bab ii tinjauan pustaka 2.1. pengertian keselamatan...

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan Pasien Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada 5 (lima) isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait kelangsungan hidup rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes RI, 2008). The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan sebagai freedom from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai ranah pertama dari mutu dan definisi dari keselamatan ini merupakan pernyataan dari perspektif pasien (Kohn, dkk, 2000 dalam Sutanto, 2014). Pengertian lain menurut Hughes (2008) dalam Sutanto (2014), menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cedera terhadap pasien. Pencegahan cedera didefinisikan sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek keselamatan pasien diartikan sebagai

Upload: lykhanh

Post on 15-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keselamatan Pasien

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah

sakit. Ada 5 (lima) isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah

sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas

kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa

berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan

(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan

keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait kelangsungan hidup rumah sakit.

Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada

pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk

dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan

(Depkes RI, 2008).

The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan sebagai freedom

from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai ranah pertama dari mutu

dan definisi dari keselamatan ini merupakan pernyataan dari perspektif pasien

(Kohn, dkk, 2000 dalam Sutanto, 2014). Pengertian lain menurut Hughes (2008)

dalam Sutanto (2014), menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan

pencegahan cedera terhadap pasien. Pencegahan cedera didefinisikan sebagai

bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai

hasil perawatan medis. Sedangkan praktek keselamatan pasien diartikan sebagai

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

menurunkan risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan

paparan terhadap lingkup diagnosis atau kondisi perawatan medis.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKP-RS (2008) mendefinisikan

bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).

Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm/ cedera yang

tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi

(penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian dan lain-lain), terkait

dengan pelayanan kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/

2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera

yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk

menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hippocrates kira-kira 2400

tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui

dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan

khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya

Kejadian Tidak Diharapkan- KTD (Adverse Event) apabila tidak dilakukan

dengan hati-hati karena di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi

dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.

Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik

dapat terjadi KTD (Depkes RI, 2008).

Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap

kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi

mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak

Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya

disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian

Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat disingkat KNC adalah terjadinya insiden

yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya

disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul

cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang

sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera

yang serius (Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).

2.2. Pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit

2.2.1. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Menurut Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 bahwa rumah

sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan

program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan

Pasien Rumah Sakit. Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan

Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

pelaksana kegiatan keselamatan pasien. TKPRS yang dimaksud bertanggung

jawab kepada kepala rumah sakit. Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen

rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit. TKPRS

melaksanakan tugas:

1. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai

dengan kekhususan rumah sakit tersebut;

2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan

pasien rumah sakit;

3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,

pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan

(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit;

4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk

melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;

5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta

mengembangkan solusi untuk pembelajaran;

6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam

rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan

7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

2.2.2. Standar Keselamatan Pasien

Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.

Standar Keselamatan Pasien meliputi (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/

2011):

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

a. hak pasien;

b. mendidik pasien dan keluarga;

c. keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;

d. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien;

e. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;

f. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan

g. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan

pasien.

2.2.3. Sasaran Keselamatan Pasien

Dalam Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa

setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien.

Sasaran Keselamatan Pasien meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut :

a. Ketepatan identifikasi pasien;

b. Peningkatan komunikasi yang efektif;

c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;

d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

f. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) merupakan syarat untuk diterapkan di

semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety

Solutions dari World Health Organization (WHO) dalam Sutanto (2014) Patient

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

PERSI (KKP-RS, PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik

dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah

dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus

berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem

yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada

solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah

tercapainya hal-hal sebagai berikut :

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Standar SKP I

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan

ketelitian identifikasi pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran I

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir

semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien

bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami

disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit,

adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk

melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai

individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk

kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki

proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika

pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain

untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.

Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk

mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,

tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor

kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/

atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang

berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau

ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu

proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur

agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.

Elemen Penilaian Sasaran I

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/

prosedur.

5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang

konsisten pada semua situasi dan lokasi.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif

Standar SKP II

Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas

komunikasi antar para pemberi layanan.

Maksud dan Tujuan Sasaran II

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami

oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah

diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi

kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti

melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau

prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (memasukkan ke

komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;

kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil

pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca

ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga

menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read

back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat

di IGD atau ICU.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

Elemen Penilaian Sasaran II

1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil

pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan

kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau

yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan

komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)

Standar SKP III

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan

obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).

Maksud dan Tujuan Sasaran III

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen

harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan

yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering

menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang

berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)

seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa

dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang

sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit

konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium

sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak

mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat

kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada

keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau

mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan

obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara

kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat

daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.

Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang

membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta

pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di

area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak

sengaja/kurang hati-hati.

Elemen Penilaian Sasaran III

1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses

identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan

elektrolit konsentrat.

2. Implementasi kebijakan dan prosedur.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika

dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian

yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus

diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat

(restricted).

Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

Standar SKP IV

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,

tepat-prosedur, dan tepat- pasien.

Maksud dan Tujuan Sasaran IV

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien pada operasi, adalah sesuatu yang

mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah

akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota

tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site

marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu,

asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,

budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,

permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca

(illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi

yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan

suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah

yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang

digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di

The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong

Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus

digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang

yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika

memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi

operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur

(jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

a. memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

b. memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan

yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan

c. melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/ atau implant-

implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau

kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan

dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas,

misalnya menggunakan checklist.

Elemen Penilaian Sasaran IV

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk

identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses

penandaan.

2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk

memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan

fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum

insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan

pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang

seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,

termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar

operasi.

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Standar SKP V

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi

yang terkait pelayanan kesehatan.

Maksud dan Tujuan Sasaran V

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi

pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai

dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi

pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali

dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun

infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand

hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/ atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand

hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di

rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran V

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene

terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO

Patient Safety).

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3. Kebijakan dan/ atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan

pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait

pelayanan kesehatan.

Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Standar SKP VI

Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien

dari cedera karena jatuh.

Maksud dan Tujuan Sasaran VI

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat

inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang

disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh

dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.

Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh

pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.

Elemen Penilaian Sasaran VI

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko

jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi

perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.

2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka

yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.

3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan

cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.

4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan

pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah

sakit.

2.2.4. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang

ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus

mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas

pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-

faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/

VIII/ 2011).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, rumah sakit

melaksanakan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit yang

terdiri dari (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011) :

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;

b. Memimpin dan mendukung staf;

c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;

d. Mengembangkan sistem pelaporan;

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;

g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

2.2.5. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien

Menurut Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 menyatakan bahwa

sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit dan kepada Komite

Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pelaporan insiden kepada Komite

Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC

dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.

Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak

mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden ditujukan untuk

menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).

Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam

waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang ada. TKPRS

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang

dilaporkan. TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit.

Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian

Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan

Pasien Rumah Sakit. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit

melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas

laporan secara nasional (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).

2.3. Rumah Sakit

2.3.1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi

masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu

dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat.

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan

diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu, dan berkesinambungan. Tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi

melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan upaya kesehatan

penunjang.

2.3.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah

pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah

sakit umum mempunyai fungsi:

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

2.3.3. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56

Tahun 2014, Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,

dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam

Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

a) Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Umum Kelas A;

2. Rumah Sakit Umum Kelas B;

3. Rumah Sakit Umum Kelas C; dan

4. Rumah Sakit Umum Kelas D.

b) Rumah Sakit Umum Kelas D diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

2. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

c) Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Khusus Kelas A;

2. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan

3. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

d) Penetapan klasifikasi Rumah Sakit didasarkan pada:

1. pelayanan;

2. sumber daya manusia;

3. peralatan; dan

4. bangunan dan prasarana.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

A. Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit

meliputi:

1) Pelayanan medik;

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

a) Pelayanan gawat darurat;

pelayanan ini harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari

secara terus menerus.

b) Pelayanan medik spesialis dasar;

Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

c) Pelayanan medik spesialis penunjang;

Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi,

radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.

d) Pelayanan medik spesialis lain;

Pelayanan medik spesialis lain meliputi pelayanan mata, telinga hidung

tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,

kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan

kedokteran forensik.

e) Pelayanan medik subspesialis;

Pelayanan medik subspesialis meliputi pelayanan subspesialis di bidang

spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan

pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi,

urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan gigi mulut.

f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut meliputi pelayanan bedah mulut,

konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti, prosthodonti,

pedodonsi, dan penyakit mulut.

2) Pelayanan kefarmasian;

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

3) Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalis

dan spesialis serta asuhan kebidanan.

4) Pelayanan penunjang klinik;

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif

untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan

rekam medik.

5) Pelayanan penunjang nonklinik;

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,

ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

6) Pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

a. jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

b. jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah

Sakit milik swasta.

B. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:

1) Tenaga medis;

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

a. 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar;

d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang;

e. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

f. 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

subspesialis; dan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

gigi mulut.

2) Tenaga kefarmasian;

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

c. 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10

(sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2

(dua) tenaga teknis kefarmasian;

e. 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua)

tenaga teknis kefarmasian;

f. 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat

jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya

disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan

g. 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap

melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan

dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan

dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

3) Tenaga keperawatan;

Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur

pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

4) Tenaga kesehatan lain;

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

5) Tenaga nonkesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan

pelayanan Rumah Sakit.

C. Peralatan

Peralatan Rumah Sakit Umum kelas A harus memenuhi standar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan paling sedikit terdiri dari

peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat

intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan

darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

A. Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling sedikit

meliputi:

1) Pelayanan medik;

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

a) Pelayanan gawat darurat;

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

Pelayanan ini harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari

secara terus menerus.

b) Pelayanan medik spesialis dasar;

Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

c) Pelayanan medik spesialis penunjang;

Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi,

radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.

d) Pelayanan medik spesialis lain;

Pelayanan medik spesialis lain, paling sedikit berjumlah 8 (delapan)

pelayanan dari 13 (tiga belas) pelayanan yang meliputi pelayanan mata,

telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan

kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah

plastik, dan kedokteran forensik.

e) Pelayanan medik subspesialis;

Pelayanan medik subspesialis, paling sedikit berjumlah 2 (dua) pelayanan

subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi pelayanan

subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak,

dan obstetri dan ginekologi.

f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling sedikit berjumlah 3 (tiga)

pelayanan yang meliputi pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi,

dan orthodonti.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

2) Pelayanan kefarmasian;

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

3) Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan.

4) Pelayanan penunjang klinik;

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif

untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan

rekam medik.

5) Pelayanan penunjang nonklinik;

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,

ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

6) Pelayanan rawat inap

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah

Sakit milik swasta.

B. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas:

1) Tenaga medis;

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

a. 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang;

e. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

f. 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

subspesialis; dan

g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

gigi mulut.

2) Tenaga kefarmasian;

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8

(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh

minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

e. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2

(dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

f. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi

yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap

atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah

Sakit; dan

g. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat

jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya

disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

3) Tenaga keperawatan;

Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur

pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

4) Tenaga kesehatan lain;

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan

pelayanan Rumah Sakit.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

5) Tenaga nonkesehatan.

Jumlah dan kualifikasi tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan

pelayanan Rumah Sakit.

C. Peralatan

Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan paling sedikit terdiri dari

peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat

intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan

darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

A. Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas C paling sedikit

meliputi:

1) Pelayanan medik;

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

a) Pelayanan gawat darurat;

Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam

sehari secara terus menerus.

b) Pelayanan medik umum;

Pelayanan medik umum meliputi pelayanan medik dasar, medik gigi

mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

c) Pelayanan medik spesialis dasar;

Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.

d) Pelayanan medik spesialis penunjang;

Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi,

radiologi, dan patologi klinik.

e) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah 1 (satu)

pelayanan.

2) Pelayanan kefarmasian;

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

3) Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan.

4) Pelayanan penunjang klinik;

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif

untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan

rekam medik.

5) Pelayanan penunjang nonklinik;

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

6) Pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah

Sakit milik swasta.

B. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas C terdiri atas:

1) Tenaga medis

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

a. 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang; dan

e. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

gigi mulut.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

2) Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling

sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8

(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di

rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian

yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

Rumah Sakit.

3) Tenaga keperawatan

Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan 2

(dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur. Kualifikasi dan kompetensi tenaga

keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

4) Tenaga kesehatan lain

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan

pelayanan Rumah Sakit.

5) Tenaga non kesehatan

Jumlah dan kualifikasi tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan

pelayanan Rumah Sakit.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

C. Peralatan

Peralatan Rumah Sakit Umum kelas C harus memenuhi standar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan paling sedikit terdiri dari

peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat

intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan

darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D

A. Pelayanan

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit

meliputi:

1) Pelayanan medik;

Pelayanan Medik paling sedikit terdiri dari:

a) Pelayanan gawat darurat;

Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam

sehari secara terus menerus.

b) Pelayanan medik umum;

Pelayanan medik umum, meliputi pelayanan medik dasar, medik gigi

mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana.

c) Pelayanan medik spesialis dasar;

Pelayanan medik spesialis dasar paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, dan/atau obstetri dan ginekologi.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

d) Pelayanan medik spesialis penunjang.

Pelayanan medik spesialis penunjang, meliputi pelayanan radiologi dan

laboratorium.

2) Pelayanan kefarmasian;

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

3) Pelayanan keperawatan dan kebidanan;

Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan

asuhan kebidanan.

4) Pelayanan penunjang klinik;

Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan darah, perawatan high care unit

untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan

rekam medik.

5) Pelayanan penunjang nonklinik;

Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa

boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,

ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.

6) Pelayanan rawat inap

Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:

a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;

c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah

Sakit milik swasta.

B. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas D terdiri atas:

1) Tenaga medis

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

a. 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.

2) Tenaga kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu

oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di

rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian

yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

Rumah Sakit.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

3) Tenaga keperawatan

Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sebagaimana dihitung dengan

perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur. Kualifikasi dan

kompetensi tenaga keperawatan) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan

rumah sakit.

4) Tenaga kesehatan lain

Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

5) Tenaga non kesehatan

Jumlah dan kualifikasi tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan

pelayanan Rumah Sakit.

C. Peralatan

Peralatan Rumah Sakit Umum kelas D harus memenuhi standar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan paling sedikit terdiri dari

peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat

intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan

darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

2.3.4. Akreditasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 012 Tahun 2012 tentang

Akreditasi Rumah Sakit, akreditasi adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang

diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh

menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi Standar Pelayanan

Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

secara berkesinambungan. Standar Pelayanan Rumah Sakit adalah semua standar

pelayanan yang berlaku di rumah sakit antara lain standar prosedur operasional,

standar pelayanan medis, dan standar asuhan keperawatan. Instrumen akreditasi

selanjutnya disebut instrumen adalah alat ukur yang dipakai oleh lembaga

independen penyelenggara akreditasi untuk menilai rumah sakit dalam memenuhi

standar pelayanan rumah sakit.

Akreditasi bertujuan untuk:

a. meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit;

b. meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit;

c. meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi; dan

d. mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

2.3.5. Penyelenggaraan Akreditasi

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, dilakukan

Akreditasi yang terdiri dari akreditasi nasional dan akreditasi internasional.

Rumah sakit wajib mengikuti akreditasi nasional. Dalam upaya meningkatkan

daya saing, rumah sakit dapat mengikuti akreditasi internasional sesuai

kemampuan. Rumah sakit yang akan mengikuti akreditasi internasional harus

sudah mendapatkan status akreditasi nasional. Bagi rumah sakit yang telah

mendapatkan status akreditasi nasional maupun internasional, harus sudah

mendapatkan status akreditasi yang baru sebelum masa berlaku status akreditasi

sebelumnya berakhir. Setiap rumah sakit baru yang telah memeroleh izin

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

operasional dan beroperasi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun wajib mengajukan

permohonan akreditasi.

2.4. Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi sebagai berikut :

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam

mengimplementasikan Keselamatan Pasien agar dapat berjalan dengan baik,

meliputi: Tenaga Kesehatan, TKPRS, Sarana dan Prasarana, dan Kebijakan.

a. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan berfokus pada keselamatan

pasien.

b. TKPRS adalah Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dibentuk oleh

rumah sakit dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit.

c. Sarana, prasarana, dan peralatan yang termasuk di dalamnya yaitu: obat,

peralatan pemeriksaan, peralatan kebersihan, dan perlengkapan pemeriksaan

yang mendukung.

d. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan

dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara

bertindak. Peraturan dan undang-undang yang berkaitan dan mendukung

Input

1. Tenaga Kesehatan,

2. TKPRS

3. Sarana dan

Prasarana

4. Kebijakan

Process

Monitoring

Output

Kesiapan RSUD Dr.

R.M. Djoelham Binjai

dalam Implementasi

Sistem Keselamatan

Pasien

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keselamatan …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56301/4/Chapter II.pdf · Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan

sistem keselamatan pasien ini, yaitu Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/

VIII/ 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1) mewajibkan

rumah sakit menerapkan standar keselamatan pasien.

2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan yang ditetapkan, yaitu menggali informasi terkait sejauh mana kesiapan

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dalam mengimplementasikan sistem

keselamatan pasien.

3. Keluaran (output) hasil yang hendak dicapai, yaitu sejauh mana kesiapan

RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai dalam mengimplementasikan sistem

keselamatan pasien.