bab ii tinjauan pustaka 2.1 peningkatan peran badan … · 2018. 8. 15. · 15 bab ii . tinjauan...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peningkatan Peran Badan Pertimbangan Komi
te Sekolah
2.1.1 Hakikat Peningkatan
Nurhasanah dkk (2007:799) menyatakan bah
wa kata tingkat mempunyai arti 1) susunan yang ber
lapis-lapis atau berlenggek-lenggek seperti lenggek
rumah, tumpuan pada tangga; 2) tinggi rendah
martabat (kedudukan,jabatan,kemajuan,peradaban);
3) batas waktu (masa).
Disisi lain Poerwadarminta (2006:1280-1281)
mengmukakan bahwa kata tingkat berarti lapis dari
sesuatu yang bersusun atau berlenggek-lenggek.
Tingkatan berarti tinggi rendah martabat (keduduk
an, jabatan, kemajuan, peradaban). Kata meningkat
mempunyai arti 1) menginjak (tangga), 2) naik (dalam
berbagai-bagai arti seperti meninggi,mengatas, mem
bubung, 3) beralih kepada (peristiwa, masa, bulan),
4) menjadi bertambah banyak (hebat, sangat, gen
ting). Sedangkan kata meningkatkan mempunyai arti
1) menaikkan (derajat, taraf), mempertinggi, memper
hebat, 2) mengangkat diri, memegahkan diri. Kata
peningkatan mempunyai arti proses, cara, perbuat
an, meningkatkan.
16
Dalam penggunaan kalimat makna peningkat
an adalah suatu proses, perbuatan maupun usaha
kegiatan untuk menuju kearah yang lebih baik lagi
dari pada sebelumya. Dari rendah pengetahuan
menjadi bertambah pengetahuan, dari cukup baik
peran sertany menjadi baik.
Dengan demikian pengertian peningkatan ada
lah suatu upaya /usaha yang dilakukan oleh sese
orang guru, instruktur, dosen, nara sumber untuk
membantu Siswa, peserta pendidikan dan pelatihan,
menuju kepada situasi dan kondisi yang lebih baik.
2.1.2 Hakikat Peran
Kata peran serta menurut Surayin (2009) ada
lah:
“merupakan seperangkat derajat yang diha rapkan terhadap seseorang atau sesuatu. Dalam perkembangannya seiring dengan tuntutan demokrasi, peran serta sudah mengalami pergeseran makna.”
Sedangkan Saptoyo (2003) mngemukakan bah
wa:
“peran serta adalah keikutsertaan masya rakat dalam tahapan setiap pem bangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sam pai pada evaluasi program.”
Sementara Saptoyo (2003) memetakan peran
serta dalam tiga makna, yaitu:
“kemauan untuk menyatakan aspirasi dan pikirannya, keterlibatan dalam proses pem bangunan,dan keikutsertaan dalam mengon trol jalannya pem bangunan.”
17
Davis (dalam Mulyasa,2003) memberikan
definisi partisipasi sebagai berikut:
“mental dan emotional invelopment of a person in a group situasional which encou rage him to contribute to group goodang share responbility for them” (keterli batan metal dan emosional dari seseorang dalam situasi kelompok yang menggerakkannya
untuk memberikan kontribusi bagi terca painya tujuan kelompok dan berbagi tang gung jawab).”
Definisi peran serta memberikan gambaran
bahwa peran serta merupakan keterlibatan mental
dan emosional, bukan aktivitas lahiriah saja.
Keterlibatan orang dalam suatu kelompok lebih
bersifat psikologis daripada fisik. Oleh karena itu
keterlibatan orang bukan saja dalam suatu tugas
akan tetapi dalam keterlibatan diri. Ide dari peran
serta adalah motivasi seseorang untuk mengem
bangkan inisiatif dan kreatifitas ke arah ter capainya
suatu tujuan. Ide peran serta merupakan peneri
maan tanggung jawab bersama dalam aktifitas
kelompok. Peran serta merupakan proses sosial
dimana mereka lebih menyertakan diri nya dalam
kelompok organisasi serta berkeinginan kerja, dan
kemudian mendapatkan hasil. Persaan kebersamaan
lebih menonjol dalam menghadapi masalah kerja
daripada kepentingannya sendiri. Adanya peran serta
dapat mendorong mereka lebih bertanggung jawab
secara sosial atas semua anggota daripada sekedar
tangung jawab mekanis (Mulyasa,2003).
18
2.1.3 Hakikat Badan Pertimbangan
Kata pertimbangan berasal dari kara “timbang”
memperoleh awalan per dan akhiran an. Nurhasanah
dkk (2007:798) meengartikan bahwa kata timbang
berarti tidak berat sebelah;sama berat. Sementara
Poerwadarminta (2006:1280-1273) mengartikan
bahwa kata “timbang” mempunyai arti sama berat.
Di era otonomi daerah yang tengah bergulir di
masa sekarang ini, keterlibatan masyarakat serta
partisipasinya menjadi alat ukur dalam keberhasilan
kebijakan dan program pada berbagai bidang, salah
satunya bidang pendidikan. Untuk itu, sebagai
badan atau lembaga yang non-struktural, dalam
perannya sebagai badan yang memberikan pertim
bangan atau nasihat, badan pertimbangan Komite
Sekolah memiliki peran sebagai jembatan dalam
menggali berbagai aspirasi masyarakat. Aspirasi
tersebut kemudian dibahas dalam forum musya
warah Komite Sekolah untuk dimasukkan dalam
perencanaan sekolah.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 044/u/2002 Ten
tang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Menteri
Pendidikan Nasional Komite Sekolah berperan
sebagai: 1) Pemberi pertimbangan (advisory agency)
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
19
pendidikan di satuan pendidikan; 2) Pendukung
(supporting agency), baik yang berwujud financial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan; 3) Pengontrol (con
trolling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pen
didikan di satuan pendidikan; 4) Mediator antara
pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
Sedangkan salah satu Peran Badan pertimbang
an Komite Sekolah adalah memberikan pertimbang
an dalam hal Perencanaan Sekolah iang meliputi:
1)Mengidentifikasi sumber daya pendidikan dalam
sekolah, 2)Memberikan masukan untuk penyusunan
RAPBS, 3) Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah,
orangtua siswa, masyarakat), 4) Memberikan pertim
bangan perubahan RAPBS, 5) Ikut mengesahkan
RAPBS bersama kepala sekolah.
2.1.4 Hakikat Komite Sekolah
Menurut Nanang Fattah (2004:118) mengemu
kakan bahwa:
“Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non politis dan non profit, yang dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para Stakeholders pendidikan ditingkat seko lah sebagai repre sentasi dari berbagai unsur yang bertang gung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.”
20
Disi lain Malik Fajar (2002:12) mendefiniskan
bahwa:
“Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada jalur pendi dikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.”
Nama komite sekolah ini disebut sebagai nama
generik, dengan arti nama badan ini boleh berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing
satuan pendidikan. Nama komite sekolah bisa
diganti dengan Komite Pendidikan, Komite pendi
dikan yang tercantum dalam (Depdiknas,2003:6)
pasal 56 ayat 3 yang menyebutkan bahwa;
“komite sekolah/madrasah, sebagai lam bang Mandiri, dibentuk dan beperan
dalam meningkatkan mutu pelayanan de ngan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga sarana dan prasa
rana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.”
2.2 Hakikat In House Training
Dalam hal pengertian In House training,
Abdurokhman (2014:7) menyatakan bahwa:
“In House Training adalah pelatihan yang dilakukan bagi karyawan di tempat kerjanya dengan cara mengundang pelatih yang professional.”
21
Disisi lain Sudarwan Danim (2013:30) menye
butkan bahwa:
“Pelatihan dalam IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal dikelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatih an. Strategi pe ningkatan kompetensi guru melalui IHT dilaksanakan berdasarkan pemi kiran bahwa sebagian dalam meningkatkan kompetensi tidak harus dilaksanakan seca ra eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain”
Sementara Inyoman Sueta (2010:14) menyata
kan bahwa:
“In-House Training adalah pelatihan yang terjadi atas permintaan suatu komunitas tertentu apakah itu lembaga profit ataupun non profit.”
Fitroh Hanrahmawan (2010:85) juga menyum
bangkan gagasan tentang pengertian In House Trai
ning, bahwa:
“In House Training adalah: upaya me ningkatkan keahlian dan keterampilan se seorang atau sekelompok orang dengan cara mendatangkan tenaga ahli/profesional/
praktisi keinstitusi atau lembaga.”
Dengan demikian dari ungkapan-ungkapan
diatas dapat digaris bawahi bahwa definisi In House
training (IHT) menitik beratkan pada kegiatan pelatih
an di lembaga/perusahaan yang bertujuan untuk
mening-katkan sikap, pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan kebutuhan para peserta pelatihan.
22
Sehingga dengan uraian tersebut dapat
dirangkum bahwa In House Trining (IHT) merupakan
kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dilembaga
sekolah/perusahaan, dengan memberdayakan nara
sumber/instruktur dari dalam atau luar lembaga
sekolah/perusahaan yang bertujuan untuk mening
katkan sikap,pengetahuan, dan keterampilan se
seorang sesuai dengan kebutuhan/ bidang pekerja
an para peserta pelatihan.
2.2.1 Tujuan In House Training
Secara umum, tujuan In-House Training yaitu
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
yang didayagunakan instansi terkait, sehingga pada
akhirnya dapat lebih mendukung dalam upaya
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Selain hal
tersebut di atas, sasaran pelatihan internal ini antara
lain: menciptakan interaksi antara peserta (yang
berasal dari berbagai unit kerja yang berbeda)
termasuk dengan narasumber untuk saling sharing
informasi yang berkaitan informasi yang up-to date
tentang teknologi informasi dan aplikasinya diling
kungan instansi yang terkait serta mempererat rasa
kekeluargaan/kebersamaan, meningkatkan motivasi
baik bagi peserta maupun bagi narasumber untuk
membiasakan budaya pembelajaran yang berkesi
nambungan, untuk mengeksplorasi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi di lapangan yang ber
kaitan dengan peningkatan efektifitas kerja, sehingga
23
dapat diformulasikan solusi pemecahannya secara
bersama-sama.
2.2.2 Langkah-langkah In house Training
Setiap kegiatan pendidikan dal latihan, dapat
menggunakan langkah-langkah yang sesuai dengan
keinginan penyelenggara kegiatan.
Dalam kegiatan pendidikan dan latihan dengan
menggunakan model In House Training yang
dilaksanakan untuk meningkatkan peran badan
pertimbangan komite sekolah di gugus lokantara
kecamatan Temanggung menggunakan langkah-
langkah-langkah dikemukakan oleh Goad (Fitroh
Hanrahmawan, 2010: 81) antara lain terdiri dari:
1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to
determine training requirements),
2) Desain pendekatan pelatih an (design the training
approach),
3) Pengembangan materi pelatihan (develop the train
ing materials),
4) Pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan
5) Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate
and update the training).
24
2.3 Penelitian Tindakan
Suharsimi Arikunto (2010:33) menyatakan
bahwa :
“ Penelitian tindakan merupakan penelitian eksperimen berkesinambungan dan berkelan jutan. Alasan dilakukannya berkelanjutan karena penelitian tindakan bermaksud meng
uji proses, sehingga kenyamanan dan kelan caran proses tersebut dirasakan oleh siswa sebagai pembelajar an yang menyenangkan dan isinya enak ditang kap.”
Disisi lain Dirjen PMPTK Depdiknas (2009:15)
menyebutkan bahwa:
“penelitian tindakan merupakan peneli tian eksperimen dengan ciri yang khu sus. Jika dalam penelitian eksperimen peneliti ingin mengetahui akibat dari sua tu perlakuan (treatment, tindakan, atau “sesuatu” yang dilakukan), maka pada penelitian tindakan, peneliti mencermati kajiannya pada proses dan akibat dari tindakan yang dibuatnya. Berdasar ha sil pencermatan itulah, kemu dian dila kukan tindakan lanjutan yang merupa kan perbaikan dari tindakan perta ma (dise but sebagai siklus), untuk dapat memperoleh informasi yang mantap tentang dampak tindakan yang dibua tnya.”
Adelman (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010:
142) menyimpulkan bahwa:
“penelitian tindakan merupakan suatu pro ses yang memberikan kepercayaan pada pengembangan kekuatan berfikir reflektif, diskusi, penen tuan keputusan dan tindakan oleh orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam mengatasi kesulit an-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya.”
25
Berdasarkan beberapa pendapat diatas
dapat di garis bawahi bahwa definisi penelitian
tindakan adalah merupakan penelitian eksperimen
yang berkesinambungan dan berkelanjutan, dengan
maksud untuk menguji proses, sehingga proses
belajar dan mengajar dirasakan adanya kenyamanan
dan kelancaran. sehingga siswa merasakan terjadi
nya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (Pakem).
2.4 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Siska Yuni Larasati
(2009) dengan judul Peran Komite Sekolah Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan Di SMA Rongolawe
Kota Semarang menunjukkan bahwa Data yang
diperoleh melalui alat pengumpul data yang diguna
kan adalah metode wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara
dengan beberapa pihak sekolah dapat diketahui
bahwa belum atau tidak semua peran komite sekolah
dilakukan. Dalam menjalankan tugas dan perannya
masih ada kekurangan. Peran komite sekolah
sebagai pemberi pertimbangan diwujudkan dalam
bentuk pemberian pertimbangan terhadap penyedia
an dan penggunaan sarana dan prasarana yang dibu
tuhkan oleh sekolah. Komite sekolah juga mem
berikan pertimbangan terhadap penggunaan dan
pemanfaatan anggaran atau dana yang diperoleh
sekolah, memberikan masukan tentang rancangan
26
anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS).
Peran komite sekolah sebagai pendukung berupa
dukungan materiil dan moril. Peran sebagai
pengontrol dengan melakukan pengawasan terhadap
alokasi anggaran untuk pelaksanaan program
sekolah dan melakukan pengawasan terhadap
partisipasi sekolah pada program sekolah. Komite
sekolah juga berperan serta dalam rangka
transparansi penggunaan alokasi dana pendidikan
yang berasal dari pusat agar lebih dapat dipertang
gungjawabkan. Peran komite sebagai mediator
sejauh ini wujudnya berupa penghubung antara
kepala sekolah dengan masyarakat, kepala sekolah
dengan dewan pendidikan serta kepala sekolah
dengan sekolah itu sendiri dalam hal ini guru, staf
karyawan dan murid. Saran yang diajukan dalam
penelitian ini adalah seharusnya komite sekolah
lebih memahami lagi apa yang menjadi tugas dan
perannya seperti halnya terdapat dalam AD / ART
sekolah. Sekolah, yayasan dan komite sekolah serta
mastyarakat dalam hal ini adalah orang tua murid
bisa lebih bekerja sama dalam meningkatkan mutu
pendidikan, lebih sering melakukan koordinasi
dengan jalan diadakannya dialog secara periodik
untuk membicarakan masalah yang dihadapi sekolah
baik masalah sarana dan prasarana, penggunaan
dana hingga pada masalah siswa atau murid.
Penelitian yang dilakukan Sagala, Syaiful
Purwanti, Dwi Endah Jenny, Dumoro (2012) dengan
judul Pemberdayaan Komite Sekolah Dalam Menin
27
gkatkan Kualitas Manajemen Sekolah menunjukkan
bahwa pada umumnya fasilitas dan SDM dari komite
sekolah masih relatif kurang dan kegiatan yang
dilakukan masih perlu ditingkatkan dalam menjalan
kan peran dan fungsinya. Pemberdayaan komite
sekolah belum maksimum, ditunjukkan dengan
masih banyaknya anggota komite sekolah belum
pernah mengikuti pelatihan/workshop tentang
masalah komite sekolah. Pengetahuan anggota
komite sekolah tentang peran dan fungsi serta impli
kasinya di lapangan perlu ditingkatkan. Telah disu
sun suatu modul/materi dalam meningkatkan
pengeta huan komite dalam rangka pemberdaya
annya. Diharapkan pemerintah (Gubernur Sumatera
Utara) melalui Dinas Pendidikan melakukan pembina
an/pemberdayaan komite sekolah, yakni dengan
meningkatkan peran dan fungsinya dalam mening
katkan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendi
dikan.
2.5 Kerangka Pikir
Sekolah merupakan suatu sistem sosial yang
memperoleh input sumber daya (sumber daya manu
sia, siswa, finansial, dan lain-lain) dari lingkungan
yang selanjutnya diproses di sekolah dan akhirnya
menghasilkan output yang akan dikembalikan ke
lingkungan (masyarakat). Hal ini menunjukkan bah
wa sekolah merupakan organisasi yang tidak dapat
berdiri sendiri, tidak dapat berkembang dan menca
pai kemajuan tanpa keterlibatan dari lingkungan.
28
Sekolah merupakan organisasi yang tidak terpisah
kan dari lingkungan.
Untuk meningkatkan mutu sekolah maka diper
lukan kerjasama antara sekolah, masyarakat, dan
lingkungan. Masyarakat disini yang dimaksud adalah
peran serta Komite Sekolah di Satuan Pendidikan.
Dalam era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
pengelolaan pendidikan perlu dibenahi selaras de
ngan tuntutan perubahan yang dilandasi oleh ada
nya kesepakatan, komitmen, kesadaran, kesiapan
membangun budaya baru dan profesionalisme dalam
mewujudkan “Masyarakat Sekolah” yang memiliki
loyalitas terhadap peningkatan mutu sekolah.
Sekolah membutuhkan pertisipasi dari masya
rakat disekitar lingkungan. Partisipsi ini perlu
dikelola dan dikoordinasikan dengan baik agar lebih
bermakna bagi sekolah, terutama dalam peningkatan
mutu dan efektifitas pendidikan lewat suatu wadah
yaitu komite sekolah disetiap satuan pendidikan.
Dengan demikian pelaksanaan MBS disatuan pendi
dikan dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diha
rapkan.
Namun yang terjadi dilapangan peran Komite
Sekolah ini belum sesuai dengan apa yang diharap
kan. Hal ini terjadi karena Komite Sekolah belum
mengerti dan mamahami peran dan fungsinya seba
gai Komite Sekolah. Untuk itu perlu dilakukan pem
binaan Komite Sekolah agar Komite Sekolah lebih
mengerti dan memahami peran dan fungsinya.
29
Pembinaan secara umum diartikan sebagai
usaha untuk memberi pengarahan dan bimbingan
guna mencapai suatu tujuan tertentu. Dan diha
rapkan melalui pembinaan pelatihan model In House
Training ini nantinya akan meningkatkan peran
badan pertimbangan Komite Sekolah di gugus lokan
tara kecamatan Temanggung Kabupaten Temang
gung.
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir tersebut diatas
peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitian
yaitu:
1. Penerapan program pelatihan In House training
diduga dapat meningkatkan peran badan pertim
bangan komite sekolah dii gugus lokantara
kecamatan Temanggung
2. Penerapan program pelatihan In House Training
dapat meningkatkan peran badan pertimbangan
komite sekolah khususnya dalam memberikan
masukan, pertimbangan, dalam penyusunan Ren
cana Anggaran Kerja Sekolah (RAKS) di gugus
lokantara Kecamatan Temanggung apabila mini
mal tiga (3) dari lima (5) pengurus komite sekolah
melaksanakan peran sertanya sebagai badan
pertimbangan dalam penyusunan RAKS/RAPBS.
Sedangkan RAKS yang disusun meliputi delapan
(8) Standar Nasional Pendidikan (SNP).
30