bab ii tinjauan pustaka 2.1 uraian sampel 2.1.1...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Sampel
2.1.1 Sejarah Daun Kelor
Lowell Fuglie adalah seorang warga negara Prancis yang tinggal dan
bekerja di Senegal. Ia menjadi orang yang pertama kali meneliti kandungan nutrisi
pada daun kelor dan menemukan bukti bahwa ibu-ibu hamil yang mengalami gizi
buruk sekalipun masih bisa dibantu untuk memiliki bayi yang sehat dengan cara
mengonsumsi daun kelor (Pradana, 2013).
Hasil penelitian Lowell kemudian banyak dimanfaatkan oleh berbagai
negara untuk memerangi gizi buruk, terutama negara-negara berkembang di
Semenanjung Afrika. Program penggalakan penanaman daun kelor di Afrika
merupakan kampanye intensif melalui lembaga-lembaga pendidikan dan swadaya
masyarakat. Bahkan waktu itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) Kofi Annan mendukung sosialisasi penggunaan daun kelor untuk
memerangi gizi buruk (Pradana, 2013).
2.1.2 Deskripsi Tanaman
Tanaman kelor (Moringa oleifera L.) dapat berupa semak atau pohon
dengan tinggi 12 m dan diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak
dan memiliki kualitas rendah (Pradana, 2013).
Menurut Tejas et al. (2012), klasifikasi taksonomi kelor adalah :
Kerajaan : Plantae
Sub-Kerajaan : Tracheobionta
Super-Divisi : Spermatophyta
Universitas Sumatera Utara
6
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub-Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lam
Ada sekitar 13 (tiga belas) spesies dari moringa dengan famili
Moringaceae yaitu Moringa oleifera, Moringa arborea, Moringa borziana,
Moringa concanensis, Moringa drouhardii, Moringa hildebrandtii, Moringa
longituba, Moringa ovalifolia, Moringa peregrina, Moringa pygmaea, Moringa
rivae, Moringa ruspoliana, Moringa stenopetala (Mahmood et al., 2010).
Perbedaan antara satu spesies dengan lainnya adalah bentuk batang, dan geografis
tempat tumbuh. Untuk daratan Asia, termasuk India dan Indonesia tanaman kelor
yang tumbuh masuk dalam spesies Moringaoleifera. Hal ini disebabkan ciri-ciri
fisik dan tempat tanaman tumbuh pada suhu dan lingkungan tropis di Benua Asia
(Luthfiyah, 2012).
Di Indonesia, tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat
Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo, atau keloro. Orang-orang Madura
menyebutnya maronggih. Di Sunda dan Melayu disebut kelor. Di Aceh disebut
murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut kawona.
Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama munggai (Pradana,
2013).
Universitas Sumatera Utara
7
Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian
batang 7 - 12 meter. Merupakan tumbuhan yang berbatang dan termasuk jenis
batang berkayu, sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya sendiri adalah
bulat (teres) dan permukaannya kasar. Akar tunggang, berwarna putih. Kulit akar
berasa pedas dan berbau tajam, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus
tapi terang dan melintang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling
(alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna
hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2
cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata,
susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus. Bunga
muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih
agak krem, menebar aroma khas. Kelor berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan.
Buah atau polong Kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang
(Jawa) dengan panjang 20 - 60 cm, ketika muda berwarna hijau - setelah tua
menjadi cokelat, biji didalam polong berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau
terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan kering.
Biji berbentuk bulat dengan lambung semi-permeabel berwarna kecoklatan.
Lambung sendiri memiliki tiga sayap putih yang menjalar dari atas ke bawah
(Krisnadi, 2015).
2.1.3 Kandungan Kimia
Kandungan senyawa Kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh While
Gopalan, et al. (Krisnadi, 2015). Senyawa tersebut meliputi Nutrisi, Mineral,
Vitamin dan Asam Amino. Menurut Krisnadi (2015), kandungan senyawa dari
Kelor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor
Nutritional Analysis Satuan per 100 gram bahan
Polong Daun
Segar
Serbuk
Daun
NUTRISI
Kandungan Air (%) 86.9 75.0 7.50
Kalori Cal 26.0 92.0 205.0
Protein gram 2.5 6.7 27.1
Lemak gram 0.1 1.7 2.3
Karbohidrat gram 3.7 13.4 38.2
Serat gram 4.8 0.9 19.2
Mineral gram 2.0 2.3 -
Kalsium (Ca) mg 30.0 440.0 2003.0
Magnesium (Mg) mg 24.0 24.0 368.0
Fospor (P) mg 110.0 70.0 204.0
Potassium (K) mg 259.0 259.0 1324.0
Copper (Cu) mg 3.1 1.1 0.6
Zat Besi (Fe) mg 5.3 0.7 28.2
Asam Oksalat mg 10.0 101.0 0.0
Sulphur (S) mg 137 137.0 870.0
VITAMIN
Vitamin A - B carotene mg 0.10 6.80 16.3
Vitamin B - Choline mg 423.00 423.00 -
Vitamin B1- Thiamin mg 0.05 0.21 2.6
Vitamin B2 - Riboflavin mg 0.07 0.05 20.5
Vitamin B3 - Nicotinic Acid mg 0.20 0.80 8.2
Vitamin C - Ascorbic Acid mg 120.00 220.00 17.3
Vitamin E - Tocopherols Acetate mg - - 113.0
ASAM AMINO *)
Arginine mg 360 406.6 1325
Histidine mg 110 149.8 613
Lysine mg 150 342.4 1325
Tryptophan mg 80 107 425
Phenylanaline mg 430 310.3 1388
Methionine mg 140 117.7 350
Threonine mg 390 117.7 1188
Leucine mg 650 492.2 1950
Isoleucine mg 440 299.6 825
Valine mg 540 374.5 1063
*While Gopalan, et al. Melaporkan kandungan asam amino dalam satuan per
gram N (nitrogen), tabel ini telah dikonversi ke mg per 100 gram daun untuk
memudahkan.
Sumber : Hakim Bey, All Things Moringa, 2010.
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.4 Kegunaan
Daun kelor dapat bermanfaat sebagai antibakteri, infeksi, infeksi saluran
kemih, virus Ebstein Barr (EBV), virus herpes simplek (HSV-1), HIV/AIDS,
cacingan, bronkhitis, luka eksternal/tukak, demam, gangguan hati, antitumor,
kanker prostat, radioprotektif, antianemia, antihipertensi, diabetes, diuretik,
hipokolestemia, tiroid, hepatorenal, radang usus besar, diare, disentri, gastritis,
rematik, sakit kepala, antioksidan, defisiensi karotenoid, zat besi, protein,
vitamin/mineral, laktasi, antiseptik, dan tonik (Tejas et al., 2012).
2.1.5 Pemanfaatan Kelor
Di Indonesia, khususnya di kampung atau pedesaaan, pohon kelor banyak
ditanam sebagai pagar hidup, berfungsi selain sebagai tanaman penghijau juga
sebagai tanda batas tanah atau ladang kepemilikan seseorang. Selama ini, daun
kelor muda banyak dimanfaatkan sebagai bahan sayuran oleh sebagian besar
penduduk kampung atau desa (Simbolon et al., 2008).
Selain itu, tanaman kelor juga dikenal luas di lingkungan pedesaan sebagai
tanaman obat berkhasiat; dengan memanfaatkan seluruh bagian tanaman ini,
mulai dari daun, kulit batang, biji hingga akarnya. Akar kelor dicampur dengan
kulit akar pepaya digiling dan dihancurkan; campuran ini banyak digunakan
sebagai obat luar (balur) untuk penyakit beri-beri dan sejenisnya. Daunnya
ditambah dengan kapur sirih, merupakan obat kulit seperti kurap, yang digunakan
dengan cara digosokkan. Sementara sebagai obat oral (diminum), rebusan akar
dan daun kelor ampuh sebagai obat rematik, epilepsi (ayan), skorbut (kekurangan
vitamin C), gangguan atau infeksi saluran kemih (melancarkan buang air kecil),
bahkan sampai penyakit kelamin “gonorrhea” pula. Biji kelor tua bersama dengan
Universitas Sumatera Utara
10
kulit jeruk dan buah pala, akan dapat dicampur sebagai “spiritus moringae
compositus” yang digunakan sebagai stimulans (obat perangsang), stomachikum
(obat sakit perut), hingga diuretikum (Simbolon et al., 2008).
2.2 Mineral
Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro
dan mineral mikro. Mineral makro adalah unsur yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro adalah unsur yang
dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari. Yang termasuk mineral makro adalah
natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk
mineral mikro, seperti besi (Almatsier, 2004).
2.2.1 Kalsium
Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain.
Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari
kalsium. Meskipun pada bayi kalsium hanya sedikit (25-30 g), setelah usia 20
tahun secara normal akan terjadi penempatan sekitar 1.200 g kalsium dalam
tubuhnya. Sebagian besar terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya
terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno, 1992). Peningkatan
kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan
menyusui. Jumlah kalsium yang dianjurkan per hari untuk anak-anak adalah 300-
400 mg, remaja 600-700 mg, dewasa 500-800 mg, dan ibu hamil dan menyusui
sebesar 1200 mg (Almatsier, 2004).
Universitas Sumatera Utara
11
Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu
membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam
tubuh. Kalsium yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan
dalam berbagai kegiatan, di antaranya untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi
otot, penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan
enzim (Winarno, 1992).
2.2.2 Kalium
Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam
pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam
cairan intraseluler. Kalium merupakan bagian essensial semua sel hidup, sehingga
banyak terdapat daam bahan makanan. Kekurangan kalium karena makanan
jarang terjadi, sepanjang seseorang cukup makan sayuran dan buah segar
(Almatsier, 2004).
Kalium penting bagi sistem saraf, kontraksi otot, ikut dalam pelepasan
insulin, dan dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Anjuran konsumsi kalsium
adalah 2000 mg/hari. Kekurangan kalium dapat menyebabkan lemah otot,
kembung, dan detak jantung tidak normal (Murdiati dan Amaliah, 2013).
2.2.3 Magnesium
Hampir 60% magnesium dalam tubuh terdapat pada tulang, 26% dalam
otot, dan sisanya ada dalam jaringan lunak serta cairan tubuh. Magnesium
memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus sistem enzim di dalam
tubuh (Almatsier, 2004). Tubuh manusia mengandung kurang lebih 25 g
magnesium, 50-60% daripadanya dalam kerangka, sedangkan sisanya terdapat
dalam cairan intraseluler (Tan dan Rahardja, 2008).
Universitas Sumatera Utara
12
Magnesium mengaktivasi banyak sistem enzim (misalnya alkali fosfatase,
leusin aminopeptidase) dan merupakan kofaktor yang penting pada fosforilasi
oksidatif, pengaturan suhu tubuh, kontraktilitas otot, dan kepekaan saraf (Dewoto,
2011). Di samping itu, magnesium berperanan penting pada metabolisme kalsium
dan juga diperlukan untuk sintesa protein yang terdapat dalam tulang. Penting
pula bagi absorpsi kalsium dan kalium. Kebutuhan seharinya diperkirakan 450-
500 mg (WHO), yag diperoleh dari makanan (Tan dan Rahardja, 2008).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip
absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu
atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan
menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom
pada keadaaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-
unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara
analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak
tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok
untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas
deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya
sedikit. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh
atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet.
Universitas Sumatera Utara
13
Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan
spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk
spektrum, cara pengerjaan sampel, dan peralatannya (Gandjar dan Rohman,
2007).
Menurut Harris (2007), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom
dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat
dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu
Lampu
Katoda
Berongga
Nyala
Monokromator Detektor Amplifier
Readout
Analit Sampel
dalam beaker
Gas pembakar
Udara
Universitas Sumatera Utara
14
sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa
nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara
spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari
tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang
digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC;
gas alam-udara 1700oC; asetilen-udara 2200
oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida
(N2O) sebesar 3000oC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah
campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang
dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel
cair diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg),
lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan
sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan
ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada
fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga
sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis
kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
15
Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu :
pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan
(ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan
matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman
(atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Monokromator
Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih
panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik,
dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan
radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan
Rohman, 2007).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton
(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi
yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi
kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan
Universitas Sumatera Utara
16
dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan
absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni
matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas
pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat
jenis, dan tekanan uap (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam
nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu :
a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya
senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan di dalam nyala
api) (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan
untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur
absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk
ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena
spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan
spektrum atom dalam keadaan netral (Gandjar dan Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
17
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis; yakni absorbansi molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam
nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)
Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh
partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis adalah sebagai berikut :
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu :
- Metode simulasi
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya) (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
18
- Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku dengan konsentrasi
tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah baku. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen baku yang ditambahkan ke dalam sampel dapat
ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan Miller (2005), suatu
metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat
ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi.
b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang
dilakukan. Nilai simpangan baku relatif dikatakan memenuhi kriteria seksama dan
teliti jika RSDnya tidak lebih dari 2% (Harmita, 2004).
c. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya kmponen
lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
19
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang
dapat ditetapkan secara cermat, seksama, dan dalam linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
e. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
f. Ketangguhan metode (ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll.
Ketangguhan metode ditentukandengan menganalisis beningan suatu lot sampel
yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan
kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan
prosedur dan parameter uji yang sama (Harmita, 2004).
g. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat
perubahanmetodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon
analitik dan efek presisi dan akurasi (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara