bab ii tinjauan pustaka a. balita - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/5872/3/dimas akhmad...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Balita
1. Pengertian
Balita adalah bayi dan anak yang berusia tahun kebawah (Marimbi,
2010). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat
pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya (Supartini, 2004). Menurut
Muaris (2006), anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas
satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima
tahun.
Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010), balita adalah istilah umum
bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia
batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain
masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut
golden age atau masa keemasan.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa balita adalah
bayi dan anak yang berusia 5 tahun kebawah yang perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya.
2. Karakteristik Balita
Karakteristik balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1 – 3
tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun
merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang
disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa
usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.
Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang
mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya
lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering.
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul
dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak
mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan
mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan
“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung
mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan
pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila
dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).
B. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
1. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit utama
penyebab penyakit kematian bayi dan sering menempati urutan pertama
angka kesakitan balita. Penanganan dini terhadap penyakit ISPA terbukti
dapat menurunkan kematian (Widoyono, 2008).
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14
hari. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah
dan selaput paru (Setiowulan, 2001).
Dalam penentuan klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas 2
kelompok yaitu kelompok umur 2 bulan sampai ≤ 5 tahun dan kelompok
umur < 2 bulan. Klasifikasi untuk kelompok 2 bulan sampai ≤ 5 tahun yaitu
(Dinkes Jateng, 2005) :
a. Pneumonia berat
b. Pneumonia
c. Bukan pneumonia
Klasifikasi untuk kelompok umur < 2 bulan dibagi atas:
a. Pneumonia berat
b. Bukan pneumonia
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Dalam pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) klasifikasi
untuk kelompok umur < 2 bulan adalah infeksi serius dan infeksi bakteri
lokal
2. Penyebab ISPA
Penyebab ISPA terdiri dari :
a. Bakteri penyebab ISPA
Bakteri penyebab ISPA antara lain Genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corynebacterium.
b. Virus
Virus penyebab ISPA antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikomavirus, Mikooplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
c. Jamur
Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergilus sp, Candida albicans,
Histoplasma.
d. Aspirasi
Aspirasi penyebab ISPA antara lain makanan, asap kendaraan bermotor,
cairan amnion pada saat lahir, benda asing (mainan plastik, biji – bijian
dll) dan penggunaan kipas angin (Mandal et.al, 2008).
3. Gejala dan Tanda ISPA
Gejala dari ISPA adalah badan pegal-pegal (myalgia), beringus
(rhinorrhea), batuk, sakit kepala, sakit pada tengorokan. Tanda-tanda klinis
dari ISPA adalah (Widoyono, 2008) :
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
a. Sistem pernafasan adalah nafas tak teratur dan cepat, retraksi/tertariknya
kulit kedalam dinding dada, nafas cuping hidung, sesak kebiruan, suara
nafas lemah atau hilang, suara nafas seperti ada cairannya sehingga
terdengar keras.
b. Sistem peredaran darah dan jantung denyut jantung cepat atau lemah,
hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
c. Sistem saraf adalah gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
kejang dan coma.
d. Hal umum adalah letih dan berkeringat banyak.
e. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk.
f. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun,
mendengkur, mengi, demam dan dingin.
4. Cara Penularan ISPA
Penulran ISPA menurut Alsagaff (2002), yaitu:
a. Air ludah
b. Darah
c. Udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat ke saluran pernafasannya.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Selain itu, faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan
dalam penularan ISPA dimana ventilasi berguna untuk penyediaan udara
segar ke dalam dan pengeluaran udara dari ruang tertutup. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen dan udara segar kedalam
rumah menyebabkan naiknya kelembaban udara, selain itu dapat
menyebabkan terakumulasinya polutan di dalam rumah khususnya kamar
tidur sehingga memudahkan terjadinya penularan (Umbul, 2004).
5. Faktor risiko ISPA
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu
faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku.
a. Faktor lingkungan
1) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini
dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur
terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat
bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi
dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama ibunya sehingga
tingkat pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
2) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 m².
Dengan kriteria tersebut, diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada
hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari
bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara,
tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada
faktor ini (Nastiti et al, 2008).
3) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Penyakit ISPA ini termasuk penyakit menular dan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah,
kepadatan hunian dan keadaan rumah. Dengan perilaku hidup bersih
dan sehat akan menjadikan rumah yang bersih dan menyehatkan pula
sehingga penyakit ISPA dapat dicegah (Umbul, 2004).
Hubungan antara PHBS dengan kejadian ISPA dapat dilihat dari
hasil penelitian bahwa semakin baik PBHS maka kejadian ISPA dapat
diminimalisir atau berkurang. Menurut Rihadi dalam Vijay Khana
(2006) bahwa kesehatan lingkungan berangkat dari konsep
konvensional dari pencegahan, termasuk dalam upaya pencegahan
primer yang menekankan pencegahan secara dini kejadian suatu
penyakit, ditujukan terutama kepada penghambatan
perkembangbiakan dan penularan serta kontak manusia dengan agen,
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
vektor ataupun faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit
(seperti kuman patogen, vektor dan polutan). Misalnya mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun cukup efektif memutuskan mata
rantai infeksi bakteri. Demikian pula klonirasi air minum dapat
mengurangi pemajanan kuman patogen. Kedua upaya seperti ini
dicontohkan diatas dapat merupakan cara sederhana guna mengurangi
risiko timbulnya beberapa penyakit seperti ISPA, diare dan lain-lain.
b. Faktor individu anak
1) Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan
tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12
bulan.
2) Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-
bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,
terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
3) Status gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang
penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah
membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi
paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat
pneumonia.
4) Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan posyandu memberikan
kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai
dengan empat tahun. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan
dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang
spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi.
5) Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi
campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi
akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA (Nastiti et al,
2008).
c. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktik penanganan ISPA
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga
lainnya. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai
masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga
lainnya.
Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh
kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu
balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita
mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya
sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini
ISPA dan pneumonia serta kapan mencari pertolongan dan rujukan pada
sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi
lebih berat. Berdasarkan hal tersebut, dapat diartikan dengan jelas bahwa
peran keluarga dalam praktik penanganan dini bagi balita sakit ISPA
sangatlah penting, sebab bila praktik penanganan ISPA tingkat keluarga
yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang
ringan menjadi bertambah berat (Prabu, 2009).
6. Pencegahan ISPA
Pencegahan ISPA dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan PHBS
yang meliputi mencuci tangan sampai bersih dengan menggunakan sabun
menyebabkan infeksi kuman dari luar keluarga terutama yang menular
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
melalui sentuhan tangan dapat dihindari. Upaya pencegahan ISPA juga
dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh keluarga melalui
aktifitas fisik yang dilaksanakan setiap hari. Terjadinya ISPA juga dapat
dilaksanakan dengan menghindari faktor pemungkin yaitu menjaga kondisi
udara dalam rumah tetap sehat melalui kebiasaan tidak merokok di dalam
rumah (Depkes RI, 2009).
C. Perilaku Hidup Bersih Sehat
1. Batasan perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan lain
sebagainya. Secara singkat, aktivitas manusia tersebut dikelompokkan
menjadi 2 yaitu (Notoatmodjo, 2007) :
a. Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, misalnya
berjalan, bernyanyi, tertawa dan lain-lain.
b. Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari dalam) misalnya
berfikir, berfantasi, bersikap dan lain-lain.
2. Perilaku Kesehatan
WHO merumuskan kesehatan sebagai suatu keadaan sehat jasmani,
mental dan sosial yang sempurna dan bukan hanya keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Kesehatan merupakan suatu kesatuan yang utuh dari
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
manusia, sebagai hasil dari hubungan yang seimbang antara komponen
jasmani, psikologi dan sosio-kultural. Konsep kesehatan yang
dikembangkan oleh Halbert (1996) dalam Sumijatun et al, (2005)
dikatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan ketika seseorang dapat
berfungsi dengan baik karena potensi orang tersebut sedang di puncaknya.
Menurut Undang-Undang tentang kesehatan No.36 Tahun 2009 mencakup
4 aspek yaitu :
a. Kesehatan fisik
Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit
atau tidak adanya keluhan dan memang secara klinis tidak ada
penyakitnya. Semua organ tubuh berfungsi dengan normal atau tidak
ada gangguan fungsi tubuh.
b. Kesehatan mental (jiwa)
Kesehatan mental mencakup 3 komponen yaitu :
1) Pikiran yang sehat itu tercermin dari cara berpikir seseorang, yaitu
mampu berpikir logis (masuk akal) atau berpikir secara runtut.
2) Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misal takut, gembira, khawatir, sedih
dan lain sebagainya.
3) Spiritual yang sehat tercermin dari cara seseorang mengekspresikan
rasa syukur, pujian atau penyembahan terhadap sang pencipta alam
(Allah SWT). Secara mudah, spiritual yang sehat itu dapat dilihat
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
dari praktik keagamaan atau kepercayaanya, serta perbuatan baik
yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
c. Kesehatan sosial
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
atau berkomunikasi dengan orang lain secara baik, atau mampu
berinteraksi dengan orang lain, tanpa membedakan ras, suku, agama
atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik dan saling menghargai
serta toleransi.
d. Kesehatan aspek ekonomi
Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari seseorang itu
produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat menyokong secara finansial terhadap hidupnya sendiri atau
keluarga.
Perilaku kesehatan adalah tindakan yang dilakukan orang untuk
memahami status kesehatan, mempertahankan status kesehatan optimal,
mencegah penyakit dan cedera, dan mencapai potensi mental dan fisik
maksimum (Blais et al, 2006). Perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman
serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Skinner (1928) dalam Notoatmodjo (2007), maka perilaku
kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,
perilaku kesehatan dapat di klasifikasikan menjadi 3 kelompok (Maulana,
2009) :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu (Wawan dan Dewi,
2010) :
1) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis
dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan
supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi
sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab
menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan
penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap
makanan dan minuman tersebut.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang
pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku
ini di mulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan lain.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang
merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarga, atau masyarakat. Misalnya bagaimana mengelola
pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah,
pembuangan limbah dan sebagainya (Maulana, 2009).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain
tentang perilaku kesehatan :
a. Perilaku hidup sehat.
Perilaku hidup sehat adalah hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
b. Perilaku sakit
Perilaku sakit adalah segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan
mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk juga
kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi
penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit
tersebut (Wawan dan Dewi, 2010). Pada saat orang sakit atau anaknya,
ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul antara lain :
1) Didiamkan saja (No action) artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap
menjalan kegiatan sehari-hari.
2) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara yakni : cara tradisional
(kerokan, minum jamu, obat gosok) dan cara modern, misalnya
minum obat yang dibeli di warung, toko obat atau apotek.
3) Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas
pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi dua, yakni : fasilitas
pelayanan kesehatan tradisional (dukun, paranormal), dan fasilitas
atau pelayanan kesehatan modern atau professional (Puskesmas,
Poloklinik, Dokter atau Bidan, Rumah Sakit dan sebagainya).
c. Perilaku peran sakit
Perilaku peran sakit adalah segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Perilaku peran orang sakit ini antara lain (Maulana, 2009) :
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
2) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang
tepat untuk memperoleh kesembuhan.
3) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi
nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat
kesembuhannya.
4) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses
penyembuhannya.
5) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya dan
sebagainya.
3. Perilaku Hidup Bersih Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku guna membantu masyarakat mengenali dan
mengatasi masalahnya sendiri sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu
mempraktekkan PHBS melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina
suasana (Sosial Suport) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment).
Terdapat 5 tatanan PHBS yaitu PHBS Rumah Tangga, PHBS Sekolah,
PHBS Tempat Kerja, PHBS Sarana Kesehatan, PHBS Tempat-tempat
Umum (Dinkes Jateng, 2009).
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
4. Perilaku Hidup Bersih Sehat pada Keluarga
a. PHBS Keluarga
PHBS keluarga adalah wahana atau wadah dimana orang tua
(bapak dan ibu) dan anak serta anggota keluarga yang lain dalam
melaksanakan kehidupan sehari-hari bertolak dari pengertian di atas
PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
memberdayakan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
berperilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes Jateng, 2009).
b. Manfaat
Perilaku hidup bersih dan sehat sangat banyak bermanfaat bagi
penduduk Indonesia, yaitu (Kamisah, 2009) :
1) Setiap rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2) Rumah tangga sehat dapat meningkat produktivitas kerja anggota
keluarga.
3) Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya
yang tadinya dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk
biaya investasi seperti biaya pendidikan dan usaha lain yang dapat
meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.
4) Salah satu indikator menilai keberhasilan Pemerintah Daerah
Kabupaten /Kota di bidang kesehatan.
5) Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.
6) Dapat menjadikan percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
c. Manajemen Pelaksanaan
Sasaran PHBS pada keluarga adalah seluruh anggota keluarga
yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan remaja,
usia lanjut dan pengasuh anak (Kamisah, 2009).
d. Indikator PHBS Keluarga
Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau
permasalahan kesehatan. Indikator PHBS keluarga yang digunakan
yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang kesehatan
antara lain (Dinkes, 2009) :
1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (Dokter atau Bidan)
Pertolongan persalinan pada ibu yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan (dokter, bidan, paramedis lainnya) sebagai penolong
pertama dalam proses lahirnya janin bayi, pemotongan tali pusat
dan keluarnya plasenta
2) Bayi diberi ASI saja sejak usia 0-6 bulan tanpa makanan tambahan
lain termasuk susu formula
3) Penimbangan balita dilakukan satu bulan sekali /minimal 8 kali
setahun di sarana kesehatan (Posyandu, PKD, puskesmas dan lain-
lain).
4) Anggota keluarga mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
beraneka ragam
Anggota keluarga yangberumur 15 tahun keatas mengkonsumsi
sayur dan buah dengan perimbangan minimal 2 porsi sayur dan 3
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
porsi buah atau sebaliknya 3 porsi sayur dan 2 porsi buah selama 7
hari dalam seminggu.
5) Anggota keluarga menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-
hari
Sumber air minum rumah tangga yang berasal dari sumber air
dalam kemasan, leding, pompa, sumur terlindung, serta mata air
terlindung minimal berjarak 10 meter dari tempat penampungan
kotoran atau limbah.
6) Anggota keluarga menggunakan jamban sehat.
7) Anggota keluarga membuang sampah pada tempatnya.
8) Setiap anggota keluarga menempati ruangan rumah minimal 9 m².
9) Anggota keluarga yang berumur 10 tahun keatas melakukan
aktifitas fisik / olahraga.
10) Semua ruangan rumah berlantai kedap air (bukan tanah) dan dalam
keadaan bersih.
11) Anggota keluarga tidak ada yang merokok.
12) Anggota keluarga mencuci tangan sebelum makan dan sesudah
BAB.
13) Anggota keluarga menggosok gigi minimal 2 kali sehari sesudah
makan dan sebelum tidur.
14) Anggota keluarga tidak minum minuman keras dan tidak
menyalahgunakan narkoba.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
15) Anggota keluarga menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan
(Dana Sehat, Askes Maskin, Jamsostek dan lain- lain).
16) Anggota keluarga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).
e. Cara Ukur PHBS
Pengukuran dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan pernyataan-pernyataan hipotetis, kemudian ditanyakan pendapat
responden (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan kuesioner sebagai alat ukur untuk indikator PHBS.
Untuk mencari nilai kriteria peneliti menggunakan rumus
kategorisasi dalam Syarifudin (2010) sebagai berikut, dengan jumlah
soal sebanyak 30 dengan kriteria jawaban sangat selalu, sering, kadang-
kadang dan tidak pernah. Untuk nilai skor jawaban menggunakan skala
likert adalah sebagai berikut:
1) Selalu : 4
2) Sering : 3
3) Kadang-kadang : 2
4) Tidak pernah : 1
Untuk mencari nilai kriteria peneliti menggunakan rumus kategorisasi
dalam Syarifudin (2010) sebagai berikut:
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
1) Tentukan skor maksimal ideal dengan cara skor tertinggi dari
jawaban dikali dengan jumlah butir soal.
2) Tentukan skor minimal ideal dengan cara skor terendah dari jawaban
dikali dengan jumlah butir soal.
3) Tentukan nilai rentang dengan cara skor mak ideal dikurangi skor
min ideal kemudian dibagi 3.
Sehingga didapatkan nilai sebagai berikut:
a) Nilai Maksimal (tertinggi) : 120
b) Nilai Minimal (terendah) : 30
c) Rentang Nilai : 30
Jadi kriteria beban kerja berdasarkan skala linkert adalah
a) Baik : 90-120
b) Cukup : 60-89
c) Kurang : 30-59
Jadi responden akan diketahui memiliki PHBS baik jika memperoleh
nilai sejumlah 90-120, memiliki PHBS cukup jika memperoleh nilai 60-
89 dan memiliki PHBS kurang jika memperoleh nilai 3-0-59.
f. Karaktersitik Keluarga dengan PHBS
1. Umur
Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan
perilaku dan dengan bertambahnya umur seseorang akan sulit
menerima informasi, mereka kurang aktif, mudah terserang penyakit
dan cederung mengabaikan PHBS. Menurut Suryanto dalam
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Wantiyah (2004) mengatakan bahwa usia muda lebih mudah
menerima informasi dan lebih bersifat dinamis dibandingkan usia tua
sehingga lebih mudah menerima perubahan perilaku. Disamping itu
pada usia dewasa muda apabila dilihat dari perkembangan
kongnifnya maka kebiasaan berfikir rasional mereka meningkat, juga
biasannya mereka cukup aktif dan jarang menerima penyakit yang
berat.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Harwinta (2008) yang
menyebutkan bahwa ada pengaruh variabel umur terhadap tingkat
PHBS. Dan ada interaksi signifikan antara variabel tindakan dengan
umur. Responden yang umurnya < 40 tahun memiliki probabilitas
peningkatan tingkat PHBS tatanan rumah tangga sebesar 55,9%. Hal
ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Yuningsih dalam Wantiyah
(2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif bermakna
antara umur dan perilaku, yaitu semakin muda umur seseorang maka
makin baik perilakunnya. Maulana (2009) menjelaskan bahwa umur
merupakan variabel yang kurang berkorelasi terhadap perilaku
karena dianggap diperantai oleh sikap.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu usaha pengorganisasian
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan karena tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi perilaku sehat keluarga dengan
tingkat pendidikan yang kurang mendukung akan menyebabkan
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
rendahnya kesadaran lingkungan, semakin baik tingkat pendidikan
formal sehingga akan mematangkan pemahaman tentang
pengetahuan kesehatan lingkungan dan kesadaran menjaga
kesehatan lingkungan termasuk penerapan prinsip - prinsip PHBS.
Mubarak (2007) juga menjelaskan bahwa pendidikan sebagai
suatu proses dalam rangkaian mempengaruhi dan dengan demikian
akan menimbulkan perubahan perilaku pada diri nya, karena tidak
dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah pula mereka menerima informasi kesehatan. Sebaliknya jika
seseorang yang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan seseorang terhadap penerimaan, informasi kesehatan
dan nilai – nilai baru yang diperkenalkan.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Kusumawati, et. al
(2008) menjelaskan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan
perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Zaahara dalam Kusumawati, et. al (2008) yang juga
mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang didalamnya
termasuk pendidikan mempunyai hubungan dengan perilaku hidup
bersih dan sehat. Adanya keterkaitan antara pendidikan dengan
perilaku hidup bersih dan sehat mempunyai hubungan yang
signifikan dengan tingkat kesehatan. Makin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara
mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Hasil penelitian Amalia
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
(2009) menyebutkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara
tingkat pendidikan dengan PHBS.
3. Pekerjaan
Di dalam lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh informasi kesehatan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Perilaku Hidup Bersih dan sehat keluarga tidak hanya
diukur dari aspek fisik dan mental saja, tetapi juga diukur dari
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau
menghasilkan secara ekonomi sehingga diharapkan dapat lebih
mendorong atau memfasilitasi keluarga untuk PHBS.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Zaahara dalam
Kusumawati, et. al (2008) yang menjelaskan jenis pekerjaan
mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat dalam keluarga. Makin tinggi status sosial ekonomi yang
meliputi jenis pekerjaan, maka makin tinggi pula semakin baik
perilaku hidup bersih dan sehat dalam keluarga, dan sebaliknya
semakin rendah makin buruk perilaku hidup sehatnya.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
D. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Notoatmodjo (2007), Widoyono (2008), Nastiti et al (2008).
PHBS dalam Keluarga a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan b. Bayi diberi ASI eksklusif 0-6 bulan c. Penimbangan balita dilakukan 1 bulan sekali (minimal 8 kali setahun) d. Anggota keluarga mengkonsumsi makanan yang bergizi e. Anggota keluarga menggunakan air bersih f. Anggota keluarga menggunakan jamban sehat g. Setiap anggota keluarga membuang sampah pada tempatnya h. Setiap anggota keluarga menempati ruangan 9 m². i. Anggota keluarga melakukan aktifitas fisik /olahraga j. Semua ruangan rumah berlantai kedap air k. Anggota keluarga tidak ada yang merokok l. Anggota keluarga mencuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB m. Anggota keluarga menggosok gigi minimal 2 kali sehari n. Anggota keluarga tidak minum miras dan menyalahgunakan NAPZA o. Anggota keluarga menjadi peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan p. Anggota keluarga melakukan PSN seminggu sekali
Kejadian ISPA pada Balita
Perilaku a. Batasan perilaku b. Perilaku kesehatan c. Perilaku hidup bersih sehat
ISPA pada balita dipengaruhi oleh : a. Umur b. Status Gizi c. Status Imunitas d. Vitamin A e. Polusi Udara
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
E. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Variabel Luar
Keterangan
: Diteliti
: Tidak ditelit
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
F. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang
telah dirumuskan (Hidayat, 2007). Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan
teori diatas maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada
Keluarga
Kejadian ISPA pada balita : a. ISPA b. Tidak ISPA
ISPA pada balita dipengaruhi oleh :
a. Umur b. Status Gizi c. Status Imunisasi d. Vitamin A e. Polusi Udara
Karakteristik Keluarga dengan PHBS: a. Umur b. Pendidikan c. Pekerjaan
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada keluarga dengan kejadian
infeksi saluran pernafasan atas pada balita.
Hubungan Antara Perilaku..., Dimas Akhmad Ardiyanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015