bab ii tinjauan pustaka a. disiplin kerja 1. pengertian ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2483/2/bab...

21
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Kerja Disiplin kerja merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh karyawan yang membuatnya mematuhi keputusan dan peraturan yang telah ditetapkan (Lateiner dalam Amriany dkk., 2004). Prawirosentono (1999) menyatakan bahwa disiplin kerja merupakan ketaatan karyawan bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan tempatnya bekerja. Disiplin kerja juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada karyawan yang melanggar peraturan dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang sudah disepakati. Menurut Hasibuan (2006) disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan karyawan menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Disiplin kerja juga merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan perorangan, kelompok, atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma, dan kaidah yang berlaku. Lebih lanjut, disiplin kerja menjadi kunci terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat, dengan disiplin yang baik berarti karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugasnya dengan baik serta penuh tanggung jawab. Disiplin kerja ialah suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk menaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk

Upload: hoangque

Post on 08-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Disiplin Kerja

1. Pengertian Disiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh

karyawan yang membuatnya mematuhi keputusan dan peraturan yang telah

ditetapkan (Lateiner dalam Amriany dkk., 2004). Prawirosentono (1999)

menyatakan bahwa disiplin kerja merupakan ketaatan karyawan bersangkutan

dalam menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan tempatnya bekerja.

Disiplin kerja juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada

karyawan yang melanggar peraturan dalam organisasi, maka karyawan

bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang sudah disepakati. Menurut

Hasibuan (2006) disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan karyawan menaati

semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku. Disiplin kerja juga

merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan perorangan, kelompok,

atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan,

etika, norma, dan kaidah yang berlaku. Lebih lanjut, disiplin kerja menjadi kunci

terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat, dengan disiplin yang

baik berarti karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugasnya dengan

baik serta penuh tanggung jawab.

Disiplin kerja ialah suatu sikap dan perilaku yang berniat untuk menaati

segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran diri untuk

13

menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi.

Disiplin kerja juga merupakan sikap menghormati, menghargai, dan patuh

terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dan tidak

mengelak untuk menerima sanksi apabila melanggar wewenang yang diberikan

kepadanya. Lebih lanjut disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku yang

berniat untuk menaati segala peraturan organisasi yang didasarkan atas kesadaran

diri untuk menyesuaikan dengan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh

organisasi (Sastrohadiwiryo, 2005). Tu’u (2004) menyatakan disiplin kerja

merupakan pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin didalam

lingkungan di tempat seseorang itu berada, termasuk lingkungan kerja sehingga

tercipta suasana tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan.

Menurut (Rivai, 2011) disiplin kerja merupakan kesediaan karyawan

untuk mengubah suatu perilaku untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan

dalam mentaati segala peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang

berlaku. Lebih lanjut, karyawan akan datang tepat waktu untuk bekerja, tidak

mengabaikan prosedur keselamatan kerja, bertanggung jawab atas tugas-tugas

yang telah diberikan kepadanya, melakukan tindakan yang sopan kepada

karyawan lainnya maupun customer (pembeli, pelanggan, maupun rekan bisnis),

dan mematuhi atas segala peraturan yang sudah di tetapkan pihak perusahaan.

Disiplin kerja membuat karyawan bersedia mengubah suatu perilaku untuk

meningkatkan kesadaran dan kesediaan

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa

ahli, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan ketaatan yang

14

dilakukan karyawan secara teratur dan terus-menerus terhadap peraturan yang

telah ditetapkan oleh perusahaan, sehingga karyawan akan menunjukan kualitas

dan kuantitas dalam menyelesaikan tugas-tuganya.

2. Aspek - aspek Disiplin Kerja

Lateiner (dalam Amriany dkk., 2004) mengemukakan bahwa disiplin kerja

terbagi dalam enam aspek, yaitu sebagai berikut :

a. Kehadiran

Karyawan akan dijadwalkan untuk bekerja harus datang atau hadir tepat pada

waktunya.

b. Waktu kerja

Waktu kerja sebagai jangka waktu pada saat karyawan hadir untuk memulai

dan meninggalkan pekerjaan dan mengecek jam kerja pada kartu hadir.

c. Kepatuhan terhadap perintah

Kepatuhan terjadi jika bawahan melakukan apa yang dikatakan oleh atasan.

d. Produktivitas kerja

Produktivitas kerja diartikan sebagai menghasilkan lebih banyak dan

berkualitas lebih baik dengan usaha yang sama.

e. Kepatuhan terhadap peraturan

Serangkaian aturan-aturan yang dimiliki oleh kelompok organisasi boleh jadi

merupakan tekanan bagi seseorang atau karyawan agar patuh dan akan

membentuk keyakinan, sikap dan perilaku individu tersebut menurut standar

kelompok yang ada dalam suatu organisasi.

15

f. Pemakaian seragam

Setiap karyawan terutama di lingkungan organisasi menerima seragam kerja

dan dipakai secara rapi.

Aspek – aspek disiplin kerja selanjutnya dikemukakan oleh Hasibuan

(2006), yaitu sebagai berikut:

a. Karyawan datang ke kantor dengan tertib, tepat waktu dan teratur karyawan

yang datang ke kantor secara tertib, tepat waktu dan teratur maka disiplin kerja

dapat dikatakan baik.

b. Berpakaian rapi di tempat kerja

Berpakaian rapi merupakan salah satu aspek disiplin kerja karyawan, karena

dengan berpakaian rapi suasana kerja akan terasa nyaman dan rasa percaya

diri dalam bekerja akan tinggi.

c. Menggunakan peralatan kantor dengan hati-hati

Sikap hati-hati dapat menunjukkan bahwa seseorang atau karyawan memiliki

disiplin kerja yang baik karena apabila dalam menggunakan perlengkapan

kantor dengan tidak hati-hati, maka akan terjadi kerusakan yang

mengakibatkan kerugian.

d. Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi

Karyawan yang mengikuti cara kerja yang sudah ditentukan oleh

organisasinya maka dapat menunjukkan bahwa karyawan tersebut memiliki

disiplin kerja yang baik, juga menunjukkan kepatuhan karyawan terhadap

organisasi.

16

e. Memiliki tanggung jawab

Tanggung jawab sangat berpengaruh terhadap disiplin kerja, dengan adanya

tanggung jawab terhadap tugasnya maka menunjukkan disiplin kerja

karyawan tinggi.

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat enam

aspek disiplin kerja menurut Amriany, dkk. (2004) yaitu kehadiran, waktu kerja,

kepatuhan terhadap perintah, produktivitas, kepatuhan terhadap peraturan,

pemakaian seragam, selain itu menurut (dalam Soejono, 2002) disiplin kerja

mencangkup lima aspek lainnya yaitu karyawan datang ke kantor dengan tertib

tepat waktu dan teratur, berpakaian rapi di tempat kerja, menggunakan peralatan

kantor dengan hati-hati, mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi, dan

memiliki tanggung jawab.

Dari beberapa aspek-aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih

untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Lateiner (dalam Amriany

dkk., 2004) yaitu kehadiran, waktu kerja, kepatuhan terhadap perintah,

produktivitas kerja, kepatuhan terhadap peraturan, dan pemakaian seragam. Aspek

tersebut dipilih oleh peneliti sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur

disiplin kerja pada karyawan di Indoluxe Hotel Yogyakarta. Peneliti memiliki

pertimbangan yang didukung berdasarkan hasil dari wawancara dan dilihat dari

kondisi hotel yang akan dijadikan tempat penelitian. Selain itu, keenam aspek

tersebut mampu mengungkap sikap disiplin kerja karyawan Indoluxe Hotel

Yogyakarta.

17

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Steers (1985) faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja

secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari dalam individu

(faktor intrinsik) dan faktor dari luar individu (faktor ekstrinsik), yaitu :

a. Faktor dari dalam individu (faktor intrinsik)

1) Kepribadian

Kepribadian dari para karyawan tentunya dapat menetukan perilaku disiplin

kerja. Selain itu, faktor kepribadian juga akan berpengaruh pada persepsi

karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan, persepsi tersebut dapat

mempengaruhi performansi kerja karyawan, dalam hal ini disiplin kerja

dari diri karyawan akan terbentuk melalui kepribadian yang dimiliki oleh

karyawan.

2) Semangat kerja

Semangat kerja dapat pula terbentuk bila karyawan benar-benar mampu

mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dengan begitu, apabila terdapat

semangat kerja diantara karyawan, maka dapat diharapkan tugas yang

diberikan kepada karyawan akan dilakukan dengan sebaik mungkin dan

cepat dalam melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya.

Pelaksanaan tugas tersebut didapatkan melalui disiplin kerja yang dimiliki

karyawan. Adanya disiplin juga menimbulkan kesetiaan, kegembiraan,

kerja sama, dan ketaatan terhadap setiap peraturan-peraturan yang sudah

ditetapkan perusahaan.

18

3) Motivasi kerja

Motivasi kerja sebagai faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar

individu. Faktor dari dalam individu (motivasi kerja intrinsik) dalam hal

tersebut yaitu dengan adanya perasaan bangga dari dalam diri karyawan

terhadap pribadi dan organisasi tempat karyawan bekerja sehingga hal

tersebut akan membangun kepercayaan dalam diri karyawan di tempatnya

bekerja. Sedangkan, faktor dari luar individu (motivasi kerja ekstrinsik)

yaitu adanya penghargaan dan pujian dari atasan, hal tersebut bisa

dijadikan reward (penghargaan) untuk karyawan agar bekerja lebih baik

lagi. Penghargaan dan pujian yang karyawan dapat dari atasan maupun

organisasinya akan mendorong karyawan untuk bekerja secara maksimal

dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang

berlaku di dalam perusahaan tempatnya bekerja.

4) Kepuasaan kerja

Kepuasan kerja dimasukkan sebagai faktor dari dalam diri individu dan

faktor dari luar individu. Kepuasan kerja yang berasal dari dalam diri

individu (kepuasan kerja intrinsik) yaitu arti dari pekerjaan itu sendiri bagi

karyawan. Adanya kepuasan kerja yang tumbuh dalam diri karyawan

membuat karyawan lebih giat dalam bekerja secara sukarela tanpa adanya

paksaan dari organisasi, sedangkan yang merupakan faktor dari luar

individu (kepuasan kerja ekstrinsik) berupa gaji yang cukup maka hal

19

tersebut akan mendorong karyawan untuk meningkatkan disiplin kerjanya

(Wexley & Yukl, 1998).

b. Faktor dari luar individu (faktor ekstrinsik)

1) Kepemimpinan

Keteladanan pimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar dan

memberi efek yang positif dalam menegakkan disiplin kerja karyawan

dalam perusahaan tempatnya bekerja. Pada saat karyawan dituntut untuk

menaati peraturan maka pimpinan diharapkan juga mentaati peraturan yang

berlaku sebagai role model (panutan) bagi karyawan yang dipimpinnya.

Karyawan akan melihat, merasakan, dan mengevaluasi terhadap sikap dan

perilaku yang ditunjukan oleh pimpinannya. Oleh karena itu, karyawan

akan terpacu untuk lebih disiplin kerja maupun tidak disiplin kerja dalam

organisasinya.

2) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja berpengaruh pada perilaku disiplin kerja dapat dikatakan

sebagai lingkungan dalam organisasi yang menciptakan lingkungan

cultural dan social tempat berlangsungnya kegiatan organisasi. Lingkungan

selain memberikan rangsangan terhadap individu untuk berperilaku,

termasuk perilaku tidak disiplin juga memberikan tekanan terhadap

individu seperti tuntutan yang berlebihan dari lingkungan (rekan kerja,

organisasi, pekerjaan masyarakat dan sebagainya). Lebih jauh hal ini dapat

membawa pada situasi yang merangsang timbulnya perilaku tidak patuh,

melanggar aturan, dan kurangnya rasa tanggung jawab.

20

Faktor-faktor yang mempengaruhi disipilin kerja selanjutnya dikemukakan

oleh Hasibuan (2006), yaitu:

a. Tujuan dan kemampuan

Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup

menantang bagi kemampuan karyawan. Tujuan (pekerjaan) yang dibebankan

kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuannya yang bersangkutan,

agar bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

b. Teladan pimpinan

Teladan pimpinan sangat menentukan kedisiplinan karyawan karena

pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. pemimpin

harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata

dan perbuatan.

c. Balas jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan

karena balas jasa akan mempengaruhi kepuasan dan kecintaan karyawan

terhadap perusahaan atau pekerjaannya.

d. Keadilan

Keadilan dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau

hukuman yang merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik

dalam organisasinya.

e. Pengawasan melekat (Waskat)

Waskat (pengawasan melekat) penting dilakukan atasan untuk mewujudkan

kedisiplinan karyawan. Atasan secara aktif mengawasi perilaku, gairah kerja

21

dan prestasi bawahan serta memberikan petunjuk sehingga karyawan

mendapat perhatian, bimbingan dan pengarahan dari atasannya.

f. Sanksi atau hukuman

Berat-ringannya sanksi yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik

buruknya kedisiplinan karyawan disuatu perusahaan. Sanksi hukuman yang

berat akan membuat karyawan takut untuk mengulangi kesalahan yang sama

terhadap pelanggaran atas peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh

perusahaan. Hal ini akan membuat sikap dan perilaku disiplin karyawan akan

berkurang.

g. Ketegasan

Penting untuk memiliki seorang atasan yang adil, berani dan tegas untuk

menindak karyawan yang telah melanggar aturan. Atasan semacam ini akan

disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Atasan tersebut akan

membuat karyawan memiliki disiplin kerja yang baik sehingga terciptanya

disiplin dalam organisasi.

h. Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan memiliki peran dalam keberlangsungan berjalannya

suatu perusahaan dengan efektif, hubungan yang berjalan dengan harmonis

diantara sesama karyawan (dengan rekan kerja maupun atasannya) dalam

organisasi dapat menciptakan kedisiplinan dalam diri karyawan untuk bekerja

pada suatu perusahaan.

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, faktor-faktor yang

mempengaruhi disiplin kerja menurut Steers (1985) yaitu faktor dari dalam diri

22

individu semangat kerja, motivasi kerja intrinsik dan kepuasan kerja intrinsik,

sedangkan untuk faktor dari luar diri individu yaitu kepemimpinan, lingkungan

kerja, tindakan disiplin yang diberikan, motivasi kerja ekstrinsik dan kepuasan

kerja ekstrinsik, faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja selanjutnya

dikemukakan oleh Hasibuan (2006) yaitu tujuan dan kemampuan, teladan

pimpinan, balas jasa, keadilan, pengawasan melekat, sanksi atau hukuman,

ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.

Dari uraian yang telah dikemukakan, maka peneliti memilih untuk

menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja dari Steers (1985)

yaitu kepuasan kerja. Lebih lanjut, karyawan yang terpuaskan dalam menjalani

pekerjaannya akan lebih giat bekerja secara sukarela tanpa adanya paksaan

sehingga mendorong karyawan untuk menaati peraturan organisasi melalui

disiplin kerja yang dimilikinya. Menurut Luthans (2005) kepuasan kerja memiliki

korelasi dengan berbagai variabel, salah satunya berkorelasi dengan variabel

disiplin kerja. Hal tersebut, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Amelia dan Widawati (2014) bahwa terdapat hubungan positif

yang signifikan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja karyawan, begitu pula

dari hasil penelitian Muhaimin (2004) yaitu kepuasan kerja terbukti dapat

mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Hal tersebut juga didukung berdasarkan

hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan karyawan Indoluxe Hotel

Yogyakarta yang menunjukan bahwa disiplin kerja dapat tumbuh dalam diri

karyawan Indoluxe Hotel Yogyakarta karena adanya peran penting dari kepuasan

23

kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja akan menjadi satu faktor dominan dan

variabel bebas dalam penelitian ini.

B. Kepuasan Kerja

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif

yang berasal dari penilaian karyawan terhadap pengalaman kerjanya (Luthans,

2005). Menurut As’ad (2004) kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda

sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. karyawan akan

merefleksikan sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Karyawan akan

memberikan penilaian tentang seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan

memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja sebagai penilaian terhadap perbedaan

apa yang diharapkan karyawan dari pekerjaannya dengan apa yang diberikan

organisasi kepadanya. Karyawan menilai seberapa bahagia dengan komponen-

komponen tertentu dari pekerjaan, penyelia (pengawas), maupun lingkungan

pekerjaan menyeluruh. Kaswan (2017) mendefinisiskan kepuasan kerja sebagai

perasaan senang yang dihasilkan dari persepsi karyawan bahwa pekerjaan dapat

memenuhi nilai-nilai penting pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi pendorong

keadaan emosi senang atau emosi positif maupun emosi negatif yang berasal dari

pandangan terhadap pekerjaan atau pengalaman kerjanya.

Menurut Handoko (2012) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan

24

memandang pekerjaannya, keadaan tersebut membuat karyawan

merefleksikannya melalui hasil kerja yang ditunjukannya. Wexley & Yukl (1988)

menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan cara karyawan merasakan

pekerjaannya dengan generalisasi sikap terhadap pekerjan yang didasarkan atas

aspek-aspek pekerjaannya yang bermacam-macam. Sikap karyawan terhadap

pekerjan mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan.

Pengalaman tersebut akan menimbukan konsekuensi-konsekuansi baik langsung

maupun tidak langsung terhadap efektivitas organisasi karena kualitas

pengalaman kerja mempunyai implikasi penting terhadap kesehatan mental serta

penyesuaikan psikologis karyawan. Menurut Locke (dalam Munandar, 2004)

kepuasan kerja merupakan nilai-nilai, kebutuhan dasar karyawan, dan tujuan

karyawan yang ingin dicapai, tercapainya kebutuhan tersebut membuat karyawan

menunjukan hasil kerja yang berkaitan dengan motivasi dalam menjalani

pekerjaannya. Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2004) memandang

kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak suka

atau tidak sukanya tenaga kerjka terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya,

dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap

pekerjaannya.

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa

ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian

karyawan bahwa pekerjaan dapat memenuhi harapannya, sehingga karyawan akan

25

mengevaluasi melalui gambaran positif atau merasa senang dalam menjalani

pekerjaannya.

2. Aspek – aspek Kepuasan Kerja

Luthans (2005) mengemukakan bahwa aspek kepuasan kerja terbagi dalam

lima aspek, yaitu sebagai berikut :

a. Pekerjaan

Kepuasan terhadap pekerjaan merupakan tugas yang menarik, kesempatan

yang diberikan organisasi bagi karyawannya untuk belajar dan memberikan

kesempatan untuk menerima segala tanggung jawab yang diberikan kepada

karyawan.

b. Kesejahteraan

Kepuasan terhadap upah dan kesejahteraan merupakan sejumlah upah maupun

tunjangan yang diterima dari organisasi dan sesuai dengan beban kerja

karyawan.

c. Pengawasan

Kepuasan terhadap pengawasan merupakan kemampuan penyelia (pengawas)

untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku kepada karyawan

yang membutuhkannya.

d. Rekan kerja

Kepuasan terhadap rekan kerja merupakan sikap rekan kerja dalam

memberikan bantuan teknis dan dukungan sosial.

e. Promosi

26

Kepuasan terhadap promosi merupakan kesempatan yang didapatkan

karyawan untuk maju dalam organisasi.

Aspek – aspek kepuasan kerja selanjutnya dikemukakan oleh Robbins

(2008), yaitu sebagai berikut:

a. Kepuasan kerja sebagai respon emosional terhadap situasi kerja

Kepuasan kerja sebagai respon emosional terhadap situasi kerja merupakan

kondisi kerja itu sendiri

b. Hasil kerja yang diperoleh atau yang diharapkan

Hasil kerja yang diperoleh atau yang diharapkan merupakan fasilitas kerja,

pendapatan, tunjangan, dan promosi

c. Kepuasan kerja mempresentasikan sikap

Kepuasan kerja mempresentasikan sikap merupakan hubungan kerja karyawan

dengan atasan dan rekan kerjanya

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat lima

aspek kepuasan kerja menurut Luthans (2005) yaitu pekerjaan, upah dan

kesejahteraan, pengawasan, rekan kerja, promosi. Selanjutnya aspek-aspek

kepuasan kerja lainnya dikemukakan oleh Robbins (2008) yaitu kepuasan kerja

sebagai respon emosional terhadap situasi kerja, hasil kerja yang diperoleh atau

yang di harapkan, kepuasan kerja mempresentasikan sikap.

Dari beberapa aspek-aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih

untuk menggunakan aspek yang dikemukakan oleh Luthans (2005) yaitu

pekerjaan, upah dan kesejahteraan, pengawasan, rekan kerja, promosi. Aspek

tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja

27

pada karyawan di Indoluxe Hotel Yogyakarta. Peneliti memiliki pertimbangan

dalam memilih aspek yang dikemukakan oleh Luthans (2005) yaitu didukung

berdasarkan hasil dari wawancara dengan subjek dan dilihat dari kondisi hotel

yang akan dijadikan tempat penelitian. Selain itu, kelima aspek tersebut mampu

mengungkap kepuasan kerja karyawan Indoluxe Hotel Yogyakarta.

C. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Disiplin Kerja pada

Karyawan di Indoluxe Hotel Yogyakarta

Seiring dengan berkembang pesatnya industri perhotelan di Yogyakarta,

membuat industri memerlukan sumber daya manusia yang handal dalam bidang

kerjanya. Adanya unsur manusia yang berkualitas mampu menggerakan

keberlangsungan jalannya industri perhotelan (Huda & Nurcahyo, 2015). Salah

satu cara untuk mencapai keberhasilan sumber daya manusia dengan

menumbuhkan maupun meningkatkan kepuasan kerja pada diri karyawan, hal

tersebut akan menunjukkan angka keberhasilan suatu industri dalam mencapai

tujuannya (Kaswan, 2017).

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan salah satu aspek psikologis yang

mencerminkan perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, karyawan akan merasa

puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya

dengan pekerjaan yang dihadapi (As’ad, 2004). Menurut Luthans (2005) kepuasan

kerja harus memenuhi aspek tertentu agar dapat berpengaruh baik bagi karyawan

maupun perusahaan. Aspek tersebut akan mendorong karyawan untuk berprestasi

lebih baik yang nantinya akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologis

28

yang lebih tinggi. Imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul

kepuasan yang lebih besar karena karyawan merasa bahwa dirinya menerima

imbalan sesuai dengan prestasinya. Lain halnya, ketika imbalan dipandang tidak

sesuai dengan tingkat prestasi maka karyawan cenderung timbul ketidakpastian

dalam melakukan pekerjaannya (Handoko, 2012). Lima aspek kepuasan kerja

menurut Luthans (2005), yaitu pekerjaan, upah dan kesejahteraan, pengawasan,

rekan kerja, dan promosi.

Aspek pekerjaan memiliki peranan penting bagi kemajuan organisasi

karena karyawan akan diberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar

dan menerima tanggung jawab (Luthans, 2005). Menurut Hezberg (dalam

Munandar, 2004) karyawan yang terpuaskan terhadap pekerjaannya akan lebih

termotivasi untuk bekerja dan merasakan kesenangan dalam melaksanakan tugas-

tugasnya. Hal tersebut membentuk kepatuhan karyawan terhadap peraturan

dengan bersedia meningkatkan kesadaran atas segala peraturan perusahaan dan

kesediaan dalam mentaatinya (Tu’u, 2004). Sebaliknya, ketidakpuasan karyawan

terhadap pekerjaannya menimbulkan rasa malas berangkat ke tempat kerja dan

malas dengan tugas pekerjaannya, sehingga karyawan kurang memiliki kesadaran

dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Munandar, 2004).

Kesadaran karyawan dapat dibangun dengan kepuasan terhadap upah dan

kesejahteraan yang merupakan sejumlah upah yang diterima dan sesuai dengan

beban kerjanya (Luthans, 2005). Upah dan kesejahteraan mendorong karyawan

untuk berprestasi lebih baik yang dapat menimbulkan imbalan ekonomi (lebih

produktif dan kinerja meningkat) (Handoko, 2002). Hal tersebut menjadikannya

29

semakin mematuhi segala perintah yang diberikan dengan begitu terciptalah

suasana yang tertib dan teratur dalam pelaksanaan pekerjaan (Tu’u, 2004). Disisi

lain, ketidakpuasan terhadap upah mengakibatkan keluhan dalam bekerja,

rendahnya kinerja, kualitas produk rendah, pencurian dan sabotase oleh karyawan,

hal tersebut menjadi penyebab penurunan kinerja, ketidakhadiran, tingginya

turnover (keluar masuk karyawan), sehingga sulit menciptakan kepatuhan

karyawan terhadap peraturan yang berlaku (Lussier dalam Kaswan, 2017).

Karyawan yang menjalani pekerjaannya tidak lepas dari aspek pengawas

yang berperan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku

(Luthans, 2005). Menurut Munandar (2004) karyawan yang mendapatkan

dukungan dari pengawas akan bekerja dengan penuh semangat, aktif dan dapat

berprestasi. Prestasi tersebut menunjukan kesadaran karyawan dalam menaati

segala perintah yang diberikan oleh atasan yang didasarkan atas kesadaran diri

sendiri (Sastrohadiwiryo, 2005). Kaswan (2017) menyatakan bahwa karyawan

yang tidak memperoleh dukungan pengawas, maka tidak akan pernah mencapai

kepuasan psikologis dan akhirnya menimbulkan emosi negatif yang dapat

menurunkan kinerja karyawan. emosi negatif membuat karyawan menjalani

peraturan dengan keterpaksaan dan kurangnya rasa tanggung jawab dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh atasan (Rivai, 2011).

Kepuasan terhadap rekan kerja menjadi adil bagi karyawan untuk

menyelesaikan tugas-tugasnya karena rekan kerja dapat memberikan bantuan

teknis dan dukungan sosial (Luthans, 2005). Komunikasi yang baik antar

karyawan akan menciptakan kesadaran dan kesediaan dalam mentaati peraturan

30

perusahaan dan norma sosial (berperilaku sopan dengan rekan kerja maupun

costumer). Disisi lain, ketika rekan kerja tidak sesuai dengan harapanya maka

karyawan akan menunjukan kehadiran yang rendah dengan keterlambatan untuk

datang tepat waktu ke kantor, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan

pekerjaan, tindakan yang tidak sopan kepada karyawan lain maupun costumer,

atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas seperti perkelahian secara fisik

(Rivai, 2011).

Karyawan yang diberikan kesempatan untuk maju dalam organisasi akan

mengikututi prosedur yang telah ditetapkan dengan menghargai karyawan lainnya

dan menyelesaikan pekerjaannya sebaik mungkin (Luthans, 2005). Menurut As’ad

(2002) kepuasan terhadap promosi didapatkan apabila karyawan ditempatkan

pada posisi dan golongan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga lebih

produktif dan berprestasi dalam bekerja. Hal tersebut sangat penting dalam

pertumbuhan organisasi dan karyawan untuk mendisiplinkan diri dalam

melaksanakan pekerjaannya yang terorganisir dengan baik secara perorangan

maupun kelompok dengan melaksanakan SOP (Standard Operasional Procedure)

yang telah ditetapkan melalui kepatuhan karyawan terhadap peraturan yang

berlaku (Hasibuan, 2002). Menurut Wexley & Yukl (1988) karyawan yang tidak

puas terhadap promosi, maka memungkinkan karyawan menarik diri dari

pekerjaan maupun perusahaannya sehingga terjadi burnout (kelelahan) dan

turnover (keluar masuknya karyawan). Oleh karena itu, karyawan akan bekerja

dengan keterpaksaan, kurang kooperatif dengan karyawan yang lain, dan kurang

menunjukan prestasi kerjanya (Sastrohadiwiryo, 2005).

31

Karyawan yang puas terhadap pekerjannya memiliki motivasi untuk

bekerja, dengan merasa senang dan menikmati pekerjaannya yang merupakan

suatu wujud perilaku pada terbentuknya disiplin kerja (Hezberg dalam Munandar,

2004). Menurut Kaswan (2017) apabila karyawan merasakan adanya kepuasan

kerja maka karyawan akan melaksanakan pekerjaan dengan emosi positif yaitu

senang dan bersemangat maka akan timbul kedisiplinan dengan mematuhi semua

peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Terbentuknya rasa disiplin

dalam diri setiap karyawan dapat meningkatkan gairah kerja dan tujuan organisasi

maupun karyawan akan terlaksana dengan baik (Rivai, 2011). Sedangkan

karyawan yang kurang puas adalah karyawan yang malas berangkat ke tempat

kerja dan malas dengan pekerjaannya. Tingkah laku karyawan yang malas akan

menimbulkan masalah bagi perusahaan berupa tingkat absensi yang tinggi,

keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin lainnya (Munandar, 2004).

Wexley & Yukl (1998) menyatakan bahwa disiplin kerja akan terjadi

apabila karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja. Hal ini di dukung oleh hasil

penelitian Muhaimin (2014) yang mengungkapkan bahwa kepuasan kerja terbukti

dapat mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Hasil penelitian dari Amelia dan

Widawati (2014) juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif yang

signifikan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja karyawan. Kontribusi

tersebut mengindikasikan bahwa tujuan Indoluxe Hotel Yogyakarta yaitu

berkeinginan agar hotel mengalami peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun

dapat tercapai tergantung pada tingkat kepuasan kerja dan seberapa besar disiplin

kerja yang dimiliki karyawannya.

32

D. Hipotesis

Agar diperoleh suatu pandangan untuk menganalisis data selanjutnya,

maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan

positif antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja pada karyawandi Indoluxe

Hotel Yogyakarta. Semakin tinggi kepuasan kerja maka akan semakin tinggi

disiplin kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja maka akan

semakin rendah disiplin kerja karyawan.