bab ii tinjauan pustaka 2.1. evaluasi 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
-
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Evaluasi
2.1.1 Pengertian Evaluasi
Menurut kamus besar Indonesia, evaluasi adalah suatu penilaian dimana
penilaian itu ditujukan pada orang yang lebih tinggi atau yang lebih tahu kepada
orang yang lebih rendah, baik itu dari jabatan strukturnya atau orang yang lebih
rendah keahliannya. Evaluasi adalah suatu proses penelitian positif dan negatif atau
juga gabungan dari keduanya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 45).
Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan
suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan,
memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh
lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan-
kesalahan dimasa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi
keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau
penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan sumber nilai secara objektif
dari pencapaian hasil-hasil yang direncanakan sebelumnya, dimana hasil evaluasi
tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan
di depan (Yusuf, 2000: 3). Dalam hal ini Yunus menitikberatkan kajian evaluasi dari
segi manajemen, dimana evaluasi itu merupakan salah satu fungsi atau unsur
manajemen, yang misinya adalah untuk perbaikan fungsi atau sosial manajemen
lainnya, yaitu perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
-
24
Selain itu menurut Jones evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk
menimbang manfaat program dalam spesifikasi 24riteria, teknik pengukuran, metode
analisis dan bentuk rekomendasi (Jones, 1994 : 357). Selanjutnya Weiss (dalam
Jones, 1994: 355) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kata 24riteri yang meliputi
segala macam pertimbangan, penggunaan kata tersebut dalam arti umum adalah
suatu istilah untuk menimbang manfaat. Seseorang meneliti atau mengamati suatu
fenomena berdasarkan ukuran yang eksplisit dan 24riteria. Evaluasi dilakukan untuk
dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang
dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategi yang dapat dinilai dan dipelajari untuk
menjadi acuan perbaikan di masa mendatang.
Dalam kajiannya tentang pelayanan sosial, Boyle (dalam Suharto, 2005:120).
Sosial utama dari evaluasi adalah diarahkan kepada keluaran (output), hasil
(outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana stategis. Oleh karena
itu, dalam pelaksanaan yang transparan dan akuntabel dan harus disertai dengan
penyusunan sosial kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi:
1. Sosial masukan
2. Sosial keluaran
3. Sosial hasil
Lebih jauh lagi, evaluasi berusaha mengidentifikasikan mengenai apa yang
sebenarnya yang terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Dengan demikian
evaluasi bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasikan tingkat pencapaian tujuan
2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran
3. Mengetahui dan menganalisa konsekuensi-konsekuensi lain yang
mungkin terjadi diluar sosial.
Universitas Sumatera Utara
-
25
Dalam konteks ini dapat diartikan, sebagai proses penilaian terhadap
pentingnya suatu pelayanan sosial. Penilaian ini dibuat dengan cara membandingkan
berbagai bukti yang berkaitan dengan program yang telah sesuai dengan 25riteria
yang ditetapkan dan bagaimana seharusnya program tersebut harus dibuat dan
diimplementasikan.
2.1.2 Jenis-jenis Evaluasi
Jika dilihat dari pentahapannya, secara umum evaluasi dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi tahap perencanaan
Yaitu evaluasi yang digunakan dalam tahap perencanaan untuk mencoba
memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan
kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang ditetapkan
sebelumnya.
2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan
Pada tahap ini evaluasi adalah suatu kegiatan yang melakukan analisa
untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan
rencana. Terdapat perbedaan antara konsep menurut penelitian ini dengan
monitoring. Evaluasi bertujuan terutama untuk mengetahui apakah yang
ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk
dapat mencapai tujuan tersebut. Sedangkan monitoring bertujuan melihat
pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana
tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan, sedangkan evaluasi melihat
sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuan, apakah tujuan
Universitas Sumatera Utara
-
26
tersebut sudah berubah dan apakah pencapaian program tersebut akan
memecahkan masalah yang akan dipecahkan.
3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan
Dalam hal ini konsep pada tahap pelaksanaan, yang membedakannya
terletak pada objek yang dinilai dengan yang dianalisa, dimana tingkat
kemajuan pelaksanaan dibanding rencana tetapi hasil pelaksanaan
dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh
pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan atau ingin
dicapai (Suharto, 2006: 12).
2.1.3 Fungsi Evaluasi
Evaluasi memiliki tiga fungsi utama dalam analisis kebijakan, yaitu:
1. Evaluasi memberi informasi yang salah dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan
yang telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini evaluasi
mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu
telah dicapai.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-
nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan
mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Informasi tentang tidak memadai kinerja kebijakan yang dapat memberi
sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan (Wahab, 2002: 51).
Universitas Sumatera Utara
-
27
Berdasarkan fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan di atas, maka
dapatlah kita simpulkan tentang nilai evaluasi merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program.
Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai
oleh program tersebut.
Beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi dan intinya masih berhubungan
erat atau masih mencakup evaluasi itu sendiri yaitu:
1. Measurement, pengukuran yang diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk
menentukan luas atau kuantitas untuk mendapatkan informasi atau data berupa
skor mengenai prestasi yang telah dicapai pada periode tertentu dengan
menggunakan berbagai teknik dan alat ukur yang relevan.
2. Test, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau
latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi-
potensi sebagai hasil pembelajaran.
3. Assessment, Suatu proses pengumpulan data atau pengolahan data tersebut
menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan (Dunn, dalam Suharto 2008:8).
2.1.4 Proses Evaluasi
Suatu proses dalam program harus dimulai dari suatu perencanaan. Oleh
karena itu proses pelaksanaan suatu evaluasi harus didasarkan atas rencana evaluasi
program tersebut. Namun demikian, dalam sebuah praktek tidak jarang ditemukan
suatu evaluasi terhadap suatu program justru memunculkan ketidakjelasan fungsi
evaluasi, institusi, personal yang sebaiknya melakukan evaluasi dan biaya untuk
evaluasi.
Universitas Sumatera Utara
-
28
Dalam melakukan proses evaluasi ada beberapa etika birokrasi yang perlu
diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi,
antara lain:
1. Suatu tugas atau tanggung jawab, maka pemberi tugas atau yang
menerima tugas harus jelas
2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi adalah
mencari kesalahan harus dihindari.
3. Pengertian evaluasi adalah untuk membandingkan rencana dalam
pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kuantitatif totalis
program secara teknik, maka dari itu hendaknya ukuran-ukuran kualitas
dan kuantitas tentang apa yang dimaksud dengan berhasil telah
dicantumkan sebelumnya dalam rencana program secara eksplisit.
4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran atau nasehat kepada
manajemen, sedangkan pendayagunaan saran atau nasehat serta pembuat
keputusan atas dasar saran atau nasehat tersebut berada di tangan
manajemen program.
5. Dalam pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas data-data atau
penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena
menyangkut banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitan dengan
program.
6. Hendaknya hubungan dengan proses harus didasari oleh suasana
konstruktif dan objektif serta menghindari analisa-analisa subjektif.
Dengan demikian evaluasi dapat ditetapkan sebagai salah satu program
yang sangat penting dalam siklus manejemen program.
Universitas Sumatera Utara
-
29
2.2 Program
2.2.1 Pengertian Program
Program adalah cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya
program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk
dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi
pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut.
Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan
pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara
lain adalah:
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai
2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan
itu
3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui
4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan
Unsur keduanya yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah
adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang
tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan
adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan
manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal
dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
-
30
2.2.2 Pelaksanaan Program
Untuk dapat memahami pengertian dari pelaksanaan, Wahab (1991:51),
merumuskan pengertian pelaksanaan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat kelompok-kelompok pemerintahan atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam
kebijakan.
Berhasiltidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur
pelaksananya. Unsur pelaksana itu merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting
artinya karena pelaksanaan suatu program, baik itu organisasi ataupun perseorangan
bertanggung jawab dalam pengelola maupun pengawasan dalam pelaksanaan.
2.2. 3 Tolak Ukur Evaluasi Program
Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan
penilaian terhadap program yang telah berlangsung, berhasilnya atau tidak
berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah tentu memiliki tolak ukur
yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.
Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah:
1. Apakah hasil suatu proyek sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
2. Kesediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut
3. Apakah sarana atau kegiatan benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan
oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan
4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan
semula
Universitas Sumatera Utara
-
31
5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau
oleh program
6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan oleh program
(kualitas hidup, kualitas barang)
7. Berapa banyak sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar
dimanfaatkan secara maksimal
8. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan
terhadap perubahan yang diinginkan.
2.3 Program BLT
2.3.1 Pengenalan Program BLT dan Mekanisme Pelaksanaannya
Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan mempunyai tujuan yang utamanya adalah untuk membantu
masyarakat yang tergolong miskin, lebih tepatnya membantu rumah tangga yang
tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
BLT adalah program kompensasi jangka pendek dengan maksud, agar tingkat
konsumsi Rumah Tangga Sasaran, yaitu rumah tangga yang tergolong sangat miskin,
miskin dan dekat dengan miskin (near poor), tidak menurun pada saat terjadinya
kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri. Dengan demikian walaupun
program BLT bukan satu-satunya program yang berkenaan dengan pemecahan
masalah kemiskinan, diharapkan dapat mendorong penanggulangan tingkat
kemiskinan, khususnya saat terjadi kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok menuju
keseimbangan yang baru.
Program BLT pertama kali dilaksanakan pada tanggal 10 September 2005,
dimana pembahasan ini dilanjutkan pada taraf pelaksanaan melalui rapat koordinasi
Universitas Sumatera Utara
-
32
tingkat menteri pada tanggal 16 September 2005, yang memandang bahwa
pelaksanaan BLT sudah siap dilaksanakan, maka berlangsunglah program ini pada
bulan Oktober (http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-
ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga) diakses pada tanggal 03 Oktober
2009 pukul 17.45.
BLT disalurkan tahun 2008 berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2008 tentang
Pelaksanaan BLT untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS). Program BLT ini
dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Proses pembagian kartu dan vertifikasi awal rumah tangga sasaran oleh
PT POS, BPS dan aparat desa/kelurahan.
2. Proses vertifikasi menyeluruh
3. Penetapan direktori baru rumah tangga sasaran oleh BPS
4. Proses sosialisasi
5. Proses penyaluran dana
BLT adalah sejumlah uang tunai yang diberikan pemerintah kepada rumah
tangga yang termasuk dalam kategori miskin, BLT dibagikan kepada Rumah Tangga
Sasaran dalam kurun waktu pertiga bulan sebesar Rp 300.000. Adapun tujuan dari
BLT adalah untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, serta mencegah penurunan taraf hidup atau kesejahteraan
masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi dan juga meningkatkan tanggung jawab
sosial bersama (http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-
ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga). Harapan pemerintah pada
masyarakat penerima BLT adalah dapat dan mampu memanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
http://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalinggahttp://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalinggahttp://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalinggahttp://www.antara.co.id/arc.2008/5/22/trauma-btl-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-di-bayumas-dan-purbalingga
-
33
Kebijakan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak ini juga dilanjutkan
dengan kebijakan lain, seperti pemberdayaan melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, sehingga skema perlindungan sosial
bagi masyarakat miskin tetap mendorong keberdayaan masyarakat sesuai dengan
potensi yang dimiliki. Pada tahun 2005-2006 pemerintah melaksanakan skema
Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM)
meliputi:
1. Bidang pendidikan, untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun
melalui pemberian Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Bantuan
Khusus Murid (KBM)
2. Bidang kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
melalui sistem jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, yang meliputi
layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan rujukan dan pelayanan
penunjang lainnya. Bidang infrastruktur di desa tertinggal (jalan,
jembatan, air bersih, sanitasi, tambatan perahu, irigasi desa sederhana dan
penyediaan listrik bagi daerah yang betul-betul memerlukan).
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara R.E Nainggolan mengemukakan
sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2008 tanggal 14
Mei 2008 tentang Pelaksanaan BLT kepada rumah tangga miskin, maka terdapat
beberapa hal penting yang perlu dipahami dan dipedomani, yaitu :
1. Badan Pusat Statistik Provinsi agar memperhatikan petunjuk Pelaksanaan
Penetapan Rumah Tangga Sasaran Tahun 2008 yang diterbitkan oleh
BPS, agar tetap berkoordinasi dengan aparat pemerintah daerah dalam hal
ini Lurah/Kepal Desa dan Camat.
Universitas Sumatera Utara
-
34
2. PT Pos Indonesia Cabang Medan agar memperhatikan petunjuk
Pendistribusian Kompensasi Bahan Bakar Minyak Tahun 2008 yang
diterbitkan oleh PT Pos Indonesia, yang dalam pendistribusian ini
diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat Desa/Kelurahan dan
melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, yaitu Karang Taruna
Siaga Bencana dan tokoh masyarakat.
3. Pemerintah Kota Medan, diharapkan melakukan koordinasi dengan
Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Medan dan para Camat serta Lurah
agar mendukung kelancaran pelaksanaan program BLT.
4. Kepada Bapak Kapolda Sumut, diminta untuk menghimbau seluruh
jajarannya melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap sasaran
penerima BLT atau Rumah Tangga Sasaran dan Badan Infokom Provinsi
Sumatra Utara, agar mesosialisasikan program BLT Rumah Tangga
Sasaran kepada seluruh masyarakat Sumatra Utara melalui media massa
dan media elektronika.
5. Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, diharapkan melaksanakan
monitoring dan evaluasi guna mengidentifikasi berbagai hal yang muncul
dalam pelaksanaan BLT sehingga memberi kesempatan kepada
pelaksanaan program untuk melakukan perbaikan yang diperlukan .
6. Guna mengetahui kesiapan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam
Peluncuran Program BLT bagi rumah tangga sasaran, diminta kepada
BPS Sumut, PT Pos Indonesia (Persero) Cabang Medan dan Kepala Dinas
Sosial Provinsi Sumatera Utara memaparkan persiapan pelaksanaan
peluncuran BLT Rumah Tangga Sasaran
Universitas Sumatera Utara
-
35
(http://wwwbainfokomsumut.go.id/open.php?id=391&db=artikel) diakses
10 oktober 2009, pukul 17.30 Wib).
Kepala Dinas SU mengatakan bahwa jumlah dana yang harus disalurkan
adalah Rp. 26.142.600,- ke 21 Kecamatan dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS)
87.142 KK. Penyaluran BLT ini juga akan dilanjutkan setelah 3 bulan tahap I selesai.
Apapun Panduan Operasional Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Rumah Tangga
Sasaran adalah sebagai berikut :
1. Petunjuk Pelaksanaan Pendapatan RTS tahun 2008 yang diterbitkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Petunjuk Pendistribusian Kartu Konpensasi diterbitkan oleh PT Pos
Indonesia.
3. Petunjuk teknis tentang Pelaksanaan Penyaluran BLT Kepada Rumah
Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan
Bakar Minyak yang diterbitkan oleh Departemen sosial.
4. Petunjuk teknis pengendalian BLT di daerah kepada Rumah Tangga
Sasaran yang diterbitkan oleh Departemen Dalam Negeri.
Sedangkan tahapan penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran
adalah sebagai berikut :
1. Penyiapan Data Rumah Tangga Sasaran Oleh BPS Pusat
2. Daftar nama dan alamat diolah dan disimpan oleh databesed
3. Nama dan alamat Rumah Tangga Sasaran diberikan ke PT. Pos Indonesia
4. PT. Pos Indonesia tidak diperkenankan melakukan perubahan data
5. PT. Pos Indonesia mencetak Kartu Kompensasi Bahan Bakar Minyak (KKB)
sesuai data
6. KKB ditandatangani oleh Menteri Keuangan RI
Universitas Sumatera Utara
http://wwwbainfokomsumut.go.id/open.php?id=391&db=artikel
-
36
7. Departemen sosial menempatkan dana BLT di Rekening Giro Departemen
Sosial di Kantor Cabang BRI dan memerintahkan BRI memindahbukukan
dana BLT ke Rekening Giro Kantor Pos di Kantor Cabang BRI seluruh
Indonesia
8. Kartu yang dicetak didistribusikan langsung kepada Rumah Tangga Sasaran
9. Pemegang kartu mendatangi lokasi kantor bayar/kantor pos yang ditunjuk
sesuai informasi dalam kartu yang ditentukan kantor pos
10. Pembayaran dilakukan atas dasar kepemilikan kartu
11. PT. Pos Indonesia menyampaikan laporan bulanan ke Departemen Sosial
Kepala BPS Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA, mengemukakan
bahwa Pemerintah saat ini akan berupaya menurunkan jumlah penduduk miskindari
16,7% pada tehun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Strategi utama yang
ditempuh pemerintah adalah dengan cara meningkatkan pendapatan penduduk, dan
menurunkan beban hidup penduduk miskin. Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA
mengemukakan, bahwa penerimaan BLT dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
kriteria, yaitu :
1. Secara konseptual, RTS adalah rumah tangga yang memenuhi minimal 9
kriteria dari 14 kriteria miskin yang telah disepakati dan ditetapkan.
2. RTS terdiri dari tiga kelompok, yaitu RTS sangat miskin (memenuhi 13-14
kriteria), RTS miskin (memenuhi 11-12 kriteria), dan RTS mendekati
miskin (memenuhi 9-10 kriteria).
3. Pemenuhan kriteria/variable Rumah Tangga Sasaran pada batas kebutuhan
dasar minimal yang dinyatakan dalam ukuran garis kemiskinan yaitu
sejumlah rupiah yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan non-makanan
Universitas Sumatera Utara
-
37
Pengelompokan rumah tangga sasaran berdasarkan pendapatan menurut
beliau dapat dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Tidak Miskin Rp. 120.000/
jiwa / bulan (http://www.binfokomsumut.go.id/open.php?=391&db=artikel) diakses
10 oktober 2009, pukul 18.00.
Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program BLT, BPS pun
telah menetapkan 14 kriteria keluarga miskin seperti yang telah disosialisasikan oleh
Departemen Komunikasi dan Informasi 2005, rumah tangga yang memiliki cirri
rumah tangga miskin yang berhak adalah rumah tangga yang memiliki cirri-ciri
seperti disajikan pada tabel 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
http://www.binfokomsumut.go.id/open.php?=391&db=artikel
-
38
Tabel 2.1
Kriteria Rumah Tangga Miskin Menurut Badan Pusat Statistik
No Variabel Kriteria Rumah Miskin
1 Luas lantai bangunan tempat tinggal
Kurang dari 8 meter per orang
2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal
Bambu/kayu bekualitas rendah atau kayu murahan
3 Jenis dinding tempat tinggal Bambu/rumbiah, kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diplester
4 Fasilitas tempat buang air besar Tidak memiliki WC sendiri atau WC umum digunakan secara bersama-sama
5 Sumber penerangan rumah tangga Tidak menggunakan listrik
6 Sumber air minum Air sungai, air hujan
7 Bahan bakar untuk memasal sehari-hari
Kayu bakar, arang, minyak tanah
8 Konsumsi daging/susu ayam perminggu
Satu kali dalam satu minggu
9 Pembelian baju baru untuk setiap ART dalam setahun
Satu kali dalam satu tahun
10 Makanan untuk sehari dalam setiap ART
Satu atau dua kali dalam satu hari
11 Kemampuan untuk membayar ke puskesmas/poliklinik
Tidak mampu menanggulangi sendiri biaya berobat ke dokter, klinik atau puskesmas
12 Sumber penghasilan kepala rumah tangga
Petani dengan luas lahan 0,5 ha buruh tani perkebunan atau pekerja lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000/bulan
13 Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga keluarga
Tidak sekolah, tidak tamat SD, hanya tamat SD
14 Kepemilikan aset tabungan Tidak mempunyai tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000, seperti sepeda motor
Universitas Sumatera Utara
-
39
2.3.2 Organisasi Pelaksanaan Penyaluran Dana BLT
Pelaksanaan program BLT adalah Departemen Sosial selaku Kuasa
Penggunaan Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan
Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Program Bantuan
Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. Penyaluran BLT kepada Rumah Tangga
Sasaran merupakan suatu bentuk kerja sama yang didasarkan pada fungsi dan tugas
pokok masing-masing, sehingga lembaga bertanggung jawab terhadap kelancaran
bidang tugas masing-masing. Bentuk kerja sama ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran atau
kelompok sasaran sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.
Untuk meningkatkan sinergi pelayanan yang maksimal, maka masing-masing
lembaga saling berkoordinasi dan dalam program BLT difasilitasi penyediaan Unit
Pelaksanaan Program BLT. Tugas pokok dan tanggung jawab dari masing-masing
instansi dapat dilihat dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang
pelaksanaan program BLT untuk Rumah Tangga Sasaran yang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Departemen Sosial
Departemen sosial memiliki kewajiban untuk menyiapkan dana
berdasarkan daftar nominatif dan menyampaikan Surat Perintah kepada
Pos Indonesia untuk membayar dana BLT untuk Rumah TAngga Sasaran.
Setelah itu kerja sama dengan PT Pos Indonesia (Persero) Tbk untuk
menyalurkan dana tersebut sesuai dengan daftar nominatif penerima BLT
yang disampaikan oleh Pusat Biro Statistik (BPS). Untuk kejelasan
bagaimana proses penyalurannya, Departemen sosial berkewajiban untuk
membuat dan menyusun petunjuk teknis penyaluran BLT bersama dengan
Universitas Sumatera Utara
-
40
Bappenas, Menko Kesra, Depdagri, BPS, PT. Pos Indonesia (Persero) dan
PT. BRI (Persero) Tbk. Sebagai penanggungjawab kepada pemerintah,
Departeman Sosial berkewajiban membuat laporan pelaksanaan kepada
Presiden RI tentang Pelaksanaan Penyaluran dana BLT kepada Presiden
RI.
2. Kewajiban PT Pos Indonesia (Persero)
Adapun kewajiban dari PT. Pos Indonesia untuk program BLT dalam
rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak adalah
penyimpanan rekening giro utama di Bank Cabang Indonesia Veteran.
Berdasarkan anggaran dari Departemen Sosial yang akan disalurkan
kepada rekening Giro. Kantor Pos mencetak dan menyalurkan Kartu
Kompensasi BBM (KKB) ke KRPK (Kantor Pos Pemerintah) seluruh
Indonesia berdasarkan daftar nominatif, selanjutnya KPRK menyalurkan
KKB kepada rumah tangga sasaran bekerjasama dengan aparat desa
setempat, TKSM (tenaga kesejahteraan sosial masyarakat) dan aparat
keamanan dan aparat keamanan bila diperlukan. Dalam hal ini PT. Pos
Indonesia juga harus melaporkan realissasi penyaluran KKB kepada
Departemen Sosial dan selanjutnya menyampaikan rencana penyaluran
Dana BLT.
3. Kewajiban Bank Rakyat Indonesia
Bank Rakyat Indonesia memiliki peran untuk menyiapkan dana BLT. PT
Pos Indonesia dan BRI juga membebaskan dana administrasi pembukaan
rekening dan membedakan atas kewajiban setoran pertama dalam
pembukuan giro di Kantor Cabang BRI Jakarta Veteran dan Kantor
Cabang BRI seluruh Indonesia. Demi kelancaran dalam proses
Universitas Sumatera Utara
-
41
penyaluran dan segala administrasi BLT, BRI memberikan kemudahan
kepada PT Pos Indonesia untuk untuk memindahbukukan dana dari
rekening Giro Kantor Pos seluruh Indonesia. Sebagai bentuk kewajiban
dan tanggung jawab, BRI juga menyampaikan laporan keuangan mutasi
rekening Giro utama dari Giro kantor Pos melalui layanan tunai
manajemen BRI.
4. Kewajiban Badan Pusat Statistik
Lembaga ini memiliki peranan dan kewajiban untuk menyediakan data
rumah tangga sasaran penerima BLT yang dikategorikan rumah tangga
sangat miskin, dan rumah tangga miskin. Untuk menyediakan data
tersebut dilakukan data terakhir (up dating) di lapangan, verivikasi dan
evaluasi Rumah Tangga Sasaran oleh petugas. BPS juga memiliki
kewajiban untuk membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai
dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.
5. Kewajiban Dinas Sosial/Instansi Pemerintah Provinsi
Pada tataran dinas /Instansi sosial Provinsi untuk proses program BLT
tersebut, berkewajiban mengelola unit pelaksanaan BLT pada tingkat
provinsi dan struktur pelaksanaannya, ketua Pengelola Unit Pelaksana
Program (UUP) BLT adalah kepala dinas sosial, yang bertugas secara
intensif selama pelaksanaan program BLT. Melakukan pembinaan,
supervisor dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT termasuk unit
pelaksanaan program BLT di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Juga
mengkoordinasikan dinas/instansi sosial kabupaten/kota dalam
pelaksanaan pendampingan terhadap kantor pos pada saat pembagian
BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
-
42
6. Kewajiban Dinas/Instansi Kabupaten Kota
Pada tingkat jajaran dinas atau instansi sosial Kabupaten/Kota, pada
proses penyaluran BLT memiliki peran dan kewajiban untuk mengelola
unit pelaksanaan program BLT dan sebagai jabatan yang menduduk i
struktur organisasi pengelola penyaluran BLT, sebagai ketua pengelola
UUP BLT adalah kepala dinas /instansi social, sekretaris dan anggota
ditetapkan pejabat di lingkungan dinas social yang bertugas secara
intensif selama proses pelaksanaan program bantuan langsung tunai.
7. Kewajiban Kecamatan (Camat) :
1. Mengelola UUP BLT pada tingkat kecamatan.
2. Memantau mitra kerja pada tingkat kecamatan/desa/kelurahan yang
akan terlibat secara efektif dalam pendistribusian kartu BLT dan
penyaluran dana BLT serta pengendalian dan pengamanan di
lapangan.
3. Menyelenggarakan pelaksanaan pertemuan koordinasi dengan seluruh
mitra pada tingkat kecamatan.
4. Menginformasikan program BLT kepada RTS dan mendukung
sosialisasi kepada masyarakat umum.
5. Memantau petugas pos pada saat distribusi kartu BLT untuk sampai
pada sasaran yaitu RTS.
6. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat
pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan
tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
-
43
7. Memantau penyelesaian masalah oleh desa/kelurahan sesuai dengan
jenis pengaduan dan tingkat kewenangan melalui instansi terkait,
termasuk kepada dinas pada tingkat kecamatan.
8. Membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan
kewenangan yang dimiliki secara berjenjang kepada pihak terkait,
termasuk kepada dinas sosial kabupaten/kota.
8. Kewajiban Desa/Kelurahan
9. Memantau petugas pos pada pencairan atau penerimaan BLT dan
pendistribusian kartu kepada Rumah Tangga Sasaran
10. Bersama-sama dengan petugas Pos menentukan pengganti RTS yang
pindah/meninggal (tanpa ahli waris) atau tidak berhak, melalui
rembug desa/kelurahan yang dihadiri kepala desa/kelurahan, RT/RW
tempat tinggal RTS yang diganti, tokoh agama, tokoh masyarakat dan
Karang Taruna.
11. Melakukan pendampingan pada petugas pos pada saat pembagian
kartu BLT dan penyebaran BLT dengan melibatkan tenaga kerja
kesejahteraan sosial masyarakat.
12. Mengupayakan penyelesaian yang terjadi (antara lain pada saat
penetapan RTS, distribusi kartu dan penyaluran BLT) sesuai dengan
jenis dan tingkat kewenangan.
2.4 Kemiskinan
2.4.1 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena bermatra multidimensional.
Kemiskinan pada umumnya didefenisikan berdasarkan segi ekonomi, khususnya
Universitas Sumatera Utara
-
44
pendapatan, berupa uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-meterial
yang diterima seseorang. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di
bawah nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makan dan non makan, yang
disebut dengan garis kemiskinan (Poverty Line) atau batas kemiskinan (Poverty
Threshold) (BPS dan Depsos 2002, dalam Suharto, 2005).
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa
untuk dipunyai, seperti makanan, pakaian, tempat perlindungan, air minum dan hal-
hal yang berhubungan dengan kualitas hidup. Kemiskinan juga berarti tidak ada
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan kehormatan yang layak sebagai warga negara, sekaligus juga
memutus akses terhadap pemenuhan hak dasar atas pangan, kesehatan, pendidikan,
kesempatan kerja, perumahan, air bersih, pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, perlindungan atas tanah, rasa aman, serta kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam program pembangunan. Selain itu pemenuhan hak dasar
penduduk dimaksud juga erat kaitannya dengan pengembangan wilayah, yaitu untuk
percepatan pembangunan perdesaan, revitalisasi pembangunan perkotaan,
pengembangan kawasan pesisir serta percepatan pembangunan daerah tertinggal.
(http://www.menkokesra.co.id/view/163/118/pukul 20.17 tanggal 15 oktober 2009)
Ada tiga tipe orang miskin berdasarkan pada pendapatan yang diperoleh
setiap orang dalam setiap tahun, yaitu :
1. Miskin
Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras
adalah 320 kg/orang/tahun.
2. Sangat miskin
Universitas Sumatera Utara
http://www.menkokesra.co.id/view/163/118/pukul%2020.17
-
45
Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan
jika diwujudkan dalam beras adalah 240 kg/orang/tahun.
1. Termiskin
Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras
adalah 180 kg/orang/tahun (Sayogyo, dalam Suharto, 2006: 11).
2.4.2 Dimensi Kemiskinan
Kemiskinan memiliki beberapa cirri, yaitu:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang,
dan papan).
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada inventasi untuk pendidikan dan
keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya
alam.
6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidak mampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita
korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal,
dan terpencil) (Suharto, 2006: 14).
Universitas Sumatera Utara
-
46
Menurut David Cox, kemiskinan dapat dibagi ke dalam beberapa dimensi,
yaitu:
1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi
Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang adalah
negara yang maju, dan negara yang sedang berkembang jadi
terpinggirkan oleh persaingan pasar bebas yang merupakan pasar
globalisasi.
2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan
Kemiskinan substansi (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan),
kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam
proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan akibat hakekat
dan percepatan pertumbuhan perkotaan).
3. Kemiskinan sosial
Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak dan kelompok minoritas
4. Kemiskinan konsekuensional
Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor
eksternal
Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin itu adalah :
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri
2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi
dengan kekuatan sendiri
3. Tingkat pendidikan umumnya rendah
4. Banyak di antara mereka yang tidak mempunyai fasilitas
5. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan
atau pendidikan yang memadai
Universitas Sumatera Utara
-
47
6. Makan dus atau sehari sekali tetapi jarang makan telur atau makan daging
(makanan yang bergizi)
7. Tidak bisa berobat karena sakit
8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau
dipimpin kepala keluarga perempuan (Suyanto, 1995:25).
2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Adapun yang menjadi penyebab kemiskinan adalah :
1. Kemiskinan karena kolonialisme
Kemiskinan ini terjadi karena penjajahan yang dilakukan oleh suatu
bangsa lain, sehingga bangsa yang dijajah menjadi tertindas, baik di
bidang ekonomi, politik dan sebagainya.
2. Kemiskinan karena tradisi sosio-kultural
Hal ini berkaitan dengan suku bangsa tertentu yang kental
kebudayaannya, seperti suku kubu di Sumatera, suku Dayak di pedalaman
Kalimantan.
3. Miskin karena terisolir
Seorang menjadi miskin karena tempat tinggalnya jauh dari keramaian
sehingga sulit berkembang.
d. Miskin strutural
Adalah kemiskinan yang ditenggarai karena kondisi struktural atau
tatanan kehidupan yang menguntungan. Kemiskinan ini disebabkan juga
oleh persaingan yang tidak seimbang antar negara atau daerah yang
mempunyai keunggulan komparatif (Suyanto, 1995:23).
Universitas Sumatera Utara
-
48
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyebab kemiskinan
adalah :
1. Sikap dan pola pikir yang rendah dan malas untuk bekerja
2. Kurang keterampilan
3. Adanya diskriminasi antara orang kaya dengan orang miskin
4. Pendidikan yang rendah
5. Fakto alam/lahan sempit
6. Tidak dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia setempat
7. Populasi penduduk yang tinggi
8. Belenggu adat dan kebiasaan
2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program
Seperti kita ketahui bahwa salah satu tujuan nasional adalah memajukan
kesejahteraan umum. Disamping itu Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh 48egara. Kedua pernyataan ini merupakan
bukti keberadaan Indonesia sebagai 48egara kesejahteraan (welfare state). Dengan
demikian memenuhi kebutuhan hidup selain merupakan kewajiban masyarakat juga
merupakan haknya, dimana 48egara di dalamnya memiliki kewajiban untuk itu.
Program BLT adalah hak warga 48egara, khususnya RTS. Oleh karena itu,
jika negara telah menetapkan BLT sebagai kebijakan, maka wajib diterima oleh
warga negara yang berhak. Agar hak tersebut sampai kepada masyaratak sasaran,
maka pekerja sosial mestinya menjalankan peran sebagai berikut :
1. Edukator
Universitas Sumatera Utara
-
49
Dalam menjalankan peranan sebgai pendidik (educator),pekerja publik di
harapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik.
Pekerja publik harus mampu berbicara di depan publik untuk
menyampaikna informasi mengenai beberapa hal tertentu sesuai bidang
yang ditanganinya.
2. Broker
Seorang broker berperan dalam menghubungkan individu ataupun
kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun
layanan masyarakat (community service), tetapi tidak tahu dimana dan
bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat dikatakan
menjalankan peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang
satu (klien) dengan pihak pemilik sumber daya.
3. Social Planner
Seseorang perencanaan sosial mengumpulkan data mengenai masalah
sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan
menyajikan data alternatif tindkan yang rasional untuk menangani
masalah tersebut setelah itu perencana sosial mengembangkan program,
mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan
konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun
kepentingan.
4. Expert
Dalam kaitannya dengan peranan seorang community worker sebgai
tenaga ahli (expert), ia lebih banyak memberikan saran dan dukungan
informasinya dalam berbagai bidang. Seorang expert harus sadar bahwa
usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak atau harus mutlak
Universitas Sumatera Utara
-
50
dijalankan masyarakat tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan
masukan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun
organisasi dalam masyarakat tersebut.
5. Aktivis
Seorang aktivis adalah seorang community worker yang melakukan
perubahan institusional yang lebih mendasar dan sering kali tujuannya
adalah mengalihkan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada
kelompok yangn kurang mendapatkan keuntungan (disadvantage group),
dari yang kurang menguntungkan kurang berdaya menjadi lebih mampu
dan kemudian menjadi kelompok penekan negoisasi (Suharto, 2004: 26)..
2.6 Kerangka Pemikiran
Kenaikan harga bahan bakar minyak mengakibatkan kenaikan harga dari
berbagai barang dan jasa, termasuk berbagai kebutuhan pokok. Akibatnya terjadi
penurunan daya beli masyarakat, yang sekaligus mengakibatkan penurunan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini
mengakibatkan peningkatan jumlah masyarakat miskin.
Salah satu kebijakan sosial yang ditetapkan dan diberlakukan pemerintah
adalah Pemberian BLT. Dalam rangka implementasi kebijakan sosial tersebut,
Pemerintah telah menetapkan mekanisme pelaksanaan, termasuk di dalamnya syarat-
syarat bagi penerima.
Dalam berbagai media sering diberitakan tentang polemik di antara berbagai
pihak atas kebijakan Pemberian BLT.. Selain itu, tidak jarang diberitakan tentang
protes masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil atas implementasi kebijakan
itu.
Universitas Sumatera Utara
-
51
Sementara polemik atas kebijakan tersebut di antaranya berkenaan dengan
efektivitas program Pemberian BLT. dalam meningkatkan sosial ekonomi dan
pemecahan masalah kemiskinan. Ada pihak yang berpendapat bahwa kebijakan
Pemberian BLT. tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sosial
ekonomi dan ada pula pendapat yang sebaliknya sebaliknya.
Selanjutnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini disketsakan dalam
bentuk bagan alir pikir berikut ini :
Gambar 1
Bagan Alir Pikir
Universitas Sumatera Utara
-
52
Kenaikan Harga
Barang/ Jasa
Daya Beli Masya-
rakat Turun
Masya- rakat
Miskin Bertam-
bah
Pemberian Bantuan Langsung Tunai
1. Luas lantai bangunan < 8 Meter/orang
2. Jenis lantai bangunan dari kayu kualitas rendah
3. Dinding kayu, tembok tanpa plester
4. Tidak memiliki fasilitas kukus
5. Tidak menggunakan listrik 6. Sumber air minum non PAM 7. Memasak kayu bakar, arang,
minyak tanah 8. Konsumsi daging 1
kali/minggu 9. Beli baju baru 1 kali 1 /
tahun 10.Makan 1-2 kali perhari
11.Tidak mampu membayar biaya berobat di Puskesmas
12.Pendapatan
-
53
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Oprasional
2.7.1 Defenisi Konsep
Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar
generalisasi sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu
tertentu (Singarimbun, 1987 : 34).
Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan
istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan
persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat menghamburkan tujuan
penelitian, maka disusun defenisi konsep sebagai berikut :
1. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan member nilai secara objektif
pencapaian hasil yang direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut
dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang dilakukan di depan.
2. Program adalah suatu cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan
adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih
mudah untuk dioprasionalkan.
3. BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan Pemerintah
yang tujuann utaman yaitu untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin,
karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
2.8.2 Defenisi Oprasional
Defenisi oprasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
caranya mengukur suatu variable (Singarimbun, 1987 : 46). Dalam hal ini maka
harus ditentukan terlebih dahulu variabel penelitian. Penelitian ini mengkaji satu
variabel, yaitu pelaksanaan program BLT. Untuk lebih memudahkan penulis
Universitas Sumatera Utara
-
54
melakukan penelitian tentang variabel penelitian, maka penulis melakukan
penjabaran atau perincian lebih lanjut tentang pelaksanaan program BLT sesuai
dengan Buku Pedoman Pelaksanaan Program BLT, yaitu:
rinci., maka yang menjadi indikator sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah :
1. Sosialisasi program BLT, dengan ukuran :
a. Pelaksanaan peran pemerintah kelurahan/kecamatan sebagai sumber
pertama program BLT.
b. Pemahaman RTS tentang program BLT
2. Penerapan syarat menjadi RTS atau penerima BLT, meliputi :
1. Luas lantai bangunan < 8 Meter/orang
2. Jenis lantai bangunan dari tanah, bamboo, kayu kualitas rendah
3. Dinding kayu, tembok tanpa plester
4. Tidak memiliki fasilitas kakus sendiri
5. Tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan
6. Sumber air minum non PAM
7. Memasak dengan menggunakan kayu bakar, arang, minyak tanah
8. Konsumsi daging maksimum 1 kali perminggu
9. Beli baju baru maksimum 1 kali 1 pertahun
10. Makan 1-2 kali perhari
11. Tidak mampu membayar biaya berobat di Puskesmas/klinik
12. Pendapatan < Rp.600.000/bulan
m. Pendidikan kepala rumah tangga maksimum SD
n. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai
minimal Rp. 500.000,-
3. Pencairan dana, meliputi :
Universitas Sumatera Utara
-
55
a. Ketepatan waktu
b. Jumlah dana yang diterima utuh
Universitas Sumatera Utara