bab ii tinjauan pustaka 2.1. kajian pustaka 2.1.1...

61
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1.Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan studi dan analisis terhadap penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan tema dan topik yang sama, yaitu peran Ombudsman dengan good governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis saat ini. Penelitian yang berkaitan dengan Ombudsman dan good governance telah banyak dilakukan, tetapi penelitian-penelitian sebelumnya memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian sebelumnya yang dianalisis oleh penulis dideskripsikan dibawah ini: Penelitian mengenai peran Ombudsman dalam mendorong atau mewujudkan good governance pernah dilakukan oleh Agus Widjayanto Nugroho, tahun 2004 dengan judul: Peran Lembaga Ombudsman Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Mewujudkan Good Governance. Dalam tulisan ini, Widjayanto melakukan penelitian terhadap good governance di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia pada tahun 2004, penelitiannya bersifat deskriptif dengan berfokus pada persoalan kondisi bangsa Indonesia dimana saat itu menguatnya gejala public distrust. Muncul indikator partisipasi masyarakat yang tidak optimal (angka golput sekitar 30-40 % dari jumlah pemilih) dalam memilih beberapa aparatur pemerintah (birokrasi) idealnya dalam menjalankan tugas menjadi pelayan masyarakat.

Upload: phambao

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1.Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan studi dan analisis

terhadap penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti

dengan tema dan topik yang sama, yaitu peran Ombudsman dengan good

governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis saat ini.

Penelitian yang berkaitan dengan Ombudsman dan good governance telah banyak

dilakukan, tetapi penelitian-penelitian sebelumnya memiliki perbedaan dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian sebelumnya

yang dianalisis oleh penulis dideskripsikan dibawah ini:

Penelitian mengenai peran Ombudsman dalam mendorong atau

mewujudkan good governance pernah dilakukan oleh Agus Widjayanto Nugroho,

tahun 2004 dengan judul: Peran Lembaga Ombudsman Daerah Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Dalam Mewujudkan Good Governance. Dalam tulisan ini,

Widjayanto melakukan penelitian terhadap good governance di Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Indonesia pada tahun 2004, penelitiannya bersifat deskriptif

dengan berfokus pada persoalan kondisi bangsa Indonesia dimana saat itu

menguatnya gejala public distrust. Muncul indikator partisipasi masyarakat yang

tidak optimal (angka golput sekitar 30-40 % dari jumlah pemilih) dalam memilih

beberapa aparatur pemerintah (birokrasi) idealnya dalam menjalankan tugas

menjadi pelayan masyarakat.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Widjayanto, mengemukakan di Indonesia saat itu sebagian besar

masyarakat beranggapan yang bukan rahasia lagi bahwa apabila berurusan dengan

birokrasi pasti merepotkan, berbelit belit, dan terkadang mengeluarkan biaya

ekstra, belum lagi praktik kolusi, korupsi dan nepotisme di tubuh pemerintahan

yang setiap hari menjadi pokok bahasan wajib di media massa.

Atas gejala public distrust tersebut, Good governance muncul di Indonesia

di era reformasi, karena tuntutan terhadap tidak berfungsi dengan baiknya

lembaga negara pengawasan lainnya, serta tersumbatnya saluran partisipasi

masyarakat dalam memberikan kontrol sosial terhadap pemerintah. Akibatnya

para pejabat publik di Indonesia saat itu sebagai pelayan masyarakat banyak

melakukan tindakan koruptif, terhadap uang hasil pembayaran pajak oleh

masyarakat terhadap negara.

Tulisan Widjyanto, lebih menekankan kepada eksplorasi pemerintah

dalam berusaha untuk mewujudkan good governance di Indonesia dengan cara

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional yang berpihak pada masyarakat, sektor

swasta dan pemerintah daerah.

Fokus penelitian Widjayanto lebih mengkaji pada Peran Lembaga

Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diharapkan

dapat mampu memberikan solusi bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan

di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa

Yogyakarta juga dirancang sebagai lembaga publik yang dapat memberi akses

dan kontrol masyarakat dalam partisipasi pengawasan kinerja pelayanan publik

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

dan/atau dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan

persoalan dengan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan

Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi DIY adalah sebagai wujud partisipasi

masyarakat dalam proses penyelenggaran pemerintahan yang baik, terutama

memberikan pengawasan kepada aparatur pemerintah untuk menjamin pemberian

pelayanan sebaik-baiknya dan juga perlindungan terhadap hak-hak setiap anggota

masyarakat.

Dalam tulisan Widjayanto, hanya mengkaji tentang peran fungsi, tugas

dan wewenang Lembaga Ombudsman Daerah Yogyakarta (ODY), dalam

mengawasi pemerintah dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat,

tanpa memberikan analisis yang mendalam mengenai upaya Ombudsman Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta seperti apa dalam mewujudkan good governance di

Propinsi Yogyakarta, di era reformasi saat itu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan proses

perumusan peran Ombudsman dalam mewujudkan good governance di Daerah

Istimewa Yogyakarta yang jelas, terutama dalam tindakan pemberantasan dan

pencegahan atas kasus-kasus konkrit mal-administrasi dalam pelayanan publik

untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Penelitian terdahulu yang penulis pelajari selanjutnya berjudul

Governance, Good Governance and Global Governance: Conceptual and

Actual Chalenges yang di tulis olehThomas G. Weiss, dan diterbitkan pada Jurnal

Third World Quartely Vo.21 No. 5 Oktober 2000 ini membahas tentang

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

governance sebagai konsep baru yang menarik namun ternyata telah dikenal

sepanjang sejarah manusia. Tulisan ini lebih berfokus kepada perdebatan

intelektual yang terjadi pada tahun 1980 dan 1990-an, terutama setelah istilah

governance menyebar luas seiring dengan pengiatan pembangunan dan menjadi

istilah populer dalam kamus kebijakan publik. Dimana banyak akademisi dan

praktik internasional menginterpretasikan governance dalam konotasi

sekumpulan struktur dan proses baik secara privat maupun publik. Sementara

penulis lain kebanyakan mengunakan istilah ini sebagai sinonim dari goverment.

Dimana istilah governance kemudian secara umum merujuk pada mereformasi

pemerintahan di suatu negara serta memperbaiki sistem administrasi publik

pemerintahan secara nasional.

Tulisan ini melihat secara mendalam proposisi terhadap dampak dari baik

buruknya implementasi governance di suatu negara. Konsep governance ini

melihat peran dari kebijakan dan naskah akademik, Jhon Mayer Keyness tahun

1936 menulis mengenai ide ekonomi dan filosofi politik keduanya kadang bisa

salah bisa benar, hal tersebut lebih banyak diperbincangkan dibandingkan

kesepahaman mengenai kedua ide tersebut.

Tulisan ini mencari fakta bahwa ide baik dalam ekonomi maupun bidang

lainnya telah diabaikan oleh para penstudi hubungan internasional. Dalam

menganalisa munculnya governance, good governance dan global governance

tidak dapat dilepaskan dari peran Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam

prosesnya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Analisa hasil tulisan secara lansung melihat peran yang dilakukan oleh

lembaga internasional dalam mendorong good governance di suatu negara. Selain

itu kajian yang dilakukan terlalu luas yaitu pada tataran ide dan konsep serta

seluruh lembaga internasional yang berperan dalam mempromosikan governance,

good governance dan global governance seperti World Bank, UNDP, OECD,

IMF dan lain-lain.

Penelitian terdahulu yang dipelajari penulis kemudian berjudul: Peran

Ombudsman Dalam Mewujudkan Good Governance Di Indonesia, di tulis oleh

Antonius Sujata, (Mantan Ketua Ombudsman Nasional Republik Indonesia

periode 2005-2008), dalam bentuk buku kompilasi, editor C. F. G Sunaryati

Hartono, diterbitkan oleh Komisi Ombudsman Nasional Indonesia tahun 2005.

Dalam tulisan ini, Antonius Sujata, lebih menkaji pada kredibilitas aparat

negara/pemerintahan di Indonesia pada era reformasi dewasa ini, dimana

pemerintah dinilai tidak lagi dipercaya oleh masyarakat, karena perbuatan korupsi,

kolusi dan nepotisme. Dampaknya pelayanan umum di Indonesia menjadi barang

langkah, mahal dan susah di akses masyarakat luas. Artinya penyelenggaraan

pelayanan publik di Indonesia belum terselenggaranya dengan baik sesuai dengan

prinsip-prinsip good governance, yang membawah kerugian baik secara materil

maupun immateril kepada masyarakat.

Sujata, mengemukakan kondisi reformasi yang bergulir di Indonesia

dewasa ini, cukup banyak komisi pengawasan bermunculan, tetapi tidak

memperdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol terhdapa jalannya

penyelenggaraan pemerintahan. Dampaknya banyak yang disorot di Indonesia

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

saat ini adalah pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan sorotan demikian,

maka kinerja Ombudsman lebih berfokus pada tujuan pertama yaitu pemerintahan

yang baik, maka pembentukan Ombudsman Nasional Indonesia dilatarbelakangi

landasan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat, memperoleh pelayanan

yang sama adil oleh penyelenggara negara, melakukan pengawasan terhadap

penyimpangan juga untuk mencegah penyimpangan pemerintahan.

Menurut Sujata, dalam mewujudkan pemerintahan yang baik di Indonesia,

Ombudsman Nasional berperan aktif dalam melakukan tugas pengawasan

terhadap pelayanan publik, pemberantasan dan pencegahan KKN di Indonesia.

Ombudsman Republik Indonesia telah dilandasi dengan UU No 37 Tahun 2008

tentang Ombudsman Republik Indonesia, bahkan diperkuat dengan UU No 25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ombudsman Nasional Indonesia

diperlukan untuk menghadapi penyalahgunaan kewenangan oleh aparatur

pemerintah dan sekaligus membantu aparatur negara melaksanakan

penyelenggaraan negara secara efisien dan adil.

Hasil analisa dalam tulisan Sujata, lebih berfokus pada Peran Komisi

Ombudsman Nasional Indonesia melalui tugas dan kewenangannya untuk

menyelesaikan kasus-kasus penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi

yang dilaporkan masyarakat. Untuk proses penanganan dan penyelesaiannya

Ombudsman melakukan tindakan penuntutan investigasi dan monitoring mal-

administrasi pemerintahan, juga melakakukan tindakan mediasi dan konsiliasi

terhadap kasus-kasus mal-administrasi, melakukan pelatihan-pelatihan

pencegahan mal-administrasi. Hasil kajian Sujata, menunjukan bahwa peran,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

fungsi dan tugas Lembaga Nasional Ombudsman Republik Indonesia, ditujukan

untuk mengawasi pelayanan publik di Indonesia, hampir mirip dengan

Ombudsman Timor Leste, namun dalam praktik berbeda dengan Ombudsman

Timor Leste, karena Ombudsman Timor Leste diberi kekuatan untuk melindungi

hak asasi manusia dan penegakkan pemerintahan yang baik di Timor Leste.

2.2. Kerangka Konseptual

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep

yang berfungsi sebagai acuan untuk melakukan analisis terhadap fenomena yang

sedang diteliti. Beberapa konsep yang digunakan demikian yaitu:

2.2.2.1 Good Governance

2.2.2.1. Konsep Governance

Lahirnya konsep governance dipecuh oleh krisis Afrika pada tahun 1989

hingga 1990-an. Krisis Afrika, Bank Dunia menilai sebagai kegagalan

pembangunan akibat pemerintahan yang buruk atau kemiskinaan pemerintahan

bad governance atau poor governance. (World Bank, 2002: 40). Berkaitan dengan

kegagalan konsep institutional capacity building serta bantuan pembangunan yang

lainnya di Negara-Negara Sub Sahara: Afrika Selatan dan Afrika Barat, 1989,

maka baru pada tahun 1990-an konsep ini mengalami revitalisasi menjadi rubrik

Governance for development, yaitu untuk mendorong reformasi ekonomi dan

demokratisasi politik yang diarahkan pada pemerintahan yang baik.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Atas rubrik tersebut, Bank Dunia mempopulerkan istilah Governance pertama kali

melaui publikasi hasil penelitiannya yang di terbitkan tahun 1992 berjudul

governance and development, (Sedermayanti, 2007: 3). Yang secara rasional

konsep governance dimunculkan untuk menguat karakter pemerintah di negara -

negara penerima bantuan (recipient) untuk melakukan reformasi

pemerintahan dan sektor publik bagi penghapusan korupsi dan

mempraktikan pemerintahan yang baik.

Konsep kepemerintahan ( governance) merupakan isu sentral yang paling

mengemuka dalam pengelolaan administrasi umum pemerintahan dewasa ini.

Menurut Sedarmayanti, hal ini dikarenakan adanya tuntutan gencar yang

dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan

pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat

pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi.

Melalui hasil penelitian Bank Dunia, memberikan pengaruh yang kuat dalam

kehidupan global sehingga memunculkan pemikiran baru yang mengarah pada

perubahan paradigma dalam pola penyelenggaraan pemerintahan, yaitu dari

paradigma konvensional/tradisional menjadi paradigma baru dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah

dengan swasta dan masyarakat.

Perubahan tersebut lebih dikenal dengan pergeseran paradigma dari

pemerintah (government) menjadi tata pemerintahan (governence) sebagai wujud

dari interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

menghadapi berbagai permasalahan kontemporer yang demikian kompleks,

dinamis serta beraneka ragam.

Seiring dengan perubahan paradigma government ke governance, muncul

gerakan baru yang dinamakan” gerakan masyarakat sipil”. Inti dari gerakan ini

adalah bagaimana membuat masyarakat lebih mampu dan mandiri untuk

memenuhi sebagian kepentingannya sendiri. Konsekuensi logis dari

berkembangannya masyarakat sipil adalah semakin rampingnya bangunan

birokrasi, karena sebagian besar pekerjaan pemerintah dapat dijalankan sendiri

oleh masyarakat maupun dilaksanakan melalui pola kemitraan dalam rangka

privatisasi.

Didalam praktik perubahan besar yang diharapkan terjadi dalam

hubungan antara pemerintah dan warga negara ternyata tidak terjadi secara

signifikan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari sifat dan pengertian pemerintah

(government) yang harus memerintah. Dengan memerintah maka akan terjadi

suatu hubungan yang bersifat hierarkis (atas bawah) menjadi heteraksi

(kesetaraan), maka diperlukan perubahan filosofis dan konsep berpikir, termasuk

penciptaan istilah baru yang tepat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Word Bank maupun United

Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1997 mengembangkan istilah

baru yaitu “governance” sebagai pendamping kata “government”. Kata

Governance kemudian diterjemahkan dalam berbagai literatur bahasa Indonesia

sebagai “tata pemerintahan” dan ada pula sebagai “kepemerintahan”.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Menurut Word Bank, kata governence diartikan sebagai cara, yakni cara

bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumberdaya-

sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat.

United Nations Development Programme (UNDP:1997:12)

mendefinsikan“governance “sebagai kepemerintahan, dimana hal ini diartikan

sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk

memanage urusan-urusan bangsa. Lebih lanjut UNDP (1999) menegaskan bahwa

kepemerintahan adalah suatu institusi, mekanisme, proses dan hubungan yang

komplek melalui warga negara (citizens) dan kelompok-kelompok yang

mengartikulasikan kepentingannya, melaksanakan hak dan kewajibanya dan

menengahi atau menfasilitasi perbedaan di antara mereka.

Ganie Rochman (2000:23), menyebutkan bahwa konsep “governance”

lebih inklusif dari pada “government”. Konsep“government” menunjuk pada

suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi (negara dan

pemerintah). Sedangkan konsep governance melibatkan tidak sekedar pemerintah

dan negara tapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara, sehingga

pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa

Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial

yang melibatkan pengaruh. Sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu

kegiatan kolektif.

Sedangkan Lembaga Admnistrasi Negara (LAN, 2007:22) mengartikan

governance sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam

menyediakan public good dan service. Lebih lanjut LAN menegaskan dilihat dari

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah

berfungsi efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan

atau sebaliknya.

2.2.1.2 Pengertian Good Governance

Pengunaan istilah governance sebagai konsep yang berbeda dengan

government, mulai dipopulerkan oleh Bank Dunia sejak tahun 1992. Bank Dunia

menyebutkan bahwa, good governance merupakan gabungan dua istilah “good”

dan “governance”. Dimana keduanya tidak dapat dipisahkan. Good dalam

kepemerintahan yang baik (Good Govermance) mengandung pengertian:

1. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai

yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan

(nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan

sosial.

2. Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif, efisien dalam

pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, (LAN,

2007:5).

Jadi, kepemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal penting

diantaranya: Pertama, Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian

tujuan bernegara; orientasi ideal negara mengacu pada demokratisasi dalam

kehidupan bernegara dengan komponen konstituen/pemilihnya seperti: legitimasi,

apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan rakyat; akuntabilitas

(kewajiban memberi pertanggungjawaban/menjawab dan menerangkan kinerja

dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan organisasi kepada pihak yang

memiliki hak/kewenangan untuk meminta keterangan/pertanggung jawaban).

Kedua, Pemerintah berfungsi ideal: secara efektif, efisien melakukan upaya

pencapaian tujuan bernegara.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Sedangkan kata governance Bank Dunia mengartikan sebagai”the manner

in which power is exercised in management of a country‟s social and economic

resources for development of society”. (Pemerintahan adalah cara mengunakan

kekuasaan untuk mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk

pengembangan masyarakat). Jelas sekali, bahwa kemampuan suatu negara

mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata

kepemerintahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasi-

organisasi komersial dan civil society.

Bank Dunia membatasi pengertian good governance sebagai:

“Penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab

yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah

alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun

administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political

framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.”

Pada pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa good governance

adalah suatu proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan (sosial, politik,

ekonomi) di suatu negara atau daerah dengan melibatkan berbagai pihak yang

berkepentingan (stakeholders) dalam penggunaan sumber daya (alam, manusia

dan keuangan) dengan cara yang sesuai dengan prinsip keadilan, efisiensi,

partisipasi, transparansi, predictability, akuntabilitas publik dan hak-hak asasi

manusia. Dalam konsep good governance pemerintahan harus bertanggung jawab

dalam mengalokasikan dana investasi bagi pengifisienkan pasar, menjalankan

disiplin anggaran serta menciptakan kerangka politik dan hukum bagi

pencegahan korupsi dan memungkinkan partisipasi berbagai pihak yang

berkepentingan dalam kegiatan-kegiatan pemerintah sesuai prinsip-prinsip

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

demokrasi. Menurut konsep good governance pemerintahan harus dijalankan

dengan partisipasi berbagai pihak yang berkepentingan, bukan dengan

memaksakan pelaksanaan peraturan yang berlaku secara kaku, hal ini akan lebih

terasa dalam masyarakat yang heterogen karena adanya berbagai perbedaan.

Pengertian governance menurut United Nations Development Programme

(UNDP, 1997: 57) adalah:

“Governance is the exercise of economic, political, and administrative

authority to manage acountry‟s affairs at all levels an means by which

states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of

their population”.

(Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dibidang

ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan

negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan

negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan

kohesivitas sosial dalam masyarakat).

Good governance dimaknai sebagai praktik penerapan pengelolaan

berbagai urusan penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan adminstratif

di semua tingkatan. Dalam pengertian ini terdapat tiga model atau pilar

governance yang penting yaitu:

1. Political governance/kepemerintahan politik, mengacu pada proses

pembuatan berbagai keputusan dan perumusan kebijakan.

2. Economic governance/kepemerintahan ekonomi, mengacu pada proses

pembuatan keputusan yang menfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri

dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Kepemerintahan ekonomi

memiliki implikasi, terhadap masalah pemerataan, penurunan kemiskinan,

dan peningkatan kualitas hidup.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

3. Administrative governance/kepemerintahan administratif, mengacu pada

sistem implementasi kebijakan.

United Nations Developmen Programme (UNDP, 1997:18), membatasi

pengertian good governance sebagai:

“Sebuah konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara dan sektor

swasta bagi penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah negara. Good

governance merupakan sebuah dialog yang melibatkan seluruh partisipan,

sehingga setiap orang merasa terlibat dalam urusan pemerintahan. Tanpa

kesepakatan yang dilahirkan dari dialog ini kesejahteraan tidak akan

tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi rakyat tersumbat.”

Dari definisi di atas, penulis berpendapat bahwa good governance

merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara

pemerintah, dunia usaha/swasta, dan masyarakat sehingga terjadi penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif sesuai dengan cita-cita

terbentuknya suatu masyarakat yang makmur, sejahtera dan mandiri.

Pengertian Good Governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah:

“suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik

oleh pemerintahan yang baik.”.

Lebih lanjut, United Nation (UN) dalam B.C, Smith (2007:4),

mendefinisikan good governance sebagai:

“ as policies for sustainable human development (encluding anabling the

private sector to createemployment); and government that is democritic,

decentralized, empowering, and accountable (with properly functioning

legislature, legal and judicial system to protec the rule of low and human

right.”

(good governance sebagai kebijakan-kebijakan yang menyokong

perkembangan masyarakat (termasuk mengembangkan kemampuan sektor

swasta untuk menciptakan lapangan kerja), penyelenggaraan

kepemerintahan yang berdemokrasi, desentralisasi, konsensus dan

akuntablitas (dengan menfungsikan badan pembuat undang undang, dan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

yudicial sistem yang pantas untuk peneggakan hukum dan perlidungan

hak asasi manusia)

Pada kedua definisi di atas, good governance lebih menekankan pada

reformasi pemerintahan, yakni pemerintah dalam pengelolaan sektor publik

diharuskan berdasarkan pada kepemerintahan yang baik. Yakni pemerintah

diharuskan merumuskan kebijakan undang-undang dan peneggakan hukum yang

demokratis, desentralisasi, pemberdayan dan akuntabel bagi pengembangan

masyarakat, dan sektor swasta, agar sektor swasta bisa berupaya menciptakan

lapangan kerja yang pantas bagi pertumbuhan masyarakat sebagai penhormatan

atas hak asasi manusia.

Dengan demikian, ada tiga pilar utama yang mendukung kemampuan

suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni:

1. Negara/pemerintah: konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan

kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan

kelembagaan masyarakat beradab.

2. Sektor swasta: pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif

dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan,

perbankan dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.

3. Masyarakat (civil society) kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan

pada dasarnya berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan

perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok

masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.

Ketiga unsur tersebut, yaitu pemerintah, dunia usaha swasta dan

masyarakat harus secara bersama-sama/mengadakan hubungan kemitraan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

berupaya mewujudkan terlaksananya Good Governance. Prioritas

pembangunan/pengembangan sumber daya aparatur diarahkan pada penciptaan

Good governance dengan kebijakan yang mengarah kepada penerapan prinsip-

prinsip Good Governance, yakni profesionalitas, efektif dan efisien, transparansi,

akuntablitas, konsensus, demokratis, penegakkan hukum, persamaan hak,

partisipatoris, pemerataan dan keadilan.

Dari uraian tersebut di atas, dapat diformulasikan tata pemerintahan yang

baik (good governance) meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Mengikutsertakan masyarakat.

2. Transparan dan bertanggung jawab.

3. Efektif dan adil.

4. Menjamin adanya supremasi hukum.

5. Menjamin prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada

konsensus masyarakat.

6. Memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam

proses pengambilan keputusan, termasuk menyangkut alokasi sumber daya

pembangunan.

Menurut Bank Dunia (World Bank, 2005:8), istilah Governance

didefinisikan sebagai ”the manner in which power is exercised in management of

a country‟s social and economic resources for development of society”

.(Pemerintahan adalah cara mengunakan kekuasaan untuk mengelola berbagai

sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat). Bank Dunia

membatasi pengertian good governance sebagai:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

“Penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung

jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,

penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik

secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta

penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas

kewiraswastaan.”

Pada pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa good governance

adalah suatu proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan (sosial, politik,

ekonomi) di suatu negara atau daerah dengan melibatkan berbagai pihak yang

berkepentingan (stakeholders) dalam penggunaan sumber daya (alam, manusia

dan keuangan) dengan cara yang sesuai dengan prinsip keadilan, efisiensi,

partisipasi, transparansi, predictability, akuntabilitas publik dan hak-hak asasi

manusia. Dalam konsep good governance pemerintahan harus bertanggung jawab

dalam mengalokasikan dana investasi bagi pengifisienkan pasar, menjalankan

disiplin anggaran serta menciptakan kerangka politik dan hukum bagi

pencegahan korupsi dan memungkinkan partisipasi berbagai pihak yang

berkepentingan dalam kegiatan kegiatan pemerintah sesuai prinsip-prinsip

demokrasi.

Pengertian governance menurut United Nations Development Programme

(UNDP, 1997: 57) adalah:

“Governance is the exercise of economic, political, and administrative

authority to manage acountry‟s affairs at all levels an means by which

states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of

their population”.

(Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan dibidang

ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan

negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan

negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, dan

kohesivitas sosial dalam masyarakat).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Good governance dimaknai sebagai praktik penerapan pengelolaan

berbagai urusan penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan adminstratif

di semua tingkatan. Dalam pengertian ini terdapat tiga model atau pilar

governance yang penting yaitu:

4. Political governance/kepemerintahan politik, mengacu pada proses

pembuatan berbagai keputusan dan perumusan kebijakan.

5. Economic governance/kepemerintahan ekonomi, mengacu pada proses

pembuatan keputusan yang menfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri

dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Kepemerintahan ekonomi

memiliki implikasi, terhadap masalah pemerataan, penurunan kemiskinan,

dan peningkatan kualitas hidup.

6. Administrative governance/kepemerintahan administratif, mengacu pada

sistem implementasi kebijakan.

Pengertian good governance yang lainnya menurut B. C. Smith (2007:7),

adalah:

“good governance implies goverment that is democratically organized

within a democratic political culture and with efficient administrative

organization, plus the rigth policies, particularly in the economic sphere”.

(Good governance menunjukan pada sebuah organisasi pemerintah yang

berbudaya politik demokratisasi, mengefisiensikan administratif, juga

memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan kebijakan peraturan

khususnya di bidang ekonomi)

Sedangkan, Robert Charlic, dalam Pandji Santosa (2009:130)

mengartikan: Good governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik

secara efektif melalui pembuatan peraturan dan/atau kebijakan yang absah demi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

untuk mempromosikan nilai nilai kemasyarakatan. Berdasarkan kedua pendapat di

atas, penulis berpendapat bahwa good governance diartikan sebagai:

1. Sebuah organisasi pemerintah yang berbudaya politik demokratisasi.

2. Pengunaan kewenangan otoritas politik untuk membuat kebijakan kebijakan

dibidan ekonomi, sosial dan politik serta administratif, untuk mengelola

sumber daya bagi pembangunan sebagai jaminan kesejahteraan sosial bagi

masyarakat.

3. Pengelolaan segala macam urusan publik sesuai nilai-nilai demokratis bagi

kepentingan masyarakat dari berbagai tingkat.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap

pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta

cita-cita berbangsa dan bernegara. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan

dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat dan jelas, sehingga

penyelenggaraan pemerintahan berlansung secara bersih dan bertanggungjawab,

serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) salah

satunya ditunjukan pada pengembangan aparatur penyelenggara negara dan

birokrat pemerintahan sebagai pemprosesan administrasi publik negara,

peneggakan hukum, demokrasi, transparansi dan akuntablitas, seperti yang

diungkapkan Bagir Manan (2004: 102), yaitu:

“Bagi rakyat banyak penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah

pemerintah yang memberikan berbagai kemudahan, kepastian dan bersih

dalam menyediakan pelayanan dan berbagai perlindungan dari berbagai

tindakan sewenang-sewenang, baik atas diri sendiri, hak maupun atas harta

bendanya. Dalam kaitan pelayanan dan perlindungan, ada dua cabang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pemerintahan yang berhubungan lansung dengan rakyat yaitu birokrasi dan

penegakkan hukum.”

Jadi tata pemerintahan yang baik (good governance) ditandai pemerintah

berdasarkan pada penegak hukum sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang

baik dan wajar, efisien, demokrasi, transparan dan menhormati hak asasi manusia,

serta mengutamakan pelayanan kepada masyarakat dengan mengedepankan

prinsip-prinsip tatanan kepemerintahan yang baik (good governance).

2.2.1. 3. Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas

prinsip-prinsip di dalamnya. Prinsip-prinsip good governance berkaitan dengan

pengawasan dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang

baik, agar cara dan penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang

dikehendaki stakeholders. Penerapan Good Governance kepada pemerintah

adalah ibarat masyarakt memastikan mandat, wewenang, hak dan kewajibannya

dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah kedepan dari

Good Governance adalah membangun pemerintah yang pofesional. Dalam arti

pemerintahan dikelola oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang

mempunyai kualifikasi professional, beretika dan moralitas tinggi yang ada

dalam organisasi pemerintahan sehingga dalam peyelenggaraan good governance

didasarkan pada kinerja pemerintah, yakni responsibilitas (Responsibility), dan

akuntabilitas (Accountability). Responsivitas adalah kemampuan pemerintah

untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Dengan prinsip-prinsip tersebut akan dapat dilihat kinerja suatu

pemerintahan. Apabila kinerja suatu pemerintahan berjalan dengan baik apabila

telah bersinggungan dengan semua prinsip-prinsip good governance. Prinsip-

prinsip Good Governance lebih cenderung kepada suatu organisasi publik

pemerintahan, dalam skala negara prinsip-prinsip good governance lebih luas.

Menurut UNDP tahun 1997, dalam Sedarmayanti (2007:13) menyebutkan bahwa

adanya hubungan sinergis konstruktif di antara negara/pemerintah, sektor swasta

atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan pokok prinsip-prinsip

good governance, diantaranya adalah:

1.Participation (Partisipasi), 2.Rule of Low (Kepastian Hukum),

3.Transparancy (Transparansi), 4.Responsiveness(tanggungjawab),

5.Consensus Oreintation (Berorientasi pada kesepakatan), 6. Equity

(Keadilan), 7.Effectiveness and Efficiency (Efektifitas dan Efisiensi), 8.

Accontability (Akuntabilitas), 9. Strategic Vision (Visi Strategik)

Kesembilan Prinsip-Prinsip Good Governance yang tersebutkan di atas,

dapat dikembangkan sebagai berikut:

1. Partisipasi Masyarakat (Participation)

Prinsip ini menunjukkan adanya pemahaman penyelenggara negara tentang

proses/metode partisipatif serta adanya pengambilan keputusan yang

didasarkan atas konsensus bersama.

2. Supremasi Hukum (Rule of Law)

Untuk melancarkan pelaksanaan good governance, pemerintah harus

menjamin adanya kepastian dan penegakan hukum, adanya penindakan

terhadap setiap pelanggar hukum, serta adanya pemahaman mengenai

pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan

3. Transparansi (Transparancy) Untuk melancarkan pelaksanaan good governance, pemerintah harus

memastikan bahwa tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses

penyusunan dan implementasi kebijakan publik, serta adanya akses pada

informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

4. Responsif (Responsiveness)

Keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh

organisasi pemerintah dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang

diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik, maka kinerja organisasi

tersebut akan semakin baik. Dalam melaksanakan kegiatannya, pemerintah

harus memastikan adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar

prosedur pelaksanaan serta adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau

kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.

5. Konsensus (Consensus Oriented)

Jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat,

penyelesaian harus mengutamakan cara dialog atau musyawarah mencapai

konsensus.

6. Keadilan (Fairness)

Kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Pemerintah harus memberikan

kesempatan pelayanan dan perlakuan yang sama dalam koridor kejujuran dan

keadilan.

7. Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency)

Dalam melaksanakan kegiatannya, pemerintah harus menjamin terlaksananya

administrasi penyelenggaraan negara yang berkualitas dan tepat sasaran

dengan penggunaan sumberdaya yang optimal, adanya perbaikan

berkelanjutan, dan berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi.

8. Tanggung Jawab (Accountability)

Dalam melaksanakan kegiatannya, pemerintah harus memastikan adanya

kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan serta

adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam

pelaksanaan kegiatan.

9. Wawasan ke Depan (Vision)

Dalam melaksanakan kegiatannya, pemerintah harus memiliki visi dan

strategi yang jelas dan mapan dengan menjaga kepastian hukum, adanya

kejelasan setiap tujuan kebijakan dan program, serta adanya dukungan dari

pelaku untuk mewujudkan visi.

Adapun ciri-ciri pemerintahan yang baik (good governance), menurut

International Monetering Found (IMF: 1999: 62) ada empat yaitu:

1. Keterlibatan dan tanggung jawab pemerintah harus jelas

2. Informasi tentang aktifitas pemerintah harus terbuka bagi publik

(masyarakat luas)

3. Persiapan anggaran, keputusannya dan laporannya harus dilakukan

secara terbuka

4. Informasi fiskal harus menjamin kejujuran dan bersifat independen.

Tidak jauh berbeda, Ganie Rachman, menyebutkan ada empat unsur utama

yaitu accountability, adanya kerangka hukum (rule of law), informasi dan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

transparansi. Sebuah pendekatan terbalik dilakukan oleh Kenneth Thomson,

sebagaimana dikutip oleh Riswanda Imawan, menyebutkan ciri good governance,

dia lebih menyebutkan ciri bad governance. Kebalikan dari ciri bad governance

inilah yang layak disebut sebagai good governance. Menurut Thomson (1997) ciri

bad governace adalah:

a. Tidak adanya pemisahan yang jelas antara kekayaan dan sumber milik

rakyat dan milik pribadi.

b. Tidak ada aturan hukum yang jelas dan sikap pemerintah yang tidak

kondusif dalam pembangunan.

c. Adanya regulasi yang berlebihan sehingga menyebabkan ekonomi biaya

tinggi.

d. Prioritas pembangunan yang tidak konsisten.

e. Tidak ada transparansi dalam pengambilan keputusan.

2.2.2.2 Ombudsman

2.2.2.1 Mengenal Ombudsman

Ombudsman secara hara-fiah berarti ”wakil yang sah” adalah salah satu

alternatif yang dipilih untuk meningkatkan akuntabilitas pegawai atau lembaga

pemerintah. Ombudsman sebagai institusi pertama kali lahir di Swedia melalui

keputusan Raja Charles XII tahun 1700-an, dengan nama Office of The King‟s

Highest Ombudsman. Ombudsman dibentuk dengan undang-undang dan dipimpin

oleh pejabat tinggi pemerintah yang independen.

Tujuan pembentukan lembaga Ombudsman ini adalah untuk mengawasi

pelaksanaan kekuasaan absolutisme raja dan pejabat negara saat itu agar tidak

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

terjadi kesewenang-wenangan (tirani). (Ayeni, 1987:97). Ombudsman dapat

melakukan penyidikan atas inisiatif sendiri (Ayeni 1987), memiliki kewenangan

untuk menyilidiki pengaduan masyarakat dan jika terbukti pengaduan masyarakat

tersebut benar maka Komisi Ombudsman memberi rekomendasi secara hirarkis,

ke parlemen ke media massa dan bersifat menekan. (Corbett, 1992, dikutip oleh

Ayeni 1987:102).

Tahun 1809 Swedia resmi mencantumkan Parliamentary Ombudsman di

dalam konstitusinya sebagai tempat dimana publik mendapatkan ruang publik

untuk menhadapi pelayanan yang buruk. (Masthuri, 2005:57).

Popularitas Parliamentary Ombudsman Swedia ini semakin berkembang

di tahun 1809, maka komisi-komisi serupa Ombudsman Swedia marak didirikan

di pelbagai negara terutama di negara-negara Eropa dalam tahun 1809. Kebutuhan

akan lembaga pengawas yang independen dan mandiri terus berlanjut di berbagai

negara terutama pasca peran dunia ke-II (1960), sehingga penggunaan kata

„Ombudsman‟ sebagai sebuah lembaga pengawas akhirnya berlaku diluar negara-

negara Eropa pada tahun 1962.

Memasuki abad ke-21 (1989) hingga dewasa ini, banyak negara yang

sedang mengalami transisi menuju sistem pemerintahan yang demokratis,

penhormatan kebebasan individu mulai ditegakkan untuk melawan ketidakadilan

dan penyalahgunaan kewenangan birokrasi publik, maka terdoronglah banyak

negara didunia menginisiasi pembentukan Ombudsman dalam bentuk komisi-

komisi independen yang keberadaannya baik di tingkat nasional maupun di

regional.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Dengan demikian, dewasa ini, Ombudsman telah berkembang menjadi

salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi dan negara hukum modern. Lebih

dari 130 negara di dunia memiliki lembaga Ombudsman dengan nama yang

bervariatif, bahkan lebih dari 50 negara mencantumkannya dalam konstitusi.

Lembaga Ombudsman saat ini telah menjadi simbol/identitas negara yang:

a. Bertekad menciptakan asas-asas pemerintahan yang baik (good governance)

b. Ingin menegakkan demokrasi dengan memberi pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat.

c. Melindungi Hak Asasi Manusia.

d. Memberantas Korupsi. ( Antonius Sujata, 2002: 69-72)

Efektifitas atau kinerja lembaga Ombudsman bervariasi antara satu negara

dengan negara lain. Lembaga Ombudsman umumnya dihubungi oleh masyarakat

setelah merasa dirugikan oleh pegawai atau lembaga pemerintah. Lembaga

Ombudsman bertanggung jawab kepada parlemen dan berfungsi menerima

pengaduan masyarakat terhadap ketidakadilan atau kesewenang-wenangan,

ketidaknyamanan, atau kesalahan administratif (maladministration) yang

dilakukan oleh pegawai atau lembaga pemerintah. Institusi Ombudsman

selanjutnya menyampaikan pengaduan masyarakat yang ditanganinya kepada

lembaga pemerintah yang diadukan untuk kemudian mencari solusi atas

masalahannya. Di sisi lain institusi Ombudsman juga dapat melakukan

penyilidikan atas inisiatif sendiri. Ayeni (1987: 21)

2.2.2.2. Definisi Ombudsman

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Ombudsman dikenal sebagai sebuah pengalaman baik (best practice) yang

dikembangkan menjadi sebuah konsep dalam teori-teori Ilmu Hukum dan Ilmu

Pemerintahan. Meskipun kepustakaan disiplin kedua ilmu tersebut secara

kontemporer belum membahas tentang Ombudsman, namun untuk memahami

konsep Ombudsman dari asal, teori dan praktiknya, Ombudsman didefinisi

menurut Kamus Oxford (1989: 472), sebagai pejabat yang ditunjuk

pemerintah untuk menyilidiki keluhan publik terhadap otoritas

pelayanan publik dan melaporkannya.

Sedangkan, Kamus Pratical English-Indonesia (1990:209), mendefinisikan

Ombudsman sebagai sebuah badan independen dan profesional yang menyilidiki

keluhan dan pengaduan berkenaan dengan pelayanan agen properti/solisitor.

Berdasarkan kedua definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa

Ombudsman merupakan seseorang di dalam suatu lembaga yang dapat

menyalurkan keluhan-keluhan atau menjelaskan permasalahan yang berkaitan

dengan program atau kebijakan dari lembaga pemerintah sebagai agen pelayanan

masyarakat, yang memberikan layanan yang tidak adil, tidak terbuka, dan

tidak bertanggungjawab, serta melakukan tindakan-tindakan penyelewengan atas

properti dll.

Selanjutnya, definisi Ombudsman menurut Rosenbloom dan Kravcuk

(2002: 496-7), yakni Ombudsman adalah:

Lembaga bentukan legislatif yang bersifat independen, yang diberikan

wewenang untuk menyilidiki keluhan-keluhan yang bersifat khusus dari

individu warga masyarakat berkenan dengan tindak mal-administrasi yang

dilakukan pemerintah.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Pope (2003, 158) mengemukakan bahwa Ombudsman adalah sebuah jabatan

yang secara independen menampung dan memeriksa pengaduan mengenai

pelayanan administrasi publik yang buruk (mal-admnistrasi).

Sedangkan Ferlie dkk (2007) dikutip oleh Budi Masthuri (2005) bahwa the

Ombudsman is an agent of legislative control of the bureaucracy which

identically relates to the administrative law regimes.

Mc Cubbins and Scwartz (1984) mengemukakan bahwa Ombudsman is

bureacucracy “police patrol” (dikutip Ferlie dkk, dalam Masthuri 2005).

Berdasarkan pendapat dari ketiga ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

Ombudsman pada dasarnya adalah:

1. Lembaga bentukan legislatif (parlemen) bersifat independen untuk melakukan

pengawasan/kontrol terhadap agensi-agensi pemerintahan yang bertugas dalam

menyelenggarakan administrasi publik pemerintahan.

2. Lembaga negara yang diberikan kewenangan dari parlemen secara

konstitusional untuk menyilidiki pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai

mal-administrasi (pemerintahan yang buruk).

3. Lembaga negara yang bersifat sebagai patroli polisi terhadap birokrasi

pemerintahan.

Ombudsman secara umum difahami sebagai lembaga censorate atau

pengawas kepada pemerintah. Berkenaan dengan pemahaman Ombdusman

sebagai lembaga censorate, menurut Hucker (1959) dalam Gilling (1998), terdapat

dua kelompok pemahaman teori censorate di dalam Ombudsman, yaitu, teori

yang mengemukakan bahwa:

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

1. Pemerintah harus taat kepada undang-undang. Pemahaman ini dikenal

di Inggris sebagai ultra vires dan di Jerman dalam istilah echtstaats

prinzip.

2. Pemahaman dari doktrin konfusianis yang berkenaan dengan adanya ruang

bagi masyarakat untuk tidak setuju (disagreement) dengan pemerintah atau

penguasa, dengan dua opsi (1) jika kebijakan penguasa buruk dan tidak

ada yang berani mengemukakan hal tersebut, maka akan terbentuk

kebisuan yang akan merusak keberadaan negara tersebut.

3. Jika ada seseorang yang berada dekat dengan puncak kekuasaan, tetapi

tidak mau melakukan koreksi semata-mata karena ingin mendapatkan

manfaat pribadi. Pengawas atau censorate dapat berupa sebuah “complaint

drum” yang diletakkan di depan istana agar raja tahu apa yang dikeluhkan

rakyatnya.

Model ini dapat ditemukan pada Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan Timor Leste, di mana Ombudsman memperkenalkan konsep “Kaixa

Keixa” atau kotak pengaduan, di pasang di depan 13 Instansi Administratif

Pemerintahan Distrik dan Sub Distrik di seluruh teritori nasional, jika rakyat yang

merasa diperlakukan dengan sewenang-wenang diperkenankan menuntut atau

memprotes pejabatnya dengan cara menjatuhkan pengaduannya kedalam Kaixa

keixa, kemudian Ombudsman akan memproseskannya dengan cara

menhubungkan keluhan rakyat/masyarakat dengan institusi Terlapor.

Selanjutnya, Commonwealth Ombudsman Australia (1990:37),

mendefinisikan Ombudsman sebagai:

Sebuah badan yang berfungsi melindungi publik dalam berhubungan

dengan Pemerintah, di mana untuk tingkat nasional. Ombudsman juga

sebagai hakim (adjudicator) yang independen dan tidak memihak

(imparsial) berkenaan dengan keluhan tentang mal-administrasi pada

lembaga pemerintah, utamanya berkenan dengan pelayanan publik.

Berdasarkan definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Ombudsman

merupakan perwakilan publik yang berfungsi sebagai ajudikatur yang independen,

yang ditunjuk untuk menyelesaikaan keluhan warga masyarakat berkenan dengan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pemerintahan setempat dan program-programnya yang melanggar hak-hak

individual dari warga masyarakat. Atau sebagai pejabat pemerintah yang ditunjuk

oleh pemerintah atau parlemen, yang bertanggungjawab mewakili kepentingan

publik dengan cara menyilidiki keluhan-keluhan individu anggota masyarakat dan

menyampaikannya kepada publik.

Definisi Ombudsman secara kontemporer yang cukup relevan dengan

perkembangan Ombudsman modern pada masa sekarang ini, seperti: Haller

(1988: 22) dan Hill (1976:12), dalam Gothere (2000), mengemukakan

Ombudsman adalah:

The Ombudsman an organ can use its „extensive powers of investigation in

performing a post-decision administrative audit‟, that the findings are

reported publicly but it cannot change administrative decisions.

(Ombudsman sebagai lembaga yang dapat mengunakan kekuasaan yang

luas untuk penyilidikan atau melakukan audit pasca keputusan

administratif bahwa temuannya yang didapati, dilaporkan ke publik tetapi

tidak dapat mengubah keputusan administratif)

Selain itu, Heede (2000: 18) menyatakan Ombudsmn ialah:

“A reliable person who for the purposes of legal protection of individuals

as well as parliamentary control supervises almost all administrative

bodies and civil servants.

(Ombudsman ialah seseorang yang dapat diandalkan untuk tujuan

perlindungan hukum terhadap individu serta kontrol parlemen, mengawasi

hampir semua badan administratif dan pegawai negeri sipil).

Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut, dapat diberi pengertian bahwa

Ombudsman adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk oleh negara

dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan penyelewengan para

pejabat/aparatur negara dan pemerintahan. Mengunakan kewenangannya yang

luas dan bebas dari pengaruh manapun untuk melakukan penyilidikan terhadap

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai tindakan-tindakan para birokrat atau

pegawai negeri yang memproseskan administrasi pemerintah yang tidak sesuai

dengan kebijakan-kebijakan peraturan perungang undangan.

Selajutnya, Denice Pearce (1979:102) Commonwealth Ombudsman

Australia (1990), memberi pengertian Ombudsman adalah:

“The Ombudsman is undoubtedly the most valuable institution from the

viewpoint of both citizen and bureaucrat that has envolved during the

century. The office of Ombudsman is quick by comparison with other

review bodies, informal and terefore more accesible to complainants,

cheap for both complainant and decision maker or not as threatening as

other review mechanisme”.

(Ombudsman tanpa ragu ragu merupakan lembaga yang paling berharga

dan berkembang di abad ini, baik dari sudut pandangan warga negara,

maupun dari sudut pandang birokrasi. Lembaga Ombudsman adalah cepat

pelayanannya dibandingkan lain-lain lembaga pengawasan, informal dan

karena itu lebih muda terjangkau oleh pelapor, murah untuk pelapor

maupun Terlapor dan tidak mengancam mengambil keputusan/aparat

negara, atau tidak begitu mengancam dibanding dengan lain-lain

mekanisme pengawasan).

Selanjutnya, The American Bar Association (1997:59) mendefinisikan

Ombudsman sebagai berikut:

“Ombudsman is an independent official who receives complaints against

the government (and government-related agencies) and/or its officials

from aggrieved persons, who investigates, and who, if the complaints are

justified, makes recommendations to remedy the complaints.”

(Ombudsman sebagai seorang pejabat yang independen yang menerima

keluhan terhadap pemerintah (dan pemerintah-instansi terkait) dan/atau

para pejabatnya dari orang-orang yang dirugikan, melakukan investigasi-

investigasi terhadap siapa saja yang dikeluhkan, jika keluhan dibenarkan,

maka membuat rekomendasi untuk memperbaiki keluhan tersebut)

Sir Guy Powles, Ketua Ombudsman pertama Selandia Baru, mengatakan

bahwa Ombudsman dinilai rakyat berguna untuk menghadapi mesin kekuasaan

(dikutip Pope, 1999: 167).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Sedangkan, Pope (2003, 158) mengemukakan bahwa Ombudsman adalah

sebuah jabatan yang secara independen menampung dan memeriksa pengaduan

mengenai pelayanan administrasi publik yang buruk.

Beradsarkan ketiga teori di atas, dikemukakan bahwa Ombudsman

merupakan sebuah institusi independen yang memiliki kewenangan untuk:

1. Membatasi kekuasaan mesin pemerintahan (penguasa negara maupun

birokrasi pemerintahan) yang buruk.

2. Pembela publik yang tak berdaya (masyarakat kecil, meneggah dan

miskin) yang mencari keadilan.

Dean Gottehrer (1998), berpendapat bahwa alasan atau tujuan

pembentukan Ombudsman adalah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan

dalam penyelenggaraan pemerintahan terhadap perorangan (dikutip Sujata,

2002: 53).

Senada dengan yang dikemukakan Dean Gutthere, alasan negara-negara di

dunia membentuk Ombudsman, menurut Antonius Sujata (2005: 15), tergantung

pada 6 hal utama, yakni:

1. Secara institusional bersifat independen baik struktural, fungsional

maupun personal. Sifat independen ini akan sangat mempengaruhi

efektifitasnya karena dalam bertindaknya akan bersikap secara objektif,

adil, tidak berpihak.

2. Sasaran pengawasan adalah pemberian pelayanan, artinya dalam bertindak

seharusnya aparat menjadi pelayan sehingga warga masyarakat

diperlakukan sebagai subjek pelayanan dan bukan objek/korban

pelayanan.

3. Keberhasilan suatu pengawasan sangat ditentukan oleh prosedur ataupun

mekanisme yang digunakan, apabila proses pengawasan berbelit-belit

melalui liku-liku yang panjang maka pelaksanaan pengawasan akan

beralih dari masalah substansional ke masalah prosedural.

4. Masalah pelayanan yang menjadi sasaran pengawasan Ombudsman dalam

praktik lebih banyak menimpa masyarakat secara individual, meskipun

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

juga tidak jarang berkaitan dengan suatu sistem atas kebijakan sehingga

melibatkan “mengorbankan” kepentingan individu-individu dalam jumlah

yang lebih banyak. Biasanya anggota masyarakat kurang peka terhadap

pemberlakuan sistem/kebijakan yang merugikan karena merasa lemah

berhadapan dengan kekuasaan. Dengan demikian ia membutuhkan

bantuan, membutuhkan dukungan dan membutuhkan pihak lain untuk

menyelesaikan masalah tanpa harus menanggung resiko munculnya

masalah baru.

5. Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat akan memberi nilai

positif dalam menciptakan dukungan terhadap kinerja pemerintah. Apabila

aparat pemerintah melalui bentuk-bentuk pelayanannya mampu

menciptakan suasana yang kondusif dengan masyarakat maka kondisi

semacam itu dapat dikatagorikan sebagai keadaan yang mengarah pada

terselenggaranya asas-asas pemerintahan yang baik (Good Governance).

Asas pemerintahan yang baik dalam implementasinya diwujudkan melalui

ketaatan hukum, tidak memihak, bersikap adil, keseimbangan bertindak,

cermat, saling percaya dan lain-lain.

6. Masyarakat kecil ataupun korban pelayanan secara mayoritas adalah

kelompok ekonomi lemah karena itu mereka menjadi ragu untuk

memperjuangkan keluhannya karena keterbatasan masalah keuangan.

Institusi Ombudsman dengan tegas dan terbuka mengatakan bahwa

pengawasan yang dilakukan ataupun laporan yang disampaikan kepada

Ombudsman tidak dipungut biaya. Ketentuan bebas biaya ini merupakan

salah satu prinsip Ombudsman yang bersifat universal yang sekaligus

sebagai implementasi integritasnya.

Dari kedua pendapat ini, dapat dikemukakan bahwa lembaga Ombudsman

dapat bentuk oleh negara-negara di seluruh dunia dikarenakan merupakan

lembaga pengawasan yang disebabkan:

1. Secara institusional bersifat independen baik struktur, fungsi maupun personal.

Sifat independensi ini akan sangat mempengaruhi efektivitasnya karena dalam

bertindaknya akan bersikap obyektif, adil dan tidak memihak.

2. Lebih cepat menyelesaikan keluhan-keluhan masyarakat dari pada investigasi

yang dilakukan oleh lembaga lainnya yang ada.

3. Cara penanganan pengaduan masyarakat tidak berbelit-belit, tidak terlalu

formal dan lebih mudah dicapai/didatangi oleh para pelapor.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

4. Murah, gratis baik bagi pelapor maupun pengambil keputusan.

5. Tidak mengancam, tetapi menhimbau (merekomendasikan) kepada aparat

negara/pemerintah, sehingga aparat tidak merasakan campur tangan

Ombudsman sebagai ancaman, tetapi justru sebagai bantuan bagi birokrasi

untuk memperbaiki kinerja para penyelenggara negara dan pemerintahan.

6. Mencegah ketidakadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan terhadap

perorangan dan kelompok untuk menciptakan asas atau prinsip-prinsip tatanan

pengelolaan kepemerintahan yang baik (good governance).

2.2.2.2.3.Ombudsman Dan Good Governance

Good governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur

pemerintahan yang memungkinkan layanan publik publiknya efisien, sistem

pengadilan yang bisa di andalkan dan administrasinya bertanggungjawab pada

publik. (Mas‟oed 2003: 150-151, dalam Pandji Santosa, 2009:55).

Menurut Pinto (1994, 97) dalam LAN (2007:27), governance mengandung

arti: “Praktik penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah

dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum dan membangun

ekonomi pada khususnya, karena good governance adalah masalah

perimbangan antara negara, swasta dan masyarakat”

Dalam terminologi good governance, pemerintah hanyalah salah satu pilar

dari beberapa penyelenggara fungsi pemerintahan, disamping private sector

(dunia usaha) dan civil society (masyarakat sipil). Negara berfungsi menciptakan

lingkungan politik dan hukum yang kondusif, swasta mendorong terciptanya

lapangan pekerjaan dan pendapatn masyarakat, dan masyarakat (civil society)

untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik, sedangan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pemerintah (government) hanya mengacuh pada mekanisme suatu pengelolaan

berdasarkan kewenangan tertinggi (Hardijanto: 2000, dalam Pandji Santosa,

2009:56).

Ada sembilan asas umum pemerintahan yang baik (good governance

principles), yaitu:

1. Participation (Partisipasi),

2. Rule of Low (Kepastian Hukum),

3.Transparancy (Transparansi)

4.Responsiveness (tanggungjawab),

5.Consensus Oreintation (Berorientasi pada kesepakatan),

6. Equity (Keadilan)

7.Effectiveness and Efficiency (Efektifitas dan Efisiensi),

8.Accontability (Akuntabilitas)

9.Strategic Vision (Visi Strategik).

Secara umum, kesembilan asas tersebut dalam konteks good

governance

dapat disarikan menjadi tiga hal, yaitu akuntabilitas publik, kepastian hukum dan

transparansi publik (Masthuri: 2001)

Akuntabilitas publik mensyaratkan bahwa setiap perilaku dan tindakan

pejabat publik, baik dalam membuat kebijakan, mengatur dan membelanjkan

keuangan negara maupun melaksanakan penegakkan hukum haruslah teratur dan

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Transparansi publik mensyaratkan bahwa setiap pejabat publik

berkewajiban ruang partisipasi kepada masyarakat dalam proses pembuatan

kebijakan publik, khususnya menyangkut dengan sumber daya publik dengan

membuka akses dan memberikan informasi yang benar, jujur dan tidak

diskriminatif, baik diminta maupun tidak diminta oleh masyarakat.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Kepastian hukum, setiap pejabat publik bersedia memberikan jaminan

bahwa dalam berurusan dengan penyelenggara negara dan pemerintahan, setiap

masyarakat akan memperoleh kejelasan tentang tenggan waktu, hak dan

kewajiban dan lain-lain, sehingga adanya jaminan bagi masyarakat dalam

memperoleh rasa keadilan, khususnya berhadapan dengan penyelenggara negara

atau pemerintahan, sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan.

Dengan demikian, dalam kerangka good governance, setiap pejabat publik

atau pemerintahan berkewajiban memberikan perlakukan yang sama bagi setiap

warga masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi sebagai pelayanan kepada

warga masyarakat.

Pemerintah akan mampu melaksanakan fungsinya secara efektif dalam

kerangka prinsip-prinsip good governance, bila lembaga pengawasan eksternal,

seperti Ombudsman, yang berfungsi dalam membangun relasinya dengan

kesembilan prinsip dasar good governance tersebut.

Sebagai bagian dari lembaga pengawasan eksternal independen,

Ombudsman memiliki beberapa “harapan” dalam mewujudkan good governance,

yaitu, Ombudsman memposisikan masyarakat sebagai aktor dalam tata kelola

pemerintahan (governance). Dapat dilihat pada praktik pemerintahan dimanapun

masyarakat diposisikan sebagai objek tata kelola pemerintahan. Pola interaksi

pemerintah dan masyarakat nyaris tak terbangun dan menghasilkan pola

pemerintahan yang tak aspiratif dan sulit dikontrol masyarakat. Ombudsman

dapat menembus dinding tersebut dengan membangun partnership (kemitraan)

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

dengan pemerintah. Disinilah akan terbangun checks and balances antara

keduanya dalam bentuk yang elegan. (Antonius Sujata, 2004: 97).

Ombudsman sebagai lembaga pengawasan eksternal independen yang

menggunakan masyarakat sebagai kekuatan utamanya menjadi harapan paling

mutakhir ditengah mandeknya berbagai sistem, mekanisme dan lembaga

pengawasan yang ada saat ini. Harapan itu muncul, sebab lembaga pengawasan

yang ada di suatu negara belum satupun yang dapat menggunakan kekuatan

masyarakat secara otonom untuk mengontrol jalannya tata kelola pemerintahan

(good governance). Kekuatan masyarakat yang otonom sebagai lembaga

pengawasan sangat relevan untuk diwujudkan pemerintahan yang baik, seiring

dengan semakin menguatnya kekuatan masyarakat sipil pro-demokrasi dewasa

ini.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa Ombudsman

menjalankan tugas dan fungsinya didasarkan pada pemberdayaan masyarakat,

untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dari pejabat publik atau lembaga-

lembaga pemerintahan, sedangkan good governance beserta prinsi-prinsipnya

didasarkan pada kebijakan pemerintah untuk menerapkannya dalam sistem

penyelenggaraan pemerintahan, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,

bangsa dan negara. Dari segi fokus dan cakupannya, good governance

bersifat internal (diterapkan dalam institusi-institusi pemerintahan),

sedangkan Ombudsman lebih bersifat eksternal, yaitu melalui pemberdayaan

masyarakat untuk melakukan pengawasan/ pengontrolan dari luar terhadap

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pemerintah dalam rangka penerapan prinsip-prinsip good governance bagi

terwujudnya pemerintahan yang baik, bersih dan efektif.

Dengan demikian, Good Governance akan dapat terlaksana sepenuhnya

apabila ada keinginan kuat (political will) penyelenggara negara untuk berpegang

teguh pada peraturan perundangan dan kepatutan. Namun yang juga sangat

mendasar yaitu adanya kerelaan para penyelenggara pemerintahan serta

penyelenggara negara untuk bersedia dikontrol dan diawasi, baik secara internal

maupun eksternal. Terkait dengan pengawasan eksternal tersebut, maka kehadiran

Ombudsman guna terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance).

Untuk dapat menuju pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good

governance), P. de Haan, T. G. Drupsteen dan R. Fernhout dalam Panduan

Investigasi Ombudsman Untuk Indonesia (2003: 3), mengemukakan bahwa,

dalam rangka mencapai negara hukum yang berkeadilan sosial atau (sociale

rechtsstaat) baik pihak eksekutif maupun legislatif serta peradilan wajib

berpegang teguh pada asas-asas atau prinsip-prinsip hukum good governance,

diantaranya adalah: efektif dan efisien, transparansi, akuntabilitas, keadilan,

responsif dan kepastian hukum. Semua asas-asas good governance tersebut di atas

menjadi landasan kerja Ombudsman dalam melaksanakan investigasi untuk

menganalisa kasus-kasus yang dilaporkan kepadanya. Apabila salah satu asas

tidak diterapkan oleh institusi pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan negara dan pelayanan publik, niscaya institusi/instansi tersebut

telah bersalah melakukan salah satu perbuatan/tindakan mal-administrasi, maka

Ombudsman tampil untuk memberantas dan mencegahnya.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Dengan demikian, Ombudsman terikat pada asas-asas umum

penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), pada saat

menjalankan tugasnya maupun dalam hal mengadakan investigasi terhadap

keluhan dan/atau laporan yang masuk mengenai perilaku yang tidak baik/terpuji

atau bahkan perilaku yang melawan hukum (mal-administrasi) aparat

pemerintahan atau peradilan, atau bahkan lembaga legislatif. (Sunaryati Hartono,

dkk, dalam Panduan Investigasi Ombudsman Untuk Indonesia, 2003:4)

2.2.2.2.4. Peran Ombudsman

Kata peran (role) mempunyai arti yang berhubungan dengan aspek

dinamis seseorang atau kelembagaan, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh

Soedjono Soekanto (1990:268) yaitu, “apabila seseorang atau lembaga

melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia

menjalankan suatu peran”.

Berger dan Luckman mengemukakan (dalam Ndraha, 1987:111), “Peran

mewakili tata institusional (institutional order) suatu lembaga (dalam hal ini

adalah Ombudsman). Selanjutnya Hoofsteede (1991:112) memberikan

pengertian bahwa: “ peran adalah sekumpulan tindakan-tindakan yang diharapkan

lingkungan dilakukan seseorang yang karena kedudukannya dapat memberikan

pengaruh terhadap lingkungan itu”.

Dalam teorinya Biddle dan Thomas dalam Syani Abdul (1994:19),

mereka membagi peristilahan teori peran ke dalam 4 golongan, yaitu:

1) Expectation (harapan)

2) Norm (norma)

3) Performance (wujud perilaku)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

4) Evaluation (penilaian) dan sanction (sanksi).

Keempat teori peran tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Harapan Tentang Peran Yaitu harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku-

perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh seseorang yang

mempunyai peran tertentu. Misalnya masyarakat umum sebagai individu

mempunyai harapan tertentu tentang prilaku yang pantas dari Ombudsman

untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.

2. Norma

Merupakan salah satu bentuk “harapan”. Diantaranya adalah:

a.Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory): yaitu harapan tentang

suatu perilaku yang akan terjadi, Predicter role expectation.

b.Harapan normatif (prescribed role expectation) adalah keharusan-

keharusan yang menyertai suatu peran. Harapan jenis ini dinamai tuntutan

peran (role demand). Tuntutan peran melalui proses internalisasi dapat

menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.

3. Wujud Perilaku dalam Peran

Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma, wujud

perilaku ini adalah nyata, bukan sekedar harapan. Jadi wujud perilaku

peran dapat digolongkan hasil kerja dan sebagainya.

4. Penilaian dan Sanksi

Sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif atau

agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga yang tadinya

dinilai negatif bisa menjadi positif. Penilaian maupun sanksi dapat datang

dari orang lain (eksternal) maupun dari dalam diri sendiri (internal).

Misalnya: seorang pejabat publik pemerintahan yang dinilai tidak

berprilaku baik karena melakukan tindakan koruptif oleh masyarakat,

Ombudsman akan memberi sanksi berupa teguran atau peringatan agar ia

lebih baik lagi menjalankan perannya.

Dikaitkan dengan lembaga Ombudsman, maka peran Ombudsman adalah

melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya sesuai dengan kedudukannya

dan aktifitas-aktifitas yang diharapkan dapat berpengaruh dan sesuai dengan

keinginan, harapan dan tuntutan masyarakat maka ia melaksanakan perannya.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Antonius Sujata (2002:69-72),

bahwa Ombudsman pada umumnya lembaga Ombudsman berperan sebagai:

1). Menciptakan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good

governance)

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

2). Menegakkan demokrasi dengan memberi pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat

3). Melindungi Hak Asasi Manusia, dan

4). Memberantas Korupsi

Sedangkan Teten Masduki dalam Buku Pernan Ombudsman Dalam

Mewujudkan Good Governance (2005:49-57), mengemukakan bahwa peran

Ombudsman yaitu:

Harapan yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja administrasi

pemerintahan, mendorong lebih terbukanya pemerintah dan dapat

membantu pemerintah dalam akuntabilitas dengan birokrasinya agar lebih

akuntabel terhadap masyarakat luas.

Jika diperhatikaan pada beberapa pendapat di atas, maka kebanyakan

peran Ombudsman dimanapun adalah:

a. Mendorong prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).

b. Melindungi masyarakat baik secara individu maupun kelompok dari korban

mal-administrasi pemerintahan

c. Meningkatkan kualitas kinerja administrasi pemerintahan yang lebih transparan

dan akuntabel bagi masyarakat luas.

d. Memberdayakan masyarakat untuk melakukan tugas pengontrolan sosial

terhadap penyelenggaran pemerintahan, agar terciptanya penyelenggaraan

pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawah serta bebas dari KKN.

Dalam mengimplementasikan terhadap peran Ombudsman, maka setiap

Lembaga Ombudsman didunia berorientasi pada fungsi, tugas dan

kewenangannya, sebagai landasan hukum untuk melakukan operasionalisasi

terhadap perannya secara tersendiri dan tidak bergantung pada lembaga lain.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Dalam studi Ombudsman di dunia terdapat banyak model fungsi, tugas

dan kewenangan serta pemberian sanksi Ombudsman. Menurut Article

encyclopedia Britanica (1986: 960-961), Menyebutkan The Ombudsman‟s

Institutions has four principal functions:

a. Receives, investigates and resolves complaints about the administrative

decision making and practices of the public sector, local government and

universities.

b. Improves public administration for the benefit of all through own motion

investigations and education and liaison programs with agencies.

c. Reviews certain domestic violence fatalities. and

d. Undertakes a range of additional functions that fit within the broad

category of integrity oversight, including inspections of

telecommunications intercepts and investigation of public interest

disclosures.

Larry Hill (1988:13), dikutip Linda C. Reif (1999: 43), mengemukakan

Ombudsman functions is:

a. To right individual wrongs (Untuk membenarkan kesalahan-kesalahan

perseorangan atau oknum)

b. To make bureaucracy more humane. (Membuat birokrasi pemerintahan yang

manusiawi)

c. To lessen popular alienation from government. (untuk mengurangi alinasi

dari pemerintah yang bersifat umum)

d. To prevent abuses by acting as a bureaucratic watchdog. (Untuk mencegah

aksi perbuatan birokrasi pemerintahan sebagai penjaga anjin)

e. To vindicate civil servants when unjustly accused, (Untuk membersihkan

pegawai negeri dari ketidakadilan ketika mereka digugat)

f. To introduce administrative reform (Untuk memperkenalkan reformasi

administrasi/pemerintah).

Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam implementasi fungsi

lembaga Ombudsman tersebut berlandaskan pada tugas pokoknya. Sebagaimana

Ferlie dkk (2007) dikutip oleh Budi Masthuri, mengemukakan tugas Ombudsman

adalah “mengangkat perilaku yang buruk dari suatu kantor pemerintah atau

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

pejabat pemerintah sehingga menjadi perhatian publik, agar mendorong suatu

perubahan menuju pemerintahan yang baik”.

Pengertian tugas Ombudsman yang lainnya, dalam Ombudsprudensi

Republik Indonesia (2009:51), menyebutkan:

“Ombudsman dimanapun pada umumnya melakukan tugas atas laporan

masyarakat mengenai adanya dugaan mal-administrasi dalam

penyelenggaraan layanan publik serta melakukan upaya pencegahan

terhadap mal-administrasi tersebut”

Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana di sebutkan di atas,

Ombudsman juga diberi kewenangan secara khusus dan luas oleh konstitusi atau

undang-undang pembetukannya untuk melakukan tugas pengawasan masyarakat.

Mengenai kewenangan Ombudsman ini, Azis Syamsudin (dalam Ombudsprudensi

Republik Indonesia (2009:41), menyatakan:

“Agar kinerjanya Ombudsman lebih efektif Ombudsman juga diberi

kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap para pejabat

negara/pemerintahan, pemeriksaan lapangan ke obyek pelayanan publik

yang dilaporkan masyarakat tanpa pemberitahuan terdahulu”

Selanjutnya, kewenanangan Ombudsman dalam Ombudsprudensi

Republik Indonesia (2009: 41-42), menyebutkan kewenangan Ombudsman

adalah:

“Melakukan pemangilan paksa (subpoena power), yaitu Ombudsman

dapat meminta bantuan kepolisian guna menhadirkan secara paksa bagi

mereka yang tanpa alasan yang sah tiga kali berturut-turut tidak memenuhi

pangilan Ombudsman”.

Berdasarkan pada beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka

dalam mengimplementasikan peran Ombudsman tersebut, Ombudsman dapat

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

dioperasionalisasikan melalui fungsi, tugas dan kewenangannya sendiri. Dengan

demikian fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

I. Fungsi Ombudsman:

1) Mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh

pelayanan yang berkualitas dan efisien, adil, tidak memihak dan jujur dari

pemerintah.

2) Memperbaiki kinerja pemerintah dari kesalahan-kesalahan mengurus

urusan publik, membangun pemerintahan yang dapat dipercaya oleh

masyarakat secara manusiawi, membatasi sikap dan tindakan

penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang penyalahgunaan

kekuasaan ataupun melakukan mal-administrasi dalam layanan kepada

masyarakat.

3) Meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pelayanan

publik, keadilan dan kesejahteraan, serta mempertahankan hak-haknya

terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of

power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi

yang tidak layak dari aparat negara/pemerintahan sebagai pengelola

administrasi publik.

II. Tugas Ombudsman:

1. Melakukan tindakan penuntutan investigasi atau monitoring terhadap sikap

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

dan perilaku koruptif (penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi)

yang dilakukan oleh pejabat negara/pemerintahan yang menjadi perhatian

serta pengadukan atau dilaporkan warga masyarakat.

2. Melakukan tindakan prefententif/pencegahan terhadap praktik mal-

administrasi dalam pelayanan publik, sebagai salah satu wujud untuk

mendorong pemerintahan yang baik.

II. Kewenangan Ombudsman:

1. Melakukan pemangilan terhadap siapapun yang telah menjadi Terlapornya

masyarakat untuk hadir didepan Ombudsman tanpa mem andangpada

posisi/kedudukan dan pangkatnya.

2. Melakukan tindakan penuntutan terhadap kasus ketiga (causative) atas

perbuatan perilaku koruptif (penyalahgunaan wewenang, mal-administrasi

dalam pemberian layanan publik maupun korupsi, kolusi dan nepotisme)

3. Pemeriksaan mendadak terhadap objek (tempat-tempat) tertentu yang diduga

adaya bertentengan dengan aturan-aturan tertentu

4. Berakses bebas permintaan informasi dan dokumen terhadap kejangalan

tindakan penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi dalam layanan

publik.

Secara umum lembaga Ombudsman difahami bukan sebagai lembaga yang

memberikan keputusan yang mengikat secara hukum (legaly binding), melainkan

lembaga yang memberikan rekomendasi-rekomendasi yang kuat. Rekomendasi

dari Ombudsman tidak mempunyai kekuatan mengikat. Seperti dikemukakan

Andrea Molitor (1998:15), dalam Britanica (1986:679), karena rekomendasi-

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

rekomendasi Ombudsman tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum,

lembaga ini merupakan Magistrature of Influence atau Mahkamah Pemberi

Pengaruh dan bukan Magistrature of Sanctionsatau Mahkamah Pemberi Sanksi.

Dengan demikian, efisiensinya sangat tergantung kepada kemampuannya dalam

melakukan persuasi, kewenangan yang diberikan kepadanya, bobot dan kualitas

rekomendasinya. (Sujata dkk, 2002: 53).

2.2.2.2.5. Hubungan Ombudsman Dengan Lembaga Lain

Konsep lembaga dibahas oleh berbagai ahli dalam disiplin ilmu

hukum, politik, pemerintahan, sosiologi dan antropologi, yang bervariatif. Namun

dalam tulisan ini, penulis memberikan pengertian arti lembaga menurut Uphoff

Norman (1986:107), yaitu:

Lembaga adalah merupakan suatu wadah atau tempat orang-orang

berkumpul, bekerja sama secara berencana terorganisasi, terkendali,

terpimpin dengan memanfaatkan sumber daya untuk satu tujuan yang

sudah ditetapkan. Lembaga terdiri dari dua aspek, yaitu aspek

kelembagaan dan aspek keorganisasian, dalam aspek kelembagaan lebih

menekankan pada tatanan nilai-nilai moral dan peraturan-peraturan yang

berada dalam masyarakat. Sedangkan dalam sudut pandang organisasi

lebih menekankan pada aspek struktural dan mekanismenya dalam

mencapai tujuan.

Selanjutnya Kartodiharjo dkkl, 1992, dalam Syahyuti (1998:75), mengartikan

lembaga sebagai:

Instrument yang mengatur hubungan antar individu, lembaga juga berarti

seperankat ketentuan yang mengatur masyarakat yang telah

mendefinisikan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu

terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan serta

tanggungjawab yang harus dilakukan.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Sedangkan menurut Schmidt (1986:108), lembaga atau institusi

merupakan sekumpulan orang yang memiliki hubungan yang teratur dengan

memberikan definisi pada hak, kewajiban, kepentingan, dan tanggungjawab

bersama.

Berdasarkan pada ketiga pendapat di atas, dikaitkan dengan Ombudsman,

maka Ombudsman merupakan lembaga pengawasan independen, dengan

adanya sekumpulan orang yang saling bekerja sama dibawah hierarki struktur

organisasi permanen yang jelas dengan mekanisme administrasi yang

tersistematis, memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang kuat, untuk

melakukan suatu usaha bagi tercapainya tujuan tertentu.

Dengan demikian, lembaga Ombudsman sendiri berada di tengah

lembaga-lembaga pemberdaya publik yang lain, baik yang didirikan oleh

negara/pemerintah maupun yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat (civil

society), maka dengan sendirinya Ombudsman menjalin hubungan kerja sama

dengan lembaga-lembaga tersebut untuk vis-a-vis menindak, memberantas dan

mencegah mal-administrasi pemerintahan, bagi terwujud penyelenggaraan

kepemerintahan yang baik (good governance).

Mengenai hubungan kerja sama Ombudsman dengan lembaga lain, dalam

naska Rancangan Undang-Undang (RUU) Ombudsman Republik Indonesia atas

Usul Inisiatif DPR RI (awal tahun 2003), menyebutkan bahwa:

Lembaga Ombudsman tidak berdiri sendirian sebagai lembaga pembela

kepentingan publik melainkan menjalin relasi dengan lembaga

pemberdaya masyarakat yang lainnya, yang dibentuk dan/atau yang ada di

lingkungan pemerintahan negara, dalam rangka penyelenggaraan fungsi

negara atau pemerintahan yang baik.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Hubungan kerja sama Ombudsman dengan lembaga lain, dalam undang-

undang lembaga Ombudsman di lingkungan pemerintahan negara manapun

mencantumkannya, dan ini merupakan kewajiban yang diharuskan dilaksanakan

Ombudsman untuk perlindungan publik. Walaupun setiap Ombudsman di dunia

mengadopsi adanya sistem hubungan kerja sama antar lembaga untuk maksud dan

tujuan tertentu, namun dalam praktiknya setiap negara tentu saja berbeda dan

tidak sama, tergantung pada sistem pemerintahan negara yang dianut maupun

yang pencetusan oleh undang-undang pembentukannya.

Dalam konteks Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor

Leste, mengenai hubungan kerja sama Ombudsman dengan lembaga lainnya

diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 (Kewajiban bekerja

sama dengan entitas/lembaga lain), Artigo 33 Lei No. 7/2004 (Dever de

Cooperação com outras entidades).

Sesuai pengaturan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004,

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan diwajibkan hanya melakukan

hubungan kerja sama (ligação) dengan entitas/kesatuan atau lembaga

(instituições): Kejaksaan Agung (Procuradoria Geral da República) RDTL.

Hubungan kerja sama Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

dengan Kejaksaan Agung (Procuradoria–Geral da República) ini, menyangkut:

a). Permintaan Ombudsman kepada Parlemen Nasional untuk melakukan

investigasi atas tindakan suatu kejahatan.

b). Apabila Ombudsman telah menerima sebuah informasi dimana terbukti

adanya perbuatan suatu kejahatan, dapat mengajukannya dalam bentuk kasus

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

ke Kejaksaan Agung, diserta dengan informasi yang akurat, untuk

dapat membantu dalam menemukan suatu kebenaran (descoverta da

verdade)

Juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Ayat (6), memberi

jalan bagi Ombudsman untuk membangun kerja sama dengan organ atau lembaga

lain yang relevan dengan perlindungan hak asasi manusia dan/atau pemerintahan

yang baik (good governance). Atas dasar ayat inilah, untuk memperkuat

kedudukan dan kewenangan Ombudsman dalam perlindungan masyarakat dari

korban mal-administrasi (pemerintahan yang buruk), Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga/institusi

negara/pemerintahan serta lembaga swadaya yang lainnya, diantaranya sebagai

berikut:

1. Kepolisian Nasional Republik Demokratik Timor Leste.

Menurut Pasal 48 UU No. 7 Tahun 2004, Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan tidak dapat dilakukan sendiri dalam hal pemanggilan paksa

Terlapor. Untuk itulah Ombudsman membutuhkan bantuan Polisi dalam

mengatasi masalah ini. Dalam hubungan kerja sama ini, menyangkut

koordinasi dalam penanganan laporan pengaduan dari masyarakat yang

dialami korban tindakan kesewenang-wenangan yang telah dilakukan aparat

pemerintah, penyelenggara negara, Badang Usaha Milik Negara, Badang

Usaha Milik Daerah, dan siapapun yang menyelenggarakan misi pelayanan

publik. Jika pejabat dari instansi Terlapor yang dipanggil Ombudsman tidak

mengindahkan panggilan itu dalam tiga kali berturut-turut maka Ombudsman

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

bersama Polisi Nasional, memanggil paksa, untuk menhadiri sekaligus

memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Ombudsman mengenai

investigasi atas sebuah kasus yang telah maupun sedang dilakukannya.

2. Komisi Anti Korupsi

Dengan menitik beratkan penyelenggaraan negara bebas korupsi dan

penyelenggaraan negara bebas mal-administrasi, maka kerjasama antara

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dengan Komisi Anti korupsi

terbatas pada aspek-aspek seperti pertanggungjawaban atas fungsi, tugas dan

kewenangan masing-masing. Apabila masyarakat kurang memahami akan

lingkup kerjanya Ombudsman, kemudian mengajukan laporan tentang tindakan

pidana korupsi ke Ombudsman, maka Ombudsman memproseskannya melalui

prosedur dan mekanisme kerjanya dijadikan sebagai kasus korupsi, kemudian

diajukan ke lembaga Komisi Anti Korupsi, untuk ditindak lanjuti, sebaliknya

Komisis Anti Korupsipun demikian.

2.2.2.2.6. Perbandingan Ombudsman Antar Negara

Pada konteks dewasa ini, Ombudsman menjadi bagian penting dari

setiap negara demokrasi didunia untuk melaksanakan check and balance,

menegakkan tata kelola pemerintahan yang baik, memberantas korupsi dan lain-

lain. Dalam hal pelaksanaan tugas, fungsi, kewenangan Ombudsman di atas,

sistem Ombudsman di setiap negara sama, yaitu sebagai lembaga pengawas

indepeden, keberadaannya ada yang diatur secara konstitusional maupun

perundang-undangan. Namun, dalam hal praktik, Ombudsman di setiap negara

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

secara institusional tidak sama atau berbeda, baik nama institusi, struktur

organisasi, yurisdiksi, status, persyaratan referensi, model/gaya kerjanya dan

lain sebagainya. Gregory & Giddings (1992) dalam Budi Masthuri (1999:105).

Menyangkut perbedaan praktik Ombudsman di setiap negara tidak sama,

maka pada bagian ini penulis, memaparkan sejumlah perbedaan Ombudsman

antar negara didunia, akan tetapi tidak semua Ombudsman dunia dibandingan

dengan Ombudsman Timor Leste. Hanya sebagian Ombudsman di negara lain

yang dipilih dan diambil sebagai perbandingan dengan Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan Timor Leste, karena dilihat dari model dan gaya kerjanya

hampir mirip dengan Ombudsman Timor Leste. Dengan demikian, berikut

ini akan diberikan perbandingan Ombudsman antar negara dengan Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, sebagai berikut:

1. Ombudsman Finlandia tahun 1919

Ombudsman Finlandia ditunjuk oleh Parlemen dengan tugas memastikan

pemerintah berjalan mengikuti hukum. Lingkup kerja Ombudsman di Finlandia

sangat luas, termasuk mengawasi dan mengusut lembaga-lembaga negara.

Ombudsman mempunyai akses ke semua fasilitas pemerintah, dokumen, sistem

informasi, bahkan dapat memerintah Polisi untuk melalukan penyidikan. Jika

Ombudsman menetapkan bahwa pejabat pemerintah bertindak tidak sesuai

dengan hukum, Ombudsman dapat merekomendasikan yang bersangkutan

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

untuk diproses secara hukum. Keberadaan Ombudsman ini sangat dihormati

oleh sistem hukum, sehingga setiap rekomendasinya akan ditindaklanjuti oleh

institusi penegak hukum atau peradilan. Di Finlandia juga dibentuk

Ombudsman-Ombudsman khusus, misalnya Ombudsman kesetaraan gender,

Ombudsman perlindungan anak, Ombudsman perlindungan kelompok

minoritas, Ombudsman perlindungan data, Ombudsman perlindungan

konsumen, dan Ombudsman hak pasien. Ombudsman-Ombudsman tersebut

bekerja di bawah berbagai kementerian yang menangani masalah-masalah

tersebut.

2. Ombudsman Selandia Baru (The Ombudsman of New Zeland) 1962

Selandia Baru adalah negara berbahasa Inggris yang pertama memperkenalkan

Ombudsman. Kantor Ombudsman Selandia Baru didirikan tahun 1962 dengan

fungsi menyelenggarakan investigasi terhadap keluhan yang disampaikan

publik berkenaan dengan pelayanan pemerintah. Ombudsman dibentuk

berdasarkan rekomendasi parlemen, anggotanya tidak boleh merangkap jabatan.

Masa jabatannya sama dengan masa jabatan parlemen dan hanya dapat dicopot

oleh Gubernur Jenderal. Investigasi yang dilakukan Ombudsman di Selandia

Baru mencakup segala hal yang berkaitan dengan tindakan

menyimpang/melalaikan kewajiban dari aparat pemerintah. Di luar itu, Selandia

Baru juga mempunyai tiga Ombudsman lain, yaitu Ombudsman Perbankan,

Ombudsman Simpanan dan Asuransi, dan Komisi Pengaduan Listrik dan BBM.

3. Ombudsman India 1968

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Pemerintah India mengembangkan Ombudsman sebagai lembaga yang

menangani pengaduan dan keluhan masyarakat. Dalam bahasa India,

Ombudsman disebut sebagai Lokpal atau Lokayukta. Ombudsman India

bermula pada tahun 1966 ketika dibentuk Komisi Reformasi Pemerintahan

(Administrative Reforms Commission , ARC) di bawah pimpinan Shri Morarji

Desai. Lembaga ini ditata dalam bentuk aransemen dua jenjang (two-tier

machinery) yang disebut sebagai Lokpal yang berkedudukan di Pusat, dan

Lokayukta yang berkedudukan di setiap negara bagian untuk mereformasi

pemerintahan.

4. Ombudsman Persemakmuran Australia 1972

Ombudsman Australia dibentuk tahun 1976. Ombudsman Australia bertugas

mengusut keluhan-keluhan publik atas tindakan, keputusan, dan pelayanan

buruk dari lembaga pelayanan publik Pemerintah Australia, pelayanan sub-

kontraktor Pemerintah Australia, dan memeriksa keluhan atas suatu proses

penyidikan yang berlebihan dari Polisi Federal Australia. Ombudsman juga

berhak mengusut keluhan keterlambatan permintaan informasi atau Freedom

of Information Request (FOI) dan biaya yang dibebankan atas permintaan

informasi tersebut. Ombudsman di tingkat negara atau persemakmuran

(Commonwealth) menangani permasalahan Ombudsman yang terkait dengan

kemiliteran (Defence Force), imigrasi, pos, pajak, peradilan, dan permasalahan

Ombudsman antar negara bagian. Di tingkat negara federal terdapat berbagai

Ombudsman dengan tugas yang sama dengan batas yurisdiksi sesuai dengan

batasan negara federal, dengan mengecualikan otoritas negara

(commonwealth).

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

5. Ombudsman Portugal (Provedor de Justiça) 1975

Di Portugal, Ombudsman disebut sebagai Pembawa Hukum (Justice Provider)

atau dalam bahasa Portugis Provedor de Justiça, dengan tugas melaksanakan

pasal 23 Konstitusi Portugal, yaitu menjadi lembaga yang efektif di mana

publik dapat menyampaikan keluhan dan pengaduan terhadap otoritas yang

tidak adil. Di Portugal Ombudsman bersifat independen, meski diangkat oleh

Parlemen. Di samping melaksanakan tugas “tradisi”, Ombudsman Portugal

juga melaksanakan fungsi perlindungan anak dan warganegara lanjut usia.

6. Ombudsman Spanyol 1981

Di Spanyol, kantor Ombudsman disebut sebagai defensor del pueblo atau

Pelindung Masyarakat (People‟s defender). Defensor de Pueblo terdapat di

tingkat nasional. Di tingkat daerah terdapat Ombudsman dengan berbagai nama

yang berbeda-beda. Di Galicia disebut Valedor do Pobo. Di Basque disebut

Arateko. Di Aragon disebut Justicia de Aragón. Di Valencia disebut Sindic de

Greuges. Di Andalusia disebut Defensor del Pueblo Andaluz. Di Castile-Leon

disebut Procurador del Común. Di Navarre disebut Defensor del Pueblo de

Navarra/Nafarroako Ararteko. Di Canary Island disebut Diputado del Común.

7. Ombudsman Yunani 1983

Di Yunani, Ombudsman diberi nama sebagai Pelindung Warga (Citizen‟s

Advocate) dan sebagai sebuah otoritas yang indepenen. Ombudsman Yunani

pada saat ini adalah Profesor Georgios Kaminis. Ia disebut sebagai “The

Citizen‟s Advocate”. Sebagai Advocate ia didampingi oleh lima asisten yang

menangani lima isu yang berbeda, yaitu:

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

1. hak-hak sipil, 2. perlindungan sosial, 3. kualitas hidup, 4. hubungan negara-

warganegara dan hak anak

8. Ombudsman Rusia 1990

Di Rusia, Ombusman dikenal sebagai Komisioner Hak Asasi Manusia (human

rights commissioner). Komisi ini dipimpin oleh Vladimir Lukin, yang

bertanggung jawab dalam perlindungan hak asasi manusia.

9. Ombudsman Siprus 1991

Di Siprus Ombudsman dikenal sebagai Komisi Pemerintahan (Commissioner

for Administration) sebuah otoritas independen yang didirikan 15 Maret 1991.

Ombudsman Siprus saat ini adalah Eliana Nicolaou. Tugas khususnya

adalah memantau tugas penyelenggaraan pemerintahan negara sehari-harinya.

10. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) 2000

Di Indonesia, Ombudsman bermula dari dibentuknya "Komisi Ombudsman

Nasional" pada tanggal 20 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Abdul

Rahman Wahid Nomor 44 Tahun 2000. Kebersamaan dengan amandemen

UUD 45 tahun 2004, atas lembaga-lembaga negara di Indonesia, maka

selanjutnya tahun 2008, diterbitkanlah Undang-Undang No. 37 Tahun 2008

oleh Dewan Perwakilan Rakyat (parlemen), yang menjadi dasar hukum bagi

pembentukan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dari penerbitan

undangg-undang ini mengubah eksistensi Ombudsman di Indonesia dari

Ombudsman eksekutif menjadi Ombudsman legislatif.

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Ombudsman Republik Indonesia dibentuk dengan tujuan untuk

meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara serta untuk

menjamin perlindungan hak-hak masyarakat. Secara khusus tujuan

Ombudsman Nasional Indonesia adalah mengajak peran serta masyarakat

membantu memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, dan meningkatkan

perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum,

keadilan dan kesejahteraan secara lebih baik.

Ombudsman Nasional Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Ketua

dan dibantu oleh seorang Wakil Ketua, serta anggota sebanyak-banyaknya 9

(sembilan) orang, yang terdiri dari tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan untuk

melaksanakan tugas pokok Ombudsman.

11. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan (Provedoria Dos Direitos

Humanos E Justiça) Timor Leste 2005

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste dibentuk oleh

negara pada tanggal 20 Mei 2005, berdasarkan pada penerbitan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Estatuto Pembentukan Ombudsman

Hak Asasi Manusiaa Dan Keadilan, oleh Parlemen Nasional tanggal 26 Mei

2004. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki kewenangan

yang sangat luas, untuk melakukan perlindungan hak asasi manusia dan

peneggakan pemerintahan yang baik. Dapat menhadiri di depan sebuah

pengadilan, memeriksa aparat negara dan pemerintah, menginvestigasi fungsi

administratif lembaga legislatif, peradilan dan militer.

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Landasan hukum Ombudsman Timor Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

Timor Leste adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, dengan sasaran

kerja utama perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak masyarakat sipil

terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power)

dan kesalahan administratif pemerintahan dalam layanan publik yang tidak adil

atau tidak layak.

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan saat ini dipimpin oleh

seorang Ketua Ombudsman yang bernama Sr. Sebastião Dias Ximenes dan

didampingi oleh dua orang wakil Ketua, diantaranya Sr. Silverio Pinto Baptista

yang menangani isu area Hak Asasi Manusia dan Sr. Rui Pereira dos Santos pada

area isu Good Governance periode tahun 2010-2014. Anggota Ombudsman (ketua

dan wakil ketua) dipilih dan diangkat oleh Parlemen Nasional untuk tugas 4

(empata) tahun.

2.2.3. Kerangka Pemikiran

Telah dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa pada hakekatnya,

penyelenggaraan pemerintahan negara dimanapun, ditunjukan pada terwujudnya

pemerintahan yang baik. Tentang konsep pemerintahan yang baik ini,

sebagaimana dikemukakan oleh Bank Dunia (1997), dalam LAN-BPKP (1999:

79), yaitu, sebagai cara kekuasaan digunakan dalam memgelola berbagai sumber

daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (The way state power

is used in managing economic and social resources for development of society).

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Dikatakan lebih lanjut oleh United Nation Development Programe

(UNDP, 1997), bahwa, governance dimaknai sebagai praktik penerapan

kewenangan pengelolaan urusan politik, ekonomi, dan administratif di semua

tingkat.

Keterkaitan antara kepemerintahan yang baik dengan penyelenggaraan

negara, sebagaimana dikemukakan oleh UNDP (1997), dalam LAN (2007: 26),

governance digambarkan dengan tiga kaki , yaitu:

1) Economic goverernance (pemerintah sebagai fasilitator ekonomi, terhadap

equity, poverty, and quality of life)

2) Political Governance, (prosespembuatan keputusan untuk formulasi peraturan

perundang-undangan)

3) Administrative governance, ( sistem implementasi kebijakan)

Berdasarkan pada ketiga konsep di atas, governance meliputi tiga domain

utama, yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing, yaitu:

1). State /negara atau pemerintahan (menciptakan iklim politik dan hukum yang

kondusif)

2). Private Sector/ Sektor swasta (menciptakan lapangan pekerjaan dan

pendapatan)

3). Society/ masyarakat (berperan aktif dan posetif dalam interaksi sosial, melalui

lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan mengajak

anggota masyarakat untuk berpartisipasi)

Hal ini sejalan dengan pendapat Pinto (19994) dalam LAN (2007:27),

bahwa:

“Istilah governance mengandung arti praktik penyelenggaraan kekuasaan

dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan

secara umum, dan pembangunan ekonomi pada khususnya, karena

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

governance adalah masalah perimbangan antara: negara, swasta dan

masyarakat”

Berdasarkan pendapat di atas, governance dijalankan oleh ketiga domain,

yang diharuskan masuk dalam kategori yang baik (good). Ketiga

domain/komponen di atas lebih berkaitan dengan kinerja pemerintah, yaitu

pemerintah yang berkewajiban melakukan penerapannya sistem demokrasi, rule

of low dan hak asasi manusia. Di sisi lain penyelenggaraan pemerintahan

ditujukan kepada terciptanya fungsi layanan publik yang baik dan efektif serta

bebas dari praktik-praktik koruptif (penyalahgunaan wewenang dan mal-

administrasi).

Untuk mendukung terciptanya pemerintahan yang baik dan efektif,

transparan, akuntabel responsif dan demokrasi, maka perlu dibentuk suatu

lembaga yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi

masyarakat, yaitu lembaga yang bernama Ombudsman. Lembaga Ombudsman

inilah yang menampung aspirasi maupun kepentingan masyarakat dan

memperjuangkannya agar mendapat respons dari pemerintah, terutama

mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan atau keputusan yang sesuai

dengan tuntutan masyarakat serta mewujudkan pelayanan yang baik dan

maksimal kepada masyarakat. Lembaga Ombudsman dimanapun berperan penting

dalam pemberian saran dan usulan atau masukan-masukan (rekomendasi) bagi

perbaikan kinerja pemerintah, terutama penyelenggaraan administrasi publik,

pemerintahan dalam ayanan publik yang lebih efektif, demokratis, berkeadilan,

transparan, akuntabel, responsif dan lain sebagainya.

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, tujuan pembentukan lembaga

Ombudsman Timor Leste sesuai dengan Undang Undang No. 7 Tahun 2004,

adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Agar good

governance tersebut dapat terwujud di Timor Leste, maka Ombudsman Timor

Leste diharuskan berperan aktif dalam mendorongnya, sesuai dengan tugas, fungsi

dan kewenangannya.

Peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong

good governance di Timor Leste, mencakup bagaiman Ombudsman menerima

pengaduan dari masyarakat mengenai sikap dan tindakan pemerintahan yang

buruk. Melakukan fungsi pencegahan melalui pencarian penyelesaian atas ketidak

adilan, memberikan saran dan usul (rekomendasi) sebagai bahan masukan bagi

pemerintah dan bagaimana menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya.

Berdasarkan pada uraian konsep di atas, penulis merumuskan Peran

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Dalam Mendorong good

governance di Timor Leste dilakukan melalui tiga aktivitas kerja yang penting

yaitu: Investigasi Mal-administrasi Publik, Monitoring dan Pendidikan Umum

Anti Mal-administrasi Publik.

Pelaksanaan atas ketiga aktivitas kerja tersebut, merupakan peran strategik

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang dilakukan untuk tindakan

penuntutan dan/atau merubah perilaku para pejabat publik dari perbuatan

kesalahan-kesalahan mal-administrasi dan juga memperbaiki prosedur layanan

publik pemerintahan yang sesuai dengan prinsip prinsip good governance.

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

Berdasarkan tinjauan pustaka, dan uraian kerangka pemikiran di atas, maka

keseluruhan kerangka pemikran Peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan dalam mendorong good governance di Timur Leste dapat digambarkan

dalam bentuk Bagan Kerangka Pemikiran sebagai berikut:

Gambar: 1

Bagan Kerangka Pemikiran

Feedback

Dari kerangka pemikiran di atas, penulis memusatkan penilitian dalam

penulisan tesis ini; pada proses pembahasan berfokus pada tiga lingkup kerja

utama sebagai peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam

mendorong terwujudnya good governance di Timor Leste.

2.2.3. Hipotesis Kerja

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan

hipotesis kerja penelitian ini sebagai berikut:

1. Peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan melalui investigasi, dan

monitoring mal-administrasi publik serta pendidikan umum anti mal-

MENDORONG

GOOD GOVERNANCE

DI TIMOR LESTE

1Partisipasi

2.Kepastian hukun

3. Transparansi

4.Responsif

5. Konsensus

6. Keadilan

7. Efektivitas &

Efisiensi

8. Tanggunjawab

9.Wawasan ke depan

PERAN OMBUDSMAN

HAK ASASI MANUSIA

DAN KEADILAN

1. Investigasi Mal-

administrasi Publik

2. Monitoring Mal-

administrasi Publik

3. Pendidikan Umum Anti

Mal-administrasi Publik

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170120110503_2_6821.pdf · governance, yang menjadi referensi bagi tesis yang peneliti tulis

administrasi publik dapat mendorong good governance di Republik

Demokratik Timor Leste

2. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menjalankan fungsi

dan tugasnya dalam mendorong good governance di Timor Leste dilakukan

sesuai dengan 9 prinsip good governance, yaitu:

1.Partisipasi

2.Kepastian hukun

3. Transparansi

4.Responsif

5. Konsensus

6. Keadilan

7. Efektivitas & Efisiensi

8. Tanggunjawab

9.Wawasan ke depan