bab ii tinjauan pustaka a. batasan konsep 1. kdrt · pertumbuhan dan perkembanga, sebagai hasil...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Batasan Konsep
1. KDRT
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta
kekerasan dari kata dasar” Keras” diartikan sebagai sifat (hal tersebut) keras :
kegiatan : kekuatan dsb : paksa (an) : kejang : kekejangan. Di dalamnya
terdapat kata kekuatan yang diartikan sebagai tenaga : gaya : kekuasaan :
keteguhan :kekukuhan : dan juga kata paksaaan yang diartikan tekanan :
desakan keras : yang dipaksa. Jadi kekerasan berarti suatu kegiatan yang
didalamnya terdapat komponen kekuasaan, tekanan dan paksaan. Kekerasan
mengilustrasikan sifat aturan sosial, pelanggaran aturan, dan reaksi sosial
terhadap pelanggaran aturan yang kompleks dan sering kali bertentangan.
Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan
realitas aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Secara umum,
terjadinya tindak kekerasan,memiliki keterkaitan dengan kondisi yang tidak
seimbang baik yang menyangkut kondisi internal anggota keluarga maupun
kondisi eksternal yang dapat mendorong terjadinya kekerasan.
Keluarga itu sendiri salah satunya terbentuk dari susunan rumah tangga
, yang berarti seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan tempat tinggal dan biasa tinggal bersama serta pengelolaan
kebutuhan sehari-hari menjadi satu. Dan di dalam rumah tangga seluruh
11
12
urusan keluarga untuk hidup bersama, dikerjakan bersama dibawah pimpinan
seorang ayah yang ditetapkan menurut tradisi. Konstruksi sosial yang
menggunakan ideology gender menetapkan bahwa pimpinan di dalam rumah
tangga adalah Ayah. Ada beberapa Peran dan fungsi rumah tangga tersebut
antara lain pemenuhan kebutuhan hidup seperti bekerja untuk memenuhi
papan, sandang, dan pangan, dll.. Namun, apabila fungsi-fungsi tersebut tidak
dapat dijalankan dengan baik, maka kemungkinan terjadinya penyimpangan di
dalam sebuah keluarg sangatlah besar. Salah satu contoh adalah apabila
seorang ayah menyalahgunakan peran dan fungsinya sebagai pemimpin, tetapi
lebih menganggap dirinya adalah penguasa yang harus ditakuti dan dituruti
setiap kehendaknya oleh setiap anggota keluarga lainnya. Hal tersebut dapat
mengakibatkan potensi yang ada dalam diri anggota keluarga lainnya tidak
berkembang. Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berakhir
dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dikarenakan, seorang
kepala keluarga memiliki hak untuk menghukum setiap tindakan yang
dianggap tidak sesuai oleh kepala keluarga. Hukuman yang biasanya diberikan
berupa hukuman fisik yang mengakibatkan luka maupun kata-kata penghinaan
yang dapat berakibat terhadap psikologi korbannya.
Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri
memiliki tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan mudah
“main tangan”, hal ini juga bisa menjadi pemicu. Selain itu Masalah
komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam suatu hubungan
dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan kepercayaan tidak
13
terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu konflikdi dalam rumah
tangga.
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga juga dapat dikaitkan dengan
pengaruh sosial ekonomi di dalam sebuah rumah tangga. Rumah tangga yang
berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, biasanya sering
terjadi konflik antara suami-istri. Hal tersebut biasanya disebabkan tuntutan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari oleh anggota keluarga yang sulit untuk
terpenuhi akibat semakin tingginya harga kebutuhan pokok, sehingga
menyebabkan kepala keluarga yang menjadi tulang punggung perekonomian
bagi keluarga mendapatkan tekanan dari anggota keluarganya dan pada
akhirnya menimbulkan pertengkaran antara suami dan istri bahkan berakhir
dengan kekerasan fisik.
Menurut Hasbianto bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah
suatubentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional atau psikologis,
yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan
rumah tangga. Dalam pengertian lain kekerasan dalam rumah tangga
merupakan suatu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap kemanusiaan, juga merupakan tindakan diskriminasi.
Kekerasan pada rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan
dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah satu anggota keluarga.
Tindakan kekerasan tersebut bukan berarti tindakan tunggal, akan tetapi
merupakan tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka
waktu yang sama dan terhadap korban yang sama pula. Menurut Undang-
14
undang Nomor 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT). Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 dijelaskan bahwa “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hokum dalam
lingkup rumah tangga.”
Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang
biasanya terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih
memiliki pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi
kehangatan, kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat
mustahil apabila terjadi suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan
bagian dari anggota keluarga dengan pelakunya juga anggota keluarga itu
sendiri. Fenomena kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai
fenomena gunung es. Hal ini terjadi disebabkan korbannya sebagian besar
adalah para perempuan dan anak-anak mereka. Sehingga apabila korban
melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul
ketakutan tidak akan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya
adalah seorang suami yang merupakan tulang punggung keluarga.
Selain itu, keadaan sosial ekonomi yang rendah juga mempengaruhi
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Tuntutan kebutuhan hidup yang
tinggi membuat emosi seseorang mudah terpancing. Apabila hal tersebut tidak
15
dapat diredam, maka suatu tindakan kekerasan atau bahkan penelantaran
keluarga oleh seorang suami terhadap kelurganya sangat mungkin terjadi.
Kurang tanggapnya keluarga terdekat dan masyarakat sekitar tempat tinggal
juga menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga dianggap oleh korban
sebagai suatu yang normal akibat tidak adanya respon dari lingkungan
sekitarnya.
Dari pengamatan KDRT tersebut akan menimbulkan beberapa dampak,
antara lain berupa fisik dan psikis. Dampak fisik berupa Kekerasan secara
fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Dan Dampak non fisik berupa psikis, yaitu Kekerasan secara psikologis
berupa perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
2. ANAK
Secara umum dikatakan adalah seorang yang dilahirkan dari
perkawinan antara seoramg perempuan dengan seorang laki- laki dengan tidak
menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak
pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.
Anak juga meripakan cikal bakal lahirnya generasi baru yang
merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi
pembangunan Nasional. Anak adalah asset bangsa. Masa depan bangsa dan
Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang. Semakin
16
baik kepribadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa
depan bangsa. Begitu pula sebaliknya,apabila kepribadian anak tersebut buruk
maka akan bobrok pula ehidupan bangsa yang akan datang.
3. PENDIDIKAN FORMAL
Pendidikan menurut bahasa dan istilah Pendidikan menurut bahasa
Yunani : berasal dari kata pedagogi, yaitu darin kata “paid” artinya anak dan
“agogos”artinya membimbing.Itulah sebabnya isilah pedagogi dapat diartikan
sebagai “ilmu dan seni mengajar anak.
Pendidikan merupakann usaha sadar dan teratur serta sistematis yang
dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab, untuk mempengaruhi
anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita–cita pendidikan.
Dengan kata laindapatb disebutkan bahwa pendidikan adalah bantuan yang di
berikan dengan sengaja kepada anak, dalam pertumbuhan jasmani maupun
rohani untuk mencapai tingkat dewasa. Pandangan sosiologi melihat
pendidikan dari aspek sosial sehingga pendidikan diartikan sebagai usaha
pewrisan dari generasi kegenerasi berikutnya (Nasution, 1994 : 10).
Pengertian tersebut mengandung maksud bahwa pendidikan adalah sesuatu
yang dilakukan seseorang deengan tujuan membentuk sifat dasar yang baik
bagi seorang anak.
Pendidikan dalam arti luas adalah proses interaksi antara manusia
sebagai individu/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial,
masyarakat, sosial – ekonomi, sosial- politik dan sosial – budaya dan segala
pengalaman yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
17
Segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu,suatu proses
pertumbuhan dan perkembanga, sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak
manusia lahir.
Sedangkan pendidikan dalam arti sempit adalah proses interaksi
antara pendidik dan peserta didik baik di keluarga, sekolah maupun
dimasyarakat. Prakteknya identik dengan persekolahan, yaitu pengajaran
formal di bawah kondisi – kondisi yang terkontrol.
Dalam definisi Pendidikan dapat dibedakan antara 2 aspek yaitu
Pendidikan Formal dan Non Formal :
1. Pendidikan Formal merupakan pendidikan sekolah yang diperoleh secara
teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat – syarat yang
jelas. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk
masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberi pelayanan
kepada generasi muda dalam mendidik warga Negara.
2. Sedangkan pendidikan Non Formal adalah : jalur pendidikan diluar formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil
pendidikan nin formal dapat dihragai dengan setara hasil pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada
standart nasional pendidikan.
18
B. LANDASAN TEORI
Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji dengan pendekatan
sosiologi. Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia sehingga sikap atau perilaku kegiatan yang dipelajari dalam
kedudukannnya di dalam masyarakat termasuk di dalamnya perubahan–
perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tersebut.
(Soekanto, 1990 : 17).
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
struktur fungsional, dimana obyek studi berupa sesuatu yang saling
berhubungan antara teori dan fakta Sesuai dengan pendapat William J Goode
1985, sesuatu yang realitas. Dengan kata lain bahwa antara teori dan fakta
memiliki hubungan timbal balik dan saling berkaitan dan lebih identic dengan
sebuah hasil “spekulasi” pemikiran dan apabila hasil spekulasi tersebut
terbuktu maka teori menjadi fakta.Karena itu bahwa fakta-fakta adalah hasil
observasi, observasi yang tidak sembarangan, penuh arti dan relevant (sesuai
dengan tujuan : berhubungan dengan hal yang sedang ditangani) secara
teori.(Metode-metode peneltian social William J.Goode).
Dengan demikian maka penyimpangan adalah setiap perilaku yang
dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat. Dan hal ini, tentunya menimbulkan berbagai masalah. Misalnya,
kekacauan keluarga yang dapat ditafsirkan sebagai pecahnya suatu unit
kesatuan social terkecil (keluarga), terputusnya atau retaknya struktur peran
sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran
19
mereka secukupnya. Disorganisasi suatu keluarga berkaitan erat dengan
disharmonisasi dalam suatu keluarga, yang berada dalam suatu masyarakat
secara keseluruhan. Kasus keluarga diawali dengan pasangan suami istri yang
menjalankan bahtera perkawinan yang mengharapkan kebahagiaan selamanya
tidak terwujud.
Sedangkan menurut teori William J. Goode dalam bukunya “sosiologi
keluarga th 1985” disharmonis keluarga (kekacauan keluarga) adalah
pasangan suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial
jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban mereka
secukupnya, dapat dikatakan disharmonis merupakan struktur keluarga masih
lengkap didalamnya kurang adanya perhatian kepada keluarga khususnya
untuk anak, orang tua sering bertengkar, kurang komunikasi dan tidak ada
kesatuan dalam keluarga.
Dapat dikatakan bahwa Konflik Realitas yaitu konflik dari kekecewaan
terhadap tuntutan runtuhan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari
perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, yang ditujukan pada
obyek yang dianggap mengecewakan. Konflik Realitas memiliki ciri antara
lain : Konflik muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan
dari perkiraan keuntungan anggota yang diarahkan pada obyek frustasi. Di
samping itu, konflik merupakan keinginan untk mendapatkan sesuatu.
Konsep teori ini adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan
fakta social. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa
kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis.
20
Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam
masyarakat. Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang di antara individu
dalam masyarakat itulah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog.
Struktur yang sebenarnya dari penyimpangan harus diperhatikan di dalam
susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap
kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisa penelitian
adalah mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.
Bagi William J. Goode bahwa struktur sosial ada di dalam dirinya
sendiri dan bergerak sebagai kendala, dan mengungkapkan penyimpangan
dalam keluarga harus mencari nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan yang
tertanam secara struktural sehingga membuat manusia saling terlibat dalam
disorganisasi, bilamana ia tidak ingin larutkan kedalam penjelasam psikologis
mengenai agretivitas bawaan, turunan atau pun kebengalan manusia, dan
bersifat fungsional
Wlliam J. Goode menyatakan bahwa semakin dekat suatu hubungan
semakin besar kasih sayangyang sudah tertanam, sehingga dimana keterlibatan
total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian
merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila hubungan tersebut benar-
benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan
hubungan tersebut, seperti contoh penyimpangan antara suami-istri yang mana
dapat menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.
Teori William J.Goode (Tahun 1985) dalam sosiologi keluarga ini
merumuskan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku
21
yang terjadi dalam lingkungan aktor. Ini berarti bahwa teori ini berusaha
menerangkan tingkah laku yang terjadi dimasa sekarang melalui kemungkinan
akibatnya yang berlaku di masa yang akan datang( Ritzer, 1985 : 85-86 )
termasuk tindak kekerasan.
Adapun fungsi Keluarga mencakup beberapa fungsi, antara lain
1. Fungsi Afektif, yaitu dimana fungsi ini mencakup kasih sayang dalam
keluarga atau fungsi internal keluarga dan dasar kekuatan negara,
didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling endukung dan saling
menghargai antar anggota keluarga.
2. Fungsi Pendidikan dimana fungsi ini bertujuan untuk membimbing dan
mengarahkan, pengendali dan pembimbing, membekali, dan
mengembangkan pengetahuan nilai dan ketrampilan bagi anak-anaknya
sehingga mampu menghadapi tantangan hidup dimasa yang akan
datang.Selain itu keluarga juga diharapkan dapat mencetak anak agar
mempunyai kepribadian yang nantinya dapat dikembangkan dalam
lembaga-lembaga berikutnya
3. Fungsi ekonomi : Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarganya, yaitu sandang, pangan, dan papan ( www.fungsi
keluarga ekonomi )
4. Fungsi Perlindugan : Dalam hal ini setiap anggota keluarga wajib
memberikan perlindungan kepada anggota keluarga yang lain. Agar
mereka merasa aman, nyaman, dan terlindung. ( www.fungsi pemdidikan
keluarga.com)
22
5. Fungsu Reproduksi : Fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
Apabila fungsi-fungsi tersebut tidak dijalankan dengan baik didalam
keluarga maka fungsi tersebut dapat berubah menjadi disfungsi yang
artinya tidak dapat berfungsi dengan normal sebagaimana mestinya.Akibat
dari disfungsi ini maka akan timbul konflik di dalam keluaarga.
Menurut Cooser (1956) yaitu Teori Konflik, dimana obyek studi berupa
sesuatu yang realitis dan non realistis. Sesuai dengan pendapat Coser Konflik
Realistas yaitu konflik dari kekecewaan terhadap tuntutan runtuhan khusus
yang terjadi dalam hubungan dan perkiraan kemungkinan keuntungan para
partisipan, yang ditunjukkan pada obyek yang dianggap mengecewakan.
(www.teori Coser.com). Dalam penelitian ini berpijak pada teori konflik
realistis, contohnya :
1. Frustasi yaitu keadaan batin seseorang atau ketidakseimbangan dalam
jiwa karena ketidakpuasan atau hasrat/dorongan yang ridak dapat
terpenuhi.
2. Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, dan
menyebabkan terganggunya aktivitas social sehari-harinya.
3. Ekonomi yaitu dimana pemenuhan dalam kebutuhan hidup sehari hari
masih sangatlah berkurang, hal ini dikarenakan pendapat yang minim.
Suatu tindak kekerasan baik yang dilakukan terhadap orang dewasa
atau terhadap anak – anak merupakan bentuk perilaku yang menyimpang,
yang dapat menimbulkan akibat sesudahnya bagi obyek tindak kekerasan, dan
23
menimbulkan ganjaran (reward) yang negative bagi aktor yang melakukan
tindak kekerasan.
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh seseorang tentu saja merupakan
yang merugikan bagi siapa saja yang menjadi korban. Kekerasan merupakan
salah satu bentuk kontes kekuasaan orang dewasa terhadap anak yang
dimaksudkan anak merasa takut dan tunduk pada kemauan atau aturan yang
dibuat oleh orang dewasa. Kekerasan juga digunakan sebagai alat disiplin dan
penghukuman dibanyak institusi keluarga dan sekolah.
C. Penelitian Terdahulu
Penulisan skripsi ini mengacu kepada penelitian sejenis yang
sebelumnya telah dilakukan mengenai tindak kekerasan dalam rumah tangga
yang berdampak kepada anak. Yang pertama yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Sellie Feranie,M.Si dalam penelitiannya yang berjudul Kekerasan Dalam
Rumah Tangga pada tahun 2006 beranggapan bahwa Kkekerasan Dalam
Rumah Tangga identic dengan kentalnya budaya patriarki yang masih kental
dalam budaya budaya setiap perempuan, kedua adalah UU PDKDRT yang
belum terorsialisasi secara optimal dan juga hal ini ditunjukkan dengan
sedikitnya keeberanian untuk mengadukan kasus domestic violence yang
dialami perempuan-perempuan di kota Bandumg. Pandangan masyarakat yang
menganggap bahwa masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah urusan
suami-istri yang bersangkutan, yang harus diselesaikan oleh mereka berdua,
juga turut menghambat prosese perlindungan terhadap perempua. Sebagian
24
besar masyarakat juga berpendapat bahwa campurtangan pihak lain seperti
keluarga,masyarakat, maupun pemerintah dianggap tidak lazim.
Penelitian kedua dilakukan oleh Julie L. Crouch, joel S. Milner dan
Cynthia Thomsen dalam hasil penelitiannya tentang Childhood Physical
Abuse, Early Sosial Support, And Risk For Maltreatment : Current Sosial
Support As A Mediator Of Risk for Child Physical Abuse.Chilhood physical
abuse and early sosial support cavaried, such that receipt of physical abuse
was associated with lower levels of perceived early sosial support. Early
support,butnot child physical abuse, had an indirect (i. e., trough current
support) on child physicalabuse risk, More specifically, levels of early support
were directlyrelatedto adult perceptions of support, and adult perceptions of
support were inversely associated with child physical abuse risk. Chilhood
physical abuse was directly related to child physical abuse risk.
Low levels of early support may impact risk for child physical abuse by
affecting perceptions of others as supportive in adulthood. The receipt of
physical abuse in childhood, however, does not appear to impact perceptions
of support in adulthood. Research is needed to identify additional factors that
may explain the association between receipt of physical abuse in childhood
and increased risk of child physical abuse in adulthood.
Hasil penelitiannya yang dikutip dari www.questia.com/ jurnals
menyatakan bahwa penyalahgunaan fisik terhadap orang lain yang tak lain
adalah pasangan hidup didalam anggota keluarga akan mempengaruhi
persepsi anak pada masa dewasa yang tak lain dampaknya terhadap
25
pendidikan formal anak anak sikap anak dimasa dewasa akan terpengaruh
dengan resiko kekerasan yang pernah diterimanya ketika masa kanak–kanak.
Data dianalisis korelasinya memberikan bukti empiris atas pengaruh negatif
jangka panjang trauma menyaksikan dan mengalami KDRT masa kanak. Studi
2 tidak menemukan hubungan antara trauma KDRT dengan pengalaman
sebagai korban kekerasan dalam relasi intim, namun dipertimbangkan
hubungan ini dapat terjadi secara tidak langsung. Diharapkan penelitian ini
dapat menjadi awal pengembangan studi longitudinal efek trauma terhadap
fungsi psikofisik manusia.
Penelitian yang ketiga adalah oleh Assegaf (2002), Hubungan antara situs
krisis dan kekerasan tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari–hari,
namun juga berdampak pada kondisi pendidikan saat ini, tidak hanya krisis
ekonomi dan moneter, tapi juga krisis moral. Dalam penelitiannnya
menyatakan bahwa Kondisi dan pemicu kekerasan dalam rumah tangga
memberikan gambaran nyata tindak kekerasan terjadi di lembaga keluarga
sebagai akibat adanya krisis multidimensi, namun lebih mengarah pada krisis
moral. Adanya bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang masih merajalela
merupakan indicator bahwa proses atau aktivitas hubungan keluarga masih
jauh dari nilai–nilai kemanusiaan. Disinilah urgensi humanisasi pendidikan.
Humanisasi pendidikan merupakan upaya untuk meyiapkan generasi yang
cerdas nalar, cerdas emosionalnya, dan cerdas spiritualnya, bukan
menciptakan manusia yang kerdil, pasif, dan tidak mampu mengatasi
persoalan yang dihadapi. Pendidikan bukan hanya memberikan keleluasaan
26
terhadap pengabdian spiritual, melainkan yang lebih penting lagi harus
memungkinkannya berbagai peristiwa tragis kemanusiaan seperti penindasan,
pembodohan, terror, radikalisme, keterbelakangan, dan permasalahan
lingkungan. Agar wawancara kemanusiaan tanpa kekerasan tetap
dikedepankan dalam pendidikan, kurikulum harus menyajikan materi yang
memungkinkan bagi tumbuhnya sikap kritis bagi peserta didik. Agar
pendidikan berjalan tanpa kekerasan, maka perlu dipertimbangkan dalam
sebuah lembaga pendidikan adalah nialian yang efektif, penerapan metode
pembelajaran yang humanis, dan internalisasi nilai – nilai islam, moral dan
budaya nasional dalam keseluruhan proses pendidikan. Untuk itu, pemahaman
yang cukup tentang pendidikan yang humanis perlu diketahui semua pihak
yang terlibat dalam pendidikan.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Rochmat Wahab (2004), Setiap
keluarga memimpikan dapat membangun keluarga yang harmoni, bahagia,
dan saling mencintai. Namun pada kenyataannya banyak keluarga yang
merasa tidak nyaman, tertekan, sedih karena terjadi kekerasan dalam rumah
tangga, baik kekerasan bersifat fisik, psikologis maupun seksual, emosional
maupun penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat
disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, baik secara sendiri- sendiri
maupun bersama – sama, terlebih–lebih di era terbuka dan informasi yang
kadang kala budaya kekerasan yang muncul lewat informasi tidak bisa terfilter
pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam rumah tangga.
Kondisi yang demikian cenderung mengganggu dan menghambat
27
perkembangan anak, sehingga mereka tidak bisa tumbuh dan berkembang
secara natural, bahkan menghambat anak berprestasi di sekolah, untuk dapat
menyelamatkan pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, kiranya
perlu dilakukan penanganan secara psikologis dan edukatif terhadap kasus
KDRT, baik yang sifatnya kuratif maupun preventif, sehingga bukan saja
berarti pelaku dari KDRT, melainkan utamanya bagi pelaku korban KDRT,
melainkan utamanya bagi korban KDRT dan masyarakat secara lebih luas.
Penelitian Kelima yang dilakukan oleh Nini Fachrina, MSi (2007)
berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan dilakukannya penelitian ini
maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam
keluarga, dalam hal ini tindakan suami terhadap istri ditemui terjadi dalam
masyarakat Minangkabau dalam berbagai bentuk Kekerasan Ekonomi, dan
sebagian kecil kekerasan seksual. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya
tindakan KDRT terhadap istri secara umum ditemui bervariasi. Mulai dari
karena emosional atau ksal terhadap perilaku istri, tidak patuh kepada suami,
pertengkaran karena masalah anak, ekonomi, tidak beres mengurus rumah
tangga sampai karena factor cemburu.
Penelitian yang keenam yang dilakukan oleh John Dirk Pasalobessy, 2005.
Dalam hasil penelitiannya tentang violence is not just an individual problem
or a national problem, but is already non-.global problem, even transnational.
In the context of human rights, as human beings, women and children also
have the same rights. Efforts to prevent or cope with a variety of behaviors
and violence experienced by women and children already have received
28
serious attention and treatment. Therefor, the approach in handling these
issues must be integrated, where in addition to the legal approach should
also consider non-legal approach which is precisely the cause of violence.
Dalam penelitiannya mengemukakan tentang
Kekerasan bukan hanya masalah individu atau masalah nasional, tetapi sudah
menjadi masalah global, bahkan transnasional. Dalam konteks hak asasi manusia,
sebagai manusia, perempuan dan anak-anak juga memiliki hak yang sama. Upaya
untuk mencegah atau mengatasi berbagai perilaku dan kekerasan yang dialami
oleh perempuan dan anak-anak sudah mendapat perhatian dan penanganan serius.
Oleh karena itu, pendekatan dalam menangani isu-isu ini harus terintegrasi, di
mana selain pendekatan hukum juga harus mempertimbangkan pendekatan non-
hukum yang justru merupakan penyebab kekerasan. Dalam konteks perlindungan
HAM, sebaagai manusia, perempuan dan anak juga memiliki hak yang sama
dengan manusia yang lainnya, yakni hak yang sudah melekat secara alamiah sejak
ia dilahirkan , dan tanpa itu manusia terutama wanita dan anak tidak bisa hidup
sebagai manusia secara wajar.Kekerasan terhadap perempuan merupakan
rintangan terhadap keberhasilan pembangunan. Bagimanapun tindak kekerasan
akan berdampak pada kurangnya rasa percaya diri,menghambat perempuan untuk
berpartisipasidalam kegiatan social, mengganggu kesehatannya, dan berdampak
pada perkembangan ekonomi, politik, social budaya serta fisik. Demikian juga
dengan anak kepercayaan pada diri sendiri dalam pertumbuhan jiwanya akan
terganggu dan menghambat proses perkembangan jiwanya dimasa depan.
29
Akan tetapi dalam penelitian ini mengemukakan bahwa KDRT dalam
keluarga miskin pendapatannya berkurang dalam memenuhi kebutuhan hidup
keluarga, sehingga muncullah disharmonisasi sebagai pemicu konflik antara
suami istri dan terjadi KDRT yang berdampak negatif pada pendidikan formal
anak.
D. Kerangka Berpikir
Suatu Perilaku Sosial yang terjadi diantara pelaku dan korban di dalam
rumah tangga di wilayah Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta adalah perbuatan
yang saling berkaitan dan membawa dampak. Dimana di dalam keluarga
terdapat disintegrasi sosial berupa konflik suami dan istri yang dapat
menimbulkan kekerasan di dalam keluarga “KDRT” yang sangat berdampak
pada anak terutama pada pendidikan formal anak. KDRT dan dampaknya
terhadap pendidikan formal anak, dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut :
30
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Putus Sekolah
Keluarga Miskin
Faktor Non Ekonomi
- Ketidakharmonisan
- Saling tidak percaya
- Kecemburuan
Faktor Ekonomi
- Pendapatan Rendah
- Keadaan Rumah
KDRT
- Kekerasan Fisik
- Kekerasan Psikis
- Kekerasan Ekonomi
Dampak Terhadap Pendidikan Formal Anak
Depresi Proses belajar anak tidak fokus/
terganggu atau prestasi menurun
31
Dari bagan diatas dapat dilihat alur berfikir dari penelitian ini berawal
dari sebuah keluarga, bagian pertama atau tingkat paling atas ditempati oleh
keluarga miskin. Dalam hal ini perlu adanya pemahaman tentang definisi
keluarga miskin
Kemudian untuk tingkat ke dua adalah faktor keluarga miskin, ada dua
faktor penyebab terjadinya keluarga miskin yaitu faktor ekonomi dan faktor
non ekonomi. Masing-masing faktor terdapat penyebab pula yang dapat
mendorong KDRT itu terjadi yaitu pendapatan rendah serta keadaan rumah
yang tidak layak huni, kemudian faktor non ekonomi terdapat faktor
pendorong yaitu ketidakharmonisan, kecemburuan, dan saling tidak percaya.
Menurut teori William J. Goode dalam struktur fungsional keluarga Ada
beberapa fungsi dalam keluarga itu sendiri antara lain fungsi afektif, fungsi
pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi (William
J.Goode, 1985). Apabila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan dengan
semestinya dalam keluarga maka fungsi tersebut berubah menjadi disfungsi
dalam keluarga yang mana dapat mengakibatkna konflik itu sendiri muncul
dalam rumah tangga. Menurut teori Coser dalam teori konflik ada 2 yaitu
realistas dan nin realistas, namun dalam penelitian ini teori konflik yang
digunakan adalah teori konflik realistas yang mana konflik ini benar-benar
terjadi didalam rumah tangga akibat fungsi-fungsi dan wewenang tidak
berjalan dengan selayknya sehingga menimbulkan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
32
Dan untuk tingkatan selanjutnya adalah Kekerasan Dalam Rumah
Tangga,dimana kedua factor pemicu tersebut yaitu factor kemiskinan dan
factor non ekonomi yang berawal dari keluarga miskin dapat menimbulkan
adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berbagai bentuk kekeraasan dalam
rumah tangga yaitu Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis,dan Kekerasan
Ekonomi.
Akibat dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat mengakibatkan
dampak terhadap pendidikan formal anak. Sedangkan lembaga pendidikan
merupakan tempat dimana proses pewarisan sifat dasar dan segala bentuk
pengetahuan yang baik itu berlangsung. Adanya dampak terhadap pendidikan
formal anak yaitu anak menjadi depresi, Kesulitan Belajar, dan mengalami
Putus Sekolah.
E. Definisi konseptual
1. Keluarga Miskin adalah Keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat berlindung,
kesehatan, bahkan pendidikan sehingga kondisi ini rentan terhadap
timbulnya permasalahan social yang lain di dalam keluarga.
2. Ada dua factor pemicu terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu
Faktor Kemiskinan dan Faktor Non Ekonomi. Faktor Kemiskinan itu
sendiri merupakan factor pemicu yang mana dipandang sebagai kondisi
sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak
untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
33
Faktor Ekonomi itu sendiri disebabkan beberapa penyebab yaitu
pendapatan rendah dan keadaan rumah. Pendapatan Rendah yaitu dimana
penghasilan kita kurang dari standart dan tidak bisa memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari di dalam keluarga. Kemudian penyebab dari Faktor
Kemiskinan yaitu Keadaan Rumah, dimana kondisi tempat tinggal yang
tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal yang mana dapat
mengakibatkan konflik antara keluarga dan tidak adanya kenyamanan
dalam hidup. Kemudian factor pemicu dari KDRT selanjutnya adalah
Faktor Non Ekonomi. Penyebab timbulnya Faktor Non Ekonomi di dalam
penelitian ini ada tiga yaitu Ketidakharmonisan, Kecemburuan, dan Saling
tidak percaya. Ketidakharmonisan keluarga dimana antara anggota
keluarga merasa tidak disayang atau tidak dihargai bahkan tidak
dihiraukan ataupun merasa tersisih dalam rumah tangga, serta seringnya
terjadinya konflik antara suami dan istri sehingga kekerasan dalam rumah
tangga itu terjadi.Kemudian Ketidak saling percayaan yang mempengaruhi
persepsi. Selanjutnya Kecemburuan rasa cemburu sering terjadi antar
pasangan dan biasanya tumbuh secara subur dalam cinta antar lawan jenis
karena cinta dalam hubungan lawan jenis bersifat eksklusif.
3. KDRT adalah suatu hal yang mengilustrasikan sifat keras, adanya
pemaksaan, memuat kekuasaan, serta adanya pelanggarang terhadap hak
asasi manusia, yang dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok,
dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, dengan berbagai pemicu dan
tujuan yang ,elatarbelakangi tindakan tersebut, jadi Kekerasan dalam
34
lembaga keluarga adalah perilaku yang memuat pemaksaan, kekuasaan,
dan pelanggaran aturan yang mengarah pada pelanggaran hak asasi
manusia yang terjadi dalam lembaga keluarga serta melibatkan anggota
keluarga atau struktur lembaga keluarga.
4. Dampak Pendidikan Formal, pendidikan merupakan usaha yang dilakukan
seseorang secara sadar dan sistematis, yang ditujukan kepada anak, dengan
tujuan untuk mewariskan segala bentuk pengetahuan, sifat dasar dan tabiat
yang baik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lembaga pendidikan
formal adalah tempat dimana proses pewarisan sifat dasar dan segala
bentuk pengetahuan yang baik, yang dilakukan oleh guru terhadap siswa
sebagai struktur utama dalam lemabaga pendidikan formal. Jadi dampak
itu sendiri adalah Pengaruh atau akibat dalam setiap keputusan yang
diambil, baik yang berpengaruh dalam positif maupun negatif. Namun
didalam penelitian ini diutarakan dampak negatif dalam penddidikan
formal anak akibat dari KDRT, antara lain :
a. Depresi Anak
Merupakan pengaruh yang terjadi akibat peristiwa yang terjadi di
lingkungan yang berupa gangguan mental umum yang ditandai dengan
kesedihan, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi yang dapat
mengakibatkan terganggunya aktivitas dalam proses belajar.
b. Proses belajar anak tidak focus/ terganggu atau prestasi menurun
Ini disebabkan karena kurangnya perhatian dan pola asuh orang tua
dalam menerapkan proses asuhan atau pengajaran terhadap pentingnya
35
pendidikan formal yang dikarenakan adanya kekerasan dalam rumah
tangga
c. Putus Sekolah
Adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa sari suatu lembaga
pendidikan formal.Hal ini terjadi apabila si anak kurang adanya niat
dalam menempuh pendidikan formal dan kurangnya pengawasan serta
perhatian dari orang tua itu sendiri.