bab ii tinjauan pustaka 2.1 klasifikasi ikan...

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Nila Ikan nila mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan nila bukanlah ikan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi (ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah dibudidayakan di Indonesia). Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia(Wiryanta Wahyu, B.T.,dkk, 2010). Sesuai dengan nama Latinnya Oreochromis niloticus berasal dari sungai Nil di Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda. Selama bertahun-tahun, habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan (kehilir) sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar sampai kelima benua meskipun habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis. Sedangkan di wilayah beriklim dingin , ikan nila tidak dapat hidup baik (Suyanto ,S.R., 2009). Pada awalnya ikan nila dikenal dengan nama Tilapia nilotica. Aristoteles dan rekan-rekannya memberi nama itu sekitar tahun 300 tahun SM. Mengingat Mesir kuno bukan satu-satunya negeri yang menghargai nila tetapi di kawasan Junani juga telah dikenal sebagai penggemar ikan nila sehingga diyakini telah menamakan Tilapia nilotica (ikan Nil) pada waktu tersebut (http://ikan nila.com/mengenal ikan nila dan legendanya). Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah Indonesia melalui Direktur Jenderal Perikanan sejak tahun 1972. Menurut klasifikasi yang terbaru (1982) nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus. Nama genus 7 Universitas Sumatera Utara

Upload: dophuc

Post on 15-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Nila

Ikan nila mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus dan dalam bahasa

Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan nila bukanlah ikan asli perairan Indonesia,

melainkan ikan introduksi (ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah

dibudidayakan di Indonesia). Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi

oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor.

Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada

petani di seluruh Indonesia(Wiryanta Wahyu, B.T.,dkk, 2010).

Sesuai dengan nama Latinnya Oreochromis niloticus berasal dari sungai Nil di

Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda. Selama

bertahun-tahun, habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan

(kehilir) sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan

bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar sampai kelima benua meskipun

habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis. Sedangkan di wilayah

beriklim dingin , ikan nila tidak dapat hidup baik (Suyanto ,S.R., 2009).

Pada awalnya ikan nila dikenal dengan nama Tilapia nilotica. Aristoteles dan

rekan-rekannya memberi nama itu sekitar tahun 300 tahun SM. Mengingat Mesir

kuno bukan satu-satunya negeri yang menghargai nila tetapi di kawasan Junani juga

telah dikenal sebagai penggemar ikan nila sehingga diyakini telah menamakan

Tilapia nilotica (ikan Nil) pada waktu tersebut (http://ikan nila.com/mengenal ikan

nila dan legendanya).

Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah Indonesia

melalui Direktur Jenderal Perikanan sejak tahun 1972. Menurut klasifikasi yang

terbaru (1982) nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus. Nama genus

7

Universitas Sumatera Utara

Oreochromis menurut klasifikasi yang berlaku sebelumnya disebut Tilapia.

Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan oleh para ilmuwan

meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia nilotica. Perubahan klasifikasi

tersebut dipelopori oleh Dr.Trewavas (1980) dengan membagi genus Tilapia menjadi

tiga genus berdasarkan prilaku ikan terhadap telur dan anak-anaknya yaitu:

- Genus Oreochromis

Pada genus Oreochromis induk ikan betina mengerami telur di dalam

rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya.

Anggota genus ini adalah : Oreochromis hunteri, Oreochromis niloticus,

Oreochromis mossambicus, Oreochromis aureus, dan Oreochromis

spilurus.

- Genus Sarotherodon

Pada genus Sarotherodon induk jantanlah yang mengerami telur dan

mengasuh anaknya.

Yang termasuk spesies ini adalah Sarotherodon melanotheron dan

Sarotherodon galilaeus.

- Genus Tilapia

Ikan yang termasuk genus ini memijah dan menaruh telur pada suatu

tempat atau benda (substrat). Induk jantan dan betina bersama-sama atau

bergantian menjaga telur dan anak-anaknya.

Contoh spesies ini adalah Tilapia sparmanii, Tilapia rendalli, dan Tilapia

zillii.

Klasifikasi lengkap yang kini dianut oleh para ilmuwan adalah yang telah

dirumuskan oleh Dr.Trewavas sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Universitas Sumatera Utara

Ordo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Jenis (spesies) : Oreochromis niloticus (Suyanto,S.R.,2009)

2.2 Jenis-Jenis Strain Ikan Nila

Semenjak pertama kali ikan nila datang pada tahun 1969 ke Indonesia, sudah

banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam perbaikan genetis yang

dilakukan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT), Balai Benih Induk

(BBI), Balai Benih Air Tawar (BBAT), dan lembaga penelitian lainnya. Selain

melakukan pemuliaan genetis, pemerintah juga mendatangkan strain baru yang

berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand. Dengan terciptanya strain baru ini

diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan dipasaran tidak kalah bersaing khususnya

pasar ekspor.

Berikut beberapa strain ikan nila yang cukup dikenal dan digemari, baik oleh petani

maupun konsumen.

a. Nila Gift (Genetic Improvement of Farmed Tilapias)

Dikembangkan oleh International Center for Living Aquatic Research

Management (ICLARM) pada tahun 1987 dengan dukungan dari Asian

Development Bank dan Unites Nations Development Programe (UNDP).

Strain ini merupakan hasil seleksi dan persilangan ikan nila dari Kenya, Israel,

Senegal, Ghana, Singapura, Thailand, Mesir, dan Taiwan.

b. Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapias)

Merupakan salah satu ikan unggulan yang dihasilkan pada tahun 2008.

Mempunyai fisik yang mirip dengan nila gift. Merupakan hasil seleksi

yang menggunakan populasi dasar yang salah satunya bersumber dari

ikan nila gift generasi keenam. Tepatnya nila best lahir dari seleksi empat

Universitas Sumatera Utara

strain ikan nila yaitu nila lokal, nila danau tempeh, nila gift generasi

ketiga, dan nila gift generasi keenam (generasi terakhir).

c. Nila Gesit (Genetically Supermale Indonesian Tilapias)

Yang berarti ikan nila yang secara genetis diarahkan menjadi jantan super.

Ikan ini dihasilkan di BBPBAT Sukabumi hasil kerja sama dengan IPB dan

BBPBAT. Rintisannya sudah dimulai sejak 2001 dan dirilis tahun 2007.

Sumber gennya berasal dari nila Gift G3.

d. Nila Jica (Japan for International Cooperation Agency)

Jica adalah sebuah lembaga donor dari Jepang. Tahun 2002, Jica bekerja

sama dengan BBAT Jambi melakukan rekayasa genetis strain ikan nila hasil

penelitian Kagoshima Fisheries Research Station , Jepang di Jambi. Tahun

2004 dihasilkan ikan nila unggul yang dinamakan strain Jica. Sebagian

masyarakat Jambi menyebut nila strain Jica dengan nama nila kagoshima.

e. Nila Nifi (National Inland Fishery Institute)

Disebut juga nila Bangkok. Nifi pertama kali didatangkan dari Thailand pada

tahun 1989. Dikenal juga sebagai nila merah atau nirah. Ada juga

menyebutnya mujarah (mujair merah) atau kakap merapi. Pertumbuhannya

lebih cepat dari ikan nila lokal. Keunggulan lainnya mampu menghasilkan

keturunan yang dominan jantan. Ikan ini kemungkinan merupakan hasil

persilangan antara mujair dengan nila O.aureus, O.zilii, O.hornorum.

f. Nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa)

Berasal dari Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Merupakan hasil pemuliaan

genetis dari nila gift dan nila get dari Filipina yang dilakukan oleh Balai

Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, di Purwakarta, Jawa Barat dan

FPK, Institut Pertanian Bogor. Dikenalkan kepada masyarakat tahun 2006

Universitas Sumatera Utara

akhir. Gennya berasal dari nila gift dan nila get (Genetically Enhanced of

Tilapias).

g. Nila hitam

Merupakan strain ikan nila yang pertama kali didatangkan dari Taiwan.

Karena begitu akrabnya masyarakat dengan ikan nila ini sehingga tidak heran

jika ada yang menyebutnya dengan ikan nila lokal. Memiliki keunggulan

mudah berkembang biak, pertumbuhan badannya cepat, serta pemakan

plankton dan tanaman air lunak yang tumbuh di dalam kolam.

h. Nila Cangkringan

Merupakan nila yang berasal dari Cangkringan. Ikan nila merah

ini merupakan hasil pemuliaan genetis dari strain nifi, citralada, Singapura,

dan Filipina oleh BAT atau BBI Cangkringan. Strain ini sebenarnya belum

resmi dirilis ke masyarakat.

i. Nila Larasati

Dikenal juga dengan nila janti. Ikan nila strain ini merupakan hasil pemuliaan

BBI Janti di Klaten. Memiliki keseragaman warna sampai 90% warna

merah(Wiryanta Bernard T.W, dkk.,2010).

Jenis nila unggul yang direkomendasikan sebagai bibit untuk pembesaran secara

cepat ( 2,5 bulan panen) adalah nila merah hasil silangan (hibrida), nila Gesit dan

nila Best(Carman Odang, dkk., 2010).

2.3 Habitat Ikan Nila

Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau

hewan hidup dan berkembang biak(Suyanto, S.R., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Ikan nila memiliki eurihaline yang menyebabkan ikan nila dapat hidup di

dataran rendah yang berair tawar hingga perairan bersalinitas, sehingga

pembudidayaannya sangat mudah.

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas

dapat juga mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas air berdasarkan

persentase garam dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Salinitas Air

Salinitas Air Garam (%)

Air tawar <0,05

Air payau 0,05 – 3

Air saline 3 – 5

Brine >5

Sumber : http://rudy-dblues.blogspot.com/2010/01/tingkatan-salinitas-pada-air...

Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami

sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan

garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu,

air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai

5%. Lebih dari 5%, disebut brine.

Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar

3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam

lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam

sekitar 30% (Goetz, P.W., 1986).

Universitas Sumatera Utara

Penyelidikan komposisi air laut pertama sekali diselidiki oleh seorang ahli

oseanografi W.Dittmar pada tahun 1873 dengan menggunakan contoh air laut

sebanyak 77 sampel dari beberapa perairan di Samudera Pasifik, Hindia, dan Atlantik

melalui ekspedisi yang dilakukan oleh H.M.S.Challenger hasilnya adalah seperti yang

tertera pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Kimia Utama Yang Terkandung Di Air Laut

No Ion Nilai (%) 1. Cl- 55,04 2. Na+ 30,61 3. SO4

2- 7,68 4. Mg2+ 3,69 5. Ca2+ 1,16 6. K+ 1,10 7. HCO3

- 0,41 8. Br - 0,19 9. H3BO3 0,07 10. Sr 2+ 0,04 12. F - 0,00 13. CO3

2- 0,00 Sumber : Sverdrup dkk, 1962. The Ocean

Hasil kajian terakhir kandungan kimia yang ada di laut dikeluarkan oleh The Open

University dan Buku Marine Chemistry, komposisi kimia yang terlarut di dalam air

laut terdapat sebanyak 81 unsur (dapat dilihat pada lampiran pada L-10).

Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam

air yang disukai antara 0 – 35 permil(Watanabe, 1989).

Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang

bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila

secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat

mengakibatkan stres dan kematian pada ikan(Suyanto S.R., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Ikan nila bisa hidup pada kadar garam sampai 35%, namun ikan sudah tidak

dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada kadar garam yang tinggi ikan

membutuhkan energi yang minim untuk osmoregulasi sehingga energi yang

digunakan untuk pertumbuhan berkurang(Tim Karya Tani Mandiri, 2009).

Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan

dibanding dengan ikan yang sudah besar. Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan

baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. Nilai pH air

tempat hidup ikan nila berkisar antara 6 – 8,5. Namun pertumbuhan optimalnya

terjadi pada pH 7 – 8. Batas pH yang mematikan adalah 11(Carman Odang,

dkk.,2010).

Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan

pertumbuhan organisme serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi

organisme perairan. Suhu kolam atau perairan yang masih bisa ditolirir ikan nila

adalah 15–37oC. Suhu optimum untuk pertumbuhan nila adalah 25-30oC. Oleh karena

itu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi hingga ketinggian

800 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk pemijahan, suhu ideal untuk bisa

menghasilkan telur dan larva adalah 22–37oC(Wiryanta, B.T.W., dkk.,2010)

2.4 Pengaruh Salinitas Dalam Proses Osmoregulasi

Yang dimaksud dengan osmoregulasi adalah proses pengatur konsentrasi

cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau

organisme hidup. Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan adalah merupakan

upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan

lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik.

Ginjal akan memompakan keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal

mempunyai glomeruli dalam jumlah yang banyak dengan diameter yang besar. Hal

Universitas Sumatera Utara

ini bertujuan untuk menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus

memompa air seni sebanyak-banyaknya.

Air seni yang keluar dari tubuh ikan sangat encer dan mengandung sejumlah

kecil senyawa nitrogen, seperti: asam urat, creatine, creatinine, dan amonia.

(http://anaklautundip.blogspot.com/2010/04/osmoregulasi-ikan.html).

Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan

tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang dan kemasukan

garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan “minum air laut sebanyak-

banyaknya”. Sehingga kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh.

Padahal dehidrasi dapat dicegah dengan jalan proses ini dan kelebihan garam ini

harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk

mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air

tawar. Tubuli ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomeruli ikan

laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil dari pada ikan air tawar.

Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk

menyeimbangkan tekanan osmose antara substansi dalam tubuhnya dengan

lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan

tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme

yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas

toleransi yang dimilikinya.

(http://rudy-dblues.blogspot.com/2010/01/tingkatan-salinitas-pada-air...).

Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik, hipotonik atau isotonik

tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan

tubuh dengan konsentrasi media. Perbedaan ini dapat dijadikan sebagai strategi dalam

menangani komposisi cairan ekstrasellular dalam tubuh ikan.

Universitas Sumatera Utara

Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya

dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke

lingkungannya dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi

dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali. Kelebihan

air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan cara membuangnya dalam bentuk urin.

Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap

lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal,

insang, dan kulit ke lingkungannya, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya

secara difusi.

Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan yang cepat

menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik),

namun karena kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses

osmoregulasi seperti halnya pada kedua jenis ikan di atas tetap terjadi(Fujaya,

Y.,2004 dan Marshall, W.S., et al.,2006).

Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan,

sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar

proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Apabila

salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus agar kondisi homeostasis dalam

tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Kerja osmotik

memerlukan energi yang lebih tinggi pula. Hal tersebut juga berpengaruh kepada

waktu kenyang (satiation time) dari ikan tersebut (Conides, A.J., et al.,2004).

Proses osmoregulasi juga menghasilkan produk buangan seperti feses dan

amoniak, sehingga media pemeliharaan akan berwarna keruh sebagai akibat

banyaknya feses yang dikeluarkan ikan. Dampak dari ekskresi nitrogen tersebut akan

mempengaruhi kehidupan ikan di dalamnya yaitu terhadap kondisi ambient, yang

pada akhirnya berpengaruh terhadap pertahanan tubuhnya. Setelah melewati batas

Universitas Sumatera Utara

toleransi, maka ikan tersebut mengalami kematian. Mengingat tidak semua ikan

mengalami kematian, maka dapat dipastikan bahwa daya toleransi pada populasi ikan

dalam akuarium berbeda-beda. Hal ini diduga karena perbedaan kondisi tubuh saat

sebelum dimasukkan dalam media praktik termasuk intensitas parasit, tingkat stress

dan lain-lain.

Tingkat stress juga berbeda-beda yang dialami oleh benih dalam akuarium,

sebagai akibat dari perlakuan. Kajian yang lebih mendalam, dapat ditelusuri dengan

kandungan kortisol. Banyak hal berkenaan dengan kortisol selama proses

metabolisme, misalnya saat starvasi (puasa), osmoregulasi, pengerahan simpanan

energi untuk migrasi, proses pematangan gonad, pemijahan dan selama stres yang

dialami oleh ikan itu sendiri(Van Ginneken.V.,et al.,2006).

Aktivitas osmoregulasi dapat dipengaruhi oleh stadia ikan atau krustase dalam

hubungannya dengan salinitas. Penelitian pada stadia juvenile dan dewasa krustase,

regulasi ion Na/K-ATP menunjukkan hal-hal yang berbeda-beda jika diamati dengan

aktivitas enzim Na/K-ATPase. Pada Artemia salina dan A. franciscana aktivitas

enzim, tersebut meningkat sejalan dengan perkembangannya sejak setelah menetas

hingga tahap mulai berenang bebas. Pada udang galah, hal tersebut juga berlangsung

demikian. Namun pada stadia dewasa, aktivitas Na/K-ATPase pada udang galah tidak

berbeda nyata setelah diperlakukan pada salinitas yang berbeda(N.Wilder,M.,et al.,

2001, Kordi K, M.G.H.,2007).

Kemampuan adaptasi ikan, juga dapat diketahui melalui penelitian pada

juvenile fugu Takifugu rubripes terhadap lingkungan bersalinitas rendah. Ikan

dipindahkan dari lingkungan air laut 100% ke dalam media air tawar 25, 50, 75, dan

100% air laut dan kemudian didata mortalitasnya selama 3 hari. Tidak ada kematian

ikan dalam media baru bersalinitas 25 – 100% air laut dan semua ikan mati dalam

media 100% air tawar. Nampaknya, pada ikan yang dipindahkan ke media 25 – 100%

osmolalitas darahnya tetap dijaga pada kisaran fisiologis yang normal. Penelitian

Universitas Sumatera Utara

dilanjutkan dengan memindahkan ikan dari lingkungan 100% air laut ke media air

tawar, 1, 5, 10, 15, dan 25% air laut. Semua ikan hidup dalam media 5 – 25%, tetapi

mati dalam media air tawar dan 1% air laut. Ikan yang hidup pada media 25% air laut

kemudian dipindahkan kembali ke media air tawar 1 dan 5% air laut dan

menunjukkan bahwa osmolalitas darahnya menurun hingga mendekati level subletal,

yakni sekitar 300 mOsm/kg.H2O. Nampaknya preaklimatisasi dalam 25% selama 7

hari tidak terlalu berpengaruh terhadap selang kemampuan survivalnya. Meskipun

kelangsungan hidup dan osmolalitas darahnya sedikit meningkat dengan cara

preaklimatisasi dalam 25%, osmolalitas darahnya mengalami penurunan setelah

dipindahkan ke dalam media bersalinitas kurang dari 10%. Penemuan ini

mengindikasikan bahwa fugu dapat beradaptasi pada lingkungan hipoosmotik karena

adanya kemampuan hiperosmoregulasi, namun sel-sel klorid yang dimilikinya

berkurang dalam mengabsorpsi ion-ion pada lingkungan hipoosmotik(Lee, K.M., et

al.,2005).

Untuk air tawar , organ yang terlibat dalam osmoregulasi antara lain insang,

usus dan ginjal. Sel-sel yang berperan dalam organ insang untuk proses tersebut

adalah mitokondria-rich dan role of pavement(Marshall,W.S., et al, 2006).

Struktur insang memiliki hubungan dengan kemampuan toleransi terhadap

kisaran salinitas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan histology dari struktur insang

Caprella (Amphipoda: caprellidea) yang dikumpulkan dari komunitas Sargassum di

timur laut Jepang dan diamati di bawah mikroskop elektron. Epitel sel insang dari

ikan-ikan tersebut terdiri dari perkembangan apical infolding system (AIS) dan

basolateral infolding system (BIS) yang dihubungkan dengan mitokondria. Percobaan

tentang toleransi terhadap salinitas dari 4 spesies Caprella mengindikasikan bahwa

konsentrasi median letalnya pada 20oC berkisar antara 12,97- 18,84 practical salinity

unit (p.s.u) dengan kelangsungan hidup 80% pada kondisi salinitas di atas 25,37 p.s.u

bahkan selama 5 hari. Karakteristik insang dan lebarnya rentang toleransi salinitas

Universitas Sumatera Utara

pada Caprella spp, menunjukkan bahwa Caprella spp yang menghuni komunitas

Sargassum merupakan organisme yang eurihalin (Takeuchi,I.,et al.,2003).

2.5 Pakan Ikan

Setiap mahluk hidup, termasuk ikan membutuhkan energi untuk

mempertahankan kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungannya. Sumber utama

energi bagi ikan berasal dari makanan sebab ikan tidak mampu memamfaatkan energi

matahari secara langsung seperti yang yang dilakukan oleh tanaman.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertumbuhan ukuran baik bobot maupun

panjang dalam satu periode waktu tertentu (Effendi, 1979). Sedangkan menurut

Fujaya (2004), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang maupun berat.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, dan lingkungan. Faktor

lingkungan yang paling penting adalah zat hara.

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang

meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan

dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan

fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan , dan penyakit(Hepper dan

Prugnin, 1984).

2.5.1 Jenis-jenis Pakan

Di alam ikan memenuhi kebutuhan makannya dengan pakan yang tersedia di

alam. Dalam hal ini, ikan mempunyai kesempatan untuk memilih dan selalu sesuai

dengan selera ikan. Sedangkan dalam budidaya ikan, tidak ada yang lebih penting

selain pengadaan pakan buatan yang baik dan memaksimalkan tingkat konsumsi

pakan. Apabila tidak ada pakan yang dikonsumsi, ikan tidak akan mengalami

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan, bahkan akan mengalami kematian. Dan apabila pakan yang dikonsumsi

kurang memadai, ikan tidak mampu mempertahankan kesehatannya.

Secara umum, makanan ikan dibuat dari komposisi yang terdiri atas bahan-

bahan makanan yang berasal dari nabati dan hewani, terutama hasil ikutan dari sisa

proses pengolahan makanan dan pabrik. Dari sekian banyak bahan baku nabati, 70-

75% merupakan biji-bijian dan hasil olahannya, 15-25% limbah industri makanan,

dan sisanya hijauan sebagaimana layaknya bahan pakan yang berasal dari tumbuhan,

kadar seratnya tinggi.

Bahan dari hewani terbuat dari: tepung ikan, tepung rebon dan benawa, tepung

kepala udang, tepung darah, silase ikan, tepung bulu ayam dan tepung tulang, tepung

bekicot, tepung cacing tanah, dan limbah unit penetasan ayam.

Bahan nabati terbuat dari: dedak, dedak gandum, jagung, cantle/sorgum,

tepung terigu, tepung kedele, tepung ampas tahu, tepung bungkil kacang tanah,

bungkil kelapa, biji kapuk/randu, biji kapas, tepung daun duri, tepung daun lamtoro,

tepung daun ketela pohon, dan isi perut besar hewan memamah biak.

(http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/20/manajemen-pakan...).

Berdasarkan tingkat kebutuhannya, pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu pakan tambahan, pakan suplemen, dan pakan utama.

Pakan tambahan adalah pakan yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan

pakan. Dalam hal ini, ikan yang dibudidayakan sudah mendapatkan pakan dari alam,

namun jumlahnya belum memadai untuk tumbuh dengan baik sehingga perlu diberi

pakan buatan sebagai pakan tambahan.

Pakan suplemen adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menambah komponen

(nutrisi) tertentu yang tidak mampu disediakan oleh pakan alami. Pakan ini

Universitas Sumatera Utara

mengandung beberapa vitamin dan mineral tertentu untuk melengkapi nutrient yang

diperoleh dari pakan alami

Pakan utama adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan sebagian besar

atau keseluruhan pakan alami.

Sampai saat ini, belum ada pakan yang dibuat khusus untuk jenis ikan

tertentu. Petani ikan umumnya mengenal pakan ikan dan pakan udang, tidak

mengenal pakan untuk ikan herbivor, karnivor, atau omnivor. Pada kenyataannya,

memang belum ada pakan buatan yang diproduksi oleh pabrik besar khusus

kebutuhan ikan tertentu. Semua jenis ikan dipaksa untuk menjadi omnivor (Afrianto

E., dkk.2005).

2.5.2 Komposisi Pakan

Standar nutrisi pakan tambahan antara lain mengandung protein 25-40%,

karbohidrat 10-12%, lemak 4-8%, serat kasar 5-13%, dan kadar air 13-14% (Afrianto

E, dkk., 2005, http://suharjawanasuria.tripod.com/ikan_air_tawar_01.htm).

Selain itu pabrik pakan juga melengkapinya dengan vitamin dan mineral

sebagai bahan tambahan dalam campurannya yang dikemas dalam bentuk premiks.

Berikut adalah contoh vitamin dan mineral tambahan pada pakan ikan:

- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A,D,E,K,B kompleks), 2 asam

amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, I, Zn, Co dan

Cu), serta antioksidan (BHT).

- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), asam

amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe, Mo, Ca, I, Zn, Co dan Cu),

serta antioksidan.

Universitas Sumatera Utara

- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4, KI,

CuSO4, ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin)

(http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/20/manajemen-pakan...)

Pada dasarnya, pakan buatan yang sering kita jumpai termasuk dalam

kelompok senyawa pakan dan silase ikan. Dua jenis senyawa pakan yang biasa dibuat

oleh pabrik pakan adalah pakan yang berbentuk tepung, pasta, cake, serta pakan yang

berbentuk pelet.

Secara umum tepung ikan dikategorikan sebagai Fish Protein Consentrat

(FPC). Terdapat 3 tipe FPC yaitu A, B, dan C. Tepung ikan tipe A dan tipe B untuk

konsumsi manusia, sedangkan tipe C adalah untuk makanan ternak.

Dalam menentukan kelas tipe/tipe tepung ikan terdapat standard tertentu,

antara lain dengan memenuhi persyaratan mutunya. Persyaratan mutu tepung ikan

untuk pakan ternak yang harus dipenuhi dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)

dapat dilihat pada tabel 2.2, sedangkan persyaratan mutu tepung ikan menurut FAO

dalam (Purnomo Hari,dkk., 1987), disajikan pada tabel 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Persyaratan Mutu Tepung Ikan untuk Pakan (SNI 01-2715-1996)

K e l a s Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III Kimia:

- Air(%; maks.)

- Protein kasar (%;min.)

- Serat kasar (%;maks.)

- Abu(%;maks)

- Lemak(%;maks)

- Kalsium(%;maks)

- Phospor(%;maks)

- Garam(%;maks)

Mikrobiologi:

Salmonella (pada 25 g sample)

Organoleptik:

Nilai Minimum

10

65

1,5

20

8

2,5-5,0

1,6-3,2

2

Negatif

7

12

55

2,5

25

10

2,5-6,0

1,6-4,0

3

Negatif

6

12

45

3

30

12

2,5-7,0

1,6-4,7

4

Negatif

6

Sumber : Revisi Standar Nasional Indonesia No. 01-2715-1992

Tabel 2.4 Persyaratan Standar Mutu Tepung Ikan menurut FAO

Komposisi Tipe A Tipe B Tipe C Protein 67,5 65 60

Daya cerna pepsin

(%; min.)

92 92 92

Lisin (%; min.) 6,5 dari protein 6,5 dari protein 6,5 dari protein

Air (%; maks.) 10 10 10

Lemak(%;maks.) 0,75 3 10

Klorida(%;maks) 1,5 1,5 2

SiO2 (%;maks.) 0,5 0,5 0,5

Bau, rasa Lemah Tidak ada spesifikasi

Tidak ada spesifikasi

Sumber: FAO dalam Purnomo Hari, dkk.,1987

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Fungsi Pakan

Pakan tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi dan pertumbuhan. Fungsi

lain dari pakan bagi ikan adalah sebagai berikut:

1. Pengobatan

Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai akan akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan ikan dan tidak mudah diserang penyakit. Karena pakan akan membantu

terciptanya mekanisme pertahanan tubuh (kekebalan alami) yang ditentukan sistem

hormonal. Dengan demikian, apabila pakan yang dikonsumsi baik, maka sistem

hormonal akan berjalan dengan baik dan dengan sendirinya akan terbentuk sistem

pertahanan tubuh yang baik pula. Pada dasarnya, pakan yang diperuntukkan bagi

pengobatan tidak berbeda dengan pakan buatan lainnya. Perbedaannya hanya pada

penambahan senyawa tertentu yang dapat berfungsi sebagai obat. Jenis obat yang

biasa ditambahkan ke dalam pakan buatan biasanya golongan antibiotik dan asam

organik. Oksitetrasiklin dan sulfanilamid merupakan dua jenis antibiotik yang banyak

digunakan dalam campuran pakan.

2. Pembentukan Warna Tubuh

Fungsi pakan buatan sebagai pembentuk warna tubuh ikan banyak dimamfaatkan

dalam budidaya ikan hias. Namun demikian dalam budidaya ikan konsumsi dapat

juga digunakan. Pakan yang digunakan untuk membentuk warna tubuh ikan tidak

berbeda dengan pakan buatan lainnya, kecuali adanya penambahan pigmen. Ikan

yang diberi pakan yang mengandung pigmen akan memiliki warna tubuh lebih

cemerlang. Ikan memiliki sel khusus penghasil pigmen, yaitu iridosit dan kromatofor.

Iridosit terdiri atas leukofor dan guanafor yang merupakan sel cermin untuk

memantulkan warna di luar tubuhnya. Kromatofor adalah sel-sel yang mengandung

pigmen, meliputi eritofor yang mengandung pigmen merah dan oranye, xantofor

Universitas Sumatera Utara

yang mengandung pigmen kuning, linkofor yang mengandung pigmen putih, dan

melanofor yang mengandung pigmen hitam.

Ada dua jenis pigmen yang berperan dalam pembentukan warna tubuh ikan, yaitu

karoten dan melanin. Karoten membentuk warna kuning, jingga tua (oranye), dan

merah, sedangkan melanin terutama mempengaruhi pembentukan warna coklat

sampai hitam. Pigmen ini terutama tersimpan dalam kerangka luar, yaitu sisik atau

kulit.

Sumber pigmen yang baik adalah pakan yang mengandung karoten jenis:

- Xantofil (xantophyl) dengan konsentrasi 20-60 mg/kg pakan. Dapat diperoleh dari

udang rebon (tepung udang), rumput laut (kelp), daun alfalfa, dan tepung kelopak

bunga marigold.

- Astasantin (astaxanthin) dan xantaxanthin merupakan dua jenis pigmen karoten

yang juga berperan dalam pembentukan warna, selain itu dapat membantu proses

reproduksi dan meningkatkan proses metabolisme.

3. Peningkatan Cita Rasa

Cita rasa ikan dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, baik pakan alami maupun

pakan buatan. Dengan demikian, ikan ikan di suatu perairan akan memiliki aroma dan

cita rasa yang relatif berbeda dengan ikan sejenis yang hidup di daerah lain.

Demikian pula, ikan sejenis yang tertangkap di daerah yang sama namun pada musim

berbeda akan memiliki aroma dan cita rasa yang relatif berbeda.

Saat ini, aroma dan cita rasa daging ikan yang kurang enak bukan merupakan

masalah besar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan aroma dan

cita rasa yang tidak disukai, salah satu diantaranya adalah dengan teknik pemberokan.

Universitas Sumatera Utara

4. Reproduksi

Fungsi lain dari pakan buatan adalah untuk membantu mempercepat proses

pematangan gonad sehingga proses reproduksi dapat dipercepat. Pakan yang baik

akan menunjang kerja organ tubuh sehingga dapat bekerja lebih baik, termasuk sitem

hormone dan endokrin. Sistem endokrin sangat membantu proses reproduksi, yaitu

dengan cara mengatur pengangkutan hormon reproduksi menuju organ reproduksi.

Jenis pakan yang dapat memacu perkembangan dan pematangan gonad adalah:

- Cumi-cumi, udang, kepiting, kerang yang masih segar.

- Selain itu penambahan vitamin E ke dalam pakan buatan juga diketahui dapat

merangsang pematangan gonad yaitu dengan mencegah oksidasi EPA

(eikosapentanoic acid) dimana EPA diubah menjadi prostaglandin yang berperan

mempercepat gonad.

- Bersama dengan vitamin A yang berperan sebagai antioksidan, penambahan

vitamin E akan meningkatkan fungsi PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang

diperlukan dalam proses pembentukan hormon.

- Pemberian pigmen karoten minimal 10 mg/kg pakan diketahui dapat

mempengaruhi proses perkembangbiakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pigmen karoten dapat merangsang proses pembuahan.

5. Perbaikan Metabolisme Lemak

Dibandingkan dengan protein ikan lebih mudah mencernannya dibandingkan dengan

lemak dan karbohidrat. Kondisi ini kurang menguntungkan, mengingat sebaiknya

protein diperuntukkan bagi pertumbuhan, sedangkan kebutuhan energi diperoleh dari

lemak dan karbohidrat. Maka untuk mengupayakan kemampuan ikan mencerna

lemak dan karbohidrat sehingga menghasilkan energi yang dapat dimamfaatkan

adalah :

Universitas Sumatera Utara

- Pabrik pakan menggunakan asam bile yaitu cairan yang dihasilkan oleh hati.

Senyawa ini banyak mengandung garam natrium, dan kalium. Garam ini berfungsi

menurunkan tegangan permukaan lemak dan mengubah bentuk lemak menjadi

bola-bola kecil (micelle) membentuk emulsi sehingga lebih mudah diserap oleh

tubuh.

- Dengan penambahan lesitin yaitu lemak yang mengandung gliserol dan asam fosfat.

Senyawa dapat ditemukan pada otak, kedelai, biji bunga mata hari, jagung, dan

kuning telur.

- Penambahan mikroba, selain menguraikan lemak sehingga mudah dicerna oleh

ikan, mikroba juga dapat membantu pencernaan karbohidrat dan protein (Afrianto

E., dkk.,2005).

2.5.4 Kebutuhan Nutrisi Pada Ikan

Seperti halnya hewan lain, ikanpun membutuhkan zat gizi tertentu untuk

kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak

dan untuk tumbuh. Zat gizi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral, dan air.

2.5.4.1 Protein

Berbeda dengan tumbuhan, ikan tidak mampu mensintesis protein, asam amino dari

senyawa nitrogen anorganik. Oleh karena itu, kehadiran protein dalam makanan

(pakan) ikan mutlak diperlukan.

Ikan membutuhkan lebih banyak protein dibandingkan dengan mamalia. Kebutuhan

protein (%) pada ikan tinggi, tetapi kebutuhan absolute (g/kg penambahan berat

badan) rendah. Hal ini disebabkan kebutuhan energi pada ikan lebih rendah

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan mamalia. Alasan lain adalah protein digunakan sebagai sumber

energi utama.

Ikan membutuhkan protein berkisar antara 20 – 60% dari berat total makanan, namun

kebutuhan optimalnya hanya 30 – 36%. Bila terdapat kelebihan protein dalam pakan

akan menghambat laju pertumbuhan karena sebagian protein akan dimetabolisme

menjadi protein baru dan sisanya akan diubah menjadi energi.

Protein hewani memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan protein nabati. Hal

ini disebabkan kandungan asam amino pada protein hewani lebih lengkap daripada

protein nabati. Selain itu, protein nabati selalu dibungkus oleh lapisan selulosa

sehingga agak sulit atau lambat bagim ikan untuk mencernanya.

Kualitas protein sangat tergantung pada kemudahannya dicerna dan nilai biologisnya.

Kedua faktor tersebut sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis asam amino yang

menyusunnya. Semakin lengkap kandungan asam aminonya, kualitas protein semakin

baik.

Adapun fungsi protein dalam tubuh ikan adalah:

a. Merupakan sumber energi bagi ikan, terutama apabila komponen lemak dan

karbohidrat yang terdapat di dalam pakan ikan tidak mampu memenuhi

kebutuhan energi.

b. Berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh.

c. Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak.

d. Merupakan komponen utama dalam pembentukan enzim, hormone, dan

antibody

e. Turut berperan dalam pembentukan gamet.

f. Berperan dalam proses osmoregulasi di dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

2.5.4.2 Lemak

Lemak adalah senyawa organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H),

dan oksigen (O) sebagai unsur utama. Beberapa diantaranya ada yang mengandung

nitrogen (N) atau fosfor (P).

Lemak memberikan lebih kurang 2,25 kali lebih banyak energi dari pada karbohidrat

jika mengalami metabolisme karena lemak mengandung hidrogen lebih tinggi dari

pada oksigen. Hampir semua lemak yang terdapat dalam makanan ikan dapat dicerna,

tetapi membutuhkan banyak waktu bagi getah pencernaan.

Dalam pakan maupun daging ikan, lemak umumnya terdapat dalam bentuk

trigliserida, fosfolipid, dan kadang-kadang wax. Trigliserida berperan dalam

penyimpanan lemak. Fosfolipid berperan dalam pembentukan membrane sel. Wax

merupakan bentuk umum penyimpanan asam lemak pada beberapa zooplankton.

Selain berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga mempunyai beberapa fungsi

tambahan sebagai berikut:

a. Merupakan sumber vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak.

b. Berperan dalam struktur sel dan membran subseluler.

c. Merupakan komponen organ-organ utama dalam bentuk fosfolipid.

d. Mengatur daya apung tubuh ikan di dalam air.

e. Merupakan sumber asam lemak esensial.

f. Menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi.

g. Membentuk sterol, yaitu asam lemak berantai panjang.

h. Melindungi organ-organ vital di dalam tubuh ikan.

i. Menentukan cita rasa dan sifat daging ikan selama penyimpanan.

j. Merupakan komponen hormon dan prekursor dalam sintesis prostaglandin.

Universitas Sumatera Utara

2.5.4.3 Karbohidrat

Karbohidart dalam makanan ikan tidak begitu penting. Namun, tidak berarti

karbohidrat tidak diperlukan dalam penyusunan makanan ikan. Sebab, karbohidrat

tetap memegang peranan funsional maupun struktural dalam tubuh ikan. Secara

umum, semua kebutuhan ikan dapat terpenuhi dari protein dan lemak dari makanan

yang dikonsumsi.

Meskipun tampaknya karbohidrat tidak dibutuhkan oleh ikan, namun sebaiknya

pakan buatan dilengkapi dengan karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk

menghemat penggunaan protein. Tidak tersedianya karbohidrat dan lemak dalam

pakan buatan akan menyebabkan proses metabolisme dan penggunaan protein tidak

efisien. Diduga bahwa 0,23 g karbohidrat per 100 g pakan dapat menghemat 0,05 g

protein. Karbohidrat juga berperan sebagai prekursor untuk berbagai metabolisme

internal yang produknya dibutuhkan untuk pertumbuhan, misalnya asam amino non

esensial dan asam nukleat.

2.5.4.4 Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik yang esensial bagi pertumbuhan, walaupun dalam

jumlah yang relatif kecil. Vitamin berperan sangat penting untuk menjaga agar

proses-proses yang terjadi di dalam tubuh ikan tetap berlangsung dengan baik. Oleh

karena itu vitamin harus selalu didatangkan melalui pakan sebab tubuh ikan tidak

mampu membuatnya.

Kandungan vitamin di dalam pakan buatan tergantung dari bahan baku yang

digunakan dan bahan yang ditambahkan. Penambahan vitamin ke dalam pakan buatan

umumnya dilakukan dengan menggunakan vitamin-mix (premix).

Kebutuhan ikan akan vitamin dipengaruhi oleh ukuran, umur, laju pertumbuhan,

stress lingkungan, dan hubungan antar nutrien.

Universitas Sumatera Utara

Kegunaan vitamin dalam tubuh ikan sangat bermacam-macam anatara lain:

a. Merupakan katalisator dalam proses metabolisme. Vitamin merupakan bagian

dari enzim atau koenzim yang berperan dalam pengaturan berbagai proses

metabolisme.

b. Membantu protein dalam memperbaiki dan membentuk sel baru.

c. Mempertahankan fungsi berbagai jaringan tubuh sebagaimana mestinya.

d. Turut berperan dalam pembentukan senyawa-senyawa tertentu di dalam

tubuh.

2.5.4.5 Mineral

Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam

pembentukan jaringan dan berbagai fungsi metabolisme dan osmoregulasi. Jumlah

mineral yang dibutuhkan oleh ikan sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang

sangat penting.

Tidak kurang 15 zat mineral telah diketahui mempunyai fungsi esensial dalam

tubuh ikan. Beberapa zat-zat mineral tersebut adalah: natrium, kalium, fosfor,

kalsium, khlor, magnesium, ferrum, belerang, iodium, mangan, kuprum, kobalt,

molybdenum, selenium, dan zincum. Ikan setidak-tidaknya membutuhkan 13 zat

anorganik untuk makanan yang baik. Kalsium dan fosfor dibutuhkan dalam jumlah

besar untuk pembentukan gigi, tulang, dan kulit sehingga zat-zat mineral tersebut

harus ada dalam jumlah yang besar.

Berdasarkan kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

mineral esensial dan mineral non esensial. Mineral esensial harus selalu tersedia di

dalam tubuh ikan dan harus disuplai dari pakan karena tubuh ikan tidak mampu

memproduksi mineral ini. Sementara, mineral nonesensial yaitu mineral yang

sebaiknya tersedia di dalam tubuh ikan.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan jumlah kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral yaitu mineral yang

dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah relatif besar (lebih dari 100 mg/kg pakan

kering), seperti kalsium, fosfor, belerang, natrium, klorida, magnesium, dan kalium.

Sebaliknya, mikromineral adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam

jumlah relatif kecil (kurang dari 100 mg/kg pakan kering), yaitu kobalt, selenium,

tembaga, seng, mangan, krom, fluor, iodium, besi, dan molibden. Mikromineral

sering pula disebut sebagai trace mineral.

Pada umumnya, makanan ikan yang sempurna mengandung sebagian besar

zat-zat mineral yang diperlukan. Akan tetapi, beberapa zat mineral perlu ditambahkan

di dalam makanan, antara lain kalsium, natrium, klor dan fosfor. Zat-zat mineral

tersebut perlu dimasukkan di dalam makanan ikan. Kelengkapan mineral akan

memberikan dampak positip apabila diikuti dengan komposisi yang tepat dari nutrisi

lainnya, seperti protein, lemak, karbohidrat, dsan vitamin. Komposisi pakan tersebut

sangat berpengaruh terhadap penyerapan mineral oleh tubuh ikan.

Fungsi utama mineral adalah:

1. Berperan dalam proses pembentukan rangka, pernapasan, dan metabolisme.

Mineral Ca, P, F, dan Mg adalah mineral yang berguna dalam pembentukan

struktur tubuh ikan, tulang, gigi, dan sisik ikan. Mineral Fe, Cu, dan Ca berperan

besar dalam proses pernapasan. Sementara, mineral yang membantu proses

metabolisme meliputi semua mineral, baik yang esensial maupun nonesensial.

2. Mengatur keseimbangan asam basa dan proses osmosis antara cairan tubuh

dan lingkungannya (terutama Na, K, Ca, dan Cl).

3. Berperan dalam proses pembekuan darah dan pembentukan haemoglobin (terutama

Fe, Cu, dan Co).

4. Berperan penting dalam proses metabolisme (terutama Cl, Mg, dan P).

Universitas Sumatera Utara

5. Mengatur fungsi sel (Cu dan Zn), membentuk fosfolipid dan bahan inti sel (S, dan

P), mematangkan kelenjar kelamin (Br), dan membentuk hormon tiroid (I).

a. Kalsium (Ca)

Peranan dan fungsi kalsium di dalam tubuh antara lain adalah sebagai komponen

utama pembentuk tulang, gigi, kulit, serta sisik, dan memelihara ketegaran kerangka

tubuh, mengentalkan darah, sebagai “intracellular regulator” atau messenger yaitu

membantu regulasi aktivitas otot kerangka, jantung dan jaringan lainnya, konstraksi

dan relaksasi otot, membantu penyerapan vitamin B12, menjaga keseimbangan

osmotik. Pengambilan kalsium dari perairan oleh ikan digunakan atas dasar untuk

kegiatan struktural. Transpor Ca dari air oleh aliran darah ke jaringan tulang dan kulit

berlangsung secara cepat. Jumlah lemak dalam pakan sangat berpengaruh dalam

penyerapan Ca oleh usus. Pada kondisi abnormal, yaitu penyerapan lemak terganggu

maka Ca pun akan sedikit yang diserap. Hal ini dikarenakan asam lemak yang tidak

diserap akan berikatan dengan Ca dan akan terbuang dalam bentuk feses. Kandungan

Ca dalam perairan sangat diperlukan untuk kehidupan ikan. Perairan dengan

kandungan Ca rendah akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan mengganggu

adaptasi pada saat kondisi lingkungan berubah. Perairan yang kaya akan Ca akan

meningkatkan toleransi terhadap temperatur dan akan mengurangi keracunan akibat

menurunnya pH. Untuk perairan yang kandungan Ca rendah, pH rendah dan

kandungan aluminiumnya tinggi tidak akan dihuni oleh ikan. Kandungan Ca dalam

pakan ikan sangat sulit untuk diterapkan secara pasti. Sebagai contoh, pada ikan

rainbowtrout dengan bobot awal 1,2 g, antara ikan yang diberi Ca 0,3 gr/kg dengan

3,4 gram/kg ternyata tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam pertumbuhannya

yang dipelihara pada perairan dengan kandungan Ca 20-30 mg /L Ogino, et al.,1978).

Menurut Rumsey (1977) kebutuhan Ca untuk ikan rainbowtrout pada perairan

dengan kalsium rendah (3 mg Ca/L) sama saja dengan yang dipelihara pada

kandungan kalsium tinggi (45 mg/L) yaitu sebesar 2 g/kg dalam pakannya.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Arai, et al (1975) pemberian kalsium sebanyak 2,4 g/kg

merupakan kebutuhan minimal yang harus dipertimbangkan, pemberian kalsium

sebanyak 11,5 – 14 g/kg akan berakibat buruk terhadap laju pertumbuhan.

b. Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan kofaktor bagi semua enzim yang terlibat di dalam reaksi

pemindahan fosfat (fosfokinase) yang menggunakan ATP dan fosfat nukleotida yang

lain sebagai substrat. Fungsi magnesium bagi ikan dan udang adalah sebagai

komponen esensial dalam menjaga homeostasis intra dan ekstra seluler. Magnesium

dalam tubuh diserap oleh usus halus dan hanya sedikit yang dieksresikan dan hampir

seluruhnya diserap secara sempurna. Penyerapan magnesium dalam tubuh

dipengaruhi oleh masuknya magnesium dalam usus, waktu singgah di usus,

kecepatan penyerapan air, kadar kalsium fosfat dan laktosa dalam pakan, sumber

magnesium, dan umur serta jenis ikan. Kandungan magnesium di dalam ikan

jumlahnya relatif rendah dibandingkan dengan hewan darat. Sebagian besar

magnesium, kurang lebih 65%, berada dalam kerangka ikan. Konsentrasi magnesium

dalam perairan ikan tawar sering tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme

ikan, oleh karena itu pemberian mineral magnesium pada pakan untuk pemeliharaan

ikan tawar sangat penting. Rendahnya suplai magnesium dalam pakan dapat

mengakibatkan nafsu makan berkurang, pertumbuhan dan aktivitas ikan berkurang,

kandungan Ca dan Mg dalam tubuh dan vertebrate akan berkurang. Selain itu ikan

akan memperlihatkan keabnormalan dalam pertumbuhan tulang. Pada ikan trout telah

diteliti oleh Cowey et al (1977) bahwa pertambahan bobot dan penggunaan pakan

ikan yang diberi pakan dengan kandungan Mg sebesar 26 – 63 mg/kg. Perbaikan

kandungan Mg dalam pakan akan berdampak terhadap peningkatan Mg dalam serum.

Universitas Sumatera Utara

c. Besi (Fe)

Zat besi merupakan unsur mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh

ikan dan manusia. Dalam makanan terdapat dua macam zat besi, yaitu dalam bentuk

heme dan non heme. Zat besi heme ditemukan dalam bentuk haemoglobin dan zat

besi non heme dalam otot yang disebut myoglobin. Fungsi dan peranan zat besi

dalam tubuh ikan antara lain adalah unsur yang sangat penting dalam pigmen darah

(haemoglobin dan myoglobin). Terlibat dalam pengangkutan oksigen dalam darah

dan urat daging (otot) serta pemindahan/transfer elektron dalam tubuh. Unsur yang

sangat penting dari variasi sistem enzim, yang meliputi enzim katalase, enzim

peroksidase, enzim xantin oksidase, enzim aldehyde oxidase dan enzim succinic

dehydronase. Ikan dapat menyerap zat besi terlarut dari air melalui insang, sirip dan

kulit. Zat besi dalam bentuk tereduksi, ion fero (Fe++) lebih mudah diserap karena

lebih mudah larut dalam cairan-cairan pencernaan. Penyerapan zat besi dalam saluran

pencernaan sangat dipengaruhi oleh kadar keasaman, pH atau keasaman lambung dan

bagian atas usus halus. Kekurangan zat besi pada ikan dapat membawa dampak yang

merugikan pada ikan. Pada beberapa jenis ikan memberikan dampak yang berbeda,

misalnya pada ikan channel catfish dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat,

konversi pakan rendah, nafsu makan menurun dan abnormalitas.

d. Klorida (Cl-)

Klorida berperan besar dalam aktivitas osmoregulasi. Pertukaran klorin sebagian

besar terjadi pada insang. Pada ikan tawar pengambilan klorin terjadi pada kondisi

medium yang hipotonik, dengan cara memompa NaCl melalui insangnya dan

pengeluaran klorin dilakukan dalam bentuk urin. Pada ikan air laut pengambilan

klorin dilakukan dengan cara melakukan banyak minum air laut sehingga klorin

secara difusi ikut masuk ke dalam tubuh ikan. Selain itu ikan air laut biasanya

melakukan dengan cara memompa melalui insang epithelium pada kondisi medium

hipertonik. Dalam kondisi normal klorin dikeluarkan dalam bentuk urin pada jumlah

Universitas Sumatera Utara

yang sedikit, namun pada kondisi stres ikan banyak mengeluarkan urin sehingga

kehilangan NaCl yang cukup besar. Klorin keluar dari tubuh melalui urin dan sedikit

melalui feses. Ketersediaan Cl di dalam air sangat menguntungkan untuk kehidupan

ikan agar mempunyai toleransi terhadap perubahan suhu. Pemberian garam pada

bahan pakan dari segi mamfaatnya masih diperdebatkan. Hal ini disebabkan dari hasil

penelitian memberikan hasil yang menunjukkan bahwa pemberian NaCl pada pakan

berakibat buruk terhadap penambahan bobot. Pemberian NaCl sebanyak 3% pada

pakan mengakibatkan pertambahan bobot hanya 85% dibandingkan dengan kontrol.

Pada penambahan NaCl sebanyak 6% memberikan pertambahan sebesar 77%

sedangkan penambahan sebanyak 12% mengakibatkan pertambahan bobot sebesar

70%. Hal ini dikarenakan NaCl pada tingkatan yang lebih tinggi diserap dalam 24

jam yang kelebihannya akan dikeluarkan ke dalam perairan tawar pada sistem

osmoregulasi dalam urin hipoosmotik normal, sedangkan pada ikan laut pengambilan

NaCl dalam jumlah besar relatif sering terjadi pada berbagai kasus.

e. Natrium (Na)

Natrium sangat penting peranannya dalam osmoregulasi dan keseimbangan asam

basa ikan. Pada hewan darat natrium yang berasal dari makanan akan diserap oleh

tubuh secara cepat dan efisien dan hanya sedikit sekali yang dikeluarkan melalui

feses. Kekurangan natrium dapat mengakibatkan dehidrasi, keletihan, anoexia, dan

ram otot. Pemberian natrium sebesar 2200 mg/kg pakan pada ikan rainbowtrout

sudah mencukupi kebutuhan ikan tersebut terhadap natrium. Tetapi dalam percobaan

Salman dan Eddy (1988) pemberian natrium sebesar 1000 – 3000 mg/kg pakan tidak

memberikan perbedaan bobot.

Universitas Sumatera Utara

2.5.5 Pemberian Pakan Pada Ikan

Dosis pemberian pakan yang dianjurkan pada ikan nila disesuaikan dengan

ukuran ikan, suhu air, kepadatan biomassa ikan, kelimpahan pakan alami dan

berbanding terbalik dengan ukuran ikan. Konsumsi pakan nila maksimum pada suhu

22 oC hanya 50 – 60% dari konsumsi pakan maksimum pada suhu 26 oC. Hal ini

memberikan gambaran bahwa pada pagi hari saat suhu air relatif rendah dosis pakan

yang diberikan lebih rendah dibandingkan dengan siang dan sore hari

(Carman O., dkk., 2010).

Pakan yang diberikan dengan metode Restricted Ratio, yakni pemberian pakan

dengan menggunakan takaran yang dibatasi (Goddard, 1996).

Selama masa pemeliharaan ikan diberikan pakan tambahan berbentuk pellet

sebanyak 3 – 5% /hari dari biomassa. Biasanya akan diperoleh angka konversi pakan

sebanyak 1,3 – 2, artinya dari pakan 1,3 – 2 kilogram pakan akan menjadi 1 kilogram

ikan nila. Untuk mengetahui berat biomassa maka sampel diambil 10 ekor ikan,

ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan

dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misalnya, berat rata-rata ikan 220 g,

maka berat biomassa adalah 220 x 10 = 2200 g. Jumlah pakan yang diberikan perhari

adalah 3% x 2200 g = 66 g. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pagi,

siang, dan sore hari atau malam hari. Namun demikian, ada juga ahli yang

menyarankan bahwa pemberian pakan ikan tidak selalu tergantung pada waktu-waktu

tersebut tetapi dilakukan kapan saja selagi ikan masih mau

makan(http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/20/manajemen-pakan..).

Universitas Sumatera Utara

2.5.6 Penentuan Kadar Mineral Pakan

a. Penentuan Mineral Na, Ca, Mg, dan Fe Pada Pakan Ikan dengan Metode AAS

Ditimbang 5 g sampel pada cawan porselin, dibakar sampai mengarang lalu

dimasukkan pada furnace dengan suhu 5500C – 6000C selama 2 jam. Setelah

sempurna mengabu, didinginkan. Abu dilarutkan dengan HCl 25% sebanyak 20 mL

atau dengan HCl p.a sebanyak 5 mL, kemudian disaring dengan menggunakan kertas

whatman 41. Filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL atau 250 mL.

Kandungan Na, Ca, Mg, dan Fe ditentukan dengan menggunakan AAS. Hal yang

sama dilakukan juga untuk blanko.

b. Penentuan Mineral Cl Pada Pakan Ikan dengan Metode Titrimetri

Sampel yang diabukan, dilarutkan dengan akuades panas. Kemudian disaring dengan

menggunakan kertas saring whatman 41. Filtrat dimasukkan pada erlenmeyer,

kemudian ditambahkan HNO3(p) : air (1:1) sebanyak lebih kurang 5 – 10 mL.

Kedalam campuran dimasukkan larutan AgNO3 0,1 N sebanyak 10 mL dengan

menggunakan pipet volum. Kemudian dititrasi dengan larutan KCNS 0,1 N dengan

menggunakan indikator amoniumferrisulfat 20%. Hal yang sama dilakukan untuk

blanko.

Untuk menghitung kandungan klorida dalam sampel digunakan rumus:

%100)(

)(%

mgcontohberat

ArClxKCNSNxsampeltitrasimLblankotitrasimLCl

Universitas Sumatera Utara