bab ii tinjauan pustaka a. keluarga 1. pengertianrepository.ump.ac.id/4402/2/ratri dewi septiani bab...
TRANSCRIPT
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
1. Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul serta tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Dep.Kes
RI, 1988).
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang
hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil dan
biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan
lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang
kepala keluarga dan makan dalam satu periuk (Riadi, 2012).
Keluarga selaku unit dasar memiliki pengaruh yang begitu kuat
tehadap perkembangan seorang individu yang dapat menentukan berhasil
atau tidaknya kehidupan individu tersebut. Keluarga memiliki pengaruh
yang penting sekali terhadap pembentukan identitas seorang individu dan
perasaan harga diri. Prioritas tertinggi keluarga biasanya adalah
kesejahteraan anggota keluarganya (Tamher & Ekasari, 2009).
17
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
18
2. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2010) sebagai berikut:
a. Fungsi Afektif
Fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu
umtuk mempersiapkan anggota keluarganya dalam berhubungan
dengan orang lain.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi mengembangkan dan sebagai tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi
dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan
keluarga.
e. Fungsi Pemeliharaan Kesehatan
Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
19
3. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Menurut Friedman (2010) sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan.
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas-
tugas dalam bidang kesehatan yang harus dipahami dan dilakukan, yaitu :
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarganya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
c. Memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit atau yang tidak
mampu membantu dirinya sendiri karena kecacatan atau usianya yang
terlalu muda.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.
4. Interaksi Keluarga Dalam Rentang Sehat Sakti
Interaksi antar anggota keluarga dalam kondisi sehat dan sakit juga
mempengaruhi tingkat berfungsinya keluarga. Penyakit yang diderita salah
satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga yang
lainnya. Friedman dengan mengadaptasi Doherti dan Sussman (1998)
memberikan gambaran bahwa terdapat interaksi keluarga dengan rentang
sehat sakit dalam bentuk upaya-upaya sebagai berikut:
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
20
a. Upaya keluarga dalam peningkatan (promosi) kesehatan
Kegiatan peningkatan kesehatan atau lebih dikenal dengan
promosi kesehatan bisa dimulai dalam keluarga, seperti halnya seorang
ayah yang memberikan contoh dengan tidak merokok, minum-
minuman keras tentunya gaya hidup tersebut akan diikuti oleh anak-
anaknya, tetapi jika kondisi sebaliknya maka yang akan terjadi adalah
meningkatnya angka kesakitan.
b. Penaksiran keluarga terhadap gejala-gejala sakit
Tahapan ini dimulai saat anggota keluarga mengeluhkan gejala-
gejala penurunan kesadaran yang dialami, mencari tahu penyebabnya,
dan ada tidaknya pengaruh bagi anggota keluarga yang lain. Sosial
ekonomi juga sangat berpengaruh pada penaksiran gejala-gejala yang
muncul. Masyarakat dengan tingkat ekonomi yang lemah akan
merespon lambat mengingat kemampuan ekonominya.
c. Pencarian perawatan
Tahapan ini dimulai pada saat anggota keluarga merasakan
sakit dan anggota keluarga lainnya mengetahui, maka dimulailah
upaya mencari tahu kemana akan dirawat. Upaya ini dilakukan dengan
mencari informasi kepada orang terdekat. Pada tahapan ini juga
keluarga dituntut untuk mengambil keputusan dengan cepat kemana
akan merawat anggota keluarga yang sakit. Kecepatan pengambilan
keputusan ini ditentukan oleh respon keluarga terhadap kondisi sakit.
d. Perolehan perawatan dan rujukan ke pelayanan kesehatan
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
21
Tahapan ini dimulai saat kontak pertama anggota keluarga
dengan pelayanan kesehatan atau pengobatan alternatif. Penentuan
jenis pelayanan yang didatangi dipengaruhi oleh pengetahuan
keluarga, pengalaman masa lalu dan sering kali ibu memberikan
kontribusi yang banyak terhadap pengambilan keputusan tersebut.
e. Respon akut terhadap penyakit oleh klien dan keluarga
Tahapan ini ditandai dengan terjadinya perubahan peran pada
anggota keluarga yang sakit, misalnya saja peran ibu yang sedang sakit
akan digantikan oleh ayah terutama saat anak-anaknya masih kecil.
Contoh lain jika ayah sakit maka dengan langsung ibu mengambil alih
peran dan tanggung jawabnya.
f. Adaptasi terhadap penyakit dan penyembuhan
Tahap adaptasi adalah tahapan dimana keluarga memerlukan
bantuan dari tenaga kesehatan dalam menentukan koping keluarga
terhadap sakitnya (Setiawati & Dermawan, 2008).
5. Keterlibatan Keluarga Dalam Mencegah Klien Kambuh
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan
merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam
menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah.
Keberhasilan perawat dirumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di
rumah karena dapat mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh).
Peran serta keluarga sejak awal asuhan di RS akan meningkatkan
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
22
kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan
dapat dicegah.
Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat
dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat
dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya.
Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk
belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku.
Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik
keluarga memengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu.
Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.
Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi
pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya
disfungsi keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan pada
anggota. Pelayanan kesehatan jiwa yang ada merupakan fasilitas yang
membantu klien dan keluarga dalam mengembangkan kemampuan
mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai masalah, dan
mempertahankan keadaan adaptif. Salah satu faktor penyebab kambuh
gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku
klien di rumah. Menurut Sullinger (1988), klien dengan diagnosis
skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada
tahun kedua, dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit
karena perlakuan yang salah selama di rumah atau di masyarakat (Nasir &
Muhith, 2011).
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
23
6. Manfaat Peran Keluarga
a. Bagi klien:
1. Mempercepat proses penyembuhan melalui dinamika kelompok
2. Memperbaiki hubungan interpersonal klien dengan setiap anggota
keluarga
3. Menurunkan angka kekambuhan
b. Bagi keluarga
1. Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga
2. Keluarga mampu meningkatkan pengertian terhadap klien sehingga
keluarga lebih dapat menerima, toleran, dan menghargai klien
sebagai manusia
3. Keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam membantu klien
dalam proses rehabilitasi (Shalehuddin, 2013).
B. Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono,
2010).
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
24
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada
rangsang yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Misalnya, merasa
melihat ada orang yang akan memukul, padahal tidak ada seorang pun
disekitarnya. Sekalipun tidak nyata, tetapi bagi penderita gangguan jiwa,
halusinasi dirasakan sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh (Baihaqi,
Sunardi, Akhlan, Heryati, 2007). Halusinasi merupakan persepsi sensori
yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas
(Videbeck, 2008).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu
berupasuara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu.Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2009).
2. Klasifikasi Halusinasi
Tabel 2.1 Klasifikasi Halusinasi
JenisHalusinasi Data Subjektif Data Objektif
Halusinasi dengar
(Auditory-hearing voices or
sounds)
a. Mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
b. Mendengar suara atau
bunyi
c. Mendengar suara yang
mengajak bercakap-
cakap
d. Mendengar seseorang
yang sudah meninggal
e. Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau orang lain atau
suara lain yang
membahayakan.
a. Mengarahkan telinga
pada sumber suara
b. Bicara atau tertawa
sendiri
c. Marah-marah tanpa
sebab
d. Menutup telinga
e. Mulut komat-kamit
f. Ada gerakan tangan
Halusinasi penglihatan
(visual-seeing persons or
things)
a. Melihat seseorang yang
sudah meninggal,
melihat makhluk
a. Tatapan mata pada
tempat tertentu
b. Menunjuk kearah
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
25
JenisHalusinasi Data Subjektif Data Objektif
tertentu, melihat
bayangan, hantu atau
sesuatu yang
menakutkan, cahaya.
Monster yang memasuki
perawat
tertentu
c. Ketakutan pada objek
yang dilihat
Halusinasi penghidu
(olfactory-smeeling odors)
a. Mencium sesuatu seperti
bau mayat, darah, bayi,
feses, atau bau masakan,
farfum yang
menyenangkan
b. Klien sering mengatakan
mencium bau sesuatu
c. Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien
demensia, kejang atau
penyakit serebrovaskular
a. Ekspresi wajah seperti
mencium sesuatu
dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan
hidung pada tempat
tertentu.
Halusinasi perabaan
(tactile-feeling bodily
sensations)
a. Klien mengatakan ada
sesuatu yang
menggerayangi tubuh
seperti tangan, binatang
kecil, makhluk halus.
b. Merasakan sesuatu
dipermukaan kulit,
merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan
tersengat aliran listrik.
a. Mengusap, menggaruk-
garuk meraba-raba
permukaan kulit.
Terlihat menggerak-
gerakkan badan seperti
merasakan sesuatu
rabaan.
Halusinasi Pengecapan
(Gustatory-experiencing
tastes)
a. Klien seperti sedang
merasakan makanan
tertentu, rasa tertentu
atau mengunyah sesuatu.
a. Seperti mengecap
sesuatu. Gerakan
menguyah, meludah
atau muntah
Cenesthetic & Kinestetic
hallucinations
a. Klien dapat melaporkan
bahwa fungsi tubuhnya
tidak dapat terdeteksi
misalnya tidak adanya
denyutan di otak, atau
sensasi pembentukan
urine dalam tubuhnya,
perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi.
a. Klien terlihat menatap
tubuhnya sendiri dan
terlihat merasakan
sesuatu yang aneh
tentang tubuhnya.
(Sumber :Yosep, 2011).
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
26
3. Proses Terjadinya Halusinasi
Bentuk gangguan persepsi sensori yang paling sering terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran dan
penglihatan. Bentuk halusinasi ini dapat berupa suara-suara dan gambaran-
gambaran. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien
menghasilkan respons tertentu seperti: bicara sendiri, bertengkar atau
respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan
suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada
orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran dan penglihatan merupakan suatu tanda
mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk
metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik
(Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution, 2012).
4. Faktor Penyebab Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
27
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2011).
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
28
Kebanyakan penelitian genetika berfokus pada keluarga
terdekat, seperti orang tua, saudara kandung, dan anak cucu untuk
melihat apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan secara
genetik. Hanya sedikit penelitian yang memfokuskan pada kerabat
yang lebih jauh. Penelitian yang paling penting memusatkan pada
penelitian anak kembar yang menunjukkan bahwa kembar identik
berisiko mengalami gangguan ini sebesar 50%, sedangkan kembar
praternal berisiko hanya 15%. Penelitian penting lain menunjukkan
bahwa anak-anak yang memiliki satu orang tua biologis penderita
skizofrenia memiliki risiko 15% dan angka ini meningkat sampai
35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia.
Anak-anak yang memiliki orang tua biologis dengan
riwayat skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh keluarga
tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki risiko genetik dari orang
tua biologis mereka. Semua penelitian ini menunjukkan bahwa ada
risiko genetik atau kecenderungan skizofrenia, tetapi ini bukan
satu-satunya faktor. Kembar identik memiliki risiko 50% walaupun
gen mereka identik 100% (Cancro & Lehman, 2000 dalam
Videbeck, 2008).
6. Faktor Ekonomi dan Pendidikan
Menurut penelitian Erlina, Soewadi, Pramono (2010),
status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk
mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan status
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
29
ekonomi tinggi. Pada analisis multivariabel, status ekonomi rendah
berisiko 7,4 kali untuk menderita ganguan jiwa skizofrenia
dibanding dengan status ekonomi tinggi dengan OR=7,482
(95%IK;2,852-19,657) dengan p=0,000. Artinya kelompok
ekonomi rendah kemungkinan mempunyai risiko 7,48 kali lebih
besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan kelompok
ekonomi tinggi.
Menurut Werner et al. dalam Erlina, Soewadi, Pramono
(2010), yang melakukan penelitian di Israel mengatakan orang
yang dilahirkan mempunyai orangtua yang berstatus sosio ekonomi
dan didaerah miskin berhubungan dengan dengan peningkatan
risiko skizofrenia (OR1.39 (95%CI;1.10–1.78), p<0,00. Status
ekonomi rendah sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Beberapa ahli tidak mempertimbangkan kemiskinan (status
ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi faktor yang
menyertainya bertanggung jawab atas timbulnya gangguan
kesehatan. Menurut Graham dalam Erlina, Soewadi, Pramono
(2010), keluarga adalah faktor perantara yang paling penting.
Ketika kehidupan keluarga dipengaruhi oleh penyebab lingkungan
(rumah yang kecil, tidak adanya waktu dan rasa aman) maka hal ini
merupakan beban bagi orangtua yang akibatnya akan
mempengaruhi kesehatan anak. Kemiskinan ditandai dengan oleh
sedikitnya dukungan, sedikitnya keselamatan, tidak adanya ruang
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
30
sehingga terlalu sesak, tidak adanya kebebasan pribadi,
ketidakpastian dalam masalah ekonomi yang akhirnya mungkin
menimbulkan risiko kesehatan bagi keluarga.
Sementara dari segi pendidikan menurut penelitian Fakhari
et al dalam Erlina, Soewadi, Pramono (2010), dengan hasil yang
ditemukan ada hubungan yang bermakna antara tidak punya
pendidikan atau tidak tamat SD dengan timbulnya gangguan jiwa
(p<0,001).
b. Faktor Presipitasi
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons
neurobiologik yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran
umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan adanya
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
2. Pemicu Gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode
baru suatu penyakit yang biasanya terdapat pada respons
neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan,
lingkungan, sikap dan perilaku individu.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
31
a. Kesehatan, seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi,
obat Sistem Saraf Pusat, gangguan proses informasi, kurang
olahraga, alam perasaan abnormal dan cemas.
b. Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam
hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress,
kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam
kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang
dukungan) dan tekanan pekerjaan (Trimeilia, 2011) 3. Perilaku
respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993)
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga
halusinasi dalam dilihat dari lima dimensi yaitu:
a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
32
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi.Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa
hidup bersosialisasi di dunia nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi akan
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
33
interaksi sosial, kontrol diri dan haga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang
lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bemakna, hilangnya
aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
untuk menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk
(Yosep, 2011).
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
34
5. Tahapan Halusinasi
Gangguan persepsi yang utama pada pasien skizoprenia adalah
halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya
dirangsang oleh kecemasan, gangguan harga diri, kritis diri, atau
mengingkari rangsangan terhadap kenyataan. Halusinasi pendengaran
adalah paling utama pada pasien skizoprenia, suara-suara biasanya berasal
dari tuhan, setan, tiruan atau relatif.
Ada empat tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang
ditampilkan.
Tabel 2.2 Tahapan, Karakteristik dan Perilaku Klien
Tahap Karakteristik Perilaku Klien
Tahap I
- Memberi rasa
nyaman, tingkat
ansietas sedang
secara umum,
halusinasi
merupakan suatu
kesenangan.
- Mengalami ansietas,
kesepian, rasa bersalah
dan ketakutan.
- Mencoba berfokus pada
pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas
- - Fikiran dan pengalaman
sensori masih ada dalam
kontol kesadaran,
nonpsikotik.
- Tersenyum, tertawa
sendiri
- Menggerakkan bibir
tanpa suara
- Pergerakkan mata yang
cepat
- Respon verbal yang
lambat
- Diam dan
berkonsentrasi
Tahap II
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan
berat secara umum
halusinasi menyebabkan
perasaan antipati
- Pengalaman sensori
menakutkan
- Merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensori
tersebut
- Mulai merasa kehilangan
kontrol
- - Menarik diri dari orang
lain non psikotik
- Terjadi peningkatan
denyut jantung,
pernafasan dan tekanan
darah
- Perhatian dengan
lingkungan berkurang
- Konsentrasi terhadap
pengalaman sensori
kerja
- Kehilangan
kemampuan
membedakan halusinasi
dengan realitas
Tahap III
- Mengontrol
- Klien menyerah dan
menerima pengalaman
- Perintah halusinasi
ditaati
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
35
Tahap Karakteristik Perilaku Klien
- Tingkat kecemasan
berat
- Pengalaman halusinasi
tidak dapat ditolak lagi
sensori (halusinasi)
- Isi halusinasi menjadi
atraktif
- Kesepian bila pengalaman
sensori berakhir psikotik
- Sulit berhubungan
dengan orang lain
- Perhatian terhadap
lingkungan berkurang
hanya beberapa detik
- Tidak mampu
mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan
berkeringat
Tahap IV
- Klien sudah dikuasai
oleh halusinasi
- Klien panik
- Pengalaman sensori
mungkin menakutkan jika
individu tidak mengikuti
perintah halusinasi, bisa
berlangsung dalam
beberapa jam atau hari
apabila tidak ada
intervensi terapeutik.
- Perilaku panik
- Resiko tinggi
mencederai
- Agitasi atau kataton
- Tidak mampu berespon
terhadap lingkungan
(Erlinafsiah, 2010).
6. Penatalaksanaan Medis Pada Halusinasi
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat-
obatan dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain golongan butirofenon: Haloperidol, Haldol, Serenace,
Ludomer.
Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x
5 mg via im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam.
Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg atau 3 x
5 mg. Golongan fenotiazine: Chlorpromazine/Largactile/Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3 x 100
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
36
mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1 x 100 mg
pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b. Terapi kejang listrik/electro compulsive therapy (ECT)
Menurut Riyadi & Purwanto (2009), ECT adalah suatu
tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan
kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan alur listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan
kejang grandmall. Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi
pada psikosa manik depresi, klien skizofrenia super katatonik dan
gaduh gelisah katatonik.
ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi dengan
gejala psikotik (waham, paranoid dan gejala vegetatif), berikan
antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hariselama 4 minggu)
namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan
ECT.Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT,
terutama jika litium karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi
memerlukan waktu 6-12 kali terapi untuk mencapai perbaikan,
sedangkan pada mania dan katatonik membutuhkan waktu lebih lama
yaitu antara 10-20 kali terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan
frekuensi 2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai
kelihatan setelah 2-6 terapi.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
37
7. Penatalaksanaan Keperawatan Pada Halusinasi
a. Terapi Generalis pada Klien Halusinasi
Menurut Keliat & Akemat (2009), tindakan keperawatan pada klien
halusinasi adalah sebagai berikut:
a) Mengkaji isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, dan respons
klien terhadap halusinasi (mengenal halusinasi)
Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan
mengobservasi perilaku klien dan menanyakan secara verbal apa
yang sedang dialami oleh klien.
Kemudian perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi,
dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh klien. Hal ini
dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi
terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan
untuk pencegahan terjadinya halusinasi. Kemudian untuk
mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien
ketika halusinasi itu muncul perawat dapat menanyakan pada
pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul.
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi,
perawat dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi
pada klien. Keempat cara tersebut meliputi:
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
38
1) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan
diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan
halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, klien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa
yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi:
a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
b. Memperagakan cara menghardik.
c. Meminta klien memperagakan ulang.
d. Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku klien.
2) Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Bercakap-cakap dengan
orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika
klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi; fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
39
Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dengan terapi modalitas. Untuk
mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami
banyak waktu luang yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Oleh karena itu halusinasi dapat dikontrol dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam. Tahapan intervensi sebagai berikut:
a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
b) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien
c) Melatih klien melakukan aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih. Upayakan klien mempunyai aktivitas dari
bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan
terhadap perilaku klien yang positif
6) Melatih klien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih
untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program.Klien
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
40
gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering mengalami putus obat
sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan
terjadi, untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Oleh
karena itu klien dilatih minum obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan yang perlu dilakukan perawat agar klien
patuh menggunakan obat:
a. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c. Jelaskan akibat bila putus obat
d. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis).
e. Memantau efek samping obat
Menurut Yosep (2011), perawat perlu memahami efek samping
yang sering ditimbulkan oleh obat-obat psikotik seperti: mengantuk,
tremor, mata melihat ke atas, kaku-kaku otot, otot bahu tertarik sebelah,
hipersaliva, pergerakan otot tak terkendali. Untuk mengatasi ini
biasanya dokter memberikan obat anti parkinsonisme yaitu
Trihexyphenidile 3 x 2 mg. Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami
oleh klien tidak berkurang maka perlu diteliti apakah obat betul-betul
diminum atau tidak.
b. Terapi Generalis pada Keluarga
Menurut Kelliat, Helena, Farida (2011), cara keluarga dalam
merawat klien halusinasi yaitu:
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
41
1. Mengatakan, “saya percaya kamu mendengar suara itu, tapi saya
sendiri tidak mendengarnya”.
2. Tidak membantah halusinasi klien.
Sementara menurut Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution (2012)
tindakan perawatan pasien halusinasi yang harus diketahui oleh
keluarga yaitu:
a) Mengetahui pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan
jenishalusinasi yang dialami klien beserta proses terjadinya.
Halusinasi adalah presepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada
rangsang yang menimbulkannya (tidak ada objeknya). Misalnya,
merasa melihat ada orang yang akan memukul, padahal tidak ada
seseorang disekitarnya. Sekalipun tidak nyata, tetapi bagi penderita
gangguan jiwa, halusinasi dirasakan sebagai sesuatu yang sungguh-
sunggung (Baihaqi, Sunardi, Akhlan, Heryati, 2007).
Adapun jenis halusinasi beserta tanda dan gejalanya halusinasi
yang harus diketahui oleh keluarga sebagai berikut:
1. Halusinasi dengar (Auditory-hearing voices or sounds)
Tanda dan gejala halusinasi dapat dilihat keluarga
yaitumengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga,
mulut komat-kamit serta ada gerakan tangan yang tidak wajar.
2. Halusinasi penglihatan (visual-seeing persons or things)
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
42
Tanda dan gejala yang dapat dilihat oleh keluarga yaitu tatapan
mata pada tempat tertentu, menunjuk kearah tertentu, ketakutan
pada objek yang dilihatnya sendiri.
3. Halusinasi penghidu (olfactory-smeeling odors)
Tanda dan gejala yang dapat dilihat oleh keluarga yaitu
ekspresi wajah seperti mencium sesuatu dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu.
4. Halusinasi perabaan (tactile-feeling bodily sensations)
Tanda dan gejala yang dapat dilihat keluarga yaitu mengusap,
menggaruk-garuk meraba-raba permukaan kulit. Terlihat
menggerak-gerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
5. Halusinasi pengecapan (gustatory-experiencing tastes)
Tanda dan gejala yang dapat dilihat oleh keluarga yaitu seperti
mengecap sesuatu. Gerakan mengunyah, meludah atau muntah.
6. cenesthetic & Kinestetic hallucinations
Tanda dan gejala yang dapat dilihat oleh keluarga yaitu klien
terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan
sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
b) Merawat klien halusinasi
Menurut Yosep (2011), ada beberapa tindakan perawatan penderita
halusinasi yang harus diketahui:
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
43
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah membina hubungan
saling percaya dengan klien. Tunjukkan sikap empati dengan:
mendengarkan keluhan klien dengan penuh perhatian; tidak
membantah halusinasi klien; segera menolong klien jika klien
membutuhkan perawatan.
Menurut Nasir & Muhith (2011), ada beberapa sikap untuk
menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian, antara lain
sebagai berikut:
1. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan
nonverbalbahwa keluarga perhatian terhadap kebutuhan dan
masalah klien.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya
untuk mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang
sedang dikomunikasikan.
3. Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan
memandang klien ketika sedang berbicara.
4. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
5. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak
menyilangkan kaki atau tangan.
6. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
7. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan umpan balik.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
44
8. Condongkan tubuh kearah lawan bicara, bila perlu duduk atau
minimal sejajar dengan klien.
9. Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara
menyisihkan perhatian, ketakutan atau masalah yang sedang
kita hadapi.
10. Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yang
diucapkan yang menggambarkan sesuatu yang berlebihan.
11. Memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap
oleh klien yang menggambarkan sesuatu yang sulit dan
menyakitkan klien.
b. Mengkaji isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, dan respons
klienterhadap halusinasi (mengenal halusinasi)
Sama seperti tindakan perawat yang sudah diuraikan
diatas,mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi
perilaku klien dan menanyakan secara verbal apa yang dialami oleh
klien. Kemudian keluarga juga perlu mengkaji waktu, frekuensi,
dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh klien. Hal ini
dilakukan untuk menentukan ntervensi khusus pada waktu
terjadinyahalusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan
terjadinya halusinasi. Kemudian untuk mengetahui dampak
halusinasi pada klien dan apa ada respons klien ketika halusinasi itu
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
45
muncul keluarga dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan
atau dilakukan pada saat halusinasi timbul.
c. Melatih klien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi,
keluarga dapat mendiskusikan empat cara mengontrol halusinasi
kepada klien.
Keempat cara tersebut meliputi:
1. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan
halusinasinya. Apabila ini bisa dilakukan klien dapat
mengendalikan halusinasinya. Mungkinhalusinasi tetap
muncul, namun dengan kemampuan ini klien klien tidak akan
larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik
3) Meminta klien untuk memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku klien
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
46
2. Melatih bercakap-cakap dengan oranglain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Bercakap-cakap dengan
orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi, dan fokus
perhatian klien beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang tersebut.
3. Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dengan terapi modalitas. Untuk
mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami
banyak waktu luang yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Oleh karena itu halusinasi dapat dikontrol dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam. Tahapan intervensi sebagai berikut:
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien
3) Melatih klien melakukan aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan klien mempunyai
aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
47
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi
penguatan terhadap perilaku klien yang positif
4. Melatih klien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu
dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan
program. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering
mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami
kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, untuk mencapai kondisi
seperti semula akan lebih sulit. Oleh karena itu klien dilatih
minum obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini
tindakan yang perlu dilakukan keluarga agar klien patuh
menggunakan obat:
a. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c. Jelaskan akibat bila putus obat
d. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan
benar dosis).
d. Memantau efek samping obat
Keluarga perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan
oleh obat-obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, mata melihat
ke atas, kaku-kaku otot, otot bahu tertarik sebelah, hipersaliva,
pergerakan otot tak terkendali. Untuk mengatasi ini biasanya
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
48
dokter memberikan obat anti parkinsonisme yaitu Trihexyphenidile
3 x 2 mg. Apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh klien
tidak berkurang maka perlu diteliti apakah obat betul-betul
diminum atau tidak.
c) Mengetahui follow up dan rujukan untuk klien halusinasi
Peran keluarga dibutuhkan dalam mengawasi klien dirumah. Penting
bagi keluarga untuk mengetahui tanda dan gejala yang menunjukkan
klien kambuh atau tidak. Keluarga diharapkan mengetahui kondisi
klien 24 jam agar tingkat kesembuhan klien dapat terkontrol.
Keluarga harus rutin secara berkala membawa klien ke rumah sakit
jiwa atau fasilitas kesehatan lain yang mendukung untuk kontrol
ulang dan mendapat pengobatan serta mengetahui perkembangan
kesehatan klien. Jika perilaku klien tidak terkendali seperti
mengamuk, tidak mau minum obat, maka segera bawa ke rumah
sakit jiwa atau fasilitas kesehatan lain yang mendukung agar
mendapat penanganan yang terbaik.
c. Terapi Generalis Kelompok
Menurut Yosep (2011), Terapi kelompok merupakan suatu
psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan
jalan berdiskusi satusama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Adapun tujuan dari aktivitas kelompok menurut Riyadi &
Purwanto (2009) adalah untuk memfasilitasi psikoterapis terhadap
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
49
sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan
meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota.
Jumlah anggota kelompok dan komposisi dalam terapi kelompok
harus ditentukan terlebih dahulu. Menurut wartono (1976) kelompok
dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 anggota merupakan jumlah yang
ideal, sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Menurut
Caplan, 1971 dalam Yosep, 2011, besarnya anggota kelompok terdiri
dari 7-9 anggota (pria dan wanita) memungkinkan anggota berada
dalam rasa tau suku, latar belakang sosial dan pendidikan sehingga
mirip dengan kehidupan nyata. Sementara menurut Johnson, 1963
dalam Yosep, 2011, terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8
anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi
pada kelompok dengan jumah sebanyak itu. Apabila keanggotaan lebih
dari 10, maka komunikasi sulit untuk difokuskan, sedangkan jika
anggota kurang dari 4, maka akan terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih
cemas, dan seringkali bertingkah laku irasional.
Menurut Dalami (2010), terapi aktivitas kelompok untuk klien
halusinasi dibagi dua yaitu:
a. Terapi aktivitas kelompok: stimulasi persepsi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait
dengan pengalaman dan/atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
50
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. Tujuan umum TAK
stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus
kepadanya.
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan yaitu baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara
TV (ini merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien
yang maladaptif atau destruktif misalnya kemarahan, kebencian,
putus hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.
Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
1. Terapi aktivitas kelompok: stimulasi sensosi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi sensosi adalah
upaya menstimulasi semua panca indera (sensori) agar memberi
respons yang adekuat. Tujuan umum TAK stimulasi sensori agar
klien dapat berespons terhadap stimulus panca indera yang
diberikan yaitu terhadap suara, gambar dan mampu
mengekspresikan perasaan melalui gambar.
Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah musik,
seni, menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat
dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien dapat
digunakan sebagai stimulus.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
51
C. KerangkaTeori
Sumber : Keliat, 1996; Hawari, 2009;Yosep, 2009; Yosep, 2010
D. Kerangka Konsep
Faktor Yang
mempengaruhi
mekanisme
koping
Mekanisme
Koping
- Adaptif
- Maladaptif
Kemampuan
Klien dalam
mencegah
terjadinya
halusinasi
Gangguan Jiwa
- Definisi
- Faktor penyebab
- Jenis-jenis
Gangguan Jiwa
- Penatalaksanaan
Penanganan
Dampak
Klien
Faktor
Predisposisi
- Biologi
- Psikologi
- Sosial
budaya
Faktor
Presipitasi
- Sifat
- Asal
Halusinasi
- Definisi
- Faktor penyebab
- Tanda dan gejala
- Penatalaksanaan
Penanganan
Dampak
Keluarga
Kemampuan
keluarga
dalam
mencegah
terjadinya
halusinasi
Faktor Lain
Psiko
kognitif
Keluarga mampua merawat
klien dengan gangguan jiwa
halusinasi
Kemampuan
mencegah kambuhnya
halusinasi
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
52
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas dapat
dirumuskan suatu Hipotesis penelitian ini yaitu:
Ha : Terdapat hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan terhadap
kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.
Ho : Tidak terdapat hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan
terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017