bab ii tinjauan pustaka 2.1 manajemen pemasaran menurut
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Pemasaran
Menurut Suharno dan Sutarso (2009:28), manajemen pemasaran adalah
suatu aktivitas yang memanfaatkan fungsi-fungsi dalam manajemen dengan
melakukan analisis perencanaan implementasi dan pengendalian.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller dalam bukunya “Manajemen
Pemasaran”, edisi dua belas (2007:6), mendefinisikan manajemen pemasaran adalah
seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan
menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.”
Menurut Djaslim Saladin (2007:3), manajemen pemasaran adalah:
“Analisis, perencanaan, penerapan, dan pengendalian program yang
dirancang untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan
pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud
mencapai tujuan-tujuan organisasi”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen
pemasaran adalah suatu proses yang melibatkan analisis, perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian yang mencakup barang, jasa dan gagasan, yang tergantung pada
pertukaran-pertukaran serta memiliki tujuan untuk memudahkan atau mendukung
hubungan pertukaran (tujuan organisasi) yang terjadi dalam sebuah lingkungan yang
dinamis melalui penciptaan produk, penetapan harga, promosi dan distribusi.
2.2 Jasa
Jasa mendominasi ekonomi dunia yang berkembang pesat. Teknologi terus
berkembang secara dramatis. Industri yang mapan dan perusahaan-perusahaan yang
tua dan terkenal mulai menurun atau mungkin akan menghilang seiring dengan
munculnya model bisnis dan industri baru. Kompetisi sangat kuat, di mana
perusahaan sering menerapkan strategi baru untuk merespon kebutuhan, ekspektasi
dan perilaku pelanggan yang terus berubah. Sangat jelas saat ini keahlian pemasaran
dan pengelolaan jasa sangat penting. Salah satunya untuk bersaing di bisnis jasa dapat
dilihat dari proses penghantaran yang dilakukan oleh penyedia jasa.
2.2.1 Pengertian Jasa
Jasa terkadang cukup sulit dibedakan dengan barang. Hal ini disebabkan
pembelian suatu barang sering kali disertai jasa-jasa tertentu dan begitu pula
sebaliknya dengan pembelian jasa yang sering melibatkan barang-barang tertentu
untuk melengkapinya. Untuk memahami hal ini, kita perlu membahas pengertian jasa.
Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2009:214), any act or performance
that one party can offer another that is essensially intangible and does not result in
the ownership of anything. It’s production may or not be tied to a physical product.”
Kotler dan Keller mendefinisikan jasa adalah setiap aktivitas, manfaat atau
performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat intangible
dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana dalam proses
produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk fisik.
Menurut Lovelock (2007:5), a service is an act or performance offered by
one party to another. Although the process may be tied to aphsycal product, the
performance assentially intangible and does not normally result in ownership of any
of the factors of production.”
Sedangkan Jasa menurut Zeithaml dan Bitner (2007:243):
“Jasa adalah suatu aktivitas ekonomi yang keluarannya bukanlah
produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan
produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang
diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan
kesehatan) yang secara prinsip intangible”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat perbedaan yang cukup jelas
antara produk yang berupa jasa dengan produk yang berupa barang. Jasa merupakan
serangkaian tindakan atau aktivitas yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya tidak berwujud, dapat memberikan nilai tambah tanpa
menyebabkan perubahan kepemilikan yang secara umum konsumsi dan produksinya
dilakukan pada waktu yang sama.
2.2.2 Transaksi Interaksi Jasa
Jasa melibatkan beberapa tingkat kontak dengan pelaksanaan pelayanan. Pada
gambar 2.1 Lovelock (2012:34) dikelompokkan layanan menjadi tiga tingkatan
kontak layanan. Hal ini menggambarkan tingkat interaksi dengan petugas layanan,
elemen fisik dari layanan, atau keduanya.
2.2.2.1 Layanan Kontak-Tinggi
Menggunakan layanan kontak-tinggi memerlukan interaksi antara para
pelanggan dan organisasi selama proses pelayanan. Pertemuan pelanggan dengan
penyedia layanan berlangsung dalam suatu sifat yang berwujud dan bersifat fisik.
Ketika pelanggan mengunjungi fasilitas di mana layanan diberikan, mereka
memasuki pabrik layanan sesuatu yang jarang terjadi dalam lingkungan manufaktur.
Dipandang dari perspektif ini, sebuah motel adalah pabrik penginapan, rumah sakit
adalah pabrik perawatan kesehatan, pesawat adalah pabrik transportasi penerbangan,
dan restoran adalah pabrik pelayanan makanan. Karena setiap industri ini memproses
orang, bukan benda mati, tantangan pemasarannya adalah bagaimana membuat
pengalaman tersebut berkesan bagi para pelanggan, baik dalam hal lingkungan fisik
maupun dalam hal berinteraksi dengan petugas layanan. Selama masa proses
pelayanan ini para pelanggan biasanya berhadapan dengan banyak pertanda fisik dari
organisasi seperti eksterior dan interior bangunan, peralatan dan perabotan,
penampilan dan perilaku petugas layanan, dan bahkan para pelanggan lainnya.
2.2.2.2 Layanan Kontak-Rendah
Di ujung lain dari spektrum, layanan kontak-rendah melibatkan hanya sedikit,
itu pun bila ada, kontak fisik antara para pelanggan dan para penyedia layanan.
Sebaliknya, kontak terjadi dalam suatu jarak melalui media elektronik atau saluran
distribusi fisik, sebuah trend yang sedang berkembang pesat di masyarakat yang
berorientasi pada kenyamanan (convenience-oriented). Banyak layanan kontak-tinggi
dan kontak-sedang yang berubah menjadi kontak-rendah seiring dengan banyaknya
pelanggan yang melakukan swalayan (self-service) contohnya melakukan transaksi
perbankan dan asuransi mereka sendiri melalui surat, telepon dan internet, atau
membeli sejumlah jasa berbasis informasi dengan meninjau situs web tanpa harus
datang ke bangunan kantornya.
Gambar 2.1 Tingkat Kontak Pelanggan dengan Organisasi Jasa
Jasa yang menekankan pelayanan
dengan personel/pegawai
. Rumah jompo
Tinggi . Salon
. Hotel Bintang Empat . Konsultan
. Restaurant
. Maskapai Penerbangan . Telephone Banking
. Bank Retail . Bengkel
. Motel . Asuransi
. Cepat saji . Binatu
. Bioskop . TV Kabel
. Subway
. Internet Banking
. Jasa Perbaikan lewat Surat
. Jasa Layanan lewat Internet Rendah
Jasa yang menekankan pelayanan
dengan elemen fisik
Tiga kontak tingkat pelanggan
Sumber : Lovelock, “Pemasaran Jasa”, edisi tujuh (2012:54)
Lingkungan
Teknis inti
Personel Jasa
Belakang Layar Depan Layar
2.2.3 Sistem Servuction
Gambar 2.2 Model Servuction
Sistem Pelayanan Service Delivery System
Sumber : Lovelock, “Pemasaran Jasa”, edisi ke tujuh (2012:36) diadaptasi dari
konsep asli karya Eric Langeard dan Pierre Eiglier
Peneliti Prancis Pierre Eiglier dan Eric Langearand adalah yang pertama kali
mengkonsepsikan bisnis layanan sebagai sebuah sistem yang mengintegrasikan
pemasaran, operasi, dan para pelanggan. Mereka menciptakan istilah sistem
servuction (gabungan dari kata service dan production) untuk menggambarkan bagian
dari lingkungan fisik organisasi layanan yang dapat dilihat dan dialami oleh para
pelanggan.
Para konsumen membeli suatu layanan untuk mendapatkan sekumpulan
manfaat atau nilainya. Sering kali, nilai dari suatu layanan didapat dari pengalaman
Pelanggan A
Pelanggan B
yang diciptakan untuk pelanggan itu. Model servuction di Gambar 2.2 Lovelock
(2012:36), menunjukkan seluruh interaksi yang secara bersama-sama membentuk
pengalaman tipikal pelanggan di dalam sebuah proses layanan kontak-tinggi. Para
pelanggan berinteraksi dengan lingkungan layanan, petugas layanan, dan bahkan
dengan para pelanggan lain yang juga hadir selama kontak langsung. Setiap jenis
interaksi dapat menciptakan nilai (seperti lingkungan yang menyenangkan, pegawai
yang ramah dan kompeten, dan pelanggan lain yang menarik untuk diamati) atau
merusak nilai (seperti pelanggan lain yang menghalangi pandangan kita ke layar
bioskop). Sistem servuction terdiri dari inti bersifat teknis yang tidak terlihat oleh
pelanggan dan sistem penghantaran layanan yang terlihat dan dialami oleh pelanggan.
2.2.3.1 Inti yang Bersifat Teknis
Di mana input diproses dan elemen produk jasa diciptakan. Inti bersifat teknis
ini biasanya ada di belakang layar dan tidak terlihat oleh pelanggan (seperti dapur
pada sebuah restoran). Seperti di teater, komponen-komponen yang terlihat dapat
disebut depan layar (front-stage) atau front office dan komponen-komponen yang
tidak terlihat disebut belakang layar (back stage) atau back office. Apa yang terjadi di
belakang layar biasanya tidak menarik bagi para pelanggan. Tetapi, jika yang terjadi
di belakang layar itu mempengaruhi kualitas berbagai aktivitas di depan layar, para
pelanggan akan menyadarinya. Contohnya, jika tim dapur salah membaca pesanan
makanan, maka pengunjung restoran akan kecewa.
2.2.3.2 Sistem penghantaran layanan
Subsistem yang terlihat dari sistem operasi pelayanan, seperti bangunan,
peralatan dan petugas, dan kemungkinan para pelanggan lainnya. Dengan
menggunakan analogi teater, depan layar yang terlihat bisa dianggap sebagai
pertunjukan teater di mana kita menampilkan pengalaman layanan bagi para
pelanggan kita.
Proporsi dari keseluruhan operasi pelayanan yang terlihat oleh para pelanggan
berebeda-beda tergantung dari tingkat kontak dengan pelanggan. Karena jasa kontak-
tinggi langsung melibatkan aspek fisik diri dari pelanggan, komponen yang terlihat
dari keseluruhan operasi pelayanan cenderung substansial, dan banyak interaksi atau
moment of truth yang harus dikelola. Sebaliknya, layanan kontak-rendah biasanya
memiliki sebagian besar sistem pelayanan di belakang layar, dengan elemen di
wilayah depan hanya terbatas pada kontak-kontak surat dan telekomunikasi. Di sini
pelanggan biasanya tidak melihat pabrik di mana pekerjaan diselenggarakan,
sehingga membuat rancangan dan pengelolaan fasilitas seperti itu akan lebih mudah.
Contohnya, para pelanggan kartu kredit mungkin tidak pernah mengunjungi
bangunan bank, mereka hanya bicara dengan penyedia jasa melalui telepon jika ada
masalah, dan hanya sedikit pekerjaan yang diselenggarakan di teater.
2.2.4 Flowcharting untuk Mendokumentasikan Proses Jasa
Membuat diagram alir (flowcharting) adalah suatu teknik untuk menampilkan
karakteristik dan tahapan dari langkah-langkah yang terlibat dalam penghantaran jasa
kepada pelanggan, memberikan cara yang mudah untuk memahami keseluruhan dari
pengalaman jasa pelanggan. Dengan membuat diagram alir (flowcharting) dari urutan
transaksi jasa yang diperoleh pelanggan dari organisasi jasa, kita memperoleh
pengetahuan yang berharga tentang karakteristik dari suatu jasa. Mengenali bahwa
proposisi nilai mungkin mencakup seluruh atau sebagian dari serangkaian manfaat
yang ditawarkan perusahaan bagi target pasarnya, pemasar jasa perlu menciptakan
tawaran jasa yang koheren di mana masing-masing elemen sesuai satu sama lain dan
saling memperkuat. Berikut ini adalah contoh flowcharting menginap di motel.
Gambar 2.3 Flowcharting Menginap di Motel
Pemprosesan Manusia – Menginap di Motel
Sumber : Lovelock “Pemasaran Jasa”, edisi ke tujuh (2012:233)
2.2.5 Teater sebagai Metafora untuk Penghantaran Jasa
Menurut Lovelock (2012:56) dalam bukunya “Pemasaran Jasa” edisi tujuh,
proses penghantaran layanan terdiri dari serangkaian kejadian yang dialami para
Memarkir
Mobil Sarapan Cek-in Menginap
Di kamar Cek-out
Pelayanan membersihkan
kamar
Sarapan
disiapkan
pelanggan sebagai sebuah pertunjukkan, teater merupakan metafora yang bagus untuk
jasa dan penciptaan pengalaman pelanggan melalui sistem servuction. Metafora ini
merupakan pendekatan yang berguna untuk penyedia jasa kontak-tinggi, seperti
dokter dan hotel, atau untuk bisnis yang melayani banyak orang dalam waktu yang
bersamaan, seperti olahraga profesional, rumah sakit, dan hiburan.
2.2.5.1 Fasilitas layanan
Fasilitas-fasilitas layanan sebagai sebuah panggung dimana drama dimainkan.
Kadang-kadang pengaturannya berubah dari satu adegan ke adegan lainnya (misalnya
ketika penumpang pesawat bergerak dari pintu masuk bandara ke tempat cek-in lalu
ke gerbang keberangkatan dan akhirnya masuk ke dalam pesawat). Beberapa
panggung membutuhkan hanya sedikit properti, seperti pada taksi. Sebaliknya,
panggung lain membutuhkan properti yang lebih lengkap, seperti hotel resort yang
memiliki arsitektur, rancangan interior, dan tata lanskap yang rumit.
2.2.5.2 Personel
Personel garis depan seperti layaknya pemain drama, memiliki peranan
sebagai aktor dan didukung oleh tim produksi di belakang panggung. Pada beberapa
contoh, para personel diharuskan memakai kostum khusus ketika mereka berada
diatas panggung (seperti seragam mengesankan yang sering dipakai petugas pembuka
pintu di hotel, atau yang lebih biasa saja seperti seragam coklat supir UPS), dimana
pilihan mengenai desain dan warna seragam itu diintegrasikan dengan elemen desain
korporat. Para pegawai di garis depan (front-line) sering kali harus mematuhi baik
panduan berpakaian dan standar berdandan (seperti peraturan Disney yang melarang
pegawainya memiliki janggut, kecuali jika diperlukan untuk peranan tertentu).
2.2.6 Teori Peran dan Naskah dalam Proses Penghantaran Jasa
Model servuction itu statis dan menggambarkan proses interaksi transaksi
layanan tunggal, atau moment of truth. Lovelock (2012:57) bahwa organisasi harus
memiliki pengetahuan tentang teori peran dan naskah untuk dapat lebih baik
memahami, merancang, dan mengelola perilaku pegawai dan pelanggan selama
proses interaksi transaksi layanan.
2.2.6.1 Teori peran
Jika kita memandang proses pelayanan dari perspektif teatrikal, maka baik
para pegawai maupun pelanggan akan bertindak sesuai dengan peran yang telah
ditentukan dalam pertunjukan. Di dalam proses pelayanan, pegawai dan pelanggan
memiliki peranan masing-masing. Kepuasan dan produktivitas dari kedua belah pihak
tergantung pada keharmonisan peran (role congruence), atau sejauh mana setiap
orang bertindak sesuai dengan peran yang telah ditentukan bagi mereka dalam sebuah
proses pelayanan. Para pegawai harus menampilkan peran mereka sesuai dengan
ekspektasi pelanggan, atau mereka menghadapi risiko mengecewakan para
pelanggannya. Pelanggan juga harus memahami aturan, jika tidak maka akan
menimbulkan masalah bagi perusahaan, para pegawainya, dan bahkan para pelanggan
lain.
2.2.6.2 Teori Naskah
Sebuah naskah layanan (service script) merincikan berbagai rentetan perilaku
para pegawai dan para pelanggan yang harus dilakukan selama penghantaran layanan.
Para pegawai mendapatkan pelatihan formal, para pelanggan mempelajari naskah
melalui pengalaman, komunikasi dengan orang lain, serta komunikasi dan edukasi
yang telah terancang. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki pelanggan dengan
perusahaan jasa, semakin pelanggan itu mengenal naskahnya. Keengganan pelanggan
untuk mempelajari naskah baru mungkin menjadi alasan untuk tidak beralih ke
perusahaan lain. Setiap perubahan dari naskah yang dikenal mungkin akan membuat
para pelanggan dan para pegawai frustasi, dan dapat menyebabkan ketidakpuasan.
Jika sebuah perusahaan memutuskan untuk mengubah naskah layanan, para pegawai
dan para pelanggan harus diedukasi tentang pendekatan baru tersebut dan manfaat
yang didapat darinya.
2.2.7 Permasalahan Penghantaran Jasa
Menurut Lovelock (2012 : 250) bahwa yang menjadi masalah-masalah dalam
penghantaran jasa yaitu :
Kegagalan penghantaran jasa yang diakibatkan oleh pelanggan
Pelanggan menjadi penyebab sepertiga masalah jasa, karena pelanggan sebagai
produsen kedua. Memulihkan diri dari kegagalan pelanggan adalah hal yang sulit,
karena pelanggan dan perusahaan mungkin memiliki pandangan berbeda atas
penyebab masalahnya. Sehingga mereka berfokus pada pencegahan kegagalan
pelanggan. Faktor manusia dari kegagalan pelanggan meliputi kurangnya
kemampuan yang dibutuhkan, gagal memahami peran, dan kurangnya persiapan.
Kesalahan pemprosesan
Perusahaan jasa sebaiknya berupaya untuk memberikan kinerja yang tinggi secara
konsisten dalam masing-masing proses jasa. Namun dalam kenyataannya, banyak
kinerja jasa yang tidak sekonsisten demikian. Oleh karena itu drama jasa menjadi
hal utama, karena kesan pertama pelanggan dapat memengaruhi evaluasi mereka
atas kualitas jasa saat tahapan penghantarana jasa berganti. Persepsi dan
pengalaman mereka bersifat komulatif. Jika beberapa hal tidak berjalan dengan
mulus di awal, pelanggan tinggal mengabaikan jasa tersebut. Sekalipun pelanggan
tetap bertahan, mereka mungkin akan mengamati kekeliruan lainnya. Di sisi lain,
jika langkah pertama berjalan dengan mulus, zona toleransi pelanggan dapat
meningkat sehingga mereka lebih bersedia untuk mengabaikan kesalahan kecil
dalam kinerja jasa tersebut.
Keterbatasan kapasitas terhadap permintaan
Sebagian kapasitas itu bersifat elastis dalam hal kemampuannya untuk menyerap
permintaan ekstra. Misalnya pada hari-hari tertentu pada saat libur sekolah atau
hari-hari besar, jumlah pengunjung restoran akan bertambah. Jika kapasitas
personel tidak sesuai dengan kapasitas pengunjung yang datang, maka personel
akan kelelahan dan mulai memberikan layanan dengan kualitas yang menurun
apabila mereka dipaksa bekerja dengan cepat seharian penuh.
Teori peran dan naskah yang tidak dimengerti oleh pegawai dan pelanggan
Para pegawai harus menampilkan peran mereka sesuai dengan ekspektasi
pelanggan, atau mereka akan menghadapi risiko mengecewakan para
pelanggannya. Sebagai pelanggan harus memahami aturan atau pelanggan sendiri
akan menghadapi risiko yang menimbulkan masalah bagi perusahaan, para
pegawainya, dan bahkan para pelanggan lain.
2.2.8 Solusi Penghantaran Jasa
Solusi penghantaran jasa menurut Lovelock (2012 : 285) adalah sebagai
berikut :
Melalui pendekatan tiga langkah untuk mencegah kegagalan pelanggan, yaitu :
1) Mengumpulkan informasi secara sistematis mengenai titik-titik kegagalan
yang paling umum terjadi.
2) Mengidentifikasikan akar penyebabnya
3) Menciptakan strategi untuk mencegah kegagalan yang sudah dikenali
Perancangan ulang proses jasa
Perancangan ulang proses jasa meremajakan kembali proses-proses yang sudah
ketinggalan zaman. Banyaknya keluhan pelanggan yang meningkat atas
ketidaknyamanan dan prosedur yang tidak perlu sering kali mengidentifikasikan
bahwa suatu proses tidak berjalan dengan baik dan memerlukan perancangan
ulang.
Mengatur kapasitas agar sesuai dengan permintaan
Serangkaian pilihan berikut ini melibatkan penyesuaian keseluruhan kapasitas
untuk mencocokan variasi permintaan yang dikenal dengan strategi pengejaran
permintaan (chasing demand). Terdapat beberapa tindakan yang dapat diambil
manajer untuk menyesuaikan kapasitas yang diperlukan.
1) Menjadwalkan waktu kerja yang lebih longgar di kala permintaan rendah.
Untuk menjamin bahwa 100 persen dari kapasitas tersedia selama musim
sibuk, pemeliharaan, perbaikan, dan renovasi sebaiknya dilakukan ketika
permintaan diperkirakan menurun. Liburan karyawan sebaiknya diambil pada
masa-masa seperti ini.
2) Melatih-silang karyawan.
Bahkan ketika sistem penghantaran jasa terlihat beroperasi pada kapasitas
penuh, elemen-elemen fisik tertentu dan karyawan yang mengoperasikannya
mungkin tidak akan didayagunakan secara penuh. Apabila karyawan dapat
dilatih-silang untuk melakukan berbagai macam tugas, mereka dapat dialihkan
pada titik-titik yang mengalami kepadatan, dengan demikian meningkatkan
kapasitas sistem total. Di pasar swalayan misalnya, manajer mungkin akan
memanggil karyawan gudang untuk bekerja di kasir ketika antrian menjadi
panjang. Sebaliknya, selama masa-masa sepi karyawan kasir mungkin akan
diminta untuk membantu bagian gudang.
3) Meminta pelanggan untuk berbagi
Kapasitas dapat diperluas dengan meminta pelanggan untuk berbagi suatu unit
kapasitas yang biasanya didedikasikan untuk satu individu.
4) Menciptakan kapasitas yang fleksibel
Contohnya meja-meja restoran diperuntukkan bagi dua orang. Apabila perlu
meja dapat digabung untuk empat orang.
Melakukan edukasi kepada pegawai dan pelanggan.
Pegawai dan pelanggan merupakan pemain penghantaran jasa yang saling
berkaitan. Penyampaian informasi yang disampaikan kepada pelanggan harus
dapat dipahami oleh pelanggan itu sendiri.