bab ii tinjauan pustaka
DESCRIPTION
gjkkgkghkTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Kuda
Kuda diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas
mammalia (menyusui anak), ordo Perissodactyla yakni (tidak memamah biak) dan
famili Equidae serta spesies Equus cabalus (kuda rekreasi) (Blakely dan Bade, 1994).
Bowling dan Ruvinsky (2000) menjelaskan bahwa kuda berkaitan dengan lokasi
geografis tempat dikembangbiakan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara
spesifik. Komunitas atau lembaga tertentu melakukan pencatatan keturunan dan buku
silsilah kuda hasil seleksi berdasar pada daerah asal, fungsi dan ciri fenotipik. Tabel 1
menyajikan kegunaan, jenis, tinggi, bobot badan dan habitat asli kuda tarik di dunia
berdasarkan Ensminger (1977).
Tabel 1. Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda Tarik
Kegunaan Jenis Tinggi Bobot
Badan Habitat Asli
--(m)-- ---(kg)---
Kuda Tipe berat Kuda Cleveland Bay 1,45–1,65 450–650 Inggris
Kuda Frech Coach 1,45–1,65 450–650 Prancis
Kuda Jerman Coach 1,45–1,65 450–650 Jerman
Kuda Hackney 1,45–1,65 450–650 Inggris
Kuda Yorkshire Coach 1,45–1,65 450–650 Inggris
Kuda
Transportasi Kuda Morgan 1,45–1,55 450–600
Amerika
Serikat
Kuda Standardbreed 1,45–1,55 450–600 Amerika
Serikat
Kuda Poni
untuk menarik Kuda Hackney 0,90–1,45 250–450 Inggris
Kuda Shetland 0,90–1,45 250–450 Inggris
Kuda Ewish 0,90–1,45 250–450 Inggris
Sumber: Ensminger (1977)
Parakkasi (2006) menjelaskan bahwa kuda berkaitan erat dengan manusia yang
secara ekonomis berperanan dalam transportasi (kuda delman, kuda tunggang) dan
3
pengangkut beban dan bahkan di beberapa tempat digunakan sebagai sumber protein
hewani (penghasil daging dan susu). Dijelaskan lebih lanjut bahwa kuda dapat
dimanfaatkan sebagai kuda perang, kuda pacu, kuda rekreasi dan dijadikan sebagai
simbol status sosial pada kebudayaan tertentu. Menurut Edwards (1994) kuda
dibedakan menjadi kuda berdarah panas (hot blood) dan kuda berdarah dingin (cold
blood). Kuda hot blood diidentifikasikan sebagai kuda tipe ringan yang memiliki sifat
agresif seperti kuda Arab, sedangkan kuda cold blood diidentifikasikan sebagai kuda
tipe berat yang sering digunakan untuk menarik beban.
Kuda Lokal Indonesia
Indonesia mempunyai beberapa jenis kelompok populasi kuda yang berasal
dari kuda jenis Thoroughbred yang digunakan sebagai kuda pacuan atau disilangkan
dengan kuda lokal. Edward (1994) menyatakan bahwa kuda lokal Indonesia
digolongkan ke dalam kuda poni karena memiliki tinggi badan berkisar antara 1,15-
1,35 m. Iklim tropis mempengaruhi fenotipik kuda lokal Indonesia. Dijelaskan lebih
lanjut bahwa kuda lokal Indonesia menyebar di beberapa daerah dengan jenis dan
karakteristik yang bervariasi, seperti yang disajikan pada Tabel 2.
Ensminger (1977) menjelaskan kuda diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan,
tipe berat dan kuda poni berdasarkan ukuran, bentuk tubuh dan kegunaan. Kuda tipe
ringan memiliki tinggi 1,45-1,75 m pada saat berdiri dan bobot badan 450-700 kg.
Tipe kuda ini sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik dan kuda pacu.
Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibandingkan dengan kuda
tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m pada saat berdiri dan bobot
badan lebih dari 700 kg yang biasa digunakan sebagai kuda pekerja. Kuda poni
memiliki tinggi kurang dari 1,45 m pada saat berdiri dan bobot badan 250-450 kg.
Kuda Sulawesi
Rahman (2011) menjelaskan kuda Sulawesi atau sering disebut kuda Makasar
terdiri atas beberapa jenis kuda seperti kuda Makasar, kuda Bone dan kuda Bugis. Ciri-
ciri kuda Sulawesi ialah memiliki tinggi yang dapat mencapai 1,15 m; berbentuk
bagus, berkepala kecil sehingga dapat dikatakan termasuk kuda dengan performa baik,
memiliki dahi lebar, rahang terkadang besar, tengkuk pendek, leher agak pendek,
punggung pendek dan kencang. kemudi kencang dan kuat, kaki berurat baik, sifat
cukup baik, langkah teratur, daya tahan besar dan tergolong kuda sederhana.
4
Tabel 2. Jenis dan Karakteristik Kuda Lokal Indonesia
Jenis kuda Tinggi Karakteristik
-----(m)-----
Kuda
Sumba
1,27 Bentuk kepala lebih besar dibandingkan ukuran tubuh,
leher pendek, sifat jinak dan cerdas, konformasi badan
kurang sempurna, tetapi bagian punggung kuat.
Kuda
Timor
1,22 Bentuk tubuh lurus, leher pendek, punggung lurus, bahu,
tengkuk dan ekor tinggi.
Kuda
Sandel
1,35 Ukuran tubuh kecil, kepala kecil dan bagus serta mata
bagus, bulu lembut dan berkilau, kecepatan lari tinggi
dan sangat aktif, kuku kaki kuat dan keras.
Kuda
Batak
1,32 Ekor dan tengkuk berambut bagus dengan posisi ekor
cukup tinggi sehingga baik dalam pergerakan, kaki
belakang ramping, rump tinggi, punggung panjang dan
sempit, kepala bagus, muka lurus,leher lemah dan
pendek serta kurang berkembang.
Kuda
Jawa
1,27 Stamina tubuh baik dan tahan terhadap panas, sifat
jinak, kaki dan persendian tidak berkembang baik
sehingga mempengaruhi kekuatan.
Kuda
Sulawesi 1,25
Daya tahan tubuh kuat, kaki tegap dan kuat, dan
bertempramen stabil.
Sumber : Edward (1994)
Kuda Sandel
Equine Kingdom (2007) mendefinisikan kuda Sandel atau Sandalwood sebagai
kuda keturunan Indonesia yang berkualitas dan memiliki persentase darah kuda Arab
yang cukup tinggi. Kuda Sandel merupakan kuda yang serbaguna karena dapat
digunakan sebagai kuda tunggang, pembawa barang dan pekerja. Kuda ini sangat
cepat dan gesit, sehingga sering digunakan untuk balapan lokal tanpa pelana pada jarak
tempuh lebih dari tiga km. Kuda Sandel mewariskan darah kuda poni berkualitas yang
telah banyak diekspor untuk berbagai kebutuhan. Kuda Sandel berstamina dan berdaya
tahan besar, tenang dan sangat mudah dikendalikan.
Proporsi tubuh kuda Sandel bagus dengan kepala kecil, telinga tegak dan mata
cerdas. Kuda Sandel umumnya memiliki bentuk tubuh lebar, pendek berotot, dada
dalam dan panjang, punggung lurus dan croup menonjol. Tinggi kuda Sandel berkisar
antara 122-132 cm. Kuda Sandel berpotongan tubuh serasi, tidak terlalu lincah dan
memiliki daya tahan kuat. Kuda Sandel berwarna coklat, coklat tua kemerah-merahan
5
dengan rambut ekor dan kaki bagian bawah hitam; atau warna bopong (punggung
sampai ekor bergaris hitam). Bentuk kepala kuda Sandel agak besar dengan leher lebar
dan pendek, sedangkan rambut kepala kasar dan berdiri. Kuda ini memiliki berkaki
langsing dan berbulu di bagian persendian (Equine Kingdom, 2007).
Thoroughbred
Kuda Thoroughbred dikembangkan oleh keluarga Raja Inggris sebelum
diekspor ke Amerika. Kuda ini digunakan sebagai kuda pacu dan kuda olahraga. Kuda
Thoroughbred adalah kuda yang digunakan sejak 1700-an yang berasal dari
persilangan antara kuda jantan impor dari daerah timur tengah (Arab dan Turki)
dengan kuda betina Inggris yang menghasilkan keturunan untuk kuda pacu (Bowling
dan Ruvinsky, 2000). Kuda Thoroughbred memiliki kondisi fisik yang memenuhi
syarat untuk berpacu, seperti bentuk kepala kecil dan pintar, leher panjang, badan
panjang, kaki langsing dan panjang, tulang ramping dan panjang yang seimbang serta
warna bulu halus dan terang (Kidd, 1995). Menurut Edward (1994) ciri-ciri khusus
kuda Thoroughbred adalah tinggi badan 176-178 cm, bentuk kepala dan rahang bagus,
perpaduan antara kepala dan leher bagus dan simetris dengan posisi pundak.
Kuda sebagai Alat Transportasi
Peranan kuda tidak hanya sebagai alat transportasi, rekreasi, dan olahraga tetapi
sudah mulai bergeser menjadi sumber makanan (Astari, 2011). Fungsi kuda sebagai
alat transportasi sehari-hari di kota Bogor menurut Angga (2009) sudah banyak
mengalami penurunan, karena ketersediaan alat-alat transportasi berteknologi tinggi
seperti mobil dan angkutan umum lain. Meskipun demikian, di beberapa tempat di
Indonesia kuda masih banyak digunakan sebagai alat transportasi. Variasi alat
transportasi yang menggunakan kuda adalah kereta perang, kereta kencana dan kereta
kuda atau delman (Angga, 2009).
6
Morfometrik Kuda
Sasimowski (1987) menjelaskan bahwa kepala kuda merupakan bagian tubuh
yang menunjukkan karakteristik tertentu sesuai dengan spesies, bangsa dan jenis
kelamin, habitat hidup dan kondisi kesehatan. Kuda yang hidup di daerah pegunungan
dan dataran tinggi memiliki kepala yang relatif pendek dengan dahi lebih lebar dan
kepala serta moncong pendek dibandingkan kuda di daerah dataran rendah. Menurut
Dyce et al. (2002) proporsi ukuran (size) kuda yang baik adalah sebesar 10%-11%
untuk kepala dan 89%-90% untuk tubuh yang meliputi badan dan leher. Menurut
Bowling dan Ruvinski (2000) penilaian ukuran dan bentuk tubuh kuda sudah
dilakukan berdasarkan sifat dan penilaian performa kuda. Ukuran tubuh kuda
digunakan untuk menentukan tipe kuda dengan kemampuan pacu yang cepat. Ukuran
tubuh, langkah kaki, kualitas kuku, gerak (jarak langkah, elastisitas dan keteraturan)
dan struktur gigi merupakan penciri konformasi tubuh kuda. Tinggi pundak, tinggi
panggul, panjang tubuh, lingkar dada dan lingkar kanon merupakan ukuran-ukuran
tubuh kuda pula. Lingkar dada memiliki pengaruh yang besar terhadap performa
(ukuran tubuh) ternak kuda. Harahap (2011) menjelaskan ukuran kuda delman betina
lebih besar dibandingkan dengan kuda delman jantan.
Menurut Frandson (1992) tulang berfungsi sebagai penyokong dan tempat otot
melekat. Dijelaskan bahwa semakin besar tulang penyusun kerangka maka ukuran
tubuh semakin besar atau tubuh semakin berat. Ukuran kepala amat berkorelasi dengan
ukuran tubuh. Jika bobot kepala terlalu berat untuk leher maka akan membebani kaki
dan mengganggu keseimbangan (Edward,1994). Suherman (2007) menyatakan bahwa
penciri tubuh seekor kuda adalah panjang badan, tinggi pundak dan tinggi pinggul,
sedangkan untuk bentuk tubuh seekor kuda hanya panjang badan.
Ukuran Tubuh dan Bobot Badan
Ukuran–ukuran tubuh dapat digunakan untuk mengetahui morfogenetik dari
jenis ternak tertentu dalam populasi yang tersebar luas antara wilayah atau negara,
sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai bentuk tubuh
hewan sebagai ciri khas bangsa ternak tertentu. Pengukuran tubuh dilakukan
berdasarkan ukuran yang umum pada ternak yaitu sifat kuantitatif untuk mengetahui
perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak maupun untuk digunakan dalam seleksi
(Mulliadi, 1996). Peningkatan sedikit saja ukuran tubuh dapat menyebabkan
7
peningkatan yang proporsional pada bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan
fungsi dan volume ukuran-ukuran permukaan kepala dan bagian-bagian tubuh ternak
lain yang berguna untuk menaksir bobot badan serta memberi gambaran bentuk tubuh
yang merupakan ciri khas bangsa ternak tertentu (Doho, 1994).
Fourie et al. (2002) menyatakan bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat ditentukan
dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering digunakan
untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan,
tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindentifikasikan komposisi tubuh ternak.
Penelitian-penelitian mengenai ukuran-ukuran tubuh ternak telah banyak dilakukan,
diantaranya oleh Otsuka et al. (1982) yang meneliti asal-usul dan hubungan
genealogikal pada beberapa tipe sapi asli Asia Timur, termasuk beberapa sapi lokal asli
Indonesia. Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas.
Korelasi diantara sifat-sifat yang diukur dapat positif apabila peningkatan satu sifat
menyebabkan peningkatan sifat lain. Menurut Hanibal (2008) terdapat korelasi positif
antara skor ukuran tubuh terhadap bobot badan.
Tulang dan Otot
Sepertiga bobot tulang terdiri atas kerangka organik berupa jaringan dan sel-sel
sehingga tulang bersifat elastis dan keras. Duapertiga bobot tulang terdiri atas
komponen anorganik, terutama garam-garam kalsium dan fosfat sehingga tulang
bersifat keras dan kaku (Frandson, 1992). Frandson (1992) menjelaskan bahwa
keseluruhan kerangka mempunyai perototan yang terdiri atas urat syaraf dengan
kejangan pelan (slow twitch fiber) yang mempengaruhi kekuatan dan daya tahan otot;
urat syaraf dengan kejang menengah (intermediate twitch fiber) yang mempengaruhi
kemampuan slow dan fast twich fiber; dan urat syaraf dengan kejangan cepat (fast
twitch fiber) yang mempengaruhi kecepatan kontraksi otot.
Kepala
Leher yang memanjang ke atas sampai batas penglihatan serta membentuk
lengkung ke garis bagian atas, secara natural memberikan posisi kepala yang nyaman
(Knowles, 1994). Ekspresi wajah kuda dan gerakan kepala serta leher memberikan
kesan menarik pada saat pertama kali melihat. Kepala memiliki ukuran proporsi besar,
kepala padat dan pendek membutuhkan leher kuat untuk menopang. Panjang leher
dapat menjelaskan panjang langkah, karena sebagian besar otot leher berperan dalam
8
pergerakan bahu dan kaki depan. Hal ini membuat keterbatasan pada kuda untuk
meletakkan kaki depan bila melewati garis hidung, saat kuda bergerak. Konformasi
yang baik dapat dilihat dari susunan kepala, panjang leher, punggung kuat dengan
ukuran yang tidak terlalu panjang atau pendek, daerah bagian pinggang kuat dan
seperempat bagian belakang kuat (Hamer, 1993).
Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif dikontrol banyak gen yang bersifat aditif, dominan dan
epistatik yang bersama-sama dengan pengaruh lingkungan (non-genetik),
menghasilkan ekspresi fenotipik sebagai sifat kuantitatif (Martojo, 1992, Noor 2010).
Keragaman sifat kuantitatif bersifat kontinyu berkisar diantara nilai minimum dan
maksimum serta menggambarkan suatu distribusi (Martojo, 1992). Sifat kuantitatif
pada kuda diantaranya ukuran tinggi dan bobot badan, laju pertumbuhan dan kecepatan
lari. Setiap sifat kuantitatif yang diekspresikan hewan disebut fenotipe. Fenotipe (P)
merupakan hasil keseluruhan pengaruh-pengaruh genotipe (G), Lingkungan (L) dan
interaksi antara pengaruh genotipe dan lingkungan (Martojo, 1992). Fenotipe ternak
dapat diketahui melalui ukuran tubuh (Otsuka et al., 1982; Nozawa et al., 1981). Sifat
kuantitatif adalah sifat-sifat yang dapat diukur pada seekor ternak baik untuk produksi
seperti ukuran morfologi tubuh, kecepatan lari, daya tahan kerja dan tenaga tarik, juga
untuk reproduksi seperti lama kebuntingan, lama berahi dan produksi susu (Martojo,
1992).
Menurut Warwick et al. (1990), sifat kuantitatif dipengaruhi beberapa atau
banyak gen dan pengaruh interaksi dengan lingkungan. Gen tersebut terdapat dalam
sel-sel jaringan dari berbagai bagian tubuh dan organ-organ yang saling berinteraksi
dalam proses biokimia faali dalam tubuh, sehingga jumlah gen yang berperan dalam
proses tumbuh kembang dapat mencapai ratusan bahkan ribuan (Martojo, 1992).
Analisis Komponen Utama (AKU)
Analisis Komponen Utama (AKU) merupakam teknik statistik multivariat yang
sering digunakan dalam pengurangan dimensi dari kumpulan peubah acak yang tidak
terstruktur untuk analisis dan interpretasi. Metode AKU ini dapat membantu
penempatan kembali variabel dalam jumlah besar dengan variabel dalam jumlah kecil
tanpa mengurangi makna pada analisis obyektif (Gaspersz, 1992). Dijelaskan lebih
9
lanjut bahwa AKU dapat memberikan model teknik penelitian dan pengurangan data
secara substansial.
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) atau AKU
bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari
variabel-variabel. AKU juga dipakai sebagai analisis awal pada Analisis Regresi
Komponen Utama. AKU digunakan untuk mereduksi data dan mencoba untuk
diinterpretasikan (Gaspersz, 1992).
Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU)
Menurut Gaspersz (1992) Analisis Regresi Komponen Utama (Principal
Component Regression Analysis) merupakan teknik Analisis Regresi yang
dikombinasikan dengan teknik Analisis Komponen Utama. Analisis Komponen Utama
dijadikan sebagai tahap analisis antara untuk memperoleh hasil akhir dalam Analisis
Regresi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan Analisis Regresi Komponen
Utama dilakukan pada studi penelitian yang melibatkan banyak variabel bebas dari
sistem konkrit dan hubungan atau saling ketergantungan diantara variabel-variabel
bebas tersebut.
Keunggulan teknik komponen utama dalam Analisis Regresi adalah mengatasi
masalah multikolinearitas diantara variabel-variabel bebas dan meningkatkan
ketepatan pendugaan parameter model regresi dengan cara meningkatkan derajat bebas
galat. Analisis Regresi Komponen Utama dapat dilakukan melalui proses komputasi
dengan aplikasi MICROSTAT, STATGRAPHICS, SAS, SPSS, BMDP, STATPRO
(Gaspersz, 1992).
Pengamatan pendugaan bobot badan berdasarkan ukuran-ukuran linear
permukaan tubuh ternak telah dilakukan oleh Hanibal (2008) dan Tirtosiwi (2011)
pada ternak domba. Hanibal (2008) melakukan pengamatan pada bobot badan, lingkar
dada, panjang badan dan lingkar skrotum, sedangkan Tirtosiwi (2011) mengamati
sepuluh variabel yaitu tinggi pundak, tinggi pinggul, panjang badan, lebar dada, dalam
dada, lebar pinggul, lebar tulang tapis, panjang panggul, lingkar dada, lingkar kanon.