bab ii tinjauan pustaka 2.1 jumantik -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jumantik
2.1.1 Pengertian Jumantik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) mendefinisikan jumantik
merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk
melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta
menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD.
Menurut Ditjen PP&PL RI (2005) kader jumantik merupakan kelompok kerja yang
dibentuk untuk pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
2.1.2 Peranan Jumantik
Dinkes Kota Denpasar (2013) menyebutkan peranan jumantik dalam
penanggulangan demam berdarah adalah mengajak masyarakat di sekitar tempat
tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) dan selalu melakukan
gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah, mengadakan
pemeriksaan jentik berkala di lingkungan dan melakukan pencatatan pada form
pemantauan serta Kartu Rumah yang tergantung di depan masing-masing rumah
warga, memberikan pertolongan pertama dan menasehati keluarga untuk membawa ke
puskesmas atau rumah sakit bila muncul gejala lanjut saat menemukan warga dengan
gejala DBD, dan jumantik ikut melaksankan penyelidikan bila menemukan warga
yang positif menderita DBD.
7
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) menurut Prawirosentono dalam Sugianto (2011)
merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang maupun kelompok dalam sebuah
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya
mencapai tujuan organisasi tersebut secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai
dengan moral maupun etika. Teori yang dikemukakan Robbins dalam Rai (2008)
mendefinisikan kinerja sebagai hasil evaluasi terhadap perkerjaan yang telah
dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Muljadi (2006) menjelaskan bahwa kinerja dapat diukur dengan cara sebagai
berikut.
1. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang telah direncanakan.
2. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
3. Membandingkan kinerja nyata dengan standar kinerja.
Menurut Mangkunegara (2009), pengukuran kinerja individu dilakukan melalui
beberapa dimensi kinerja antara lain.
1. Kuantitas diartikan sebagai seberapa lama seorang bekerja dalam satu hari.
Kuantitas dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap orang dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
2. Kualitas didefinisikan sebagai seberapa baik seseorang dalam mengerjakan
pekerjaanya. Kualitas dapat dilihat dari ketepatan atau kesesuaian dengan
prosedur atau aturan kerja.
8
3. Pelaksanaan tugas diartikan sebagai seberapa jauh seseorang mampu
melaksanakan pekerjaannya dengan akurat atau tidak terdapat kesalahan.
4. Tanggung jawab terhadap pekerjaan didefinisikan sebagai kesadaran atas
kewajiban pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan.
2.2.3 Pengukuran Kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Kinerja jumantik dalam penanggulangan DBD dapat diukur dari nilai ABJ yang
diharapkan memenuhi target nasional yaitu lebih dari 95% (Ditjen PP&PL RI,2005).
Target tersebut diperoleh dari rumus sebagai berikut.
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
ABJ = x 100 %
Jumlah rumah diperiksa
Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh jumantik untuk
dapat memenuhi standar tersebut menurut Dinkes Kota Denpasar tahun 2013 yaitu.
1. Melaksanakan kunjungan rumah dan tempat-tempat umum yang ada di wilayah
kerja sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh koordinator jumantik.
2. Memberikan penyuluhan perorangan dan melaksanakan pemantauan jentik di
rumah atau bangunan 30 rumah/hari/orang.
3. Penggerak dan pengawas masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN).
4. Membuat catatan atau laporan pemeriksaan jentik setiap hari kerja.
5. Memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat potensial
perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam PSN- DBD.
9
2.2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Notoatmodjo (2007) yang
mengemukakan bahwa, kinerja dipengaruhi oleh tiga variabel. Variabel yang pertama
adalah variabel individu yang meliputi kompetensi, latar belakang, dan demografis.
Dalam teori tersebut juga menyatakan bahwa kinerja dapat dipengaruhi oleh variabel
psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel
ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasi yang meliputi sumber
daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
VARIABEL
INDIVIDU
Kompetensi
Latar Belakang
Pengalaman
Demografi
PERILAKU
INDIVIDU
(apa yang
dikerjakan)
Kinerja
VARIABEL
PSIKOLOGI
Persepsi
Sikap
Kepribadian
Belajar
Motivasi
VARIABEL
ORGANISASI
Sumber Daya
Kepemimpinan
Imbalan
Struktur
Desain
Pekerjaan
Gambar 2.1 Bagan Skematis Teori Perilaku dan Kinerja
Gibson (1987) dalam Notoatmodjo (2007)
10
2.3 Kompetensi
2.3.1 Pengertian Kompetensi
Menurut teori yang dikemukakan oleh Miller, dkk dalam Hutapea (2008)
mendefinisikan kompetensi sebagai gambaran mengenai suatu hal yang harus
diketahui atau dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan
baik. Sedangkan menurut Emmyah (2009) menyatakan kompetensi merupakan suatu
kemampuan dalam melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang
dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang
dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga diartikan sebagai keterampilan dan
kemampuan dalam hubungannya dengan kinerja (Rahmawati, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012), kompetensi
merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja. Dalam penelitian yang
dilakukan (Safwan, dkk, 2014; Emmyah, 2009; Haskas, 2013) menyatakan bahwa
kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) terdapat korelasi yang signifikan antara
kompetensi dengan motivasi kerja.
2.3.2 Pengukuran Kompetensi
Menurut Purnadi dalam Naya (2009), kompetensi memiliki 5 karakteristik dasar
yang berpengaruh terhadap kinerja antara lain.
1. Motif merupakan niat dasar yang konstan dalam bertindak.
2. Pembawaan merupakan karakteristik fisik yang secara konsisten merespon
situasi atau informasi.
3. Konsep diri merupakan tingkah laku, nilai, dan citra diri.
11
4. Pengetahuan merupakan informasi yang dimliki oleh seseorang sesuai dengan
kemampuannya.
5. Keterampilan merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya
baik secara fisik atau mental.
Menurut Moeheriono (2009) menyebutkan terdapat 5 dimensi kompetensi yang
harus dimiliki oleh semua individu yaitu.
1. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills) merupakan
kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang berbeda dalam melaksanakan
suatu pekerjaan.
2. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills) merupakan
kemampuan dalam mengambil suatu tindakan dengan cepat dan tepat saat
muncul sebuah permasalahan dalam pekerjaan.
3. Keterampilan menjalankan tugas (Task-skills) merupakan kemampuan untuk
mengerjakan tugas-tugas rutin dan melaksanakan tugas sesuai dengan standar
di tempat kerja.
4. Keterampilan beradaptasi (Transfer skills) merupakan kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan kerja yang baru.
5. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills) merupakan
kemampuan untuk bekerjasama dan memelihara kenyamanan dalam lingkungan
kerja.
12
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi menurut teori yang dikemukakan oleh Robin dalam Brahmasari (2008)
merupakan sebuah keinginan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi yang
dikondisikan dengan kemampuan individu. Menurut teori yang di kemukakan oleh
Maslow dalam Notoatmodjo (2010), motivasi didasarkan pada kebutuhan manusia.
Kebutuhan tersebut dipaparkan dalam bentuk bertingkat-tingkat atau hierarki yang
sering disebut Hierarki Kebutuhan Malow.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) menunjukkan bahwa
motivasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Safwan, dkk, 2014; Sugianto, 2011; Wicaksono,
2014) juga menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
2.4.2 Pengukuran Motivasi
Dalam teori yang dikemukakan oleh Maslow dalam Notoatmodjo (2010),
menyebutkan bahwa motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor kebutuhan
diantaranya.
1. Kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan paling dasar bagi seseorang.
2. Kebutuhan akan adanya rasa aman yang tidak hanya keamanan fisik saja, tetapi
juga keamanan secara fsiologi misalnya bebas dari tekanan atau intimidasi dari
pihak lain.
3. Kebutuhan sosialisasi atau afiliasi dengan orang lain karena pada dasarnya
manusia merupakan makhluk sosial yang selalu ingin berkelompok dan
bersosialisasi dengan orang lain.
13
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) seperti yang misalnya penghargaan
dalam sebuah organisasi terhadap anggota atau karyawan atas prestasi kerja yang
dimiliki.
5. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang muncul setelah keempat
kebutuhan diatas terpenuhi dan merupakan kebutuhan terakhir dalam teori
hierarki Maslow. Aktualisasi diri didefinisikan sebagai bagian dari pertumbuhan
individu, yang akan terus menerus berlangsung sejalan dengan meningkatnya
jenjang karier seorang individu.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Notoatmodjo
(2010) mengembangkan teori motivasi “Dua Faktor” (Herzberg’s Two Factors
Motivation Theory). Dalam teori ini Herzberg mengemukakan bahwa terdapat dua
faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya yaitu
1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional merupakan
faktor yang menyangkut psikologis seseorang. Apabila kepuasan dicapai dalam
pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat motivasi bagi seseorang untuk
bekerja dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor
motivasional (kepuasan) mencakup antara lain.
a. Prestasi (achievement) diartikan sebagai keberhasilan yang diraih oleh
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
b. Penghargaan (recognation) merupukan apresiasi yang diberikan oleh
seorang pemimpin atas keberhasilan yang diraih oleh bawahannya.
c. Tanggung jawab (responsibility) diartikan sebagai kepercayaan yang
diberikan seorang pemimpin agar tanggung jawab tersebut benar menjadi
14
faktor motivasi bagi seseorang. Motivasi tersebut dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab terhadap pekerjaan.
d. Kesempatan untuk maju (posibility of growth) diartikan sebagai
pengembangan yang diberikan oleh seorang pemimpin agar bahawan
merasa termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan.
e. Pekerjaan itu sendiri (work) merupakan usaha yang dilakukan oleh seorang
pemimpin meyakinkan bawahannya akan pentingnya pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahan tersebut.
2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene yang
menyangkut faktor pemeliharaan atau maintenance. Hilangnya faktor ini akan
menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Faktor-faktor higienes yang
menyebabkan ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaan antara lain.
a. Kondisi kerja fisik (physical environment), apabila kondisi lingkungan yang
baik tercipta, maka prestasi yang lebih tinggi dapat tercipta.
b. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship), merupakan hubungan
yang tidak harmonis dapat mengganggu dalam pelaksanaan pekerjaan.
c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and administration
policy), merupakan kebijaksanaan yang dibuat dalam sebuah organisasi.
d. Pengawasan (supervision) merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan terhadap bawahan.
e. Gaji (salary) diartikan sebagai kompensasi yang diterima oleh seseorang
sesuai dengan jabatan.
f. Keamanan dan keselamatan kerja (job security) merupakan hal yang harus
diperhatikan untuk menigkatkan kualitas pekerjaan.
15
2.5 Kepemimpinan
2.5.1 Pengertian Kepemimpinan
Menurut teori yang dikemukakan oleh Fiedler dalam Muninjaya (2012)
menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan interpersonal yang
memberikan kekuasaan dan pengaruh lebih besar kepada salah satu pihak
dibandingkan dengan pihak lain. Besar kecilnya kekuasaan dan pengaruh yang
dimiliki seorang pemimpin dipengaruhi oleh kondisi diri dari pemimpinnya. Dalam
teori Yulk dalam Usman (2006) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership
merupakan suatu proses dalam mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai
tujuan organisasi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari (2008) menunjukkan bahwa
kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian yang dilakukan (Sari, 2013; Sugianto, 2011; Wicaksono, 2014) juga
menunjukkan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang
dilakukan Pengaribuan (2008) menunjukkan terdapat pengaruh antar kepemimpinan
terhadap motivasi kerja pegawai. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Rizqiah,dkk
(2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial gaya kepemimpinan
terhadap motivasi kerja karyawan.
2.5.2 Pengukuran Kepemimpinan
Menurut teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Paramita (2011), gaya
kepemimpinan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.
16
1. Charisma
Adanya karisma dalam diri seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi
bawahannya untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan keinginan pemimpin
tersebut.
2. Ideal influence (pengaruh ideal)
Pemimpin yang baik harus dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap
bawahannya.
3. Inspiration
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi
bagi bawahannya, agar bawahan tersebut memiliki inisiatif untuk dapat
berkembang.
4. Intellectual simulation
Kemampuan intelektual seorang pemimpin dapat menuntun bawahannya untuk
lebih maju dan berkembang.
5. Individualized consideration (perhatian individu)
Perhatian yang diberikan oleh seorang pemimpin akan mempengaruhi
bawahannya dalam mermberikan loyalita tinggi terhadap pimpinan tersebut.
Adapun indikator dalam menilai kepemimpinan menurut Warrick dalam
Setyawati (2014) yaitu.
1. Memperhatikan kebutuhan bawahan, dikaitkan dengan kebutuhan bawahan
dalam melakukan pekerjaan.
2. Menciptakan suasana saling percaya, merupakan hal yang harus diperhatikan
oleh seorang pemimpin yaitu memberikan kepercayan terhadap bawahan.
17
3. Simpati terhadap bawahan dan menumbuhkan peran serta bawahan dalam
pembuatan keputusan.
2.6 Metode Model Persamaan Struktural
2.6.1 Pengertian Model Persamaan Struktural
Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modeling (SEM) adalah
metode analisis multivariat generasi ke II, yang merupakan penggabungan dari dua
metode analisis yaitu antara analisis faktor dan model persamaan stimulan. Dalam
penelitian bidang kesehatan, model persamaan struktural banyak digunakan dalam uji
validitas dan reabilitas konstruk, analisis jalur, dan analisis model persamaan
struktural (Widarsa, 2015). Menurut Santoso (2007) mendeskripsikan SEM sebagai
suatu teknik statistik multivariat yang merupakan penggabungan antara analisis faktor
dan analisis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar
variabel yang ada pada sebuah model, baik antar indikator dengan konstraknya
maupun hubungan antar konstrak.
2.6.2 Konsep Model Persamaan Struktural
Menurut Widarsa (2015), variabel dalam konsep analisis SEM dibedakan
menjadi variabel laten (konstrak), variabel observed (indikator atau manifest), variable
endogen, dan variabel eksogen. Berikut adalah penjelasan dari variabel-variabel
tersebut.
1. Variabel Konstruk dan Variabel Indikator
Variabel konstruk atau variabel latent merupakan variabel yang ingin dilihat
hubungannya. Namun, variabel tersebut tidak dapat diukur secara langsung
18
sehingga diperlukan indikator- indikator. Variabel konstrak atau variabel laten
dalam persamaan struktural digambarkan dengan sebuah elip.
2. Variabel indikator yang disebut juga obeserved variable atau variabel manifest
merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan diguankan untuk
mengukur suatu konstrak. Dalam persamaan struktural, variabel indikator
digambarkan dengan kotak segi empat.
3. Variabel Endogen dan Variabel Eksogen
Dalam analisis SEM, variabel laten dibedakan menjadi variabel endogen dan
eksogen. Variabel endogen diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain. Variabel laten juga disebut variabel tergantung atau variabel
antara. Variabel eksogen atau disebut juga variabel bebas merupakan variabel
yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain.
4. Kesalahan Pengukuran
Kesalahan pengukuran atau measurement error hampir dapat dipastikan akan
terjadi pada setiap pengukuran. Oleh karena itu, pada model SEM, semua
variabel indikator diasumsikan memiliki kesalahan pengukuran. Kesalahan
pengukuran dalam analisis SEM dilambangkan dengan delta (δ).
5. Kesalahan Struktural
Kesalahan struktural atau structural error didefinisikan sebagai kesalahan yang
disebabkan oleh karena variasi dari variabel endogen tidak seluruhnya dapat
dijelaskan oleh variabel eksogen. Semua variabel endogen diasumsikan
mempunyai keslahan struktural. Kesalahan struktural dilambangkan dengan
epsilon (ε).
19
2.6.3 Langkah Membuat Model Struktural Equation Modelling (SEM)
Adapun langkah-langkah dalam membuat model SEM yaitu sebagai berikut :
Langkah 1 : Tahap Konseptualisasi Model
Dalam konseptualisasi model harus didasarkan atau mengacu kepada teori yang terkini
dan relevan. Konseptualisasi model ini harus menjelaskan hubungan antara variabel
laten dan juga merefleksikan pengukuran variabel latent melalui beberapa variabel
indikator yang dapat diukur secara langsung. Variabel latent merupakan variabel yang
tidak dapat diukur secara langsung, sehingga diperlukan indikator dalam
pengukurannya.
Langkah 2 : Penyusunan Diagram Jalur dan Spesifikasi Model
Setelah konseptualisasi model, dari konsep tersebut dibuat diagram jalur hubungan
antar variabel penelitian. Selanjutnya memberikan nama yang unik kepada semua
variabel laten, indikator, dan error. Kemudian menentukan jumlah dan sifat parameter
yang diestimasi seperti error, loading factor, pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen, dan pengaruh variabel endogen terhadap variabel eksogen lainnya.
2.6.4 Menentukan Derajat Bebas (Identify Model)
Identifikasi model ditujukan untuk menentukan apakah model yang akan dibuat
teridentifikasi atau tidak. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat degress
of freedom (derajat kebebasan). Degress of freedom pada analisis SEM dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut.
(p + q ) (p+ q + 1)
db =
2
20
Keterangan :
db = derajat kebebasan
p = jumlah variabel indkator dari variabel endogen
q = jumlah variabel indikator dari variabel eksogen
Terdapat tiga kemungkinan hasil identifikasi, yaitu sebagai berikut.
1. Model under identified, dimana db < 0. Bila model tidak teridentifikasi, maka
model tersebut tidak dapat mengestimasi parameter model.
2. Model just identified, bila db = 0 dan disebuat saturated model. Bila model yang
dibuat merupakan model saturated, maka penilaian dan pengujian dari model
tidak perlu dilakukan.
3. Model over identified, bila db > 0. Bila model over identified, maka penilaian
dan pengujian model dapat dilakukan.
2.6.5 Dasar Penilaian dan Estimasi Model
2.6.5.1 Penilaian Model
Penilaian model ditujukan untuk menentukan apakah model tersebut fit dengan
data. Penilaian model dilakukan dengan Uji Goodness of Fit (Goodness of Fit Test) .
Terdapat beberapa jenis Uji Goodness of Fit yang umum dipakai pada analisis SEM
yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics
No. Statistiks Kriterian ‘Fit’
1. Chi-square P > 0,05
2. RMSEA (Root Mean Square Error Approximation) < 0,08
3. GFI (Goodness of Fit Index) > 0,90
4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) > 0,90
5. PGFI (Parsimonimus > 0,90
6. NFI (Normed Fit Index) > 0,90
21
7. PNFI (parsimonimus Adjusted Normed Goodness of
Fit Index)
> 0,90
8. CFI (Comparative Fit Index) > 0,90
9. IFI (Incremental Fit Index) > 0,90
10. RFI (Relative Fit Index) > 0,90
2.6.5.2 Estimasi Model Pengukuran
Kualitas instrumen dapat diukur dengan validitas dan reliabilitas data. Validitas
dari masing-masing item pada konstrak ditentukan dengan melihat nilai loading factor
pada Standardized Regression Weight. Bila nilai loading factor dari masing-masing
item ≥ 0,5 maka dinyatakan vaild. Reliabilitas dari model pengukuran ditentukan
dengan melihat nilai covarrian error. Bila covarrian error dari masing-masing item <
0,5 maka item atau indikator pada model pengukuran sudah reliabel.
2.6.6 Uji Asumsi dan Persyaratan
Adapun uji asumsi dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam model SEM yaitu
sebagai berikut.
1. Ukuran Sampel
Rumus sampel untuk analsis yang menggunakan model SEM belum ada. Ukuran
besar sampel minimal yang disarankan untuk analisis SEM adalah 5 sampai 10
sampel untuk setiap parameter yang akan diestimasi.
2. Normalitas Data
Semua item data yang akan dianalisis SEM harus berdistribusi normal.
Normalitas dapat dilihat dari nilai p pada kemencengan (skewness) dan
keruncingan atau kurtosis distribusi. Apabila nilai p > 0,05 maka data tersebut
disebut berdistribusi normal.
22
3. Outlier
Outlier ditentukan berdasarkan metode Mahalobis. Adanya data outlier dapat
menyebabkan distribusi data menjadi tidak normal. Apabila terdapat data yang
outlier, maka data tersebut dihilangkan dan tidak diikutkan dalam analasis.
Apabila setelah data outlier dihilangkan, model belum juga fit, maka dilakukan
modifikasi model dengan menghubungkan variabel yang memiliki nilai covarian
antar variabel yang tinggi sehingga model menjadi fit.
4. Multikolinieritas
Tidak boleh terdapat multikolinieritas antar variabel eksogen. Dua variabel
eksogen dinyatakan memiliki hubungan kuat (multikolinier) bila kedua variabel
tersebut memiliki korelasi yang kuat (r ≥ 0,7). Bila hal ini terjadi, sebaiknya
salah satu variabel tersebut dikeluarkan dari model atau variabel-variabel yang
membentuk multikolinieritas tersebut digabungkan menjadi satu ‘composit
variable’.