bab ii tinjauan pustaka a. kajian teori 1. · alat pendorong gerakan kemasyarakatan bagi lahirnya...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Olahraga
a. Hakikat Olahraga
Olahraga saat ini menjadi sebuah trend atau gaya hidup bagi
sebagian masyarakat umum, bahkan hingga menjadi sebuah kebutuhan
mendasar dalam hidup. Olahraga menjadi kebutuhan yang sangat penting
karena tidak terlepas dari kebutuhan mendasar dalam melaksanakan
aktivitas gerak sehari-hari. Olahraga itu sendiri pada dasarnya merupakan
serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara dan
meningkatkan kemampuan gerak, serta bertujuan untuk
mempertahankan, dan meningkatkan kualitas hidup seseorang. Hal
tersebut sejalan dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem
Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005 bahwa, “olahraga adalah
segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial”.
Secara sederhana olahraga dapat dilakukan oleh siapapun,
kapanpun, dimanapun, tanpa memandang dan membedakan jenis
kelamin, suku, ras, dan lain sebagainya. Toho Cholik Mutohir (2005)
menjelaskan bahwa, hakekat olahraga adalah sebagai refleksi kehidupan
masyarakat suatu bangsa. Di dalam olahraga tergambar aspirasi serta
nilai-nilai luhur suatu masyarakat, yang terpantul melalui hasrat
mewujudkan diri melalui prestasi olahraga. Kita sering mendengar kata-
kata bahwa kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat tercermin dari
prestasi olahraganya. Harapannya adalah olahraga di Indonesia dijadikan
alat pendorong gerakan kemasyarakatan bagi lahirnya insan manusia
unggul, baik secara fisikal, mental, intelektual, sosial, serta mampu
membentuk manusia seutuhnya.
Pemahaman tentang hakekat olahraga sangat dipengaruhi oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. Menurut
9
Ratal Wirjasantosa (1984: 21) menjelaskan bahwa, “olahraga berarti
memperkembangkan, memasak, mematangkan, menyiapkan manusia
sedemikian rupa, sehingga dapat melaksanakan gerakan-gerakan dengan
efektif dan efisien. Pada hakekatnya juga olahraga memiliki keterbatasan.
Keterbatasan dalam olahraga diantaranya, adanya aturan-aturan yang
harus dipatuhi, baik dalam olahraga yang bersifat bermain (play), games,
maupun sport. Peraturan olahraga yang bersifat play (bermain) ialah
aturan-aturan yang tidak terlalu ketat, karena play merupakan aktivitas
olahraga sukarela dan dilakukan secara bebas. Untuk olahraga yang
bersifat games ialah aturan-aturan dalam olahraga yang hampir ketat
peraturannya, karena aturan dibuat oleh pemain yang akan melakukan
permainan untuk ditaati bersama. Sedangkan peraturan olahraga yang
bersifat sport ialah aturan-aturan yang dibuat dengan sangat kompleks,
dibuat secara formal dan terorganisir untuk ditaati setiap pemain sebelum
dan saat permainan berlangsung.
Perkataan olahraga mengandung arti akan adanya sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa mengolah yaitu mengolah raga atau
mengolah jasmani. Selaras dengan hal itu Giriwijoyo (2005:30)
mengatakan bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur
dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan
kemampuan fungsionalnya. Selanjutnya Supandi (1990) yang dikutip
oleh Kusmaedi (2002:1) menyatakan bahwa kata olahraga berasal dari:
(1) Disport, yaitu bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
(2) Field Sport, kegiatan yang dilakukan oleh para bangsawan
yang teriri dari kegiatan menembak dan berburu.
(3) Desporter, membuang lelah
(4) Sports, pemuasan atau hobi
(5) Olahraga, latihan gerak badan untuk menguatkan badan, seperti
berenang, main bola, agar tumbuh menjadi sehat.
Sedangkan pengertian menurut International Council of Sport
and education yang dikutip oleh Lutan (1992: 17) bahwa, “Olahraga
adalah kegiatan fisik yang mengandung sifat permainan dan berisi
perjuangan dengan diri sendiri atau perjuangan dengan orang lain serta
10
konfrontasi dengan unsur alam”. Selanjutnya Engkos Kosasih (1993: 4)
menyatakan bahwa “Olahraga adalah kegiatan untuk
memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup
kuat dan tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan
perjuangan hidupnya”.
Dari berbagai penjelasan dapat disimpulkan bahwa olahraga
adalah kegiatan- kegiatan yang bersifat fisik mengandung unsur-unsur
permainan serta berisi perjuangan dengan diri sendiri dengan orang lain
atau konfrontasi dengan unsur alam yang terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesenangan.
b. Ruang Lingkup Olahraga
Mengacu pada Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional
Nomor 3 tahun 2005 Bab II pasal 4 menetapakan bahwa keolahragaan
nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran,
prestasi, kualaitas manusia, menanmkan nilai moral dan akhlak mulia,
sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan
bangsa, memperkokoh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat,
martabat, dan kehormatan bangsa. Selanjutnya pada Bab VI pasal 17
menetapkan ruang lingkup olahraga itu sendiri mencakup tiga pilar,
yaitu: olahraga pendidikan, olahraga prestasi, dan olahraga rekreasi.
Ketiga pilar olahraga tersebut dilaksanakan melalui pembinaan dan
pengembangan olahraga secara terencana, sistematik, berjenjang, dan
berkelanjutan, yang dimulai dari pembudayaan dengan pengenalan gerak
pada usia dini, pemassalan dengan menjadikan olahraga sebagai gaya
hidup, pembibitan dengan penelusuran bakat dan pemberdayaan sentra-
sentra olahraga, serta peningkatan prestasi dengan pembinnaan olahraga
unggulan nasional sehingga olahragawan andalan dapat meraih puncak
pencapaian prestasi. Adapun ruang lingkup dari ketiga pilar olahraga
dapat dijabarkan sebagi berikut:
11
1) Olahraga Pendidikan
Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan sebagai proses pendidikan yang teratur dan
berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan kepribadian,
keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani. Olahraga
pendidikan sebagai bagian dari proses pendidikan secara umum
yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan baik satuan pendidikan
formal maupun non formal, biasanya dilakukan oleh satuan
pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, guru pendidikan
jasmani dengan dibantu oleh tenaga olahraga membimbing
terselenggaranya kegiatan keolahragaan.
Di sekolah atau satuan pendidikan penjasorkes berperan penting,
hal ini berkaitan dengan dua hal yakni sisi pendidikan jasmani yang
bersifat edukatif dan dari sisi olahraga yang mengarah kepada
aspek prestasi. Kedua hal ini merupakan hal yang terkandung
dalam penjasorkes, karena disitulah ditempa pribadi peserta didik
agar memiliki jasmani dan rohani yang sehat, bugar, segar, dan
sekaligus memungkinkan untuk meraih prestasi, tentu saja
termasuk prestasi dibidang olahraga. Disamping itu, masih ada
dimensi terpendam pendidikan jasmani yang bisa mengembangkan
dan membentuk kemampuan serta kepribadian setiap individu
misalnya sikap semangat, pantang menyerah, emosi, kejiwaan,
tanggung jawab, toleransi, dan sebagainya.
Penjasorkes merupakan pilar dalam membangun tingkat kebugaran,
karena dimensi gerak sebagai aktivitas utamanya memiliki
implikasi nyata bagi penumbuhan kesehatan baik itu individu,
kelompok, maupun masyarakat luas. Dengan demikian penjasorkes
dapat menjadi salah satu alat untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang sehat dan bugar baik
dari aspek jasmani maupun rohani. Di sisi lain, penjasorkes pada
satuan pendidikan menjadi penting terutama jika dikaitkan dengan
12
proses pembibitan dan pembinaan dalam rangka peningkatan
prestasi olahraga. Melalui satuan pendidikan ini, jenjang-jenjang
pembibitan dan pembinaan prestasi olahraga akan terukur secara
sistematis dan terfokus. Hal ini penting diperhatikan karena dari
proses yang panjang ini dapat melahirkan juara sejati dari cabang
olahraga yang menjadi fokus perhatiannya. Jika pembibitan dan
pembinaan dilakukan sejak usia dini, yakni sejak usia sekolah dasar
secara konsisten, terencana, dan berkelanjutan, bukan hal yang
tidak mungkin dapat lahir atlet-atlet terbaik dari setiap cabang
olahraga yang ada dalam kurikulum pendidikan jasmani.
Menurut Standar Isi dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
untuk tingkat SMA-MA disebutkan bahwasannya ruang lingkup
mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
meliputi aspek-aspek sebagi berikut:
a). Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional,
permainan, eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-
lokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers,
sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan,
bulu tangkis, dan bela diri, serta aktivitas lainnya.
b). Aktivitas pembinaan meliputi: mekanika sikap tubuh,
komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta
aktivitas lainnya.
c). Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana,
ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam
lantai, serta aktivitas lainnya.
d). Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ,
senam aerobic, serta aktivitas lainnya.
e). Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan di air,
keterampilan bergerak di air, dan renang, serta aktivitas
lainnya.
f). Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata,
pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki
gunung.
g). Kesehatan, meliputi: penanaman budaya hidup sehat dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan
perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang
sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat yang sehat,
mencegah dan merawat cedera, mengatur waktu istirahat
13
yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS.
Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara
implisit masuk ke dalam semua aspek. (Permendiknas No 22.
2006: 649).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap Pendidikan
Jasmani dan Olahraga penting karena dapat mendukung bagi
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) dibidang
kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan, dalam hal ini penjasorkes
dapat menjadi instrumen yang efektif bagi peningkatan secara tidak
langsung kesehatan dan kemiskinan. Misalnya, olahraga dapat
berpengaruh terhadap meningkatnya kebugaran masyarakat. Di
Indonesia lebih dikenal dengan nama Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes). Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan di dalamnya terkandung 3 komponen isi
yang seharusnya ada, yaitu: Pendidikan Jasmani, Pendidikan
Olahraga, dan Pendidikan Kesehatan.
a) Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran
yang terdapat dalam program pendidikan umum. Pendidkan
jasmani merupakan suatu proses pendidikan seorang individu
maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara
sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam
rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan
keterampilan jasmani, perumbuhan, kecerdasan dan
pembentukan watak. Dengan demikian dapat dikatakan di
sini bahwa pendidikan jasmani di sekolah bukan semata-mata
ditekankan pada pencapaian kesegaran fisik, pembinaan
keterampilan, namun juga menanamkan pentingnya hidup
sehat dan pembentukan watak manusia sejak masih kanak-
kanak.
14
Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang
melibatkan aktivitas fisik dengan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Menurut Lutan (1998: 113) menyatakan bahwa “
Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan via aktivitas
jasmani, permainan dan/atau cabang olahraga yang terpilih
dengan maksud untuk mencapai tujuan pendididkan”. Tujuan
yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, mencakup aspek
fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral. Berkenaan
dengan aspek fisik, tujuan utama pendidikan jasmani adalah
untuk memperkaya perbendaharaan gerak dasar anak-anak
dengan aktivitas fisik, sesuai dengan tingkat perkembangan
dan pertumbuhannya.
Sebagai alat pendidikan, pendidikan jasmani bukan hanya
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan jasmani siswa,
tetapi memlalui aktivitas jasmani dikembangkan pola potensi
lainnya, seperti kognitif, afektif dam psikomotor anak.
Pendidikan jasmani berperan penting terhadap pencapaian
tujuan belajar mengajar secara keseluruhan. Melalui
pendidikan jasmani diharapkan dapat merangsang
perkembangan dan pertumbuhan jasmani siswa, merangsang
perkembangan sikap, mental, sosial, emosi yang seimbang
serta keterampilan gerak siswa. Pendidikan jasmani lebih
menekankan proses pemebelajarannya pada penguasaan
gerak manusia. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap
kecenderungan dan hakikat gerak ini, misalnya melalui teori
gerak dan teori belajar gerak, maka memungkinkan guru
lebih memahami tentang kondisi apa yang perlu disediakan
untuk memungkinkan anak belajar secara efektif.
Tidak dipungkiri bahwa dalam menjalankan proses
pendidikan jasmani di sekolah, guru mengalami banyak
kendala misalnya keterbatasan sarana dan prasarana olahraga.
15
Dengan kondisi tersebut, guru penjasorkes dituntut untuk
lebih kreatif dan inovatif. Model-model pembelajaran pun
banyak dibuat untuk menanggulangi keterbatasan tersebut.
Salah satu bentuk pembelajaran tersebut berkonsep pada
joyfull learning atau belajar yang menyenangkan. Desain atau
rancangan pembelajaran tersebut kemudian dielaborasi
konsepnya menjadi konsep PAIKEM yaitu Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
(Kristiyanto, 2012: 15-16).
b) Pendidikan Olahraga
Pendidikan olahraga merupakan sebuah konsep hasil
pengembangan dari Penjasorkes diamana memiliki tujuan
yang lebig spesifik yaitu mengarah pada prestasi olahraga
peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Siedentop
yang dikutip Sugiyanto dalam Lauh (2013: 30) yang
berpendapat bahwa,” model pendidikan olahraga dinilai
memiliki tujuan yang lebih ambisius dibanding dengan
program olahraga di dalam pendidikan jasmani. Pendidikan
olahraga berusaha mendidik murid untuk menjadi
olahragawan yang kompeten, cerdas dan antusias.
Selanjutnya dijelaskan bahwa olahraga yang kompeten
berarti memiliki keterampilan yang memadai untuk
berpartisispasi dalam pertandingan, memahami dan dapat
melakasanakan strategi sesuai dengan kompleksitas
permainan dan sebagi pemain yang berpengetahuan.
Olahragawan yang cerdas berarti mudah untuk memahami
peraturan, tatacara dan tradisi dalam olahraga serta dapat
membedakan anatara praktek olahraga yang baik dan yang
buruk, baik pada anak-anak maupun olahragawan
profesional. Olahragawan yang antusias berarti berpartisipasi
dan berperilaku dalam cara memelihara, melindungi dan
16
mempertinggi budaya olahraga. Sebagai anggota kelompok
olahraga turut mengembangkan olahraga pada tingkat lokal,
nasional dan internasional.
Jika mengevaluasi dan menganalisisis dalam berbagai
kejuaraan dunia menunjukan bahwa hanya atlet tertentu
cocok untuk olahraga tertentu dan harus juga memiliki
karakteristik psikologi dan mental yang diperlukan. Selain itu
juga memiliki kondisi fisik yang prima, memiliki kecerdasan
yang tinggi, memiliki teknik maupun taktik yang tinggi, serta
mempunyai pengalaman dalam berbagai tingkatan kompetisi.
Prestasi ini hanya didapat apabila pada masa kanak-kanak
mempunyai pengalaman gerak yang lengkap.
pembinaan olahraga dilakukan secara sistematis, tekun dan
berkelanjutan pada pelajar SD, SMP dan SMA diharapakan
member pengalam gerak yang kompleks untuk bekal
kehidupan kedepan nantinya dan dapat menghasilkan prestasi
yang tinggi. Dengan dimulainya pembinaan olahraga pada
usia muda, akan terwujud dalam proses awal dari pembinaan
olahraga sendiri yang dimulai dari pembinaan pelajar. Usia
anak SMP merupakan masa anak besar dan menginjak pada
masa adolosence dan merupakan masa yang ideal untuk
menanamkan kegemaran berolahraga pada cabang-cabang
olahraga tertentu, karena pada masa ini anak-anak masih
mepunyai waktu dan kesempatan yang cukup panjang,
sehingga dapat meraih prestasi yang setinggi-tingginya.
Dalam penerapan olahraga pendidikan seorang guru
Penjasorkes harus memperhatikan porsi latihan yang akan
diberikan kepada peserta didik. Pada usia anak-anak, aktivitas
fisik atau porsi latihan fisiknya harus benar-benar
diperhatikan dengan baik karena jika porsi yang diberikan
berlebihan hal ini dapat menganggu pertumbuhan dan
17
perkembangan anak itu sendiri. Program latihan atau
pembelajaran aktivitas fisik yang diberikan harus disesuaikan
dengan usia dan kemampuan masing-masing anak.
Rekomendasi yang diberikan oleh Federasi Sports Medicine
Australia dalam Giriwijoyo dan Sidik (2012: 76) untuk
olahraga (lari) aerobik bagi anak-anak sebagai berikut:
Tabel 2.1. Rekomendasi Aktivitas Fisik Aerobik (lari)
Usia di Bawah Jarak Lari Tidak Boleh Lebih Dari
12 tahun
15 tahun
15-16 tahun
16-18 tahun
18 tahun
5 km
10 km
20 km
30 km
Marathon
Sumber : Federasi Sports Medicine Australia dalam Giriwijoyo dan
Sidik (2012: 76)
c) Pendidikan Kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap aktivitas
kehidupan dimana kesehatan harus selalu dijaga dan
ditingkatkan. Cara termurah untk menjaga kesehatan adalah
dengan berolahraga dan menjaga pola hidup sehat. Menurut
Lutan dkk (1992: 50-51) bahwa upaya pembinaan kesehatan
pada dasarnya hanya terdiri atas dua bidang garapan yaitu:
(1) pembinaan kesehatan pada faktor manusia dan (2)
pembinaan kesehatan pada faktor lingkungan.
Slogan yang berbunyi “kesehatan merupakan harta yang
paling berharga” adalah benar adanya. Banyak orang yang
tidak perduli akan kesehatan bahkan tidak mementingkan
kesehatan untuk dirinya sendiri. Ketidaktahuan akan cara
yang benar untuk menjaga kesehatan menjadi salah satu
faktor penyebabnya. Kehidupan sekolah yang terlalu
18
membebankan kepada tugas-tugas berkombinasi pula dengan
kehidupan di rumah yang tidak menekankan pentingnya
hidup sehat akan berdampak buruk pada kesehatan itu
sendiri. Kemajuan teknologi yang semakin tidak terkendali
akan memberikan efek yang buruk jika tidak diimbangi
dengan kemawasan diri akan pentingnya hidup sehat
sehingga anak-anak akan terfokus pada kemajuan teknologi
dan tidak menyediakan waktu luang untuk berolahraga. Hal
ini dapat menyebabkan kebugaran tubuh anak-anak sekarang
akan cenderung semakin rendah.
Seiring semakin rendahnya kesegaran jasmani, kian
meningkat kemalasan seseorang dalam melakukan gerak
tubuh, lambat laun hal ini dapat menimbulkan gejala penyakit
yang diakibatkan oleh kekurangan gerak (hipokinetik) seperti
kegemukan, tekanan darah tinggi, kencing manis, nyeri
pinggang bagian bawah. Selain itu penyakit jantung yang
biasanya menyerang manusia pada saat dewasa bisa saja
beralih menyerang pada masa kanak-kanak. Sejalan dengan
itu, pengetahuan dan kebiasaan makan yang tidak sehatpun
semakin memperburuk masalah kesehatan anak-anak.
Dengan pola gizi yang tidak seimbang, mereka menhadapkan
diri mereka sendiri pada resiko penyakit degenerative
(menurunnya fungsi organ) yang semakin besar. Sangat
penting untuk menjaga kesehatan baik jasmani maupun
rohani oleh karena itu pendidikan kesehatan menjadi krusial
khsusunya untuk pelajar di sekolah. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Giriwijoyo dan Sidik (2012: 28) bahwa
“ olahraga kesehatan meningkatkan derajat sehat
dinamis (sehat dalam gerak), pasti juga sehat statis (
sehat dikala diam), tetapi tidak pasti sebaliknya, gemar
berolahraga : mencegah penyakit, hidup sehat dan
nikmat. Malas berolahraga : mengundang penyakit.
Tidak berolahraga : menelantarkan diri”.
19
Sugiyanto (2013: 34) menyatakan bahwa, “pendidikan
kesehatan pada dasarnya merupakan kajian yang bersifat
multi disiplin”. Isinya diambil dari banyak bidang ilmu lain
kedokteran, kesehatan masyarakat, kejasmanian, psikologi,
biologi dan sosiologi. Lingkup kajiannya pun luas yang
mencakup antara lain hakekat sehat dan penyakit, kegizian,
pencegahan cedera, pertolongan pertama pada kecelakaan,
pencegahan penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang,
hakekat perilaku dan kebiasaan hidup sehat dan pemeliharaan
kesehatan. Aspek layanan yang termasuk di dalamnya
meliputi penanganan kehidupan sekolah yang sehat melalui
pembelajaran pendidikan kesehatan dan diaplikasikan dalam
bentuk organisasi UKS dan PMR.
2) Olahraga Prestasi
Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan
mengembangkan olahragawan secara khusus, terprogram,
berjenjang dan berkelanjutan melalui kompetisi yang dilakukan
selanjutnya para olahragawan yang memiliki potensi untuk dapat
ditingkatakan prestasinya akan dimasukan kedalam asrama maupun
tempat pelatihan khusus agar dapat dibina lebih lanjut guna
mendapatkan prestasi yang lebih tinggi dan dengan didukung
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan yang lebih
modern. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan adalah peningkatan kualitas maupun kuantitas
pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaedah
dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk
peningkatan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru bagi
kegiatan keolahragaan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
20
Kristiyanto (2012: 12) yang menyatakan bahwa, “Dalam lingkup
olahraga prestasi, tujuannya adalah untuk menciptakan prestasi
yang setinggi-tingginya. Artinya bahwa berbagai pihak seharusnya
berupaya untuk mensinergikan hal-hal dominan yang berpengaruh
terhadap peningkatan prestasi di bidang olahraga.
Sudut pandang teknologi berkaitan dengan penerapan prinsip-
prinsip teknik, termasuk mekanika gerak yang terbungkus dalam
kajian ilmu biomekanika olahraga, dalam bentuk efisiensi gerak,
momentum, akselerasi, dan sebagainya. Teknologi juga berarti
pemutakhiran peralatan-peralatan olahraga yang sesuai dengan
kaidah mekanika gerak tubuh manusia agar menimbulkan
keamanan pada gerakan yang dilakukan oleh seorang olahragawan.
Telaahan penting yang diperlukan dalam peningkatan prestasi
olahraga juga berkaitan dengan kajian ilmu sosiologis. Kajian ilmu
sosiologis perlu dilakukan dalam upaya membantu
mensosialisasikan olahraga kepada berbagai tingkatan usia dan
golongan. Teori struktural fungsionalisme, konflik dan kritik perlu
dimanfaatkan untuk memantapkan posisi olahraga di dalam
masyarakat sehingga masyarakat dapat mengakses dengan mudah
segala kebutuhan untuk berolahraga. Gerakan sosialisasi olahraga
ini perlu dilakukan agar masyarakat dapat memahami makna dan
tujuan berolahraga yang sebenarnya.
Teori-teori psikologi juga perlu dilakukan dalam peningkatan
prestasi olahraga nasional terutama mendorong atau memicu
motivasi berprestasi dalam bidang olahraga. Selain itu,
pembelajaran kepribadian atlet juga perlu dilakukan untuk
memahami para atlet, sehingga pada saat yang sama atlet dapat
dikokohkan kepribadiannya melalui kekuatan fisik, emosionl, dan
intelektual secara utuh. Pedagogi dapat diperbantukan dalam
peningkatan prestasi olahraga melalui kaidah-kaidah didaktik dan
metodik yang akurat pada pembinaan olahraga usia dini dan
21
olahraga di sekolah secra proporsional, selain itu juga perlu
penerapannya dalam olahraga masyarakat. Karena itu, perlu
diproporsikan secara tepat kedudukannya aktivitas jasmani dan
olahraga yang ada di sekolah dan di masyarakat.
Olahraga merupakan salah satu cara untuk mencapai kejayaan dan
kebanggaan suatu bangsa. Kejayaan olahraga nasional pernah
ditorehkan Indonesia pada perhelatan Asian Games IV tahun 1962
di Jakarta dengan menduduki peringkat kedua setelah Jepang.
Namun beberapa tahun belakangan ini kejayaan olahraga di
Indonesia mulai mengalami kemunduran prestasi. Bahkan ditingkat
regional Asia Tenggara prestasi olahraga Indonesia mengalami
kemunduran dari tahun-ketahun.
Untuk mendapatkan atlet olahraga yang berprestasi, disamping
proses latihan yang terprogram dan terencana dengan menerapkan
prinsip-prinsip latihan, juga harus memperhatikan asupan gizi para
atlet, selain itu harus pula di barengi dengan pengadaan kompetisi-
kompetisi secara rutin agar atlet dapat menerapkan teknik dan
taktik yang diperoleh selama pelatihan di arena sesungguhnya dan
itu dapat mengasah mental para atlet itu sendiri dalam menghadapi
kompetisi yang sesungguhnya. Semakin banyak jam terbang atlet
dalam suatu kompetisi maka akan semakin berpengalaman pula
atlet itu dalam megnhadapi situasi yang berubah-ubah dalam
pertandingan. Pembinaan olahraga prestasi bertujuan untuk
mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan
berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai yang prestasi
yang tinggi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragaan. Keterbatasan dari pemerintah menuntut cabang-
cabang olahraga lain yang belum menjadi prioritas pendanaan
pemerintah, perlu menggalang dana kolektif dari masyarakat dan
swasta. Para pemerhati olahraga di Indonesia perlu menyatukan
suara guna membangun kejayaan olahraga. Salah satunya dengan
22
menetapkan sebuah badan yang benar-benar independen dan hanya
berfokus pada pembangunan olahraga di Indonesia serta bebas dari
segala kepentingan politik di dalamnya.
Pembinaan olahraga prestasi berbentuk segitiga atau sering disebut
pola piramida adan berporos pada proses pembinaan yang
berkelanjutan. Dikatakan berkelanjutan karena pola itu harus
didasari cara pandang yang utuh dalam memaknai program
pemassalan dan pembibitan dengan program pembinaan
prestasinya. Program tersebut memandang arti penting pemassalan
dan pembibitan yang bisa jadi berlangsung dalam program
pendidikan jasmani yang baik, diperkuat dengan program
pengembangannya dalam kegiatan klub olahraga sekolah,
dimatangkan dalam berbagai aktivitas kompetisi intramural dan
idealnya tergodok dalam program kompetisi intersklastik, serta
dimantapkan melalui pemuncakan prestasi dalam bentuk training
camp bagi para bibit atlet yang terbukti berbakat.
Pola ini dapat dipastikan agak berbeda dari yang ditempuh dalam
pembinaan olahraga di Indonesia pada umumnya, misalnya
program PPLP dan Ragunan, yang biasanya melupakan arti penting
dari program penjas dan program olahraga rekreasi, tetapi langsung
diorientasikan kepada puncak tertinggi model piramid. Secara
tradisional, program pengajaran pendidikan jasmani digambarkan
sebagai lantai dasar dari sebuah segitiga sama kaki, atau yang
sering disebut sebagai bentuk piramid. Tepat di atasnya terdapat
program olahraga rekreasi, atau lazim pula disebut program klub
olahraga, sedangkan di puncak segitiga terletak program olahraga
prestasi.
Membangun strategi pembinaan olahraga secara nasional
memerlukan waktu dan penataan sistem secara terpadu. Pemerintah
dalam hal ini adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak
dapat bekerja sendiri tanpa sinergi dalam kelembagaan lain yang
23
terkait dengan pembinaan sistem keolahragaan secara nasional.
Penataan olahraga prestasi harus dimulai dari pemassalan olahraga
dimasyarakat yang diharapkan memunculkan bibit-bibit atlet
berpotensi dan ini akan didapat pada atlet yang dimulai dari usia
sekolah. Pembinaan olahraga prestasi harus berjangka waktu
kehidupan atlet, dimulai pada saat merekrut seorang anak untuk
dikembangkan menjadi seorang atlet. Dalam merekrut calon atlet,
postur dan struktur tubuhnya harus dilihat apakah tubuh (termasuk
kemampuan jantung dan paru-paru) calon atlet itu bisa dibentuk
dengan latihan-latihan untuk menjadi kuat, cepat dan punya
endurance atau daya tahan.
Intelegensi juga harus diteliti pada saat merekrut calon atlet yang
masih anak-anak. Apakah anak itu cukup cerdas dalam menghadapi
situasi yang berubah-ubah dan dalam tempo waktu yang singkat
serta dalam kondisi tertekan pada saat pertandingan. Selain itu,
apakah aspek psikologinya tangguh untuk mendukungnya
mempunyai mental juara sejati, bukan mental pecundang yang
sombong dan hanya berorientasi pada materi belaka. Setelah semua
aspek itu terpenuhi, pembinaan dilakukan menggunakan teknologi
olahraga untuk pembentukan fisik, psikologi dan rohani. Harus ada
keseimbangan juga antara latihan yang keras dan istirahat. Oleh
karena itu penataan harus dilakukan secara terpadu dan berjenjang
sehingga hasil yang dicapai merupakan produk yang sangat
optimal.
Untuk dapat menggerakan pembinaan olahraga harus
diselenggarakan dengan berbagai cara yang dapat
mengikutsertakan atau memberi kesempatan seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga secara
aktif, berkesinambungan, dan penuh kesadaran akan tujuan
olahraga yang sebenarnya. Pembinaan olahraga seperti ini hanya
dapat terselenggara apabila ada suatu sistem pengelolaan
24
keolahragaan nasional yang terencana, terpadu, dan
berkesinambungan dalam semangat kebersamaan dari seluruh
lapisan masyarakat. Pembinaan atlet usia pelajar sering kali tidak
terjadi kesinambungan dengan pembinaan cabang olahraga
prioritas. Hal ini bisa dilihat dari berbagai cabang olahraga yang
merupakan andalan untuk meraih medali emas tidak dibina secara
berjenjang. Untuk itu perlu dilakukan penyusunan program
pembibitan atlet usia dini dengan cabang olahraga yang menjadi
prioritas. Sebagai langkah berikutnya perlu melakukan kerja sama
antara Menteri Pemuda dan Olahraga dengan Komite Olahraga
Nasional Indonesia Pusat serta induk organisasi cabang olahraga
untuk membicarakan cabang-cabang olahraga yang menjadi
prioritas utama baik didaerah, nasional maupun internasional.
3) Olahraga Rekreasi
Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk
kesehatan, kebugaran dan kegembiraan. Pada pasal 19 Bab VI UU
Nomor 3 Tahun 2005 dinyatakan bahwa “olahraga rekreasi
bertujuan untuk memperoleh kesehatan, kebugaran jasmani dan
kegembiraan, membangun hubungan sosial dan atau melestarikan
dan meningkatkan kekayaan budaya daerah dan nasional”.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pemerintah daerah dan masyarakat
berkewajiban menggali, mengembangkan dan memajukan olahraga
rekreasi.
Kristiyanto (2012: 6) berpendapat bahwa “ olahraga rekreasi terkait
erat dengan aktivitas waktu luang dimana orang bebas dari
pekerjaan rutin. Waktu luang merupakan waktu yang ridak
diwajibkan dan terbebas dari berbagai keperluan psikis dan sosial
yang telah menjadi komitmennya”. Kegiatan yang umum dilakukan
25
untuk rekreasi adalah pariwisata, olahraga, permainan, dan hobi
dan kegiatan rekreasi umumnya dilakukan pada akhir pekan.
Kegiatan rekreasi merupakan salah satu kegiatan yang dibutuhkan
oleh setiap manusia. Kegiatan tersebut ada yang diawali dengan
mengadakan perjalanan ke suatu tempat dan sebagainya. Secara
psikologi banyak orang yang di lapangan merasa jenuh dengan
adanya beberapa kesibukan dari masalah, sehingga mereka
membutuhkan istirahat dari bekerja, tidur dengan nyaman,
bersantai sehabis latihan, keseimbangan antara pengeluaran dan
pendapatan, mempunyai teman bekerja yang baik, kebutuhan untuk
hidup bebas, dan merasa aman dari resiko buruk. Melihat beberapa
pernyataan di atas, maka rekreasi dapat disimpulkan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan sebagai pengisi waktu luang untuk satu
atau beberapa tujuan, diantaranya untuk kesenangan, kepuasan,
penyegaran sikap dan mental yang dapat memulihkan kekuatan
baik fisik maupun mental.
Beragam jenis olahraga rekreasi yang merupakan kekayaan asli
dan jati diri bangsa Indonesia perlu dilestarikan, dipelihara dan
diperkenalkan kepada generasi muda penerus, serta
didokumentasikan dengan serius dan cermat, sehingga aset budaya
dan jati diri bangsa Indonesia tidak hilang atau diakui oleh bangsa
lain. Disamping itu, gerakan sport for all, yang menjadikan
olahraga sebagai bagian dari upaya mendukung pembangunan
kualitas sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan dan
kebugaran masayarakat serta aspek lain yang dibutuhkan oleh
pembentukan karakter dan jati diri suatu bangsa, menjadikannya
sebagai kekuatan yang ampuh dalam upaya memepersatukan
bangsa Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sejalan dengan semboyan sport for all di dunia internasional telah
semakin maju dan berkembang menjadi suatu gerakan global, yang
26
dampaknya secara langsung maupun tidak langsung telah
mempengaruhi perkembangan olahraga di Indonesia, dan ini
terbukti dengan semakin subur dan meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam berbagai kegiatan olahraga, baik itu yang berasal
dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Atas dasar
pemikiran bahwa potensi, manfaat dan kekayaan dari olahraga
rekreasi dan gerakan sport for all, tidak hanya dari aspek olahraga ,
kesehatan dan budaya, akan tetapi juga dari aspek terkait yang lain
dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka pembinaan olahraga
rekreasi dan gerakan sport for all di Indonesia, harus ditangani
dengan serius baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, maupun oleh organisasi olahraga dan masyarakat sendiri,
melalui penetapan visi “ Indonesia Bugar 2020”
Guna mendukung upaya dan semangat kebangkitan bangsa
Indonesia yang dimulai sejak peringatan 100 tahun Kebangkitan
nasional tahun 2008, maka Kebangkitan Olahraga Nasional melalui
upaya pemberdayaan dan pengembangan olahraga rekreasi dan
gerakan sport for all di Indonesia, menjadi salah satu pemecahan
masalah dan cara tepat untuk mendorong percepatan Kebangkitan
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sehat, bugar, produktif,
kuat, mandiri, demokratis, berjati diri dan berdaya saing tinggi
dalam menghadapi era globalisasi.
Atas dasar pemikiran tersebut visi “ Indonesia Bugar 2020” harus
dijabarkan melalui penyelenggaraan even berskala nasional yaitu
Kongres Nasional Pembinaan Olahraga Rekreasi dan sport for all
di Indonesia dan sekaligus didukung oleh seluruh jajaran dan
jejaring Olahraga Rekreasi di Indonesia yang terhimpun dalam
Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI), yang
akan mengidentifikasi dan menginventarisasi segenap potensi yang
terkait, serta menentukan peran, arah dan sasaran pembinaan
olahraga rekreasi dan sport for all di Indonesia.
27
2. Kebijakan Pemerintah
a. Pengertian Kebijakan
Setiap struktur atau tata kelola suatu negara, provinsi, kota,
ataupun kabupaten tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang
dapat memicu sebuah permasalahan, mulai dari permasalah yang
sederhana hingga sampai permasalahan yang rumit. Dibutuhkan suatu
keputusan yang tepat dan bijaksana dalam memecahkan, serta mengatasi
setiap permasalahan yang timbul. Dalam memecahkan suatu masalah,
dibutuhkan suatu identifikasi yang beragam dan dianalisis secara
mendalam sesuai dengan hakekat dari masalah yang dihadapi tersebut,
baik dalam bentuk masalah yang sederhana, maupun masalah yang
dianggap rumit.
Gambaran tentang masalah yang timbul, seringkali dipicu
karena timbulnya kebijakan-kebijakan yang dinilai pro dan kontra oleh
berbagai pihak. Kebijakan seharusnya adalah suatu langkah dalam
memutuskan serta mengatasi masalah-masalah yang timbul. Kecermatan
dalam menganalisa suatu masalah merupakan salah satu langkah yang
tepat untuk merumuskan kebijakan yang tidak menuai pro dan kontra, hal
tersebut seperti yang diungkapkan Lasswell dalam Kartodihardjo (2009)
bahwa, kebijakan merupakan ilmu yang berorientasi kepada masalah
kontekstual, multi disiplin, dan bersifat normatif, serta dirancang untuk
menyoroti masalah fundamental yang sering diabaikan, yang muncul
ketika warga negara dan penentu kebijakan menyesuaikan keputusannya
dengan perubahan-perubahan sosial dan transformasi politik untuk
melayani tujuan-tujuan demokrasi.
Menurut William Dunn (2000) menjelaskan bahwa, istilah
kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy
memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena
pemerintah yang mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk
mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan
umum. Kebijakan seringkali tidak efektif akibat tidak cermat dalam
28
merumuskan suatu masalah. Dengan kata lain, kebijakan sebagi obat
seringkali tidak manjur bahkan mematikan, akibat diaknosa masalah
atau penyakit keliru.
Harnold D. Lasswell dan Abraham Kaplan dalam Islamy (2002:
17) memberikan arti kebijakan sebagai “a projected program of goals,
value and practice” yang artinya “suatu program yang terarah, nilai-nilai
dan praktek-praktek yang terarah”. Sedangkan pendapat lain menurut
Carl Friedrich dalam Abdul Wahab (2012: 3) menyatakan bahwa,
“kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada suatu tujuan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan
tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya
mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
Kajian ilmu kebijakan sangatlah penting untuk dipahami oleh
berbagai pihak maupun masyarakat, karena kajian ilmu kebijakan salah
satunya diimplementasikan untuk kepentingan publik. James E.
Anderson dalam Bambang S (1994: 23) menjelaskan bahwa, “public
policies are those policies developed by governmental bodies officials”
yang artinya “kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintahan”. Lebih
lanjut Anderson menjelaskan implikasi pengertian kebijakan publik
sebagai berikut:
1) Bahwa kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau
merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2) Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola
tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3) Kebijakan itu adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud
akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.
4) Kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan
beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah
tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
29
5) Kebijakan pemerintah dalam arti yang positif didasarkan atau
selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undang yang bersifat
memaksa (otoritif).
b. Bentuk-Bentuk Kebijakan
Pemerintah ialah perwujudan rakyat yang mempunyai tugas
lebih dalam pemerintahan atas dasar kehendak dan kebutuhan rakyat
dalam sebuah negara. Oleh karena itu, setiap tindakan maupun keputusan
harus dilator belakangi dan dilandasi oleh kepentingan rakyat itu sendiri.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti kebijakan adalah “kepandaian
dan kemahiran”. Kebijakan sebagai rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (pemerintah/organisasi), pernyataan
cita-cita, tujuan, prinsip, atau sebagai garis pedoman dalam manajemen
untuk usaha mencapai sasaran atau garis haluan. Hogwood dan Gunn
dalam Abdul Wahab (2012) mengelompokkan kebijakan kedalam
sepuluh macam kebijakan, sebagai berikut:
1) Kebijakan sebagai sebuah label atau merk bagi suatu bidang
kegiatan pemerintah (policy as a label for a feld of activity).
2) Kebijakan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau
keadaan tertentu yang dikehendaki (policy as an expression of
general purpose or derired state of affairs).
3) Kebijakan sebagai usulan-usulan khusus (policy os specific
proposals).
4) Kebijakan sebagai keputusan-keputusan pemerintah (policy as
decision of government).
5) Kebijakan sebagai bentuk otorisasi atau pengesahan formal (policy
as formal authorization)
6) Kebijakan sebagai program (policy as programme)
7) Kebijakan sebagai keluaran (policy as output)
8) Kebijakan sebagai hasil akhir (policy as outcome)
9) Kebijakan sebagai teori atau model (policy as a theory or model)
10) Kebijakan sebagai proses (policy as process)
Sutton (1999) menjelaskan bahwa, dengan kajian kebijakan
akan dihasilkan pengetahuan mengenai baik, buruknya kinerja kebijakan
yang dihasilkan saat ini melalui identifikasi arena kebijakan dengan
menggunakan metoda yang valid. Selanjutya Wemer dan Vining dalam
30
Kartodiharjo (2009) menjelaskan mengenai lingkup kebijakan yang
terdiri dari: riset kebijakan, dan analisis kebijakan. Riset kebijakan
merupakan prediksi dampak perubahan beberapa variabel, akibat
perubahan kebijakan untuk aktor dalam arena kebijakan yang relevan
melalui metodologi yang formal. Sedangkan analisis kebijakan
merupakan perbandingan dan evaluasi dari solusi yang tersedia untuk
memecahkan masalah, untuk orang atau lembaga tertentu melalui
sintesis, riset-riset, dan teori.
Dalam suatu pemerintahan, kebijakan yang telah disahkan tidak
akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan. Hal sebut disebabkan
karena implementasi kebijakan pemerintah berusaha mewujudkan
kebijakan yang masih bersifat abstrak kedalam realita. Sedangkan suatu
kebijakan pemerintah akan berhasil apabila dilaksanakan dan
menghasilkan dampak positif dari masyarakat banyak. Kebijakan secara
umum dapa dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1) Kebijakan Umum
Kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik
yang bersifat positif, maupun yang bersifat negatif yang meliputi
keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Sehingga hal
tersebut dapat dikatakan bahwa kebijakan umum adalah kebijakan
yang bersifat relatif. Dalam suatu wilayah negara, kebijakan umum
diambil dalam bentuk peraturan perundang-undang atau keputusan
presiden. Sedangkan untuk suatu provinsi, kota, ataupun
kabupaten, selain dari peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan
dari tingkat pusat, juga ada keputusan gubernur atau peraturan
daerah yang telah disepakati oleh DPRD. Artinya, agar suatu
kebijakan umum dapat menjadi pedoman bagi tingkatan kebijakan
yang berada dibawahnya.
2) Kebijakan Pelaksanaan
Kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat
pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-
31
undang, atau keputusan menteri yang menjabarkan pelaksanaan
keputusan presiden adalah contoh dari suatu kebijakan
pelaksanaan. Sedangkan untuk tingkat provinsi, kota, maupun
kabupaten, keputusan bupati atau kepala dinas yang menjabarkan
keputusan gubernur, bisa menjadi suatu keputusan kebijakan
pelaksanaan.
3) Kebijakan Teknis
Kebijakan oprasional yang berada dibawah kebijakan pelaksanaan.
Secara umum dapat disebutkan bahwa kebijakan umum adalah
kebijakan tingkat pertama, kedua yaitu kebijakan pelaksanaan, dan
ketiga atau yang terbawah adalah kebijakan teknis.
c. Kebijakan Pemerintah Bidang Keolahragaan
Kebijakan bidang keolahragaan merupakan upaya-upaya
pemerintah memotivasi dan menfasilitasi masyarakat dari berbagai
kalangan dan lapisan usia gemar dalam kegiatan berolahraga, serta
mampu menjadikan olahraga sebagai gaya hidup sehat, yang bertujuan
meningkatkan budaya berolahraga sebagai bagian dari proses dan
pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam pembangunan dan
pengembangan keolahragaan, hasil utama yang harus dicapai ialah
terumuskannya kebijakan yang mendukung penuh pembangunan dan
perkembangan olahraga nasional, yang berpedoman melalui mekanisme
pembinaan olehraga, dan kesegaran jasmani, serta tersusunnya rancangan
undang-undang untuk mendukung pembangunan dan perkembangan
keolahragaan nasional baik melaui sektor ekonomi keolahragaan, industri
keolahragaan, ketenaga ahlian keolahragaan, manajemen keolahragaan,
hingga proses pembinaan berbasis aktif berolahraga (sport active) ditiap-
tiap cabang olahraga baik dari segi pendidikan maupun prestasi.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, hal tersebut
merupakan dasar bagi setiap pemerintah baik pusat maupun daerah untuk
selalu menaati, dan melaksanakan isinya, sehingga apa yang dicita-
32
citakan oleh bangsa Indonesia, khususnya dibidang keolahragaan dapat
tercapai secara maksimal. Selain Undang-undang Republik Indonesia
nomor 3 tahun 2005 sebagai payung hukum yang kuat dalam
keolahragaan nasional, pemerintah juga memiliki beberapa kebijakan
yang tertuang dalam undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden, peraturan daerah, maupun ADART KONI. Penjabaran
bebarapa dasar hokum yang menjadi landasan bagi pemerintah maupun
pelaku olahraga untuk pembinaan olahraga menurut KONI (2014: 19),
sebagai berikut:
1) Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.
3) Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Keolahragaan.
4) Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga.
5) Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2007 tentang Pendanaan
Keolahragaan.
6) Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 22 tahun 2010
tentang Program Indonesia Emas.
7) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KONI tahun 2013.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa,
pembangunan dan perkembangan olahraga merupakan suatu pencapaian
yang berdampak positif, serta mampu bersinergi dengan pembangunan
lainnya. Pembangunan dan perkembangan olahraga dapat dilakukan
melalui berbagai sektor mulai dari sektor sumber daya manusia,
pendidikan, rekreasi, prestasi, industri, ekonomi, manajemen yang
berbasis pada prinsip dasar perkembangan olahraga.
33
3. Sumber Daya Manusia
a. Pengertian Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah semua manusia yang terlibat di
dalam suatu organisasi dalam mengupayakan terwujudnya tujuan
organisasi tersebut (Hasibuan, 2000: 3). Selanjutnya Nawawi (2003: 37)
menjelaskan bahwa, pengertian sumber daya manusia terbagi menjadi
dua pengertian, yaitu makro dan mikro.
Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai
penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah
tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah
maupun yang belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Sedangkan
pengertian SDM secara mikro adalah manusia atau orang yang bekerja
atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, karyawan,
pekerja, pegawai, tenaga kerja, dan lainnya.
Berdasarkan uraian pengertian sumber daya manusia di atas,
dapat disimpulkan bahwa, sumber daya manusia adalah semua orang
yang terlibat dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu di suatu
organisasi.
Sumber daya manusia sangatlah vital dalam segala aspek bidang
keorganisasian, maupun suatu perusahaan. Pencapaian hasil yang
didapatkan merupakan kinerja yang berasal dari ketersediaan SDM suatu
organisasi atau kelembagaan. Oleh karna itu, selain memahami
pengertian SDM baik secara makro maupun mikro, memperdalam aspek-
aspek komponen yang terdapat dalam SDM juga sangat bermanfaat,
seperti yang diungkapkan Hasibuan (2000: 12) tentang pembagian
komponen SDM, yang meliputi:
1) Pengusaha, ialah setiap orang yang menginvestasikan modal untuk
memperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak
bergantung pada laba yang dicapai perusahaan tersebut.
2) Karyawan, ialah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) untuk
mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh
kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu (sesuai
34
perjanjian). Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan
menjadi: Karyawan oprasional, dan karyawan manajerial.
a) Karyawan operasional, ialah setiap orang yang secara langsung
harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah
atasan.
b) Karyawan manajerial, ialah setiap orang yang berhak
memerintah bawahannya untuk mengerjakan sebagian
pekerjaannya dan dikerjakan sesuai perintah.
3) Pimpinan, ialah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain, serta bertanggung
jawab atau pekerjaan orang tertentu dalam mencapai suatu tujuan.
b. Pembinaan SDM Bidang Keolahragaan
Pembinaan sumber daya manusia adalah upaya
berkesinambungan meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam arti
yang seluas-luasnya, melalui pendidikan, latihan dan pembinaan
(Silalahi, 2000:249)
Pembinaan merupakan suatu cara efektif untuk menghadapi
beberapa tantangan yang dihadapi oleh banyak organisasi besar.
Pembinaan adalah penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab
yang berbeda atau yang lebih tinggi di dalam organisasi (Simamora,
2006:273). Pembinaan biasanya berhubungan dengan peningkatan
kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menuaikan
pekerjaan yang lebih baik.
Didalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3 tahun
2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pelaku olahraga merupakan
sumber daya manusia bidang keolahragaan. Pelaku olahraga adalah
setiap orang dan/kelompok yang terlibat secara langsung dalam kegiatan
olahraga yang meliputi pengolahraga, pembina olahraga dan tenaga
keolahragaan. Bab I pasal 1 menjelaskan beberapa hal mengenai sumber
daya manusia bidang olahraga yaitu :
…………
6) Pengolahraga adalah orang yang berolahraga dalam usaha
mengembangkan jasmani, rohani dan social.
7) Olahragawan adalah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara
teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai
prestasi.
35
8) Pembina olahraga adalah orang yang memiliki minat dan
pengetahuan kepemimpinan, kemampuan manajerial, dan/atau
pendanaan yang didedikasikan untuk kepentingan pembinaan dan
pengembangan olahraga.
9) Tenaga keolahragaan adalah setiap orang yang memiliki kualifikasi
dan sertifikat kompetensi dalam bidang olahraga.
Setiap organisasi apapun bentuknya sanantiasa akan berupaya
dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif
dan efisien. Efisiensi maupun efektivitas organisasi sangat tergantung
pada baik buruknya pembinaan sumber daya manusia atau anggota
organisasi itu sendiri, ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan latihan dan
pendidikan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.
Daro uraian diatas jelas, bahwa tujuan organisasi akan dapat
tercapai dengan baik apabila anggota dapat menjalankan tugasnya
dengan efektif dan efisien. Sehingga untuk itu usaha pembinaan sumber
daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan sangatlah diperlukan.
Dinamika kegiatan keolahragaan akan sangat ditentukan oleh
SDM (Sumber Daya Manusia) yang menggerakkan roda kegiatan.
Pembinaan SDM ini sudah mengalami perubahan yang sangat berarti
seiring dengan anggapan dasar yang berbeda. Dahulu SDM dianggap
sebagai tenaga kerja yang diseting untuk efisiensi produksi, sehingga
fungsinya sebagai instrumen. Sedangkan saat ini SDM ditempatkan
sebagai modal kerja sehingga kemampuan, pengetahuan dan
keterlibatannya dalam setiap pengambilan kebijakan lebih mendapat
penekanan. Dengan demikian SDM dalam olahraga yang dimaksudkan
mengacu pada ketersediaan pelatih olahraga dan instruktur olahraga
tertentu.
Strategi pembinaan sumber daya manusia perlu dilakukan di era
globalisasi seperti sekarang ini. Pembinaan sumber daya manusia bidang
keolahragaan merupakan usaha yag dilakukan untuk membentuk pelaku
olahraga yang berkualitas dengan memiliki keterampilan, kemampuan
36
dan loyalitas kepada suatu organisasi. Era globalisasi seakan memberikan
arus teknologi dan informasi serta mobilitas sumber daya manusia dari
satu tempat ke tempat lain, salah satu pembinaan sumber daya manusia
yang harus dilakukan adalah melalui pendidikan.
Pendidikan sangat penting dalam mengembangkan sumber daya
manusia karena pengetahuan akan diperoleh salah satunya dengan
pendidikan. Strategi pembinaan sumber daya manusia pada dasarnya
tidak hanya melalui pendidikan dan pengembangan keterampilan, namun
ada banyak cara untuk mengembangkannya. Strategi pembinaan sumber
daya manusia menurut Jons, 1928 dalam Sarwono, 1993, antara lain :
1) Melalui Pelatihan.
Pelatihan bertujuan untuk mengembangkan individu dalam
peningkatan keterampilan, pengetahuan dan sikap.
2) Pendidikan
Pembinaan sumber daya manusia melalui pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan kerja, dalam arti pembinaan
bersifat formal dan berkaitan dengan karir.
3) Pembinaan
Pembinaan bertujuan untuk mengatur dan membina manusia sebagai
sub sitem organisasi melalui program-program perencana dan
penilaian, seperti man power planning, performance apparaisal, job
analytic, job classification dan lain-lain.
4) Recruitment
Recruitment ini bertujuan untuk memperoleh sumber daya manusia
sesuai klasifikasi kebutuhan organisasi dan sebagai salah satu alat
organisasi dalam pembaharuan dan pengembangan.
5) Melalui perubahan sistem
Perubahan system memiliki tujuan untuk menyesuaikan system dan
prosedur organisasi sebagai jawaban untuk mengantisipasi ancaman
dan peluang faktor eksternal.
Berdasarkan uraian pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pembinaan sumber daya manusia dibidang keolahragaan adalah suatu
proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi,
agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi
tujuan pencapaian organisasi dibidang keolahragaan (lembaga).
Hubungan kerja yang paling insentif dilingkungan kerja adalah
kesinergian antara pimpinan suatu lembaga organisasi dengan para
37
pekerja (karyawan) yang ada dibawahnya. Hubungan kerja yang semakin
baik dalam usaha organisasi (lembaga) dapat mewujudkan eksistensi
lingkungan tugas yang lebih luas dan kompetitif pada masa yang akan
datang. Oleh karena itu, pendayagunaan dan pembinaan sumber daya
manusia harus diberlakukan secara menyeluruh, karena sumber daya
manusia merupakan ujung tombak pelayanan yang sangat diandalkan
dalam memenuhi kebutuhan standar mutu yang diinginkan didalam suatu
kelembagaan. Dalam pembinaan sumber daya manusia tidak boleh
dilakukan secara sembarangan karena hal ini menyangkut kualitas
sumber daya manusia untuk sebuah organisasi. Sumber daya manusia
yang berkualitas akan membantu organisasi untuk dapat lebih
berkembang dan mencapai tujuan organisasi.
4. Pembinaan Atlet
Model pembinaan berbentuk piramid atau segitiga berporos,
seringkali digunakan dalam proses pembinaan atlet yang berkesinambungan.
Dikatakan berkesinambungan, karena pola pembinaan pada poros pyramid
tersebut didasari oleh cara pandang yang utuh dalam memaknai program
pemasalan dan pembibitan dengan program pembinaan prestasi. Artinya,
program tersebut memandang arti penting proses pemasalan dan pembibitan
yang berlangsung dalam pembinaan prestasi olahraga. Sebagai contoh, pada
sekolah-sekolah yang menganut sistem keolahragaan biasanya memiliki
program ekstra-kurikuler olahraga yang dikelola, dikembangkan, dan
bekerjasama dengan klub-klub olahraga. Dengan demikian sekolah tersebut
memiliki beragam aktivitas ekstra-kurikuler yang dapat menfasilitasi siswa-
siswi dalam kegiatan olahraga, baik dalam bentuk olahraga individu, beregu,
hingga pembinaan olahraga prestasi yang berkelanjutan, dan tak jarang hasil
yang diperoleh berdampak positif dengan memunculkan bibit-bibit atlet
berprestasi yang mampu mengharumkan nama sekolah hingga nama bangsa
dan negara.
38
Klub-klub yang berorientasi pada proses pembinaan olahraga
prestasi selain mengembangkan pembinaan secara tersendiri, biasanya
menjadikan lahan pendidikan dalam sekolah dengan tujuan menjaring, dan
mencari bibit-bibit atlet yang berpotensi untuk berprestasi dimasa yang
selanjutnya. Hal tersebut juga harus disesuaikan dengan kurikulum yang
terdapat dalam satuan pendidikan, sehingga tidak merusak sistem proses
pendidikan yang terdapat di dalam pembelajaran sekolah. Jika proses
pembinaan olahraga mengikuti alur yang sesuai dan bersinergi saling
mendukung antar satu kepentingan dan kepentingan lainnya, bukanlah suatu
hal yang mustahil prestasi olahraga di Indonesia mampu bangkit dan
berkembang sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam Undang-undang
Sistem Keolahragaan Nasional Republik Indonesia.
Karakteristik utama pembinaan olahraga khususnya pada pembinaan
atlet olahraga prestasi selalu berorientasi jauh kedepan untuk mencapai
prestasi setinggi-tingginya, hingga menuju taraf Internasional. Perencanaan
tersebut dapat dikembangkan dengan baik, apabila ditunjang dan ditumbuh
kembangkan kedalam suatu sistem pembinaan yang mantap, terstruktur, dan
sistematis. Sehingga mampu diorganisasikan untuk pembinaan olahraga
secara terpadu dan berkesinambungan. Selanjutnya Soeharsono yang dikutip
dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 88) menjelaskan, aspek-aspek yang
terkait dalam pembinaan olahraga meliputi:
1) Aspek Olahraga
Menyangkut permasalahan: pembinaan fisik, pembinaan teknik,
pembinaan taktik, kematangan bertanding, pelatih, program latihan, dan
evaluasi.
2) Aspek Medis
Menyangkut permasalahan: Fungsi organ tubuh yang meliputi: (jantung,
syaraf, paru-paru, otot, indera, dan lainnya), Gizi, Cedera, dan
Pemeriksaan Medis.
3) Aspek Psikologis
Menyangkut permasalahan: Ketahanan mental, Kepercayaan diri,
Penguasaan diri, Disiplin dan semangat juang, Ketenangan, Ketekunan,
Kecermatan, dan Motivasi.
39
Berdasarkan aspek-aspek pembinaan olahraga di atas, dapat
disimpulkan bahwa untuk penanganan dalam pembinaan olahraga diperlukan
pakar-pakar yang berkompeten pada bidang keolahragaan. Pembinaan atlet
merupakan upaya untuk memunculkan individu-individu bibit atlet yang
berpotensi sehingga mampu mencapai prestasi maksimal dikemudian hari.
Pembinaan yang dilakukan secara sistematik, tekun, dan berkelanjutan,
diharapkan dapat mencapai hasil prestasi yang maksimal. Hal tersebut seperti
yang diungkapkan Harre yang dikutip dalam Adisasmita dan Syarifuddin
(1996: 70) bahwa, “pembinaan dimulai dari program latihan umum mengenai
latihan dasar menorah pada pengembangan efisiensi olahraga secara
komperhensif dan kemudian berlatih yang dispesialisasikan pada cabang
olahraga yang ditekuninya”. Tanpa adanya yang terstruktur dan berkelanjutan
dengan baik, dan dilakukan sepanjang waktu, maka hasil akan menunjukan
pada sesuatu hal yang mustahil seorang atlet dapat meraih puncak prestasi.
Hal serupa juga dijelaskan Husdarta (2014: 75) bahwa, atlet-atlet yang
mampu menghasilkan prestasi yang insentif hanyalah atlet yang:
1) Memiliki fisik prima
2) Menguasai teknik yang sempurna
3) Memiliki karakteristik psikologi dan moral yang diperlukan oleh cabang
olahraga yang ditekuninya.
4) Cocok untuk cabang olahraga yang dilakukan.
5) Sudah berpengalaman berlatih dan bertanding selama bertahun-tahun.
Selanjutnya Ambarukmi (2007: 5) menjelaskan bahwa, “pembinaan
atlet menuju puncak prestasi dilakukan berdasarkan piramida prestasi
olahraga yang terdiri atas tiga tahapan: a. Pemassalan, b. pembibitan, c.
prestasi”. Lebih lanjut pendapat tersebut diperkuat dengan gambaran piramida
pembinaan olahraga yang digambarkan oleh Hidayatullah (2002: 5) dibawah
ini:
40
Gambar 2.1 Piramida Pembinaan Olahraga
Sumber: Hidayatullah (2002: 5)
a. Pemassalan Olahraga
Pemassalan merupakan mempolakan keterampilan dan
kesegaran jasmani secara multilateral dan landasan spesialisasi.
Pemassalan olahraga berujuan untuk mendorong dan menggerakan
masyarakat agar lebih memahami dan menghayati langsung hakikat dan
manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya jenis olahraga
yang bersifat: mudah, murah, menarik, bermanfaat, dan massal.
Berkaitan dengan pemassalan olahraga prestasi, tujuan pemassalan
adalah melibatkan atlet sebanyak-banyaknya sebagai bagian dari upaya
peningkatan prestasi olahraga. Pemassalan merupakan dasar dari teori
piramida dan sekaligus merupakan landasan dalam proses pembibitan
dan pemanduan bakat atlet.
Pemassalan olahraga juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
memperkenalkan suatu cabang olahraga kepada masyarakat umum mulai
dari anak-anak, usia dewasa, hingga orang tua, sehingga mampu
mendorong terciptanya suatu ajang kompetisi maupun kejuaraan di
dalam masyarakat dan dapat memunculkan potensi bakat-bakat yang
kemudian dapat diarahkan untuk pembinaan ketaraf yang lebih spesifik
41
pada suatu cabang olahraga. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan Ambarukmi (2007: 6) bahwa, “pemassalan adalah
menggerakkan anak-anak usia diri untuk berolahraga secara menyeluruh
agar diperoleh bibit-bibit olahragawan unggulan”. Pendapat serupa juga
dikemukakan Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 36) bahwa,
“pemassalan olahraga adalah suatu proses dalam mengikutsertakan
peserta sebanyak mungkin supaya mau terlibat dalam kegiatan olahraga
dalam rangka pencarian bibit-bibit atlet yang berbakat yang dapat
dilakukan dengan cara teratur dan terus menerus”.
Selanjutnya Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 39)
menjelaskan, dalam pemassalan olahraga diperlukan cara strategi
pemassalan yang meliputi:
1) Menyediakan sarana dan prasarana olahraga yang memadai sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Apabila pemassalan olahraga ini
akan diterapkan di sekolah-sekolah, maka di sekolah-sekolah itu
perlu disediakan sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan
kemampuan untuk masing-masing tingkatnya.
2) Menyiapkan pengadaan tenaga pengajar atau pelatih olahraga yang
benar-benar memiliki kemampuan untuk menggerakkan olahraga
pada anak-anak usia muda di sekolah-sekolah.
3) Mengadakan berbagai bentuk pertandingan olahraga bagi anak-anak
sekolah, baik dalam pertandingan antar kelas, sekolah, maupun antar
perkumpulan.
4) Mengadakan demonstrasi pertandingan antar atlet-atlet yang
berprestasi.
5) Mengadakan kerjasama antara sekolah dengan pihak orang tua.
6) Memberikan motivasi kepada para siswa untuk mau berolahraga.
7) Merangsang minat para siswa dengan melalui media masa, video,
televisi, radio, dan lainnya.
Dengan strategi pemassalan olahraga yang benar dan tepat, maka
hasil dari pemassalan tersebut akan menuai manfaat yang berguna, serta
mampu memunculkan bibit-bibit atlet yang berpotensi, berkualitas untuk
dapat dilanjutkan ketahap pembinaan selanjutnya sesuai cabang
olahraganya.
b. Pembibitan Atlet
Pembibitan atlet adalah upaya mencari dan menemukan
individu-individu yang memiliki potensi untuk mencapai prestasi
42
olahraga dikemudian hari, sebagai langkah atau tahapan lanjutan dari
pemassalan olahraga. Pembibitan yang dimaksud adalah penyemaian
bibit, bukan mencari bibit. Diibaratkan seorang petani yang akan
menanam padi, ia tidak membawa cangkul mencari bibit kehutan, tetapi
melakukan penyemaian bibit atau membuat bibit dengan cara tertentu,
misalnya seorang petani membuat sebidang tanah sebagai tempat
pembuatan bibit yang akan ditanam.
Pembibitan atlet dapat dilakukan dengan melaksanakan
identifikasi bakat (talent identification), kemudian dilanjutkan dengan
tahap pengembangan bakat (talent development). Dengan cara demikian,
maka proses pembibitan diharapkan akan lebih baik. Ditinjau dari sudut
pertumbuhan dan perkembangan gerak anak, kelanjutan akhir dari masa
kanak-kanak, yaitu masa adolesensi. Dalam pembibitan atlet, seorang
pelatih harus dapat dengan jeli melihat kemampuan tiap-tiap bakal calon
atlet yang berpotensi untuk dapat lebih dikembangkan kemampuannya,
sehingga nantinya diharapkan mampu menghasilkan prestasi tinggi
dimasa selanjutnya. Sebagaimana yang dijabarkan Adisasmita dan
Syarifuddin (1996: 60) tentang, karakteristik bibit atlet unggulan,
diantaranya:
1) Tingkat atau derajat atau mutu (kualitas) bawaan sejak lahir.
2) Bentuk tubuh (postur tubuh) yang baik, sesuai dengan cabang
olahraga yang diminatinya.
3) Fisik dan mental yang sehat.
4) Fungsi organ-organ tubuh yang baik seperti, syaraf, jantung, paru,
otot, dan lainnya.
5) Kemampuan gerak dasar yang baik seperti, kekuatan, kecepatan,
kelincahan, daya tahan, koordinasi, power, dan sebagainya.
6) Penyesuaian dengan cepat dan tepat baik secara fisik maupun mental
terhadap pengalaman-pengalaman yang baru dan dapat membuat
pengalaman, dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk siap
untuk dipergunakan apabila dihadapkan dengan fakta-fakta atau
kondisi-kondisi yang baru atau dengan istilah lain “intelegensi diri”.
7) Sifat-sifat kejiwaan (karakter) bawaan sejak lahir yang dapat
mendukung terhadap pencapaian prestasi yang prima, antara lain
watak berkompetitif tinggi, kemauan keras, tabah, ulet, tahan uji,
pemberani, dan semangat juang tinggi.
8) Kegemaran untuk berolahraga.
43
Berdasarkan karakteristik di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa, untuk memperoleh atlet yang berpotensi dan berprestasi tinggi,
pembibitan atlet harus dimulai sejak memasuki usia dini, dan pembibitan
tersebut harus disesuaikan dengan tahapan-tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta karakteristik dari cabang olahraganya. Seperti
pada tabel berikut tantang usia permulaan berolahraga, spesialisasi, dan
prestasi puncak menurut berbagai jenis cabang olahraga.
Tabel 2.2 Usia Permulaan Berolahraga, Spesialisasi, dan Prestasi Puncak
Menurut Berbagai Jenis Cabang Olahraga
Jenis Olahraga Mulai Latihan
(Dalam Tahun)
Mulai Spesialisasi
(Dalam Tahun)
Puncak Prestasi
(Dalam Tahun)
Atletik
Senam (Wanita)
Senam (Laki-laki)
Renang
Bola Basket
Bola Voli
Sepak Bola
Tenis
Tinju
Anggar
10-12
6-7
6-7
3-7
7-8
11-12
10-12
6-8
13-14
7-8
13-14
10-11
12-14
10-12
10-12
14-15
11-13
12-14
15-16
10-12
18-23
14-18
18-24
16-18
20-25
20-25
18-24
22-25
20-25
20-25
Sumber: Bompa dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 64)
c. Pembinaan Prestasi
Prestasi olahraga merupakan puncak penampilan atlet yang
dicapai dalam suatu pertandingan atau perlombaan, setelah melalui
berbagai macam penerapan pola program latihan yang dilakukan. Dari
hasil pembinaan prestasi yang baik, maka akan bermunculan dan akan
terpilih atlet yang berkualitas dengan indikasi-indikasi pencapaian hasil
prestasi yang semakin meningkat. Untuk menjamin indikasi pencapaian
hasil prestasi yang meningkat tentu bukan sesuatu hal yang mudah,
karena selain dari proses pembinaan yang sistematis, berjenjang, dan
berkelanjutan, masih ada banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya hasil prestasi yang diraih oeh seorang atlet. Seperti yang
diungkapkan Bompa dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 25)
44
tentang, faktor-faktor yang menunjang peningkatan prestasi atlet yang
tergambarkan dalam skema gambar berikut ini:
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Menunjang Peningkatan Prestasi Atlet
Sumber: Bompa dalam Adisasmita dan Syarifuddin (1996: 25)
5. Pembinaan Pelatih Olahraga
a. Hakikat Pelatihan Olahraga
Olahraga merupakan penampakan aktivitas fisik (jasmani) yang
melibatkan proses internal diri sebagai individu manusia. Dimaksudkan
dengan internal diri disini adalah keterlibatan rohani sebagai suatu
kesatuan dari manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani.jadi, pada
dasarnya aktifitas olahraga adalah aktivitas jasmani dan rohani. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa olahraga merupakan aktivitas dalam
upaya membentuk dan mengembangkan raga (jasmani-rohani) menuju
optimalisasi potensi diri. Pelatihan (training) menurut Harre (1982)
adalah keseluruhan proses sistematis dari persiapan atltit untuk mencapai
tingkatan yang lebih tinggi dalam kinerja olahraga. Pate (1984)
mendefinisikan pelatihan sebagai suatau keikutsertaan secara sistematis
dalam kegiatan pelatihan dengan tujuan untuk menigkatkan kapasitas
fungsional fisik dan toleransinya terhadap pelatihan. Sedang menurut
45
Bompa (1994) pelatihan adalah aktivitas olahraga yang dilakukan secara
sistematis dalam jangka waktu yang lama dan bebannya ditingkatkan
secara prograsif sesuai masing-masing individu dengan tujuan untuk
membentuk dan mengembangkan fungis fisiologis dalam menghadapi
tuntutan tugasnya sebagai seorang atlet.
Mencermati berbagai definisi pelatihan, maka pada dasarnya
pelatihan merupakan proses persiapan atlit untuk mencapai kinerja
olahraga yang lebih tinggi (juara). Proses ini memerlukan waktu
sehingga dalam program pelatihan dapat dibagi atas program jangka
panjang, menengah, dan pendek. Berdasarkan pengamatan terhadap para
juara dapat disimpulkan bahwa pelatihan untuk dapat menghasilkan juara
memerlukan waktu sampai 10 tahun dan rerata usia juara sekarang relativ
bertambah muda. Ini menunjukan bahwa pelatihan harus dimulai sejak
usia dini. Jika pada sat juara seseorang berusia 20 tahun, maka
diperkirakan mulai berlatihnya sekitar usia 8-10 tahun. Usia permulaan
berlatih ini bisa saja berbeda karena tergantung dari cabang olahraganya,
misal cabang olahraga yang memerlukan kerumitan gerak seperti senam
atau loncat indah diperlukan usia yang lebih muda lagi sementara cabang
olahrga yang dominat kekuatanatau power justru jangan terlalu muda
karena dikhawatirkan kalau salah proses pelatinhannya akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Proses pelatihan sampai lahirnya sang juara selain memerlukan
waktu yang lama maka ynag paling penting adalah kemampuan pelatih
untuk mengoptimalkan potensi atlit baik jasmani maupun rohani. Selama
proses ini perlu diperhatikan keseimbangan antara pelatihan dengan
pertumbuhan dan perkembangan antara pelatihan dengan pertumbuhan
dan perkembangan jasmani-rohani atlit. Jadi, pelatihan pada dasarnya
adalah upaya mengembangkan potensi atlit baik jasmani maupun rohani
berdasarkan hakikat kemanusiaan.
46
b. Prinsip-Prinsip Pelatihan Olahraga
Teori dan metodologi pelatihan sebagai suatu unit tertentu dari
pendidikan jasmani dan olehrga mempunyai prinsip-prinsip khusus yang
didasarkan pada bologi, psikologi dan pedagogi. Pelaksanaan secara tepat
prinsip-prinsip ini akan membuat pelatihan menjadi efektif dan efesien
dalam upaya pencapaian sasaran pelatihan.
Menurut Pyke dan Woodman (1991) ada 5 prinsip dasar dalam
pelatihan olahraga, yaitu :
1) Prinsip Beban Lebih
Sebelum terjadi peningkatan kesegaran, maka beban pelatihan
harus diberikan melebihi beban sehari-hari yang dapat diatasi.
Atltit harus diberikan rangsangan pelatihan yang dapat
menyebabkan kelelahan, tetapi tubuh masih dapat mengatasinya.
Selanjutnya, proses pelatihan elibatkan adaptasi terhadap dari
kapasitas ini diulang-ulang serta bebannya ditingkatkan secara
prograsif sehingga atlit menjadi terbiasa. Yang menjadi masalah
adalah bagaimana menentukan jumlah beban lebih yang benar
untuk diterapkan sebagai rangsangan pelatihan. Untuk itu harus
diperhatikan:
- Kelelahan yang kronik tidak akan dapat memperbaiki kinerja,
karenayan diperlukan hari pelatihan berat ynag diselingi
dengan perlatihan ringan
- Standar tingkat kebugaran yang harus dicapai
- Kapasitas kebugaran yang dikembangkan harus digunakan
dalam olahraga yang dilakukan.
Pola respon dari efek kelelahan diuraikan dalam General
Adaptation Syndrome (GAS) GAS menggambarkan keseluruhan
respon tubuh terhadap setiap tipe implikasi dari prinsip beban lebih
yang diterapkan terhadap tahanan dihubungkan dengan
pengulangan pelatihan adalah:
- Pelatihan harus dilakukan perlahan dan ditingkatkan secara
bertahap
47
- Stress pelatihan harus berirama, yaitu adanya eriode pelatihan
berat dan ringan
- Hindari pencapaian tingkat pelatihan yang sangat melelahkan
- Stress pelatihan (volome dan intensitas) harus dinaikan dalam
siklus mikro
- 24-48 jam untuk pulih asal harus diberikan antara pelatihan
berat
- Pelatih harus menyadari adanya efek stress emosi, keadaan
gizi, kurang tidur dan keadaan iklim bila ingin
mengmbengkan rencana pelatihan
Gambar 2.3 Tahapan GAS Sebagai Respon Tahapan Pelatihan
Gambar 2.4 Kinerja Atlet Pada 3 Bagian Beban Pelatihan
2) Prinsip Pulih Asal
Prinsip pulih asal berhubungan dengan beban lebih. Jika oulih asal
tidak cukup, maka beban pelatihan tidak akan dapat ditoleransi.
Makanan sangat penting dalam proses pulih asal. Protein penting
untuk sintesis jaringan yang berhubungan dengan
48
pelatihankekuatan dan program pembentukan otot. Kecepatan
sintesis glikogen otot tergantung dari tingginya tingkat karbohidrat
kompleks dalam makanan. Proses pulih asal juga meliputi
pergantian kelompok otot yang bekerja, misalnya pelatihan
releksasi, restorasi artifical melalui pijat, mandi suasana serta
penguatan prositif terhadap mental
3) Prinsip Reversibilitas (kesirnaan)
Jika seorangtidak berlatih atau jika berhenti dari program pelatihan,
maka tubuh akan kembali ketingkat awal kebugaran. Ini harus
dipahami terutama jika istirahat akibat sakit atau cedera, misalnya 3
minggu istirahat total akan menurunkan VO2 max sebesar 25%.
Oleh karena itu, selama fase transisi atlit harus tetap berlatih atau
aktif meskipin dalam bentuk olahraga lainnya.
4) Prinsip Kekhususan
Prinsip ini menyatakan bahwa keuntungan maksimum dari
rangsangan pelatihan hanya dapat dicapai bila replikasi gerakan
dari sistem energi yang terlibat sesuai dengan cabang olahraga
yang bersangkutan. Juga meliputi kekhususan kelompok otot dan
serabut-serabut.
5) Prinsip Individu
Berbagai faktor yang harus diperhatikan adalah:
- Toleransi terhadap perlatihan, respon seseorang terhadap
perlatihan berbeda dan toleransi yang baik tidak menjamin
kinerja yang lebih baik.
- Respon terhadap perlatihan, kapasitas untuk merespon
terhadap pelatihan berhubungan dengan tingkat awal kebugran
dan karakteritik fisiologis
- Pulih asal dari perlatihan dan kompetensi, ada yang lama dan
ada yang singkat
- Kebutuhan perlatihan, masing-masing tergantung dari
kekuatan dan kelembahan profil fisik atlet
- Kesenangan dalam perlatihan
- Makanan kesenangan
49
- Toleransi terhadap lingkungan, misalnya orang gemuk lebih
tahan terhadap dingin
- Karakteristik fisik
- Gaya hidup, misalnya pelajaran, pekerja dll
- Sosialisasi dalam kelompok
c. Karakteristik Pelatih
Tugas utama seorang pelatih adalah membantu atlet dalam
proses mencapai kinerja tertinggi (juara). Pengertian membantu disini
mulai pembibitan, pemanduan bakat dan pembinaan sampai mencapai
kinerja tertinggi (suatu proses). Mencermati tugas demikian, maka
seorang pelatih harus memahami dan menguasai ilmu kepelatihan dan
seni melatih. Karena itu, pelatih hendaknya dipandang terkala berhasil
membawa atlet menjadi juara tapi dibenci dan dicemoh manakala gagal.
1) Gaya pelatih
Ada berapa gaya kepelatihan yang sering muncul dalam proses
perlatihan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
Authuritarian coach
- Komando
- Keras, disiplin
- Sering memberi hukuman
- Sprint tim yang baik jika menang dan disensi jika kalah
- Memiliki kepribadian untuk mengatasi hambatan
Business-like coach
- Tidak beroreintasi pada atlet
- Oreintasi pada tugas
- Setiap tugasdikerjakan sungguh
Nice Guy Coach
- Atlet sering mengambil keuntungan dari sikap pelatih yang
akrab, mudah bekerja sama
- Atlet harus bisa disiplin diri sendiri
Easy going coach
- Kasual atau submisif
- Memberikan impresi tidak begitu serius
Gaya kepelatihan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Oleh karena itu, biasanya pelatih yang baik tidak
hanya menggunakan satu gaya kepelatihan saja melainkan berbagai
gaya yang disesuaikan untuk mencapai tujuan.
50
2) Keterampilan pelatih
Seorang pelatih harus memiliki beberapa keterampilan dasar agar
nanti bisa berfungsi secara efektif yaitu pengetahuan olahraga dan
pemahaman tentang berbagai teknik kepelatihan.
Organisasi
Ini didasarkan pada pengetahuan dan perencanaan. Pengetahuan
didasarkan pada pengalaman, penelitian, dan kursus-kursus
khusus olahraga
Observasi
Program pelatihan harus memuat banyak waktu untuk dapat
diobservasi. Ini memberikan informasi pada pelatih sebagai
dasar perubahan terhadap program dan apa yang diperlukan
masing-masing atlet. Keterampilan informasi akan dapat
diperbaiki dan dihaluskan kembali.
Analisis
Observasi dan evaluasi kinerja. Bandingkan apa yang sudah
dikerjakan dengan apa yang seharusnya dikerjakan. Perhatikan
setiap kinerja. Jangan bergerak hanya pada satu atau dua
observasi, tentukan penyebabnya secara hati-hati sebelum
menawarkan suatu nasihat. Seandainya nasehatnya tidak benar
atau tidak efektif, maka akan mengurangi kresibelitas sebagai
seorang pelatih. Jika terdapat lebih dari satu kesalahan akan
dapat menghasilkan perbaikan yang lebih besar dan seandainya
kesalahannya saling terkait, putuskan mana yang harus
dieliminasi lebih dahulu.
Meperbaiki kinerja
Memperbaiki, menyempurnakan dan selanjutnya meningkatkan
kinerja atlet adalah merupakan tugas utama seorang pelatih.
Oleh karena itu, seorang pelatih harus memilliki kemampuan
untuk melihat dan mepresdeksi kinerja atletnya. Kemampuan ini
harus tertuang dalam program pelatihan yang disusun secara
51
benar, karena setiap apa yang akan dilakukan selalu didasarkan
atas tujuan dan ini memperjelas serta merupakan pedoman bagi
seorang pelatih dalam kmenjelaskan tugasnya.
Komunikasi
Kemampuan pelatih untuk memperbaiki kinerja tergantung pada
besarnya derajat keterampilan berkomunikasi. Komunikasi ini
tidak hanya verbal tetapi juga non verbal seperti penggunaan
bahasa tubuh. Dalam komonikasi ini harus diperhatikan tentang
isi dan suasana emosinya agar apa yang ingin disampaikan bisa
diterima oleh atlet. Kesederhanaan bahasa, kejelasan konsep
yang akan disampaikan ditunjang seuasana yang menyenangkan
akan membantu kelancaran komunikasi.
6. Manajemen Pengurus Organisasi Olahraga
a. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari bahasa latin yaitu manus yang artinya
tangan, dan agere yang artinya melakukan. Kedua kata tersebut jika
digabungkan menjadi managere yang artinya menangani. Managere
kemudian diubah kedalam bahasa inggris menjadi to manage yang
artinya: mengelolah, menata, mengurus, mengatur, melaksanakan, dan
mengendalikan. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kata
managere berubah menjadi manajemen, yang artinya pengelolaan. Untuk
mengetahui dan memahami lebih jauh tentang pengertian manajemen,
maka harus berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli
manajemen. Menurut M. P. Fallet yang dikutip dalam T. Hani Handoko
(1999) menyatakan bahwa, manajemen sebagai seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan menurut
Kamaludin (1989: 3) mengemukakan bahwa, “manajemen merupakan
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengorganisasian
pemakaian sumber daya manusia dan material”.
52
Berdasarkan pengertian manajemen di atas, dapat disimpulkan
bahwa, manajemen merupakan ilmu dan seni dalam mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tertentu. Manajemen dapat dipelajari dan menjadi salah
satu cabang ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan untuk memecahkan
persoalan-persoalan dalam perusahaan maupun organisasi-organisasi
tertentu. Sedangkan dalam seni, manajemen merupakan pencapaian
tujuan yang diinginkan, dimana seorang pemimpin mamiliki kemampuan
mengelola dan mempengaruhi orang lain yang ada dibawahnya.
b. Konsep dan Fungsi Manajemen
Dalam suatu manajemen terdapat konsep-konsep yang disusun
untuk pencapaian tujuan dari organisasi maupun perusahaan. Adapun
konsep manajemen tersebut menurut pendapat Harsuki (2003: 167),
konsep-konsep manajemen meliputi:
1) Planning (Perencanaan)
Pencapaian, Objektivitas, dan Strategi
2) Organizing (Pengorganisasian)
Seleksi dan pengelompokan tindakan-tindakan tertentu untuk
mencapai strategi organisasi dan merancang suatu struktur yang
tepat dalam mencapai tujuan.
3) Coordinating (Pengkoordinasian)
Kejasama antara SDM (Sumber Daya Manusia) dan Departemen-
departemen untuk memastikan tiap unit fungsi secara keseluruhan
dan mempertahankan kegiatan sejalan dengan tujuan serta
objektivitas organisasi.
4) Controlling (Pengawasan)
Melakukan pengawasan terhadap kegiatan, pencapaian tujuan dan
koreksi atas kesalahan.
Dari konsep-konsep manajemen di atas tentunya dapat berbeda-
beda dalam menerapkan konsep tersebut disuatu organisasi, maupun
perusahaan, dan tergantung fungsi dari rancangan tujuan konsep
manajemen tersebut. Adapun fungsi yang dituju dari suatu manajemen
adalah sebagai berikut:
53
1) Planning (Perencanaan)
Koontz dan O’Donnel yang dikutip dalam Hasibuan (2000: 20)
menyatakan bahwa, “Perencanaan adalah fungsi dari manajer yang
berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan-
kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-program dari
alternative-alternatif yang ada”. Lebih lanjut Hasibuan (2000: 20)
menjelaskan bahwa, “perencanaan adalah proses penentu tujuan dan
pedoman-pedoman pelaksanaan, dengan memilih yang terbaik dari
alternatif-alternatif yang ada”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
perencanaan adalah perancangan serangkaian tindakan yang
dirancang sesuai tujuan yang ingin dicapai, serta perencaan tersebut
didasari pada tindakan yang efektif dari altenatif-alternatif yang ada
sesuai fakta dan informasi, dan tidak berdasarkan pada tindakan
emosi semata atas keinginan pribadi.
2) Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan,
dan pengaturan macam-macam aktivitas yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada aktivitas ini,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang
secara relatif didelegasikan kepada setiap-setiap individu yang akan
melakukan aktivitas-aktivitas tersebut (Hasibuan, 2000).
Mengacu pada pendapat di atas, maka fungsi pengorganisasian dapat
dirumuskan sebagai aktivitas manajemen dalam pengelompokan
orang-orang untuk menetapkan fungsi, wewenang, serta tanggung
jawab. Sehingga berdayaguna, dan berhasilguna untuk mencapai
hasil tujuan yang telah ditentukan.
3) Leadering (kepemimpinan)
Pemimpin adalah tanggung jawab yang jatuh kepada manajer
sebagai kepala organisasi. Manajer harus memimpin secara positf
memotivasi, dan mempengaruhi yang membentuk organisasi dank
54
arena itu akan mempengaruhi oprasional dan melakukan program
(Bucher dan Krote yang dikutip dalam disertasi Rahmat Hermawan,
2012: 83).
4) Controling (Pengawasan)
Mengendalikan memastikan pelaksanaan yang tepat dari rencana dan
terdiri dari beberapa faktor, pekerjaan standar atau harapan harus
ditetapkan, metode dan prosedur untuk memantau dan mengukur
apakah standar tersebut memenuhi, dan harus ditetapkan.
5) Staffing (kepegawaian)
Bucher dan Krote yang dikutip dalam disertasi Rahmat Hermawan
(2012: 83) menjelaskan bahwa, “fungsi manajemen kepegawaian
mengacu pada tugas personel keseluruhan harus diseleksi,
penugasan, pelatihan, Pembinaan staf, dan menyediakan serta
memelihara kondisi kerja yang menguntungkan bagi semua anggota
organisasi.
c. Manajemen Bidang Keolahragaan
Pada dasarnya manajemen olahraga adalah perpaduan antara
ilmu manajemen dengan ilmu olahraga. Manajemen olahraga merupakan
kombinasi keterampilan yang berhubungan dengan perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, penganggaran, dan
evaluasi dalam suatu organisasi olahraga. Banyak masyarakat yang
berpendapat bahwa manajemen dan olahraga tiidak ada hubungannya.
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pendapat umum yang mengartikan
olahraga dengan “bermain” sedangkan manajemen dengan “bekerja”.
Tetapi dengan berkembangnya olahraga, maka manajemen olahraga telah
menjadi bidang ilmu tersendiri dan menjadi salah satu bidang ilmu yang
banyak digeluti oleh para pakar maupun praktisi olahraga, bahkan oleh
orang-orang yang belum menguasai ilmu olahraga (Harsuki, 2003).
Selanjutnya Harsuki (2003: 5) menjelaskan bahwa, manajemen
kelembagaan olahraga dapat dikelompokkan dalam enam bagian besar,
diantaranya:
55
1) Manajemen olahraga pendidikan. Misalnya, untuk pendidikan
sekolah dasar, sekolah menengah umum, dan perguruan tinggi.
2) Manajemen lembaga/institusi/organisasi olahraga dalam lingkup
gerakan olimpik (olympic movement). Misalnya, International
Olympic Committee (IOC), Olympic Council of Asia (OCA), SEA
Games Federation, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI),
Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Induk Organisasi Cabang
Olahraga dan Fungsional, dan Perkumpulan-perkumpulan Olahraga
atau Klub (Club).
3) Manajemen olahraga professional. Diantaranya: Tinju (WB, WBA,
WBC, IBF), di Indonesia bernama Komite Tinju Indonesia (KTI),
Golf, Balap Mobil, Motor, Berkuda, dan lainnya.
4) Manajemen olahraga rekreasi, atau sering disebut dengan olahraga
masyarakat. Misalnya, Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia
(FOMI), organisasi senam pernapasan seperti Persatuan Olahraga
Pernapasan Indonesia (PORPI), dan organisasi-organisasi olahraga
lainnya.
5) Manajemen olahraga pemerintah, seperti Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Dinas Olahraga
(DISPORA) yang berada di Provinsi, Kota, Kabupaten daerah yang
ada di Indonesia.
6) Manajemen bisnis, dan industri olahraga.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa manajemen olahraga
mempunyai peran penting dalam suatu organisasi dibidang keolahragaan.
Setiap induk organisasi memiliki tingkatan manajemen, dan setiap
tingkatannya memerlukan teknik individu, SDM (Sumber Daya
Manusia), kemampuan konseptual dan kompetensi, serta karakteristik
kepengurusan tersendiri. Kualitas terpenting dalam manajemen olahraga
ialah mengetahui bagaimana cara memotivasi, melakukan koordinasi,
meningkatkan produktivitas kerja antar karyawan, dan hubungan
interpersonal, serta membuat strategi agar organisasi bisa berkembang.
Secara mendasar, manajemen olahraga dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu manajemen olahraga pemerintah, dan manajemen
olahraga swasta (non-pemerintah). Manajemen olahraga pemerintah
adalah manajemen yang dimana struktur kepengurusannya dikelola oleh
pemerintah. Sedangkan manajemen olahraga non-pemerintah ialah
56
manajemen kepengurusan olahraga yang bersifat non-pemerintah, dan
dikelola berdasarkan struktur kepengurusan organisasi olahraga tersebut.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh
calon peneliti mengenai Kebijakan Pemerintah Daerah Tentang Pembinaan
Sumber Daya Manusia Keolahragaan adalah penelitian yang dilakukan oleh:
1. Nama : Hadi Marhijanto, M.Or
Judul : Managemen Sumber Daya Manusia Keolahragaan
Berbasis Peningkatan Indeks Pembangunan Olahraga Di
Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Tesis Ilmu Keolahragaan Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Tahun : 2015
Dalam tesis tersebut berisi pengupasan secara lengkap mengenai
managemen sumber daya manusia keolahragaan di Kabupaten Natuna, Provinsi
Kepulauan Riau. Pembangunan olahraga dalam tesis ini dikaji dari berbagai
dimensi sebagaimana terkonsep secara nyata (real), dan faktual, serta
bersinggungan dengan seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan berisi tentang
arah-arah kebijakan mengenai pembangunan olahraga ditinjau dari berbagai
kategori baik dalam bentuk olahraga prestasi, pendidikan, maupun rekreasi.
57
C. Kerangka Berpikir
Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir
Kebijakan pemerintah daerah tentang olahraga prestasi diwujudkan
dalam bentuk Perundang-undangan atau Peraturan Daerah (PERDA) yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan yang mengatur mengenai
sumber daya manusia dibidang keolahragaan sebagaimana yang diamanahkan
dalam Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005.
Proses implementasi kebijakan pemerintah dimulai dari adanya suatu
kebijakan yang telah siap dilaksanakan ataupun yang sedang berjalan. Outcomes
yang dihasilkan melalui proses implementasi terdiri atas hasil dampak kebijakan
(policy effect) dan hasil akhir kebijakan (policy impact). Hasil atau dampak yang
ditimbulkan suatu program sangat berguna untuk menilai kinerja implementasi
suatu program. Policy effect merupakan pengaruh jangka pendek yang dihasilkan
dari pelaksanaan kebijakan, sedangkan policy impact adalah sejumlah outcomes
Kebijakan Pemerintah
Daerah Tentang Olahraga
Prestasi
Pembinaan Atlet
Pembinaan
Pelatih Olahraga
Pengurus Organisasi
Olahraga
PERDA Mengenai Sumber Daya
Manusia Bidang Olahraga Prestasi
Perkembangan Sumber
Daya Manusia Bidang
Olahraga Prestasi
58
yang dihasilkan suatu program melalui proses jangka panjang. Dampak akhir baru
dapat diteliti dan diketahui hasilnya setelah suatu program sekian lama
dilaksanakan (Bambang S, 1994: 139).
Sebuah kebijakan pemerintah memerlukan sebuah penyusunan rencana
yang baik mengenai hal-hal yang harus dijalankan untuk mendukung
implementasi kebijakan tersebut, misalkan dalam bentuk rancangan strategis.
Rancangan strategis tersebut merupakan sebuah proyek kongkret yang akan
dilaksanakan dalam suatu jangka waktu tertentu dimana target-target harus dapat
dipenuhi sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan suatu
perencanaan yang baik diharapkan implementasi tentang pembinaan sumber daya
manusia dibidang olahraga prestasi akan terwujud dengan baik. Dengan adanya
pembinaan sumber daya manusia bidang olahraga prestasi diharapkan
memberikan dampak positif bagi Kabupaten Sukoharjo khususnya pada sektor
pembinaan atlet, pelatih, dan pengurus organisasi olahraga di Kabupaten
Sukoharjo.