bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep dasar...
TRANSCRIPT
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja
Masa remaja dikenal sebagai dimana terjadi pergolakan emosi dan diiringi
oleh pertumbuhan fisik pesat dan perkembangan psikis yang bervariasi.
Pergolakan emosi yang terjadi, tidak terlepas dari bermacam-macam faktor seperti
keluarga, lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan aktivitas lainnya dalam
kegiatan sehari-hari.
Menurut WHO (Sarwono 2002, dalam Sumiati, dkk 2009 : 9-10) ada tiga
kriteria remja yaitu biologis, psikoloik, dan sosial ekonomi dengan batasan usia
10-20 tahun, berikut beberapa definisi tersebut berbunyi:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Menurut monks (dalam Sumiati Dkk, 2009) memberi batasan usia remaja
yaitu diantar 12-21 tahun dimana 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-
18 tahun remaja pertengahan, selanjutny 18-21 masa remaja akhir. Sedangkan
menurut Hurlock (dalam Sumiati Dkk, 2009), ia membagi masa remaja menjadi
dua bagian, yaitu masa remaja awal antar 13-16 tahun dan masa remaja akhir 17-
18 tahun.
-
7
2.1.2 Karakteristik Remaja
Sumiati , dkk, 2009 : 11-12 mengatakan karakteristi perkembangan yang
normal yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya
dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara objektif dan
merecanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian pada
fase ini, seorang remaja :
a. Menilai rasa identitas pribadi
b. Meningkatkan minat pada lawan jenis
c. Menggabngkn perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh
d. Memulai perumusan tujuan okupasional
e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga
2.1.3 ciri-ciri Remaja
Hurlock mengemukakan berbaai ciri dari remaja diantaranya (Hurlock dalam
Sumiati Dkk, 2009) :
a. Masa remaja adalah masa peralihan
Masa peralihan adalah peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap
perkembangan berikutnya. Pada masa remaja, seorang remaja akan mulai
menentukan perilaku, nilai, dan sifat yang sesuai dengannya karean
peralihan dari masa anak-anak ke dewasa yang mereka alami.
b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan
Pada masa remaja terjadi perubahan pada empat aspek ini. Diantaranya
adalah perubahan emosi, perubahan pola perilaku, perubahan peran dan
minat, dan perubahan sikap menjadi ambivalen.
-
8
c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Munculnya masalah pada remaja kadang sulit untuk diatasi karena remaja
tidak terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri. Karena awalnya mereka
terbiasa menyelesaikan masalah dengan bantuan orang lain.
d. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Remaja umumnya mencari jati dirinya, sebenarnya siapakah dirinya dan
apa perannya di masyarakat. Umumnya remaja ingin memperlihatkan
dirinya sebagai seorang individu, disisi lain ia ingin tetap
mempertahankan dirinya di kelompok sebayanya.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan
Stigma masyarakat yang menganggap bahwa remaja tidak dapat
dipercaya, melawan, serta cenderung berperilaku merusak menyebabkan
orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja lebih cenderung melihat sesuatu dari sisi pandangnya sendiri.
Yaitu ketika melihat tentang dirinya sendiri maupun ketika meliat orang
lain. Remaja cenderung belum bisa melihat sesuatu secara apa adanya
namun menginginkan sesuatu berdasarkan harapannya.
g. Masa remaja adalah masa ambang masa dewasa
Semakin bertambah usia remaja dan melalui usia belasan maka remaja
akan semakin berkembang dan matang menyerupai oran dewasa. Ia akan
berperilaku seolah-lah menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa
misalnya gaya berpakaian mupun berbicara dan bertindak.
-
9
2.1.4 Perubahan masa remaja
Menurut Sumiati dkk (2009) perubahan masa remaja dibgi menjadi tiga bagian
yaitu :
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek
fisiolois, dimana kelenjar hipofise pada remaja menjadi matangdan
mengeluarkan beberapa hormone,seperti hormone gonadotropineyang
berfungsi mempercepat pematangan seltelur dan sel sperma, serta
mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosteron, dan esterogen.
Dampak dari produksi hormon tersebut adalah :
1.) Ukuran otot bertambah besar dan semakin kuat
2.) Testosteron menghasilkan sperma dan esteroen meproduksi sel telur.
3.) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti pembesaran
payudara, perubahan suara, mimpi basah, tumbuhnya rambut-rambut
halus di sekitar kemaluan, ketiak, dan bulu mata.
b. Perubahan Emosional
Perubahan emosional yang sering terjadi pada masa remaja berupa marah,
takut, cemburu, ingin tahu,iri hati, gembira, sedih,dan kasih sayang.
Perbedan terletak pada rangsangan yang mengakibatkan emosi dan
pengendalian dalam mengekspresikan emosi secara ekstrim dan mampu
menekpresikan emosi secara tepat sesuai dengan kondisi lingkungan dan
dapat diterima masyarakat maka kematangan emosi pada remaja akan
-
10
memberikan reaksi yang stabil. Ciri-ciri kematangan emosi pada masa
remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut :
1.) Tidak bersikap kekanak-kanakan
2.) Bersikap rasional
3.) Bersikap objektif
4.) Menerima kritikan orang lain
5.) Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan
6.) Mempu menghadapi masalah
c. Perubahan Sosial
Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orang tua dengan maksud
menemukan jati diri. Remaja lebih banyak berada diluar rumah dan
berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan
mengekspresikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat
remaja sangat rentan terhadap pengaruh orang atau teman dalam hal minat,
sikap, penampilan, dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah
hubungan hetero seksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan dari
tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai lawan jenis. Remaja
ingin diterima, diperhatikan, dicintai oleh lawan jenis, dan kelompoknya.
2.1.5 Perkembangan Sosial Remaja
Menurut Sumiati dkk (2009) perkembangan sosial remaja dibagi menjadi
tiga yaitu :
a. Perkembangan awal
Remaja awal merupakan masa transmisi, dimana usianya berkisar antara
10 sampai 14 tahun. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat
-
11
menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan perilaku
menyimpang.
b. Perkembangan Tengah
Remaja pertengahan terjadi pada usia 15-16 tahun. Pada tahap ini lebih
mudah untuk diajak kerjasama, lebih mampu berkomunikasi, belajar
berfikir secara independen dan membuat keputusan sendiri, tidak
berfokus pada sendiri lagi, membangun nilai atau norma dan rasa setia
kawan, mulai membina hubungan dengan lawan jenis, berkembangnya
ketrampilan intelektual khusus, mengembangkan minat yang besar
dalam bidang seni dan olahraga.
c. Remaja Akhir
Pada saat ini remaja memasuki era yang lebih ideal periode ini terjadi
pada usia 17 sampai 19 tahun. Perkembangan yang sering terjadi adalah
ideal, terlibat dalam kehidupan pekerjaan dan hubungan di luar keluarga,
harus belajar kemandirian di bidang finansial dan emosional, lebih
mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis, hampir siap
menjadi orang dewasa yang mandiri.
2.2 Konsep Dasar Kecemasan
2.2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan (Ansietas) adalah emosi dan pengalaman subjektif dari
seseorang. Kecemasan juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi,
kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya
( Kusumawati, 2012 : 60). Pritoyo (2015) mengatakan bahwa kecemasan adalah
-
12
reaksi yang normal terhadap stress dan ancaman bahaya. Kecemasan merupakan
reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik nyata maupun yang
belum terjadi atau belum tentu ada. Kecemasan lebih mengarah pada akan adanya
ancaman yang hanya berdasarkan hasil asumsi yang belum tentu benar.
Carpenito (dalam Suyamto, 2012) Kecemasan adalah perasaan yang tidak
menyenangkan yang disertai dengan gejala fisiologi. Pada gangguan kecemasan
terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang
disebabkan oleh unsur tersebut. Kecemasan adalah suatu keadaan seseorang
mengalami keadaan gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf otonom dalam
merespon ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik. Dalami (2009 : 65)
menyatakan bahwa Ansietas adalah merupakan respon emosional terhadap
penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak
diketahui khusus penyebabnya. Menurut Rosyidi (dalam Suyamto,2012) sebagian
orang yang bila mengalami kecemasan dapat berperilaku maladaptif. Kecemasan
dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada individu dan menyebabkan
perubahan tekanan darah.
2.2.2 Tingkat Kecemasan
Menurut (Stuart, 2006 dalam Riyadi, 2013) tingkatan kecemasan dibagi
menjadi empat yaitu:
1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari. Pada tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi lebih waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
-
13
2. Ansietas sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal penting
dan mengesampigkan hal lain. Sehingga seseorang perhatiannya menjadi
tidak selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih baik apabila
diberi arahan.
3. Ansietas berat sangat berpengaruh dalam mengurangi lahan persepsi
seseorang. Individu cenderung fokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik
serta tidak dapat berpikir hal yang lain. Semua perilaku yang ditunjukkan
umtuk memgurangi ketegangan. Seseorang individu yang mengalami
ansietas berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat fokus pada
suatu area yang lain.
4. Panik merupakan tingkat tertinggi dari ansietas dimana berhubungan
dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan
kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Pada keadaan panik, terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan oran lain,
persepsi yang menyimpang serta terjadi kehilangan pemikiran yang
rasional. Jika terjadi terus menerus dan berkepanjangan maka dapat terjadi
kelelahan bahkan kematian.
-
14
Menurut Stuart and Sundeen ( dalam Dalami, 2009 : 5) rentang respon
kecemasan
Adaptif Maladaptif
(Gambar 2.1 Rentang respon Kecemasan)
2.2.3 Respon Kecemasan
Menurut Riyadi (2013 : 47-48) respon kecemasan ada respon fisiologis,
perilaku, konitif, dan afektif.
1. Respon fisiologis
a. Sistem tubuh kardiovaskuler mengalami respon palpitasi, jantung
berdebar tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun, pingsan.
b. Sistem tubuh pernafasan mengalami respon nafs cepat, sesak nafas,
pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, nafas dangkal,
tekanan pada dada.
c. Sistem tubuh neuromuskuler mengalami respon reflek meningkat,
reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, gelisah, wajah tegang,
kelemahan umum, gerakan yang janggal, tremor.
antisipasi Panik Berat Sedang Ringan
-
15
d. Gastrointestinal mengalami respon seperti tidak nafsu makan, rasa
kurang nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, diare, anorexia,
nyeri ulu hati.
e. Sistem tubuh salurah kemih mengalami respon seperti sering berkemih,
ataupun inkontenensia
f. Sistem integumen mengalami respon seperti wajah menjadi kemerahan,
telapak tangan berkeringat, berkeringat seluruh badan, panas dingin,
gatal wajah pucat.
2. Respon Perilaku
Sistem tubuh mengalami respon gelisah, ketegangan fisik, terkejut, bicara
cepat, cenderung menarik diri, cidera, menhindar, hiperventilasi, dan
bersikap waspada.
3. Respon Kognitif
Sistem kognitif mengalami respon perhatian terganggu, konsentrasi buruk,
lupa, lapang persepsi menurun, salah dalam penilaian, preokupasi, bingung,
sangat waspada, kesadaran diri menurun, kehilangan obyektivitas, takut
akan ambarn visual, takut atas kehilangan kendali, mimpi buruk, takut
terhadap cidera maupun kematian.
4. Respon Afektif
Sistem afektif memiliki respon mudah terganggu, tidak sabar, tegang,
gugup, takut dan waspada, perasaan bersalah, rasa malu, khawatir, dn mati
rasa.
-
16
2.2.4 Tanda - Tanda Kecemasan
Menurut (Sumiati dkk, 2009 : 125-126) tanda-tanda kecemasan adalah
Tabel : 2.1 Tanda Ansietas Ringan
Respon Fisiologis Respon Kognitif Respon Perilaku dan
Emosi
- Sesekali nafas
pendek
- Nadi dan tekanan
darah meningkat
- Gangguan ringan
pada lambung
- Muka berkerut
dan bibir bergetar
- Lapang persepsi
meluas
- Mampu menerima
rangsangan yang
kompleks
- Konsentrasi pada
masalah
- Menyelesaiakan
masalah secara
efektif
- Tidak dapat
duduk tenang
- Tremor halus
pada tangan
- \suara
kadangkadang
meninggi
Tabel : 2.2 Tanda Ansietas Sedang
Respon Fisiologis Respon Kognitif Respon Perilaku dan
Emosi
- Sering nafas
pendek
- Nadi dan tekanan
- Lapang persepsi
menyempit
- Tidak mau
- Gerakan
tersentak/
meremas tangan
-
17
Darah meningkat
- Mulut kering
- Anorexia
- Diare/konstipasi
menerima
rangsang dari luar
- Berfokus pada apa
yang menjadi
perhatiannya.
- Bicara banyak
dan cepat
- Insomnia
- Perasaan tidak
aman
- Gelisah
Tabel : 2.3 Tanda Ansietas Berat
Respon Fisiologis Respon Kognitif Respon Perilaku dan
Emosi
- Nafas pendek
- Nadi dan tekanan
darah meningkat
- Berkeringat dan
sakit kepala
- Penglihatan
kabur
- Ketegangan
- Lapang persepsi
sangat sempit
- Tidak mampu
menyelesaikan
masalah
- Perasaan adanya
ancaman
meningkat
- Verbalisasi cepat
- Blocking
Tabel : 2.4 Tanda Ansietas Panik
Respon Fisiologis Respon Kognitif Respon Perilaku dan
Emosi
-
18
- Nafas pendek
- Nadi dan tekanan
darah meningkat
- Aktivitas motorik
meningkat
- ketegangan
- Lapang persepsi
sangat sempit
- Kehilangan
pemikiran yang
rasional
- Tidak dapat
melakukan apa-apa
walaupun sudah
diberi pengarahan
- Perasaan adanya
ancaman
meningkat
- Menurunnya
berhubungan
dengan orang
lain
- Tidak dapat
mengendalikan
diri.
2.2.5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kecemasan
Stuart dan Laraia ( dalam Sumiati dkk , 2009 : 122-126) mendefinisikan
bahwa ansietas sebagai pengalaman emosi dan subyektif yang bersifat individual.
Ansietas merupakan istilah yan akrab dengan kehidupan sehari-hari yang
menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tidak menentu, takut, merasa
tidak tentram dan kadang disertai keluhan fisik . Ansietas dipengaruhi oleh
beberapa faktor meliputi faktor predisposisi dan presipitasi.
Faktor Predisposisi :
a. Psikoanalitik
b. Ansietas : konflik emosional antara id dan super ego.
c. Interpersonal
d. Terjadi karena ketakutan akan penolakan interpersonal
e. Perilaku
-
19
f. Hasil akumulasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan.
Faktor Presipitasi :
a. Ancaman integritas diri
- Ketidakmampuan fisiologis
- Gangguan terhadap kebutuhan dasar
- Ancaman sistem diri
b. Ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal :
- Kehilangan
- Perubahan status
Ansietas dapat disebabkan karena :
a. Adanya perasaan takut tidak diterima dalam satu lingkungan tertentu
b. Adanya pengalaman traumatis , seperti trauma akan perpisahan,
kehilangan atau bencana
c. Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan
d. Adanya ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan
fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar.
e. Adanya ancaman terhadap konsep diri.
2.2.6 Mengukur Kecemasan Menggunakan skala HARS
Menurut Hawari (2004), tingkat kecemasan dapat diukur menggunakan alat ukur
Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Pada HARS terdiri dari 14
kelompok gejala antara lain :
a. Perasan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan mudah
tersinggung
-
20
b. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat denga tenang,
mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, dan gelisah.
c. Ketakutan : pada gelap, orang asing, ditinggal sendiri, binatang besar,
keramaian baik lalu lintas maupun kerumunan orang .
d. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tentang nyenyak, bangun tidur lesu, banyak mimpi, mimpi buruk, dan
mimpi yang menakutkan.
e. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat menurun, dan daya
ingat memburuk.
f. Perasaan depresi (murung) : kehilangan minat, kesenangan pada hobi
menurun, sedih, terbangun sat dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang
hari.
g. Gejala somatik / fisik(otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku, kedutan otot, gigi
gemerutuk, suara tidak stabil.
h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat serta merasa lemah
i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) : takikardi ( denyut
jantung cepat), perasaan berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi kuat, rsa
lesu / lemas seperti hendak pingsan dan detak jantung menghilang/ berhenti
sekejap.
j. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan di dada, rasa tercekik, sering
menarik nafas, nafas pendek/sesak nafas.
k. Gejala gastrointestinal (Pencernaan) : sulit menelan, perut melilit,
gangguan pada pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
-
21
terbakar di perut, rasa penuh dan kembung, mual, muntah, konsistensi BAB
lembek, konstipasi, dan kehilangan berat badan.
l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin): sering BAK, inkontenensia,
tidak dapat datang bulan(haid), haid berlebih, darah haid sangat sedikit,
masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, ejakulasi dini,
ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.
m. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing,
kepala terasa berat, kepala terasa sakit, dan bulu kuduk berdiri.
n. Tingkah laku/sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, kening atau dahi
berkerut, wajah tegang, otot tegang, nafas pendek dan cepat, serta wajah
merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai pada setiap item diatas
berdasarkan gejala yang dialami responden dengan kategori :
0 : Tidak ad gejala sama sekali
1 : Satu gejala dari pilihan yang ada
2 : Separuh dari gejala yang ada
3 : Lebih dari separuh gejala yang ada
4 : semua gejala ada
Penggolongan tingkat kecemasan berdasarkan HARS :
1.) Skor < 6 = tidak ada kecemasan
2.) Skor 6-14 = kecemasan ringan
3.) Skor 15-27 = kecemasan sedang
4.) Skor > 27 = kecemasan berat
-
22
2.3 konsep Expressive Writing Therapy
2.3.1 Teori-teori yang menjelaskan mekanisme menulis pengalaman emosional
sebagai terapi
Menurut ( Siswanto, 2009:208-212) Ada beberapa teori yang menjelaskan
mengapa penyingkapan pengalaman-pengalaman emosional dengan cara menulis
dapat digunakan sebagai terapi. Teori-teori tersebut :
a. The Inhibition Model of Psychosomatics
Menurut (Pennebeaker dalam Siswanto, 2009 : 208) teori yang
mula-mula memotivasi penelitian menulis pengalaman emosional
didasarkan atas asumsi bahwa tidak membicarakan gejala psikologis yang
penting adalah suatu bentuk inhibisi. Inhibisi menghasilkan suatu bentuk
kerja fisiologis. Kerja fisiologis akibat inhibisi ini dicerminkan dalam
suatu aktivitas syaraf autonomik dan sistem syaraf pusat yang dapat dilihat
sebai suatu stressor jangka panjang-tingkat rendah. Beberapa stress
kemudian dapat menyebabkan atau memperparah proses psikosomatis,
yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko sakit dan gangguan-gangguan
lain yang berkaitan dengan stress. Pikiran yang mendesak, perasaan atau
tingkah laku yang berkaitan dengan pegolakan emosional adalah sesuatu
yang penuh stress dengan membiarkan membicarakaan pengalaman ini
seharusnya secara teoritis dapat mengurangi stress yang disebabkan oleh
inhibisi.
Pengalaman emosional yang dimaksud pada teori ini tidak terbatas
pada pengalaman emosional yang negatif saja, tetapi juga meliputi seluruh
pengalaman emosional, baik yang positif dan menyenangkan maupun
-
23
negatif dan tidak menyenangkan. Bootzin (dalam Siswanto, 2009 : 209)
secara sederhana menggambarkan mekanisme inhibisi sebagai berikut :
a.) Tidak dapat membicarakan fenomena psikolois yang penting adalah
suatu beentuk inhibisi
b.) Inhibisi meningkatkan stress
c.) Peningkatan stress mendorong masalah-masalah kesehatan.
d.) Penyingkapan mengurangi inhibisi
e.) Pengurangan inhibisi mengurangi stress
f.) Penurunan stress membawa peningkatan kesehatan.
b. Teori Kognitif / Perubahan kognitif yang dihubungkan dengan menulis
Cameron dan Nicholls (dalam Siswanto, 2009 : 2010-211) berdasarkan
pandangan pengaturan diri (Self-regulation) menyatakan bahwa menulis
dapat memfasilitasi penyesuaian terhadap peristiwa yang penuh dengan
tekanan dengan mempromosikan perkembangan suatu representasi yang
secara koheren menginterasikan keyakinan, emosi, dan pengalaman
sehinga individu dapat lebih baik memaknai peristiwa dan
mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasinya.
c. Extinction
Penjelasan alternatif lainnya menurut Bootzin (dalam Siswanto, 2009 : 211)
berhubungan dengan efek yang menguntungkan dari menulis pengalaman
penghilangan (Extinction) pada hubungan-hubungan emosi yang negatif
melalui pengulangan dan pemaparan.
-
24
d. Teori Katarsis
Teori ini dikemukakan oleh Scheff (dalam Siswanto, 2009 : 211)
pemangilan verbal tidak penting dan tidak mencukupi untuk terapi,
pelepasan emosional adalah yang terpenting dan mencukupi untuk terapi.
2.3.2 Prosedur Menulis Pengalaman Emosional
Menulis pengalaman emosional dapaat diartikan dengan melahirkan
pikiran atau perasaan yang pernah dialami yang menyentuh perasaaan dengan
tulisan. Hynes & Hynes, dan Thompson (dalam Susanti dan Supriyantini,
2013 :121-122) membagi expressive writing therapy ke dalam empat tahap,
yakni :
a. Recognition/Initial write
Merupakan tahap pembuka menuju sesi menulis. Tahap ini bertujuan
untuk membuka imajinasi, memfokuskan pikiran, relaksasi dan
menghilangkan ketakutan yang mungkin muncul pada diri klien, serta
mengevaluasi kondisi mood atau konsentrasi klien. Klien diberi
kesempatan untuk menulis kata-kata, frase, atau mengungkapkan hal lain
yang muncul dalam pikiran tanpa perencanaan dan arahan. Selain menulis,
sesi ini juga dapat dimulai dengan pemanasan, gerakan sederhana, atau
memutar suatu instrumen. Tahap ini berlangsung selama 6 menit.
b. Examination/writing exercise
Tahap ini bertujuan untuk mengeksplor reaksi klien terhadap terhadap
situasi presentasi tertentu. Merupakan tahap dimana proses menulis
dilakukan. Instruksi yang diberikan adalah seperti instruksi yang
digunakan Pennebaker (2007). Waktu yang diberikan untuk menulis
-
25
bervariasi, 10-30 menit setiap sesi. Setelah menulis klien juga diberi
kesempatan untuk membaca kembali tulisannya dan menyempurnakannya.
Jumlah pertemuan berkisar 3-5 sesi atau pertemuan. Selain itu expressive
writing therapy dapat dilakukan individu maupun kelompok. terbentuk,
jumlah dan siapa saja yang masuk Cakupan topik tulisan juga dapat
diperluas menjadi peristiwa emosional yang lebih umum atau peristiwa
spesifik yang dialami individu, seperti saat di diagnosa mengalami suatu
penyakit kronis, kehilangan pekerjaan, atau masuk perguruan tinggi.
Selain itu topik tidak hanya berkaitan dengan pengalaman masa lalu, akan
tetapi juga situasi yang sedang dan akan dihadapi di masa mendatang.
c. Juxtaposition/Feedback
Tahapan ini merupakan sarana refleksi yang mendorong pemerolehan
kesadaran baru dan menginspirasi perilaku, sikap, atau nilai yang baru,
serta membuat individu memperoleh pemahaman yang lebih tentang
dirinya. Tulisan yang sudah dibuat klien dapat dibaca, direfleksikan, atau
dapat juga dikembangkan, disempurnakan, dan didiskusikan dengan orang
lain atau kelompok yang dapat dipercaya oleh klien. Hal pokok yang digali
pada tahap ini adalah bagaimana perasaan penulis saat menyelesaikan
tugas menulis dan atau saat membaca.
d. Aplication to the self
Pada tahap terakhir ini, klien didorong untuk mengaplikasikan
pengetahuan baru dalam dunia nyata. Konselor atau terapis membantu
klien mengintegrasikan apa yang telah dipelajari selama sesi menulis
dengan mereflesikan kembali apa yang mesti diubah atau diperbaiki dan
-
26
mana yang perlu di pertahankan. Selain itu juga dilakukan refleksi tentang
manfaat menulis bagi klien. Konselor juga perlu menanyakan apakah klien
mengalami ketidaknyamanan atau bantuan tambahan untuk mangatasi
masalah sebagai akibat dari proses menulis yang mereka ikuti.
Adapun prosedur menulis pengalaman emosional menurut
Pennebeaker (dalam Siswanto, 2009 : 211) bahwa kelompok menulis
diminta untuk menulis mengenai topik yan ditentukan selama 3-5 kali
pertemuan dengan waktu antara 15 sampai 30 menit setiap hari. Menulis
umumnya dilakukan dalam laboratorium dengan tidak diberikan umpan
balik. Secara umum instruksi untuk menulis pengalaman emosional adalah
sebagai berikut :
Duduklah dengan tenang dalam waktu beberapa menit dan cobalah untuk
membayangkan pengalaman yang paling menyentuh emosi atau perasaan
dalam kehidupan anda (ditunggu selama kurang lebih tiga menit).
Kembalilah pada ingatan tersebut secara jelas dan sepenuh-penuhnya yang
bisa anda lakukan. Gambarkan semua detail di sekitar anda seperti cahaya,
suara-suara, dan bau-bauan. Bawalah ke dalam fantasi atau bayangan
sebanyak mungkin. Sekarang saya ingin anda melihat ke dalam diri anda
secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk sebisa mungkin secara
intensif mengalami perasaan-perasaan anda yang berhubungan dengan
peristiwa tersebut.
Sekarang selama 30 menit saya ingin anda menjelajahi perasaaan-
perasaan terdalam yang berhubungan dengan pengalaman emosional
tersebut dengan menuliskan ke atas kertas yang ad didepan anda.
-
27
Gambarkan senyata dan sepenuh mungkin semua pikiran dan perasaan
yang anda punya ketika and membayangkan peristiwa tersebut. Selama
anda menulis , masuklah ke dalm perasaan anda, semakin ke dalam, dan ke
dalam lai. Jangan menulis tentang emosi anda secara umum, tapi tentang
bagaimana anda bereaksi secara emosional terhadap peristiwa khusus
tersebut. Deskripsikan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan tersebut
sedetail mungkin. Semua tulisan anda akan dirahasiakan. Jangan takut
meneni ejaan, susunan kalimat, atau tata bahasa. Aturan satu-satunya
adalah sekali anda memulai menulis, terus menerus lakukan itu sampai
waktu anda habis.
Tabel 2.4 Prosedur Expressive Writing therapy
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
EXPRESSIVE WRITING THERAPY
Pengertian Menulis pengalaman emosional dapaat diartikan dengan
melahirkan pikiran atau perasaan yang pernah dialami yang
menyentuh perasaaan dengan tulisan.
Tujuan 1. Meningkatkan kesehatan psikologis
PROSEDUR PERSIAPAN
1. Salam
2. perkenalkan diri
-
28
3. Sampaikan maksud dan tujuan
4. Alat
Kertas HVS
Alat tulis (Bolpoint)
Bila diinginkan, dapat dilakukan sambil mendengarkan
musik ringan.
5. Lingkungan
Atur lingkungan senyaman dan setenang mungkin agar
klien mudah berkonsentrasi.
PELAKSANAAN
Tahap Recognition/Initial write
6. Instruksikan klien untuk duduk dengan tenang dan
rileks
” Duduklah dengan tenang dalam waktu beberapa
menit”
7. Instruksikan klien untuk memfokuskan pikiran dan
membayangkan apa saja hal yang muncul di fikirannya
8. Anjurkan klien untuk menuliskan kata-kata atau frasa
apa saja yang muncul dalam pikirannya
9. Bantu klien lebih rileks lagi (rilekskan pikiran dengan
latihan nafas dalam, gerakan sederhana, atau memutar
instrumen)
10. Beri waktu klien untuk merilekskan kurng lebih selama
-
29
6 menit.
Tahap Examination/writing exercise
11. Instruksikan klien untuk mulai menulis pengalaman
emosionalnya ( tulisan dapat berupa peristiwa
emosional, peristiwa masa lalu, maupun peristiwa yan
mendatang).
Contoh kalimat instruksi
“cobalah untuk membayangkan pengalaman yang paling
menyentuh emosi atau perasaan dalam kehidupan anda
(ditunggu selama kurang lebih tiga menit).
Kembalilah pada ingatan tersebut secara jelas dan
sepenuh-penuhnya yang bisa anda lakukan. Gambarkan
semua detail di sekitar anda seperti cahaya, suara-
suara, dan bau-bauan. Bawalah ke dalam fantasi atau
bayangan sebanyak mungkin. Sekarang saya ingin anda
melihat ke dalam diri anda secara mendalam dan
sungguh-sungguh untuk sebisa mungkin secara intensif
mengalami perasaan-perasaan anda yang berhubungan
dengan peristiwa tersebut.
Sekarang selma 30 menit saya ingin anda menjelajahi
perasaaan-perasaan terdalam yang berhubungan
dengan pengalaman emosional tersebut dengan
menuliskan ke atas kertas yang ad didepan anda.
-
30
Gambarkan senyata dan sepenuh mungkin semua pikiran
dan perasaan yang anda punya ketika and
membayangkan peristiwa tersebut. Selama anda
menulis , masuklah ke dalm perasaan anda, semakin ke
dalam, dan ke dalam lai. Jangan menulis tentang emosi
anda secara umum, tapi tentang bagaimana anda
bereaksi secara emosional terhadap peristiwa khusus
tersebut. Deskripsikan pikiran-pikiran dan perasaan-
perasaan tersebut sedetail mungkin. Semua tulisan anda
akan dirahasiakan. Jangan takut meneni ejaan, susunan
kalimat, atau tata bahasa. Aturan satu-satunya adalah
sekali anda memulai menulis, terus menerus lakukan itu
sampai waktu anda habis.”
12. Beri waktu selama 10-30 menit untuk klien menulis
13. Menjelang akhir waktu, anjurkan klien membaca
kembali tulisannya (klien dapat mengoreksi,ataupun
menyempurnakannya).
Tahap Juxtaposition/Feedback
14. Anjurkan klien membaca kembali tulisannya bila perlu
disempurnakan dan didiskusikan dengan orang
terdekat.
15. Tanyakan perasaan klien setelah sesi menulis
-
31
Tahap Aplication to the self
16. Tanyakan kepada klien tentang kesulitan dan hambatan
yang dirasakan klien selama sesi menulis.
Perhatian :
17. Untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan
konsentrasi yang penuh
18. Selama terapi, usahakan tetap menulis sampai waktu
yang disediakan habis.
19. Lakukan prosedur ini minimal 3 sesi
TERMINASI Ucapkan salam
-
32
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E, et al. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial.
CV Trans Info Medika
Riyadi, S, et al. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sumiati, et al. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja Dan Konseling. Jakarta : Trans Info
Media
Kusumawati, F, et al. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Susanti R & Supriyantini S. 2013. Pengaruh Expressive Writing Therapy
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Berbicara Di Muka Umum Pada
Mahasiswa. Jurnal Psikologi , Vol 9 No 2, Desember 2013