bab ii tinjauan pustaka 2.1. kepemimpinan kepala sekolah · 2018. 7. 25. · 9 bab ii tinjauan...

38
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan Kepala Sekolah Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar bila memiliki pemimpin yang baik. Pemimpin dalam suatu organisasi memegang kendali utama dalam mengatur jalannya organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 874) disebutkan bahwa ”pemimpin artinya orang yang memimpin atau cara memimpin”. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang dapat diandalkan. Kepemimpinan itu sendiri merupakan salah satu yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi kerja dan merupakan aktivitas utama untuk pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang- orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Basri (2014: 11) menyatakan bahwa ”kepemimpinan merupakan daya dan upaya yang dilakukan seseorang, yang menjabat sebagai pemimpin dalam memengaruhi orang lain agar menjalankan rencana kerja yang sudah ditetapkan demi tercapainya tujuan dengan cara yang efektif dan efisien”. Sedangkan menurut Andang (2013: 39) ”kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan untuk memengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai tujuan dari organisasi”.

Upload: others

Post on 21-Mar-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik dan

lancar bila memiliki pemimpin yang baik. Pemimpin

dalam suatu organisasi memegang kendali utama

dalam mengatur jalannya organisasi. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2002: 874) disebutkan bahwa

”pemimpin artinya orang yang memimpin atau cara

memimpin”. Pemimpin yang baik adalah pemimpin

yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang dapat

diandalkan. Kepemimpinan itu sendiri merupakan

salah satu yang sangat penting dalam mempengaruhi

prestasi kerja dan merupakan aktivitas utama untuk

pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan dapat

diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-

orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan

organisasi.

Basri (2014: 11) menyatakan bahwa

”kepemimpinan merupakan daya dan upaya yang

dilakukan seseorang, yang menjabat sebagai pemimpin

dalam memengaruhi orang lain agar menjalankan

rencana kerja yang sudah ditetapkan demi tercapainya

tujuan dengan cara yang efektif dan efisien”.

Sedangkan menurut Andang (2013: 39) ”kepemimpinan

adalah suatu proses yang dilakukan untuk

memengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk

bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai

tujuan dari organisasi”.

10

Purwanto (2008: 26) menyatakan bahwa:“kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa”.

Robbins dalam Tjiptono dan Diana (2005: 152)

menyebutkan bahwa ”kepemimpinan sebagai

kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok

anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran

yang ditetapkan”.

Soepardi dalam Mulyasa (2012: 107)

mendefinisikan kepemimpinan sebagai ”kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina agar maksud manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas kita

bisa melihat bahwa ada persamaan pemahaman

tentang kepemimpinan yaitu didalamnya berisi

kemampuan seseorang untuk memberi pengaruh pada

orang lain agar bertindak sesuai dengan yang telah

ditetapkan dengan sukarela atau tanpa paksaan

karena tindakan itu lahir dari dalam dirinya sebagai

tanggungjawab yang harus dilaksanakan.

Berdasarkan uraian tersebut penulis memiliki

pendapat bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup

tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya

pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut,

11

serta adanya situasi kelompok tempat memimpin dan

berinteraksi. Kepemimpinan dapat timbul dari mana

saja asalkan unsur-unsur dalam kepemimpinan itu

terpenuhi, antara lain: adanya orang yang

mempengaruhi, adanya orang yang dipengaruhi,

adanya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, adanya

aktifitas, interaksi dan otoritas.

2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah

Andang (2014: 54) menyatakan pengertian

tentang kepemimpinan kepala sekolah sebagai berikutKepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan seorang pemimpin (kepala sekolah) dalam memengaruhi komponen-komponen sekolah agar bekerja dalam mencapai tujuan bersama. Kepala sekolah merupakan pemimpin tunggal di sekolah yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang untuk mengatur, mengelola, dan menyelenggarakan kegiatan di sekolah, agar apa yang menjadi tujuan sekolah dapat tercapai.

Sedangkan Mulyasa (2009: 115) menyatakan,Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat kita

lihat bahwa Mulyasa menegaskan pernyataan Andang

dimana dia menyebutkan ciri-ciri yang harus ada

dalam diri seorang kepala sekolah sebagai pemimpin

yang nantinya dapat digunakan untuk melaksanakan

tugas-tugas kepemimpinan yang dinyatakan dalam

tulisan Andang.

12

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, penulis

memberikan pendapat bahwa kepemimpinan dapat

diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

beraktivitas, memimpin, menggerakkan, atau

mempengaruhi bawahan, melakukan koordinasi serta

mengambil keputusan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Dalam kenyataannya, apapun bentuk

suatu organisasi pasti memerlukan seorang untuk

menduduki posisi pimpinan/pemimpin. Seseorang yang

menduduki posisi pimpinan dalam suatu organisasi

mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan,

termasuk dalam hal ini adalah organisasi pendidikan,

yang mana pemimpin dalam organisasi ini adalah

kepala sekolah/madrasah.

2.1.2. Peran dan Fungsi Kepala Sekolah

Peran dan fungsi kepala sekolah cukup penting

dalam mewujudkan tujuan program pembelajaran.

Andang (2014: 44) menyatakan 3 fungsi kepala sekolah,

yaitu sebagai administrator pendidikan, supervisor

pendidikan, dan pemimpin pendidikan. Kepala sekolah

berfungsi sebagai administrator pendidikan berarti

untuk meningkatkan mutu sekolahnya, seorang kepala

sekolah dapat memperbaiki dan mengembangkan

fasilitas sekolahnya misalnya gedung, perlengkapan

atau peralatan dan lain-lain yang tercakup dalam

bidang administrasi pendidikan. Lalu jika kepala

sekolah berfungsi sebagai supervisor pendidikan berarti

usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan

cara peningkatan mutu guru-guru dan seluruh staf

sekolah, misalnya melalui rapat-rapat, observasi kelas,

13

perpustakaan dan lain sebagainya. Dan kepala sekolah

berfungsi sebagai pemimpin pendidikan berarti

peningkatan mutu akan berjalan dengan baik apabila

guru bersifat terbuka, kreatif dan memiliki semangat

kerja yang tinggi. Suasana yang demikian ditentukan

oleh bentuk dan sifat kepemimpinan yang dilakukan

kepala sekolah.

Menurut Mulyasa (2009: 98-122) kepala sekolah

mempunyai 7 fungsi utama, yaitu:

1. Kepala Sekolah Sebagai Educator (Pendidik)

Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari

proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan

pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala

sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus

terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan

belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat

memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki

gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha

memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat

secara terus menerus meningkatkan kompetensinya,

sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan

efektif dan efisien.

2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah

satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah

melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan

pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala

sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan

memberikan kesempatan yang luas kepada para guru

untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan

14

profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan

pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti:

MGMP/MGP tingkat sekolah, atau melalui kegiatan

pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti

kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti

berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan

pihak lain.

3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Khususnya berkenaan dengan pengelolaan

keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan

kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa

besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran

peningkatan kompetensi guru tentunya akan

mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para

gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya

dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi

upaya peningkatan kompetensi guru.

4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Untuk mengetahui sejauhmana guru mampu

melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala

sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang

dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas

untuk mengamati proses pembelajaran secara

langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan

metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa

dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini,

dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru

dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat

penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan,

selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak

lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki

15

kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan

keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.

5. Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)

Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita

mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan

yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang

berorientasi pada manusia. Dalam rangka

meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala

sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan

tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan

kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa (2009: 25)

menyebutkan kepemimpinan seseorang sangat

berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala

sekolah sebagai pemimpin akan tercermin sifat-sifat

sebagai berikut: (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung

jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5)

berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.

6. Kepala Sekolah Sebagai Inovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya

sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki

strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang

harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru,

mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan

kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah, dan

mengembangkan model model pembelajaran yang

inofatif. Kepala sekolah sebagai inovator tercermin dari

cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif,

kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif, dan

keteladanan.

16

7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki

strategi yang tepat untuk memberikan motivasi tenaga

kependidikan dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui

pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana

kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif,

dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui

pengembangan pusat sumber belajar.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis

berpendapat bahwa terdapat 7 tugas pokok seorang

kepala sekolah dalam organisasi sekolah yaitu

EMASLIM, kepala sekolah berfungsi sebagai edukator,

manajer, administrator, supervisor, leader, inovator,

dan motivator.

2.2. Supervisi

2.2.1. Pengertian Supervisi Pendidikan

Menurut Purwanto (2008: 76) supervisi adalah

“suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk

membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya

dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif”. Hal

ini lebih ditegaskan Pidarta (2009: 2) yang menyatakan

bahwa supervisi adalah “upaya membina guru-guru

dalam mengembangkan proses pembelajaran pada

daerah tertentu yang mencakup unsur-unsur: 1) materi

pelajaran, 2) proses pembelajaran, 3) kecakapan yang

dibutuhkan, 4) tingkat kompetensi setiap guru, dan 5)

kondisi siswa”.

Jasmani (2013: 27) menyatakan bahwa:

17

“supervisi pendidikan adalah segala bantuan dari supervisor dan atau semua pemimpin kepala sekolah untuk memperbaiki manajemen pengelolaan sekolah dan meningkatkan kinerja staf/guru dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai dengan optimal. Caranya, dengan cara memberi bantuan, dorongan, pembinaan, bimbingan, dan memberi kesempatan bagi pengelola sekolah dan para guru untuk memperbaiki dan mengembangkan kinerja dan profesionalismenya”.

Menurut Mulyasa (2012: 154) bahwa “supervisi

secara etimologi berasal dari kata super dan visi yang

mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau

menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh

pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan

kinerja bawahan.

Carter dalam Mulyasa (2012: 155)

menyatakan bahwa“supervisi adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk memperbaiki pengajaran, termasukmenstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahkan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran”.

Dari beberapa pengertian supervisi yang telah

dipaparkan kita dapat melihat bahwa antara Mulyasa,

Pidarta, Jasmani dan Carter memiliki persamaan

pendapat mengenai definisi dari supervisi yang pada

intinya mereka menuliskan supervisi sebagai bentuk

usaha, aktivitas, dan atau bantuan yang diberikan

kepada guru dan tenaga kependidikan untuk

meningkatkan kualitas pengajaran, bahkan menurut

Jasmani supervisi memiliki peran yang lebih luas

18

perannya dalam memperbaiki manajemen pengelolaan

sekolah.

Dari beberapa pernyataan peneliti dapat

memberikan pendapat bahwa supervisi adalah kegiatan

yang dilakukan oleh seorang supervisor untuk

membantu orang lain yang disupervisi agar dapat

menemukan solusi atas permasalahan atau kendala

yang dijumpai untuk meningkatkan profesionalisme

dan kinerja mereka. Dalam konteks pembelajaran di

kelas, supervisi dilakukan untuk membantu guru

mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dijumpai

terkait dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam

pembelajaran, kemudian menemukan solusi atas

masalah dan hambatan tersebut, sehingga dapat

meningkatkan profesionalisme dan kinerja mereka

dalam mengelola pembelajaran yang lebih aktif,

interaktif, dan efektif. Dengan demikian fokus supervisi

adalah untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas

pembelajaran, meskipun kegiatan supervisi terkait pula

dengan urusan administrasi, karir dan kesejahteraan.

Hubungan pengawasan dibangun atas dasar

kepercayaan, kerahasiaan, dukungan, dan empati

pengalaman. Kualitas lain yang terdapat dalam

hubungan pengawasan meliputi konstruktif umpan

balik, keamanan, rasa hormat, dan perawatan diri.

2.2.2. Prinsip dan Fungsi Supervisi

Sahertian dalam Jasmani (2013: 47)

menyebutkan bahwa,“empat prinsip yang harus diperhatikan serta dilaksanakan oleh para supervisor pendidikan atau

19

kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan supervisi agar benar-benar efektif dalam usaha mencapai tujuannya.a. Ilmiah (Scientific), prinsip ini mengandung ciri-ciri antara lain: a) kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan proses belajar mengajar, b) untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan seterusnya, c) setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan kontinu.b. Demokratis, servis, dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya.c. Kooperatif atau Kerja sama, mengembangkan usaha bersama, menstimulasi guru sehingga mereka merasa tumbuh bersama.d. Konstruktif dan kreatif, setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan”.

Jadi sejalan dengan pemikiran Sahertian penulis

berpendapat bahwa dalam pelaksanaan supervisi

keempat prinsip harus diterapkan agar kegiatan

supervisi efektif artinya kegiatan supervisi yang

dilaksanakan haruslah ditujukan untuk

menumbuhkan motivasi dan mengembangkan potensi

guru untuk bekerja sama mengembangkan usaha

perbaikan mutu pendidikan dengan melihat data

objektif permasalahan yang ditemui dalam suasana

yang akrab dan penuh kehangatan sehingga

diharapkan dengan adanya supervisi mampu

mengkondisikan profesionalisme guru dengan

sebenarnya.

20

Adapun fungsi dari adanya supervisi pendidikan

menurut Imron (2011: 12) adalah menumbuhkan iklim

bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui

serangkaian upaya supervisi terhadap guru-guru dalam

wujud layanan profesional. Berdasarkan pendapat

tersebut, maka bisa dikatakan bahwa dalam

pelaksanaan supervisi, supervisor hendaknya memiliki

prinsip Ilmiah (Scientific), demokratis, kooperatif, serta

konstruktif dan kreatif sehingga proses pembelajaran

menjadi lebih kondusif”.

2.3. Supervisi Akademik

2.3.1. Pengertian Supervisi Akademik

Hakikat supervisi akademik merupakan upaya

nyata untuk membantu guru-guru mengembangkan

kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan demikian, berarti esensi supervisi akademik itu

sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam

mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu

guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.

Mencermati pengertian supervisi seperti yang

telah diuraikan sebelumnya umumnya supervisi

ditujukan untuk menciptakan atau mengembangkan

situasi belajar yang lebih baik, sehingga perlu kiranya

memperhatikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

dan segala hal yang mendukung kegiatan belajar

mengajar. Pelaksanaan supervisi harus lebih diarahkan

kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan

kompetensi guru dalam mengelola kegiatan belajar

mengajar.

21

Supervisi yang menekankan pada pembinaan

professional guru sebagai upaya memperbaiki dan

meningkatkan kemampuan professional guru sering

disebut dengan istilah supervisi akademik (Jasmani,

2013: 28). Jadi supervisi akademik ini merupakan

supervisi yang dilaksanakan untuk menilai dan

membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas

proses pembelajaran yang dilaksanakannya, agar

berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa

disebut supervisi akademik.

Menurut Lantip (2011: 112) bahwa“supervisi akademik dilakukan dengan inisiatif awal dari supervisor. Hal ini berarti pelaksanaan supervisi ini didasarkan atas keinginan kepala sekolah untuk membantu guru dalam mengatasi masalahnya dalam pembelajaran”.

Menurut Muslim (2013: 68) bahwa“seorang supervisor harus memiliki kompetensi teknis khususnya bidang akademik berkaitan dengan pekerjaan orang-orang yang disupervisi. Karena sasaran utama dari kegiatan supervisi adalah guru dengan tugas utamanya melaksanakan KBM”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis

memberikan pendapat bahwa supervisi akademik

adalah suatu kegiatan layanan dan pembinaan yang

direncanakan oleh kepala sekolah yang dilakukan

secara sistematis untuk membantu para guru baik

secara individu atau kelompok dalam usaha

memperbaiki proses pembelajaran atau melakukan

tugasnya secara efektif.

22

2.3.2. Prinsip Supervisi Akademik

Terdapat 14 prinsip yang harus dipahami apabila

akan melaksanakan supervisi akademik, prinsip-prinsip

itu adalah (1) Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai

kondisi sekolah, (2) Sistematis, artinya dikembangan

sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan

tujuan pembelajaran, (3) Objektif, artinya masukan

sesuai aspek-aspek instrumen, (4) Realistis, artinya

berdasarkan kenyataan sebenarnya, (5) Antisipatif,

artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang

mungkin akan terjadi, (6) Konstruktif, artinya

mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam

mengembangkan proses pembelajaran, (7) Kooperatif,

artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan

guru dalam mengembangkan pembelajaran, (8)

Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah,

asih, dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran, (9)

Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi

pelaksanaan supervisi akademik, (10) Aktif, artinya guru

dan supervisor harus aktif berpartisipasi, (11) Humanis,

artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan

yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan

penuh humor, (12) Berkesinambungan supervisi

akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan,

(13) Terpadu, artinya menyatu dengan dengan program

pendidikan, (14) Komprehensif, artinya memenuhi ketiga

tujuan supervisi akademik, Lantip (2011: 87).

2.3.3. Tujuan Supervisi Akademik

Menurut Sergiovanni dalam Jasmani (2013: 28)

bahwa,

23

“ada tiga tujuan supervisi akademik yaitu 1) supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas,mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu, (2) supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya, (3) supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya”.

Glickman dalam Lantip (2011: 86) menyebutkan

“tujuan supervisi akademik adalah membantu guru

mengembangkan kompetensinya, mengembangkan

kurikulum, mengembangkan kelompok kerja guru,

dan membimbing penelitian tindakan kelas (PTK)”.

Gambar tiga tujuan supervisi akademik yang dituliskan

dalam Lantip (2011 : 86) sebagaimana dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

PengembanganProfesionalisme

Pengawasankualitas

Penumbuhan Motivasi

TIGA TUJUAN

SUPERVISI

Gambar 2.1 Segitiga tujuan supervisi akademik

24

Dari penjelasan diatas tujuan supervisi akademik

adalah membantu guru dalam mengembangkan

kemampuannya supaya tujuan pembelajaran yang

ditetapkan tercapai.

2.3.4. Teknik-Teknik Supervisi Akademik

Satu di antara tugas kepala sekolah adalah

melaksanakan supervisi akademik. Untuk

melaksanakan supervisi akademik secara efektif

diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan

teknikal. Oleh sebab itu, setiap Kepala sekolah harus

memiliki keterampilan teknikal berupa kemampuan

menerapkan teknik-teknik supervisi yang tepat dalam

melaksanakan supervisi akademik. ”Teknik-teknik

supervisi akademik meliputi dua macam, yaitu:

individual dan kelompok”, Lantip (2011: 102).

Teknik supervisi akademik ada dua yaitu:

individual dan kelompok seperti gambar berikut.

Gambar 2.2. Teknik Supervisi

25

2.3.4.1. Teknik Supervisi Individual

Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan

supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di

sini hanya berhadapan dengan seorang guru. Dari hasil

supervisi ini dapat diketahui kualitas pembelajaran

guru bersangkutan.

Teknik supervisi individual ada lima macam

adalah sebagai berikut.

1) Kunjungan Kelas, (Classroom Visitation)

Menurut Muslim (2013: 74) bahwa“kunjungan kelas adalah kunjungan seorang supervisor ke kelas pada saat guru sedang mengajar, artinya supervisor menyaksikan dan mengamati guru mengajar. Melalui kunjungan kelas tersebut supervisor dapat mengetahui apa kelebihan dan kekurangan guru terutama dalam konteks pelaksanaan KBM. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekiranya perlu diperbaiki.Tahap-tahap kunjungan kelas terdiri dari empat tahap yaitu:(1) tahap persiapan. (2) tahap pengamatan selama kunjungan. (3) tahap akhir kunjungan(4) tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut”.

2) Kunjungan Observasi (Observation Visits)

Guru-guru ditugaskan untuk mengamati seorang

guru lain yang sedang mendemonstrasikan cara-cara

mengajar suatu mata pelajaran tertentu. Kunjungan

observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau

dengan mengadakan kunjungan ke sekolah lain. Secara

umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah: (1)

usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses

pembelajaran, (2) cara menggunakan media

pengajaran, (3) variasi metode, (4) ketepatan

26

penggunaan media dengan materi, (5) ketepatan

penggunaan metode dengan materi, dan (6) reaksi

mental para siswa dalam proses belajar mengajar.

Pelaksanaan observasi melalui tahap: persiapan,

pelaksanaan, penutupan, penilaian hasil observasi; dan

tindak lanjut. Dalam rangka melakukan observasi,

seorang supervisor hendaknya telah mempersiapkan

instrumen observasi, menguasai masalah dan tujuan

supervisi.

3) Pertemuan Individual

Pertemuan individual adalah satu pertemuan,

percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara supervisor

dan guru. Tujuannya adalah: (1) mengembangkan

perangkat pembelajaran yang lebih baik, (2)

meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran,

dan (3) memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan

pada diri guru.

Menurut Swearingen dalam Lantip (2011: 105)

mengatakan bahwa,“klasifikasi empat jenis pertemuan (percakapan) individual sebagai berikut: (1) Classroom-conference,yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat). (2) Office-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru.(3) Causal-conference. yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru (4) Observational visitation. yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas.

27

Hal yang dilakukan supervisor dalam pertemuan

individual: (1) berusaha mengembangkan segi-segi

positif guru, (2) mendorong guru mengatasi kesulitan-

kesulitannya, (3) memberikan pengarahan, dan (4)

menyepakati berbagai solusi permasalahan dan

menindaklanjutinya.

4) Kunjungan Antar Kelas

Kunjungan antar kelas adalah guru yang satu

berkunjung ke kelas yang lain di sekolah itu sendiri.

Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman dalam

pembelajaran. Cara-cara melaksanakan kunjungan

antar kelas adalah sebagai berikut: (1) Jadwal

kunjungan harus direncanakan, (2) Guru-guru yang

akan dikunjungi harus diseleksi, (3) Tentukan guru-

guru yang akan mengunjungi, (4) Sediakan segala

fasilitas yang diperlukan, (5) Supervisor hendaknya

mengikuti acara ini dengan pengamatan yang cermat,

(6) Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antar kelas

selesai? misalnya dalam bentuk percakapan pribadi,

penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu, (7)

Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru

bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan

kondisi yang dihadapi, (8) Adakan perjanjian-perjanjian

untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya.

2.3.4.2. Supervisi Kelompok

Teknik supervisi kelompok adalah satu cara

melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada

dua orang atau lebih. Guru-guru yang yang akan

disupervisi berdasarkan hasil analisis kebutuhan, dan

28

analisis kemampuan kinerja guru, kemudian

dikelompokan berdasarkan kebutuhan guru. Kemudian

guru diberikan layanan supervisi sesuai dengan

permasalahan atau kebutuhan yang diperlukan. Dalam

teknik supervisi kelompok, terdapat beberapa

tindakan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah

sebagai berikut: (1) Mengadakan pertemuan atau rapat

(meeting). Seorang kepala sekolah menjalankan

tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusun

termasuk mengadakan rapat-rapat secara periodik

dengan guru-guru, dalam hal ini rapat-rapat yang

diadakan dalam rangka kegiatan supervisi. Rapat

tersebut antara lain melibatkan KKG, MGMP, dan rapat

dengan pihak luar sekolah. (2) Mengadakan diskusi

kelompok (group discussions). Diskusi kelompok dapat

diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru

bidang studi sejenis. Di dalam setiap diskusi,

supervisor atau kepala sekolah memberikan

pengarahan, bimbingan, nasihat-nasihat dan saran-

saran yang diperlukan. (3) Mengadakan penataran-

penataran (inservice-training). Teknik ini dilakukan

melalui penataran-penataran, misalnya penataran

untuk guru bidang studi tertentu. Mengingat bahwa

penataran pada umumnya diselenggarakan oleh pusat

atau wilayah, maka tugas kepala sekolah adalah

mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut

(follow-up) dari hasil penataran ( Rifa’I, 2001: 144).

2.3.5.Supervisi Akademik Kunjungan Kelas

Dalam penelitian ini metode supervisi akademik

yang digunakan adalah supervisi akademik kunjungan

29

kelas sebagai bahan masukan apakah pelaksanaannya

dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalisme

guru di SMP Negeri 2 Boja.

Berdasarkan pernyataan Muslim (2013: 74)

kunjungan kelas adalah “kunjungan seorang supervisor ke kelas pada saat guru sedang mengajar, artinya supervisor menyaksikan dan mengamati guru mengajar. Melalui kunjungan kelas tersebut supervisor dapat mengetahui apa kelebihan dan kekurangan guru terutama dalam konteks pelaksanaan KBM. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekiranya perlu diperbaiki”.

Menurut Lantip (2011: 102) tujuan dari

kunjungan kelas adalah “untuk menolong guru dalam mengatasi masalah di dalam kelas. Jadi dari pernyataan Muslim dan Lantip penulis berpendapat bahwa tujuan dari supervisi kunjungan kelas ini pada prinsipnya adalah membantu guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui analisis kelebihan dan kekurangannya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran”.

2.3.5.1. Tahap-Tahap Kunjungan Kelas

Tahap-tahap kunjungan kelas menurut Muslim

(2013: 74) terdiri dari empat tahap yaitu: (1) Tahap

persiapan, supervisor merencanakan waktu, sasaran,

dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas; (2)

Tahap pengamatan selama kunjungan, supervisor

mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung;

(3) Tahap akhir kunjungan, supervisor bersama guru

mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-

hasil observasi, dan (4) Tahap terakhir adalah tahap

tindak lanjut.

30

Penelitian yang dilakukan menggunakan tahapan

yang dinyatakan dalam Muslim sehingga diharapkan

pada pelaksanaan kegiatan supervisi kunjungan kelas

ini dapat dilakukan secara runtut dan

berkesinambungan mulai dari tahap persiapan untuk

menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, tahap

pengamatan sebagai bentuk dari cross check apa yang

sudah ditulis pada perencanaan guru, tahap akhir

kunjungan sebagai bentuk analisa pelaksanaan

supervisi dan yang terakhir adalah tahap tindak lanjut

sebagai bagian pemecahan dan solusi solusi kesulitan

yang dialami guru.

2.3.5.2. Kriteria Kunjungan Kelas

Kunjungan kelas menggunakan enam kriteria,

seperti yang dinyatakan dalam Muslim (2013: 75) yaitu:

(1) Memiliki tujuan-tujuan tertentu, (2)

Mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki

kemampuan guru, (3) Menggunakan instrumen

observasi untuk mendapatkan data yang objektif, (4)

Terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina

sehingga menimbulkan sikap saling pengertian, (5)

Pelaksanaan kunjungan kelas tidak mengganggu proses

pembelajaran, (6) Pelaksanaannya diikuti dengan

program tindak lanjut.

Teknik supervisi kunjungan kelas ini merupakan

teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah untuk

mengamati proses pembelajaran di dalam kelas. Melalui

teknik ini kepala sekolah dapat mengamati secara

langsung kegiatan guru dalam melakukan tugas

utamanya, mengajar, penggunaan alat, metode, dan

31

teknik mengajar secara keseluruhan dengan berbagai

faktor yang mempengaruhinya. Hasil kunjungan kelas

ini dapat digunakan oleh supervisor atau kepala

sekolah bersama guru untuk meningkatkan kondisi

belajar mengajar.

2.4. Profesionalisme Guru

2.4.1.Pengertian Profesi

Menurut Dedi (2000: 19) bahwa:“profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya. Profesionalitas menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatu pekerjaan. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orangnya itu sendiri.Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional.Profesionalisme menunjuk pada (a) derajat penampilan seseorang sebagai profesional; tinggi,rendah sedang, dan (b) sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang paling ideal dari kode etik profesinya”.

Hamalik (2003: 2) menyatakan bahwa:“hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang sungguh-sungguh keluar dari lubuk hatinya dan mengandung norma-norma atau nilai-nilai etik dan ditunjukkan dalam tingkah lakunya sehari-hari.Suatu profesi mengandung unsur pengabdiansehingga profesi bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka, melainkan untuk pengabdian kepada masyarakat.Pengabdian seorang profesional ditunjukkanpada pengutamaan kepentingan orang banyak daripada kepentingan diri sendiri”.

32

Menurut Sanusi (2001: 19) bahwa:“Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian para anggotanya.Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu(pendidikan/latihan pra-jabatan)maupun setelah menjalani suatu profesi(in-service training). Diluar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan.Professional menunjuk pada dua hal. Pertama orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini,professional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “ amatir”.Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.

Dari beberapa pernyataan diatas penulis

berpendapat bahwa profesi, professional dan

profesionalisme sangat erat hubungannya, artinya

seseorang yang professional maka akan bertindak

sesuai komitmen pada profesinya untuk selalu

mengadakan pengembangan strategi dalam rangka

meningkatkan sikap profesionalnya.

2.4.2.Sasaran Sikap Profesional

Mulyasa (2004: 60) mengemukakan, sasaran

sikap profesionalisme guru sebagai berikut:

1. Sikap terhadap peraturan perundang-undangan.

33

Pada butir 9 kode etik guru Indonesia disebutkan

bahwa: Guru melaksanakan segala kebijakan

pemerintah untuk bidang pendidikan. Kebijakan

pendidikan di Negara kita dipegang oleh pemerintah,

oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

mengeluarkan ketentuan dan peraturan merupakan

kebijakan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya.

2. Sikap terhadap organisasi profesi

Guru bersama–sama memelihara dan

meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana

perjuangan dan pengabdian. PGRI sebagai organisasi

profesi memerlukan pembinaan agar lebih berdaya

guna dan berhasil sebagai wadah untuk membawakan

misi dan memantapkan profesi guru. Maka dari itu

setiap orang harus memberikan waktu sebagiannya

untuk kepentingan pembinaan profesinya dan semua

waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini

dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut,

sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien.

3. Sikap terhadap teman sejawat

Dalam ayat 7 kode etik gutu disebutkan bahwa

guru memelihara hubungan seprofesi, semangat

kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Itu berarti

guru hendaknya menciptakan dan memelihara

hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya dan

guru hendaknya memelihara semangat kekeluargaan

dan kesetiakawanan social di dalam maupun di luar

lingkungan sekolah.

34

4. Sikap terhadap anak didik

Telah dijelaskan bahwa guru berbakti

membimbing peserta didik untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal

dari kata dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan

memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak

dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan

mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan

tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar

Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya

untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani

anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup

yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras

dengan alam dan masyarakatnya”. Sebuah istilah yang

menjadi slogan guru sebagai cerminan bagi anak didik

‘’guru kencing berdiri murid kencing berlari’’,

memberikan pesan moral kepada guru agar bertindak

dengan penuh pertimbangan. Ketika guru menanamkan

nilai dan contoh karakter dan sifat yang tidak baik,

maka jangan salahkan murid ketika berprilaku lebih

dari apa yang guru lakukan. Dalam mendidik, guru

harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta

mau memahami anak didiknya dengan segala

konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat

menjadi penghambat proses pendidikan baik yang

berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang

bersumber dari luar diri anak didik harus dapat

dihilangkan bukan dibiarkan. Keberhasilan dalam

35

pendidikan lebih banyak ditentukan oleh guru dalam

mengelola kelas. Dalam mengajar, guru harus pandai

menggunakan pedekatan secara arif dan bijaksana

bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik.

5. Sikap terhadap tempat kerja

Suasana yang harmonis disekolah tidak akan

terjadi bila personal yang terlibat didalamnya tidak

menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya.

Penciptaan suasana kerja memang harus dilengkapi

dengan terjalinnya hubungan yang baik denagn orang

tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudnya untuk

membina peran serta rasa tanggung jawab bersama

terhadap pendidikan.

6. Sikap terhadap pemimpin

Dalam kerja sama yang dituntut pemimpin

tersebut diberikan berupaya tuntutan akan kepatuhan

dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang

diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan

dalam bentuk usulan dan kritis yang membangun demi

pencapaian tujuan yang telah digariskan bahwa sikap

seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam

pengertian harus bekerja sama dalam mensukseskan

program yang sudah disepakati, baik di sekolah

maupun diluar sekolah.

7. Sikap terhadap pekerjaan

Kode etik 6 dituntut guru baik secara pribadi

maupun secara kelompok untuk meningkatkan mutu

pribadi maupun kelompok untuk selalu meningkatkan

mutu dan martabat profesinya. Profesi guru

berhubungan dengan anak didik yang mempunyai

36

persamaan dan perbedaan yang melayaninya harus

memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,

terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang

masih kecil. Mengingat peranan guru dalam setiap

upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi

pendidikan, maka peningkatan profesionalisme guru

merupakan kebutuhan. Mutu pendidikan bukan hanya

ditentukan oleh guru, melainkan oleh mutu masukan

(siswa), sarana manajemen, dan faktor-faktor eksternal

lainnya. Akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami

kemajuan dalam belajarnya, banyak tergantung kepada

kepiawaian guru dalam membelajarkan siswa”.

Hamalik (2009: 38) menyatakan bahwa:“guru yang dinilai kompeten secara professional, apabila: 1) guru tersebut mampu mengembangkan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya, 2) Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil, 3) Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah, dan 4) Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas”.

Pernyataan Mulyasa mengungkapkan sasaran

sikap professional guru yang lebih lengkap meliputi

semua aspek baik dari hubungan guru terhadap siswa,

teman sejawat, pimpinan, lingkungan pekerjaan,

pekerjaannya itu sendiri, dan terhadap undang-undang

yang berlaku yang harus dia patuhi sedangkan

Hamalik menyebutkan aspek-aspek yang menentukan

penilaian sikap professional guru, Jadi Hamalik

menegaskan apa yang dituliskan Mulyasa lebih khusus

dalam pelaksanaannya .

37

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis

berpendapat bahwa seorang guru profesional

diharapkan memiliki sasaran sikap

keprofesionalismenya meliputi 1) sikap terhadap

peraturan perundang-undangan, 2) sikap terhadap

organisasi profesi, 3) sikap terhadap teman sejawat, 4)

sikap terhadap anak didik, 5) Sikap terhadap tempat

kerja, 6) Sikap terhadap pemimpin, dan 7) Sikap

terhadap pekerjaan.

2.4.3.Kompetensi dan Indikator Profesionalisme

Guru

Guru mempunyai tanggung jawab sangat besar

dalam menjalankan peranannya sebagai tenaga

pendidik di sekolah. Guna mencapai tujuan

pembelajaran yang berkualitas maka peningkatan

kompetensi dan profesionalitas guru harus selalu

ditingkatkan. Kompetensi guru perlu ditingkatkan

secara terprogram, berkelanjutan melalui berbagai

sistem pembinaan profesi, sehingga dapat

meningkatkan kemampuan guru tersebut.

Arikunto (2006: 239) menyatakan bahwa

kompetensi profesional berarti “Guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakan dalam proses belajar mengajar”.

Oleh karena itu dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan kompetensi professional yaitu

38

kemampuan guru dalam penguasaan terhadap materi

pelajaran dan kemampuan guru dalam pengelolaan

pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang

dimaksud adalah pemahaman terhadap peserta didik,

perencanaan pelaksanaan pembelajaran, penguasaan

metode dan media pembelajaran serta penilaian hasil

belajar.

Melihat keberadaan pendidik dalam proses

pendidikan, substansinya kompetensi pendidik

menduduki posisi strategis dalam menentukan kualitas

pendidikan, sehingga pemenuhan kompetensi pendidik

menjadi suatu yang harus diupayakan, seiring dengan

dinamika tuntutan masyarakat yang dinamis, yang

memiliki kebutuhan untuk berubah. Sadar terhadap

kondisi tersebut dan tuntutan profesionalnya yang

terus berkembang, maka pengembangan kompetensi

pendidik perlu terus diupayakan dengan melalui

berbagai tahapan secara berjenjang.

Menurut pendapat Martinis (2006: 7) bahwa:“guru yang profesional harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut a. Memiliki bakat sebagai guru; b. Memiliki keahlian sebagai guru; c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi; d. Memiliki mental yang sehat; e. Berbadan sehat; f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas; g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila; h. Guru adalah seorang warga negara yang baik”.

Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional

adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran

secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan

materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan

substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta

39

penguasaan terhadap struktur dan metodologi

keilmuannya.

Menurut Usman (2006: 17) bahwa:“kompetensi profesional secara spesifik dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut.1) Menguasai landasan pendidikan, yaitu mengenal tujuan pendidikan, mengenal fungsi sekolah dan masyarakat, serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan.2) Menguasai bahan pengajaran, yaitu menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan penghayatan.3) Menyusun program pengajaran, yaitu menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pengajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar, memilih media pembelajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar, melaksanakan program pengajaran, menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, mengatur ruangan belajar,mengelola interaksi belajar mengajar.4) Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Menurut Saiful (2007: 3), pengertian kompetensi

profesional adalah “kemampuan atau kompetensi yang

berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas

keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang

sangat penting dan langsung berhubungan dengan

kinerja yang ditampilkan”. Tingkat profesionalisme

seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai

berikut

1) Kemampuan untuk memahami landasan

kependidikan

2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan,

3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran

sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya,

40

4) Kemampuan merancang dan memanfaatkan

berbagai media dan sumber belajar,

5) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi

pembelajaran,

6) Kemampuan dalam menyusun program

pembelajaran,

7) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan

berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

Menurut Aqib (2002: 102) mengungkapkan

sepuluh kemampuan dasar profesional“ada sepuluh kemampuan dasar professional guru yaitu 1) kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kurikulum sekolah; 2) mengelola program belajar mengajar; 3) mengelola kelas; 4) menggunakan media sumber; 5) menguasai landasan-landasan kependidikan; 6) mengelola interaksi belajar mengajar; 7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran; 8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; 9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; 10) memahami prinsip-prinsip dan mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidik guna keperluan pengajaran”.

Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis

berpendapat bahwa kompetensi profesional guru dapat

diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki

sebagai dasar dalam melaksanakan tugas profesional

yang bersumber dari pendidikan dan pengalaman yang

diperoleh. Kompetensi profesional tersebut berupa

kemampuan dalam memahami landasan kependidikan,

kemampuan merencanakan proses pembelajaran,

kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, dan

kemampuan mengevaluasi proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini indikator profesionalisme

guru mengacu pada pendapat usman yang meliputi 4

41

aspek utama yaitu: 1) menguasai landasan pendidikan,

2) menguasai bahan pengajaran, 3) menyusun program

pengajaran, 4) menilai hasil dan proses pembelajaran

yang telah dilaksanakan.

2.4.4. Supervisi Akademik Kunjungan Kelas untuk

Peningkatan Profesionalisme Guru dalam

Pembelajaran

Menurut Mulyasa (2009: 111) Kepala sekolah

merupakan pemimpin organisasi pendidikan di sekolah

yang harus bertanggung jawab terhadap program

pendidikan. Keberhasilan program pendidikan

cenderung dipengaruhi oleh kepala sekolah sebagai

pemimpin.

Salah satu tugas dan tanggung jawab Kepala

sekolah dalam mewujudkan tercapainya tujuan

program pendidikan adalah sebagai supervisor yaitu

mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga

kependidikan. Salah satu supervisi yang bisa

diterapkan oleh kepala sekolah adalah supervisi

akademik teknik kunjungan kelas. Fokus utama model

supervisi ini adalah pengawasan kepala sekolah pada

guru dalam penyusunan perangkat pembelajaran dan

pengawasan pengelolaan kelas oleh guru.

Maksud dan tujuan supervisi akademik teknik

kunjungan kelas untuk pembinaan dan pemberian

solusi pada guru dalam permasalahan yang dihadapi

terutama dalam penyusunan perangkat pembelajaran

dan pengelolaan proses pembelajaran, sehingga

pembelajaran menjadi lebih kondusif.

42

Kondisi pembelajaran yang kondusif sebagai

sasaran utama guru profesional, yaitu sebagai dampak

positif dari kompetensi profesional yang dimiliki oleh

guru dalam pengelolaan pembelajaran. Oleh karena itu,

program pelaksanaan supervisi akademik dengan

teknik kunjungan kelas oleh kepala sekolah

diasumsikan mampu meningkatkan kompetensi

profesional guru dalam pengelolaan pembelajaran

sehingga pembelajaran lebih optimal.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Iskandar Hasan (2011)

dalam judul upaya meningkatkan kompetensi guru

MIPA dalam menyusun RPP melalui supervisi akademik

di SMP Negeri 15 Kota Gorontalo menunjukkan adanya

peningkatan kompentensi guru dalam menyusun RPP

yaitu pada siklus I nilai rata-rata kompetensi guru

adalah 66,15 % (kategori cukup) sedangkan pada siklus

II nilai rata-rata adalah 91,99% (kategori sangat baik),

sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi

akademik dapat meningkatkan kompetensi guru MIPA

di SMPN 15 Kota Gorontalo dalam menyusun RPP.

Sejalan dengan penelitian Iskandar Hasan penelitian

yang dilakukan M. Aswir (2013) dengan judul

meningkatkan kinerja guru SDN 5 Puhun Pintu Kabun

kota Bukittinggi melalui supervisi akademik

menunjukkan bahwa berdasarkan observasi awal pada

SDN 05 Puhun Pintu Kabun Kec. Mandiangin Koto

Selayan kota Bukittinggi memperoleh nilai rata-rata

56% setelah dilaksanakan siklus pertama diperoleh

nilai rata-rata 73, sedangkan siklus kedua diperoleh

43

nilai rata-rata 89%. Implikasi hasil Penelitian Tindakan

Sekolah (PTS) melalui supervisi akademis dapat

meningkatkan kinerja majelis guru dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran pada SDN 05

Puhun Pintu Kabun Kec. Mandiangin Koto Selayan kota

Bukittinggi. Jadi penelitian Iskandar Hasan dan M.

Azwir memiliki persamaan yaitu menggunakan model

penelitian tindakan sekolah dimana mereka

melaksanakan penelitian dengan 2 siklus. Hasil

penelitian Iskandar Hasan digunakan untuk melihat

seberapa besar peningkatan kompetensi guru dalam

penyusunan RPP melalui pembinaan secara umum

sesuai standar proses, sedangkan Azwir melihat

seberapa besar peningkatan kinerja guru melalui

pembinaan professional secara umum pada siklus 1

dan pembinaan individual sesuai kinerja guru pada

siklus 2.

Penelitian yang dilakukan Dalawi, Amrazi Zakso,

dan Usman Radiana (2013) dalam judul pelaksanaan

supervisi akademik pengawas sekolah sebagai upaya

peningkatan profesionalisme guru SMP N 1 Bengkayang

menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik

di SMP Negeri 1 Bengkayang dinilai dapat

meningkatkan kinerja atau profesionalisme guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Pada penelitian ini aspek

aspek yang disupervisi dinilai telah mengarah pada

materi/sasaran supervisi akademik yang disesuaikan

dengan kebutuhan guru/sekolah begitu juga pada

teknik supervisi akademik yang digunakan cukup

bervariasi, Hanya saja didalam pelaksanaan supervisi

44

akademik oleh pengawas sekolah membutuhkan waktu

yang lebih lama. Upaya yang dilakukan pengawas

sekolah dinilai sudah cukup, namun tetap perlu

ditingkatkan, kelemahan yang lain terletak pada

frekuensi kunjungan pengawas sekolah yang dinilai

belum optimal karena masih ada guru yang belum

dikunjungi oleh pengawas sekolah.

Penelitian yang dilakukan beberapa peneliti

diatas menunjukkan bahwa dengan adanya supervisi

akademik terjadi peningkatan kinerja maupun

profesionalisme guru dalam tugasnya sebagai pendidik.

Pada penelitian yang dilakukan penulis

memfokuskan pada tindakan pembinaan indidual

untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam

pembelajaran melalui supervisi kunjungan kelas oleh

kepala sekolah yang diteliti mencakup perencanaan

pembelajaran yang meliputi penyusunan RPP serta

pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru di

dalam kelas. Pembuatan RPP disesuaikan dengan visi

misi, keadaan peserta didik serta sarana prasarana di

sekolah. Supervisi ini diutamakan untuk

mengefektifkan kegiatan supervisi yang selama ini

belum terlaksana hingga tuntas dan difokuskan pada

tindak lanjut yang selama ini belum terlaksana.

Tindakan yang dilakukan berupa pembinaan dari

kepala sekolah maupun dari guru pendamping.

2.6. Kerangka Berpikir

Setiap institusi pendidikan memiliki tujuan

utama berupa terciptanya mutu pendidikan yang

berkualitas, sehingga memiliki output yang berdaya

45

saing. Salah satu komponen penentunya adalah

pengelolaan proses pembelajaran yang kondusif oleh

tenaga edukatif secara profesional. Namun, tingkat

profesionalisme guru juga tidak selamanya berada pada

posisi yang stabil sebagaimana yang diharapkan

sebagai pengelola pembelajaran. Tinggi rendahnya

profesionalisme guru dalam sekolah masih dipengaruhi

oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.

Salah satu faktor eksternal profesionalisme guru adalah

kepemimpinan kepala sekolah dalam hal memberikan

supervisi pada guru, seperti pelaksanaan supervisi

akademik berupa kunjungan kelas. Supervisi

kunjungan kelas ini bertujuan untuk memberikan

bimbingan dan pengar ahan tentang keprofesionalan

guru dalam pengelolaan pembelajaran. Hal ini

diasumsikan kegiatan supervisi kunjungan kepala

sekolah ini akan mampu mengkondisikan tingkat

profesionalisme guru seperti di SMPN 2 Boja kecamatan

Boja Kabupaten Kendal.

Terkait dengan uraian tersebut, maka penelitian

supervisi akademik kunjungan kelas dalam upaya

meningkatkan profesionalisme guru di SMPN 2 Boja

Kecamatan Boja Kabupaten Kendal bisa dilihat

sebagaimana skema gambar berikut

46

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir

Penelitian yang digunakan penulis yaitu

penelitian tindakan. Dalam penelitian tindakan ini

penulis akan meneliti tentang kepemimpinan kepala

sekolah dalam supervisi kunjungan kelas untuk

meningkatkan profesionalisme guru. Supervisi yang

dilakukan menyeluruh disertai pembinaan dan

pendampingan ini diharapkan dapat memberi motivasi

dan peningkatan kepercayaan diri guru.

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian tindakan ini adalah

bahwa tindak lanjut supervisi akademik kunjungan

kelas dapat meningkatkan profesionalisme guru di

SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal.

Profesionalisme guru rendah

Faktor pendukung/penghambat

Kepemimpinan kepala sekolah melalui

supervisi akademik

Peningkatan profesionalisme

guru