bab ii tinjauan pustaka 2.1 beton - sinta.unud.ac.id ii.pdf · semakin bertambah seiring dengan...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa tambahan membentuk
massa padat (SK – SNI – T – 1991 – 03).
Beton normal memiliki berat jenis 2300 – 2400 kg/m3, nilai kekuatan, dan
daya tahan (durability) beton terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah nilai
banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran,
pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya.
Beberapa hal itu dapat menghasilkan beton yang memberikan kelecakan
(workability) dan konsistensi dalam pengerjaan beton, ketahanan terhadap korosi
lingkungan khusus (kedap air, korosif, dll) dan dapat memenuhi uji kuat tekan
yang direncanakan (Dipohusodo, 1994).
Beton mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen
dan air) sekitar 25% - 40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar
60% - 75%. Untuk mendapatkan kekuatan yang baik, sifat dan karakteristik dari
masing – masing bahan penyusun tersebut perlu dipelajari. Kekuatan beton akan
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Berdasarkan standar,
karakteristik kuat tekan beton ditentukan ketika beton telah berumur 28 hari,
karena kekuatan beton akan naik secara cepat atau linier sampai umur 28 hari.
Sifat beton yang meliputi : mudah diaduk, disalurkan, dicor, dipadatkan dan
diselesaikan, tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan adukan dan mutu
beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi. Secara umum kelebihan
dan kekurangan beton yaitu (Mulyono, 2005) :
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
2. Mampu memikul beban yang berat.
3. Tahan terhadap temperatur tinggi.
4. Biaya pemeliharaan yang murah.
5. Bentuk yang dibuat sulit untuk diubah.
5
6. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
7. Berat.
8. Daya pantul suara yang besar.
2.2 Beton Ringan
Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan
daripada beton pada umumnya. Beton ringan dapat dibuat dengan berbagai cara,
antara lain dengan menggunakan agregat ringan (fly ash, batu apung, kulit kerang,
dll), campuran antara semen, silika, pozolan, atau semen dengan cairan kimia
penghasil gelembung udara. Agregat yang digunakan untuk memproduksi beton
ringan merupakan agregat ringan juga. Terminolog ASTM C.125 mendefinisikan
bahwa agregat ringan adalah agregat yang digunakan untuk menghasilkan beton
ringan, meliputi batu apung, scoria, vulkanik cinder, tuff, expanded, atau hasil
pembakaran lempung, shale, slte, shele, perlit, atau slag atau hasil batubara dan
hasil residu pembakarannya (Mulyono, 2005).
Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai
kebutuhan. Pada umumnya beton ringan berkisar antara 600 – 1600 kg/m³. Karena
itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan
pada proyek bangunan tinggi akan dapat secara signifikan mengurangi berat
sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.
Teknologi bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan aerasi
(Aerated Lightweight Concrete) atau sering disebut juga (Auto Aerated Concrete).
Keuntungan dari beton ringan antara lain memiliki nilai tahanan panas (thermal
insulator) yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api (fire
resistant). Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya
(compressive strength) lebih kecil dibanding dengan beton normal sehingga tidak
dianjurkan penggunaannya untuk struktural (Sumarno, 2010).
Beton Ringan (Lightweight Concrete), ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk mengurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan
antara lain sebagai berikut (Tjokrodimuljono, 1996) :
1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen
sehingga terjadi banyak pori – pori udara di dalam betonnya. Salah satu
6
cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium
kedalam campuran adukan beton.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu
apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih
ringan dari pada beton biasa.
3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir – butir agregat
halus atau pasir yang disebut beton non pasir.
Menurut Tjokrodimuljo secara umum pembagian penggunaan beton ringan
dapat dibagi tiga yaitu:
1. Untuk non struktur dengan nilai massa jenis antara 240 – 800 kg/m3 dan
kuat tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah
atau dinding isolasi.
2. Untuk struktur ringan dengan nilai massa jenis antara 800 – 1400 kg/m3
dan kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan untuk dinding memikul
beban.
3. Untuk struktur dengan nilai massa jenis antara 1400 – 1800 kg/m3 dan
kuat tekan > 17 MPa digunakan sebagai beton normal.
Menurut Dobrowolski dikutip dari (Wahyuni, 2010) pembagian beton
menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas:
1. Beton dengan massa jenis rendah (Low-Density Concretes) dengan nilai
massa jenis 240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa.
2. Beton dengan kekuatan menengah (Moderate – Trength Lighweight
Concretes) dengan nilai massa jenis 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan
6,9 – 17,3 MPa.
3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai massa
jenis 1440 - 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.
7
Menurut Neville and Brooks dikutip dari (Wahyuni, 2010) pembagian
beton menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas:
1. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concretes) dengan nilai
massa jenis 1400 - 1800 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17 MPa.
2. Beton ringan untuk pasangan batu (Masonry Concretes) dengan nilai
massa jenis 500 - 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 7 – 14 MPa.
3. Beton ringan untuk penahan panas (Insulating Concretes) dengan nilai
massa jenis < 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,7 – 7 MPa.
Menurut SNI 03 – 2847 – 2013, beton yang mengandung agregat beton
ringan dan berat volume setimbang (equilibrium density), sebagaimana ditetapkan
oleh ASTM C567, antara 1140 – 1840 kg/m3.
2.3 Beton Kertas
Beton kertas (papercrete) adalah beton yang terbuat dari campuran antara
semen, pasir dan kertas daur ulang. Beton kertas (papercrete) merupakan suatu
material yang terbuat dari campuran kertas dengan semen Portland (Rahmadhon,
2009). Kertas yang digunakan adalah kertas bekas yang diolah menjadi bubur
kertas dengan tujuan mempermudah proses pengadukan campuran. Bubur kertas
memiliki beberapa senyawa oksida seperti Silikon Dioksida (SiO2) sebesar 2,35%,
Alumunium Oksida (Al2O3) 7,70%, Magnesium oksida (MgO) 3,62%, Kalsium
Oksida (CaO) 56,38%, Ferri Oksida (Fe2O3) 1,68%, dimana oksida – oksida
tersebut merupakan bahan dasar untuk membuat produk klinker semen seperti
Tricalsium Silicate (C3S = CaO.SiO2), Dicalsium Silicate (C2S = 2CaO.SiO2),
Tricalsium Aluminate (C3A = 3CaO.Al2O3) dan Tetracalsium Aluminate Ferrit
(C4AF = 4CaO.Al2O3. Fe2O3). Senyawa yang paling dominan adalah Kalsium
Oksida (CaO) sebesar 56,38%, air (H2O) 16,11%, Sulfur Trioksida (SO3) 11,26%
(Norman, dan Juis, 2009).
Semakin banyak bubur kertas yang dicampurkan pada beton maka
semakin kecil nilai berat/volume, jadi beton semakin ringan. Penambahan bubur
kertas yang disertai pengurangan pasir dalam beton menunjukkan nilai berat beton
yang semakin kecil. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor penyusun, salah
8
satunya adalah berat jenis. Berat jenis pasir dan kerikil sekitar 2,1 - 2,2 gr/cm3
lebih besar daripada berat jenis bubur kertas 1,24 gr/cm3 (Hardiani dan Sugesty,
2009).
Penambahan limbah padat (sludge) pada beton cenderung akan
menurunkan nilai densitas beton karena sebagian air yang terikat di dalam sludge
akan terlepas pada saat proses pengeringan dan waktu pengeringan yang optimal
adalah selama 28 hari, apabila waktu pengeringan diperpanjang maka pengaruh
terhadap nilai densitas beton tidak terlalu signifikan (Maidayani, 2009).
2.4 Fiberglass
Fiberglass adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis
tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau
ditenun menjadi kain, yang kemudian diresapi dengan resin sehingga menjadi
bahan yang kuat dan tahan korosi untuk digunakan sebagai badan mobil dan
badan kapal (http://id.wikipedia.org/wiki/Kaca_serat).
Setiap helai serat kaca yang terstruktur memiliki sifat kaku dan kuat dalam
proses peregangan dan saat melalui proses kompresi atau pemberian tekanan di
sepanjang sumbunya. Berikut adalah spesifikasi dari fiberglass
(http://fcfibreglass.com/fiberglass-serat-kaca/). Menurut ACI 544.2R – 82,
panjang fiberglass panjang penggunaan serat pada beton adalah L/d < 100, tetapi
juga dilihat dari efektivitas fiberglass tersebut. Apabila panjang fiberglass terlalu
pendek maka efektivitas dari penggunaan fiberglass akan berkurang, dan apabila
panjang fiberglass terlalu panjang maka fiberglass tersebut tidak menyebar rata
dan akan menggumpal pada suatu tempat. Oleh karena itu digunakan panjang
fiberglass yang efektif adalah 5 – 6 cm.
Tabel 2.1 Spesifikasi fiberglass
Bahan Gravity
Spesifik
Kekuatan
Regangan (MPa)
Kekuatan
Tekanan (MPa)
Polyester resin ( tidak diperkuat) 1,28 55 140
9
Tabel 2.1 (lanjutan)
Bahan Gravity
Spesifik
Kekuatan
Regangan (MPa)
Kekuatan
Tekanan (MPa)
Polyester dengan laminasi
Chopped Strand Mat 30 % E –
Glass
1,4 100 150
Polyester dengan laminasi
Woven Rovings 45 % E – Glass 1,6 250 150
Polyester dengan laminasi Satin
Weave Cloth 55 % E – Glass 1,7 300 250
Polyester dengan laminasi
Continous Rovings 70 % E –
Glass
1,9 800 350
E – Glass Epoxy Composite 1,99 1770 (257 ksi) N/A
S – Glass Epoxy Composite 1,95 2358 (342 ksi) N/A
2.5 Agregat Halus
Agregat halus adalah berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami
dari batu – batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat – alat
pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 5,0 mm (SK SNI T–15–1990–03).
Menurut SNI 03–2847–2013 untuk kehalusan, kebersihan, kandungan
organic, bentuk agregat dan lain – lain harus memenuhi ketentuan ASTM C – 31.
2.6 Semen Portland
Semen adalah bahan jadi yang mengeras dengan adanya air (semen
hidrolis) yang memiliki sifat adhesive dan kohesif yang memungkinkan
melekatnya fragmen – fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat (Nurlina,
2011). Pada semen portland (PC) yang sering digunakan pada suatu konstruksi,
memiliki kandungan didalamnya, antara lain :
1. Kapur (CaO) memiliki kandungan sebesar 60 – 65%.
2. Silika (SiO2) memiliki kandungan sebesar 20 – 25%.
3. Oksida besi dan aluminium (Fe2O3 dan Al2O5) meiliki kandungan sebesar
7 – 12%.
10
2.7 Air
Air sangat diperlukan dalam pembuatan beton agar terjadi proses reaksi
antara semen dan air untuk membasahi agregat dan memudahkan proses
pengerjaan beton. Air yang digunakan umumnya adalah air minum, karena tidak
mengandung senyawa – senyawa yang berbahaya seperti garam, minyak, gula,
dan bahan kimia lainnya yang dapat merusak beton. Proporsi air dalam campuran
beton harus diperhatikan. Apabila proporsi air yang digunakan sedikit maka
proses hidrasi antara semen dan air tidak seluruhnya selesai, sehingga
menyebabkan kelemasan beton kurang dan akan menyulitkan dalam proses
pengerjaan. Sedangkan apabila proporsi air terlalu banyak akan menyebabkan
gelembung – gelembung air setelah proses hidrasi selesai dan menyebabkan
kekuatan beton menjadi kurang. Proporsi air tersebut dinyatakan dengan istilah
faktor air semen, yang dapat dihitung dengan membagi berat air dengan berat
semen.
2.8 Faktor Air Semen
Faktor air semen adalah perbandingan banyaknya air kecuali yang terserap
agregat, terhadap banyaknya semen dalam adukan beton (Subakti,1994). Semakin
tinggi f.a.s yang digunakan semakin rendah mutu kekuatan beton, tetapi semakin
rendah f.a.s yang digunakan tidak dapat dipastikan akan meningkatkan mutu
kekuatan beton tersebut. Hal ini dikarenakan semakin rendah f.a.s yang digunakan
akn menyulitkan dalam pelaksanaan pemadatan sehingga menyebabkan mutu
kekuatan beton menurun. Oleh karena itu, nilai f.a.s minimum yang digunakan
adalah sekitar 0.4 – 0.65 (Mulyono, 2003).
2.9 Kuat Tekan Beton Ringan
Karakteristik beton yang diperhitungkan dalam memenuhi kekuatan suatu
struktur adalah kuat tekan beton. Apabila dalam pengujian kuat tekan beton
tersebut mencapai hasil yang telah ditargetkan maka beton tersebut memenuhi dan
mampu memberikan informasi yang cukup. Kuat tekan beton dapat diketahui
dengan pengujian yang ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
11
Gambar 2.1 Pengujian kuat tekan
Kuat tekan beton dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝑓 ′𝑐 =𝑃
𝐴 (2.1)
dimana :
f’c = kuat tekan beton ringan (N/mm2)
P = beban maksimum yang diberikan (N)
A = luas bidang benda uji (mm2)
Kuat tekan beton rata – rata dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝑓 ′𝑐𝑟 = 𝑓′𝑐
𝑁 (2.2)
dimana :
f’cr = kuat tekan beton ringan rata – rata (N/mm2)
N = jumlah benda uji
2.10 Hubungan Faktor Air Semen dan Kuat Tekan Beton
Kebutuhan f.a.s ditentukan tidak hanya oleh kuat tekan yang diinginkan
tapi juga oleh faktor – faktor seperti keawetan. Bila data keawetan tidak ada maka
penentuan f.a.s ditentukan oleh berdasarkan Tabel 2.2.
Benda Uji Silinder 150 x 300 mm
P
12
Tabel 2.2 Perkiraan air pencampur dan kandungan udara yang dibutuhkan
untuk slump dan ukuran maksimum nominal agregat yang berbeda
Slump (mm)
Air (kg/m3 beton) untuk Ukuran Maksimum
Agregat (mm)
9,5 12,5 19 25 37,5 50 70 150
Beton Tanpa Bahan Pemasuk Udara
25 sampai 50
75 sampai 100
150 sampai 175
Perkiraan Jumlah
Udara yang
Terperangkap di
dalam beton (%)
207
228
243
3
199
216
228
2,5
190
205
216
2
179
193
202
1,5
166
181
190
1
154
169
178
0,5
130
145
160
0,3
113
124
-
0,2
Beton dengan Bahan Pemasuk Udara
25 sampai 50
75 sampai 100
150 sampai 175
Kandungan udara
total rata-rata yang
disarankan, (%)
kondisi
diekspose sedikit
diekspose sedang
sangat diekspose
181
202
216
4,5
6
7,5
175
193
205
4
5,5
7
168
184
197
3,5
5
6
160
175
184
3
4,5
6
150
165
174
2,5
4,5
5,5
142
157
166
2
4
5
122
133
154
1,5
3,5
4,5
107
119
-
1
3
4
Sumber : ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)
13
Tabel 2.3 Hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan beton
Faktor Air Semen
Kuat Tekan Beton pada Umur 28 hari
(Mpa)
40 35 30 25 20 15
Beton tanpa Bahan
Pemasuk Udara 0,42 0,47 0,54 0,61 0,69 0,79
Beton dengan Bahan
Pemasuk Udara - 0,39 0,45 0,52 0,6 0,7
Sumber : ACI 211.1-91 (Reapproved 2002)
Adapun kuat tekan yang digunakan adalah kuat tekan rencana yang telah
diperbesar dengan suatu nilai margin tertentu, sehingga:
’cr = ’c+ z . S (2.3)
dimana :
’cr = kuat tekan rata-rata beton sehingga kuat tekan hasil pengujian
sampel nantinya tidak akan lebih kecil dari kuat tekan rencana.
’c = kuat tekan rencana.
z = konstanta yang tergantung dari jumlah benda uji dan tingkat kegagalan,
contoh bila dari 20 benda uji diperbolehkan gagal 1 benda uji(5% tingkat
kegagalan) maka z = 1,65
S = simpangan baku (deviasi standar).
Nilai simpangan baku dapat ditentukan dari mutu pelaksanaan yang
diinginkan seperti yang disajikan pada Tabel 2.4.
14
Tabel 2.4 Standar untuk kontrol beton (f”c ≤ 34,5 Mpa)
Variasi secara keseluruhan
Mutu Pekerjaan
Simpangan baku dari standar kontrol yang berbeda
Luar
Biasa
Sangat
Baik Baik Sedang
Kurang
Baik
Pengujian Konstruksi
Umum < 2,8 2,8 - 3,4 3,4 - 4,1 4,1- 4,8 > 4,8
Percobaan di
Laboratorium <1,4 1,4 -1,7 1,7 - 2,1 2,1- 2,4 > 2,4
Sumber: ACI 214R-02
2.11 Kuat Tarik Belah Beton
Untuk pengujian kuat tarik belah silinder (tensile splitting cylinder test).
Benda uji silinder diletakkan pada alat uji dalam posisi rebah. Beban vertikal
diberikan sepanjang selimut selinder berangsur – angsur dinaikan
pembebanannya hingga dicapai nilai maksimum dan terbelah oleh karena beban
tarik horizontal. Saat pasta semen mengeras akan terjadi penyusutan pada beton.
Kekuatan tarik adalah suatu sifat yang lebih bervariasi dibanding kekuatan tekan
dan besarnya 0,57 dari kuat tekan (Wang,1994).
Kuat tarik belah dapat diketahui dengan pengujian seperti Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Pengujian kuat tarik belah
P
Benda Uji Silinder150 x 300 mm
15
Tegangan tarik belah pada benda uji silinder dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
𝑓′𝑐𝑡 =2𝑃
𝜋𝐷𝐿 (2.4)
dimana :
f’ct = kuat tarik belah beton (MPa)
P = beban yang ditunjukkan mesin uji (N)
D = dimeter benda uji (mm)
L = panjang sisi benda uji (mm)
Π = 3,14
2.12 Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas (E) merupakan diagram tegangan regangan yang
dimiliki oleh suatu material dimana material berkelakuan elastis dan linier.
Modulus Elatisitas sangat penting karena untuk mengetahui kemampuan bahan
menahan beban yang didukungnya dan perubahan bentuk yang terjadi pada bahan
yang sangat tergantung dari diagram tegangan regangan tersebut. Perubahan
bentuk dari beton sebagian mengikuti regangan elastis dan sebagian mengalami
regangan plastis. Modulus elastisitas berdasarkan kombinasi antara modulus
secant dan modulus tangent. Sudut tangent ditarik antara dua titik (titik bawah
untuk meniadakan pengaruh retak awal pada regangan 0,00005 dan titik atas pada
saat tegangan mencapai 40 % dari regangan batas). Diagram tegangan regangan
untuk menentukan modulus elastisitas dapat dilihat pada Gambar 2.3.
16
Gambar 2.3 Diagram hubungan tegangan regangan
Pengujian ini menggunakan alat “Concrete Compression Testing
Machine” yang dilengkapi dengan dial pengukur regangan vertikal. Metode
pengujian sesuai standar ASTM C469-87. Nilai modulus elastisitas beton
bervariasi tergantung dari mutu atau kekuatan beton, umur pengujian beton, sifat-
sifat (kekuatan) agregat halus, kasar dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan
dimensi benda uji yang dipakai. Modulus elastisitas sangat penting untuk
menetukan kekuatan dan lendutan beton.
Besarnya modulus elastisitas dihitung berdasarkan persamaan:
𝐸 = 𝑆2−𝑆1
𝜀2−0,00005 (2.5)
dimana :
E = Modulus Elastisitas
S1 = tegangan untuk regangan 0,00005
S2 = tegangan 40% dari tegangan hancur ultimate.
ε2 = regangan yang menghasilkan S2
Menurut ACI, untuk beton berbobot normal rumus pendekatan Modulus
Elastisitas (Ec) adalah sebagai berikut :
𝐸𝑐 = 4700 𝑓′𝑐 (2.6)
0,4 f’c
17
Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus
elastisitas yaitu :
1. Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial
dengan regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat
tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.
2. Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial
dengan regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva
tegangan- tegangan.
3. Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial
dengan regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari
tegangan nol ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase
yang tetap dari nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat
tekan uniaksial.
Set up pengujian modulus elastisitas ditunjukkan pada Gambar 2.4
dibawah ini :
Gambar 2. 4 Set up pengujian modulus elastisitas
18
2.13 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian terhadap limbah kertas sudah banyak dilakukan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Ray, dkk (2009) melakukan penelitian tentang pembuatan beton dengan
menggantikan sebagian dari semen dengan limbah kertas. Adapun variabel
dalam penelitian ini adalah :
a. Waktu pengikatan dan pengerasan pasta semen dengan variasi 0%,
5%, 10%, dan 15%.
b. Kuat Tekan Beton Limbah.
c. Modulus Elastisitas Beton Limbah.
d. Kuat Lekat Tulangan dalam Beton Limbah.
e. Modulus Rupture Beton Limbah
Mutu beton yang digunakan adalah f’c = 25 MPa dan dibagi menjadi 3
kelompok berdasarkan jumlah kadar limbah yang ditambahkan pada
campuran pasta semen maupun beton sebesar 0%, 5%, dan 10% dari
kebutuhan semen. Pengujian meliputi vicat (ASTM C150, 1994), untuk
mencari waktu pengikatan dan waktu pengerasan dari pasta semen, uji
kuat tekan beton, uji modulus elastisitas, pengujian komposisi senyawa
kimia, uji lekat tulangan dalam beton, serta uji modulus terhadap rupture.
Dari penelitian ini disimpulkan :
a. Nilai kuat tekan beton (26,752 MPa).
b. Nilai modulus elastisitas cenderung meningkat (19703,40 kg/cm2)
dibanding beton tanpa limbah (17264 kg/cm2).
c. Nilai slip yang dicapai sesaat sebelum tulangan tercabut dari dalam
beton (4 mm) lebih besar dibanding beton tanpa limbah (3,3 mm)
atau beton memiliki memiliki kecenderungan menahan beban tarik
lebih lama.
d. Penurunan angka modulus ruptures relatif lebih rendah dibanding
beton dengan limbah 10% dan beton tanpa limbah.
19
2. Gunarto, dkk (2008) melakukan penelitian menggunakan limbah kertas
dalam pembuatan panel papercrete. Adapun variabel dalam penelitian ini
adalah :
a. Kuat lentur panel papercrete.
b. Kuat tekan papercrete.
c. Modulus elastisitas papercrete.
d. Pengaruh gula pasir sebagai admixture pada campuran papercrete
dibandingkan dengan campuran papercrete tanpa gula pasir meliputi
kuat lentur, kuat tekan, berat papercrete, serapan air, waktu ikat.
e. Harga panel papercrete.
Dalam peneiitian ini digunakan benda uji untuk uji kuat lentur dengan
benda uji panel 305 mm x 356 mm x 7 mm, untuk uji kuat tekan dengan
benda uji kubus 50 x 50 x 50 mm dan untuk uji serapan air dengan benda
uji 100 x 100 x 7 mm. Jumlah dari masing masing benda uji adalah 3 buah
benda uji. Perbandingan dari campuran papercrete untuk penggunaan
semen dan kertas divariasikan menjadi 1 pc : 2 kertas, 1 pc : 3 kertas, dan
1 pc : 4 kertas, juga menambahkan gula pasir sebesar 0,2 % dari berat
semen pada masing – masing variasinya. Dari penelitian disimpulkan :
a. Panel papercrete dengan variasi campuran 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, dengan
bahan tambahan 0,2% gula pasir pada masing – masing variasinya,
menghasilkan berat papercrete pada kategori beton ringan dengan
berat antara 840 – 933 kg/m3. Setelah mengalami proses
pengempaan terjadi kehilangan berat air dan semen rata – rata
sebesar 16,86%.
b. Kuat lentur panel papercrete terendah sebesar 6,59 MPa pada
campuran 1 semen : 4 kertas non gula pasir dan tertinggi pada
campuran 1 semen : 2 kertas dengan bahan tambah gula pasir
mempunyai kuat lentur sebesar 8,36 MPa.
c. Kuat tekan papercrete terendah pada campuran 1 semen : 4 kertas
non gula pasir sebesar 1,23 MPa dan tertinggi sebesar 2,48 MPa
pada campuran 1 semen : 2 kertas dengan gula pasir.
20
d. Modulus elastisitas beton terendah pada campuran 1 semen : 4
kertas, non gula pasir yaitu sebesar 2,53 MPa, dan tertinggi adalah
pada campuran 1 semen : 3 kertas dengan bahan tambah gula pasir
yaitu sebesar 6,48 MPa.
e. Pengaruh gula pasir sebagai admixture pada campuran papercrete
dibandingkan dengan campuran papercrete tanpa gula pasir adalah :
f. Kuat lentur campuran dengan gula pasir mempunyai rata-rata kuat
lentur lebih tinggi, yaitu naik sebesar 7,66%, dibandingkan dengan
campuran yang tidak menggunakan bahan tambah gula pasir.
g. Kuat tekan campuran dengan gula pasir mempunyai rata-rata kuat
tekan lebih tinggi, yaitu naik sebesar 50,24%, dibandingkan dengan
campuran yang tidak menggunakan bahan tambah gula pasir.
h. Berat papercrete per meter kubik pada campuran dengan gula pasir
mempunyai rata – rata berat beton yang lebh berat, yaitu naik
sebesar 4,71% berat papercrete.
i. Serapan air pada campuran yang menggunakan bahan tambah gula
pasir mempunyai rata – rata serapan air yang lebih rendah, yaitu
turun sebesar 10,7%, dibandingkan dengan campuran yang tidak
menggunakan bahan tambah gula pasir.
j. Pengaruh penambahan gula pasir sebanyak 0,2% dari berat semen,
dapat menunda waktu ikat semen, sehingga semen bereaksi setelah
proses pencampuran dan pengempaan selesai, yang berlangsung
sekitar 2 jam.
k. Harga panel papercrete masih tergolong rendah apabila
dibandingkan dengan bahan lain seperti Kalsiboard produksi PT
Eternit Gresik, berkisar Rp. 22.500,00 / m2 sampai dengan 23.300,00
/ m2 dengan ketebalan panel 9 mm, tetapi masih lebih mahal
dibandingkan dengan panel gypsum.
3. Cahyono (2011) melakukan penelitian uji lentur beton kertas dengan
bahan tambahan serat nylon. Adapun variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah besar kuat lentur beton kertas (papercrete) berserat
21
nylon dengan kadar penambahan 0%, 0,3%, 0,75%, dan 1% terhadap
volume beton kertas berserat nylon.
Dalam peneiitian ini digunakan bubur kertas yang berasal dari kertas koran
sebagai agregat kasar. Nilai faktor air semen yang digunakan adalah 1
karena kertas merupakan material yang banyak menyerap air.
Perbandingan penggunaan bubur kertas pada campuran beton yaitu 1 pc : 2
ps : 2 kertas. Dari penelitian ini disimpulkan :
a. Nilai kuat lentur benda uji dengan penambahan nylon 0% = 0,25194
N/mm2, penambahan nylon 0,3% = 0,2775 N/mm
2, penambahan
nylon 0,75% = 0,26194 N/mm2,
penambahan nylon 1% = 0,26861
N/mm2, sehingga nilai kuat lentur maksimal didapat pada benda ui
dengan penambahan nylon 0,3% terhadap volume benda uji sebesar
0,2775 N/mm2.
b. Penambahan nylon memberikan dampak yang signifikan pada nilai
kuat lentur yaitu 8 – 10% dibandingkan dengan benda uji tanpa
bahan tambah nylon 0%.
4. Bermansyah, dkk (2011) melakukan penelitian kuat tekan beton kertas
dengan memvariasikan proporsi pasir dan bubur kertas. Adapun variabel
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi campuran yang
optimum untuk bubur kertas dan pasir pada campuran beton kertas agar
menghasilkan kuat tekan yang optimal.
Material yang digunakan pada penelitian ini adalah semen, air, pasir,
bubur kertas, dan superplasticizer. Campuran komposisi volume awal
semen dan agregat adalah 1 pc : 2 ag yang dibagi menjadi 2 bagian agregat
yaitu 50% pasir dan 50% bubur kertas. Faktor air semen yang digunakan
adalah 0,25 dan variasi bubur kertas terhadap pasir adalah 30%, 40%,
50%, dan 70%. Benda uji yang digunakan pada penelitian ini adalah
silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm sebanyak 15 buah dan
silinder berdiameter 10 cm dengan tinggi 20 cm sebanyak 25 buah.
Agregat halus yang digunakan lolos saringan 4,76 mm dan bubur kertas
lolos saringan 4,76 mm. Bubur kertas yang digunakan berasal dari limbah
kertas HVS. Pada saat pencampuran beton kertas, dilakukan penambahan
22
air untuk kebutuhan penyerapan kertas sebesar 78%. Dari penelitian ini
disimpulkan :
a. Semakin besar penambahan proporsi bubur kertas semakin
menurunkan kekuatan beton kertas. Penurunan minimal sebesar 50%
dari kuat tekan beton pembanding pada proporsi bubur kertas 30%.
b. Proporsi bubur kertas yang optimal terhadap kuat tekan beton kertas
adalah 30% yaitu sebesar 175 kg/cm2.
c. Penggunaan bubur kertas pada proporsi 30% juga menghasilkan
angka modulus elastisitas dan poisson’s ratio yang maksimum yaitu
sebesar 8852,678 kg/cm2 untuk modulus elastisitas dan 0,357 untuk
poisson’s ratio.
d. Berdasarkan kekuatannya beton kertas dengan proporsi bubur kertas
sebesar 40% - 50% dapat dikategorikan sebagai beton ringan dengan
kekuatan menengah (moderate strength concretes) dan dapat
diaplikasikan pada bangunan sederhana (non engineering building).
5. Sanijah (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan
limbah padat pabrik kertas dalam campuran beton dan perawatannya
terhadap permeabilitas dan kuat tarik belah beton. Adapun variabel dalam
penelitian ini adalah membandingkan pengaruh dan hubungan
penambahan limbah padat pabrik kertas dalam campuran beton dan
perawatannya terhadap permeabilitas dan kuat tarik belah beton.
Variasi limbah padat pabrik kertas yang ditambahkan pada beton
konvensional adalah 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat semen.
Peneliti menggunakan limbah padat berupa serbuk halus lolos saringan no.
200. Faktor air semen yang digunakan adalah 0,55. Benda uji dibuat
dengan menggunakan perbandingan volume campuran beton 1 pc : 2 ps : 3
kr. Dari penelitian ini disimpulkan :
a. Pengaruh penambahan limbah padat pabrik kertas dalam campuran
beton, perawatan dan interaksi keduanya sangat nyata terhadap
perubahan permeabilitas beton yang sebesar 89,90%, juga
berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan nilai tarik belah
namun interaksinya tidak nyata yaitu sebesar 89,70%.
23
b. Prosentase penambahan limbah padat kertas dalam campuran beton
yang optimum untuk menurunkan permeabilitas dan meningkatkan
kuat tarik belah beton secara maksimal yaitu sebesar 6,60% dari
berat semen untuk beton yang dirawat, sedangkan untuk beton yang
tidak dirawat sekitar 5,40% dari berat semen, serta menghasilkan
penurunan permeabilitas sekitar 97,20% dan peningkatan kuat tarik
belah sekitar 30,20% dibandingkan beton tanpa limbah 0% tidak
dirawat.