bab ii tinjauan pustaka 2.1 modal kerja, piutang dan
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modal Kerja, Piutang dan Profitabilitas
2.1.1 Modal Kerja
Modal kerja merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam
aktivitas yang akan dilakukan oleh suatu perusahaan, sehingga hal ini dapat
menentukan tinggi rendahnya profitabilitas perusahaan karena baik laba bersih
operasional atau laba usaha, penjualan maupun aktivitas operasional ditentukan
oleh besarnya modal kerja.
2.1.1.1 Pengertian Modal Kerja
Kegiatan operasional suatu perusahaan, modal kerja memiliki peranan
yang sangat utama sehingga kegiatan dan kehidupan perusahaan tetap
berlangsung. Modal kerja menunjukan tingkat keamanan atau margin of safety
para kreditur terutama kreditur jangka pendek.
Menurut Soediyono (2005:160) “Modal kerja merupakan sumber
pembiayaan jangka panjang yang khusus membiayai kegiatan perusahaan sehari-
hari”, Sedangkan menurut Munawir (2014:115) “Modal kerja adalah kelebihan
nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya".
Menurut K.R. Subramanyam dan John J.Wild (2014:241) “Modal kerja adalah
selisih aset lancar setelah dikurangi kewajiban lancar”.
Modal Kerja = Aset Lancar – Utang lancar
15
Dapat disimpulkan bahwa modal kerja merupakan sejumlah dana baik dari
eksternal maupun dari kegiatan internal untuk membiayai kegiatan operasional
perusahaan.
Munawir (2014:115) menjelaskan bahwa dikenal 3 konsep modal kerja yaitu :
1. Konsep kuantitatif
2. Konsep kualitatif
3. Konsep Fungsional
Ketiga konsep-konsep diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Konsep kuantitatif
Konsep ini menitik beratkan pada jumlah aktiva lancar (gross working
capital) yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam
membiayai kegiatan operasional yang bersifat rutin atau kebutuhan dana yang
tersedia untuk kegiatan operasional jangka pendek . Dalam konsep ini tidak
mementingkan kualitas modal kerja terkait, dimana modal kerja berasal
apakah berasal dari pemilik ataukah utang jangka panajang / pendek,
sehingga menurut konsep ini modal kerja tidak menjamin kelangsungan
operasi yang akan datang dan tidak menggambarkan likuiditas perusahaan.
2. Konsep kualitatif
Konsep ini menitik beratkan pada kualitas modal kerja, dimana modal kerja
ini merupakan jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka
pendek/ panjang maupun pinjaman dari pemilik perusahaan. Modal kerja
bersifat kualitatif adalah modal kerja yang menunjukkan tersedianya aktiva
lancar yang lebih besar daripada utang lancar, sehingga dapat menunjukan
16
tingkat keamanan atau margin of protection bagi kreditur jangka pendek dan
dapat menjamin kelangsungan operasi usaha dimasa mendatang serta
perusahaan harus menunjukan kemampuannya untuk mendapatkan tambahan
pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva lancar.
3. Konsep fungsional
Konsep ini menitik beratkan dana yang dimiliki perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan atau laba dari usaha kegiatan operasional
perusahaan, namun tidak semua dana yang digunakan untuk memperoleh laba
untuk periode ini ( current income ) dan ada sebagian dana yang akan
digunakan untuk memperoleh laba yang akan datang.
2.1.1.2 Jenis-jenis Modal Kerja
Modal kerja menurut jenisnya yang dikutip oleh Bambang Riyanto (2008:60)
menggolongkan modal kerja adalah :
1. Modal kerja permanen ( Permanent Working Capital )
Modal kerja permanen adalah modal kerja yang harus tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalani fungsinya atau dengan kata lain modal kerja
yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja
permanen dibedakan menjadi
a. Modal kerja primer (Primary Working Capital )
Modal kerja primer adalah modal kerja minimal yang harus ada dalam
perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya.
17
b. Modal kerja normal ( Normal Working Capital )
Modal kerja normal adalah modal kerja yang diperlukan untuk
menyelenggarakan proses produksi yang normal.
2. Modal kerja Variabel ( Variable Working Capital )
Modal kerja variabel merupakan modal kerja yang jumlahnya selalu
berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja variabel dapat
dipilah menjadi :
a. Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital )
Modal kerja musiman adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
karena adanya fluktuasi musiman.
b. Modal kerja siklus (Cyclical Working Capital )
Modal kerja siklus adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena
fluktuasi konjungtur.
c. Modal kerja darurat (Emergency Working Capital)
Modal kerja darurat adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya, misalnya
adanya pemogokan kerja karyawan.
2.1.1.3 Pentingnya Modal Kerja
Modal kerja sangat diperlukan untuk dipergunakan dalam kegiatan
operasional secara efektif dan efisien, sehingga perusahaan tidak mengalami
kesulitan keuangan. Modal kerja yang dapat segera dipergunakan dalam kegiatan
operasional tergantung dari sifat dari aktiva lancar yang dimiliki yaitu seperti Kas,
18
Effek. Piutang dan Persediaan, dimana modal kerja tersebut harus cukup
jumlahnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran operasi perusahaan sehari-
hari secara ekonomis atau efisien, sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan
keuangan.
Menurut S.Munawir (2014:116) modal kerja akan memberikan keuntungan lain,
antara lain adalah :
1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari
aktiva lancar.
2. Memungkinkan untuk dapat membayar kewajiban-kewajiban tepat pada
waktunya.
3. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan
memungkinkan bagi perusahaan untuk menghadapi bahaya atau kesulitan
keuangan yang terjadi.
4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk
melayani konsumen.
5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi yang lebih efisien
karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang
dibutuhkan.
6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih
menguntungkan bagi pelanggan.
Modal kerja sangat penting dibutuhkan perusahaan karena fungsinya sumber
pembiayaan kegiatan operasional sehari-hari itu memiliki peranan yang paling
dominan dalam suatu perusahaan.
19
2.1.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Modal Kerja
Modal kerja harus mampu membiayai kegiatan operasional perusahaan
sehari-hari, menurut Munawir ( 2014 : 117 ) modal kerja tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor adalah sebagai berikut :
1. Sifat atau tipe dari perusahaan
Sifat dari perusahaan jasa biasanya memiliki atau harus menginvestasikan
modal-modalnya sebagian besar pada aktiva tetap , bila dibandingkan pada
perusahaan industri karena perusahaan industri harus menginvestasikan
yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaannya tidak mengalami
kesulitan dalam kegiatan operasional sehari-harinya.
2. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang
akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut.
Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi barang, maka
makin besar modal kerja yang dibutuhkan.
3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan
Syarat pembelian menguntungkan, maka makin sedikit uang kas yang harus
diinvestasikan dalam persediaan bahan atau barang dagangan.
4. Syarat Penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepda pembeli akan
mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus
diinvestasikan.
20
5. Tingkat Perputaran Persediaan
Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan, maka jumlah modal kerja
yang dibutuhkan ( terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan )
semakin rendah.
2.1.1.5 Sumber Modal Kerja
Menurut S.Munawir (2014:119), pada dasarnya modal kerja terdiri dari
dua bagian pokok yaitu :
1. Bagian yang tetap atau bagian yang permanen yaitu jumlah minimum yang
harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan
keuangan, dan
2. Jumlah modal kerja variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas
musiman dan kebutuhan-kebutuhan diluar aktivitas yang biasa.
Menurut Munawir (2014:119) pada umunya sumber modal kerja suatu
perusahaan terdiri dari :
1. Hasil Operasi Perusahaan
Modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan
menganalisa laporan penghitungan laba rugi perusahaan.
2. Keuntungan dari Penjualan Surat-surat berharga (investasi jangka pendek)
Surat berharga ini menyebabkan perubahan dalam unsur modal kerja yaitu
dari bentuk surat berharga berubah bentuknya menjadi uang kas. Keuntungan
21
yang diperoleh dari penghitungan surat berharga ini merupakan suatu sumber
bertambahnya modal kerja.
3. Penjualan Aktiva Tidak Lancar
Untuk menambah modal kerja adalah melakukan penjualan aset tetap,
investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya. Perubahan dari
aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal
kerja.
4. Penjualan Saham atau Obligasi
Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat
pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik
perushaan untuk menambah modalnya atau dengan menerbitkan obligasi.
2.1.1.6 Penggunaan Modal Kerja
Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun
penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunan
aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal
kerja yang dimiliki perusahaan. Menurut Munawir (2014:124) Pengunaan aktiva
lancar yang menyebabkan turunnya aktiva lancar adalah sebagi berikut :
1. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan karena adanya
penjualan surat berharga atau efek maupun kerugian yang insidentil lainnya.
2. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan
tertentu dalam jangka panjang, misalnya dana pelunasan obligasi, dana
pensiun pegawai, dan ekspansi ataupun dana-dana lainya.
22
3. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang,
atau aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva
lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja.
4. Pembayaran hutang-hutang jangka panjang.
5. Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk
kepentingan pribadi atau prive.
2.1.1.7 Efisiensi Modal Kerja
Menurut Hanafi ( 2005:125 ) menyatakan bahwa manajemen atau
pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting agar kelangsungan
usaha sebuah perusahaan dapat dipertahankan. Kesalahan pengelolaan modal
kerja akan mengakibatkan buruknya kondisi keuangan perusahaan.
Menurut Agnes Sawir ( 2005: 16 ) “Modal kerja bersih adalah aktiva
lancar dikurangi dengan utang lancar. Rasio ini mengukur aktivitas bisnis
terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar”.
Penghitungan Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover), rasio
ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh
perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja.
Perputaran Modal Kerja
=
Penjualan
Modal Kerja Bersih
Sumber : Agnes Sawir ( 2005:16)
2.1.2 Piutang
Perusahaan menggunakan piutang untuk menyimpan sementara dana
perusahaan dan sekaligus digunakan untuk menarik konsumen dalam
23
meningkatkan penjualan. Piutang timbul akibat dari kegiatan perusahaan
melakukan penjualan secara kredit. Perusahaan meningkatkan penjualan dengan
melakukan penjual barang dagangan atau jasa secara kredit karena penjualan
secara kredit tersebut merupakan suatu upaya untuk meningkatkan (atau untuk
mencegah penurunan) penjualan. Dengan melakukan penjualan secara kredit
maka piutangpun meningkat dan diharapkan laba juga meningkat.
2.1.2.1 Definisi Piutang
Menurut Munandar (2006; 77) yang dimaksud dengan piutang adalah
“Piutang (Receivables) adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang
nantinya akan dimintakan pembayarannya bilamana telah sampai jatuh tempo”.
Sedangkan menurut Soemarso (2004:338) yang dimaksud dengan piutang adalah :
“Piutang merupakan kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan
kelonggaran-kelonggaran kepada para pelanggan pada waktu melakukan
penjualan. Kelonggaran-kelonggaran – kelonggaran yang diberikan
biasanya dalam bentuk memperbolehkan para pelanggan tersebut membayar
kemudian atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan”.
Menurut Gitosudarmo (2002:81) menyatakan bahwa “ Piutang merupakan
aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya
kebijakan penjualan kredit”.
Pos piutang yang terdapat pada laporan posisi keuangan biasanya
merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva lancar, oleh karena itu perlu
mendapat perhatian yang cukup serius agar piutang ini dapat dikelola dengan cara
yang seefisien mungkin.
24
Menurut Warren (2005:392) menyatakan bahwa “ Piutang (receivables)
meliputi semua klain dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk
individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”.
Transaksi paling umum yang menyebabkan munculnya piutang adalah
penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit.
Menurut Smith (2005:286) menyatakan bahwa “Piutang dapat didefinisikan
dalam arti luas sebagai hak atau klaim atas uang, barang dan jasa”.
Namun untuk tujuan akuntansi, istilah ini umumnya diterapkan sebagai
klaim yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penerimaan kas. Selain itu “
Setiap penjualan yang terjadi secara kredit, maka secara langsung akan
menyebabkan munculnya piutang bagi perusahaan”.
Secara umum piutang dapat didefinisikan sebagai tagihan yang timbul sebagai
akibat dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang juga dapat timbul
ketika perusahaan memberikan pinjaman kepada perusahaan lain dan menerima
promes/wesel, melakukan suatu jasa atau beberapa tipe transaksi lainnya yang
menciptakan hubungan antara pihak yang memberi pinjaman dengan pihak yang
terhutang. Dapat disimpulkan bahwa piutang adalah tuntutan kepada pihak lain
untuk memperoleh uang, barang, dan jasa (aktiva) tertentu pada masa yang akan
datang sebagai akibat penyerahan barang atau jasa yang dilakukan saat ini.
2.1.2.2 Jenis – jenis Piutang
Banyak perusahaan untuk meningkatkan pendapatannya dengan cara
memberikan fasilitas berupa penjualan secara kredit. Tujuan klasifikasi ini
25
dilakukan untuk mempermudah pembukuan transaksi yang mempengaruhinya.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia ( 2007: 451 ) piutang digolongkan ke dalam
dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha timbul
karena penjualan produk atau jasa dalam rangka kegiatan normal usaha, sementara
piutang yang timbul di luar kegiatan normal usaha digolongkan sebagai piutang
lain-lain.
Menurut Earl K. Stice et al ( 2004:479 ) piutang dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Piutang Dagang ( trade receivable )
Piutang dagang adalah jumlah piutang dari pelanggan yang terjadi karena
transaksi penjualan barang dan jasa.
2. Piutang Lain ( other receivable )
Piutang lainnya adalah piutang selain piutang dari kegiatan operasiol
3. Piutang Wesel (notes rceivable )
Piutang wesel yaitu surat pernyataan berhutang atau janji pelunasan secara
tertulis.
Klasifikasi piutang menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam buku PSAK
No. 9 paragaf 07e adalah :
“ Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori
yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha meliputi piutang yang
timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan
usaha normal perusahaan. Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan
usaha normal perusahaan digolongkan sebagai piutang lain-lain. Piutang usaha
dan piutang lain-lain yang diharapkan dapat tertagih dalam satu tahun atau siklus
usaha normal, diklasifikasikan sebagai aktiva lancar”
Piutang usaha merupakan piutang akibat penjualan hasil bidang usaha
utama perusahaan dan sedangkan piutang lain-lain merupakan piutang yang
26
tidak berasal dari hasil bisang usaha utama perusahaan seperti piutang bunga,
piutang dividen, uang muka pegawai dan uang muka perusahaan cabang/ anak.
Piutang usaha dan piutang lain-lain diharapkan dapat tertagih dalam satu
tahun atau siklus usaha normal diklasifikasikan sebagai aktiva lancar kadang-
kadang seluruh piutang usaha digolongkan sebagai aktiva lancar tanpa
memandang jangka waktu tertagihnya. Dalam kasus demikian jumlah piutang
usaha yang jangka waktu penagihannya lebih dari satu tahun atau siklus usaha
normal harus diungkap dalam catatan laporan keuangan.
Menurut IAI melalui PSAK No. 7 yang disebut pihak yang memiliki
hubungan istimewa adalah :
1. “Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara (intermediaries),
mengendalikan atau dikendalikan oleh atau berada dibawah pengendalian
bersama dengan perusahaan pelapor ( termasuk holding companies,
subsidiaries and fellow subsidiaries ).
2. Perusahaan asosiasi (associatied company )
3. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung,
suatu kepentingan hak suara diperusahaan pelapor yang berpengaruh secara
signifikan dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut (yang
dimaksud anggota keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan
mempengaruhi atau dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya
dengan perusahaan pelapor).
4. Karyawan kunci adalah orang-orang yang mempunyai wewenang dan
tanggungjawab untuk merencanakan, memimpin dan mengendalikan
27
kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris,
direksi dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-
orang tersebut.
5. Perusahaan, bilamana suatu kepentingan substansial dalam suara dimiliki
bank secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap yang diuraikan
dalam penjelasan butir (3) atau butir (4), atau setiap orang tersebut
mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Ini mencakup
perusahaan-perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang
sama dengan perusahaan pelapor.
2.1.2.3 Kebijakan Kredit
Untuk meningkatkan volume penjualan, tiap perusahaan menjual
produknya secara kredit, sehingga menimbulkan piutang bagi perusahaan.
Penjualan secara kedit akan mengakibatkan piutang bagi pihak perusahaan.
Banyak faktor yang mempengaruhi atas kebijakan kredit yang diberikan oleh
perusahaan.
2.1.2.3.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Piutang
Perputaran piutang yang ada pada suatu perusahaan mempunyai
hubungan yang erat dengan jumlah penjualan kredit, sehingga didalam usaha
pengendalian piutang dilakukan oleh perusahaan adalah melalui kebijakan kredit
yaitu harus memperhatikan tentang besarnya kebijakan penjualan kredit yang
dilakukan oleh perusahaan terhadap hasil pproduksinya. Menurut Riyanto
28
(2002:85) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya piutang
adalah :
1. Volume Penjualan Kredit
Makin besar volume penjualan kredit yang dilakukan, makin besar pula
investasi yang ditanamkan dalam piutang. Semakin besarnya volume
penjualan kredit tiap tahunnya berarti perusahaan itu harus menyediakan
investasi lebih besar lagi dalam piutang. Makin besar jumlah piutang berarti
makin besar resikonya, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar
profitabilitasnya.
2. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila
perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti perusahaan
lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada profitabilitasnya. Semakin
besar panjang batas waktu pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah
piutangnya.
3. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit
Pembatasan kredit juga harus ditetapkan oleh perusahaan dalam memberikan
kredit. Makin tinggi pembatasan kredit yang ditetapkan oleh perusahaan bagi
masing-masing langganan, berarti semakin besar pula dana yang
diinvestasikan dalam piutang.
4. Kebijakan Dalam Mengumpulkan Piutang
Kebijakan pengumpulan piutang oleh perusahaan dapat dilakukan secara aktif
maupun pasif. Apabila perusahaan menerapkan kebijakan pengumpulan
29
piutang secara aktif, artinya perusahaan melakukan penagihan sendiri, maka
perusahaan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar. Namun hal ini
berbeda jika perusahaan menerapkan pengumpulan piutang secara pasif,
maka investasi yang ditanamkan dalam piutang akan lebih besar.
5. Kebiasaan Membayar dari Para Pelanggan
Kebiasaan membayar ini menyangkut pemanfaat discount period oleh
pelanggan, artinya semakin langganan ini memanfaatkan discount period,
semakin kecil investasi yang ditanamkan dalam piutang.
2.1.2.3.2 Variabel-variabel Penting Dalam Piutang
Ada beberapa variabel penting yang terkait dengan piutang. Beberapa
variabel penting tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Standar Kredit
Standar kredit adalah salah satu kriteria yang dipakai perusahaan untuk
menyeleksi para langganan yang diberi kredit dan beberapa jumlah yang
dapat diberikan. Standar kredit sangat berhubungan dengan angka kredit,
menurut Sundjaja dan Barlian (2006:239) angka kredit adalah “prosedur yang
dihasilkan dalam bentuk angka untuk mengukur keseluruhan kemampuan si
peminjam dalam membayar kredit, yaitu dengan pembobotan rata-rata data
keuangan dan karakteristik”.
30
Menurut Agnes Sawir (2005:200) ada lima kriteria yang diperhatikan dalam
mengadakan penilaian resiko atas pemberian kredit yaitu :
a. Karakter, menunjukkan kemungkinan dari langganan untuk secara
jujur berusaha memenuhi kewajiban-kewajibannya.
b. Kapasitas, adalah pendapat subyektif mengenai kemampuan dari
langganan, diukur dari catatan masa lalu dan observasi fisik pada
pabrik atau langganan
c. Kapital, diukur dari posisi keuangan perusahaan secara umum
d. Kolateral, ditunjukkan oleh aktiva langganan yang dijadikan jaminan
bagi keamanan kredit yang diberikan.
e. Kondisi, menunjukkan pengaruh langsung dari keadaan ekonomi pada
umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan atau perkembangan
khusus khusus dalam suatu bidang ekonomi tertentu yang mungkin
mempunyai efek terhadap kemampuan langganan untuk memenuhi
kewajibannya.
2. Persyaratan Kredit
Adapun yang dimaksud dengan persyaratan kredit adalah kondisi yang
diisyaratkan untuk pembayaran yang dibutuhkan bagi pelanggan. Persyaratan
kredit ( terms of credit) mencantukan jangka waktu kredit (credit period) dan
potongan kas ( cash discount ).
3. Kebijakan Kredit dan Pengumpulan Piutang
31
Kebijakan kredit ditentukan oleh perusahaan yang bersangkutan dan
pengumpulan piutang berdasarkan pada umur piutang yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kebijakan penagihan (collection policy) piutang suatu
perusahaan menurut Agnes Sawir ( 2005: 201 ) adalah “ prosedur yang
ditempuh untuk memperoleh pembayaran dari rekening-rekening piutang
dagang pada saat jatuh tempo”. Prosedur penagihan yang umum adalah
mengirim surat-surat teguran dan menyerahkan kepada badan-badan penagih
(debt collector) dan tahap akhir adalah mengajukan tuntutan perdata.
Menurut Brigham dan Houston (2011:282), kebijakan kredit memiliki arti
yang sangat penting karena tiga alasan utama yaitu :
1. Memiliki dampak yang signifikan pada penjual
2. Mempengaruhi jumlah modal yang terikat dalam piutang
3. Memengaruhi kerugian piutang tak tertagih
Perusahaan harus efektif dalam menerapakn kebijakan kredit, sehingga
mampu meningkatkan penjualan disatu sisi dan dapat mengkonversikan
piutang menjadi kas untuk menopang kelancaran operasional perusahaan
disisi lainnya.
2.1.2.4 Prosedur Pencatatan Piutang
Piutang jangka pendek dinilai dan dilaporkan pada nilai realisasi bersih
dikurangkan dengan jumlah bersih yang diperkirakan akan diterima dalam bentuk
kas. Penentuan nilai realisasi bersih (net realizable value) memerlukan estimasi
32
baik atas piutang yang tak tertagih maupun retur penjualan dan pengurangan harga
yang diberikan.
Pencatatan piutang yang mungkin tak tertagih merupakan pembebanan
kemungkinan rugi karena tidak tertagihnya piutang. Jumlah yang tercantum
didalamnya merupakan suatu taksiran.
Penjualan kredit selain penjualan tunai akan berisiko menimbulkan
kegagalan untuk menagih piutang. Piutang usaha tak tertagih adalah kerugian
perusahaan, sehingga mengakibatkan penurunan laba. Kerugian dan penurunan
laba diakui dengan mencatat beban piutang ragu-ragu ( atau beban piutang tak
tertagih).
Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2007:350) pencatatan transaksi
terhadap piutang tak tertagih memiliki dua pilihan metode yaitu :
1. Metode Penghapusan Langsung ( direct write-off method )
Metode penghapusan langsung mengakui beban piutang tak tertagih pada saat
terjadinya, sehingga jumlah besar piutang tak tertagih menyebabkan
penurunan laba bersih yang signifikan pada saat periode tertentu. Menurut
metode penghapusan langsung, ketika keterangan laporan dianggap tidak
tertagih, kerugian dijurnal ke akun beban. Perusahaan memilih metode ini
karena menggambarkan piutang benar tidak tertagih. Kerugian perusahaan
akibat dari piutang tak tertagih berpengaruh terhadap laba rugi komprehensif
lainnya. Metode penghapusan langsung memiliki kelemahan karena biasanya
gagal menandingkan biaya dengan pendapatan pada periode bersangkutan,
atau menghasilkan piutang yang ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat
33
direalisasi dineraca. Oleh karena itu pemakaian metode penghapusan
langsung tidak dipandang tepat, kecuali kalau jumlah piutang tak tertagih
tidak material.
2. Metode Penyisihan ( allowance methode )
Metode penyisihan mengakui beban penyisihan piutang tak tertagih setiap
akhir periode agar tidak mengganggu laba bersih secara signifikan. Metode
penyisihan menuntut perusahaan menghitung jumlah kemungkinan piutang
tak tertagih pada setiap akhir periode. Agar tidak mencolok atas beban yang
diakibatkan kerugian atas piutang tak tertagih, maka perusahaan
mencadangkan piutang tersebut, meskipun belum tentu tidak tertagih.
Perlakuan cadangan yang dilakukan disebut sebagai Metode Penyisihan.Hal
ini menyediakan laporan piutang yang seolah menjamin berapa kas yang
dapat diterima dari piutang yang dilaporkan. Metode penyisihan memiliki 3
hal yang perlu diperhatikan :
a. Piutang tak tertagih adalah perkiraan. Perkiraan ini dianggap sebai beban
dikaitkan dengan penjualan pada periode akuntansi yang sama ketika
penjualan terjadi sesuai dengan prinsip perbandingan.
b. Perkiraan piutang tak tertagih mendebet beban dan mengkredit akumulasi
penyisihan
c. Ketika piutang yang spesifik dihapuskan karena piutang tak tertagih
mendebet Akumulasi penyisihan piutang dan mengkredit Piutang.
34
2.1.2.5 Penilaian Piutang Usaha
Menurut Van Horne, James C dan J.M Wachowics , 2005 menyatakan
bahwa Piutang adalah sejumlah uang yang dialihkan kepemilikannya kepada suatu
perusahaan oleh para pelanggan yang telah membeli barang atau jasa secara
kredit.
Piutang bergantung terhadap penilaian atas piutang itu sendiri yaitu :
1. Pengakuan piutang mula-mula
Ada tiga cara melakukan pengakuan penjualan yang berpengaruh terhadap
pengakuan jumlah piutang mula-mula yaitu :
a. Metode Kotor
Metode Kotor, mengakui jumlah piutang sebesar penjualan tanpa
dipengaruhi oleh potongan yang akan diberikan. Apabila debitur
ternyata mengambil potongan, maka akan diakui sebagai pengurang
jumlah penjualan.
b. Metode Bersih
Metode bersih, mengakui jumlah piutang setelah dikurangi dengan
potongan penjualan. Apabila ternyata debitur tidak memanfaatkan
potongan, maka akan mengakibatkan timbulnya kelebihan pembayaran
atas piutang. Kelebihan ini diakui sebagai penghasilan lain-lain diluar
operasi.
c. Metode Cadangan
Metode cadangan, mengakui jumlah piutang sebasar jumlah sebelum
dikurangi potongan, tapi penjualan diakui sebesar jumlah setelah
35
dikurangi potongan. Selisihnya dicatat sebagai “ Cadangan Potongan
Penjualan”
2. Taksiran Jumlah Kerugian piutang
3. Piutang yang tidak sepenuhnya dikuasai perusahaan atau piutang yang
digunakan untuk mencari dana
2.1.2.6 Pengertian Perputaran Piutang
Piutang merupakan bagian penerimaan perusahaan yang sangat penting
timbul sebagai akibat dari adanya kebijakan penjualan barang atau jasa dengan
kredit, dimana debitur tidak memberikan suatu jaminan yang secara resmi. Tiap
perusahaan memiliki misi tersendiri, dimana salah satunya adalah dengan
melakukan penjualan secara kredit. Hasil dari penjualan kredit akan berdampak
tidak langsung atas meningkatkan profitabilitas suatu perusahaan, walaupun hal
ini akan mengakibatkan adanya piutang. Semakin besar jumlah penjualan kredit ,
maka semakin besar pula piutang yang dimiliki oleh perusahaan, dan akan
memunculkan seberapa jauh tingkat pengembalian piutang.
Secara umum piutang adalah merupakan harta perusahaan atau koperasi
yang timbul karena terjadinya transaksi penjualan secara kredit atas barang dan
jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Menurut Bambang Riyanto (2008 : 85) mengemukakan bahwa
“Penjualan kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, tetapi
menimbulkan piutang langganan. Piutang merupakan hak untuk menagih
sejumlah uang dari sipenjual kepada sipembeli yang timbul karena adanya suatu
transaksi” dan (2009:90) menyatakan bahwa “Perputaran piutang adalah rasio
yang memperlihatkan lamanya waktu untuk mengubah piutang menjadi kas”.
36
Salah satu cara untuk menilai berhasil tidaknya kebijakan penjualan kre
dit yang dilaksanakan oleh perusahaan dapt dilakukan dengan melihat perputaran
piutang. Perputaran piutang merupakan rasio aktivitas yaitu rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin
dalam perputaran modal. Rasio perputaran piutang memberikan pandangan
mengenai kualitas piutang perusahaan dan seberapa berhasilnya perusahaan dalam
penagihannya. Semakin cepat perputaran piutang menandakan bahwa modal kerja
dapat digunakan secara efisien. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Munawir (2014:75) yaitu
“Semakin tinggi (turn over) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan
dalam piutang rendah, sebaliknya apabila rasio semakin rendah berarti ada over
investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin
karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada
perubahan dalam kebijakan pemberian kredit”.
Perputaran piutang ini menunjukkan berapa kali sejumlah modal kerja
yang tertanam dalam piutang yang berasal dari penjualan kredit berputar dalam
suatu periode. Dengan kata lain, rasio perputaran piutang bisa diartikan berapa
kali suatu perusahaan dalam setahun mampu “membalikkan atau menerima
kembali kas dari piutangnya. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti
semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piutang dagang dapat ditagih
menjadi uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang tertanam dalam piutang
rendah. Sebaliknya jika tingkat perputaran piutang rendah berarti piutang dagang
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat ditagih dalam bentuk uang
tunai. Hal ini dimungkinkan karena over investment dalam piutang sehingga
37
memerlukan analisa lebih lanjut, dimana bagian kredit dan penagihan bekerja
tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijakan pemberian kredit.
Menurut Kasmir (2011:176) yang menyatakan bahwa “Perputaran piutang
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang
selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang berputar
dalam satu periode”.
Suatu analisa rasio terhadap perputaran piutang sangat penting bagi
perusahaan untuk menetapan kebijakan penjualan kreditnya. Semakin cepat
piutang itu tertagih maka semakin baik bagi perusahaan. Piutang yang dimiliki
oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan
kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan
menghitung tingkat perputaran piutang yaitu dengan membagi total penjualan
kredit (neto) dengan piutang rata-rata .
Penerapan kebijakan kredit yang ketat dan tindak penagihan yang agresif,
berimplikasi langsung terhadap penjualan yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap pendapatan dan laba rugi diakhir periode.
Tata kelola piutang yang efektif , adalah pengaturan piutang yang
menyeimbangkan antara :
1. usaha-uasaha untuk mencegah piutang tak tertagih dan piutang yang
lewat jatuh tempo
2. usaha-usaha untuk meningkatkan penjualan dengan memberikan
pengalaman yang baik bagi pelanggan dan menyediakan termjn
pembayaran yang competitive dilingkungan usaha.
Untuk mengukur efektifitas atas tata kelola piutang suatu perusahaan,
maka ada 3 metode pengujian yang umum digunakan yaitu rasio perputaran
38
piutang (Receivable Turnover) sebagai tingkat pengembalian piutang dan rasio
periode penagihan rata-rata (Average Collection Period).
Menurut Subramayam dan Wild (2014:251) tingkat perputaran piutang
merupakan indikator umur piutang. Indikator ini terutama berguna saat
membandingkan taksiran tingkat perputaran yang dihitung dengan perjanjian
kredit yang telah ditentukan dan mengacu pada kecepatan piutang menjadi
kas.Tingkat perputaran piutang dihitung dengan rumus yaitu :
Sumber : Subramayam dan Wild (2014:251)
Piutang merupakan elemen modal kerja yang selalu dalam keadaan
berputar, artinya piutang akan tertagih pada saat tertentu dan akan timbul lagi
akibat penjualan. Perode perputaran piutang tergantung pada panjang pendeknya
ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam pembayaran kredit. Syarat
pembayaran kredit juga akan mempengaruhi tingkat perputaran piutang, dimana
tingkat perputaran piutang menggambarkan berapa kali modal kerja yang
dibutuhkan dalam perputaran piutang dalam periode tertentu. Semakin cepat
perputaran piutang menandakan bahwa modal yang digunakan semakin efisien.
Perputaran Piutang Usaha = Penjualan Kredit
Rata-rata Piutang Usaha
39
Rasio untuk mengukur efisiensi pengelolaan piutang perusahaan, rata-rata jangka
waktu penagihan adalah rata-rata jangka waktu lamanya perusahaan harus
menunggu pembayaran setelah melakukan penjualan.
Average Collection Period = Receivables
Sales per day
Sumber : Agnes Sawir (2005:16)
Piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang dari si penjual
kepasa si pembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi, dengan kata lain
piutang menunjukkan tuntutan-tuntutan pada pihak luar perusahaan yang
diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan jumlah uang tunai setelah
tanggal transaksi penjualan sesuai dengan syarat yang telah disepakati
sebelumnya. Piutang usaha umumnya berjangka waktu kurang dari satu tahun.
Menurut Agnes Sawir (2005:16) dijelaskan bahwa rasio Average
Collection Period ini mengukur efisiensi pengelolaan piutang perusahaan, rata-
rata jangka waktu penagihan adalah rata-rata jangka waktu lamanya perusahaan
harus menunggu pembayaran setelah melakukan penjualan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Average
Collection Period adalah jangka waktu rata-rata perusahaan menerima pelunasan
piutang dari konsumen setelah melakukan penjualan secara kredit yang
dinyatakan dalam satuan hari. Besar kecilnya rasio Average Collection Period
berdampak pada modal perusahaan yang tertanam dalam piutang.
Jangka penagihan piutang yang rendah pada tingkat penjualan tertentu
mengakibatkan semakin besar dana kelebihan yang tertanam pada piutang usaha,
40
karena itu lebih baik ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif yang
dinilai dapat menambah laba perusahaan.
2.1.3 Profitabilitas
Perusahaan selalu berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan, dari
keuntungan tersebutlah perusahaan dapat menarik modal dari luar. Pemilik dan
pihak manjemen perusahaan berupaya untuk meningkatkan keuntungan, karena
sangat disadari bahwa begitu pentingnya arti keuntungan bagi masa depan
keberlangsungan perusahaan.
2.1.3.1 Pengertian Profitabilitas
Kemampuan profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh
perusahaan dalam memperoleh laba suatu periode tertentu. Dasar penilaian
profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan laba
rugi perusahaan.
2.1.3.2 Analisis Rasio Profitabilitas
Analisa ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba, baik dalam hubungan dengan pendapatan/ penjualan, assets
maupun modal sendiri. Nilai profitabilitas merupakan nilai pengukuran atas
kesehatan perusahaan. Rasio kemampulabaan akan memberikan jawaban tentang
tingkat efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan.
Menurut Munawir (2014:64) mengatakan bahwa “Profitabilitas
merupakan salah satu tujuan perusahaan dalam menganalisa laporan
41
keuangannya”. Selain itu profitabilitas memiliki pengertian menurut Kasmir
(2011:196) yang menyatakan bahwa “Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan”.
Sedangkan menurut Susan Irawati (2006:58), yang menyatakan bahwa “
Rasio keuntungan atau profitability ratios adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan
suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu untuk melihat
kemampuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien.
Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan adalah menghasilkan laba
yang optimal dari penggunaan aktiva (kekayaan) suatu perusahaan, dimana
dikaitkan dengan penjualan yang berhasil diciptakan suatu perusahaan sehingga
dapat menghasilkan laba. Laba dapat menjamin eksistensi perusahaan baik dalam
operasi maupun dalam kemampuan untuk memberikan deviden yang memuaskan
kepada para pemegang sahamnya.
Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengukur tingkat efektifitas
pengelolaan (manajemen) perusahaan yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan
yang dihasilkan dari penjualan dan investasi, dimana intinya ditujukan untuk
efisiensi perusahaan.
Rasio profitabilitas memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya untuk
pemilik usaha atau manjemen saja, tetapi juga bagi pihak diluar perusahaan,
terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan
perusahaan. Menurut Kasmir (2011:197) tujuan penggunaan rasio profitabilitas
bagi perusahaan maupun pihak lain adalah :
1. Mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam periode
tertentu.
2. Menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
42
3. Menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal
pinjaman maupun modal sendiri.
6. Mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal sendiri.
Sedangkan, manfaat menggunakan rasio profitabilitas menurut Kasmir
(2011:198) adalah :
1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode.
2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan analisis rasio
profitabilitas. Jenis-jenis rasio profitabilitas yang umum digunakan menurut Irham
Fahmi (2011:137) adalah :
1. Gross Profit Margin (GPM)
2. Net Profit Margin (NPM)
3. Return on Investment ( ROI )
43
4. Return on Assets (ROA)
5. Return on Equity ( ROE )
Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Gross Profit Margin (GPM)
Rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya
produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi
secara efisien. Secara matematis rasio ini dapat diukur dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Gross Profit Margin
=
Sales – Cost of Good Sold
Sales
2. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang menghitung sejauh mana
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu. Rasio ini diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan
menekan biaya-biaya perusahaan pada periode tertentu. Net Profit Margin
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Net Profit Margin
=
Net Income
Operating Income
3. Return on Investment (ROI)
Rasio return on investment (ROI) atau pengembalian investasi, atau ditulis
juga dengan return on total asset (ROA). Rasio ini melihat sejauh mana
44
investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian
keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Investasi tersebut sebenarnya
sama dengan asset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan.
Return on Investment
=
Laba setelah Pajak
Total Assets
4. Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam
analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu
menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA
mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada
masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang.
Return on Assets (ROA) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Return on Assets
=
Net Income
Total Assets
5. Return on Equity (ROE)
Menurut Irham Fahmi (2011:137), rasio return on equity (ROE) disebut
juga laba atas equity. Dalam beberapa referensi disebut juga dengan rasio
total asset turnover atau perputaran total asset. Rasio ini menilai sejauh
45
mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk
mampu memberikan laba atas ekuitas.
Return on Equity (ROE) dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Return on Equity
=
Net Income
Equity
2.1.3.3 Return On Assets
Return on Assets (ROA) mengukur kemampuan manajemen dalam
menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset perusahaan. Selain itu rasio ini
digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan perusahaan dalam menghasilkan
laba dari seluruh assets yang dimiliki perusahaan.
Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2005:91), digunakan untuk :
“Mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk
memperoleh laba, kemudian rasio ini juga dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kembalian investasi yang dilakukan oleh perusahaan
dengan menggunakan seluruh dana (aktiva ) yang dimilikinya”.
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004:74) Return on Assets (ROA)
adalah “Rasio yang menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa dipoles
dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Karena itu dipergunakan angka
laba bersih setelah pajak dan total aktiva perusahaan”.
46
Return on Assets (ROA) didasarkan pada pendapat bahwa karena aktiva didanai
oleh para pemegang saham dan kreditor, maka rasio ini-pun harus dapat
memberikan ukuran produktivitas aktiva dalam pengembalian kepada para
penanam modal tersebut. Oleh karena itu rasio Return on Assets (ROA) sering
disamamakan dengan rasio Return on Investment atau ROI ( Agnes Sawir,
2000;20 ). Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah rasio Return on
Assets (ROA) dihitung dengan mengunakan rumus :
Return On Assets = Net Income x 100%
Total Assets
Sumber : Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004;74)
Keterangan
Net Income = Laba Bersih
Total Assets = Total aktiva
Rasio Return On Assets (ROA) meruapakan indikator keberhasilan
perusahaan atas pengelolaan kekayaan (aset) yang dimiliki perusahaan, sehingga
dengan meningkatnya rasio Return On Assets (ROA) mencerminkan kinerja
perusahaaan baik dalam mengelola kekayaan yang dimilikinya, sehingga dapat
menghasilkan keuntungan atau laba.
2.1.4 Hubungan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas
Aktiva lancar dan utang lancar memiliki pengaruh langsung terhadap
profitabilitas, dan modal kerja juga memiliki pengaruh langsung terhadap
profitabilitas, sedangkan modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar dan
utang lancar. Menurut Sutrisno (2007:56) mengatakan bahwa :
47
“Masalah yang cukup penting dalam pengelolaan modal kerja adalah
menentukan seberapa besar kebutuhan modal kerja perusahaan. Hal ini
penting karena bila modal kerja perusahaan terlalu besar berarti ada
sebagian dana yang menganggur dan ini akan menurunkan tingkat
profitabilitas dan rentabilitas perusahaan”.
Dari uraian diatas, maka disimpulkan bahwa modal kerja merupakan
modal yang paling penting di dalam suatu perusahaan untuk kegiatan operasional,
sehingga manajemen dapat memprediksi dana yang dibutuhkan dalam membiayai
kegiatan operasi perusahaannya. Modal kerja harus digunakan secara efisien,
artinya semakin cepat masa perputaran modal kerja akan semakin efisien
penggunaan modal kerja dan tetntunya investasi pada modal kerja akan semakin
kecil, sehingga profitabilitas yang diharapkan akan ikut meningkat.
Hubungan modal kerja dengan profitabilitas perusahaan, pada dasarnya
bagaimana meningkatkan keuntungan dengan kebutuhan dana pada modal kerja
seefisien mungkin dalam menjalankan kegiatan operasinya secara efektif .
2.1.5 Hubungan Piutang Terhadap Profitabilitas
Piutang merupakan salah satu komponen dari aktiva lancar perusahaan.
Piutang merupakan aktiva lancar yang paling likuid setelah kas dan setara kas
dibandingkan dengan komponen aktiva lancar yang lainnya, karena piutang dapat
mengubah piutang menjadi kas memerlukan waktu yang lebih pendek.
Semakin lambat dalam melakukan penagihan piutang maka dapat
mempengaruhi perputaran piutang yang akan dapat memperkecil cash ratio
perusahaan dan akan dapat memperlambat perusahaan dalam memenuhi jangka
pendeknya.
48
Banyak perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak
produk atau jasa. Dari penjualan kredit tersebut maka munculah piutang.Piutang
dalam neraca biasanya merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva lancar dan
oleh karena itu perusahaan perlu memberikan perhatian yang cukup serius agar
perkiraan piutang ini dapat diatur dengan cara yang seefisien mungkin, sehingga
dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Adapaun teori penghubung yang dikemukakan Bambang Riyanto
(2008:85), menyebutkan bahwa: “Makin besarnya jumlah piutang berarti semakin
besar resiko, tetapi bersamaan dengan itu juga akan memperbesar profitability.”
Menurut Sartono dalam Santoso Agus (2008:44) mengatakan bahwa :
“Kecepatan penerimaan hasil piutang dalam satu periode (perputaran
piutang) akan dapat mempengaruhi likuiditas perusahaan karena pertukaran
piutang lebih cepat dari yang diharapkan dan seberapa jauh piutang lebih cepat
dari yang diharapkan dan seberapa jauh piutang perusahaan bisa dipakai untuk
memenuhi jangka pendeknya”.
Ketika likuiditas perusahaan terbentuk maka keadaan kondisi aktiva
perusahaan akan semakin baik. Membaiknya kondisi aktiva perusahaan yang
dalam kesempatan ini berfokus pada aktiva lancar yang disebabkan dari adanya
piutang, hal ini akan memberikan andil yang sangat besar pada seluruh atau
sebagian aktivitas perusahaan, sehingga profitabilitas perusahaan akan meningkat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa piutang
dapat memperbesar tingkat profitabilitas (return on assets) namun rasio yang
49
memperlihatkan lamanya untuk mengubah piutang menjadi kas disebut perputaran
piutang. Jadi piutang berpengaruh terhadap profitabilitas (return on assets)
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya
adalah Anshari Ihsan (2014), Utami Nurul Pratiwi (2014), Rama Eka Fauzi
(2011), Naufal Ubaidillah (2014), Hera Rizky Amboinawaty (2004), Bangun
Prakoso, Zahroh Z.A, Nila Firdausi Nuzula (2014), Irfan Rusydi (2012), Amtsal
Khairy Hanra (2015) dengan matriks sebagai berikut :
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Metode yang
digunakan
Persamaan Perbedaan
1. Anshari Ihsan
(2014)
Pengaruh Perputaran
Modal Kerja
terhadap
profitabilitas (survey
pada perusahaan
food and beverage
yang terdaftar di BEI
periode 2008-2012)
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalahvariable
independen
piutang (X2)
dan variable
dependen (Y)
profitabilitas
(ROA)
Penulis sebelumnya
variable (X1)
adalah kas dan
peneliti variable
(X1) adalah modal
kerja ( aktiva lancar
– utang lancar)
2. Utami Nurul
Pratiwi (2014)
Pengarug perputaran
kas, perputaran
piutang, perputaran
persediaan terhadap
profitabilitas
perusahaan non
perbankan yang
terdaftar pada LQ-45
periode 2008-2012
Kuantitatif. Persamaan
penelitian
adalah
menggunakan
profitabilitas
(ROA) pada
variable
dependen (Y)
dan variable
(X2) perputaran
piutang
Peneliti sebelumnya
menggunakan
variable X1 yaitu
perputaran kas, dan
perputaran
persediaan,
sedangkan peneliti
adalah modal kerja
( aktiva lancar –
utang lancar)
50
No
Peneliti
Judul
Metode yang
digunakan
Persamaan
Perbedaan
3. Rama Eka
Fauzi ( 2011 )
Analisis Modal Kerja
dan Perputaran
Piutang terhadap
Profitabilitas (ROA)
pada PT. POS
INDONESIA
(PERSERO)
Bandung
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalah
menggunakan
profitabilitas
pada variable
dependen (Y),
variable
independen
(X1) modal
kerja, dan
variable
independen
(X2) perputaran
piutang
Perbedaan
penelitian adalah
Objek penelitian
dari tahun 2003 –
2010 dan sedangkan
peneliti saat ini
adalah 2001 – 2013
dan metode
perhitungannya
berbeda, peneliti
sebelumnya
menggunakan SPSS
sedangkan peneliti
saat ini
menggunakan
eviews .
4 Naufal
Ubaidillah
(2014)
Pengaruh arus kas
dan piutang terhadap
tingkat profitabilitas
perusahaan (Studi
kasus pada
perusahaan
Manufaktur Sektor
Industri Barang
Konsumsi Sub
Sektor Farmasi yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia )
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalah
menggunakan
profitabilitas
pada variable
dependen (Y)
dan variable
independen
(X2) piutang
Perbedaan
penelitian
sebelumnya adalah
menggunakan
variable independen
yang berbeda, yaitu
perputaran kas.
5 Hera Rizky
Amboinawaty
(2004)
Analisis pengaruh
kuantitas modal kerja
dan perputaran
modal kerja terhadap
tingkat profitabilitas
perusahaan studi
kasus pada PT INTI
(Persero)
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalah Variable
dependen (Y)
Profitabilitas
dan variable
independen
(X1) perputaran
modal kerja
Perbedaan
penelitian
sebelumnya adalah
variable X2
kuantitas modal
kerja sedangkan
peneliti adalah
tingkat
pengembalian
piutang
51
No
Peneliti
Judul
Metode yang
digunakan
Persamaan
Perbedaan
6 Bangun
Prakoso,
Zahroh Z.A,
Nila Firdausi
Nuzula (2014)
Pengaruh perputaran
modal kerja dan
perputaran piutang
terhadap
profitabilitas (studi
pada perusahaan
pembiayaan listing di
BEI periode 2009-
2013)
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalah variable
dependen (Y)
profitabilitas
dan variable
independen
(X1) modal
kerja, (X2)
piutang
Perbedaan
penelitian
sebelumnya adalah
data yang diambil
pada perusahaan
pembiayaan listing
di BEI periode
2009-2013,
sedangkan peneliti
adalah data dari PT
Pos Indonesia
(Persero) tahun
2001 – 2013
7 Irfan Rusydi
(2012)
Pengaruh perputaran
modal kerja terhadap
profitabilitas (studi
pada koperasi serba
usaha syariah BMT
Al-Fath Tarakan)
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalah variable
dependen (Y)
profitabilitas
dan variable
independen (X)
modal kerja
Perbedaannya
adalah peneliti
menambah variable
independen (X2)
piutang
8 Amtsal Khairy
Hanra (2015)
Pengaruh modal
kerja terhadap
profitabilitas
perusahaan (studi
kasus pada
perusahaan PT
Unilever Tbk )
Kuantitatif Persamaan
penelitian
adalah variable
dependen (Y)
profitabilitas
dan variable
independen (X)
modal kerja
Perbedaannya
adalah peneliti
menambah variable
independen (X2)
piutang dan
pengambilan data
berbeda
2.3 Kerangka Pemikiran
Suatu perusahaan, baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar akan
selalu mempunyai modal kerja yang dipergunakan untuk kegiatan usahanya.
Besar kecilnya modal kerja yang dimiliki perusahaan tersebut akan berlainan
unutk setiap perusahaan tergantung dari kebutuhan masing-masing.
Sedangkan pengertian modal kerja (working capital) itu sendiri tidak bisa terlepas
dari aktiva lancar, karena modal kerja berbicara mengenai dana yang harus
52
dimiliki oleh perusahaan untuk membiayai hal-hal yang bersifat jangka pendek
(kas, persediaan, sekuritas, piutang). Menurut Handoyo Mardianto (2009 :98)
“Modal kerja dibedakan menjadi dua yaitu modal kerja kotor dan modal kerja
bersih.”
Pengertian modal kerja menurut Munawir (2014:115) “Modal kerja
adalah kelebihan nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang-
hutangnya.
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa modal
kerja merupakan sejumlah dana yang tertanam untuk membiayai kegiatan
operasional keseharian perusahaan.”
Untuk menentukan apakah modal yang sudah ditanamkan pada aktiva
tersebut optimal atau belum merupakan hal yang sulit dan membutuhkan analisis
yang tepat mengenai keadaan di masa lalu dan harus mampu menganalisis
kemungkinan yang akan terjadi terkait tujuan perusahaan yang ingin dicapai.
Modal kerja yang kurang akan mengakibatkan perusahaan kesulitan dalam
membiayai sebagian operasinya dan juga kan kesulitan dalam membayar hutang
jangka pendek yang jatuh tempo, modal kerja yang cukup akan membuat
perusahaan dapat beroperasi dengan baik dan tidak akan memdapat kesulitan
dalam melakukan pembayaran, modal kerja yang berlebihan akan mengakibatkan
ada dana yang tidak terpakai atau dana yang tidak produktif sehingga perusahaan
rugi. Demikian juga dengan aktiva tetap, jika kekurangan aktiva tetap maka
perusahaan akan kesulitan dalam memenuhi potensi produksinya dan jika
perusahaan memiliki aktiva tetap yang berlebihan maka perusahaan akan
53
mengalami idle fixed asset (aktiva yang tidak terpakai), sehingga akan menambah
biaya bagi perusahaan diantaranya biaya perawatan. Oleh karena itu perusahaan
perlu memutuskan berapa besarnya investasi pada aktiva tetap dan modal kerja
secara optimal agar perusahaan dapat memaksimalkan labanya, ini berarti secara
langsung modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas.
Selain modal kerja yang mempengaruhi profitabilitas pada perusahaan
yaitu perputaran piutang, perusahaan yang baik belum tentu pengelolaan
piutangnya baik. Untuk mengukur kemampuan piutang menjadi kas ada yang
disebut dengan perputaran piutang. Menurut Bambang Riyanto (2008:90)
menyatakan bahwa : “Perputaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan
lamanya waktu untuk mengubah piutang menjadi kas”.
Perusahaan menginginkan agar piutang yang dikelola itu baik sehingga
akan bisa memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan dapat meningkatkan
profitabilitas. Efektivitas dan efisiensi peningkatan laba yang diperoleh
perusahaan dapat diukur melalui rasio profitabilitas.
Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004:72) menyatakan bahwa :“Dimaksudkan
untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan (atau sekelompok aktiva
perusahaan) yang ingin dikaitkan dengan penjualan yang berhasil diciptakan.”
Rasio profitabilitas digunakan manajemen perusahaan untuk
mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari
investasi yang telah dilakukan perusahaaan terutama investasi melalui aktiva.
Laba yang diperoleh perusahaan bukan merupakan satu-satunya tujuan
perusahaan. Tujuan lain dari suatu perusahaan adalah adanya efisiensi dari
54
efektivitas penggunaan aktiva yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut.
Cara yang paling umum yang digunakan perusahaan untuk menilai dan mengukur
efektivitas penggunaan aktiva yang digunakan untuk memperoleh laba adalah
melalui analisis rasio return on assets. Return on assets menunjukan kemampuan
perusahaan dalam memamfaatkan aktivanya dalam memperoleh laba, seperti yang
diungkapkan oleh Prastowo (2005;91), menyatakan bahwa :“Return on assets
mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk
memperoleh laba “.
Rasio return on assets membantu perusahaan dalam mengukur tingkat
kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan
seluruh dana (aktiva) yang dimiliki dalam usaha untuk memperoleh laba. Menurut
Lukman Syamsudin (2004;209), mengemukakan bahwa :
“aktiva tetap sering kali disebut sebagai “the earning power” (aktiva
yang sesungguhnya menghasilkan pendapatan bagi perusahaan ) oleh
karena aktiva-aktiva tetap inilah yang memberikan dasar bagi “earning
power” perusahaan”.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa aktiva tetap merupakan
aktiva yang sesungguhnya menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, oleh karena
itu aktiva tetap tersebut yang memberikan dasar bagi penentuan return on assets.
Selain itu menurut jurnal ilmiah Endang Suharin (2009) tentang
hubungan modal kerja dengan profitabilitas hasil kesimpulannya menyatakan
bahwa :
“ Periode pengumpulan piutang, periode konversi persediaan, periode
pembayaran hutang usaha dan current rasio mempunyai hubungan
negative dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Hal ini
55
berarti bahwa semakin tinggi variabel – variabel manajemen modal
kerja ini akan menurunkan profitabilitas perusahaan. “
Berdasarkan definisi kesimpulan diatas terbukti bahwa modal kerja memiliki
pengaruh dimana jika modal kerja terlalu tinggi akan mengakibatkan penurunan
profitabilitas.
Hubungan antara perputaran piutang dengan profitabilitas dalam
jurnal ilmiah dinyatakan oleh Yuniep Mujati Suaidah (2009) yaitu :
“ Utang jangka pendek dan perputaran piutang memiliki hubungan
yang sangat erat dengan profitabilitas. Karena dengan adanya utang
jangka pendek maka dapat mendanai operasional perusahaan
sedangkan perputaran piutang merupakan salah satu bentuk investasi
yang dilakukan perusahaan. Jika pengelolaan piutang dilakukan secara
efektif dan efisien maka akan menghasilkan profitabiltas yang tinggi”.
Berdasarkan definisi kesimpulan diatas, perusahaan yang mampu mengelola
piutangnya dengan baik maka akan menghasilkan prifitabilitas yang tinggi bagi
kelangsungan hidup perusahaan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
modal kerja dan perputaran piutang berpengaruh terhadap profitabilitas ( return
on assets ). Dari serangkaian uraian yang telah dipaparkan, maka penulis
menetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut :
“ Modal kerja dan perputaran piutang berpengaruh terhadap
profitabilitas ( return on assets ) “.
Berdasarkan uraian di atas maka gambar 2.1 merupakan bagan
paradigma konseptual penelitian sebagai berikut :
56
Gambar 2.1
Bagan Paradigma Konseptual Penelitian
2.4 Hipotesis
Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan
paradigma konseptual penelitian yang telah dikemukakan, maka hipotesis
penelitian ini adalah :
H1 : Efisiensi modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan
( studi pada PT Pos Indonesia (Persero) tahun 2001 - 2013).
H2 : Tingkat pengembalian piutang terhadap profitabilitas perusahaan ( studi
pada PT Pos Indonesia (Persero) tahun 2001 - 2013).
H3 : Efisiensi modal kerja, tingkat pengembalian piutang berpengaruh terhadap
profitabilitas perusahaan ( studi pada PT Pos Indonesia (Persero) tahun
2001 - 2013).
Modal Kerja
( X1 )
Tingkat
Pengembalian
Piutang
( X2 )
Profitabilitas
( Y )
Parsial
Parsial
Simultan
57