bab ii tinjauan pustaka 2.1 tablet 2.1.1 pengertian...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
2.1.1 Pengertian Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa (Ditjen POM, 1995).
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan
bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan
memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja.
Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan
tergantung pada desain cetakan. Tablet dalam bentuk kapsul disebut dengan
kaplet. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan
tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Ditjen POM, 1995).
2.1.2 Bentuk Tablet
Menurut Jas (2004), bentuk-bentuk tablet antara lain:
a. Bentuk bulat dan rata (bikonvek)
b. Bentuk cembung (bikonkaf)
c. Bentuk bulat telur (oval)
d. Bentuk segitiga (triangle), segilima dan seterusnya
e. Bentuk kapsul disebut kaplet.
5
2.1.3 Persyaratan Tablet Secara Umum
Persyaratan tablet secara umum adalah sebagai berikut:
a) Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman
kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet
bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope memberi persyaratan tablet
bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif
lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman
kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (Syamsuni, 2007).
b) Uji kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan volume die dan
gaya kompresi yang diberikan oleh punch. Bila tekanan ditambahkan maka
kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Metode
granulasi juga menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4
- 8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet
yang memuaskan. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat
ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet
(Lachman, dkk., 1994).
c) Uji keregasan
Untuk menentukan kekuatan tablet dilakukan dengan mengukur
keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi
6
hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator.
Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu.
Kemudian tablet dimasukkan ke dalam alat lalu alat dioperasikan selama empat
menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan
berat mula-mula.Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan
keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).
d) Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral kecuali tablet
yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan
kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing monografi.
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut
sempurna.Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa kecuali fragmen yang berasal dari zat
penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih
dari 60 menit untuk tablet bersalut (Syamsuni, 2007).
e) Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat
ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya
zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan
absorbsi obat tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus
dipertimbangkan frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
7
f) Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui kadar zat aktif yang
terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan
mengetahui kesesuaian terhadap syarat seperti yang tertera pada masing-masing
monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak
akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi (Syamsuni,
2007).
2.1.4 Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)
Obat antiinflamasi non steroid atau yang lebih dikenal dengan sebutan
obat AINS (antiinflamasi nonsteroid) atau NSAID (nonsteroidal anti-
inflammatory drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik,
antipiretik, dan antiinflamasi. Analgetik adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antiinflamasi adalah zat-
zat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena
mikroorganisme (noninfeksi). Antipiretik adalah zat-zat yang dapat menurunkan
demam (suhu tubuh yang tinggi) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Obat-obat AINS mempunyai efek antipiretik yang baru terlihat pada dosis yang
lebih besar daripada efek lainnya dan relatif lebih toksik dari antipiretik klasik
seperti parasetamol. Obat-obat ini lebih sering digunakan pada terapi penyakit
inflamasi sendi seperti rematik (Munaf, 1994).
Obat AINS juga efektif terhadap peradangan lain akibat cedera (pukulan,
benturan, kecelakaan), setelah pembedahan atau memar akibat olahraga. Sebagai
8
analgetik obat ini efektif mengurangi rasa sakit dan nyeri seperti sakit kepala,
sakit gigi, sakit sesudah operasi dan nyeri haid (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.2 Asam Mefenamat
Asam mefenamat yaitu nama zat aktif dari beberapa obat pereda nyeri
yang dipasarkan dengan berbagai nama dagang, selain dalam bentuk obat
bermerek dagang, asam mefenamat juga dipasarkan sebagai obat generik.
2.2.1 Tinjauan Umum
Rumus bangun asam mefenamat dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Asam Mefenamat
Rumus molekul : C15H15NO2
Berat molekul : 241,29
Nama kimia : Asam Mefenamat
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih melebur
pada suhu lebih kurang 2300 disertai peruraian.
Kelarutan : Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar
larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan
dalam metanol, praktis tidak larut dalam air.
Persyaratan : Mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak
lebih dari 110,0% C15H15NO2 dihitung terhadap zat
9
yang telah dikeringkan (Farmakope USP Edisi 32
Volume II Tahun 2009).
2.2.2 Manfaat Obat Asam Mefenamat
Asam Mefenamat bermanfaat untuk meringankan peradangan dan rasa
nyeri yang biasanya ditimbulkan oleh penyakit tertentu. Biasanya di gunakan
untuk mengatasi rasa nyeri yang disebabkan oleh sakit gigi, nyeri menstruasi,
nyeri otot atau sendi, dan nyeri setelah melahirkan. Obat ini akan bekerja untuk
menghambat terjadinya kaku otot, rasa nyeri dan pembengkakan karena tergolong
dalam jenis non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID).
2.2.3 Indikasi
Asam mefenamat digunakan sebagai antiinflamsi pada penyakit rematik
dan juga digunakan sebagai analgetik pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri sebelum
dan selama haid (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.2.4 Dosis Asam Mefenamat
Asam mefenamat pada dosis awal untuk dewasa dan anak – anak diatas 14
tahun diberikan 500 mg, kemudian dilanjutkan dengan dosis 250 mg tiap 6 jam
diberikan selama maksimal 7 hari diberikan sesudah makan (Ella,2015).
2.2.5 Efek Samping
Efek samping dari asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering
timbul adalah diare dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung selain itu dapat
juga menyebabkan eritema kulit, meningkatkan gejala asma dan gangguan ginjal
(Gunawan, 2007).
10
2.3 Spektrofotometri
Spetrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu
atom atau molekul pada panjang gelombang tertentu yang mencakup
spektrofotometri ulteraviolet (UV), sinar tampak visible, inframera dan serapan
atom. Spektrofotometri ultraviolet dan sinar tampak merupakan teknik yang
digunakan secara luas baik pada analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap
bahan organik ataupun anorganik, dan sangat banyak digunakan untuk analisa
kuantitatif bahan baku obat dan sediaan obat jadi.
Penggunaan metode spektrofotometri ini dikarenakan pada beberapa faktor, antara
lain :
a). Dapat digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah cukup kecil.
b). Pengerjaannya cepat dan sederhana.
c). Umumnya cukup sensitif dan selektif.
d). Mudah dalam menginterprestasikan hasil yang diperoleh.
Molekul – molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron akan menyerap pda panjang gelombang yang lebih pendek, dan molekul
– molekul yang memerlukan lebih sedikit energi untuk promosi elektron akan
menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Sinar UV mempunyai
rentang panjang gelombang 200 – 400 nm, sedangkan sinar tampak (visible) pada
400 – 800 nm. Penetapan kadar secara secara kuantitatif dilakukan dengan
mengukur serapan larutan zat dalam suatu pelarut pada panjang gelombang
tertentu. Pengukuran serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang
serapan maksimum.
11
Pada pengukuran serapan suatu larutan dengan spektrofotometri digunakan blanko
agar panjang gelombang pengukuran mempunyai serapan nol. Kegunaan blanko
adalah mengoreksi serapan yang disebabkan oleh pelarut, pereaksi, sel, ataupun
pengukuran alat. Blangko yang digunakan merupakan bahan yang sama dengan
yang digunakan untuk melarutkan zat atau bahan pereaksi larutan zat ( Cut, 2014).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), hal-hal yang harus diperhatikan dalam
analisis spektrofotometri ultraviolet adalah :
a). Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimum dilakukan dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku
pada konsetrasi tertentu.
b). Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi
berupa garis lurus.
12
c). Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8
atau 15 % sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans.
Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut
kesalahan fotometrik adalah 0,5%.
2.4 Hukum Lambert – Beer
Analisa bahan secara spektrofotometri didasarkan pada hukum Lambert –
Beer yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang sangat encer
yaitu terdiri dari dua hukum :
a. Menurut hukum Lambert : Serapan (absorbansi) cahaya berbanding lurus
terhadap ketebalan sel (b) = kuvet yang disinari. Jika tebal sel bertambah
maka serapan akan bertambah.
A = a . b
b. Menurut Beer : Serapan (absorbsi) cahaya berbanding lurus dengan
konsentrasi bahan yang disinari. Jika konsentrasi bertambah, jumlah
molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga
bertambah.
A = a . c
c. Kedua persamaan ini digabungkan dalam Hukum Lambert – Beer, maka
diperoleh bahwa serapan (absorbansi) berbanding lurus dengan konsentrasi
bahan yang disinari dan ketebalan sel = kuvet yang digunakan, sehingga
dapat ditulis dengan persamaan :
A = a. b. c
13
Berbagai satuan c ( konsentrasi zat yang menyerap), dan nilai tetapan (k)
dalam hukum Lambert – Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang
digunakan, yang digunakan yaitu gram / 100 ml (%), sehingga diperoleh beberapa
persamaan sebagai berikut:
a). Bila satuan c ( = konsentrasi ) bahan yang di ukur dalam g / liter.
A = a. b. c
c = g / liter
b). Bila satuan konsentrasi c ( = konsentrasi ) bahan yang diukur dalam mol /
liter.
A = ɛ. b. c
c = mol / liter
c). Menurut Roth dan Blaschke, absorptivitas spesifik juga sering digunakan
untuk menggantikan absorptivitas. Absorptivitas spesifik merupakan serapan yang
dihasilkan oleh larutan 1 % (b /v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga satuan c
( = konsentrasi ) bahan yang diukur dalam % ( g / 100 ml ), dapat diperoleh
persamaan :
A = A11 . b. c
c = g / 100 ml ( % )
Keterangan :
A = serapan
a = absorptivitas
b = ketebalan sel
c = konsetrasi zat terlarut dengan berbagai satuan
ɛ = absorptivitas molar
A11 = absorptivitas spesifik ( Cut, 2014 ).
14
2.4.1 Menggunakan Persamaan Garis Regresi
Didasarkan pada harga serapan larutan standar yang diperoleh pada kurva
yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang
konsentrasi yang meningkat. Hasil yang diperoleh diplot pada sumbu X dan Y
yang merupakan hubungan antara konsentrasi suatu sampel dapat dihitung
berdasarkan kurva tersebut. Hubungan antara konsentrasi dan serapan ini dapat
dinyatakn seagai berikut :
Dimana : Y = absorbansi
X = konsentrasi
a = koefisien regresi
( juga menyatakan slope / kemiringan ).
b = tetapan regresi dan juga disebut denga intersep.
koefisien regresi ( a ) dapat dioeroleh dengan metode
kuadrat terkecil ( least square method ).
a = ( )( )
( )
Selanjutnya b dihitung dari hubungan b = Ῡ - aX
Sebelum dilakukan prhitungan analisis lebih lanjut
berdasarkan persamaan regresi linier yang didapat, terlebih
dahulu harus ditentukan apakah kurva kalibrasi yang
diperoleh sudah berupa garis lurus. Untuk itu perlu dihitung
besarnya koefisien kolerasi ( r ) berdasarkan rumus berikut :
( )( )
( )
( )
2.4.2 Menggunakan Persamaan Perbandingan Pendekatan
15
Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan
serapan sampel dengan serapan standar yang konsentrasinya diketahui secara
pasti. Konsentrasi sampel dihitung melalui rumus perbandingan :
Cs = As . Cb / Ab
Dimana : As = serapan sampel
Ab = serapan standar
Cb = konsentrasi standar
Cs = konsentrasi sampel ( Cut, 2014 ).
BAB III