bab ii tinjauan pustaka 2.1 pembelajaran ipa (ilmu...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam)
adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya
adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku
kapan pun dimana pun. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat
disebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa
yang terjadi alam.
Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam
mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan
mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
IPA atau sains dalam arti sempit telah dijelaskan diatas merupakan disiplin ilmu
yang terdiri dari physical sciences (ilmu fisika) dan life sciences (ilmu biologi),
yang termasuk physical sciences adalah ilmu astronomi, kimia, geologi,
mineralogi dan fisika, sedangkan life science meliputi anatomi, fisiologi, zoologi,
citologi, embriologi dan mikro biologi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Powler (dalam Usman Samatowa, 2006), IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun teratur
11
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) pada kurikulum tahun 2013 terdapat beberapa perubahan diantara
adalah konsep pembelajarannya dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative
science atau “IPA Terpadu” dan menekankan penerapan pendekatan scientific
yang meliputi: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta (Sudarwan, 2013). Pembelajaran IPA
mengedepankan keterampilan proses yang dapat diterapkan dalam pendekatan
scientific, hal ini sesuai dengan pembelajaran IPAyang merupakan pengetahuan
yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa
kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan Sund, 1993 dalam
Indrawati, 2007). Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk
menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan
demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep
yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik dan aktif.
2.1.1 Karakteristik IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik
sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing
mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan
menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata
pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk
membedakan dengan mata pelajaran lain.
12
Harlen (dalam Patta Bundu, 2006) menyatakan bahwa ada tiga
karakteristik utama Sains yakni: Pertama, memandang bahwa setiap orang
mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori
ilmiah meskipun kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori
dan prinsip hanya berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua,
memberi pengertian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang
memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori
yang disusun harus didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya.
Ketiga, memberi makna bahwa teori Sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi
akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi
penekanan pada kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan
kemungkinan perubahan di masa depan, serta pengertian tentang perubahan itu
sendiri.
2.2 Pembelajaran Kooperatif tipe GI (Group Investigation)
2.2.1 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan rasa senasib. Melalui pemanfaatan
kenyataan tersebut, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan
dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab, saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-
13
sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajaryang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untukmencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.Sedangkan menurut Sunal dan Hans (2009),
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu carapendekatan
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberidorongan kepada
siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Dengan pembelajaran
kooperatif diharapkan dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan
meningkatkansikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Menurut Isjoni (2007) terdapat enam langkah atau tahapan di dalam
pelaksanaan pembelajaran kooperatif.Pelaksanaan langkah-langkah tersebut
bervariasi tergantung dari pendekatan atau model yang digunakan. Enam tahap
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Enam Tahap Tindakan Guru
Fase Tindakan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
motivasi
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
14
Fase 3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-
kelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok
kerja dalam belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan penghargaan
jalan demonstrasi atau lewat teks
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi dengan efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau tiap kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren
(dalam Isjoni, 2009), mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”;
15
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa lain
dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi;
c. Para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama;
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para
anggota kelompok;
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok;
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar;
g. setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Roger dan David (dalam Lie, 2009), mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan, lima unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggungjawaban kelompok.Pertama, mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok.Kedua, menjamin semua anggota kelompok
secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
16
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap
keberhasilan kelompok.Tujuan pembelajaran kooperatif adalah
membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang
kuat.Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah
mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat
menyelesaikan tugas yang sama.
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantunganpositif.
Ciri–ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan
efisien, saling memberikan informasi dan sarana yang diperlukan,
memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling
mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan
argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah
yang dihadapi, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh
keberhasilan bersama.
4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa
harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi
secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung,
serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
5. Group processing (pemrosesan kelompok)
17
Pemrosesan mengandung arti menilai.Melalui pemrosesan kelompok dapat
diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan
dari anggota kelompok.Siapa di antara anggota kelompok yang sangat
membantu dan siapa yang tidak membantu.Tujuan pemrosesan kelompok
adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi
terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.Ada dua
tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.
Lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif tersebut bermanfaat
untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan berkerja dengan teman
yang berbeda latar belakangnya.Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif menekan adanya kebersamaan dan saling ketergantungan
antar siswa dalam mempelajari materi dan saling menyumbangkan pikiran, teori,
pendapat, dan ide-ide untuk mencapai tujuan bersama dalam kelompok-kelompok
kecil.
Pembelajaran kooperatif model pembelajaran kooperatif menurut Slavin
(2005), ada berbagai macam tipe, yaitu Student Teams-Achievement Division
(STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group
Investigation, Learning Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic
Methods.
18
2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation)
Strategi pembelajaran yang baik adalah ketika tercipta suasana
pembelajaran yang kondusif bagi tercapainya tujuan pendidikan.Selain itu,
strategi pembelajaran juga harus memperhitungkan semua kondisi siswa, baik itu
keadaan internal maupun eksternal siswa.Investigasi Kelompok atau Group
investigation mengambil model dari masyarakat, terutama mengenai mekanisme
sosial yang ada pada masyarakat yang biasa dilakukan melalui kesepakatan
bersama.Melalui kesepakatan inilah siswa mempelajari pengetahuan dan mereka
melibatkan diri dalam pemecahan masalah sosial (Winataputra, 2001).
Bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis
adalah pembelajaran berbentuk kelompok kooperatif seperti tipe group
investigation. Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation sering
dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.Pembelajaran kooperatif tipe group
investigation adalah satu metode pembelajaran dimana para pelajar secara
kolaboratif dalam kelompoknya memeriksa, mengalami dan memahami topik
kajian mereka dan melibatkan murid sejak perencanaan.
Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005) mengemukakan Group
investigation adalah metode pembelajaran kooperatif yeng menempatkan siswa ke
dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode GI mempunyai fokus utama
untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus.
19
Menurut Slavin (2005), penelitian yang paling luas dan sukses dari
metode-metode spesialisasi tugas adalah Group Investigation, sebuah bentuk
pembelajaran kooperatif yang berasal dari jaman John Dewey (1970), tetapi telah
diperbarui dan diteliti pada beberapa tahun terakhir ini oleh Shlomo dan Yeal
Sharan, serta Rachel-Lazarowitz di Israel. Spesialisasi tugas yang dimaksud
adalah bentuk pembelajaran kooperatif yang dirancang supaya para siswa
menjalankan peran-peran khusus dalam menyelesaikan seluruh tugas kelompok
yaitu apabila setiap siswa bertanggung jawab atas sebagian dari keseluruhan
tugas, maka masing-masing akan merasa bangga atas kontribusinya kepada
kelompok, tugas kelompok dengan sendirinya bersifat saling terkait satu sama
lain, dan bukannya sengaja dibuat menjadi saling terkait oleh penggunaan sistem
skor kelompok, sehingga dengan memberikan para siswa tugas yang berbeda
dapat menghindari dari saling membandingkan diantara anggota kelompok.
Metode GI (Grup Investigation) paling sedikit memiliki tiga tujuan yang
saling terkait:
Group Investigation membantu siswa untuk melakukan investigasi
terhadap suatu topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai
implikasi yang positif terhadap pengembangan keterampilan penemuan
dan membentu mencapai tujuan.
Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan melaui
investigasi.
GI (Group Investigation) melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif
dalam memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut,
20
siswa dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam
kehidupan bermasyarakat.
Metode pembelajaran yang ampuh pada dasarnya tidak ada, sebab setiap
metode pembelajaran yang digunakan pasti ada kelebihan dan kelemahan. Namun
dalam pembelajaran biasa digunakan berbagai macam metode yang sesuai dengan
materi yang diajarkan, sehingga dengan menerapkan model pembelajaran GI
dapat mencapai tiga hal yaitu dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan
belajar untuk bekerja secara kooperatif.
2.2.2.1 Karakteristik GI (Group Investigation)
Para ahli memandang GI (Group Investigation) sebagai salah satu teknik
dalam model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks untuk dilaksanakan.
Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara
untuk mempelajarinya melalui investigasi. Teknik ini menuntut siswa untuk
memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan ketrampilan proses berkelompok
(group process skills).
Guru yang menerapkan teknik Group Investigation umumnya
akanmembagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 sampai 6
siswa dengan karakteristik yang heterogen dalam kemampuan, karakter,
jeniskelamin dan kecerdasan. Pemilihan anggota kelompok tidak dapat didasarkan
ataskesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap topik tertentu. Siswa
memilih topik yang dipelajari, mengikuti investigasi mendalam mengenai
subtopik yang telah dipilih, menyiapkan dan menyajikan laporan di depan kelas.
21
Diakhir kegiatan diadakan evaluasi terhadap kinerja kelompok beserta
seluruhanggotanya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa ciri-ciri
atau karakteristik dari pembelajaran metode kooperatif tipe group
investigation adalah sebagai berikut:
1. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah.
2. Jika memungkinkan, setiap anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin yang berbeda.
3. Murid belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
4. Pembelajaran berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator
atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
5. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
setiap siswa dalam kelompok memadukan ide dan pendapat, saling
berdiskusi dan berargumentasi dalam memahami suatu pokokbahasan serta
memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
6. Melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi,
semua kelompok menyajikan suatu persentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari semua siswa dalam kelas saling terlihat dan
mencapai suatu pesrpektif yang luas mengenai topik.
7. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar
mulai dari tahap perma sampai tahap akhir pembelajaran.
22
8. Suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam
pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk emiliki
keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan
teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.
2.2.2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran GI (Group Investigation)
Menurut Slavin (2005), Implementasi Group Investigation melalui enam
tahapan yaitu:
Tahap 1: Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok-
kelompok penelitian
1. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah sub
topik, dan mengkategorikan saran-saran.
2. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari sub
topik yang telah mereka pilih.
3. Komposisi kelompok didasarkan pada keterkaiatan siswa dan harus
bersifat heterogen.
4. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Para siswa merencanakan bersama berbagai hal mengenai investigasi
yang akan mereka lakukan, misalnya mengenai: Apa yang kita
pelajari?, Bagaimana kita mempelajarinya?, Siapa melakukan apa?
23
(pembagian tugas), untuk tujuan atau kepentingan apa kita
menginvestigasi topik ini?
Tahap3: Melaksanakan investigasi
1. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan.
2. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang
dilakukan kelompoknya.
3. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan
mensintesis semua gagasan.
Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir
1. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek
mereka.
2. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan,
dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir
1. Presentasi dibuat untuk seluruh kelas dengan pembuatan laporan
yang menarik sesuai dengan kesepakatan kelompok.
2. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengaran
secara aktif.
3. Para pendengar tersebut mengevalauasi kejelasan dan penampilan
presentasi berdasarkan kriteria yang telah disepakati bersama.
Tahap 6: Evaluasi
24
1. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai sub topik
tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai
keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.
2. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran
siswa.
3. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling
tinggi siswa mengenai subjek yang dipelajari.
2.2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tipe GI (Group
Infestigation)
Setiap model pembelajaran tentu memiliki keunggulan dan kekurangan,
menurut Slavin (2005), Model Group investigation memiliki beberapa kelebihan
dan kelemahan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan:
a. Melatih siswa untuk berkomunikasi dan berinteraksi saat proses
pembelajaran.
b. Memberi peluang siswa lebih beraktivitas saat proses pembelajaran.
c. Dapat menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa seperti : kerja
sama, toleransi, bisa menerima pendapat orang lain.
d. Melatih siswa untuk mengemukakan ide, pendapat atau gagasan saat
proses pembelajaran.
e. Melatih siswa mejalankan peran-peran khusus dalam menyelesaikan tugas
kelompok.
2. Kelemahan:
25
a. GI (Group Investigation) tidak akan dapat diimplementasikan dalam
lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau
yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran didalam
kelas.
b. Memerlukan sumber- sumber belajar yang bervariasi.
c. Bagi peneliti pemula modelGI(Group) Investigation ini memerlukan
kemampuan berkomunikasi yang baik dalam menjalankan proses
pembelajaran.
2.3 Lingkungan sebagai Sumber Belajar
2.3.1 Sumber Belajar
Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa
data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam
belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah
peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu
(Hidayah Nurul, 2013). Arif S. Sadiman (dalam Rizki, 2011), berpendapat bahwa,
segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang
memungkinkan atau memudahkan terjadinya proses belajar.
Association Educational Comunication and Tehnology AECT (dalam
Rizki, 2011) mengklasifikasikan sumber belajar menjadi 6 macam yaitu:
1. Message (pesan), yaitu informasi atau ajaran yang diteruskan oleh komponen
lain dalam bentuk gagasan, fakta, arti dan data. Termasuk dalam kelompok
26
pesan adalah semua bidang studi atau mata kuliah atau bahan pengajaran yang
diajarkan kepada peserta didik dan sebagainya.
2. People (orang), yaitu manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah
dan penyaji pesan. Termasuk kelompok ini misalnya guru atau dosen, tutor,
peserta didik, dan sebagainya.
3. Materials (bahan), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk
disajikan melalui penggunaan alat atau perangkat keras ataupun dirinya
sendiri. Berbagai program media termasuk kategori materials, seperti
transportasi, slide, film, audio, video, modul, majalah, buku dan sebagainya.
4. Device (alat), yaitu sesuatu atau (perangkat keras) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya, overhead
proyector, slide, video tape atau recorder, pesawat radio atau TV, dan
sebagainya.
5. Technique (teknik), yaitu prosedur atau acuan yang dipersiapkan untuk
penggunaan bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk menyampaikan pesan.
Misalnya, pengajaran berprogram atau modul, simulasi, demonstrasi, Tanya
jawab, CBSA, dan sebagainya.
6. Setting (lingkungan), yaitu situasi atau suasana sekitar di mana pesan
disampaikan. Baik lingkungan fisik; ruang kelas, gerdung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, taman, lapangan dan sebagainya. Sedangkan
lingkungan non-fisik misalnya: suasana belajar itu sendiri; tenang, ramai,
lelah, dan sebagainya.
27
2.3.2 Prinsip Umum Pemanfaatan Sumber Belajar
Menurut Daryanto (2010), prinsip umum pemanfaatan sumber belajar
antara lain meliputi:
1. Mengacu ketujuan instruksional.
Pemilihan dan pemanfaatan jenis sumber belajar apapun harus berdasarkan
tujuan instruksional, dengan demikian guru tidak boleh menggunakan sumber
belajar yang ada tanpa memikirkan kesesuaiannya dengan tujuan
instruksional. Jika prinsip ini diabaikan, maka proses belajar mengajar pasti
tidak akan mencapai tujuan yang ditargetkan, dan siswa yang belajar hanya
akan menjadi alat untuk percobaan.
2. Berorientasi kepada siswa.
Ciri pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang berorientasi pada siswa
yang disajikan melalui sumber belajar dan (teknik) yang menantang,
merangsang daya cipta untuk menemukan, mengesankan dan diselenggarakan
dengan penuh kasih sayang. Untuk menciptakan suasana tersebut, maka cara
pemanfatan sumber belajar harus berdasarkan ciri-ciri siswa yang meliputi:
a. Kemampuan akademis (pengetahuan yang dimiliki, tingkat kecerdasan,
kemampuan bahasanya dan sebagainya)
b. Kesehatan mental dan fisiknya: cacat atau tidak, usia kematangan sikap,
sifatnya tertutup atau terbuka, wataknya keras atau lembut, pemalu atau
tidak
c. Tingkat motivasi untuk belajar: tinggi atau rendah, intrinsik atau ekstrinsik
28
d. Sosial: Bagaimana kemampuan berkawan dan bekerja samanya dengan
teman yang lain dan hal – hal lain yang berhubungan dengan komunikasi
antar siswa
e. Ekonomi: Dari mana mereka berasal, keluarga kaya, miskin, sedang,
pedagang, pegawai negeri, dosen, pegawai administrasi dan sebagainya
f. Budaya: Bagaimana disiplin dan kebiasaan hidup sehari – harinya malas
atau rajin dan sebagainya
g. Bakat dan minat
3. Proses pemanfaatannya berjenjang
Dalam mendesain dan membuat sumber belajar biasanya sudah disesuaikan
dengan jenjang belajar masing-masing bidang studi atau sub bidang studi,
serta dimulai dari yang mudah dan kongkrit ke yang abstrak dan sulit. Belajar
harus dimulai dari yang mudah ke tingkat yang sedang, kenudian yang sulit
dan akhirnya ke tingkat yang paling sulit, oleh karena itu sumber belajar yang
digunakan seharusnya juga disesuaikan. Artinya jika materi yang diajarkan
terlalu sulit, biasanya makin abstrak atau makin verbal pula bentuknya maka
sumber belajar yang dibuat atau yang dipilih adalah sumber belajar yang dapat
me-visualkan, me-audiovisualkan dan mengkongkritkan isi materi yang
abstrak dan verbal tersebut sehingga terasa mudah, kongkrit dan menarik.
4. Sumber belajar harus terkombinasi dan menyatu dengan proses belajar
mengajar.
Berbagai macam prinsip umum pemanfaatan sumber belajar yang telah
dijelaskan diatas diharapkan semakin banyak jenis sumber belajar yang
29
dimanfaatkan, maka makin lengkap dan makin sesuai dengan masing-masing
komponen sistem intruksional dan makin menyatu, dengan komponen-komponen
tersebut, maka hasil belajar yang diperoleh akan makin baik.
2.3.3 Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan
oleh Driver (dalam Niwana 1996), bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap
lingkungan belajar yang terbuka.partisipasi siswa melalui pembelajaran
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar lebih aktif dibandingkan
pengajaran biasa. Pendapat ini di dukung oleh Balding dkk., (dalam Nirwana,
1996) yang mengemukakan bahwa cara mengajar menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan bahan, alat, serta fenomena
yang ada di lingkungan.
Menurut Rusman (2010), banyak keuntungan yang akan kita peroleh jika
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa mendapatkan informasi berdasarkan pengalaman langsung, karena
itu pembelajaran lebih bermakna dan menarik.
2. Pembelajaran lebih kongkrit
3. Penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih mudah dan
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi siswa.
4. Sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pendidikan.
5. Mengembangkan motivasi dan prinsip “belajar bagaimana belajar
(learning how to learn) berdasarkan kepada metode ilmiah dan
30
pengembangan keterampilan proses IPA sehingga akan tertanam sikap
ilmiah.
6. Siswa dapat mengenal dan mencintai lingkungannya, sehingga akan
timbul rasa syukur, mengagumi, dan mengagungkan keagungan Tuhan
Yang Maha Esa sebagai penciptanya
Eliyawati (2005), mengatakan lingkungan yang ada di sekitar merupakan
salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan
hasil pendidikan yang berkualitas bagi anak. Apabila melaksanakan kegiatan
pendidikan dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar,
maka diharapkan hasilnya akan lebih bermakna dan bernilai, sebab anak akan
dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sesungguhnya dan kebenarannya
lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2.3.4 Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber
Belajardengan Pembelajaran Tipe GI
Pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dengan
pembelajaran tipe GI adalah penggunaan lingkungan fisik yang berada di sekitar
sekolah seperti kebun, taman, lapangan rumput, sawah, kolam dan sebagainya
untuk menunjang situasi atau suasana di saat proses belajar mengajar tipe GI
berlangsung, yaitu dengan menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk
mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari dari sumber
belajar lingkungan sekitar sekolah.
Menurut Eko Retno (2006) pembelajaran tipe GI dengan memanfaatkan
lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar ini dapat memberikan dampak
31
yang positif bagi proses belajar mengajar karena dengan pemanfaatan lingkungan
sekitar sekolah,pembelajaran berlangsung alami dalam bentuk siswa aktif bekerja,
mengalami dan bukan hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru, karena
dengan menggunakan alam yang ada di lingkungan sekitar sekolah sebagai
sumber belajar dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar dengan
melakukan kegiatan pengamatan secara nyata sesuai materi yang sedang dipelajari
sedangkan dengan pembelajaran tipe GI menjadikan siswa lebih terlatih dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok, menumbuhkan
kemampuan berfikir mandiri, siswa sebagai obyek pembelajar ikut terlibat dalam
penentuan pembelajaran.Oleh sebab itu jika pembelajaran model GI dilaksanakan
secara bersama-sama dengan penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai
sumber belajar maka proses belajar mengajar akan sesuai dengan apa yang
diinginkan siswa dan guru. Siswa dapat belajar dengan mengingat informasi dari
hasil kegiatan penyelidikan di lingkungan sekitar sekolah secara nyata, dengan
bimbingan guru siswa dapat mengeluarkan gagasan-gagasannya melalui kegiatan
dan diskusi kelompok, dengan demikian keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran meningkat dan siswa juga dapat mengaitkan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan dari pengetahuan yang
sudah dimiliki sebelumnya tersebut memudahkan siswa untuk mengingat saat
mempelajari materi yang berkaitan atau dalam hal mengerjakan tes yang nantinya
juga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Pembelajaran IPA tidak semua metode dapat digunakan mengingat dalam
pembelajaran IPA mengedepankan keterampilan proses dan menggunakan
32
pendekatan scientific sehingga harus menggunakan metode yang sesuai. Metode
tang dipilih yaitu Group Infestigation dan lingkungan sebagai sumber belajar
dirasa tepat dan sesuai dengan pembelajaran IPA. GI memberikan kebesan dalam
menggunakan sumber belajar termasuk lingkungan, asalkan sesuai dengan materi
atau topik yang dipelajari. Dengan menggunakan sumber belajar lingkungan
diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar yang juga dapat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, selain itu dengan menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar siswa dapat mengali ilmu secara mandiri dan
melatih siswa untuk melakukan kerja ilmiah, sehingga posisi siswa disini bukan
sebagai penerima informasi melainkan sebagai pencari informasi.
Penelitian kali ini menggunakan langkah model pembelajaran kooperatif
GI yang berpedoman pada pendapat Slavin (2005), yaitu tentang tahap
pembelajaran kooperatif tipe GI yang kemudian daadaptasi kembali dari beberapa
penelitian terdahulu mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe GI dan
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe GI dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah
sebagai berikut:
Tahap 1: Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok-
kelompok penelitian
a. Menentukan topik yang akan diselidiki (interaksi dalam ekosistem)
b. Menentukan lokasi yang akan digunakan sebagai sumber belajar yaitu
lingkungan sekitar sekolah (taman sekolah, kebun sekolah, lapangan
rumput, pantai)
33
c. Membagi siswa dalam beberapa kelompok sesuai minat atau ketertarikan
mereka pada objek yang telah mereka tentukan
Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari
- Siswa diminta untuk berdiskusi dengan kelompok masing-masing
mengenai tugas yang akan mereka lakukan yaitu:
1. Bagai mana cara mereka melakukan investigasi
2. Menentukan tugas setiap anggota untuk dapat berkontribusi dalam
melaksanakan investigasi
Tahap 3: Melaksanakan investigasi
b. Siswa melaksanakan kegiatan pengamatan/investigasi langsung di
lingkungan sekitar sekolah sesuai dengan petunjuk pada LKS
c. Siswa mengumpulkan informasi yang mereka butuhkan
Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir
- Siswa mengolah data/informasi yang telah mereka kumpulkan dalam
kegiatan investigasi guna untuk kegiatan persentasi, kegiatan siswa
antara lain yaitu:
a. Mengisi lembar LKS sesuai dengan data yang dihasilkan pada
kegiatan investigasi
b. Siswa merencanakan kegiatan persentasi mengenai laporan akhir
mereka dalam kegiatan investigasi di lingkungan sekitar sekolah
Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir
a. Setiap kelompok diminta untuk mengambil nomor urut persentasi
34
b. Setiap kelompok mempersentasikan hasil investigasi mereka di
depan kelas
c. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya jawab atau
sekedar berpendapat mengenai hasil investigasi.
Tahap 6: Evaluasi
a. Guru mengadakan evaluasi atau tes individu untuk mengukur
kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dipelajari.
2.4 Aktivitas Belajar Siswa
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental yang
saling terkait sehingga dapat membuahkan hasil belajar yang optimal.Dengan
demikian, belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas fisik
maupun psikis.Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan,
membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, peserta didik tidak hanya duduk dan
mendengarkan, melihat atau hanya pasif.
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental yang
saling terkait sehingga dapat membuahkan hasil belajar yang optimal.Dengan
demikian, belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas fisik
maupun psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota
badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja ia tidak hanya duduk
dan mendengarkan melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas
psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau
35
banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.Paul B. Diedrich dalam Sardiman
(2007), membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa antara lain
dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Visual activities, yang termasuk didalam misalnya, membaca, memperhatikan
gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activitie; sepertimenyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities: sebagai contoh mendengarkan: uraian percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4. Writing activitie: seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5. Drawing activities, misalnya: mengambarkan, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities: yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model meraparasi, bermain, berkebun,
beternak.
7. Mental activities: sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8. Emotional activities: seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Berbagai klasifikasi aktivitas seperti yang diuraikan diatas, menunjukkan
bahwa aktivitas disekolah akan dinamis, tidak membosankan dan benar-benar
menjadi pusat belajar yang maksimal dan bahkan akan memperlancar peranannya
sebagai pusat dan transformasi kebudayaan, tetapi hal ini merupakan tantangan
36
yang menuntut jawaban dari para guru, kreaktivitas guru sangat diperlukan agar
dapat merencanakan kegiatan siswa yang sangat bervariasi.
Dalam penelitian ini, aktivitas belajar yang diukur adalah Oral activitie
yaitu aktivitas siswa dalam bertanya, berpendapat dan bekerjasama:
1. Aktivitas bertanya: aktivitas siswa yang menunjukkan kualitas pertanyaan yang
pada saat diskusi kelas.
2. Aktivitas berpendapat: menunjukkan pendapat siswa dalam memberikan
sanggahan atau komentar mengenai jawaban teman dan aktivitas siswa dalam
memberikan informasi atau saling berbagi informasi saat berdiskusi.
3. Aktivitas bekerja sama: seseorang yang saling membantu satu sama lain untuk
mencapai tujuan yang sama.
Unsur-unsur aktivitas belajar tersebut terangkum dalam lembar observasi
aktivitas siswa dan digunakan untuk mengakses aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung. Aktivitas belajar siswa dapat diukur dengan cara
melakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa berupa tingkah laku fisik
maupun mental selama proses pembelajaran oleh observer, kemudian hasil
pengamatan dicatat pada instrument berupa lembar obsrvasi aktivitas belajar
siswa, biasanya dengan memberi tanda cek (√) atau skor pada unsur aktivitas
yang teramati.
Adanya investigasi kelompok dan diskusi akan melatih siswa untuk
bekerjasama mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif dimulai dengan hal
yang paling kecil, yaitu proses tanya jawab dalam diskusi presentasi di kelas.
Dalam ketiga unsur aktivitas belajar yang diteliti dalam penelitian ini, salah
37
satunya diantaranya adalah aktivitas bertanya.Bertanya merupakan bagian yang
sangat penting dalam aktivitas belajar siswa.Pertanyaan yang diajukan oleh siswa
merupakan indikator bahwa siswa sudah mulai belajar.Tanpa pertanyaan siswa,
siswa dapat dikatakan belum belajar. Jika seorang siswa bertanya, maka ia sudah
melihat permasalahan atau masalah pada sesuatu yang sedang dipelajari.
2.5 Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2005), hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dalam proses
belajar dibutuhkan aktivitas secara sadar untuk mencapai suatu tujuan, lebih lanjut
Bunyamin S.Bloom (dalam Subiyanto, 1998) belajar bertujuan untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif (pengalaman), afektif (sikap)
dan psikomotorik (ketrampilan). Perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil
dari aktivitas belajar yang berupa respon dalam bentuk reaksi terhadap kondisi
lingkungan belajar, sehingga hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang
setelah mengalami proses belajar.
Menurut Dimyati dan Modjiono (1999), hasil belajar merupakan puncak
dari proses belajar mengajar dan penilaian hasil belajar yang dicapai siswa dalam
kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilai adalah hasil
belajar.Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan, pemahaman,
38
keterampilan, dan sikap yang biasanya meliputi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Arikunto (2003), menjelaskan ranah-ranah tersebut sebagai berikut:
1. Ranah kognitif (cognitive domain)
Berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu
pengetahuan atau ingatan (kognitif tingkat rendah) dan pemahaman, aplikasi,
analisis, dan evaluasi (kognitif tingkat tinggi).
2. Ranah afektif (afektif domain)
Berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek, yaitu penerimaan
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah psikomotorik (pcychomotor domain)
Berkenaan dengan hasil keterampilan dan kemampuan bertindak meliputi:
gerakan reflex, keteraturan gerakan dasar, keharmonisan atau ketepatan,
gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif.
Berdasarkan uraian diatas, maka hasil belajar ini adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa antara pengetahuan, keterampilan dan sikap
sebagai hasil dari proses belajar. Hasil belajar seorang siswa dapat diketahui dari
hasil pengukuran, pengukuran hasil belajar menunjukkan sampai sejauh mana
materi yang dipelajari dapat dipahami atau dikuasai siswa. Tes hasil belajar adalah
hasil salah satu alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan
siswa dalam suatu proses belajar mengajar. dalam penelitian hasil belajar IPA
adalah hasil belajar kognitif yang dinyatan dalam nilai/skor setelah siswa
mengikuti proses pembelajaran IPA pada materi Interaksi Makhluk Hidup dan
Lingkungan.
39
2.6 Kerangka Konsep
Pembelajaran
Kooperatif Tipe GI
(Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif GImerupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri
materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui
sumber-sumber belajar dan melatih siswa dalam
bekerjasama
Penerapan GI (Group Investigation) dengan
menggunakan lingkungan sebagai sumber beajar
Lingkungan sebagai sumber belajar dapat menjadikan kegiatan belajar
akan lebih menarik dan tidak membosankan bagi siswa, selain itu
kegiatan belajar akan lebih bermakna siswa di hadapkan langsung
dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga kegiatan belajar siswa lebih
komprehensip dan lebih aktif.
Aktivitas belajar
meningkat
Hasil belajar
meningkat
Dengan pembelajaran GI kegiatan
berfokus pada siswa sehigga materi
benar-benar diserap dengan baik
Dengan melakukan kegiatan
investigasi dapat melatih kerja ilmiah
siswa
Kegiatan investigasi dapat
meningkatkan keterampilan sosial
siswa
Kegiatan diskusi yang dipresentasikan dapat meningkatkan
pengembangan soft skills (kritis, komunikasi, kreatif) sehingga
dapat meningkatkan aktivitas bertanya dan berpendapat siswa
40
2.8 Hipotesis
1. Jika GI (Group Investigation) diterapkan dalam pembelajaran IPA materi
interaksi makhluk hidup dan lingkungan, maka aktivitas pada siswa kelas
VII-A SMP Negeri 3 Sapekenakan meningkat.
2. Jika GI (Group Investigation) diterapkan dalam pembelajaran IPA materi
interaksi makhluk hidup dan lingkungan, maka hasil belajar pada siswa
kelas VII-A SMP Negeri 3 Sapekenakan meningkat.