bab ii tinjauan pustaka 2.1 pre-eklampsia · 2017. 6. 20. · 14 eklampsia. komplikasi pada ibu...
TRANSCRIPT
-
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pre-eklampsia
Sampai saat ini pre-eklampsia masih merupakan salah satu masalah
pelayanan obstetrik di seluruh dunia dan menjadi salah satu dari 3 penyebab
kematian ibu selain perdarahan dan infeksi. Francois Mauriceau pada abad ke 17
atau sekitar tahun 1637 melaporkan adanya seorang wanita hamil yang mengalami
kejang-kejang yang disebut dengan “eclampsia” yang pada saat itu diduga
disebabkan oleh tertahannya lokia dan membusuknya janin yang telah meninggal
dalam kandungan. Pada abad ke 18, Boussier de Sauvages membedakan
eklampsia dengan epilepsi sebagai penyebab dari eklampsia yang hanya terjadi
pada wanita hamil yang dibuktikan dengan tidak pernah ditemukannya gejala
kejang setelah bayi dilahirkan. Kemudian pada tahun 1849 Dr. William Smith
mengemukakan teori adanya bendungan pada otak sebagai penyebab pre-
eklampsia-eklampsia yang diakibatkan oleh adanya toksin yang beredar dalam
darah ibu. Sejak saat itulah penelitian dan pengamatan terhadap penyebab dan
patogenesis terus dilakukan oleh para ahli. Penjelasan tentang etiologi dan
mekanisme patogenesis pre-eklampsia terus berkembang dan mengalami
perubahan dari tahun ke tahun hingga akhirnya diyakini bahwa plasenta menjadi
penyebab dari pre-eklampsia, namun bagaimana mekanisme patogenesisnya
masih belum disepakati (Bell, 2010).
11
-
12
Pre-eklampsia adalah patologi kehamilan yang ditandai oleh hipertensi dan
proteinuri pada umur kehamilan ≥ 20 minggu. Komplikasi kehamilan dengan pre-
eklampsia dapat terjadi pada ibu seperti perdarahan serebral, gagal jantung,
sindroma Hemolysis, Elevated Liver Enzym dan Low Platelet (HELPP), dan pada
bayi yaitu prematuritas, pertumbuhan janin terhambat dan kematian janin dalam
kandungan. Pencegahan dan penanganan komplikasi kehamilan akibat pre-
eklampsia belum dapat dilaksanakan dengan baik oleh karena penyebab pasti pre-
eklampsia belum diketahui. Walaupun demikian strategi untuk mencegah kejadian
pre-eklampsia tetap harus diusahakan, yaitu dengan mengenali faktor risiko dan
mengelola faktor-faktor risiko. Pada aspek penanganan pre-eklampsia saat ini
masih berfokus pada mencegah terjadinya kejang, mencegah komplikasi akibat
hipertensi serta mencegah kelahiran bayi prematur dan kematian janin dalam
kandungan. Perawatan penderita pre-eklampsia yang terkomplikasi serta dampak
pada bayi memerlukan biaya tinggi sehingga pre-eklampsia memerlukan upaya
pencegahan dan penanganan yang adekuat. Terminologi dan diagnosis pre-
eklampsia yang digunakan adalah sesuai dengan kriteria diagnosis dari National
High Blood Pressure Education Programs Working Group Classification tahun
2000 (Cunningham dkk., 2005; Cunningham dkk., 2014).
2.1.1 Terminologi dan klasifikasi
Pre-eklampsia
Kriteria minimum: Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20
minggu dengan protenuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥1 (+) dipstik.
-
13
Beratnya pre-eklampsia lebih meningkat apabila: Tekanan darah ≥160/110
mmHg Proteinuria 2,0 gr/24 jam atau≥ (+) 2 dipstik Kreatinin serum > 1,2 mg/dL
Platelet < 100.000/mm3 Hemolisis mikroangiopatik (peningkatan LDH).
Peningkatan ALT dan AST sakit kepala yang menetap atau gangguan cerebral dan
visual nyeri epigastrik yang menetap. Diagnosis eklampsia ditegakkan apabila
terjadi kejang pada seorang wanita hamil dengan pre-eklampsia tanpa diketahui
penyebab kejang lainnya.
Superimposed pre-eklampsia: Onset proteinuria pada seorang wanita dengan
pre-eklampsia pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
Eklampsia: Kejang yang terjadi pada seorang wanita pre-eklampsia tanpa
diketahui penyebab lainnya.
2.2 Epidemiologi
Pre-eklampsia ditemukan hampir di seluruh dunia, di beberapa negara
berkembang kejadiannya cukup tinggi dengan angka kematian ibu dan bayi yang
tinggi dimana hal ini berkaitan dengan kegagalan upaya pencegahan, kegagalan
pengenalan faktor risiko pre-eklampsia, dan tidak adekuatnya penanganan kasus
pre-eklampsia yang berat.
Di seluruh dunia angka kejadian pre-eklampsia dilaporkan berkisar antara 5–
6%, dengan variasi di beberapa negara. Angka kejadian ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti paritas, ras atau etnis, genetik dan lingkungan. Kelainan
ini merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan perinatal dimana
dilaporkan terjadi 500.000 kematian tiap tahun yang disebabkan oleh pre-
-
14
eklampsia. Komplikasi pada ibu hamil bervariasi, mulai dari hipertensi ringan,
hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma Hemolysis, Elevated
Liver Enzym dan Low Platelet (HELLP), sedangkan komplikasi pada janin juga
bervariasi dari kelahiran prematur, pertumbuhan janin terhambat (PJT) sampai
kematian janin (Cunningham dkk., 2005; Powe dkk., 2011; Cunningham dkk.,
2014).
Di negara maju seperti Amerika Serikat dilaporkan angka kejadian pre-
eklampsia sekitar 5% dari kehamilan dan dari jumlah tersebut sekitar 0,5-2%
berlanjut menjadi eklampsia, yang merupakan penyebab kematian nomor dua
setelah penyakit tromboemboli (Roberts dan Ness, 2009; Cunningham dkk.,
2014). Dengan perawatan intensif maternal dan perinatal yang sudah lebih baik,
maka melahirkan bayi pada saat umur kehamilan masih preterm dapat mencegah
komplikasi dan kematian ibu. Hal ini berbeda dengan di negara–negara
berkembang seperti di Indonesia dimana perawatan intensif maternal dan neonatus
belum memadai sehingga angka kematian ibu dan perinatal menjadi lebih tinggi.
Di Indonesia angka kejadian pre-eklampsia bervariasi antara 2,1-8,5%. Di RSUP
Sanglah Denpasar, Oka dan Surya, 2002-2003, melaporkan kejadian pre-
eklampsia sebesar 5,83% dari 7552 persalinan dalam kurun waktu tersebut.
Sedangkan Sutopo dan Surya, mendapatkan kejadian pre-eklampsia sebesar
9,31% pada periode 2009-2010 (Lidapraja dkk., 2013).
-
15
2.3 Faktor Risiko Pre-eklampsia
Sampai saat ini mekanisme patogenesis dari pre-eklampsia belum diketahui,
diduga terdapat interaksi beberapa faktor risiko antara lain, faktor genetik,
hormonal, maladaptasi imunologik, radikal bebas, stres oksidatif dan dislipidemia.
Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kejadian
pre-eklampsia. Faktor risiko dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok yang
berhubungan dengan kehamilan, dan kelompok yang berhubungan dengan kondisi
kronik ibu (Lam dkk., 2005; Sibai dan Cunningham, 2009; Lazdam, 2010)
Kelompok yang berhubungan dengan kehamilan:
1. Nulipara
2. Umur ibu diatas 35 tahun
3. Umur kehamilan
4. Kehamilan ganda
5. Mola hidatidosa
6. Peningkatan pelepasan mikropartikel sinsiotropoblas
Kelompok yang berhubungan dengan kondisi kronik ibu :
1. Riwayat pre-eklampsia sebelumnya
2. Hipertensi kronik
3. Dislipidemia
4. Peningkatan faktor antiangiogenik/penurunan faktor angiogenik
5. Peningkatan reaksi inflamasi
6. Faktor genetik
7. Faktor lingkungan
-
16
Faktor-faktor risiko tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya sehingga
menjadi pencetus munculnya sindroma pre-eklampsia. Dengan demikian maka
risiko pre-eklampsia adalah multifaktor.
2.4 Patogenesis
Pre-eklampsia diawali oleh kegagalan invasi trofoblas ekstravilus ke dalam
lumen arteri spiralis, sehingga menyebabkan terjadinya kondisi hipoksik-
reoksigenasi trofoblas. Kondisi tersebut merupakan dogma sentral yang sampai
saat ini dipercaya berhubungan langsung dengan patogenesis pre-eklampsia
(Cunningham dkk., 2014).
Sindroma pre-eklampsia akan segera menghilang setelah melahirkan,
sehingga diduga plasenta mempunyai peran sentral dalam munculnya sindroma
ini. Janin dikatakan tidak berpengaruh pada munculnya sindroma ini, terbukti
bahwa pre-eklamsia didapatkan pada kehamilan mola, dan menghilang setelah
jaringan trofoblas di evakuasi (Cunningham dkk., 2014).
2.4.1 Plasenta
Plasenta merupakan bagian dari hasil konsepsi yang secara fungsional belum
banyak dipahami. Beberapa penelitian tentang plasenta mengaitkan plasenta
dengan kesehatan ibu dan janin serta munculnya komplikasi kehamilan seperti
abortus, resistensi insulin, pre-eklampsia, prematuritas dan gangguan
pertumbuhan janin. Namun demikian masih banyak yang belum diketahui
bagaimana hubungan antara protein yang dihasilkan oleh plasenta terhadap
komplikasi kehamilan. Pengetahuan tentang struktur dan fungsi plasenta yang
-
17
mendalam dapat membuka peluang untuk melakukan pencegahan dan terapi
beberapa kelainan medis dan komplikasi kehamilan, seperti pre-eklampsia bahkan
dapat mencegah terjadinya komplikasi kardiovaskuler pada ibu dan anak di
kemudian hari (Gutmacher dkk., 2014).
Plasenta manusia disebut sebagai plasenta hemokorial, yang berarti bahwa
darah ibu kontak langsung dengan darah fetus melalui tropoblas, sehingga
plasenta merupakan organ janin yang berfungsi sebagai jembatan penghubung
antara ibu dan janin. Organ ini selain berfungsi sebagai alat tranportasi substansi
dari ibu ke janin dan sebaliknya juga berfungsi sebagai penghasil berbagai macam
protein termasuk lipid dan hormon. Sel-sel sinsiotropoblas menginvasi sinus vena
dan arteri spiralis di endometrium pada masa kehamilan yang sangat awal yaitu
pada hari ke 17 atau 18 setelah konsepsi. Proses tersebut menghasilkan lakuna-
lakuna yang berisi darah ibu dan membentuk ruang-ruang intervili dimana
terdapat vili dengan pembuluh darah janin didalamnya (Huppertz, 2008).
2.4.1.1 Anatomi plasenta
Plasenta dibentuk melalui proses yang disebut dengan plasentasi. Setelah
nidasi embrio ke dalam endometrium pada minggu ke 4, hasil konsepsi mencapai
stadium blastula yang disebut blasktokista,yang terdiri dari dua bagian yaitu
bagian luarnya adalah tropoblas yang akan berkembang menjadi plasenta dan
bagian dalam yang akan berkembang menjadi janin (inner cell mass). Tropoblas
mempunyai ke mampuan invasi yang kuat dan dikendalikan oleh interaksi
tropoblas dan endometrium. Dalam perkembangannya tropoblas berdeferensiasi
menjadi 3 jenis yaitu, (1) sinsiotropoblas yang menghasilkan hormon β-HCG,(2)
-
18
tropoblas ekstravilus yang melakukan invasi endomterium dan (3) tropoblas
invasif yang melakukan invasi ke arteria spiralis. Secara keseluruhan plasenta
terbentuk melalui 4 fase yaitu, fase pre-implantasi, fase ini adalah fase
terbentuknya tropoblas sebagai bagian dari blastokista yang terdiri dari inner cell
mass yang dikelilingi oleh sel-sel tropoblas mononuklear yang selanjutnya
melakukan aposisi pada endometrium. Proses selanjutnya adalah fase pre-lakunar,
fase ini dimulai pada saat tropoblas menginvasi endometrium kemudian
dilanjutkan dengan proses fusi tropoblas mononuklear menjadi sinsiotropoblas
yang mengelilingi konseptus selama proses nidasi. Tropoblas yang tidak
mengalami fusi akan menjadi sitotropoblas,yang merupakan tropoblas baris ke
dua yang bertindak sebagai stem cells dengan kemampuan membelah dengan
cepat. Pada hari ke 8 setelah konsepsi perkembangan plasenta berada pada fase
lakunar, dimana pada fase ini terbentuk lakuna-lakuna yang merupakan ruang-
ruang yang berisi cairan, dan masa sinsiotropblas yang tersisa akan menjadi
trabekula yang penting dalam pembentukan struktur vili. Segera setelah
terbentuknya lakuna, plasenta terdiri dari 3 zona yaitu; (1) chorionic plate yang
berhubungan dengan fetus, (2) sistem lakunar yang bersama dengan trabekulae
akan membentuk ruang intervili /villi, dan (3) primitive basal plate yang kontak
dengan endomterium. Selanjutnya perkembangan plasenta memasuki fase vilus,
dimana pada fase ini terbentuk vili-villi khorialis (Huppertz, 2008).
Skema implantasi dan proses awal plasentasi dapat dilihat pada gambar
dibawah,
-
19
Gambar 2.1
Implantasi blastokis dan plasentasi (Huppertz, 2008)
2.4.1.2 Anatomi makroskopik plasenta
Plasenta pada kehamilan cukup bulan berbentuk bulat (circular discoidal)
dengan diameter sekitar 22 cm, dengan ketebalan didaerah sentral sebesar 2,5 cm
dengan rata-rata berat sebesar 470 gram. Ditinjau dari sisi maternal-fetal,
permukaan plasenta dibagi menjadi permukaan fetal dan permukaan maternal.
Permukaan fetal dari plasenta adalah chorionic plate yang ditutupi oleh selaput
amnion. Insersi tapi pusat kebanyakan di tengah dari chorionic plate, dimana
pembuluh darah dalam tali pusat merupakan kelanjutan dari pembuluh darah
korionik. Pohon-pohon vili di suplai oleh dua arteria umbilikal yang merupakan
kelanjutan dari pembuluh darah arteri korionik,sedangkan vena korionik
merupakan kelanjutan dari vena di pohon-pohon vili dan menjadi satu vena
umbulikalis.Permukaan maternal dari plasenta adalah basal plate yang merupakan
-
20
permukaan artifisial oleh karena terbentuk dari terlepasnya plasenta pada saat
melahirkan dari dinding uterus. Basal plate terdiri dari tropoblas ekstravilus,sel-
sel stroma desidua,natural killer cells,makrofag dan sel-sel imun lainnya serta
matrik eksra seluler,fibrioid dan bekuan darah. Pada plasenta kehamilan aterm
terdapat sekitar 60 sampai 70 pohon vili yang berasal dari basal plate (Huppertz,
2008)
Berikut adalah gambar makroskopik plasenta
Gambar 2.2
A. Permukaan fetal, B. Permukaan maternal (Huppertz, 2008)
2.4.1.3 Anatomi mikroskopik plasenta
Pohon-pohon vili berasal dari chorionic plate bercabang-cabang yang berakhir
sebagai free floating villi yang berada di dalam ruang inervilus dan terdiri dari vili
mesenkimal, vili intermediate, dan vili terminalis.Vili terminalis adalah
percabangan akhir dari pohon vili dengan panjang lebih dai 100 μm dan diameter
sekitar 80 μm. Pada potongan melintang tampak lebih dari 50% vili terminalis
terdiri dari pembuluh darah kapiler. Struktur dasar vili terdiri dari sitotropoblas
mononuklear yang pada permukaan basalnya tetap kontak dengan membran
-
21
basal,sedangkan permukaan apikal nya kontak dengan sinsiotropoblas yang
menutupinya (Huppertz, 2008). Pada proses nidasi, tropoblas akan berkembang
menjadi tropoblas ekstravilus yang tejadi pada saat kontak sitotropoblas dengan
memban basal dan sinsiotropobas mulai longgar. Pada kehamilan normal vili
pada akhirnya akan terdiri dari sel-sel tropoblas dua lapis. Dengan makin matur
nya plasenta maka sel sitotropoblas akan menghilang sampai tersisa hanya 15 %
saja dibandingkan dengan sel sinsitotroblas (Huupertz, 2008)
Sinsisiotropoblas adalah sel tropoblas yang multinuklear, dimana bagian
dasarnya kontak dengan basal membran dan bagian apikalnya kontak dengan
darah maternal. Sel-sel sinsisiotropblas ini banyak mengandung organel sel
dibandingkan dengan sel tropoblas (Huppertz, 2008).
Gambar berikut menerangkan tentang perkembangan vili koriales :
Gambar 2.3
Perkembangan vili korialis : A) vili mesenkimal yang kaya akan sel-sel
mesenkimal, B) vili intermediate yang terdiri dari sel-sel makropag, C) Vili stem
cell yang terdiri dari sistem perivaskuler konraktil, D) Vili intemrdiate matur,
yang mengandung sedikit stroma dan E) Vili terminal, dimana membrane
vaskul0-sinsisial yg sudah tipis (Huppertz, 2008)
-
22
2.4.1.4 Perubahan fisiologis arteri spiralis pada kehamilan normal
Pada proses plasentasi normal di awal trimester pertama, terjadi perubahan
arteri utero-plasental yang spesifik yaitu:
1. Trofoblas invasif mengganti sel sel otot polos tunika media dan endotel
pembuluh darah.
2. Hilangnya elastisitas pembuluh darah.
3. Pembuluh darah melebar, sehingga berupa tabung yang tidak kontraktil.
4. Hilangnya kontrol vasomotor pembuluh darah.
Perubahan tersebut disebut sebagai proses remodelling, hal ini menyebabkan
menurunnya resistensi aliran darah maternal dan peningkatan perfusi
uteroplasental untuk memenuhi kebutuhan janin (Kaufman dkk., 2003).
Proses plasentasi pada kehamilan awal, stem sel sitotrofoblas pertama kali
akan berdiferensiasi menjadi dua populasi sel yang mempunyai morfologi dan
fungsi yang berbeda, yaitu sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas yang merupakan fusi
atau agregasi dari sitotrofoblas yang membentuk lapisan sinsial pada permukaan
vili korionik. Lapisan ini langsung berhubungan dengan darah ibu, serta
merupakan sawar mekanik dan imunologis antara ibu dan janin, yang
memungkinkan terjadinya pertukaran gas, nutrisi dan pembuangan produk produk
yang tidak bermanfaat. Diferensiasi yang kedua adalah sitotrofoblas membentuk
anchoring villi, dimana struktur ini juga mengandung lapisan sinsisiotrofoblas,
sementara sitotrofoblas mengalami proliferasi dan agregasi membentuk kolumna
sel yang bersifat invasif (Sibai dan Cunningham, 2000; Kauffman dkk., 2003)
-
23
Selanjutnya invasi sitotrofoblas terjadi melalui dua gelombang , yaitu invasi
gelombang pertama dimana sitotrofoblas masuk ke dalam endometrium sampai
sepertiga miometrium, dan invasi gelombang kedua dimana terjadi invasi
sitotropoblas ke dalam arteri spiralis. Kelompok sel ini disebut dengan trofoblas
ekstravillus. Secara fungsional sel–sel trofoblas ekstravillus yang menginvasi
miometrium disebut dengan trofoblas interstisial, sedangkan sel-sel trofoblas
ekstravillus yang menginvasi dinding arteri dan lumen arteri disebut dengan
trofoblas endovaskuler. Selanjutnya, sel-sel tersebut menginfiltrasi dinding
pembuluh darah dan menggantikan sel-sel endotelium dan otot polos dinding
arteri spiralis (Kaufmann dkk., 2003)
Dengan demikian arteri spiralis akan menjadi dilatasi, kehilangan tonus dan
lumennya menjadi lebih lebar sehingga aliran darah ke plasenta dan janin menjadi
lebih banyak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh janin yang sedang berkembang.
Proses ini sudah dimulai pada sekitar umur kehamilan 4 sampai 6 minggu, yang
disebut dengan invasi gelombang pertama yang berlangsung sampai umur
kehamilan 10-12 minggu, kemudian disusul dengan invasi trofoblas gelombang
kedua pada umur kehamilan 14-16 minggu sampai maksimal pada umur
kehamilan 20 minggu (Kaufmann dkk., 2003; Sibai dan Cunningham, 2000).
-
24
Gambar 2.4:
(A) Invasi Trofoblas Interstitial dan (B) Invasi Trofoblas Endovaskuler.
(Kaufmann dkk., 2003)
2.4.2 Plasenta merupakan peran sentral dalam patogenesis pre-eklampsia
Pre-eklampsia merupakan kelainan pada kehamilan dengan mekanisme
patogenesis yang kompleks. Para ahli memandang pre-eklampsia sebagai penyakit
yang terdiri dari dua stadium (Two Stage disease) (Redman dan Sargen, 2003;
Hung dan Burton, 2006).
Stadium I, merupakan stadium asimptomatik, ditandai oleh kegagalan
remodelling arteri spiralis oleh trofoblas ekstravillus sehingga menyebabkan
perfusi intermiten intravillus,yang mengakibatkan konsentrasi oksigen
berfluktuasi (Hipoksia-reoksigenasi), kondisi ini mengakibatkan stres oksidatif
yang menyebabkan meningkatnya radikal bebas. Radikal bebas ini mengakibatkan
-
25
meningkatnya apoptosis sinsisial plasenta dan terlepasnya material plasenta
(deportasi trofoblas) dalam jumlah berlebihan ke dalam sirkulasi maternal.
Gambar 2.5
Plasentasi Normal dan Abnormal pada Pre-eklampsia (Lam dkk., 2005)
Stadium II, merupakan stadium simptomatik sebagai kelanjutan dari stadium
I, dimana pada stadium ini seorang wanita hamil akan mengalami keluhan dan
tanda–tanda hipertensi, protenuria, gangguan ginjal, risiko untuk mendapatkan
sindroma HELLP, eklampsia dan kegagalan organ.
Berdasarkan pengamatan empiris telah lama diketahui bahwa pengobatan
satu-satunya pre-eklampsia adalah dengan melahirkan plasenta, sehingga plasenta
dianggap mempunyai peran sentral dalam patogenesis pre-eklampsia. Pada
-
26
pertumbuhan plasenta normal sitotrofoblas menginvasi arteri spiralis sehingga
arteri spiralis berubah menjadi pembuluh darah yang berdiameter kecil ke
pembuluh darah berkaliber besar yang mampu menyediakan suplai darah yang
cukup untuk pertumbuhan janin (Lam dkk., 2005).
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa iskemik plasenta, stres oksidatif dan
disfungsi endotel merupakan alur utama patogenesis pre-eklampsia, walaupun
masih banyak kontroversi tentang faktor risiko terjadinya iskemik plasenta dan
stres oksidatif.
Berikut adalah skema ringkasan patogenesis pre-eklampsia (Lazdam dkk.,
2010) :
Gambar 2.6
Molecular and Vascular Mechanism of Endotelial Dysfunction in Pre-Eclampsia
( Lazdam dkk., 2010 )
-
27
2.5 Stres Oksidatif Plasenta pada Pre-eklampsia
Pada pemeriksaan patologik plasenta ditemukan adanya penyempitan lumen
arteri dan arteriola yang menandakan terjadinya penurunan kemampuan invasi
sitotrofoblas ke dalam arteri spiralis atau yang disebut dengan kegagalan
remodelling arteri spiralis. Selanjutnya juga didapatkan bukti–bukti peningkatan
indek pulsatilitas arteri uterina yang menandakan terjadinya peningkatan resistensi
pembuluh darah uterus sebelum munculnya gejala dan tanda klinis pre-eklampsia
(Lam dkk., 2005; Cunningham dkk., 2014).
Abnormalitas diferensiasi trofoblas ini merupakan defek awal yang
menyebabkan kondisi hipoksia-reoksigenasi pada plasenta (Roberts dan Gammil,
2005). Defek pada remodeling arteri spiralis ini diduga menjadi penyebab
timbulnya kondisi stres oksidatif plasenta, yang diakibatkan oleh
perfusi/oksigenasi intermiten plasenta. Kondisi stres oksidatif ini disebabkan oleh
ketidak seimbangan radikal bebas dan anti radikal bebas/anti oksidan endogen,
dimana pada pre-eklampsia telah dibuktikan aktifitas anti oksidan endogen
menurun. Sebagai akibat meningkatnya radikal bebas, terutama radikal bebas
anion superoxide yang mengakibatkan kerusakan DNA dengan akibat
meningkatnya apoptosis plasenta, di mana keadaan ini menyebabkan terlepasnya
material plasenta yang disebut syncytiotrophoblast microparticles ke dalam
sirkulasi maternal, sehingga menyebabkan disfungsi endotel dan respon
imunologik yang berlebihan. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya aktivasi
endotel dan beredarnya partikel sinsisiotrofoblas di dalam sirkulasi maternal
sebagai produk dari apoptosis. Manifestasi klinis tersebut terjadi pada umur
-
28
kehamilan lebih dari 20 minggu (Rajmakers dkk., 2004; Roberts dan Gammil,
2005; Lazdam dkk., 2010; Servitje and Lopez, 2012; Cunningham dkk., 2014 ).
2.5.1 F2-Isoprostane sebagai petanda stres oksidatif
Oksidasi dari lipid seluler yang disebut sebagai peroksidasi lipid, merupakan
gambaran utama dari stres oksidatif yang berkaitan dengan patogenesis berbagai
macam penyakit. Peroksidasi lipid diinisiasi oleh adanya radikal bebas yang
menghasilkan produk primer anatara lain dienes terkonjugasi dan
hidroksiperoksida lipid dan produk sekunder antara lain thiobarbituric reactive
substances (TBARS), alkanes dan kelompok senyawa mirip Prostaglandin(PG2) /
PGF2 –like products yang disebut dengan F2-Isoprostan (F-2Isop) (Lawson dkk.,
1999; Milne dkk., 2007).
Morrow pada tahun 1990, menemukan substansi isoprostan dalam tubuh
manusia yang menyerupai prostaglandin F2, yang kemudian dinamakan F2-
isoprostane. F2-isoprostan merupakan suatu metabolit hasil peroksidasi asam
arakhidonat oleh radikal bebas, melalui mekanisme yang di katalisir langsung oleh
radikal bebas (free radical-calatyzed mechanism) dan tidak bergantung pada
peranan enzim cyclooxygenase. F2-IsoP ini memiliki struktur kimia yang cukup
stabil, dibentuk pada tempat serangan dari radikal bebas, kemudian segera
bersirkulasi dalam darah dan diekskresikan melalui urin (Cracowski dkk., 2003).
-
29
Gambar 2.7
Jalur Biosintesis Metabolisme Asam Arahidonat melalui Free Radical-Calatyzed
Mechanism (Pilacik dkk., 2002)
Terdapat 3 bentuk struktur cincin isoprostan, yaitu bentuk D2, E2, dan F2-
isoprostan. Dibandingkan dengan yang lainnya bentuk F2-isoprostan merupakan
yang paling banyak terdapat dalam plasma (Hung dkk., 2002; Fam dan Morrow,
2003; Hung and Burton, 2006; Farooqui and Horrock, 2007). F2-IsoP mempunyai
tempat isomer, yaitu seri 5, 8, 12, dan 15. Seri 8 atau 8-isoprostan, merupakan
isomer F2-IsoP yang paling banyak dihasilkan dan merupakan F2-IsoP yang
paling banyak diteliti. F2-IsoP telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis,
antara lain pada plasma/ serum, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar,
cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari pelbagai organ,
cairan amnion, cairan perikardial, dan cairan seminal. Untuk kepentingan
penelitian pengambilan sampel dari plasma dan urin merupakan sampel yang
-
30
paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasif.
Data yang tersedia hingga saat ini juga menunjukkan pengukuran kadar F2-IsoP
baik dari plasma, serum, maupun urin memberikan hasil yang sama akurat dan
presisi dari stres oksidatif , namun nilai kadarnya masih terpengaruh oleh volume
plasma dan kapasitas ekskresi ginjal (Roberts dkk., 2003; Dalle-Donne dkk.,
2006; Farooqi and Horrock, 2007; Borecki dkk., 2009; Gupta dkk., 2009).
Hingga saat ini F2-IsoP,merupakan petanda yang dianggap sebagai petanda
lipid peroksidasi in vivo yang paling baik, baik pada manusia maupun pada
binatang, yang secara signifikan lebih akurat dan stabil daripada senyawa lainnya
(Dalle-Donne dkk., 2006).
Beberapa alasan F2-IsoP banyak dipakai sebagai biomarker untuk stres
oksidatif adalah sebagai berikut (Dalle-Donne dkk., 2006):
1) Pembentukan isoproston meningkat sesuai dengan derajat stres oksidatif,
2) Kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang telah
tersedia,
3) Bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh,
4) Pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi
oleh kandungan lemak dalam diet,
5) Merupakan produk spesifik dari lipid peroksidasi,
6) Terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan
cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menentukan referensi interval.
Namun demikian dilaporkan bahwa salah satu kelemahan pemeriksaan F2-IsoP
dari bahan plasma dan urine adalah kadarnya terpengaruh oleh volume plasma,
-
31
kapasitas ekskresi ginjal dan mempunyai keterbatasan deteksi (Dalle-Donne dkk.,
2006; Cracowski dkk., 2006).
Beberapa penelitian yang menggunakan F2-IsoP untuk meneliti hubungan
antara peningkatan peroksidasi lipid dengan pre-eklampsia, mendapatkan kadar
F2-IsoP lebih tinggi pada penderita pre-eklampsia dibandingkan dengan penderita
yang tidak pre-eklampsia (Raijmakers dkk., 2004; Roberts dkk., 2005). Demikian
juga didapatkan kadar plasma 8-isoprostan lebih tinggi pada kelompok pre-
eklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal (354 + 232 vs. 218 + 149
pg/mL, p=0.02) (Harsem dkk., 2007). Kelemahan penelitian tersebut adalah tidak
dapat menunjukan ekpresi F2-IsoP yang sesungguhnya di plasenta sebagai fokus
primer terjadinya stres oksidatif.
Selama lebih dari 10 tahun beberapa metode untuk menentukan kadar F2-Isop
telah dilakukan dan metode mass sphectrometric menjadi baku emas pemeriksaan
F2-Isop, namun hasilnya tidak mencerminkan persitiwa stres oksidatif yang
sesungguhnya sebab dipengaruhi oleh metabolisme oksigen di beberapa jaringan
tubuh (Milne dkk., 2007; Gupta dkk., 2009).
2.6 Peran Dislipidemia pada Pre-eklampsia
Pada pre-eklampsia terdapat peningkatan kadar serum lipid, terutama
trigliserida, kolesterol dan low density lipoprotein, dan terdapat bukti peningkatan
kadar serum lipid meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia (Singh dkk.,
2013 ).
-
32
Dilaporkan adanya hubungan antara perubahan profil lipid dengan terjadinya
aterosklerosis dan disfungsi endotel. Gambaran klinis yang utama dari pre-
eklampsia adalah adanya fenomena vasospastik pada ginjal, uterus, plasenta dan
otak. Perubahan profil lipid pada pre-eklampsia menyebabkan berubahnya rasio
Prostaglandine I2: Tromboxan A2 sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan Trigliserida,
kolesterol total, dan penurunan dari kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)
(Kalar dkk., 2012).
Pada penelitian terhadap 2157 wanita hamil Kaukasian di Rumah Sakit Aker,
Norwegia pada tahun 2000 didapatkan bahwa pada wanita dengan kadar
trigliserid > 2,4 mmol/L mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya pre-
eklampsia awitan dini dibandingkan dengan wanita dengan kadar trigliserid < 2,4
mmol/L (OR 5,1; 95% CI 1,1-23,1). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
hipertrigliserid sebelum umur kehamilan 20 minggu berhubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya pre-eklampsia awitan dini (Clausen dkk., 2001).
Isezuo di Nigeria melakukan penelitian perbandingan variabel-variabel
sindrom metabolik pada 45 kasus eklampsia dan 45 kasus tanpa eklampsia.
Didapatkan bahwa pada kasus eklampsia didapatkan kadar kolesterol total lebih
tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kadar kolesterol total wanita hamil
normal (5,1± 0,7 vs 4,6 ± 0,4 mmol/L,p 0,001). Demikian juga jumlah
hiperkolesterolemia pada wanita hamil dengan eklamsia lebih banyak secara
bermakna dibandingkan dengan hiperkolesterolemi pada wanita hamil normal
(60% vs 17,8%, p= 0,001). Penelitian tersebut menyimpulkan kemungkinan ada
-
33
kesamaan mekanisme antara sindrom metabolik dengan eklamsia melalui
terjadinya disfungsi endotel yang dapat menyebabkan jejas endotel atau sensitisasi
endotel plasenta oleh faktor-faktor tertentu yang bersifat merusak (Isezuo dkk.,
2008).
Pembuktian hubungan pre-eklampsia dengan dislipidemia dilakukan juga
oleh Aziz di Pakistan yang membandingkan kadar lipid total, kolesterol,
trigliserid, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) dan kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein) pada 16 wanita hamil dengan preeklamsia dengan 16 wanita
hamil non preeklamsia. Didapatkan konsentrasi trigliserid serum lebih tinggi
secara bermakna antara kasus pre-eklampsia dengan non pre-eklampsia (232,18 ±
106 vs 113,12 ± 21,3, p< 0,01). Demikian juga kadar kolesterol HDL lebih rendah
secara bermakna pada kasus pre-eklampsia dibandingkan dengan wanita hamil
non pre-eklampsia (39,75 ± 11,99 vs 51,18 ± 06,09, p0,05). Meskipun didapatkan
perbedaan bermakna antara tingginya kadar Trigliserida,kolesterol HDL dan
kolesterol LDL. Dinyatakan pula bahwa belum jelas diketahui penyebab yang
-
34
pasti dari tingginya kadar kolesterol pada pre-eklampsia selain karena
hiperestrogenemia dimana estrogen dapat menginduksi biosintesis dari trigliserida
di liver (Kalar dkk., 2012).
Di RSUP Sanglah, Pramono pada tahun 2012 melakukan penelitian kasus-
kontrol dengan membandingkan rasio LDL/HDL pada pre-eklampsia (kasus) dan
kehamilan normal (kontrol), mendapatkan hasil adanya peningkatan Rasio
LDL/HDL dan dapat meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia sebesar 9 kali
(RO = 9,00; IK 95% = 2,87-28,22; p=0,000) (Pramono dkk., 2012).
Lipid, terutama kolesterol merupakan molekul biologis yang penting dalam
pembentukan membran sel dan merupakan faktor penentu karakter biofisik
permukaan sel yang bilayer. Kolesterol juga berperan dalam fluiditas membran
untuk memfasilitasi transport vesikel transelular. Oleh karena peranan kolesterol
yang sangat penting, maka kadar kolesterol harus dikendalikan. Pengendalian
kadar kolesterol ini dilakukan dengan mengatur suplai kolesterol baik yang
berasal dari eksogen (intake) maupun yang disintesis di dalam tubuh (Adam,
2006; Robichon dan Dugail, 2006).
Baik kolesterol yang berasal dari makanan dan yang disintesis di dalam tubuh
diangkut dalam sirkulasi dalam bentuk lipoprotein. Sintesis lipid diatur
sedemikian rupa untuk mencegah akumulasi dan deposisi di dalam tubuh,
terutama di dalam pembuluh darah yang menyebabkan aterosklerosis. Terdapat
tiga jenis lipid dalam darah yaitu kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Oleh
karena sifat lipid yang susah larut dalam air maka diperlukan bentuk yang larut.
Apolipoprotein atau apoprotein adalah suatu protein yang berfungsi sebagai
-
35
pelarut. Ada sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara alfabetis yaitu
Apo A, Apo B, Apo C, dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal
dengan nama lipoprotein. Masing-masing lipoprotein mempunyai Apo tersendiri.
Misalnya Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan Low Density Lipoprotein
(LDL) yang mengandung Apo B100, sedang Apo B48 ditemukan pada
kilomikron. Apo A1, Apo A2, dan Apo A3 ditemukan terutama pada lipoprotein
HDL dan kilomikron (Adam, 2006).
Lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserid, fosfolipid,
dan apoprotein. Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein (Almatsier,
2005; Adam, 2006).
Gambar 2.8
Skema Lipoprotein (Adam, 2006)
-
36
Setiap jenis lipoprotein mempunyai ukuran, densitas dan komposisi
lemak,serta komposisi apoprotein berbeda-beda. Dikenal ada enam jenis
lipoprotein yaitu High-density lipoprotein (HDL), Low density lipoprotein (LDL),
Intermediate-density lipoprotein (IDL), Very low density lipoprotein (VLDL),
Kilomikron, dan lipoprotein a kecil Lp(a) (Adam, 2006).
Tabel 2.1
Karakteristik Lipoprotein (Adam, 2006)
2.6.1 Jalur biosintesis lipid
Kolesterol disintesis di sitosol dan mikrosom dari dua atom karbon Acetyl-Co
A. Acetyl Co-A yang digunakan dalam sintesis kolesterol berasal dari reaksi
oksidasi piruvat di dalam mitokondria yang kemudian di bawa ke sitoplasma.
Semua reaksi reduksi untuk biosintesis kolesterol menggunakan Nicotinamide
Adenen Deoxide Phospate Hydrogenase (NADPH) sebagai ko-faktor (King,
2011).
-
37
Gambar 2.9
Sintesis Kolesterol Dimulai dari Transportasi Acetyl Co-A dari
Mitokondria Ke Sitosol (King, 2011)
2.6.2 Metabolisme kolesterol
Ada 3 jalur metobolisme kolesterol, yaitu:
- Jalur metabolisme eksogen
- Jalur metabolisme endogen
- Jalur reverse cholesterol transport.
Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan
trigliserida, sedang jalur reserve cholesterol transport khusus mengenai
metabolisme kolesterol-HDL (Adam, 2006).
2.6.2.1 Jalur metabolisme eksogen
Lemak yang kita makan terdiri atas trigliserida dan kolesterol yang
selanjutnya berada di dalam usus. Selain yang berasal dari makanan, dalam usus
-
38
juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus.
Lemak tersebut disebut dengan lemak eksogen. Trigliserida dalam bentuk asam
lemak bebas dan kolesterol akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Di
dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserida.
Sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester
bersama fosfolipid dan apolipoprotein,akan membentuk kilomikron (Adam,2006).
Kilomikron ini kemudian masuk ke saluran limfe yang selanjutnya melalui
duktus torasikus masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan
dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam
lemak bebas (free fatty acid (FFA) = non-esterified fatty acid (NEFA). Asam
lemak bebas dapat disimpan kembali sebagai trigliserid di jaringan lemak
(adiposa). Apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan maka sebagian akan
diambil kembali oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserida hati.
(Adam, 2006)
Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi
kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan selanjutnya dibawa ke
hati.
-
39
Gambar 2.10
Jalur Metabolisme Kolesterol Eksogen (Adam, 2006)
2.6.2.2 Jalur metabolisme endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di dalam hati disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein dari VLDL adalah
apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi VLDL dihidrolisis oleh enzim lipoprotein
lipase (LPL). VLDL diubah menjadi IDL yang selanjutnya akan mengalami
hidrolisis menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut
kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak
mengandung kolesterol. Sebagian kolesterol LDL akan dibawa ke hati dan
jaringan steroidogenik lainnya yaitu kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang
mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Sebagian kolesterol LDL mengalami
oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan
menjadi sel busa (foam cell). Jumlah sel busa tergantung dari banyaknya
kolesterol-LDL. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tingkat oksidasi seperti:
-
40
a) peningkatan jumlah small dense LDL seperti pada sindrom metabolik dan
diabetes mellitus
b) peningkatan kadar kolesterol –HDL, dimana makin tinggi kadar kolesterol-
HDL maka akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.
Gambar 2.11
Jalur Metabolisme Kolesterol Endogen (Adam, 2006)
2.6.2.3 Jalur reverse cholesterol transport
HDL yang dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang
mengandung apolipoprotein (apo) A,C, dan E; disebut dengan HDL nascent yang
berfungsi untuk menarik kembali kolesetrol di dalam makropag ke dalam sirkulasi
untuk selanjutnya di bawa ke hati. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag,
HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa. Suatu transporter yang disebut
adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1
berfungsi sebagai pembawa kolesterol di dalam makrofag ke permukaan sel
makrofag (Adam, 2006).
-
41
Selanjutnya kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh
enzim lecithin cholesterolacyltransferase (LCAT). Sebagian kolesterol ester yang
dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama masuk ke hati dan
ditangkap oleh scavenger reseptor class type 1 atau SR-B1. Jalur kedua kolesterol
ester dalam HDL akan ditukar dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan
bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Jadi dengan demikian HDL
menyerap kolesterol dari makrofag kembali ke hati melalui dua jalur yaitu
langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk
selanjutnya membawa kolesterol kembali ke hati (Adam, 2006).
Gambar 2.12
Jalur Reverse Cholesterol Transport (Adam., 2006)
-
42
Gambar 2.13
Jalur Metabolisme Lipoprotein (Adam, 2006)
Gambar di atas menunjukkan keseluruhan jalur metabolism lipid, yaitu jalur
endogen, eksogen dan reverse transport.
2.6.3 Kadar lipid normal
Batasan yang dipakai adalah sesuai dengan National Cholesterol Education
Program Adult Panel III (NCEP-ATP III). Klasifikasi dislipidemia dapat
berdasarkan atas primer (tidak jelas sumbernya) dan sekunder (pada sindroma
nefrotik, diabetes mellitus, dan hipotiroidisme). Dislipidemia juga dapat dibagi
berdasarkan profil lipid yang menonjol seperti hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, isolated low-HDL Cholesterol dan dislipidemia campuran
(Adam, 2006).
-
43
Tabel 2.2
Kadar Lipid Serum Normal
(Sumber : Mason,2011)
Terdapat empat jenis lipoprotein yaitu Kilomikron, Very Low Density
Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density
Lipoprotein (HDL). Kilomikron mengangkut lipid dari saluran cerna ke dalam
tubuh melalui sistem limfe untuk kemudian ke duktus thorakikus di sepanjang
tulang masuk ke dalam vena besar di tengkuk dan seterusnya masuk ke dalam
aliran darah. Lipid yang diangkut terutama trigliserida. Kilomikron merupakan
tetesan besar lemak berupa trigliserida, kolesterol, dan fosfolipida dengan sedikit
protein (terutama berupa apolipoprotein A dan B) yang membentuk selaput pada
permukaannya. Selaput di sekeliling kilomikron ini memungkinkan lipid di
dalamnya mengambang secara bebas di dalam aliran darah yang sebagian besar
terdiri atas air. Kilomikron pada dasarnya mengemulsi lemak sebelum masuk ke
-
44
dalam aliran darah. Dalam aliran darah trigliserida yang ada pada kilomikron
dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein
(Almatsier, 2005).
Very Low density lipoprotein (VLDL) yaitu lipoprotein dengan densitas
sangat rendah yang terutama terdiri atas trigliserida. Bila VLDL meninggalkan
hati, lipoprotein lipase kembali bekerja dengan memecah trigliserida yang ada
pada VLDL. Dengan berkurangnya trigliserida, VLDL akan bertambah berat dan
menjadi LDL yaitu lipoprotein dengan densitas rendah (Almatsier, 2005).
Low density lipoprotein (LDL), terutama terdiri atas kolesterol yang ada
dalam sirkulasi tubuh. Reseptor LDL yang ada dalam hati akan mengeluarkan
LDL dari sirkulasi. Pembentukan LDL oleh reseptor LDL ini penting dalam
mengontrol kolesterol darah. Disamping itu dalam pembuluh darah terdapat sel-
sel perusak yang dapat merusak LDL. Melalui jalur sel-sel perusak (scavenger
pathway) ini molekul LDL dioksidasi, sehingga tidak dapat masuk ke aliran
darah. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk dalam sel-sel
perusak. Pengatur utama kadar kolesterol darah adalah hati, karena sebagian besar
(50 – 70 %) reseptor LDL terdapat dalam hati (Almatsier, 2005).
High density lipoprotein (HDL), diproduksi oleh hati dan usus yang masuk
ke dalam aliran darah. HDL mengambil kolesterol dan fosfolipida dalam aliran
darah. HDL menyerahkan kolesterol ke lipoprotein lain untuk dapat diangkut
kembali ke hati guna diedarkan atau dikeluarkan dari tubuh (Almatsier, 2005).
-
45
Tabel 2.3
Komposisi Lipoprotein (Adam, 2006)
Lipoprotein
Trigliserida Kolesterol Fosfolipida Protein
% % % %
1. Kilomikron 80 - 90 2 – 7 3 - 6 1 – 2
2. VLDL 55 - 65 10 – 15 15 - 20 5 – 10
3. LDL 10 45 22 25
4. HDL 5 20 30 45-50
2.6.4 Metabolisme lipid selama kehamilan
Kehamilan merupakan suatu kondisi metabolik yang dinamis. Pada masa
awal kehamilan metabolisme ibu bersifat anabolik, yang bertujuan untuk
menyimpan nutrien dalam jumlah yang cukup. Pada masa pertengahan kehamilan
sampai akhir masa kehamilan dimana laju pertumbuhan janin meningkat, maka
metabolisme ibu berubah menjadi bersifat katabolik dan disertai dengan
peningkatan transpor lipid ke janin. Situasi ini ditandai dengan peningkatan
breakdown dari cadangan lemak dan peningkatan ketogenesis dan
glukoneogenesis, terutama pada keadaan dimana asupan makanan ibu berkurang.
Kondisi metabolik yang seimbang ini ditujukan untuk menjamin tercukupinya
suplai nutrien ke plasenta dan bayi walaupun asupan gisi ibu berkurang (Martha
dan Powers, 2007).
Kadar kolesterol wanita hamil meningkat sampai 50-60% di atas kadar
kolesterol wanita tidak hamil. Perubahan kolesterol tersebut juga mengakibatkan
perubahan pada fraksi-fraksi lipid. Walaupun plasenta dapat membuat kolesterol
-
46
namun sebagian besar kolesterol berasal dari ibu melalui interaksi LDL yang
beredar dalam sirkulasi dengan reseptor LDL pada membrane mikrovilus
sinsiotrofoblas. Kolesterol HDL meningkat pada umur kehamilan 12 minggu
sebagai respon terhadap peningkatan hormon estrogen dan akan terus meningkat
sampai akhir kehamilan. Kolesterol total dan LDL akan meningkat pada trimester
dua dan tiga. VLDL dan trigliserid mula-mula menurun pada awal kehamilan
kemudian meningkat pada akhir kehamilan (Martha dan Powers, 2007).
Kadar asam lemak bebas diatur oleh “hormone-sensitive lipase” yang terdapat
sel adiposit ibu. Enzim lipase tersebut sangat sensitif terhadap perubahan hormon
estrogen. Pada kehamilan akan terjadi aktifasi hormon tersebut sehingga terjadi
hidrolisis lemak di jaringan perifer. Konsentrasi lipid, lipoprotein dan
apolipoprotein dalam plasma meningkat cukup besar selama kehamilan. LDL
akan mencapai puncaknya pada minggu ke 36, sementara HDL akan mencapai
puncaknya pada minggu ke 25 berkurang sampai minggu ke 32 dan kemudian
menetap. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan hormon progesteron dan estrogen
(Cunningham dkk., 2006).
Lemak merupakan sumber cadangan energi utama selama kehamilan.
Sebagian besar tersimpan pada lemak di perut, punggung dan paha. Cadangan
lemak juga berada di payudara dalam jumlah yang sedang. Terdapat 3 hal yang
berhubungan dengan peningkatan metabolisme lemak (Martha dan Powers, 2007):
1) Metabolisme total dan kebutuhan energi dalam kehamilan meningkat
2) Penyimpanan glikogen sangat terbatas dan dengan demikian maka energi
diperoleh secara langsung dari karbohidrat juga berkurang.
-
47
3) Meskipun kadar lemak darah meningkat namun hanya sebagian yang
tersimpan dalam cadangan lemak.
Perubahan pada metabolisme hepatik dan adiposa mempengaruhi kensentrasi
trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfolipid. Setelah minggu ke 8
kehamilan, terjadi peningkatan yang tetap dari trigliserida, asam lemak bebas,
kolesterol, lipoprotein dan fosfolipid. Konsentrasi tinggi estrogen dan resistensi
insulin berpengaruh pada terjadinya hipertrigliseridemia pada kehamilan.
Kolesterol digunakan oleh plasenta untuk sintesis steroid dan asam lemak bebas
digunakan untuk oksidasi plasenta dan pembentukan membran (Azis dan
Mahboob, 2007).
Selama kehamilan terjadi peningkatan aktifitas enzim hepatic lipase dan
penurunan aktifitas lipoprotein lipase. Hepatic lipase bertanggung jawab terhadap
peningkatan sintesis trigliserid pada tingkat hepar, sedangkan lipoprotein lipase
bertanggung jawab terhadap katabolisme pada tingkat jaringan adipose, sehingga
efek total dari kedua enzim tersebut terjadi peningkatan trigliserid di dalam
sirkulasi dan terjadi perlambatan uptake kilomikron remnan oleh hepar. Selain itu
hipertrigliserid bisa terjadi kemungkinan oleh adanya kompetisi antara kilomikron
dengan kolesterol VLDL pada tingkat lipoprotein lipase. Secara klasik, bersihan
kilomikron terjadi melalui dua langkah,yaitu langkah pertama hidrolisis trigliserid
oleh lipoprotein lipase dan langkah kedua adalah uptake remnan oleh hepar.
Adanya kelambatan pada langkah kedua menyebabkan akumulasi remnan di
dalam sirkulasi (Bar dkk., 2006; Aziz dkk., 2007).
-
48
2.6.5 Peran homeostasis lipid oleh faktor transkripsi Sterol Regulatory
Element Binding Protein (SREBP)
Homeostasis lipid pada sel-sel vertebra di atur oleh suatu keluarga dari faktor
transkripsi yang terikat membran yang dikenal dengan sterol regulatory element-
binding protein (SREBP). SREBP ini secara langsung mengaktifasi 30 gen yang
memproduksi enzim-enzim untuk sintesis kolesetrol, asam lemak, trigelesrida dan
fosfolipid. Di dalam liver, SREBP akan mengatur produksi lipid, yang nantinya
akan dibawa ke plasma dalam bentuk lipoprotein dan empedu dalam bentuk misel
(Horton dkk., 2002; Radhakrishnan dkk., 2008 ).
SREBP merupakan keluarga dari “basic-helix-loop-helix–leucine zipper
(bHLH-Zip) dari faktor transkripsi. Protein ini berada dalam bentuk inaktif serta
berfungsi sebagai prekursor yang berikatan dengan retikulum endoplasma. Setiap
molekul SREBP terdiri dari kurang lebih 1150 asam amino membentuk 3 domain,
yaitu (a) domain NH2-terminal yang terdiri dari sekitar 480 asam amino yang
mempunyai regio bhLHL-Zip untuk mengikat DNA, (b) dua hidrofobik segmen
transmembran yang dipotong oleh lingkaran pendek yang terdiri dari sekitar 30
asam amino yang terproyeksi ke dalam lumen retikulum endoplasma, (c) domain
COOH-terminal yang terdiri dari 590 asam amino yang mempunyai fungsi
mengatur gen yang membentuk enzim yang men sisntesa lipid. Untuk dapat
mencapai nukleus dan berfungsi sebagai faktor transkripsi, domain NH2 –terminal
dari setiap molekul SREBP harus dilepaskan dari membran dengan cara
proteolisis. Dalam proses ini diperlukan 3 jenis protein yaitu (1) protein SCAP
(SREBP-Cleavage-activating protein), (2) Site-1 protease/S1P dan (2) Site-2
-
49
protease/S2P. SREBP yang mengalami proteolisis akan diinsersikan pada
membran retikulum endoplasma, dimana disini domain COOH-terminalnya akan
berikatan dengan COOH-terminal dari SCAP (Espenshade, 2006; Rome, 2008).
SCAP ini berfungsi sebagai pengantar SREBP ke dalam lumen retikulum
endoplasma dan juga sebagai sensor sterol. Apabila sel-sel dalam kondisi
kekurangan kolesterol, maka SCAP ini akan mengantarkan SREBP dari retikulum
endoplasma ke dalam apparatus Golgi, dimana terdapat potein S1P dan S2P.
setelah berada adalam aparatus Golgi, maka S1P akan memotong molekul SREBP
menjadi dua bagian pada bagian lengkung luminalnya. Selanjutnya domain NH2-
terminal bHLH-Zip akan dilepaskan dari membrane melalui pemotongan yang ke
2 yang diperantarai oleh S2P, yang merupakan suatu metalloproteinase. Akhirnya
SREBP yang sudah terpotong tersebut akan menuju ke nucleus dan mengaktifasi
transkripsi dengan cara mengikat non –palindromic sterol respons (SRE) pada
promoter dari gen target (Rome, 2008). Hal sebaliknya akan terjadi pada kondisi
di mana sel-sel mengalami kelebihan kolesterol, SCAP akan menangkap kelebihan
kolesterol ini selanjutnya suatu domain sensor yang akan mengubah komposisi
komplek SCAP/SREBP sehingga tidak akan dapat mencapai lumen retikulum
endoplasma. Sehingga SREBP akan kehilangan akses untuk berinteraksi dengan
S1P dan S2P dalam apparatus Golgi, dan akhirnya tidak terjadi transkripsi target
gen (Horton dkk., 2002; Rome dkk., 2008; Serge dkk., 2008).
-
50
Gambar 2.14
Mekanisme Pelepasan SREBP dari Retikulum Endoplasma ke Apparatus Golgi.
(Horton dkk, 2002)
Genom mamalia mengkode 3 isoform SREBP, yaitu SREBP-1a, dan SREBP-
1c yang berasal dari gen tunggal pada kromosom 17 p11.2, serta SREBP 2 dikode
oleh gen pada kromosom 22 q13. SREBP-1a merupakan aktifator yang poten
untuk semua gen yang berespons terhadap SREBP, termasuk gen yang
memperantarai sisntesis kolesterol, trigleserida dan asam lemak. Derajat aktifitas
aktivasi tergantung dari exon 1a, yang mengkode segmen transaktivas asidik yang
lebih panjang, dan merupakan ekson pertama dari SREBP-1c. Peranan SREBP 1c
dan SREBP-2, lebih terbatas dibandingkan dengan 1a. SREB1c berperan dalam
trankripsi gen yang diubutuhkan untuk sisntesa asam lemak, sedangkan SREBP-2
-
51
berperan dalam transkripsi gen yang dibutuhkan untuk sisntesa kolesterol (Bruce
dkk., 2002; Zhang dkk., 2004)
Pada kondisi normal SREBP-1c berperan dalam biosintesis asam lemak
dengan memproduksi ATP citrate lyase (yang menghasilkan Acetyl Co-A), acetyl
Co A carboxylase, serta fatty acid syntase. SREBP-2 berperan dalam biosintesis
kolesterol dengan memproduksi enzim yang berperan dalam sisntesis kolesterol
adalah HMG Co-A synthase, HMG CoA reductase, farnesyl diphospate syntase,
dan squalene syntase. Pada akhirnya SREBP-1c dan SREBP-2 akan mengaktivasi
3 gen yang dibutuhkan untuk menghasilkan NADPH, yang akan digunakan untuk
biosintesis lipid (Horton dkk., 2002; Espenshade, 2006; Gevry dkk., 2008).
Gambar 2.15
Tiga Bentuk Mayor Isoform SREBP (RSCB Protein Data Bank download from
http://www.rscb.org/pdb)
http://www.rscb.org/pdb
-
52
2.6.5.1 Struktur molekuler SREBP-2
Sterol regulatory element binding protein-2 merupakan suatu faktor
transkripsi helix-loop –helix yang mengatur ekspresi gen yang meng-kode protein
yang berperan dalam sintesis dan ambilan koleseterol dan asam lemak. Tidak
sama seperti protein helix-loop-helix yang pada umumnya mengenali E-box
simetrik (5”-CANNTG-3”), SREBP ini memiliki tirosin yang menggantikan
arginin pada struktur dasarnya. Perbedaan tersebut memungkinkan untuk
pengenalan dari suatu sterol regulatory element asimetrik (stRE-, 5”-ATCCCAC-
3“). Walaupun secara struktural SREBP mirip dengan E-Boxes yang mengikat
protein helix-loop-helix, namun adanya penggantian arginin oleh tirosin
menyebabkan SREBP-2 mengenal st RE dan mengatur ekspresi gen yang
berperan dalam sisntesis membrane (RSCB Protein Data Bank).
Gen SREBF1 mengkode faktor transkripsi yang mengkode faktor yang terikat
pada sterol regulatory element-1 (SRE1), yang akan mengapit gen reseptor low
density lipoprotein dan beberapa gen yang mempengaruhi biosintesis sterol.
Protein ini di sintesis sebagai sebuah prekusor yang terikat pada membran inti sel
dan retikulum endoplasmik. Mengikuti proses pembelahan, protein yang matur
akan ditranslokasi ke dalam nucleus dan mengaktifkan transkripsi dengan
mengikat SRE1. Sterol menghambat pembelahan prekusor, dan bentuk inti yang
matur segera di katabolisme, sehingga mengurangi transkripsi. Protein ini adalah
bagian dari the basic helix-loop-helix-leucine zipper (bHLH-Zip) transcription
factor family. Gen ini berlokasi dalam the Smith-Magenis syndrome region pada
-
53
kromosom 17. Gen ini memiliki dua varian transkripsi yang mengkode isoform
yang berbeda (RSCB Protein Data Bank).
Fungsi gen ini adalah mengaktifkan proses transkripsi yang diperlukan untuk
hemostasis lipid, mengatur transkripsi dari gen reseptor LDL
seperti asam lemak dan untuk mengurangi pembentukan kolesterol. Terikat pada
sterol regulatory element 1 (SRE-1) (5'-ATCACCCCAC-3'). Memiliki dual
sekuen yang secara spesifik terikat masing-masing pada sebuah E-box motif (5'-
ATCACGTGA-3') dan pada SRE-1 (5'-ATCACCCCAC-3').
Genomic View: 17p11.2
Awal: 17,656,111 bp dari pter
Akhir: 17,681,050 bp dari pter
Besar: 24,940 basa
Orientasi: Untai minus
Gambar 2.16
Lokasi Gen SREBP-1 pada Kromosom 17 (Sumber: www.genecards.org)
Gen SREBF2 mengkode banyak faktor transkripsi yang mengontrol hemostasis
kolestrol dengan menstimulasi transkripsi gen pengatur sterol. Protein yang
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=gene&cmd=Retrieve&dopt=full_report&list_uids=6720http://www.genecards.org/
-
54
dikodenya mengandung sebuah basic helix-loop-helix-leucine zipper (bHLH-Zip)
domain (RSCB Protein Data Bank).
Fungsi gen ini adalah mengaktifkan transkripsi yang diperlukan untuk
hemostasis lipid. Mengatur transkripsi gen reseptor LDL seperti sintesis kolestrol
dan asam lemak. Ikatan sterol regulatory element 1 (SRE-1) (5'-ATCACCCCAC-
3') ditemukan pada daerah lengkungan dari gen LDRL dan HMG-CoA sintase.
Genomic View: 22q13
Awal: 40,559,052 bp dari pter
Akhir: 40,632,321 bp dari pter
Besar: 73, 270 basa
Orientasi: Untai positif
Gambar 2.17
Lokasi gen SREBP-1 pada kromosom 22. ( www.genecards.org)
Data epidemiologi menunjukkan bahwa ada kesamaan faktor risiko antara
pre-eklampsia dengan penyakit–penyakit kardivaskuler, seperti resitensi insulin
pada diabetes dan obesitas. Disamping itu pre-eklampsia sendiri merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit-penyakit kardiovaskuler dikemudian hari. SREBP
berperan dalam mengendalikan akumulasi lipid didalam tubuh. Akumulasi lipid
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=gene&cmd=Retrieve&dopt=full_report&list_uids=6721http://www.genecards.org/
-
55
intraseluler sangat mungkin berhubungan dengan resistensi insulin, obesitas
viseral, dan peningkatan akumulasi lipid di jarigan non-adiposal termasuk pada
dinding pembulh darah (Horton dkk.,2002; Manten dkk., 2005).
Pada pre-eklampsia belum jelas mekanisme yang menyebabkan perubahan
ekspresi SREBP-2, diduga disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain
perubahan konsumsi lipid, di mana pada peningkatan komsumsi polyunsaturated
fatty acid dapat mempengaruhi ekspresi SREBP dan adanya peningkatan hormon
β HCG (Kharfi dkk., 2005; Vasarhelyi dkk., 2006).
2.7 Estrogen pada Kehamilan Normal dan Pre-eklampsia
Selama kehamilan hormon steroid disintesis sebagian besar oleh plasenta,
sebagian kecil lagi oleh maternal dan fetus. Ada dua jenis hormon steroid utama
yang disintesis yaitu estrogen dan progesteron. Kedua hormon tersebut diperlukan
baik untuk pertumbuhan organ reproduksi, persiapan persalinan maupun
perubahan metabolik lainnya selama kehamilan dan nifas. Dalam melaksanakan
fungsinya plasenta sebagai penghasil estrogen dan progesteron memerlukan
prekursor. Salah satu prekursor yang penting untuk sintesis estrogen dan
progesteron di plasenta adalah kolesterol (Hill dkk., 2013; Hadisaputro, 2008).
Progesteron pada awal kehamilan dihasilkan oleh korpus luteum dalam kurun
waktu kurang lebih 14 hari dan terus dipertahankan sampai umur kehamilan 10
minggu yang diperkuat oleh adanya hormon Human Chorionic Gonadotropin
(HCG). Pada masa awal kehamilan ini progesteron sangat diperlukan untuk
mempertahankan kehamilan. Pada masa setelah usia kehamilan lebih dari 10
-
56
minggu maka plasenta mulai menghasilkan progesteron. Sumber utama dari
progesteron pada masa ini adalah kolesterol LDL. Kolesterol LDL ini memasuki
sel-sel trofoblas plasenta dengan cara endositosis membentuk vesikel-vesikel yang
mengandung kompleks kolesterol LDL-reseptor membran spesifik. Vesikel ini
kemudian bergabung dengan lisosom dan mengalami hidrolisis dan dilepaskan
menuju ke mitokondria. Di dalam mitokondria kolesterol dipecah lagi dengan cara
hidroksilasi dengan bantuan enzim P450 sitokrom menjadi pregnenolon yang
kemudian dengan bantuan enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase menjadi
progesteron. Progesteron tersebut sebagian besar (90%) diekskresikan ke dalam
sirkulasi maternal. Sepanjang usia kehamilan, plasenta akan menghasilkan
progesteron secara linear mulai dari trimester I sebesar 40µg/ml sampai lebih dari
175 µg/ml atau sekitar 250 mg/hari. Fungsi utama progesteron adalah menyiapkan
implantasi dan mempertahankan kehamilan. Pada awal kehamilan progesteron ini
sudah dikenali oleh reseptor-reseptor di sel sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas.
Pada pembuluh darah progesteron adalah mempertahankan afinitas yang tinggi
dari β2-adrenergik otot polos sehingga meningkatkan kapasitas vaskuler dan
menurunkan tahanan perifer (Hadisaputra, 2008).
Estrogen selama kehamilan dihasilkan oleh plasenta dan sebagian besar
berasal dari konversi prekursor androgen maternal dan adrenal janin. Di plasenta
kolesterol dikonversi menjadi pregnenolon sulfat yang kemudian di konversi lagi
menjadi dehidroepiandrosteron sulphate (DHEA-S). Selanjutnya DHEA-S ini
dimetabolisme menjadi estron (E1) dan melalui testosteron menjadi estradiol (E2)
dan Estriol (E3). Dekonjugasi 16α-hidroksi DHEA-S memerlukan enzim sulfatase
-
57
yang merupakan enzim dengan aktifitas yang tinggi pada metabolisme estrogen di
plasenta. Semua jenis estrogen tersebut disekresikan ke dalam sirkulasi maternal.
Kadar estradiol meningkat 6-40 µg/ml dan meningkat terus sampai usia kehamilan
aterm atau total blood production rate estradiol mencapai 10-25 mg/hari.
Estradiol merupakan estrogen dengan konsentrasi yang paling tinggi dalam darah
maternal (Hadisaputra, 2008). Estradiol berperan meningkatkan vaskulogenesisi
dan menghambat Oxidized LDL serta menghambat pembentukan aterosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Acikgos tahun 2012 menemukan kadar Oxidized
LDL dan Estradiol plasenta pada pre-eklampsia lebih rendah secara bermakna
dibandingkan dengan kadar Oxidized LDL dan estradiol pada plasenta kehamilan
normal (Acikgos dkk., 2012). Namun hal sebaliknya ditemukan oleh Brakhas
pada tahun 2012 dimana didapatkan perbedaan kadar estradiol darah yang tidak
bermakna antara pasien pre-eklampsia dengan yang tidak pre-eklampsia (Brakhas
dan Rahmah, 2012). Dengan demikian masih terdapat kontroversi peran estrogen
pada mekanisme patogenesis pre-eklampsia.
Belum jelas peran metabolit 2-Methoxyestradiol dalam adaptasi vaskuler
pada kehamilan normal maupun pada pre-eklampsia.
2.7.1 Biosintesis 2-Methoxyestradiol (2-ME)
2-ME merupakan metabolit 17β-estradiol, yang saat ini banyak diteliti
berkaitan dengan perannya sebagai antiproliperatif, antiangiogenesis dan
antiapoptosis, sehingga metabolit ini diduga dapat mengatasi pertumbuhan sel-sel
ganas pada kanker, terutama pada sel-sel kaker yang sensitif terhadap estrogen
-
58
seperti kanker payudara. Kerja dari 2-ME adalah menghambat siklus sel pada
G2/M-phase serta menghambat polimerisasi tubulin dengan cara mengikat tempat
pengikatan colchicine pada tubulin, dengan demikian kerja 2-ME sebagai
metabolit estrogen tidak melalui reseptor estrogen (ESR) ( Chua, 2010).
2-ME disintesis melalui hidroksilasi sekuensial dan O-metilasi pada posisi-2
dai 17 β-Estradiol. Pada wanita estrogen dihasilkan terutama oleh ovarium dengan
kolesterol sebagai prekursor melalui proses steroidogenesis, dimulai dari konversi
kolesterol menjadi progestin (C 21) diikuti oleh andorgen dan akhirnya menjadi
estrogen (C18) dengan bantuan berbagai ensim di antaranya adalah aromatase
(CY450arom), 17β-Hydroxysteroid Dehidrogenase (17β-HSD) dan steroid
sulfatase (STS). Steroid lainnya yang dihasilkan oleh ovarium adalah Estron dan
Estriol,namun estradiol mempunyai efek estrigenik paling kuat (Jobe dkk., 2013).
Estrogen dikonversi menjadi beberapa metabolit terhidroksilasi di dalam unit
uteroplasenta oleh enzim P450 (CY450) yang ditentukan oleh posisi
hidroksilasinya yaitu 2-Hydroxyestrone, 4-Hydroxyestrone, 16α-Hydroxyestrone,
2-Hydroxyestradiol dan 4-Hydroxyestradiol. Metabolit tersebut di atas dikenal
dengan cathecolestrogen. Cathecolestrogen mengalami metilasi oleh enzim
Cathecol-O-Methyltransferase menjadi Methoxyestrogen, yaitu 2-
Methoxyestrogen, 4-Methoxyestrogen, 2-Methoxyestrone, 3-Methoxyestrone, dan
4-Methoxyestrone. Sedangkan beberapa metabolit lain seperti 16-
ketoestradiol,16-epi-estriol dan 17-epi-estriol dibentuk melalui jalur enzimatik
(Kanasaki, 2009; Lee dkk., 2010; Hertig dkk., 2010; Jobe dkk., 2013).
-
59
Berikut adalah skema sintesis dan metabolisme estrogen di plasenta :
Gambar 2.18
Sintesis dan Metabolisme Estrogen dan Metabolitnya (Jobe dkk., 2013 )
2.7.2 Peran 2- Methoxyestradiol (2-ME) pada pre-eklampsia
Peran hipoksia plasenta, invasi tropoblas dan hormon steroid pada kehamilan
dalam menimbulkan sindroma pr-eeklampsia belum jelas.Telah diketahui bahwa
faktor transkripsi Hipoxya Inducing Factor α (HIF-α) dapat menginduksi gen
yang memfasilitasi kelangsungan hidup sel tropoblas dalam kondisi hipoksik.
HIF-α bertanggung jawab terhadap kemampuan invasif sel tropoblas kedalam
desidua (Lee et al, 2010). Pada kehamilan normal telah diketahui terjadi
peningkatan metabolit estradiol yaitu 2-methoxyoestradiol (2-ME). Perubahan
estradiol menjadi 2-ME ini diperankan oleh ensim cathecolamin-o- methyl
transferase (COMT). Hipoksia plasenta yang terjadi pada pre-eklampsia
disebabkan oleh adanya faktor antiangiogenik HIF-α dan Soluble fms like tyrosine
-
60
kinase-1 (sFlt-1). Pada hewan tikus defisiensi 2-ME menyebabkan munculnya
sindroma pre-eklampsia (Kanasaki, 2009).
Berikut adalah gambar skematik peranan CMOT dan 2-ME dalam
vaskulogenesis plasenta:
Gambar 2.19
Peranan COMT/2-ME pada kehamilan (Kanasaki, 2009)
COMT, merupakan ensim katabolik yang bertanggung jawab terhadap
degradasi molekul bioaktif seperti katekolamin dan katekolestrogen. Estradiol
dimetabolisme oleh ensim P450 sitokrom menjadi 17-hidroxyestradiol
(katekolestrogen), selanjutnya oleh ensim CMOT dikonversi menjadi 2-ME yang
-
61
selanjutnya menghambat faktor HIF-α. Pada kehamilan normal konsentrasi 2-ME
meningkat sampai usia kehamilan aterm (Kanasaki, 2009).
Tropoblas ekstravilus, merupakan sel tropoblas yang mempunyai fungsi yang
sangat penting dan krusial dalam invasi tropoblas ke dalam desidua/endometrium
sampai pada sepertiga bagian dinding uterus pada 2 minggu setelah implantasi.
Sel ini kemudian menginvasi arteria spiralis dan ketika itu terjadilah kontak antara
darah ibu dan janin. Tekanan oksigen yang rendah pada plasenta (placental
hypoxia) pada awal kehamilan ini dipercaya menyebabkan berjalannya invasi
tropoblas denagn baik. Sementara itu 2-ME yang merupakan metabolit dari
estradiol melalui ensim COMT, mempunyai peran dalam kemampuan invasi
tropoblas kedalam desidua. Telah dibuktikan pada hewan coba tikus yang defisien
2-ME mengalami pre-eclampsia like syndrome. Dengan demikian diduga terdapat
peranan estradiol dalam munculnya sindroma pre-eklampsia (Hertig dkk., 2010).