Catat intake dan output, rasional untuk mengetahui adanya
ketidakseimbangan cairan tubuh.
e. Observasi adanya tanda-tanda syok, rasional tindakan ini adalah agar segera
dapat dilakukan tindakan apabila klien mengalami syok.
f. Anjurkan klien untuk banyak minum, rasional tindakan ini adalah untuk
menambah volume cairan klien.
g. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare,
kehausan, turgor kulit buruk), rasional tindakan ini adalah untuk mengetahui
penyebab defisit volume cairan.
2.1.7 Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Dalam Widoyono (2008) yang dikutip oleh Hidayah (2009) menguraikan hal-
hal yang dapat dilakukan masyarakat untuk pencegahan DBD :
a. Fogging, Salah satu pencegahan DBD adalah dengan cara memutuskan mata
rantai kehidupan nyamuk Aedes aegepty. Pengasapan (fogging) adalah salah
satu cara yang cukup banyak dipakai di Indonesia, walaupun sebenarnya
cara ini kurang efektif. Pengapasan hanya dapat membunuh nyamuk dewasa
pada suatu wilayah dengan radius 100-200 meter disekitarnya dan efektif
hanya untuk satu sampai dua hari. Pengasapan tidak dapat membunuh larva
nyamuk.
b. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD, Pencegahan
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegepty sangat tepat dilakukan dengan
program 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Menguras bak mandi,
bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan, menutup rapat
tempat penampungan air serta mengubur barang-barang bekas yang sudah
tidak terpakai yang kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegepty sebagai vektor penyakit DBD
sangat perlu dilakukan.
c. Abatisasi, Dilakukan dengan cara menaburi bubuk abate di semua tempat
penampungan air di rumah dan bangunan yang mempunyai resiko sebagai
tempat perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegepty.
d. Memasang kawat halus pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi diseluruh
bagian rumah.
e. Tidur menggunakan kelambu.
f. Mengganti tempat minum hewan peliharaan dan tempat lainnya yang dapat
dijadikan tempat perkembangbiakan vektor DBD minimal satu minggu
sekali.
g. Menggunakan obat nyamuk (lotion atau nyamuk bakar) untuk mencegah
gigitan nyamuk.
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Definisi
Duvall dan logan (1986) dikutip oleh Setyowati (2008) menguraikan definisi
keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi
satu dengan lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Setyowati, 2008).
2.2.2 Fungsi Keluarga
Menurut Friedmann (1986) dikutip oleh Setyowati (2008) mengidentifikasi
lima fungsi keluarga, sebagai berikut:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak
pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Dengan
demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh
anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif.
2. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu,
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosial.
3. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Maka dengan ikatan suatu pernikahan yang sah, selain untuk
memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk
keluarga adalah meneruskan keturunan.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi kebutuhan merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan,
pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat dengan
penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Hal ini menjadikan
permasalahan yang berujung pada perceraian.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.
Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat
dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yaang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah
kesehatan.
2.2.3 Tugas Kesehatan Keluarga
Menurut Friedman (1998) dikutip oleh Setyowati (2008) tugas kesehatan
keluarga adalah :
1. Mengenal masalah kesehatan.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4. Mempertahankan dan menciptakan suasana rumah yang sehat.
5. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan
masyarakat.
2.3 Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012) perilaku adalah semua kagiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut.
2. Perilaku terbuka
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh
orang lain.
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan.
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh :
dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
makan-makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving
cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu di dasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. Misalnya, dapat membandingakan antara anak yang cukup gizi
dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu
tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Hendra (2008), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Umur
Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia maka semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses
perkembangan mental seperti ini tidak secepat seperti ketika umur belasan
tahun.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-formal.
c. Pekerjaan
Hurlock (1998) mengatakan bahwa pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau
aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan
menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan kehidupannya sehari-hari
Pengukuran pengatahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012).
2.3.2 Sikap (attitude)
Menurut Notoatmodjo (2012) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
a. Komponen pokok sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
tiga komponen pokok.
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu yang telah
mendengar tentang penyakit DBD (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya
keluarganya tidak terkena DBD. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat melakukan pencegahan DBD untuk
mencegah keluarganya tidak terkena DBD. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap
objek yang berupa penyakit DBD.
b. Berbagai tingkatan sikap
Menurut (Notoatmodjo, 2012) Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu
lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan
anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa
si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi
akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari mertua atau orang tuanya
sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :
a. Pengalaman pribadi
Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam stimulus
sosial, tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan sikap,
untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki
pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis.
b. Orang lain
Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan
dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh antara lain
adalah orang tua, teman dekat, teman sebaya.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi pembentukan sikap
seseorang.
d. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, surat
kabar mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan seseorang.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu system mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar dan
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
f. Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.3.3 Tindakan
Menurut Notoatmodjo (2012) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu
tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua
atau mertua, dan lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan.
1. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
merupakan indikator praktik tingkat pertama.
2. Mekanisme (mecanism)
Apabila seorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik
tingkat kedua.
3. Adobsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.4 Penelitian terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Suprianto tahun 2011 dengan judul
“Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keluarga Tentang
Pemberantasan Sarang Nyamuk Dengan Kejadian DBD”. Hasil penelitian
50% berpengatahuan buruk terhadap PSN, 76% tidak mendukung PSN dan
36% memiliki PSN yang buruk.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ganie tahun 2009 dengan judul penelitian
“Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang 3M Pada Keluarga di
Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009”. Hasil penelitian ini diketahui
sebanyak 54,5% keluarga berpengetahuan sedang terhadap pelaksanaan 3M.
Sedangkan sikap terhadap 3M sebagian besar bersikap baik 56,6% dan
bersikap sedang 43,4%. Tindakan keluarga terhadap 3M di Kelurahan Padang
Bulan adalah 75,8% sedang, tindakan baik 18%, tindakan kurang 6,1%.
3. Penilitian Rosa dengan judul “Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang
Pencegahan DBD Tahun 2009” di dapati bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat tentang pencegahan DBD di kecamatan Gunung Meriah mayoritas
berpengetahuan kurang yaitu sebesar 59,5%, berpengetahuan cukup 21,4%
dan berpengetahuan baik 19,4%.
2.5 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka teori
2.6 Kerangka konsep
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Gambar 2. Kerangka konsep
PENGETAHUAN
o Pengertian
o Penyebab
o Mabifestasi klinik
o Penularan
o Penanganan
o Pencegahan
Dipengaruhi oleh
Umur
Pendidikan
pekerjaan
SIKAP
o Kebiasaan
menggunakan kelambu
o Kebiasaan
menggunakan obat anti
nyamuk
o Memasang kawat
o Kebiasaan melakukan
3M (Menguras,
menutup, mengubur
barang bekas)
TINDAKAN
o Menggunakan
kelambu
o Menggunakan obat
anti nyamuk
o Memasang kawat
o Melakukan 3M
(Menguras,
menutu, mengubur
barang bekas)
PERILAKU
- PENGETAHUAN
- SIKAP
- TINDAKAN
PENCEGAHAN
DBD