bab ii tinjauan pustaka 2.1 klasifikasi ikan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Nila
Ikan nila mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus dan dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan nila bukanlah ikan asli perairan Indonesia,
melainkan ikan introduksi (ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah
dibudidayakan di Indonesia). Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi
oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor.
Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada
petani di seluruh Indonesia(Wiryanta Wahyu, B.T.,dkk, 2010).
Sesuai dengan nama Latinnya Oreochromis niloticus berasal dari sungai Nil di
Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu sungai Nil di Uganda. Selama
bertahun-tahun, habitatnya semakin berkembang dan bermigrasi ke arah selatan
(kehilir) sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan
bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar sampai kelima benua meskipun
habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis. Sedangkan di wilayah
beriklim dingin , ikan nila tidak dapat hidup baik (Suyanto ,S.R., 2009).
Pada awalnya ikan nila dikenal dengan nama Tilapia nilotica. Aristoteles dan
rekan-rekannya memberi nama itu sekitar tahun 300 tahun SM. Mengingat Mesir
kuno bukan satu-satunya negeri yang menghargai nila tetapi di kawasan Junani juga
telah dikenal sebagai penggemar ikan nila sehingga diyakini telah menamakan
Tilapia nilotica (ikan Nil) pada waktu tersebut (http://ikan nila.com/mengenal ikan
nila dan legendanya).
Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah Indonesia
melalui Direktur Jenderal Perikanan sejak tahun 1972. Menurut klasifikasi yang
terbaru (1982) nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus. Nama genus
7
Universitas Sumatera Utara
Oreochromis menurut klasifikasi yang berlaku sebelumnya disebut Tilapia.
Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan oleh para ilmuwan
meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia nilotica. Perubahan klasifikasi
tersebut dipelopori oleh Dr.Trewavas (1980) dengan membagi genus Tilapia menjadi
tiga genus berdasarkan prilaku ikan terhadap telur dan anak-anaknya yaitu:
- Genus Oreochromis
Pada genus Oreochromis induk ikan betina mengerami telur di dalam
rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya.
Anggota genus ini adalah : Oreochromis hunteri, Oreochromis niloticus,
Oreochromis mossambicus, Oreochromis aureus, dan Oreochromis
spilurus.
- Genus Sarotherodon
Pada genus Sarotherodon induk jantanlah yang mengerami telur dan
mengasuh anaknya.
Yang termasuk spesies ini adalah Sarotherodon melanotheron dan
Sarotherodon galilaeus.
- Genus Tilapia
Ikan yang termasuk genus ini memijah dan menaruh telur pada suatu
tempat atau benda (substrat). Induk jantan dan betina bersama-sama atau
bergantian menjaga telur dan anak-anaknya.
Contoh spesies ini adalah Tilapia sparmanii, Tilapia rendalli, dan Tilapia
zillii.
Klasifikasi lengkap yang kini dianut oleh para ilmuwan adalah yang telah
dirumuskan oleh Dr.Trewavas sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas : Acanthoptherigii
Universitas Sumatera Utara
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Jenis (spesies) : Oreochromis niloticus (Suyanto,S.R.,2009)
2.2 Jenis-Jenis Strain Ikan Nila
Semenjak pertama kali ikan nila datang pada tahun 1969 ke Indonesia, sudah
banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam perbaikan genetis yang
dilakukan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT), Balai Benih Induk
(BBI), Balai Benih Air Tawar (BBAT), dan lembaga penelitian lainnya. Selain
melakukan pemuliaan genetis, pemerintah juga mendatangkan strain baru yang
berasal dari Filipina, Taiwan, dan Thailand. Dengan terciptanya strain baru ini
diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan dipasaran tidak kalah bersaing khususnya
pasar ekspor.
Berikut beberapa strain ikan nila yang cukup dikenal dan digemari, baik oleh petani
maupun konsumen.
a. Nila Gift (Genetic Improvement of Farmed Tilapias)
Dikembangkan oleh International Center for Living Aquatic Research
Management (ICLARM) pada tahun 1987 dengan dukungan dari Asian
Development Bank dan Unites Nations Development Programe (UNDP).
Strain ini merupakan hasil seleksi dan persilangan ikan nila dari Kenya, Israel,
Senegal, Ghana, Singapura, Thailand, Mesir, dan Taiwan.
b. Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapias)
Merupakan salah satu ikan unggulan yang dihasilkan pada tahun 2008.
Mempunyai fisik yang mirip dengan nila gift. Merupakan hasil seleksi
yang menggunakan populasi dasar yang salah satunya bersumber dari
ikan nila gift generasi keenam. Tepatnya nila best lahir dari seleksi empat
Universitas Sumatera Utara
strain ikan nila yaitu nila lokal, nila danau tempeh, nila gift generasi
ketiga, dan nila gift generasi keenam (generasi terakhir).
c. Nila Gesit (Genetically Supermale Indonesian Tilapias)
Yang berarti ikan nila yang secara genetis diarahkan menjadi jantan super.
Ikan ini dihasilkan di BBPBAT Sukabumi hasil kerja sama dengan IPB dan
BBPBAT. Rintisannya sudah dimulai sejak 2001 dan dirilis tahun 2007.
Sumber gennya berasal dari nila Gift G3.
d. Nila Jica (Japan for International Cooperation Agency)
Jica adalah sebuah lembaga donor dari Jepang. Tahun 2002, Jica bekerja
sama dengan BBAT Jambi melakukan rekayasa genetis strain ikan nila hasil
penelitian Kagoshima Fisheries Research Station , Jepang di Jambi. Tahun
2004 dihasilkan ikan nila unggul yang dinamakan strain Jica. Sebagian
masyarakat Jambi menyebut nila strain Jica dengan nama nila kagoshima.
e. Nila Nifi (National Inland Fishery Institute)
Disebut juga nila Bangkok. Nifi pertama kali didatangkan dari Thailand pada
tahun 1989. Dikenal juga sebagai nila merah atau nirah. Ada juga
menyebutnya mujarah (mujair merah) atau kakap merapi. Pertumbuhannya
lebih cepat dari ikan nila lokal. Keunggulan lainnya mampu menghasilkan
keturunan yang dominan jantan. Ikan ini kemungkinan merupakan hasil
persilangan antara mujair dengan nila O.aureus, O.zilii, O.hornorum.
f. Nila Nirwana (Nila Ras Wanayasa)
Berasal dari Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Merupakan hasil pemuliaan
genetis dari nila gift dan nila get dari Filipina yang dilakukan oleh Balai
Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Wanayasa, di Purwakarta, Jawa Barat dan
FPK, Institut Pertanian Bogor. Dikenalkan kepada masyarakat tahun 2006
Universitas Sumatera Utara
akhir. Gennya berasal dari nila gift dan nila get (Genetically Enhanced of
Tilapias).
g. Nila hitam
Merupakan strain ikan nila yang pertama kali didatangkan dari Taiwan.
Karena begitu akrabnya masyarakat dengan ikan nila ini sehingga tidak heran
jika ada yang menyebutnya dengan ikan nila lokal. Memiliki keunggulan
mudah berkembang biak, pertumbuhan badannya cepat, serta pemakan
plankton dan tanaman air lunak yang tumbuh di dalam kolam.
h. Nila Cangkringan
Merupakan nila yang berasal dari Cangkringan. Ikan nila merah
ini merupakan hasil pemuliaan genetis dari strain nifi, citralada, Singapura,
dan Filipina oleh BAT atau BBI Cangkringan. Strain ini sebenarnya belum
resmi dirilis ke masyarakat.
i. Nila Larasati
Dikenal juga dengan nila janti. Ikan nila strain ini merupakan hasil pemuliaan
BBI Janti di Klaten. Memiliki keseragaman warna sampai 90% warna
merah(Wiryanta Bernard T.W, dkk.,2010).
Jenis nila unggul yang direkomendasikan sebagai bibit untuk pembesaran secara
cepat ( 2,5 bulan panen) adalah nila merah hasil silangan (hibrida), nila Gesit dan
nila Best(Carman Odang, dkk., 2010).
2.3 Habitat Ikan Nila
Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau
hewan hidup dan berkembang biak(Suyanto, S.R., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Ikan nila memiliki eurihaline yang menyebabkan ikan nila dapat hidup di
dataran rendah yang berair tawar hingga perairan bersalinitas, sehingga
pembudidayaannya sangat mudah.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas
dapat juga mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas air berdasarkan
persentase garam dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Salinitas Air
Salinitas Air Garam (%)
Air tawar <0,05
Air payau 0,05 – 3
Air saline 3 – 5
Brine >5
Sumber : http://rudy-dblues.blogspot.com/2010/01/tingkatan-salinitas-pada-air...
Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami
sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan
garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu,
air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai
5%. Lebih dari 5%, disebut brine.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar
3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam
lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam
sekitar 30% (Goetz, P.W., 1986).
Universitas Sumatera Utara
Penyelidikan komposisi air laut pertama sekali diselidiki oleh seorang ahli
oseanografi W.Dittmar pada tahun 1873 dengan menggunakan contoh air laut
sebanyak 77 sampel dari beberapa perairan di Samudera Pasifik, Hindia, dan Atlantik
melalui ekspedisi yang dilakukan oleh H.M.S.Challenger hasilnya adalah seperti yang
tertera pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Kimia Utama Yang Terkandung Di Air Laut
No Ion Nilai (%) 1. Cl- 55,04 2. Na+ 30,61 3. SO4
2- 7,68 4. Mg2+ 3,69 5. Ca2+ 1,16 6. K+ 1,10 7. HCO3
- 0,41 8. Br - 0,19 9. H3BO3 0,07 10. Sr 2+ 0,04 12. F - 0,00 13. CO3
2- 0,00 Sumber : Sverdrup dkk, 1962. The Ocean
Hasil kajian terakhir kandungan kimia yang ada di laut dikeluarkan oleh The Open
University dan Buku Marine Chemistry, komposisi kimia yang terlarut di dalam air
laut terdapat sebanyak 81 unsur (dapat dilihat pada lampiran pada L-10).
Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam
air yang disukai antara 0 – 35 permil(Watanabe, 1989).
Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang
bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila
secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat
mengakibatkan stres dan kematian pada ikan(Suyanto S.R., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Ikan nila bisa hidup pada kadar garam sampai 35%, namun ikan sudah tidak
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada kadar garam yang tinggi ikan
membutuhkan energi yang minim untuk osmoregulasi sehingga energi yang
digunakan untuk pertumbuhan berkurang(Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan
dibanding dengan ikan yang sudah besar. Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. Nilai pH air
tempat hidup ikan nila berkisar antara 6 – 8,5. Namun pertumbuhan optimalnya
terjadi pada pH 7 – 8. Batas pH yang mematikan adalah 11(Carman Odang,
dkk.,2010).
Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan
pertumbuhan organisme serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi
organisme perairan. Suhu kolam atau perairan yang masih bisa ditolirir ikan nila
adalah 15–37oC. Suhu optimum untuk pertumbuhan nila adalah 25-30oC. Oleh karena
itu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi hingga ketinggian
800 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk pemijahan, suhu ideal untuk bisa
menghasilkan telur dan larva adalah 22–37oC(Wiryanta, B.T.W., dkk.,2010)
2.4 Pengaruh Salinitas Dalam Proses Osmoregulasi
Yang dimaksud dengan osmoregulasi adalah proses pengatur konsentrasi
cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau
organisme hidup. Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan adalah merupakan
upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan
lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik.
Ginjal akan memompakan keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal
mempunyai glomeruli dalam jumlah yang banyak dengan diameter yang besar. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini bertujuan untuk menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus
memompa air seni sebanyak-banyaknya.
Air seni yang keluar dari tubuh ikan sangat encer dan mengandung sejumlah
kecil senyawa nitrogen, seperti: asam urat, creatine, creatinine, dan amonia.
(http://anaklautundip.blogspot.com/2010/04/osmoregulasi-ikan.html).
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan
tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang dan kemasukan
garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan “minum air laut sebanyak-
banyaknya”. Sehingga kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh.
Padahal dehidrasi dapat dicegah dengan jalan proses ini dan kelebihan garam ini
harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk
mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air
tawar. Tubuli ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomeruli ikan
laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil dari pada ikan air tawar.
Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk
menyeimbangkan tekanan osmose antara substansi dalam tubuhnya dengan
lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan
tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme
yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas
toleransi yang dimilikinya.
(http://rudy-dblues.blogspot.com/2010/01/tingkatan-salinitas-pada-air...).
Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik, hipotonik atau isotonik
tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan
tubuh dengan konsentrasi media. Perbedaan ini dapat dijadikan sebagai strategi dalam
menangani komposisi cairan ekstrasellular dalam tubuh ikan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya
dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke
lingkungannya dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi
dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali. Kelebihan
air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan cara membuangnya dalam bentuk urin.
Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap
lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal,
insang, dan kulit ke lingkungannya, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya
secara difusi.
Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan yang cepat
menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik),
namun karena kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses
osmoregulasi seperti halnya pada kedua jenis ikan di atas tetap terjadi(Fujaya,
Y.,2004 dan Marshall, W.S., et al.,2006).
Perubahan kadar salinitas mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan,
sehingga ikan melakukan penyesuaian atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar
proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat bekerja secara normal kembali. Apabila
salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus agar kondisi homeostasis dalam
tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi yang dimilikinya. Kerja osmotik
memerlukan energi yang lebih tinggi pula. Hal tersebut juga berpengaruh kepada
waktu kenyang (satiation time) dari ikan tersebut (Conides, A.J., et al.,2004).
Proses osmoregulasi juga menghasilkan produk buangan seperti feses dan
amoniak, sehingga media pemeliharaan akan berwarna keruh sebagai akibat
banyaknya feses yang dikeluarkan ikan. Dampak dari ekskresi nitrogen tersebut akan
mempengaruhi kehidupan ikan di dalamnya yaitu terhadap kondisi ambient, yang
pada akhirnya berpengaruh terhadap pertahanan tubuhnya. Setelah melewati batas
Universitas Sumatera Utara
toleransi, maka ikan tersebut mengalami kematian. Mengingat tidak semua ikan
mengalami kematian, maka dapat dipastikan bahwa daya toleransi pada populasi ikan
dalam akuarium berbeda-beda. Hal ini diduga karena perbedaan kondisi tubuh saat
sebelum dimasukkan dalam media praktik termasuk intensitas parasit, tingkat stress
dan lain-lain.
Tingkat stress juga berbeda-beda yang dialami oleh benih dalam akuarium,
sebagai akibat dari perlakuan. Kajian yang lebih mendalam, dapat ditelusuri dengan
kandungan kortisol. Banyak hal berkenaan dengan kortisol selama proses
metabolisme, misalnya saat starvasi (puasa), osmoregulasi, pengerahan simpanan
energi untuk migrasi, proses pematangan gonad, pemijahan dan selama stres yang
dialami oleh ikan itu sendiri(Van Ginneken.V.,et al.,2006).
Aktivitas osmoregulasi dapat dipengaruhi oleh stadia ikan atau krustase dalam
hubungannya dengan salinitas. Penelitian pada stadia juvenile dan dewasa krustase,
regulasi ion Na/K-ATP menunjukkan hal-hal yang berbeda-beda jika diamati dengan
aktivitas enzim Na/K-ATPase. Pada Artemia salina dan A. franciscana aktivitas
enzim, tersebut meningkat sejalan dengan perkembangannya sejak setelah menetas
hingga tahap mulai berenang bebas. Pada udang galah, hal tersebut juga berlangsung
demikian. Namun pada stadia dewasa, aktivitas Na/K-ATPase pada udang galah tidak
berbeda nyata setelah diperlakukan pada salinitas yang berbeda(N.Wilder,M.,et al.,
2001, Kordi K, M.G.H.,2007).
Kemampuan adaptasi ikan, juga dapat diketahui melalui penelitian pada
juvenile fugu Takifugu rubripes terhadap lingkungan bersalinitas rendah. Ikan
dipindahkan dari lingkungan air laut 100% ke dalam media air tawar 25, 50, 75, dan
100% air laut dan kemudian didata mortalitasnya selama 3 hari. Tidak ada kematian
ikan dalam media baru bersalinitas 25 – 100% air laut dan semua ikan mati dalam
media 100% air tawar. Nampaknya, pada ikan yang dipindahkan ke media 25 – 100%
osmolalitas darahnya tetap dijaga pada kisaran fisiologis yang normal. Penelitian
Universitas Sumatera Utara
dilanjutkan dengan memindahkan ikan dari lingkungan 100% air laut ke media air
tawar, 1, 5, 10, 15, dan 25% air laut. Semua ikan hidup dalam media 5 – 25%, tetapi
mati dalam media air tawar dan 1% air laut. Ikan yang hidup pada media 25% air laut
kemudian dipindahkan kembali ke media air tawar 1 dan 5% air laut dan
menunjukkan bahwa osmolalitas darahnya menurun hingga mendekati level subletal,
yakni sekitar 300 mOsm/kg.H2O. Nampaknya preaklimatisasi dalam 25% selama 7
hari tidak terlalu berpengaruh terhadap selang kemampuan survivalnya. Meskipun
kelangsungan hidup dan osmolalitas darahnya sedikit meningkat dengan cara
preaklimatisasi dalam 25%, osmolalitas darahnya mengalami penurunan setelah
dipindahkan ke dalam media bersalinitas kurang dari 10%. Penemuan ini
mengindikasikan bahwa fugu dapat beradaptasi pada lingkungan hipoosmotik karena
adanya kemampuan hiperosmoregulasi, namun sel-sel klorid yang dimilikinya
berkurang dalam mengabsorpsi ion-ion pada lingkungan hipoosmotik(Lee, K.M., et
al.,2005).
Untuk air tawar , organ yang terlibat dalam osmoregulasi antara lain insang,
usus dan ginjal. Sel-sel yang berperan dalam organ insang untuk proses tersebut
adalah mitokondria-rich dan role of pavement(Marshall,W.S., et al, 2006).
Struktur insang memiliki hubungan dengan kemampuan toleransi terhadap
kisaran salinitas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan histology dari struktur insang
Caprella (Amphipoda: caprellidea) yang dikumpulkan dari komunitas Sargassum di
timur laut Jepang dan diamati di bawah mikroskop elektron. Epitel sel insang dari
ikan-ikan tersebut terdiri dari perkembangan apical infolding system (AIS) dan
basolateral infolding system (BIS) yang dihubungkan dengan mitokondria. Percobaan
tentang toleransi terhadap salinitas dari 4 spesies Caprella mengindikasikan bahwa
konsentrasi median letalnya pada 20oC berkisar antara 12,97- 18,84 practical salinity
unit (p.s.u) dengan kelangsungan hidup 80% pada kondisi salinitas di atas 25,37 p.s.u
bahkan selama 5 hari. Karakteristik insang dan lebarnya rentang toleransi salinitas
Universitas Sumatera Utara
pada Caprella spp, menunjukkan bahwa Caprella spp yang menghuni komunitas
Sargassum merupakan organisme yang eurihalin (Takeuchi,I.,et al.,2003).
2.5 Pakan Ikan
Setiap mahluk hidup, termasuk ikan membutuhkan energi untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungannya. Sumber utama
energi bagi ikan berasal dari makanan sebab ikan tidak mampu memamfaatkan energi
matahari secara langsung seperti yang yang dilakukan oleh tanaman.
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertumbuhan ukuran baik bobot maupun
panjang dalam satu periode waktu tertentu (Effendi, 1979). Sedangkan menurut
Fujaya (2004), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang maupun berat.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon, dan lingkungan. Faktor
lingkungan yang paling penting adalah zat hara.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang
meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan
dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan
fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan , dan penyakit(Hepper dan
Prugnin, 1984).
2.5.1 Jenis-jenis Pakan
Di alam ikan memenuhi kebutuhan makannya dengan pakan yang tersedia di
alam. Dalam hal ini, ikan mempunyai kesempatan untuk memilih dan selalu sesuai
dengan selera ikan. Sedangkan dalam budidaya ikan, tidak ada yang lebih penting
selain pengadaan pakan buatan yang baik dan memaksimalkan tingkat konsumsi
pakan. Apabila tidak ada pakan yang dikonsumsi, ikan tidak akan mengalami
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan, bahkan akan mengalami kematian. Dan apabila pakan yang dikonsumsi
kurang memadai, ikan tidak mampu mempertahankan kesehatannya.
Secara umum, makanan ikan dibuat dari komposisi yang terdiri atas bahan-
bahan makanan yang berasal dari nabati dan hewani, terutama hasil ikutan dari sisa
proses pengolahan makanan dan pabrik. Dari sekian banyak bahan baku nabati, 70-
75% merupakan biji-bijian dan hasil olahannya, 15-25% limbah industri makanan,
dan sisanya hijauan sebagaimana layaknya bahan pakan yang berasal dari tumbuhan,
kadar seratnya tinggi.
Bahan dari hewani terbuat dari: tepung ikan, tepung rebon dan benawa, tepung
kepala udang, tepung darah, silase ikan, tepung bulu ayam dan tepung tulang, tepung
bekicot, tepung cacing tanah, dan limbah unit penetasan ayam.
Bahan nabati terbuat dari: dedak, dedak gandum, jagung, cantle/sorgum,
tepung terigu, tepung kedele, tepung ampas tahu, tepung bungkil kacang tanah,
bungkil kelapa, biji kapuk/randu, biji kapas, tepung daun duri, tepung daun lamtoro,
tepung daun ketela pohon, dan isi perut besar hewan memamah biak.
(http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/20/manajemen-pakan...).
Berdasarkan tingkat kebutuhannya, pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu pakan tambahan, pakan suplemen, dan pakan utama.
Pakan tambahan adalah pakan yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan
pakan. Dalam hal ini, ikan yang dibudidayakan sudah mendapatkan pakan dari alam,
namun jumlahnya belum memadai untuk tumbuh dengan baik sehingga perlu diberi
pakan buatan sebagai pakan tambahan.
Pakan suplemen adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menambah komponen
(nutrisi) tertentu yang tidak mampu disediakan oleh pakan alami. Pakan ini
Universitas Sumatera Utara
mengandung beberapa vitamin dan mineral tertentu untuk melengkapi nutrient yang
diperoleh dari pakan alami
Pakan utama adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan sebagian besar
atau keseluruhan pakan alami.
Sampai saat ini, belum ada pakan yang dibuat khusus untuk jenis ikan
tertentu. Petani ikan umumnya mengenal pakan ikan dan pakan udang, tidak
mengenal pakan untuk ikan herbivor, karnivor, atau omnivor. Pada kenyataannya,
memang belum ada pakan buatan yang diproduksi oleh pabrik besar khusus
kebutuhan ikan tertentu. Semua jenis ikan dipaksa untuk menjadi omnivor (Afrianto
E., dkk.2005).
2.5.2 Komposisi Pakan
Standar nutrisi pakan tambahan antara lain mengandung protein 25-40%,
karbohidrat 10-12%, lemak 4-8%, serat kasar 5-13%, dan kadar air 13-14% (Afrianto
E, dkk., 2005, http://suharjawanasuria.tripod.com/ikan_air_tawar_01.htm).
Selain itu pabrik pakan juga melengkapinya dengan vitamin dan mineral
sebagai bahan tambahan dalam campurannya yang dikemas dalam bentuk premiks.
Berikut adalah contoh vitamin dan mineral tambahan pada pakan ikan:
- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A,D,E,K,B kompleks), 2 asam
amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, I, Zn, Co dan
Cu), serta antioksidan (BHT).
- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), asam
amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe, Mo, Ca, I, Zn, Co dan Cu),
serta antioksidan.
Universitas Sumatera Utara
- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4, KI,
CuSO4, ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin)
(http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/20/manajemen-pakan...)
Pada dasarnya, pakan buatan yang sering kita jumpai termasuk dalam
kelompok senyawa pakan dan silase ikan. Dua jenis senyawa pakan yang biasa dibuat
oleh pabrik pakan adalah pakan yang berbentuk tepung, pasta, cake, serta pakan yang
berbentuk pelet.
Secara umum tepung ikan dikategorikan sebagai Fish Protein Consentrat
(FPC). Terdapat 3 tipe FPC yaitu A, B, dan C. Tepung ikan tipe A dan tipe B untuk
konsumsi manusia, sedangkan tipe C adalah untuk makanan ternak.
Dalam menentukan kelas tipe/tipe tepung ikan terdapat standard tertentu,
antara lain dengan memenuhi persyaratan mutunya. Persyaratan mutu tepung ikan
untuk pakan ternak yang harus dipenuhi dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)
dapat dilihat pada tabel 2.2, sedangkan persyaratan mutu tepung ikan menurut FAO
dalam (Purnomo Hari,dkk., 1987), disajikan pada tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Persyaratan Mutu Tepung Ikan untuk Pakan (SNI 01-2715-1996)
K e l a s Persyaratan
Mutu I Mutu II Mutu III Kimia:
- Air(%; maks.)
- Protein kasar (%;min.)
- Serat kasar (%;maks.)
- Abu(%;maks)
- Lemak(%;maks)
- Kalsium(%;maks)
- Phospor(%;maks)
- Garam(%;maks)
Mikrobiologi:
Salmonella (pada 25 g sample)
Organoleptik:
Nilai Minimum
10
65
1,5
20
8
2,5-5,0
1,6-3,2
2
Negatif
7
12
55
2,5
25
10
2,5-6,0
1,6-4,0
3
Negatif
6
12
45
3
30
12
2,5-7,0
1,6-4,7
4
Negatif
6
Sumber : Revisi Standar Nasional Indonesia No. 01-2715-1992
Tabel 2.4 Persyaratan Standar Mutu Tepung Ikan menurut FAO
Komposisi Tipe A Tipe B Tipe C Protein 67,5 65 60
Daya cerna pepsin
(%; min.)
92 92 92
Lisin (%; min.) 6,5 dari protein 6,5 dari protein 6,5 dari protein
Air (%; maks.) 10 10 10
Lemak(%;maks.) 0,75 3 10
Klorida(%;maks) 1,5 1,5 2
SiO2 (%;maks.) 0,5 0,5 0,5
Bau, rasa Lemah Tidak ada spesifikasi
Tidak ada spesifikasi
Sumber: FAO dalam Purnomo Hari, dkk.,1987
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Fungsi Pakan
Pakan tidak hanya berfungsi sebagai sumber energi dan pertumbuhan. Fungsi
lain dari pakan bagi ikan adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan
Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai akan akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ikan dan tidak mudah diserang penyakit. Karena pakan akan membantu
terciptanya mekanisme pertahanan tubuh (kekebalan alami) yang ditentukan sistem
hormonal. Dengan demikian, apabila pakan yang dikonsumsi baik, maka sistem
hormonal akan berjalan dengan baik dan dengan sendirinya akan terbentuk sistem
pertahanan tubuh yang baik pula. Pada dasarnya, pakan yang diperuntukkan bagi
pengobatan tidak berbeda dengan pakan buatan lainnya. Perbedaannya hanya pada
penambahan senyawa tertentu yang dapat berfungsi sebagai obat. Jenis obat yang
biasa ditambahkan ke dalam pakan buatan biasanya golongan antibiotik dan asam
organik. Oksitetrasiklin dan sulfanilamid merupakan dua jenis antibiotik yang banyak
digunakan dalam campuran pakan.
2. Pembentukan Warna Tubuh
Fungsi pakan buatan sebagai pembentuk warna tubuh ikan banyak dimamfaatkan
dalam budidaya ikan hias. Namun demikian dalam budidaya ikan konsumsi dapat
juga digunakan. Pakan yang digunakan untuk membentuk warna tubuh ikan tidak
berbeda dengan pakan buatan lainnya, kecuali adanya penambahan pigmen. Ikan
yang diberi pakan yang mengandung pigmen akan memiliki warna tubuh lebih
cemerlang. Ikan memiliki sel khusus penghasil pigmen, yaitu iridosit dan kromatofor.
Iridosit terdiri atas leukofor dan guanafor yang merupakan sel cermin untuk
memantulkan warna di luar tubuhnya. Kromatofor adalah sel-sel yang mengandung
pigmen, meliputi eritofor yang mengandung pigmen merah dan oranye, xantofor
Universitas Sumatera Utara
yang mengandung pigmen kuning, linkofor yang mengandung pigmen putih, dan
melanofor yang mengandung pigmen hitam.
Ada dua jenis pigmen yang berperan dalam pembentukan warna tubuh ikan, yaitu
karoten dan melanin. Karoten membentuk warna kuning, jingga tua (oranye), dan
merah, sedangkan melanin terutama mempengaruhi pembentukan warna coklat
sampai hitam. Pigmen ini terutama tersimpan dalam kerangka luar, yaitu sisik atau
kulit.
Sumber pigmen yang baik adalah pakan yang mengandung karoten jenis:
- Xantofil (xantophyl) dengan konsentrasi 20-60 mg/kg pakan. Dapat diperoleh dari
udang rebon (tepung udang), rumput laut (kelp), daun alfalfa, dan tepung kelopak
bunga marigold.
- Astasantin (astaxanthin) dan xantaxanthin merupakan dua jenis pigmen karoten
yang juga berperan dalam pembentukan warna, selain itu dapat membantu proses
reproduksi dan meningkatkan proses metabolisme.
3. Peningkatan Cita Rasa
Cita rasa ikan dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, baik pakan alami maupun
pakan buatan. Dengan demikian, ikan ikan di suatu perairan akan memiliki aroma dan
cita rasa yang relatif berbeda dengan ikan sejenis yang hidup di daerah lain.
Demikian pula, ikan sejenis yang tertangkap di daerah yang sama namun pada musim
berbeda akan memiliki aroma dan cita rasa yang relatif berbeda.
Saat ini, aroma dan cita rasa daging ikan yang kurang enak bukan merupakan
masalah besar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan aroma dan
cita rasa yang tidak disukai, salah satu diantaranya adalah dengan teknik pemberokan.
Universitas Sumatera Utara
4. Reproduksi
Fungsi lain dari pakan buatan adalah untuk membantu mempercepat proses
pematangan gonad sehingga proses reproduksi dapat dipercepat. Pakan yang baik
akan menunjang kerja organ tubuh sehingga dapat bekerja lebih baik, termasuk sitem
hormone dan endokrin. Sistem endokrin sangat membantu proses reproduksi, yaitu
dengan cara mengatur pengangkutan hormon reproduksi menuju organ reproduksi.
Jenis pakan yang dapat memacu perkembangan dan pematangan gonad adalah:
- Cumi-cumi, udang, kepiting, kerang yang masih segar.
- Selain itu penambahan vitamin E ke dalam pakan buatan juga diketahui dapat
merangsang pematangan gonad yaitu dengan mencegah oksidasi EPA
(eikosapentanoic acid) dimana EPA diubah menjadi prostaglandin yang berperan
mempercepat gonad.
- Bersama dengan vitamin A yang berperan sebagai antioksidan, penambahan
vitamin E akan meningkatkan fungsi PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang
diperlukan dalam proses pembentukan hormon.
- Pemberian pigmen karoten minimal 10 mg/kg pakan diketahui dapat
mempengaruhi proses perkembangbiakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pigmen karoten dapat merangsang proses pembuahan.
5. Perbaikan Metabolisme Lemak
Dibandingkan dengan protein ikan lebih mudah mencernannya dibandingkan dengan
lemak dan karbohidrat. Kondisi ini kurang menguntungkan, mengingat sebaiknya
protein diperuntukkan bagi pertumbuhan, sedangkan kebutuhan energi diperoleh dari
lemak dan karbohidrat. Maka untuk mengupayakan kemampuan ikan mencerna
lemak dan karbohidrat sehingga menghasilkan energi yang dapat dimamfaatkan
adalah :
Universitas Sumatera Utara
- Pabrik pakan menggunakan asam bile yaitu cairan yang dihasilkan oleh hati.
Senyawa ini banyak mengandung garam natrium, dan kalium. Garam ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan lemak dan mengubah bentuk lemak menjadi
bola-bola kecil (micelle) membentuk emulsi sehingga lebih mudah diserap oleh
tubuh.
- Dengan penambahan lesitin yaitu lemak yang mengandung gliserol dan asam fosfat.
Senyawa dapat ditemukan pada otak, kedelai, biji bunga mata hari, jagung, dan
kuning telur.
- Penambahan mikroba, selain menguraikan lemak sehingga mudah dicerna oleh
ikan, mikroba juga dapat membantu pencernaan karbohidrat dan protein (Afrianto
E., dkk.,2005).
2.5.4 Kebutuhan Nutrisi Pada Ikan
Seperti halnya hewan lain, ikanpun membutuhkan zat gizi tertentu untuk
kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak
dan untuk tumbuh. Zat gizi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, dan air.
2.5.4.1 Protein
Berbeda dengan tumbuhan, ikan tidak mampu mensintesis protein, asam amino dari
senyawa nitrogen anorganik. Oleh karena itu, kehadiran protein dalam makanan
(pakan) ikan mutlak diperlukan.
Ikan membutuhkan lebih banyak protein dibandingkan dengan mamalia. Kebutuhan
protein (%) pada ikan tinggi, tetapi kebutuhan absolute (g/kg penambahan berat
badan) rendah. Hal ini disebabkan kebutuhan energi pada ikan lebih rendah
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan mamalia. Alasan lain adalah protein digunakan sebagai sumber
energi utama.
Ikan membutuhkan protein berkisar antara 20 – 60% dari berat total makanan, namun
kebutuhan optimalnya hanya 30 – 36%. Bila terdapat kelebihan protein dalam pakan
akan menghambat laju pertumbuhan karena sebagian protein akan dimetabolisme
menjadi protein baru dan sisanya akan diubah menjadi energi.
Protein hewani memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan protein nabati. Hal
ini disebabkan kandungan asam amino pada protein hewani lebih lengkap daripada
protein nabati. Selain itu, protein nabati selalu dibungkus oleh lapisan selulosa
sehingga agak sulit atau lambat bagim ikan untuk mencernanya.
Kualitas protein sangat tergantung pada kemudahannya dicerna dan nilai biologisnya.
Kedua faktor tersebut sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis asam amino yang
menyusunnya. Semakin lengkap kandungan asam aminonya, kualitas protein semakin
baik.
Adapun fungsi protein dalam tubuh ikan adalah:
a. Merupakan sumber energi bagi ikan, terutama apabila komponen lemak dan
karbohidrat yang terdapat di dalam pakan ikan tidak mampu memenuhi
kebutuhan energi.
b. Berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh.
c. Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak.
d. Merupakan komponen utama dalam pembentukan enzim, hormone, dan
antibody
e. Turut berperan dalam pembentukan gamet.
f. Berperan dalam proses osmoregulasi di dalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4.2 Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H),
dan oksigen (O) sebagai unsur utama. Beberapa diantaranya ada yang mengandung
nitrogen (N) atau fosfor (P).
Lemak memberikan lebih kurang 2,25 kali lebih banyak energi dari pada karbohidrat
jika mengalami metabolisme karena lemak mengandung hidrogen lebih tinggi dari
pada oksigen. Hampir semua lemak yang terdapat dalam makanan ikan dapat dicerna,
tetapi membutuhkan banyak waktu bagi getah pencernaan.
Dalam pakan maupun daging ikan, lemak umumnya terdapat dalam bentuk
trigliserida, fosfolipid, dan kadang-kadang wax. Trigliserida berperan dalam
penyimpanan lemak. Fosfolipid berperan dalam pembentukan membrane sel. Wax
merupakan bentuk umum penyimpanan asam lemak pada beberapa zooplankton.
Selain berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga mempunyai beberapa fungsi
tambahan sebagai berikut:
a. Merupakan sumber vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak.
b. Berperan dalam struktur sel dan membran subseluler.
c. Merupakan komponen organ-organ utama dalam bentuk fosfolipid.
d. Mengatur daya apung tubuh ikan di dalam air.
e. Merupakan sumber asam lemak esensial.
f. Menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi.
g. Membentuk sterol, yaitu asam lemak berantai panjang.
h. Melindungi organ-organ vital di dalam tubuh ikan.
i. Menentukan cita rasa dan sifat daging ikan selama penyimpanan.
j. Merupakan komponen hormon dan prekursor dalam sintesis prostaglandin.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4.3 Karbohidrat
Karbohidart dalam makanan ikan tidak begitu penting. Namun, tidak berarti
karbohidrat tidak diperlukan dalam penyusunan makanan ikan. Sebab, karbohidrat
tetap memegang peranan funsional maupun struktural dalam tubuh ikan. Secara
umum, semua kebutuhan ikan dapat terpenuhi dari protein dan lemak dari makanan
yang dikonsumsi.
Meskipun tampaknya karbohidrat tidak dibutuhkan oleh ikan, namun sebaiknya
pakan buatan dilengkapi dengan karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk
menghemat penggunaan protein. Tidak tersedianya karbohidrat dan lemak dalam
pakan buatan akan menyebabkan proses metabolisme dan penggunaan protein tidak
efisien. Diduga bahwa 0,23 g karbohidrat per 100 g pakan dapat menghemat 0,05 g
protein. Karbohidrat juga berperan sebagai prekursor untuk berbagai metabolisme
internal yang produknya dibutuhkan untuk pertumbuhan, misalnya asam amino non
esensial dan asam nukleat.
2.5.4.4 Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang esensial bagi pertumbuhan, walaupun dalam
jumlah yang relatif kecil. Vitamin berperan sangat penting untuk menjaga agar
proses-proses yang terjadi di dalam tubuh ikan tetap berlangsung dengan baik. Oleh
karena itu vitamin harus selalu didatangkan melalui pakan sebab tubuh ikan tidak
mampu membuatnya.
Kandungan vitamin di dalam pakan buatan tergantung dari bahan baku yang
digunakan dan bahan yang ditambahkan. Penambahan vitamin ke dalam pakan buatan
umumnya dilakukan dengan menggunakan vitamin-mix (premix).
Kebutuhan ikan akan vitamin dipengaruhi oleh ukuran, umur, laju pertumbuhan,
stress lingkungan, dan hubungan antar nutrien.
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan vitamin dalam tubuh ikan sangat bermacam-macam anatara lain:
a. Merupakan katalisator dalam proses metabolisme. Vitamin merupakan bagian
dari enzim atau koenzim yang berperan dalam pengaturan berbagai proses
metabolisme.
b. Membantu protein dalam memperbaiki dan membentuk sel baru.
c. Mempertahankan fungsi berbagai jaringan tubuh sebagaimana mestinya.
d. Turut berperan dalam pembentukan senyawa-senyawa tertentu di dalam
tubuh.
2.5.4.5 Mineral
Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam
pembentukan jaringan dan berbagai fungsi metabolisme dan osmoregulasi. Jumlah
mineral yang dibutuhkan oleh ikan sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang
sangat penting.
Tidak kurang 15 zat mineral telah diketahui mempunyai fungsi esensial dalam
tubuh ikan. Beberapa zat-zat mineral tersebut adalah: natrium, kalium, fosfor,
kalsium, khlor, magnesium, ferrum, belerang, iodium, mangan, kuprum, kobalt,
molybdenum, selenium, dan zincum. Ikan setidak-tidaknya membutuhkan 13 zat
anorganik untuk makanan yang baik. Kalsium dan fosfor dibutuhkan dalam jumlah
besar untuk pembentukan gigi, tulang, dan kulit sehingga zat-zat mineral tersebut
harus ada dalam jumlah yang besar.
Berdasarkan kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
mineral esensial dan mineral non esensial. Mineral esensial harus selalu tersedia di
dalam tubuh ikan dan harus disuplai dari pakan karena tubuh ikan tidak mampu
memproduksi mineral ini. Sementara, mineral nonesensial yaitu mineral yang
sebaiknya tersedia di dalam tubuh ikan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan jumlah kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral yaitu mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah relatif besar (lebih dari 100 mg/kg pakan
kering), seperti kalsium, fosfor, belerang, natrium, klorida, magnesium, dan kalium.
Sebaliknya, mikromineral adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam
jumlah relatif kecil (kurang dari 100 mg/kg pakan kering), yaitu kobalt, selenium,
tembaga, seng, mangan, krom, fluor, iodium, besi, dan molibden. Mikromineral
sering pula disebut sebagai trace mineral.
Pada umumnya, makanan ikan yang sempurna mengandung sebagian besar
zat-zat mineral yang diperlukan. Akan tetapi, beberapa zat mineral perlu ditambahkan
di dalam makanan, antara lain kalsium, natrium, klor dan fosfor. Zat-zat mineral
tersebut perlu dimasukkan di dalam makanan ikan. Kelengkapan mineral akan
memberikan dampak positip apabila diikuti dengan komposisi yang tepat dari nutrisi
lainnya, seperti protein, lemak, karbohidrat, dsan vitamin. Komposisi pakan tersebut
sangat berpengaruh terhadap penyerapan mineral oleh tubuh ikan.
Fungsi utama mineral adalah:
1. Berperan dalam proses pembentukan rangka, pernapasan, dan metabolisme.
Mineral Ca, P, F, dan Mg adalah mineral yang berguna dalam pembentukan
struktur tubuh ikan, tulang, gigi, dan sisik ikan. Mineral Fe, Cu, dan Ca berperan
besar dalam proses pernapasan. Sementara, mineral yang membantu proses
metabolisme meliputi semua mineral, baik yang esensial maupun nonesensial.
2. Mengatur keseimbangan asam basa dan proses osmosis antara cairan tubuh
dan lingkungannya (terutama Na, K, Ca, dan Cl).
3. Berperan dalam proses pembekuan darah dan pembentukan haemoglobin (terutama
Fe, Cu, dan Co).
4. Berperan penting dalam proses metabolisme (terutama Cl, Mg, dan P).
Universitas Sumatera Utara
5. Mengatur fungsi sel (Cu dan Zn), membentuk fosfolipid dan bahan inti sel (S, dan
P), mematangkan kelenjar kelamin (Br), dan membentuk hormon tiroid (I).
a. Kalsium (Ca)
Peranan dan fungsi kalsium di dalam tubuh antara lain adalah sebagai komponen
utama pembentuk tulang, gigi, kulit, serta sisik, dan memelihara ketegaran kerangka
tubuh, mengentalkan darah, sebagai “intracellular regulator” atau messenger yaitu
membantu regulasi aktivitas otot kerangka, jantung dan jaringan lainnya, konstraksi
dan relaksasi otot, membantu penyerapan vitamin B12, menjaga keseimbangan
osmotik. Pengambilan kalsium dari perairan oleh ikan digunakan atas dasar untuk
kegiatan struktural. Transpor Ca dari air oleh aliran darah ke jaringan tulang dan kulit
berlangsung secara cepat. Jumlah lemak dalam pakan sangat berpengaruh dalam
penyerapan Ca oleh usus. Pada kondisi abnormal, yaitu penyerapan lemak terganggu
maka Ca pun akan sedikit yang diserap. Hal ini dikarenakan asam lemak yang tidak
diserap akan berikatan dengan Ca dan akan terbuang dalam bentuk feses. Kandungan
Ca dalam perairan sangat diperlukan untuk kehidupan ikan. Perairan dengan
kandungan Ca rendah akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan mengganggu
adaptasi pada saat kondisi lingkungan berubah. Perairan yang kaya akan Ca akan
meningkatkan toleransi terhadap temperatur dan akan mengurangi keracunan akibat
menurunnya pH. Untuk perairan yang kandungan Ca rendah, pH rendah dan
kandungan aluminiumnya tinggi tidak akan dihuni oleh ikan. Kandungan Ca dalam
pakan ikan sangat sulit untuk diterapkan secara pasti. Sebagai contoh, pada ikan
rainbowtrout dengan bobot awal 1,2 g, antara ikan yang diberi Ca 0,3 gr/kg dengan
3,4 gram/kg ternyata tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam pertumbuhannya
yang dipelihara pada perairan dengan kandungan Ca 20-30 mg /L Ogino, et al.,1978).
Menurut Rumsey (1977) kebutuhan Ca untuk ikan rainbowtrout pada perairan
dengan kalsium rendah (3 mg Ca/L) sama saja dengan yang dipelihara pada
kandungan kalsium tinggi (45 mg/L) yaitu sebesar 2 g/kg dalam pakannya.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Arai, et al (1975) pemberian kalsium sebanyak 2,4 g/kg
merupakan kebutuhan minimal yang harus dipertimbangkan, pemberian kalsium
sebanyak 11,5 – 14 g/kg akan berakibat buruk terhadap laju pertumbuhan.
b. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan kofaktor bagi semua enzim yang terlibat di dalam reaksi
pemindahan fosfat (fosfokinase) yang menggunakan ATP dan fosfat nukleotida yang
lain sebagai substrat. Fungsi magnesium bagi ikan dan udang adalah sebagai
komponen esensial dalam menjaga homeostasis intra dan ekstra seluler. Magnesium
dalam tubuh diserap oleh usus halus dan hanya sedikit yang dieksresikan dan hampir
seluruhnya diserap secara sempurna. Penyerapan magnesium dalam tubuh
dipengaruhi oleh masuknya magnesium dalam usus, waktu singgah di usus,
kecepatan penyerapan air, kadar kalsium fosfat dan laktosa dalam pakan, sumber
magnesium, dan umur serta jenis ikan. Kandungan magnesium di dalam ikan
jumlahnya relatif rendah dibandingkan dengan hewan darat. Sebagian besar
magnesium, kurang lebih 65%, berada dalam kerangka ikan. Konsentrasi magnesium
dalam perairan ikan tawar sering tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme
ikan, oleh karena itu pemberian mineral magnesium pada pakan untuk pemeliharaan
ikan tawar sangat penting. Rendahnya suplai magnesium dalam pakan dapat
mengakibatkan nafsu makan berkurang, pertumbuhan dan aktivitas ikan berkurang,
kandungan Ca dan Mg dalam tubuh dan vertebrate akan berkurang. Selain itu ikan
akan memperlihatkan keabnormalan dalam pertumbuhan tulang. Pada ikan trout telah
diteliti oleh Cowey et al (1977) bahwa pertambahan bobot dan penggunaan pakan
ikan yang diberi pakan dengan kandungan Mg sebesar 26 – 63 mg/kg. Perbaikan
kandungan Mg dalam pakan akan berdampak terhadap peningkatan Mg dalam serum.
Universitas Sumatera Utara
c. Besi (Fe)
Zat besi merupakan unsur mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh
ikan dan manusia. Dalam makanan terdapat dua macam zat besi, yaitu dalam bentuk
heme dan non heme. Zat besi heme ditemukan dalam bentuk haemoglobin dan zat
besi non heme dalam otot yang disebut myoglobin. Fungsi dan peranan zat besi
dalam tubuh ikan antara lain adalah unsur yang sangat penting dalam pigmen darah
(haemoglobin dan myoglobin). Terlibat dalam pengangkutan oksigen dalam darah
dan urat daging (otot) serta pemindahan/transfer elektron dalam tubuh. Unsur yang
sangat penting dari variasi sistem enzim, yang meliputi enzim katalase, enzim
peroksidase, enzim xantin oksidase, enzim aldehyde oxidase dan enzim succinic
dehydronase. Ikan dapat menyerap zat besi terlarut dari air melalui insang, sirip dan
kulit. Zat besi dalam bentuk tereduksi, ion fero (Fe++) lebih mudah diserap karena
lebih mudah larut dalam cairan-cairan pencernaan. Penyerapan zat besi dalam saluran
pencernaan sangat dipengaruhi oleh kadar keasaman, pH atau keasaman lambung dan
bagian atas usus halus. Kekurangan zat besi pada ikan dapat membawa dampak yang
merugikan pada ikan. Pada beberapa jenis ikan memberikan dampak yang berbeda,
misalnya pada ikan channel catfish dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat,
konversi pakan rendah, nafsu makan menurun dan abnormalitas.
d. Klorida (Cl-)
Klorida berperan besar dalam aktivitas osmoregulasi. Pertukaran klorin sebagian
besar terjadi pada insang. Pada ikan tawar pengambilan klorin terjadi pada kondisi
medium yang hipotonik, dengan cara memompa NaCl melalui insangnya dan
pengeluaran klorin dilakukan dalam bentuk urin. Pada ikan air laut pengambilan
klorin dilakukan dengan cara melakukan banyak minum air laut sehingga klorin
secara difusi ikut masuk ke dalam tubuh ikan. Selain itu ikan air laut biasanya
melakukan dengan cara memompa melalui insang epithelium pada kondisi medium
hipertonik. Dalam kondisi normal klorin dikeluarkan dalam bentuk urin pada jumlah
Universitas Sumatera Utara
yang sedikit, namun pada kondisi stres ikan banyak mengeluarkan urin sehingga
kehilangan NaCl yang cukup besar. Klorin keluar dari tubuh melalui urin dan sedikit
melalui feses. Ketersediaan Cl di dalam air sangat menguntungkan untuk kehidupan
ikan agar mempunyai toleransi terhadap perubahan suhu. Pemberian garam pada
bahan pakan dari segi mamfaatnya masih diperdebatkan. Hal ini disebabkan dari hasil
penelitian memberikan hasil yang menunjukkan bahwa pemberian NaCl pada pakan
berakibat buruk terhadap penambahan bobot. Pemberian NaCl sebanyak 3% pada
pakan mengakibatkan pertambahan bobot hanya 85% dibandingkan dengan kontrol.
Pada penambahan NaCl sebanyak 6% memberikan pertambahan sebesar 77%
sedangkan penambahan sebanyak 12% mengakibatkan pertambahan bobot sebesar
70%. Hal ini dikarenakan NaCl pada tingkatan yang lebih tinggi diserap dalam 24
jam yang kelebihannya akan dikeluarkan ke dalam perairan tawar pada sistem
osmoregulasi dalam urin hipoosmotik normal, sedangkan pada ikan laut pengambilan
NaCl dalam jumlah besar relatif sering terjadi pada berbagai kasus.
e. Natrium (Na)
Natrium sangat penting peranannya dalam osmoregulasi dan keseimbangan asam
basa ikan. Pada hewan darat natrium yang berasal dari makanan akan diserap oleh
tubuh secara cepat dan efisien dan hanya sedikit sekali yang dikeluarkan melalui
feses. Kekurangan natrium dapat mengakibatkan dehidrasi, keletihan, anoexia, dan
ram otot. Pemberian natrium sebesar 2200 mg/kg pakan pada ikan rainbowtrout
sudah mencukupi kebutuhan ikan tersebut terhadap natrium. Tetapi dalam percobaan
Salman dan Eddy (1988) pemberian natrium sebesar 1000 – 3000 mg/kg pakan tidak
memberikan perbedaan bobot.
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Pemberian Pakan Pada Ikan
Dosis pemberian pakan yang dianjurkan pada ikan nila disesuaikan dengan
ukuran ikan, suhu air, kepadatan biomassa ikan, kelimpahan pakan alami dan
berbanding terbalik dengan ukuran ikan. Konsumsi pakan nila maksimum pada suhu
22 oC hanya 50 – 60% dari konsumsi pakan maksimum pada suhu 26 oC. Hal ini
memberikan gambaran bahwa pada pagi hari saat suhu air relatif rendah dosis pakan
yang diberikan lebih rendah dibandingkan dengan siang dan sore hari
(Carman O., dkk., 2010).
Pakan yang diberikan dengan metode Restricted Ratio, yakni pemberian pakan
dengan menggunakan takaran yang dibatasi (Goddard, 1996).
Selama masa pemeliharaan ikan diberikan pakan tambahan berbentuk pellet
sebanyak 3 – 5% /hari dari biomassa. Biasanya akan diperoleh angka konversi pakan
sebanyak 1,3 – 2, artinya dari pakan 1,3 – 2 kilogram pakan akan menjadi 1 kilogram
ikan nila. Untuk mengetahui berat biomassa maka sampel diambil 10 ekor ikan,
ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan
dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misalnya, berat rata-rata ikan 220 g,
maka berat biomassa adalah 220 x 10 = 2200 g. Jumlah pakan yang diberikan perhari
adalah 3% x 2200 g = 66 g. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pagi,
siang, dan sore hari atau malam hari. Namun demikian, ada juga ahli yang
menyarankan bahwa pemberian pakan ikan tidak selalu tergantung pada waktu-waktu
tersebut tetapi dilakukan kapan saja selagi ikan masih mau
makan(http://zaldibiaksambas.wordpress.com/2010/06/20/manajemen-pakan..).
Universitas Sumatera Utara
2.5.6 Penentuan Kadar Mineral Pakan
a. Penentuan Mineral Na, Ca, Mg, dan Fe Pada Pakan Ikan dengan Metode AAS
Ditimbang 5 g sampel pada cawan porselin, dibakar sampai mengarang lalu
dimasukkan pada furnace dengan suhu 5500C – 6000C selama 2 jam. Setelah
sempurna mengabu, didinginkan. Abu dilarutkan dengan HCl 25% sebanyak 20 mL
atau dengan HCl p.a sebanyak 5 mL, kemudian disaring dengan menggunakan kertas
whatman 41. Filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL atau 250 mL.
Kandungan Na, Ca, Mg, dan Fe ditentukan dengan menggunakan AAS. Hal yang
sama dilakukan juga untuk blanko.
b. Penentuan Mineral Cl Pada Pakan Ikan dengan Metode Titrimetri
Sampel yang diabukan, dilarutkan dengan akuades panas. Kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring whatman 41. Filtrat dimasukkan pada erlenmeyer,
kemudian ditambahkan HNO3(p) : air (1:1) sebanyak lebih kurang 5 – 10 mL.
Kedalam campuran dimasukkan larutan AgNO3 0,1 N sebanyak 10 mL dengan
menggunakan pipet volum. Kemudian dititrasi dengan larutan KCNS 0,1 N dengan
menggunakan indikator amoniumferrisulfat 20%. Hal yang sama dilakukan untuk
blanko.
Untuk menghitung kandungan klorida dalam sampel digunakan rumus:
%100)(
)(%
mgcontohberat
ArClxKCNSNxsampeltitrasimLblankotitrasimLCl
Universitas Sumatera Utara