bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengenalan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Scaffolding
Menurut Permenaker & trans No.PER-01/MEN/1980 tentang keselamatan
dan kesehatan kerja konstruksi bangunan, Perancah (scaffolding) ialah bangunan
pelataran (platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga
tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan
termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.
Persyaratan – persyaratan suatu konstruksi acuan perancah adalah :
1. Kuat menahan berat beton segar, getaran vibrator, peralatan yang digunakan,
berat sendiri, berat orang yang bekerja dan pengaruh kejutan.
2. Kaku, terutama akibat dari beban horizontal yang membuat cetakan mudah
goyang atau labil. Selain itu acuan perancah tidak boleh melebihi deformasi yang
dizinkan.
3. Kokoh, sehingga mampu menghasilkan bentuk penampang beton seperti yang
diharapkan, tanpa mengalami perubahan bentuk yang berarti, oleh karena itu
maka ukuran dan kedudukan cetakan harus teliti atau sesuai dengan gambar
perencanaan.
4. Bersih, karena dalam pengecoran kotoran mungkin akan naik dan masuk ke dalam
adukan beton sehingga akan mengurangi mutu beton, dan jika kotoran tidak naik
Universitas Sumatera Utara
10
maka akan melekat pada permukaan beton dan sulit dibersihkan.
5. Mudah dibongkar, agar tidak merusak beton yang sudah jadi dan dapat digunakan
berkali – kali.
6. Rapat, Sambungan – sambungan pada cetakan harus rapat dan lubang – lubang
yang disebabkan oleh serangga harus ditutup, sehingga cairan semen dan agregat
tidak keluar dari celah – celah sambungan.
7. Material atau bahan yang digunakan harus mudah dipaku atau sekrup dan dalam
membuat bagian cetakan harus mudah dirangkai sehingga dapat dilaksanakan
dengan tenaga kerja minimal yang pada akhirnya akan memperoleh efisiensi
waktu yang maksimal.
8. Optimal, kebutuhan bahan dan tenaga kerja harus seefektif dan seefisien mungkin
yang akhirnya menguntungkan semua pihak.
2.1.1 Tipe konstruksi acuan perancah
Sejalan dengan perkembangan pemakaian beton, konstruksi acuan perancah juga
mengalami perkembangan menjadi 3 sistem:
1. Sistem Konvensional / Tradisional, Acuan perancah sistem sederhana biasanya
digunakan satu kali pakai. Bahan yang digunakan dapat berupa bahan organis,
bahan buatan, dan / atau gabungan keduanya. Depresiasi acuan perancah jenis ini
sangat tinggi, karena banyak volume bahan terbuang pada proses pembuatan serta
membutuhkan volume tenaga kerja yang cukup besar serta berpengalaman.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Semi Sistem Modern, Sistem ini dirancang untuk suatu pekerjaan dan ukuran –
ukuran untuk komponen tertentu dengan masa penggunaan satu kali atau lebih.
Karena kemungkinan dapat digunakan secara berulang, maka biaya investasi yang
diperlukan dan upah kerja yang tidak terlalu tinggi.
3. Sistem Modern, Perkembangan terakhir dalam pemanfaatan acuan perancah adalah
perancangan acuan perancah untuk memudahkan penggunaan dalam berbagai
bentuk komponen struktur. Sistem ini dapat memudahkan dan mempercepat
proses pemasangan dan pembongkaran. Dengan kualitas hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan sistem lain, acuan perancah dengan sistem ini dapat
dimanfaatkan untuk beberapa kali masa penggunaan. Untuk meningkatkan
kecepatan kerja, sistem ini telah dilengkapi dengan berbagai alat bantu yang
disesuaikan dengan tujuan penggunaan.
2.1.2 Bahan acuan perancah
Bahan acuan perancah yang sering digunakan :
1. Kayu
Menurut PBBI tahun 1971 bab 5 ayat 1, memberikan pedoman bahwa acuan
perancah harus terbuat dari bahan – bahan baik yang tidak mudah meresap air dan
direncanakan sedemikian rupa, sehingga mudah dilepas dari beton tanpa
menyebabkan kerusakan pada beton.
Universitas Sumatera Utara
12
Kayu yang akan digunakan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
a. Sebaiknya kayu yang dipergunakan dengan kadar air 10 % s/d 20 %.
b. Partikel – partikel yang dikandung kayu reaktif dan tidak merusak beton.
c. Perubahan bentuk kayu akibat temperatur maupun kelembaban udara setempat
sekecil mungkin.
d. Kuat dan ekonomis.
e. Mudah dikerjakan dan mudah dipasang alat sambung.
2. Kayu lapis (plywood)
Untuk pekerjaan yang cukup besar, kayu lapis banyak dipergunakan sebagai bahan
papan acuan (cetakan).
Pada acuan yang menggunakan kayu lapis diusahakan meminimalisir penggunaan
paku, agar pembongkarannya dapat dengan mudah dilakukan dan dapat
meminimalisir kerusakan bahan akibat metode pembongkaran yang salah.
Keuntungan dari kayu lapis adalah bahwa kayu lapis dapat dibengkokkan dan
ditempatkan pada kerangka / cetakan untuk pengecoran, dan dapat digunakan
berulang – ulang.
Universitas Sumatera Utara
13
3. Aluminium
Karena adanya sifat – sifat tertentu yang lebih menguntungkan seperti berat dan
biaya pemeliharaannya yang ringan, menyebabkan aluminium cenderung lebih
digunakan pada konstruksi acuan perancah bila dibandingkan dengan logam lain.
Tetapi karena harganya yang lebih mahal, menyebabkan penggunaannya yang sangat
dibatasi.
Campuran aluminium yang paling sesuai untuk konstruksi acuan perancah adalah :
tipe Al-Mg-Si (campuran dengan kadar silisium yang rendah).
Kadar patahnya dapat dikatakan cukup baik (250 N/mm2 – 400 N/mm2) dan
ketahanan terhadap korosi hamper sama dengan aluminium murni.
4. Baja
Penggunaan baja sebagai acuan perancah pada konstruksi untuk beton dengan syarat
tertentu.
Pemilihan baja sebagai acuan perancah dikarenakan oleh :
a. Pemakaian dalam jumlah yang sangat banyak.
b. Membutuhkan toleransi kesalahan yang sangat kecil.
c. Melibatkan tegangan (stress) yang tinggi.
d. Memerlukan beberapa tingkat mekanisasi pada sistem pekerjaan konstruksi.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.3 ANALISIS DAN PENCEGAHAN KERUNTUHAN
Berikut analisis kemungkinan penyebab keruntuhan dari penggunaan perancah
scaffolding :
1. Ketidakmampuan acuan dalam menerima beban. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal sesuai dengan yang dirancang, maka penggunaan bahan baku dengan
kualitas baik menjadi mutlak diperlukan. Selain itu juga diperlukan biaya
pemeliharaan (maintenance) yang cukup, agar seluruh alat dan bahan yang
digunakan dapat sesuai dengan kualitas yang diharapkan (sesuai perancangan).
2. Kesalahan pemilihan metode kerja Pemilihan metode kerja pada proses
pelaksanaan pembangunan, juga memegang peranan penting, termasuk dalam
efisiensi dan efektifitasan waktu kerja, bahan bangunan, tenaga kerja,
penggunaan alat kerja (ringan dan berat), yang berujung pada biaya yang harus
dikeluarkan.
Hal–hal khusus yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengecoran dengan
kondisi miring adalah :
a. Pengecoran dilakukan dari bagian bawah, hal tersebut untuk menghindari
pergeseran acuan akibat beban beton saat penuangan.
b. Untuk menghindari keruntuhan guling dari konstruksi perancah, maka
penuangan beton campuran disarankan dengan cara vertical atau tegak lurus
plat acuan.
Universitas Sumatera Utara
15
c. Hindari adanya pembebanan titik akibat penumpukan penuangan pada satu
titik, karena dapat menyebabkan lendutan yang berujung pada keruntuhan.
d. Kondisi campuran beton lebih kental (menggunakan admixture bila
diperlukan) dari saat pengecoran biasa, hal tersebut untuk mempercepat proses
pengerasan dan menghindari kelongsoran campuran.
e. Untuk syarat–syarat campuran beton yang lain, sama dengan aturan campuran
pada umumnya.
3. Kondisi lahan yang kurang mendukung juga mempengaruhi pada proses
pelaksanaan pembangunan, terutama pada pelaksanaan konstruksi perancah.
Kondisi lahan yang tidak rata, dapat mempengaruhi ketegakan, dan kesamarataan
ketinggian dari konstruksi perancah. Meskipun pada konstruksi perancah
ketinggian dapat diatur sesuai keinginan. Selain itu penggunaan tanah urug yang
belum sepenuhnya padat, juga turut mempengaruhi hasil dari pekerjaan
konstruksi perancah. Kurangnya pemadatan pada saat pengurugan tanah, akan
dapat menyebabkan keruntuhan struktur pada saat pelaksanaan pengecoran
konstruksi. Hal itu disebabkan karena tambahan beban (beban bahan dan beban
kerja) yang cukup besar dan datang secara tiba – tiba pada saat pengecoran, dapat
berdampak pada penurunan ketinggian konstruksi perancah, yang kemudian
berujung pada keruntuhan struktur.
Universitas Sumatera Utara
16
2.1.4 Tindakan Pencegahan
Beberapa tindakan yang dapat menjadi alternatif pencegahan pada pekerjaan
konstruksi perancah scaffolding :
1. Konstruksi perancah harus direncanakan dan dihitung dengan faktor keamanan
dan satu unit perancah scaffolding dengan satu kaki < 1,5 ton (spesifikasi teknis
material pabrik ).
2. Perancah harus cukup kuat dengan pemberian meja scaffolding dan bracing /
crossing dalam menerima gaya momen, lintang maupun normal (lateral).
3. Bahan – bahan perancah harus menggunakan bahan yang baik sebelum dilakukan
pemasangan perancah.
4. Perancah harus diperiksa oleh seorang tenaga ahli yang berwenang.
5. Kerangka siap pasang ( Pre-fabricated frames) yang digunakan untuk perancah
harus memenuhi jepitan sambungan sempurna pada kedua muka.
6. Perancah harus diberi penguat (diagonal / horizontal) untuk memberikan kekakuan
dan kekuatan.
7. Perancah harus didirikan di dasar tumpuan yang kuat dan rata.
8. Kejutan gaya yang besar ( beban titik ) tidak boleh dibebankan pada perancah.
9. Semua perancah tempat tenaga kerja bekerja, harus dilengkapi dengan platform
untuk bekerja dan cukup kuat.
10. Setiap bagian dari tempat bekerja yang dimungkinkan tenaga kerja terjatuh dari
bagian yang terbuka 2 m atau lebih diberi pagar pengaman.
Universitas Sumatera Utara
17
11. Hal – hal yang harus perhatikan bila menggunakan perancah kayu :
a. Bahan yang digunakan harus baik (mutu kayu kelas II).
b. Desain dimensi, dan jarak perancah kayu harus dihitung sesuai dengan
gaya maksimum yang diterima.
c. Paku harus mempunyai panjang, dan diameter yang cukup.
d. Paku harus ditancapkan penuh pada kayu.
e. Perancah kayu harus diberi palang penguat untuk memberikan kekakuan,
dan kekuatan.
f. Dimensi, dan jarak kayu melintang harus mampu menahan beban yang
dipikulnya.
g. Pada konstruksi yang mempunyai sudut / miring, balok melintang harus
terpasang
kestabilannya pada penerimaan beban lateral / horizontal.
h. Tiang – tiang kayu yang berdiri bebas harus dikopel secara diagonal /
horizontal dengan menggunakan palang penguat.
Hal–hal teknis yang dapat menyebabkan keruntuhan perancah(1)
:
1. Tidak adanya tangga penghubung antara elevasi – elevasi frame scaffolding, hal
itu dapat menyebabkan kesulitan bagi pekerja yang berujung pada kurang
stabilnya kondisi perancah.
2. Tata letak perancah harus diperhatikan, agar tidak mengganggu pergerakan dan
aktivitas pekerja.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Penggunaan pengamanan bagi pekerja menjadi penting untuk struktur perancah
yang tinggi.
4. Masa perawatan perancah pasca pemakaian, mutlak diperlukan agar kondisi
perancah tetap terjaga baik sesuai dengan asumsi perancangan.
5. Adanya beban tambahan (beban kejut) diluar perancangan yang dapat
menyebabkan struktur kelebihan beban kerja.
6. Khusus mobile scaffolding, rasio ketinggian dengan lebar alas adalah 3 : 1.
(1) Construction Bullettin, Occupational Safety and Health Service, Department of Labour, Wellington, New Zealand, No 11
- December 1999.
2.2 Jenis-Jenis Scaffolding
Menurut Gunanusa Utama Fabricators 2010 Ada banyak jenis scaffolding yang saat
ini banyak digunakan pada pekerjaan konstruksi bangunan, antara lain :
a) Modular scaffold
Adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat melalui pabrukasi
termasuk rangka yang menyilang
b) Frame scaffold
Rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi termasuk rangka menyilang
dan perlengkapannya
c) Independent scaffold
Scaffolding yang dilengkapi dengan tiang sebanyak dua atau lebih
Universitas Sumatera Utara
19
dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan membujur
d) Hanging scaffold
Scaffolding Independent yang digantungkan pada salah satu struktur tetap dan
tidak dapat diangkat dan diturunkan
e) Mobile scaffold
Scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah dan dilengkapi roda pada
bagian bawah tiang
f) Single pole scaffold
Scaffolding terdiridari tiang satu deret yang disambung dengan ledger, putlog
diikat pada ledger dan diperkuat pada salah satu dinding struktur tetap atau
bangunan
g) Tube scaffold
Scaffolding yang mempergunakan pipa sebagai tiang, rangka menyilang,
pengikat dan lain-lain, yang disambung dengan klamp
h) Scaffolding Overhead
Scaffolding yang dipasang disuatu ketinggian tertentu pada bagian luar suatu
bangunan yang sifatnya dibangun keatas atau kebawah yang berdii sendiri
dengan bantuan batang penopang
Universitas Sumatera Utara
20
Gambar jenis-jenis Perancah Pipa ( Single Tube Scaffolding ) :
Gambar 2.1 : Scaffolding Independent
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar 2.2 : Scaffolding Modular
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2.3 : Scaffolding Hanging
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar 2.4 : Scaffolding Mobile
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.5 : Spur Scaffold
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar 2.6 : Cantilever Scaffold
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar.2.7 : Drop Scaffold
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar.2.8 : Tower Scaffold
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar.2.9 : Bird Cage Scaffolding
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar.2.10 : Gambar Perancah Frame (Frame Scaffolding)
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar.2.11 : Gambar Perancah Kayu Bulat (Round Pole Scaffolding)
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar.2.12 : Gambar Perancah Bamboo
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar.2.13 : Gambar perlengkapan perancah pipa (coupler scaffold)
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Gambar.2.14 : Gambar macam-macam clamp scaffolding
(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)
Universitas Sumatera Utara
27
2.2.1 Komponen-komponen dari scaffolding
Menurut Alkon 1997 dalam struktur pendirian scaffold ada banyak macam bagian
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari scaffold, komponen-komponen tersebut
antara lain :
1) Tiang vertical ( standart )
Adalah merupakan tiang utama dari konstruksi scaffolding, tiang vertical
harus berdiri dengan dilandasi / diatas Base plates atau Jack Base pada
dasar yang tidak rata, pipa harus lurus dengan ukuran medium (22mm X 1
ó X 6m)
2) Ledger ( Gelagar memanjang )
Ledger berfungsi sebagai pengikat antara tiang vertical dan untuk
membentuk lift pada perancah dan sebagai tumpuan transom, antara
standart dan ledger harus diikat dengan clamp mati ( right angle coupler ).
Jarak standart dengan ledger 1.60 m.
3) Transom ( Gelagar melintang )
Transom terpasang diatas ledger gunanya untuk penumpu platform /
pelataran kerja. Jarak standart dari transom adalah 3.4 feet ( 1 m ) pada
ketebalan papan 38 mm, tidak diperbolehkan memasang transom di bawah
ledger, dan harus menggunakan clamp mati ( right angle coupler ).
4) Bracing ( pipa silang )
Adalah pipa silang yang harus disediakan pada setiap konstruksi perancah,
Universitas Sumatera Utara
28
yang berfungsi sebagai penguat / membuat kekakuan pada konstruksi
perancah. Harus diikat dengan clamp hidup ( Swivel Coupler ).
5) Guardrail / Handrail ( palang pengaman )
Handrail dipasang diatas midrail dan harus diikat dengan clamp mati (
Right angle coupler ), berfungsi sebagai palang pengaman agar orang tidak
jatuh saat berada di atas pelataran.
6) Midrail ( Palang Tengah )
Midrail terpasang pada guardrail post dibawah dari Handrail dan di atas toe
board, fungsinya adalah untuk menjaga agar orang tidak jatuh pada saat
berada di bawah handrail.
7) Toe Board ( papan kaki )
Toe Board ditempatkan diatas platform atau pelataran kerja dibawah
midrail, minimum ketinggian toe board adalah 15 cm dari lantai kerja.
Fungsinya adalah untuk menjaga agar peralatan atau material yang berada
diatas platform tidak jatuh apabila tidak sengaja tertendang.
8) Timber Sole / Sole plate ( papan Alas )
Timber sole ditempatkan dibawah dari tiang vertical, di bawah base plates
atau jack base. Fungsinya adalah untuk menahan agar tiang vertical tidak
ambles pada permukaan yang lembek, dan juga berfungsi untuk
menyalurkan beban pada tiang vertical, tersebar merata kelandasan yang
lebih luas.
Universitas Sumatera Utara
29
9) Base Plates ( plat dasar )
Base Plates dipasang diatas timber sole dan dibawah sebagai alas
tiangvertical. Fungsinya adalah untuk menjaga kerusakan pada ujung tiang
vertical dan menjaga agar tiang vertical tidak bergeser dan di pakukan ke
timber sole.
10) Jack Base
Jack Base digunakan untuk landasan tiang vertical apabila dasar dari
perancah / scaffolding tidak rata, karena jack base bisa diajas untuk
menaikkan dan menurunkan tiang vertical.
11) Swivel Coupler ( clamp hidup )
Swivel Coupker hanya digunakan untuk mengikat pipa silang atau
menyambung pipa, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa horizontal
dengan pipa vertical.
12) Right Angle Coupler ( clamp mati )
Right Angle Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa horizontal
dengan pipa vertical, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa silang.
13) Joint Pin ( penyambung )
Joint Pin digunakan sebagai penyambung antara ujung pipa.
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 2.15
2.3 Beban Rancang Bangun / Desain
AS 1576-1 mengenalkan 3 ( tiga ) elemen beban dengan melibatkan perhitungan
beban desain, yaitu :
a. Beban Mati ( Dead Loads )
Beban ini adalah berat scaffolding dan perlengkapannya, seperti :
Landasan / dek, pengaman tepi landasan, tali gantungan, pegangan tangan,
tangga, jala pengaman, tali berjalan, komponen pengikat / kunci, hoist, kabel-
kabel listrik dan lain - lain yang terkait.
b. Beban Tambahan ( Environmental Loads )
Beban yang timbul akibat pengaruh dari luar terhadap scaffolding, yaitu :
kekencangan angin, beban hujan, beban salju dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
31
c. Beban Hidup ( Live Loads )
Beban hidup yang dimaksudkan dalam penggunaan scaffolding adalah :
1) Berat pelaksana / pekerja yang tidak boleh lebih dari 80 kg setiap orang
2) Berat barang / material dan komponen yang diperlukan
3) Berat perkakas dan peralatan yang digunakan oleh pekerja
4) Berat beban tumbukan / benturan
Adapun kategori berat beban hidup yang dapat ditanggung oleh scaffolding sesuai
dengan schedule 6 AS 1575-1 ( Australia Standart ) adalah sebagai berikut :
a) scaffolding penggunaan ringan ( Light duty ) dengan beban maksimum 225
kg/bay
b) scaffolding penggunaan sedang ( medium duty ) dengan beban maksimum 450
kg/bay
c) scaffolding penggunaan berat ( heavy duty ) dengan beban maksimum 675
kg/bay
Gambar 2.16 Scaffolding Duty
Universitas Sumatera Utara
32
Menurut Alkon 1997 hal-hal terpenting yang harus dilakukan dalam penggunaan
scaffolding / perancah, adalah :
1) Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, untuk mencegah
bahaya dan menjaga keseimbangan
2) Dalam penggunaan perancah, harus dijaga bahwa beban / gaya muatan
tidak boleh melebihi kapasitas yang ditentukan ( over loaded )
3) Perancah tidak boleh dipakai untuk menyimpan bahan-bahan ( material )
kecuali bahan-bahan yang akan segera dipakai / dipasang
4) Karyawan tidak boleh bekerja di dekat bangunan perancah sewaktu angin
kencang
5) Kejutan gaya yang besar tidak boleh dibebankan kepada perancah /
scaffolding
2.4 Prosedur keselamatan kerja scaffolding
Menurut Gunanusa Utama Fabricators 2010, Agar proses pendirian dan pemakaian
scaffolding aman dan tidak mengalami kecelakaan pada pekerja yang bekerja pada /
diatas scaffolding, maka prosedur keselamatan kerja scaffolding harus diterapkan
yaitu :
a. memakai pakaian kerja yang rapi, tidak sempit atau terlampau longgar
b. memakai topi pengaman ( safety helmet )
c. memakai sepatu keselamatan ( safety shoes )
Universitas Sumatera Utara
33
d. memakai sarung tangan kulit ( hand gloves )
e. memakai sarung kunci scaffolding ( scaffold key house )
f. memakai full body harness
2.5 Perundang-undangan
Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi adalah karena
penggunaan scaffolding yang tidak tepat. Dan didalam peraturan pemerintah telah
disahkan undang-undang yang mengatur tentang scaffolding. diantaranya adalah :
1) Permenaker dan trans No.PER-01/MEN/1980 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja :
a) Pasal 1 (e)
“ Perancah (scaffolding) adalah bangunan pelataran (platform) yang
dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja,
bahan-bahan, serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan
termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran”.
b) Bab II, Pasal 12
“Perancah yang aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang
tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri diatas
konstruksi yang kuat dan permanen kecuali apabila pekerjaan tersebut
dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan tangga”.
Universitas Sumatera Utara
34
c) Bab II, Pasal 13
(1) ayat 1) “Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat
sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja, alat-alat dan bahan-
bahan yang dipergunakan”
(2) ayat 2) “Lantai perancah harus diberi pagar pengaman apabila tinggi
lantai lebih dari 2 meter”
2) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT)
4) Occupational Health Safety & Welfare Regulator ( Standart Australia )
Menurut Slamet Eko W 2010 tentang jenis perlindungan terjatuh (fall protection)
yang paling penting yaitu:
a) Sistem Pelindung Utama (Primary Fall Arrest System) adalah
pelindung sisi platform, lantai dan lorong jalan (walkways).
Pelindung jatuh jenis ini terdiri dari:
(1) Guard rails (pegangan tangan): rail atas (tinggi: 42 inchi atau sekitar
107 cm), rail tengah (tinggi 21 inchi atau sekitar 53 cm), dan toe board
(rail pada sisi lantai lebar 4 inchi atau sekitar 10 cm).
Universitas Sumatera Utara
35
(2) Floor opening atau hole covers (penutup lobang lantai): harus betul-
betul menutup bagian yang terbuka untuk mencegah accidental
displacement.
b) Sistem Pelindung Jatuh Secondary (Secondary Fall Arest System)
(1) Full Body Harness harus dilengkapi dengan D-ring mounted pada
bagian belakang dari harness.
(2) Penggunaan safety belts atau sabuk safety (bukan full body harness)
dilarang.
(3) Inspeksi dilaksanakan mengikuti cheklist yang disediakan oleh
supleyer.
(4) Pemeriksaan sebaiknya dilaksanakan oleh P2K3 atau safety atau
personil yang ditugaskan.
(5) Dokumentasi hasil pemeriksaan harus tersimpan dala file.
c) Lanyard
(1) Harus dilengkapi dengan locking snaphooks.
(2) Harus dipasangkan pada D-ring mounted di bagian belakang harness.
(3) D-ring depan dan samping hanya digunakan untuk positioning saja.
Universitas Sumatera Utara
36
(4) Ujung yang lain pada lanyard harus di kaitkan pada tempat kaitan
atau gantungan atau “titik jangkar” (anchor point) pada batas atau di
atas pinggang si pekerja.
(5) Snap hook dari ujung lanyard yang dikaitkan pada anchor point harus
dari jenis double-locking (double action); dalam hal ini jenis
carabiner atau karabiner dapat digunakan untuk sambungan dengan
D-ring belakang.
(6) Panjang ideal lanyard adalah 4 feet (1.24m) dan tidak melebihi 6 feet
(1.8m)
(7) Sebelum digunakan lanyards harus dicek untuk mengetahui adanya
yang rapuh, robek atau tanda-tanda kerusakan lainnya.
(8) Lanyard yang sudah terkena impact atau akibat dari jatuh sebaiknya
tidak digunakan lagi.
(9) Lanyard harus disimpan di tempat yang terjaga baik suhu serta
kelembabannya.
Universitas Sumatera Utara
37
d) Anchor Point
(1) Harus mampu menahan berat minimal 2270 kg (500 lbs).
(2) Palang pipa pada struktur dapat digunakan sebagai anchor point,
tetapi yang berikut ini tidak diijinkan untuk digunakan sebagai
anchor point:
(a) Conduits (pipa penyalur, kabel listrik)
(b) Spouts (pipa air atau penyalur air)
(c) Pipa-pipa sprinkler (sprinkler lines) seperti pipa plastic
(plastic pipe)
(3) Sesuatu yang memiliki sisi atau pinggiran yang tajam tidak dapat
digunakan sebagai anchor point karena dapat mengakibatkan lanyard
terkoyak.
2.5.1 Perundang-Undangan Inspeksi scaffolding
Untuk ketentuan dalam pemerikasaan scafolding agar ditaati maka harus ada
Undang-undangnya, yaitu :
1) Occupational Health Safety & Welfare Regulation
“Scaffolding dan perlengkapannya harus diperiksa secara regular oleh
inspektor selambat-lambatnya 3 bulan sekali ( Regulation 209 )”
Universitas Sumatera Utara
38
2) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984
“Inspektor memiliki wewenang terhadap pemeriksaan tempat kerja
sewaktu-waktu dan mewajibkan scaffolder untuk menjawab
pertanyaan yang di lontarkan sehubungan dengan kondisi tempat
kerja”.
2.6 Cara Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding
Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran di Guna nusa Fabricators
diperhatikan cara-cara atau prosedur yang harus dijalankan seorang scaffolder.
a. Pemasangan scaffolding
1) Sebelum memulai erection ( pendirian ) scaffolding, yang perlu pertama kali
diperhatikan adalah kondisi dasar ( ground ) pastikan tidak akan longsor /
tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, kalau dasar konkret beton
periksa ketebalannya.
2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler dll) sebelum
dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut bertanggung jawab di dalam
pemeriksaan kondisi material.
3) Sebelum mulai mendirikan scaffolding, pastikan kondisi sekitarnya aman,
tidak ada kabel power di atasnya, tidak terlalu dekat lobanglobang galian,
Universitas Sumatera Utara
39
tidak ada pekerjaa-pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar
lokasi pemasangan perancah.
4) Petugas keselamatan kerja / safety bekerja sama dengan supervisor
sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan tentang peraturan-peraturan
dan cara-cara kerja yang aman (tool box meeting), juga memeriksa semua
peralatan kerja dan peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.
5) Lokasi sekitar pendirian perancah harus di barricade dan tempatkan papan
pemberitahuan (notice board).
6) Semua kunci-kunci perancah harus di beri tali pengaman.
7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material perancah, di dalam
pemasangannya harus menggunakan tambang untuk menurunkan dan
menaikkan material.
Untuk scaffolding yang di gantung atau di atas bangunan konstruksi, misal hanging
scaffold yang harus dilakukan adalah membuat penahan atau pengikat dulu dengan
struktur konstruksi. Komponen dari scaffolding yang bisa digunakan sebagai
pengikat bisa dari hand drail, transom, ledger tergantung dari posisi scaffolding
dengan bangunan induk.
Universitas Sumatera Utara
40
Ketentuan penggunaan tangga portable pada scaffolding :
1) Tangga yang terbuat dari metal dengan batas ketinggian 9 meter dan 15
meter, tangga tunggal atau yang dapat disetel kepanjangan nya
2) Tidak dianjurkan penguat tangga di pasang pada lantai kerja
3) Prinsip utama dalam penggunaan tangga diatur pula sebagai berikut :
a) Tangga lipat dibuat hanya untuk tempat yang betul-betul terbuka dan
posisi tangga di kunci
b) Tangga harus diperiksa sebelum dipakai. Perhatikan kondisi tiang
samping, karet anti slip, anak tangga, tali pengikat, dll
c) Semua tangga harus bersandar di bagian atas untuk untuk menambah ke
setabilan.seorang harus memegang tangga pada waktu teman lain
mengikat bagian atasnya sampai selesai. Jadi untuk mendirikan tangga
harus dua orang
d) Ujung tangga paling tidak harus tiga anak tangga dari titik penyangga
diatas platform
e) Menghadaplah kearah tangga sewaktu naik atau turun, jangan
membelakangi
Universitas Sumatera Utara
41
f) Dilarang keras untuk untuk memperggunakan tangga yang terbuat dari
logam dilingkungan suatu instalasi listrik. Gunakan tangga dari kayu
g) Setiap tangga harus memiliki spesifikasi, jangan menggunakan tangga
sembarangan untuk menjamin keselamatan pemakai
h) Tangga hanya dipasang pada jalur masuk ke lantai scaffolding
i) Hanya satu orang pekerja yang dianjurkan berada pada tangga dalam
waktu menaiki atau menuruni
j) Tangga yang sudah rusak tidak boleh di gunakan lagi, dan keluarkan
tangga yang rusak dari tempat kerja / lapangan
b. Perawatan dari Perancah
Perawatan scaffolding di Gunanusa Fabricators mutlak diperlukan guna menjaga
kondisi scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat dipakai
dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum digunakan :
1) Perancah harus sebelumnya diperiksa oleh petugas yang berwenang / ahli untuk
memastikan scaffolding sudah layak pakai atau belum.
2) Perancah harus diperiksa ulang seminggu (7 hari) sekali atau sesudah angin
kencang / cuaca buruk. Agar dapat diketahui lebih dini jika mengalami
kerusakan.
Universitas Sumatera Utara
42
3) Perancah harus diperiksa si pemakai setiap harinya untuk memastikan kondisi
lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau hilang.
4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus di lengkapi dengan scaffold tag yang
berwarna hijau ( green tag ) yang berarti aman untuk digunakan.
5) Perancah yang belum siap pakai atau ada salah satu dari bagian scaffolding
tersebut yang hilang atau terlepas harus dilengkap dengan tanda merah ( red tag)
yang berarti tidak aman untuk digunakan.
6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan keselamatan ( notice
board ).
7) Semua material scaffolding harus diberi tanda ( dicat ) untuk mempermudah
pengawasan dan pencarian kalau hilang.
c. Pembongkaran Scaffolding
Dalam melakukan pembongkaran kita tidak boleh asal melepas bagian-bagian
scaffolding yang terpasang, karna bila dilakukan pembongkaran tanpa / tidak sesuai
dengan ketentuan maka akan bisa terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :
1. Sebelum memulai pembongkaran scaffolding, lokasi sekitar pembongkaran
harus di beri barricade dan papan-papan pemberitahuan.
Universitas Sumatera Utara
43
2. Pembongkaran perancah harus dilakukan oleh orang yang memasangnya, dan
harus dimulai dari atas.
3. Jangan sekali-kali membongkar perancah dimulai dari bawah atau tengah, dari
konstruksi scaffolding.
4. Perancah tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya, kecuali bila masih
tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau atas ijin dari pengawas yang
berwenang.
5. Didalam menurunkan material perancah pada pembongkarannya harus
menggunakan tambang satu persatu diturunkan.
6. Tidak dibenarkan melemparkan kebawah semua material perancah pada
pembongkarannya.
7. Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak boleh dibiarkan
berserakan.
2.7 Pengujian Papan Scaffold
Pengujian papan mutlak dilakukan, khususnya apabila melakukan penggantian papan
yang akan digunakan. Cara pengujian ada 2 macam cara, yaitu :
1. Pengujian Statis
Universitas Sumatera Utara
44
Pengujian ini dilaksanakan terhadap sebuah papan dengan jalan meletakkan ujung
papan pada dua buah tumpuan yang berjarak 1,8 meter, beban diletakkan pada
bagian tengah papan dengan beban tumpuan 300 kg
Disamping kerusakan yang mungkin terjadi, perlu pula diukur kelengkungan papan
dengan ketentuan :
a. Tebal papan 30 mm,kelengkungan max 63 mm
b. Tebal papan 32 mm, kelengkungan max 60 mm
c. Tebal papan 38 mm, kelengkungan max 44 mm
2. Pengujian Dinamis
Pada pengujian ini papan diletakkan pada dua buah tumpuan dengan jarak 3,4 meter
pada ketinggian papan 150 mm dari permukaan lantai. Beban dinamis yang
diberikan adalah loncatan satu atau dua orang pada papan dengan jarak 2,7 atau 2
meter dari masing-masing penumpu. Sehingga terjadi kelengkungan dan kemudian
diukur dengan ketentuan maximal adalah :
a. 95 mm untuk beban dua orang
b. 52 mm untuk beban satu orang
Universitas Sumatera Utara